BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan karya sastra ke dalam bentuk film telah terjadi sejak beberapa dekade. Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita, sejak tahun 70-an film mulai banyak mengambil inspirasi karya-karya sastra yang telah ada sebelumnya. Sejumlah film yang sukses, khususnya dari segi jumlah penonton dan apresiasi masyarakat, merupakan film yang diangkat dari karya sastra khususnya novel. Pada artikel yang ditulis oleh Suseno disebutkan bahwa dalam sejarah perfilman dunia, sembilan puluh persen skenario film dan televisi berasal dari perubahan karya sastra. Beberapa judul karya yang diangkat dari novel ke dalam bentuk film, antara lain: The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway pasa tahun 1951, Dr. Zhivago karya Boris Pasternak pada tahun 1965, In The Name of the Rose karya Umberto Eco pada tahun 1986, The God Father karya Mario Puzo pada tahun 1972, The Lord of the Rings karya Tolkien pada tahun 2000, dan Harry Potter karya JK Rowling pada tahun 1997 sampai sekarang (http://indonesia.unnes.ac.id). Di Indonesia, perubahan karya sastra ke dalam bentuk film juga telah lama dilakukan. Banyak produser yang mengadaptasi novel menjadi film, pengadaptasian dari novel ke dalam film biasanya dikarenakan novel tersebut sudah terkenal sehingga masyarakat pada umumnya sudah tidak asing lagi terhadap cerita tersebut yang pada akhirnya mendukung aspek komersial. Setidaknya, pada tahun 1951 telah dilakukan proses adaptasi dari novel ke dalam 1 bentuk film yaitu ketika sutradara Hyung memfilmkan drama yang berjudul Antara Bumi dan Langit karya Armijn Pane (Eneste, 1991:9). Beberapa novel yang pernah diangkat ke dalam bentuk film antara lain Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis Sutan Sati dengan sutradara Agus Wijoyono pada tahun 1929, Ronggeng Dukuh Paruk tahun 1982 karya Ahmad Tohari dengan sutradara Ami Prijono, Atheis karya Achidat Karta Miharja pada tahun 1949 dan Si Doel Anak Betawi karya Aman Datuk Majoindo dengan sutradara Sjuman Djaya pada tahun 1972, Salah Asuhan karya Abdoel Moeis dengan sutradara Asrul Sani pada tahun 1959, Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar dengan sutradara Ami Prijono pada tahun 1976, Badai Pasti Berlalu karya Marga T. dengan sutradara Teguh Karya (1977) dan difilmkan kembali oleh Teddy Soeriaatmaja (2007), Lupus karya Hilman Hariwijaya yang kemudian diproduksi lagi pada tahun 2013 dengan judul Bangun Lagi Dong Lupus dengan sutradara Benni Setiawan, hingga ke novel-novel religi seperti Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy pada tahun 2007 dan Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy dengan sutradara Hanung Bramantyo pada tahun 2009. (http://filmindonesia.or.id). Adaptasi atau pengalihwahanaan novel ke film dalam ekranisasi tentu tidak lepas dari keterkenalan awal suatu karya. Novel yang sukses atau terkenal tak jarang menjadi pijakan awal bagi harapan lahirnya film. Hal itu sering menjadi acuan lahirnya kesuksesan baru suatu bentuk pengalihan, baik dari novel ke film maupun sebaliknya. Beberapa diantaranya adalah Surat Kecil Untuk Tuhan (2011) dan Negeri 5 Menara (2009). Menurut data, keduanya tercatat sebagai film 2 terlaris dan masing-masing menjadi peringkat pertama dan kedua dalam box office nasional : Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Danovar berhasil menggaet 765.425 penonton pada tahun 2012, Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi menggaet 765.842 penonton pada tahun 2012. Terlihat bahwa beberapa contoh karya sastra novel yang diadaptasi menjadi karya film, dikemukakan secara deskriptif guna memberikan gambaran bahwa ekranisasi sebagai wahana adaptasi dari karya sastra ke film diminati di Indonesia (http://filmindonesia.or.id). Film yang diadaptasi dari novel tentu saja akan mengalami perubahan fungsi. Perubahan tersebut merupakan akibat dari perubahan pada alat-alat yang dipakai, yakni mengubah dunia kata-kata dalam novel menjadi dunia gambargambar yang bergerak berkelanjutan dalam film. Novel merupakan bentuk visual yang mengarahkan pembaca untuk mengandalkan pembayangan cerita sedangkan film merupakan bentuk audiovisual yang memberikan gambaran cerita kepada penikmat film dengan memadukan antara dialog dengan ekspresi pemain. Perubahan-perubahan tersebut, pada umumnya penonton akan membandingkan antara film dengan novel aslinya. Ketika membandingkan novel dan film, seringkali menimbulkan kekecewaan atau bisa juga kepuasan dalam hati penonton termasuk di dalamnya para penulis novel aslinya. Perbedaan-perbedaan tersebut dilakukan tentu bukan tanpa alasan. Faktor film yang terkait dengan durasi menyebabkan para pekerja film harus kreatif untuk dapat memilih peristiwa-peristiwa yang penting untuk divisualkan. Oleh karena itu, seringkali ditemui adanya pergeseran khususnya berkaitan dengan alur cerita. Dalam tokoh 3 pun terkadang juga ditemukan perubahan. Hal tersebut dilakukan mengingat masing-masing (antara novel dan film) memiliki karakter yang menyesuaikan dengan fungsi dari media karya. Proses adaptasi terdapat konsep konvensi, memilih dan memfokuskan, rekonsepsi dan rethinking sekaligus, disertai pemahaman terhadap karakter yang berbeda antara media yang satu dengan media yang lain (Nugroho, 1995:157). Pengadaptasian novel menjadi film membutuhkan proses kreatif. Eneste (1991:61-65) mengatakan proses kreatif dalam pengangkatan novel ke layar lebar dapat berupa penambahan maupun pengurangan jalannya cerita. Hal tersebut terkait dengan faktor narasi tetapi dengan tidak mengesampingkan faktor estetik. Proses kreatif tersebut diterapkan sutradara Rizal Mantovani dalam memindahkan novel ke layar lebar yang berjudul Bulan Terbelah di Langit Amerika. Hanum Salsabiela Rais, lahir dan menempuh pendidikan dasar Muhammadiyah di Yogyakarta kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan hingga mendapatkan gelar Dokter Gigi dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Hanum mengawali karir menjadi jurnalis dan presenter di TRANS TV. Pada tahun 2010 Hanum menerbitkan buku pertamanya yang berjudul Menapak Jejak Amien Rais, Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta. Selain itu, Hanum juga menulis novel yang berjudul Bulan Terbelah di Langit Amerika, Berjalan di Atas Cahaya, dan 99 Cahaya di Langit Eropa. Sementara itu, Rangga Almahendra adalah penulis kedua buku ini yang juga sekaligus suami dari Hanum. Rangga menamatkan pendidikan dasar hingga menengah di Yogyakarta kemudian melanjutkan kuliah program S1 di Institut 4 Teknologi Bandung dan S2 di Universitas Gadjah Mada. Saat ini Rangga tercatat sebagai dosen di Johannes Kepler University di Austria dan Universitas Gadjah Mada (http://www.hanumrais.com). Rumah produksi yang memfilmkan novel Bulan Terbelah di Langit Amerika adalah Maxima Picture. Maxima Pictures merupakan sebuah rumah produksi film yang didirikan pada 9 Desember 2004 oleh Ody Mulyana Hidayat. Dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika dijelaskan bahwa Maxima Pictures merupakan rumah produksi yang telah menghasilkan 40 film dalam kurun waktu 6 tahun (Rais, 2013:403). Adapun sutradara yang dipercaya untuk menggarap film Bulan Terbelah di Langit Amerikaini adalah Rizal Mantovani. Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan novel karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang diterbitkan pada tahun 2014 oleh Gramedia Pustaka Utama dan sudah dicetak hingga belasan kali. Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan novel perjalanan bernafaskan Islami yang mengisahkan sejarah Islam serta bagaimana pandangan dunia terhadap islam. Pemain-pemain dari film ini ialah Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, Nino Fernandez, Rianti Cartwright, dan Hanna al-Rashid. Juga diperankan oleh aktor dan aktris luar negeri seperti Hailey Franco sebagai Sarah Hussein, Hans de Krakker sebagai Philippus Brown, Nur Fazura , Yaron Urbas, Ray Reynolds dll. Film ini dibuat di negeri New York dan San Fransisco Amerika Serikat sebagai lokasi kejadian pada 9/11 yang ada di Ground Zero. Film ini menghabiskan dana sebesar 15 Milyar sebuah total yang lumayan untuk sebuah pembuatan film Indonesia. Hal ini disebabkan karena proses syuting seluruhnya dilakukan di 5 negeri Paman Sam. Terbukti hingga tanggal 31 Desember 2015 film ini mampu menggaet 539.893 penonton di seluruh Indonesia. Jika di totalkan keuntungan dari film ini ialah sekitar 18-21 milyar Rupiah hanya dalam waktu kurang dari 2 minggu. (http://filmindonesia.or.id). Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan novel yang menyimpan banyak pengetahuan terutama pengetahuan tentang sejarah Islam di Amerika sekaligus sejarah dunia sehingga penulis tertarik untuk mengkaji novel tersebut. Pemilihan novel Bulan Terbelah di Langit Amerika didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, respon masyarakat cukup besar terhadap novel Bulan Terbelah di Langit Amerika sehingga telah dicetak hingga belasan kali dan banyak juga yang membahas atau meresensi novel tersebut di media masa mulai dari situs resmi hingga oleh penulis-penulis yang mengulasnya pada blog pribadinya. Kedua, novel Bulan Terbelah di Langit Amerika telah diangkat ke layar lebar oleh Rizal Mantovani dengan judul Bulan Terbelah di Langit Amerika (2015). Ketiga, respon penonton yang cukup antusias menyaksikan film Bulan Terbelah di Langit Amerika sehingga bisa menempati posisi kedua dari sepuluh film yang ditayangkan pada tahun 2015 dengan jumlah penonton sekitar 3.189.709 orang. Keempat, penelitian ini belum pernah dikaji di Fakultas Ilmu Budaya. Beberapa alasan tersebut yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji novel Bulan Terbelah di Langit Amerika. Namun, dalam pengkajian ini penulis lebih memfokuskan pada proses ekranisasi novel ke dalam bentuk film. Pengkajian yang dilakukan difokuskan pada unsur-unsur intrinsik antara novel 6 dan film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Unsur intrinsik yang akan dibahas hanya terfokus pada alur, tokoh, dan latar karena ketiga unsur tersebut dipandang sudah cukup mewakili. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan untuk menganalisis proses ekranisasi novel ke dalam bentuk film adalah teori ekranisasi. Eneste (1991:6061) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Prancis berarti layar). Dalam proses ekranisasi tentu akan menimbulkan berbagai perubahan. Perubahan yang terjadi antara lain perubahan pada alat-alat yang dipakai, perubahan pada proses penggarapan, juga perubahan pada proses penikmatan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang akan dibahas dan dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana ekranisasi novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Rais dan Rangga Almahendra? 1.3 Tujuan Penelitian Adapaun tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana ekranisasi novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Rais dan Rangga Almahendra. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam penelitian Ekranisasi novel yang berjudul Bulan Terbelah di Langit Amerika diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi teoretis dan segi praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi dalam 7 pengembangan ilmu sastra khususnya analisis terhadap novel yang difilmkan. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah wacana yang berhubungan dengan kajian ekranisasi antara novel dan film serta dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pembaca dalam meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra Indonesia, khususnya novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu menambah apresiasi terhadap film Indonesia, khususnya film Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Rizal Mantovani dan diproduksi oleh Maxima Pictures. Selain itu, juga memberikan apresiasi kepada para sineas dalam memproduksi film sehingga perkembangan film di Indonesia menjadi lebih baik lagi. 1.5 Landasan Teori Penelitian ini menyangkut dua objek, yakni Novel Bulan Terbelah dilangit Amerika karya Hanum Rais dan Film Bulan Terbelah dilangit Amerika yang disutradarai Rizal Mantovani. Sesuai dengan batasan masalah dan tujuan penelitian, maka pendekatan yang akan dilakukan terhadap dua objek tersebut berdasarkan kajian ekranisasi. Pendekatan ini juga memungkinkan untuk menjelaskan kemungkinan perbedaan tiap-tiap karya dan ekranisasi yang terjadi pada tiap-tiap karya dalam pengalihwahaan karya tersebut. Dalam kajian ekranisasi antara novel dan film Bulan Terbelah di Langit Amerika ini, digunakan dua teori umum, yaitu teori sastra bandingan dan teori ekranisasi. 1. Sastra Bandingan 8 Sastra bandingan merupakan salah satu kajian yang telah dikenal luas di dunia akademik. Sastra bandingan mula-mula dilahirkan dan dikembangkan di Eropa pada awal abad ke-19. Kegiatan sastra bandingan pertama kali dicetuskan oleh Sante-Beuve dalam sebuah artikel yang dimuat di Revue des Deux Mondes yang terbit tahun 1868. Dalam artikel tersebut dijelaskannya bahwa cabang studi sastra bandingan berkembang pada awal abad ke-19 di Prancis. Adapun pada abad ke-20, pengukuhan terhadap sastra bandingn terjadi ketika jurnal Revue Litterature Comparee diterbitkan pertama kali pada tahun 1921 (Damono, 2005: 14-15). Damono (2005:1) mengatakan bahwa sastra bandingan adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak dapat menghasilkan teori sendiri. Boleh dikatakan teori apa pun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan objek dan tujuan penelitiannya. Dalam beberapa tulisan, sastra bandingan juga disebut sebagai studi atau kajian. Dalam langkah-langkah yang dilakukannya, metode perbandingan adalah yang utama. Sastra bandingan adalah kajian sastra di luar batas-batas sebuah negara dan kajian hubungan di antara sastra dengan bidang ilmu serta kepercayaan yang lain, seperti seni (misalnya seni lukis, seni ukir, seni bina, dan seni musik), filsafat, sejarah, dan sains sosial (misalnya politik, ekonomi, sosiologi), sains, agama, dan lain-lain. Ringkasnya, sastra bandingan membandingkan sastra sebuah negara dengan sastra negara lain dan membandingkan sastra dengan bidang lain sebagai keseluruhan ungkapan kehidupan (Remak dalam Damono, 2005:1). 9 Prinsip sastra bandingan yang utama adalah prinsip untuk memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya tersebut diprediksi sebagai reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya yang lain. Sastra bandingan lebih dari sekedar pengaruh, ambilan, atau jiplakan, melainkan bagaimana memperoleh makna yang penuh dalam kontrasnya dengan karya lain yang menjadi hipogram sebuah karya. Kajian sastra bandingan berusaha menemukan hipogram. Hipogram adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran karya berikutnya sedangkan karya berikutnya dinamakan transformasi. Hipogram dan transformasi akan berjalan terus menerus sejauh proses sastra itu hidup (Endraswaara: 20011:132). 2. Ekranisasi Eneste (1991:60-61) mengatakan ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Perancis berarti layar). Dalam proses ekranisasi tentu akan menimbulkan berbagai perubahan, proses perubahan tersebut misalnya terjadi pada perubahan alat-alat yang dipakai yakni mengubah dunia kata-kata menjadi dunia gambar-gambar yang bergerak secara berkelanjutan. Proses penggarapan antara novel dan film juga berbeda, novel adalah hasil kreasi individual dan merupakan hasil kerja perseorangan sedangkan film merupakan hasil kerja yang melibatkan banyak orang antara lain produser, penulis skenario, sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, pemain. Selain itu, terjadi pula perubahan pada proses penikmatan, yakni dari membaca menjadi menonton, penikmatnya sendiri berubah dari pembaca menjadi penonton. 10 Eneste (1991:61-66) juga mengatakan pemindahan dari novel ke layar lebar atau film mau tidak mau akan menimbulkan berbagai perubahan dalam film, perubahan tersebut sebagai berikut. a. Penciutan Ekranisasi berarti juga apa yang bisa dinikmati berjam-jam atau berhari- hari harus diubah menjadi apa yang dinikmati atau ditonton selama sembilan puluh atau seratus menit. Dengan kata lain, novel-novel yang tebal sampai beratus-ratus halaman mau tidak mau harus mengalami pemotongan atau penciutan bila akan difilmkan. Hal itu berarti tidak semua hal yang diungkapkan dalam novel akan dijumpai pula dalam film. Sebagian alur, tokoh, latar ataupun unsur lainnya yang ada dalam novel akan ditemui dalam film. Biasanya pembuat film (penulis skenario atau sutradara) telah memilih bagian-bagian atau informasiinformasi yang dianggap penting untuk ditampilkan. Beberapa kemungkinan mengapa dilakukan adanya penciutan atau pemotongan. Pertama, dalam pemilihan peristiwa ada beberapa adegan yang dirasa tidak penting untuk ditampilkan sehingga sutradara menghilangkan beberapa adegan yang ada dalam film. Kedua, dalam pemilihan tokoh pun terjadi hal yang sama. Ada beberapa tokoh dalam novel yang tidak ditampilkan dalam film. Film hanya menampilkan tokoh-tokoh yang dianggap penting saja karena keterbatasan teknis maka yang ditampilkan hanyalah tokoh yang memiliki pengaruh dalam jalannya cerita. Ketiga, dalam hal latar juga biasanya tidak semua latar akan ditampilkan dalam film karena kemungkinan besar jika semua latar ditampilkan akan menjadi film yang memiliki durasi yang panjang. Dalam 11 mengekranisasi latar pun mengalami penciutan oleh sebab itu yang ditampilkan dalam film hanyalah latar yang penting-penting saja atau yang mempunyai pengaruh dalam cerita (Eneste, 1991:61-64). b. Penambahan Penambahan biasanya dilakukan oleh penulis skenario atau sutradara karena mereka telah menafsirkan novel yang akan mereka filmnya sehingga akan terjadi penambahan di sana-sini. Penambahan misalnya terjadi pada alur, penokohan, latar atau suasana. Banyak pula dalam proses ekranisani, terdapat cerita atau adegan yang dalam novel tidak ditampilkan tetapi dalam film ditampilkan. Di samping adanya pengurangan tokoh, dalam ekranisasi juga memungkinkan adanya penambahan tokoh yang dalam novel tidak dijumpai sama sekali tetapi dalam film ditampilkan. Latar pun juga tidak luput dari adanya penambahan, dalam film sering kali dijumpai adanya latar yang ditampilkan tetapi dalam novel tidak ditampilkan. Menurut Eneste (1991:64-65), penambahan dalam proses ekranisasi tentu mempunyai alasan. Misalnya, dikatakan bahwa penambahan itu penting jika dilihat dari sudut filmis. Selain itu, penambahan dilakukan karena masih relevan dengan cerita secara keseluruhan. c. Perubahan Bervariasi Selain adanya penciutan dan penambahan, dalam ekranisasi juga memungkinkan terjadinya variasi-variasi tertentu dalam film. Walaupun terjadi variasi- variasi antara novel dan film, biasanya tema atau amanat dalam novel masih tersampaikan setelah difilmkan. Menurut Eneste (1991:66), novel bukanlah 12 dalih atau alasan bagi pembuat film, tetapi novel betul-betul hendak dipindahkan ke media lain yakni film. Karena perbedaan alat-alat yang digunakan, terjadilah variasi-variasi tertentu di sana-sini. Di samping itu, dalam pemutaran film pun mempunyai waktu yang terbatas sehingga penonton tidak bosan untuk tetap menikmati sampai akhir, sehingga tidak semua hal atau persoalan yang ada dalam novel dapat dipindahkan semua ke dalam film. 1.6 Metode dan Teknik Penelitian Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Moleong (2008: 3) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Sejalan dengan Moleong, Ratna (2009: 46-47) mengatakan metode penelitian kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi. Dalam ilmu sastra, sumber datanya adalah karya, naskah, sedangkan data penelitiannya sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat dan wacana. Faruk (2012: 56) mengatakan bahwa analisis data pertama-tama adalah penganalisisan sumber-sumber sesuai dengan teori yang digunakan. Selanjutnya pemaknaan terhadap karya yang diteliti dan kemudian membandingkan struktur kedua karya tersebut. Untuk itu, langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penganalisisan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 13 1. Melakukan pembacaan pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika hingga didapatkan pemahaman atas alur, tokoh, dan latar. 2. Melakukan pengamatan pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, kemudian dilakukan analisa untuk membagi ke dalam kategori alur, tokoh, dan latar. 3. Mengamati film Bulan Terbelah di Langit Amerika hingga didapatkan pemahaman atas alur, tokoh, dan latar. 4. Melakukan pengamatan pada film Bulan Terbelah di Langit Amerika kemudian dilakukan analisa untuk membagi ke dalam kategori alur, tokoh, dan latar. 6. Menganalisa perubahan alur, tokoh, dan latar dalam novel dan film Bulan Terbelah di Langit Amerika kemudian memasukannya dalam aspek penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi. Teknik yang dipakai dalam pembahasan penelitian ini adalah teknik Studi Kepustakaan, yakni teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988: 111). 1.7 Tinjauan Kepustakaan Sejauh penelitian pustaka yang penulis lakukan, belum ada penelitian tentang ekranisasi novel ke film Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Rais dan Rangga Almahendra. Akan tetapi, penelitian lain yang menggunakan teori ekranisasi diantaranya yaitu : 14 “Novel dan Film Sang Pemimpi: Kajian Ekranisasi”, penelitian Safardi pada tahun 2011. Peneliti menyimpulkan hal-hal berikut: Penokohan, latar, dan alur memiliki persamaan. Tokoh Ayah Ikal yang pendiam dalam film, sama persis dengan yang terdapat di dalam novel, begitu juga dengan tokoh Pak Balia, Laksmi, dan Jimbron. Kemudian latar dalam novel seperti di Pulau Balitong, di Magai, Bogor, sama dengan yang ditampilkan dengan film. Alur yang digunakan juga sama yakni alur maju. Kedua, perbedaan. Penokohan, latar, dan alur juga memiliki perbedaan. Ciri fisik tokoh Ikal dan Arai yang terdapat di dalam novel tidak sama dengan apa yang ditampilkan di dalam film. Kemudian dalam film terdapat latar di Eropa yang tidak terdapat di dalam novel. “Ekranisasi Novel ke Film Surat Kecil untuk Tuhan”, penelitian Aderia pada tahun 2013. Peneliti menyimpulkan hal-hal berikut: Penokohan, latar, dan alur memiliki persamaan. Tokoh Keke yang pintar dalam film, sama persis dengan yang terdapat di dalam novel, begitu juga dengan tokoh orangtua dan ke dua kakaknya Kiki dan Chika. Kemudian latar dalam novel seperti rumah, sekolah, rumah sakit, Jakarta sama dengan yang ditampilkan dalam film. Alur yang digunakan juga sama yakni alur maju. Kedua, perbedaan. Penokohan, latar dan alur juga memiliki perbedaan. Ciri fisik tokoh Keke yang terdapat di dalam novel tidak sama dengan apa yang ditampilkan di dalam film. Kemudian dalam novel terdapat latar di rumah sakit Elisabeth Singapura yang tidak terdapat di dalam film. Ketiga, penambahan. Penambahan dalam film yaitu menampilkan adegan percintaan Keke dan Andi yang tidak terdapat dalam novel. Keempat, pengurangan. Seperti saat pertama kali Keke tidak sadarkan diri setelah menjalani 15 kemoterapi dimana ia bertemu seorang malaikat cantik bergaun putih dan mereka bermain bersama, tidak ditampilkan di dalam film. “Transformasi Teks Novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khaliqy ke Dalam Film Perempuan berkalung Sorban: Kajian Ekranisasi”, penelitian Irawan pada tahun 2013. Peneliti menyimpulkan hal-hal berikut: Penokohan dan latar memiliki persamaan, tokoh Annisa dalam film, sama persis dengan terdapat di dalam novel. Kemudian latar dalam novel seperti lingkungan pesantren, Yogyakarta, Kairo, gedung bioskop dan rumah sakit Sarjito sama dengan yang ditampilkan dalam film. Kedua, perbedaan. Penokohan, latar dan alur juga memiliki perbedaan. Ciri fisik tokoh Lek Khudori yang terdapat di dalam novel tidak sama dengan apa yang ditampilkan di dalam film. Kemudian dalam film terdapat latar di pasar saat Annisa membeli sayur dan lauk pauk yang tidak terdapat di dalam novel. Ketiga, penambahan. Penambahan dalam film yaitu menampilkan tokoh baru bernama Ulfa yang tidak terdapat dalam novel. “Transformasi Politis Filmisasi Sastra Indonesia: Kajian Ekranisasi”, penelitian Suseno pada tahun 2010. Peneliti menyimpulkan perubahan-perubahan yang ada dalam novel dan film serta mengkaji aspek ideologis-politis dari perubahan tersebut. Perubahan yang terjadi dalam ekranisasi adalah penciutan/pemotongan, penambahan serta perubahan dengan variasi. Keempat penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena membahas ekranisasi novel ke bentuk film. Penelitian yang dilakukan Suseno yakni untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam proses ekranisasi yaitu penciutan, penambahan dan perubahan bervariasi. Selanjutnya penelitian yang 16 dilakukan Aderia sejalan dengan penelitian ini karena membahas mengenai alur dan penokohan dalam novel dan film. Penelitian yang lainnya juga membahas tentang transformasi alur dalam novel ke bentuk film. oleh sebab itu, keempat penelitian tersebut dirasa relevan untuk penelitian ini. 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan dituliskan dalam bentuk skripsi dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima Bab, yaitu: Bab I, terdiri dari: Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode dan teknik penelitian, tinjauan kepustakaan dan serta sistematika penulisan. Bab II, Unsur Intrinsik Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Bab III, Unsur Intrinsik Film Bulan Terbelah di Langit Amerika Bab IV, Ekranisasi Bab V, penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. 17