1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan karya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perubahan karya sastra ke dalam bentuk film telah terjadi sejak beberapa
dekade. Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita, sejak
tahun 70-an film mulai banyak mengambil inspirasi karya-karya sastra yang telah
ada sebelumnya. Sejumlah film yang sukses, khususnya dari segi jumlah penonton
dan apresiasi masyarakat, merupakan film yang diangkat dari karya sastra
khususnya novel. Pada artikel yang ditulis oleh Suseno disebutkan bahwa dalam
sejarah perfilman dunia, sembilan puluh persen skenario film dan televisi berasal
dari perubahan karya sastra. Beberapa judul karya yang diangkat dari novel ke
dalam bentuk film, antara lain: The Old Man and The Sea karya Ernest
Hemingway pasa tahun 1951, Dr. Zhivago karya Boris Pasternak pada tahun
1965, In The Name of the Rose karya Umberto Eco pada tahun 1986, The God
Father karya Mario Puzo pada tahun 1972, The Lord of the Rings karya Tolkien
pada tahun 2000, dan Harry Potter karya JK Rowling pada tahun 1997 sampai
sekarang (http://indonesia.unnes.ac.id).
Di Indonesia, perubahan karya sastra ke dalam bentuk film juga telah lama
dilakukan.
Banyak
produser
yang
mengadaptasi
novel
menjadi
film,
pengadaptasian dari novel ke dalam film biasanya dikarenakan novel tersebut
sudah terkenal sehingga masyarakat pada umumnya sudah tidak asing lagi
terhadap cerita tersebut yang pada akhirnya mendukung aspek komersial.
Setidaknya, pada tahun 1951 telah dilakukan proses adaptasi dari novel ke dalam
1
bentuk film yaitu ketika sutradara Hyung memfilmkan drama yang berjudul
Antara Bumi dan Langit karya Armijn Pane (Eneste, 1991:9).
Beberapa novel yang pernah diangkat ke dalam bentuk film antara lain
Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis Sutan Sati dengan sutradara Agus
Wijoyono pada tahun 1929, Ronggeng Dukuh Paruk tahun 1982 karya Ahmad
Tohari dengan sutradara Ami Prijono, Atheis karya Achidat Karta Miharja pada
tahun 1949 dan Si Doel Anak Betawi karya Aman Datuk Majoindo dengan
sutradara Sjuman Djaya pada tahun 1972, Salah Asuhan karya Abdoel Moeis
dengan sutradara Asrul Sani pada tahun 1959, Cintaku di Kampus Biru karya
Ashadi Siregar dengan sutradara Ami Prijono pada tahun 1976, Badai Pasti
Berlalu karya Marga T. dengan sutradara Teguh Karya (1977) dan difilmkan
kembali oleh Teddy Soeriaatmaja (2007), Lupus karya Hilman Hariwijaya yang
kemudian diproduksi lagi pada tahun 2013 dengan judul Bangun Lagi Dong
Lupus dengan sutradara Benni Setiawan, hingga ke novel-novel religi seperti
Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy
pada tahun 2007 dan
Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy dengan sutradara
Hanung Bramantyo pada tahun 2009. (http://filmindonesia.or.id).
Adaptasi atau pengalihwahanaan novel ke film dalam ekranisasi tentu
tidak lepas dari keterkenalan awal suatu karya. Novel yang sukses atau terkenal
tak jarang menjadi pijakan awal bagi harapan lahirnya film. Hal itu sering menjadi
acuan lahirnya kesuksesan baru suatu bentuk pengalihan, baik dari novel ke film
maupun sebaliknya. Beberapa diantaranya adalah Surat Kecil Untuk Tuhan (2011)
dan Negeri 5 Menara (2009). Menurut data, keduanya tercatat sebagai film
2
terlaris dan masing-masing menjadi peringkat pertama dan kedua dalam box
office nasional : Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Danovar berhasil
menggaet 765.425 penonton pada tahun 2012, Negeri 5 Menara karya Ahmad
Fuadi menggaet 765.842 penonton pada tahun 2012. Terlihat bahwa beberapa
contoh karya sastra novel yang diadaptasi menjadi karya film, dikemukakan
secara deskriptif guna memberikan gambaran bahwa ekranisasi sebagai wahana
adaptasi
dari
karya
sastra
ke
film
diminati
di
Indonesia
(http://filmindonesia.or.id).
Film yang diadaptasi dari novel tentu saja akan mengalami perubahan
fungsi. Perubahan tersebut merupakan akibat dari perubahan pada alat-alat yang
dipakai, yakni mengubah dunia kata-kata dalam novel menjadi dunia gambargambar yang bergerak berkelanjutan dalam film. Novel merupakan bentuk visual
yang mengarahkan pembaca untuk mengandalkan pembayangan cerita sedangkan
film merupakan bentuk audiovisual yang memberikan gambaran cerita kepada
penikmat film dengan memadukan antara dialog dengan ekspresi pemain.
Perubahan-perubahan
tersebut,
pada
umumnya
penonton
akan
membandingkan antara film dengan novel aslinya. Ketika membandingkan novel
dan film, seringkali menimbulkan kekecewaan atau bisa juga kepuasan dalam hati
penonton termasuk di dalamnya para penulis novel aslinya. Perbedaan-perbedaan
tersebut dilakukan tentu bukan tanpa alasan. Faktor film yang terkait dengan
durasi menyebabkan para pekerja film harus kreatif untuk dapat memilih
peristiwa-peristiwa yang penting untuk divisualkan. Oleh karena itu, seringkali
ditemui adanya pergeseran khususnya berkaitan dengan alur cerita. Dalam tokoh
3
pun terkadang juga ditemukan perubahan. Hal tersebut dilakukan mengingat
masing-masing (antara novel dan film) memiliki karakter yang menyesuaikan
dengan fungsi dari media karya. Proses adaptasi terdapat konsep konvensi,
memilih dan memfokuskan, rekonsepsi dan rethinking sekaligus, disertai
pemahaman terhadap karakter yang berbeda antara media yang satu dengan media
yang lain (Nugroho, 1995:157).
Pengadaptasian novel menjadi film membutuhkan proses kreatif. Eneste
(1991:61-65) mengatakan proses kreatif dalam pengangkatan novel ke layar lebar
dapat berupa penambahan maupun pengurangan jalannya cerita. Hal tersebut
terkait dengan faktor narasi tetapi dengan tidak mengesampingkan faktor estetik.
Proses kreatif tersebut diterapkan sutradara Rizal Mantovani dalam memindahkan
novel ke layar lebar yang berjudul Bulan Terbelah di Langit Amerika.
Hanum Salsabiela Rais, lahir dan menempuh pendidikan dasar
Muhammadiyah di Yogyakarta kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang
perkuliahan hingga mendapatkan gelar Dokter Gigi dari Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada. Hanum mengawali karir menjadi jurnalis dan presenter
di TRANS TV. Pada tahun 2010 Hanum menerbitkan buku pertamanya yang
berjudul Menapak Jejak Amien Rais, Persembahan Seorang Putri untuk Ayah
Tercinta. Selain itu, Hanum juga menulis novel yang berjudul Bulan Terbelah di
Langit Amerika, Berjalan di Atas Cahaya, dan 99 Cahaya di Langit Eropa.
Sementara itu, Rangga Almahendra adalah penulis kedua buku ini yang juga
sekaligus suami dari Hanum. Rangga menamatkan pendidikan dasar hingga
menengah di Yogyakarta kemudian melanjutkan kuliah program S1 di Institut
4
Teknologi Bandung dan S2 di Universitas Gadjah Mada. Saat ini Rangga tercatat
sebagai dosen di Johannes Kepler University di Austria dan Universitas Gadjah
Mada (http://www.hanumrais.com).
Rumah produksi yang memfilmkan novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika adalah Maxima Picture. Maxima Pictures merupakan sebuah rumah
produksi film yang didirikan pada 9 Desember 2004 oleh Ody Mulyana Hidayat.
Dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika dijelaskan bahwa Maxima
Pictures merupakan rumah produksi yang telah menghasilkan 40 film dalam
kurun waktu 6 tahun (Rais, 2013:403). Adapun sutradara yang dipercaya untuk
menggarap film Bulan Terbelah di Langit Amerikaini adalah Rizal Mantovani.
Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan novel karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang diterbitkan pada tahun 2014 oleh
Gramedia Pustaka Utama dan sudah dicetak hingga belasan kali. Novel Bulan
Terbelah di Langit Amerika merupakan novel perjalanan bernafaskan Islami yang
mengisahkan sejarah Islam serta bagaimana pandangan dunia terhadap islam.
Pemain-pemain dari film ini ialah Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, Nino
Fernandez, Rianti Cartwright, dan Hanna al-Rashid. Juga diperankan oleh aktor
dan aktris luar negeri seperti Hailey Franco sebagai Sarah Hussein, Hans de
Krakker sebagai Philippus Brown, Nur Fazura , Yaron Urbas, Ray Reynolds dll.
Film ini dibuat di negeri New York dan San Fransisco Amerika Serikat sebagai
lokasi kejadian pada 9/11 yang ada di Ground Zero. Film ini menghabiskan dana
sebesar 15 Milyar sebuah total yang lumayan untuk sebuah pembuatan film
Indonesia. Hal ini disebabkan karena proses syuting seluruhnya dilakukan di
5
negeri Paman Sam. Terbukti hingga tanggal 31 Desember 2015 film ini mampu
menggaet 539.893 penonton di seluruh Indonesia. Jika di totalkan keuntungan dari
film ini ialah sekitar 18-21 milyar Rupiah hanya dalam waktu kurang dari 2
minggu. (http://filmindonesia.or.id).
Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan novel yang
menyimpan banyak pengetahuan terutama pengetahuan tentang sejarah Islam di
Amerika sekaligus sejarah dunia sehingga penulis tertarik untuk mengkaji novel
tersebut. Pemilihan novel Bulan Terbelah di Langit Amerika didasarkan pada
beberapa alasan. Pertama, respon masyarakat cukup besar terhadap novel Bulan
Terbelah di Langit Amerika sehingga telah dicetak hingga belasan kali dan
banyak juga yang membahas atau meresensi novel tersebut di media masa mulai
dari situs resmi hingga oleh penulis-penulis yang mengulasnya pada blog
pribadinya. Kedua, novel Bulan Terbelah di Langit Amerika telah diangkat ke
layar lebar oleh Rizal Mantovani dengan judul Bulan Terbelah di Langit Amerika
(2015). Ketiga, respon penonton yang cukup antusias menyaksikan film Bulan
Terbelah di Langit Amerika sehingga bisa menempati posisi kedua dari sepuluh
film yang ditayangkan pada tahun 2015 dengan jumlah penonton sekitar
3.189.709 orang. Keempat, penelitian ini belum pernah dikaji di Fakultas Ilmu
Budaya.
Beberapa alasan tersebut yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji
novel Bulan Terbelah di Langit Amerika. Namun, dalam pengkajian ini penulis
lebih memfokuskan pada proses ekranisasi novel ke dalam bentuk film.
Pengkajian yang dilakukan difokuskan pada unsur-unsur intrinsik antara novel
6
dan film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Unsur intrinsik yang akan dibahas
hanya terfokus pada alur, tokoh, dan latar karena ketiga unsur tersebut dipandang
sudah cukup mewakili.
Dalam penelitian ini, teori yang digunakan untuk menganalisis proses
ekranisasi novel ke dalam bentuk film adalah teori ekranisasi. Eneste (1991:6061) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ekranisasi adalah pelayarputihan
atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa
Prancis berarti layar). Dalam proses ekranisasi tentu akan menimbulkan berbagai
perubahan. Perubahan yang terjadi antara lain perubahan pada alat-alat yang
dipakai, perubahan pada proses penggarapan, juga perubahan pada proses
penikmatan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang akan dibahas dan
dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana ekranisasi novel Bulan
Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Rais dan Rangga Almahendra?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapaun tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana
ekranisasi novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Rais dan
Rangga Almahendra.
1.4
Manfaat Penelitian
Dalam penelitian Ekranisasi novel yang berjudul Bulan Terbelah di Langit
Amerika diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi teoretis dan segi praktis.
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi dalam
7
pengembangan ilmu sastra khususnya analisis terhadap novel yang difilmkan.
Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah wacana yang berhubungan
dengan kajian ekranisasi antara novel dan film serta dapat digunakan sebagai
referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Secara praktis, hasil penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pembaca dalam meningkatkan
apresiasi terhadap karya sastra Indonesia, khususnya novel Bulan Terbelah di
Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan mampu menambah apresiasi terhadap film
Indonesia, khususnya film Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Rizal
Mantovani dan diproduksi oleh Maxima Pictures. Selain itu, juga memberikan
apresiasi kepada para sineas dalam memproduksi film sehingga perkembangan
film di Indonesia menjadi lebih baik lagi.
1.5
Landasan Teori
Penelitian ini menyangkut dua objek, yakni Novel Bulan Terbelah dilangit
Amerika karya Hanum Rais dan Film Bulan Terbelah dilangit Amerika yang
disutradarai Rizal Mantovani. Sesuai dengan batasan masalah dan tujuan
penelitian, maka pendekatan yang akan dilakukan terhadap dua objek tersebut
berdasarkan kajian ekranisasi. Pendekatan ini juga memungkinkan untuk
menjelaskan kemungkinan perbedaan tiap-tiap karya dan ekranisasi yang terjadi
pada tiap-tiap karya dalam pengalihwahaan karya tersebut. Dalam kajian
ekranisasi antara novel dan film Bulan Terbelah di Langit Amerika ini, digunakan
dua teori umum, yaitu teori sastra bandingan dan teori ekranisasi.
1. Sastra Bandingan
8
Sastra bandingan merupakan salah satu kajian yang telah dikenal luas di
dunia akademik. Sastra bandingan mula-mula dilahirkan dan dikembangkan di
Eropa pada awal abad ke-19. Kegiatan sastra bandingan pertama kali dicetuskan
oleh Sante-Beuve dalam sebuah artikel yang dimuat di Revue des Deux Mondes
yang terbit tahun 1868. Dalam artikel tersebut dijelaskannya bahwa cabang studi
sastra bandingan berkembang pada awal abad ke-19 di Prancis. Adapun pada abad
ke-20, pengukuhan terhadap sastra bandingn terjadi ketika jurnal Revue
Litterature Comparee diterbitkan pertama kali pada tahun 1921 (Damono, 2005:
14-15).
Damono (2005:1) mengatakan bahwa sastra bandingan adalah pendekatan
dalam ilmu sastra yang tidak dapat menghasilkan teori sendiri. Boleh dikatakan
teori apa pun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan
objek dan tujuan penelitiannya. Dalam beberapa tulisan, sastra bandingan juga
disebut sebagai studi atau kajian. Dalam langkah-langkah yang dilakukannya,
metode perbandingan adalah yang utama. Sastra bandingan adalah kajian sastra di
luar batas-batas sebuah negara dan kajian hubungan di antara sastra dengan
bidang ilmu serta kepercayaan yang lain, seperti seni (misalnya seni lukis, seni
ukir, seni bina, dan seni musik), filsafat, sejarah, dan sains sosial (misalnya
politik, ekonomi, sosiologi), sains, agama, dan lain-lain. Ringkasnya, sastra
bandingan membandingkan sastra sebuah negara dengan sastra negara lain dan
membandingkan sastra dengan bidang lain sebagai keseluruhan ungkapan
kehidupan (Remak dalam Damono, 2005:1).
9
Prinsip sastra bandingan yang utama adalah prinsip untuk memahami dan
memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya tersebut diprediksi sebagai
reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya yang lain. Sastra bandingan lebih
dari sekedar pengaruh, ambilan, atau jiplakan, melainkan bagaimana memperoleh
makna yang penuh dalam kontrasnya dengan karya lain yang menjadi hipogram
sebuah karya. Kajian sastra bandingan berusaha menemukan hipogram. Hipogram
adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran karya berikutnya sedangkan
karya berikutnya dinamakan transformasi. Hipogram dan transformasi akan
berjalan terus menerus sejauh proses sastra itu hidup (Endraswaara: 20011:132).
2. Ekranisasi
Eneste (1991:60-61) mengatakan ekranisasi adalah pelayarputihan atau
pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa
Perancis berarti layar). Dalam proses ekranisasi tentu akan menimbulkan berbagai
perubahan, proses perubahan tersebut misalnya terjadi pada perubahan alat-alat
yang dipakai yakni mengubah dunia kata-kata menjadi dunia gambar-gambar
yang bergerak secara berkelanjutan. Proses penggarapan antara novel dan film
juga berbeda, novel adalah hasil kreasi individual dan merupakan hasil kerja
perseorangan sedangkan film merupakan hasil kerja yang melibatkan banyak
orang antara lain produser, penulis skenario, sutradara, juru kamera, penata
artistik, perekam suara, pemain. Selain itu, terjadi pula perubahan pada proses
penikmatan, yakni dari membaca menjadi menonton, penikmatnya sendiri
berubah dari pembaca menjadi penonton.
10
Eneste (1991:61-66) juga mengatakan pemindahan dari novel ke layar
lebar atau film mau tidak mau akan menimbulkan berbagai perubahan dalam film,
perubahan tersebut sebagai berikut.
a.
Penciutan
Ekranisasi berarti juga apa yang bisa dinikmati berjam-jam atau berhari-
hari harus diubah menjadi apa yang dinikmati atau ditonton selama sembilan
puluh atau seratus menit. Dengan kata lain, novel-novel yang tebal sampai
beratus-ratus halaman mau tidak mau harus mengalami pemotongan atau
penciutan bila akan difilmkan. Hal itu berarti tidak semua hal yang diungkapkan
dalam novel akan dijumpai pula dalam film. Sebagian alur, tokoh, latar ataupun
unsur lainnya yang ada dalam novel akan ditemui dalam film. Biasanya pembuat
film (penulis skenario atau sutradara) telah memilih bagian-bagian atau informasiinformasi yang dianggap penting untuk ditampilkan.
Beberapa kemungkinan mengapa dilakukan adanya penciutan atau
pemotongan. Pertama, dalam pemilihan peristiwa ada beberapa adegan yang
dirasa tidak penting untuk ditampilkan sehingga sutradara menghilangkan
beberapa adegan yang ada dalam film. Kedua, dalam pemilihan tokoh pun terjadi
hal yang sama. Ada beberapa tokoh dalam novel yang tidak ditampilkan dalam
film. Film hanya menampilkan tokoh-tokoh yang dianggap penting saja karena
keterbatasan teknis maka yang ditampilkan hanyalah tokoh yang memiliki
pengaruh dalam jalannya cerita. Ketiga, dalam hal latar juga biasanya tidak semua
latar akan ditampilkan dalam film karena kemungkinan besar jika semua latar
ditampilkan akan menjadi film yang memiliki durasi yang panjang. Dalam
11
mengekranisasi latar pun mengalami penciutan oleh sebab itu yang ditampilkan
dalam film hanyalah latar yang penting-penting saja atau yang mempunyai
pengaruh dalam cerita (Eneste, 1991:61-64).
b.
Penambahan
Penambahan biasanya dilakukan oleh penulis skenario atau sutradara
karena mereka telah menafsirkan novel yang akan mereka filmnya sehingga akan
terjadi penambahan di sana-sini. Penambahan misalnya terjadi pada alur,
penokohan, latar atau suasana. Banyak pula dalam proses ekranisani, terdapat
cerita atau adegan yang dalam novel tidak ditampilkan tetapi dalam film
ditampilkan. Di samping adanya pengurangan tokoh, dalam ekranisasi juga
memungkinkan adanya penambahan tokoh yang dalam novel tidak dijumpai sama
sekali tetapi dalam film ditampilkan. Latar pun juga tidak luput dari adanya
penambahan, dalam film sering kali dijumpai adanya latar yang ditampilkan tetapi
dalam novel tidak ditampilkan.
Menurut Eneste (1991:64-65), penambahan dalam proses ekranisasi tentu
mempunyai alasan. Misalnya, dikatakan bahwa penambahan itu penting jika
dilihat dari sudut filmis. Selain itu, penambahan dilakukan karena masih relevan
dengan cerita secara keseluruhan.
c.
Perubahan Bervariasi
Selain adanya penciutan dan penambahan, dalam ekranisasi juga
memungkinkan terjadinya variasi-variasi tertentu dalam film. Walaupun terjadi
variasi- variasi antara novel dan film, biasanya tema atau amanat dalam novel
masih tersampaikan setelah difilmkan. Menurut Eneste (1991:66), novel bukanlah
12
dalih atau alasan bagi pembuat film, tetapi novel betul-betul hendak dipindahkan
ke media lain yakni film. Karena perbedaan alat-alat yang digunakan, terjadilah
variasi-variasi tertentu di sana-sini. Di samping itu, dalam pemutaran film pun
mempunyai waktu yang terbatas sehingga penonton tidak bosan untuk tetap
menikmati sampai akhir, sehingga tidak semua hal atau persoalan yang ada dalam
novel dapat dipindahkan semua ke dalam film.
1.6
Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif. Moleong (2008: 3) mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.
Sejalan dengan Moleong, Ratna (2009: 46-47) mengatakan metode
penelitian kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran
dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi. Dalam ilmu sastra, sumber datanya
adalah karya, naskah, sedangkan data penelitiannya sebagai data formal adalah
kata-kata, kalimat dan wacana.
Faruk (2012: 56) mengatakan bahwa analisis data pertama-tama adalah
penganalisisan sumber-sumber sesuai dengan teori yang digunakan. Selanjutnya
pemaknaan terhadap karya yang diteliti dan kemudian membandingkan struktur
kedua karya tersebut. Untuk itu, langkah-langkah yang dilakukan dalam proses
penganalisisan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
13
1. Melakukan pembacaan pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
hingga didapatkan pemahaman atas alur, tokoh, dan latar.
2. Melakukan pengamatan pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika,
kemudian dilakukan analisa untuk membagi ke dalam kategori alur, tokoh,
dan latar.
3. Mengamati film Bulan Terbelah di Langit Amerika hingga didapatkan
pemahaman atas alur, tokoh, dan latar.
4. Melakukan pengamatan pada film Bulan Terbelah di Langit Amerika
kemudian dilakukan analisa untuk membagi ke dalam kategori alur, tokoh,
dan latar.
6. Menganalisa perubahan alur, tokoh, dan latar dalam novel dan film
Bulan Terbelah di Langit Amerika kemudian memasukannya dalam aspek
penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi.
Teknik yang dipakai dalam pembahasan penelitian ini adalah teknik Studi
Kepustakaan, yakni teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988:
111).
1.7
Tinjauan Kepustakaan
Sejauh penelitian pustaka yang penulis lakukan, belum ada penelitian
tentang ekranisasi novel ke film Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum
Rais dan Rangga Almahendra. Akan tetapi, penelitian lain yang menggunakan
teori ekranisasi diantaranya yaitu :
14
“Novel dan Film Sang Pemimpi: Kajian Ekranisasi”, penelitian Safardi
pada tahun 2011. Peneliti menyimpulkan hal-hal berikut: Penokohan, latar, dan
alur memiliki persamaan. Tokoh Ayah Ikal yang pendiam dalam film, sama persis
dengan yang terdapat di dalam novel, begitu juga dengan tokoh Pak Balia,
Laksmi, dan Jimbron. Kemudian latar dalam novel seperti di Pulau Balitong, di
Magai, Bogor, sama dengan yang ditampilkan dengan film. Alur yang digunakan
juga sama yakni alur maju. Kedua, perbedaan. Penokohan, latar, dan alur juga
memiliki perbedaan. Ciri fisik tokoh Ikal dan Arai yang terdapat di dalam novel
tidak sama dengan apa yang ditampilkan di dalam film. Kemudian dalam film
terdapat latar di Eropa yang tidak terdapat di dalam novel.
“Ekranisasi Novel ke Film Surat Kecil untuk Tuhan”, penelitian Aderia
pada tahun 2013. Peneliti menyimpulkan hal-hal berikut: Penokohan, latar, dan
alur memiliki persamaan. Tokoh Keke yang pintar dalam film, sama persis
dengan yang terdapat di dalam novel, begitu juga dengan tokoh orangtua dan ke
dua kakaknya
Kiki dan Chika. Kemudian latar dalam novel seperti rumah,
sekolah, rumah sakit, Jakarta sama dengan yang ditampilkan dalam film. Alur
yang digunakan juga sama yakni alur maju. Kedua, perbedaan. Penokohan, latar
dan alur juga memiliki perbedaan. Ciri fisik tokoh Keke yang terdapat di dalam
novel tidak sama dengan apa yang ditampilkan di dalam film. Kemudian dalam
novel terdapat latar di rumah sakit Elisabeth Singapura yang tidak terdapat di
dalam film. Ketiga, penambahan. Penambahan dalam film yaitu menampilkan
adegan percintaan Keke dan Andi yang tidak terdapat dalam novel. Keempat,
pengurangan. Seperti saat pertama kali Keke tidak sadarkan diri setelah menjalani
15
kemoterapi dimana ia bertemu seorang malaikat cantik bergaun putih dan mereka
bermain bersama, tidak ditampilkan di dalam film.
“Transformasi Teks Novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El
Khaliqy ke Dalam Film Perempuan berkalung Sorban: Kajian Ekranisasi”,
penelitian Irawan pada tahun 2013. Peneliti menyimpulkan hal-hal berikut:
Penokohan dan latar memiliki persamaan, tokoh Annisa dalam film, sama persis
dengan terdapat di dalam novel. Kemudian latar dalam novel seperti lingkungan
pesantren, Yogyakarta, Kairo, gedung bioskop dan rumah sakit Sarjito sama
dengan yang ditampilkan dalam film. Kedua, perbedaan. Penokohan, latar dan
alur juga memiliki perbedaan. Ciri fisik tokoh Lek Khudori yang terdapat di
dalam novel tidak sama dengan apa yang ditampilkan di dalam film. Kemudian
dalam film terdapat latar di pasar saat Annisa membeli sayur dan lauk pauk yang
tidak terdapat di dalam novel. Ketiga, penambahan. Penambahan dalam film yaitu
menampilkan tokoh baru bernama Ulfa yang tidak terdapat dalam novel.
“Transformasi Politis Filmisasi Sastra Indonesia: Kajian Ekranisasi”,
penelitian Suseno pada tahun 2010. Peneliti menyimpulkan perubahan-perubahan
yang ada dalam novel dan film serta mengkaji aspek ideologis-politis dari
perubahan
tersebut.
Perubahan
yang
terjadi
dalam
ekranisasi
adalah
penciutan/pemotongan, penambahan serta perubahan dengan variasi.
Keempat penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena
membahas ekranisasi novel ke bentuk film. Penelitian yang dilakukan Suseno
yakni untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam proses ekranisasi yaitu
penciutan, penambahan dan perubahan bervariasi. Selanjutnya penelitian yang
16
dilakukan Aderia sejalan dengan penelitian ini karena membahas mengenai alur
dan penokohan dalam novel dan film. Penelitian yang lainnya juga membahas
tentang transformasi alur dalam novel ke bentuk film. oleh sebab itu, keempat
penelitian tersebut dirasa relevan untuk penelitian ini.
1.8
Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dituliskan dalam bentuk skripsi dengan sistematika
penulisan yang terdiri dari lima Bab, yaitu:
Bab I, terdiri dari: Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode dan teknik penelitian,
tinjauan kepustakaan dan serta sistematika penulisan.
Bab II, Unsur Intrinsik Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
Bab III, Unsur Intrinsik Film Bulan Terbelah di Langit Amerika
Bab IV, Ekranisasi
Bab V, penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
17
Download