BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi Persepsi adalah akal

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi
Persepsi adalah akal manusia yang sadar meliputi proses fisik, fisiologis dan
psikologis
yang
mengolah
bermacam-macam
input
sebagai
penggambaran
lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan melibatkan penafsiran melalui proses
pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca sehinggga persepsi
memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang (Koentjaraningrat,
1981). Penjelasan ini ditambahkan oleh Yusuf (1991) yang menyatakan bahwa
persepsi merupakan pemberian makna hasil pengamatan yang dilakukan oleh
individu terhadap suatu objek.
Menurut Scheerer dalam Niven (2002), persepsi adalah representasi
phenomenal tentang objek distal sebagai hasil dari pengorganisasian dari objek distal
itu sendiri, medium dan rangsangan proksimal. Dalam persepsi dibutuhkan adanya
objek atau stimulus yang mengenai alat indera dengan perantaraan syaraf sensorik,
kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran (proses psikologis).
Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga individu itu dapat
mengalami persepsi (proses psikologis).
Atkinson dan Hilgard dalam Rakhmat (2007), mengemukakan persepsi itu
adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam
lingkungan. Sementara Gibson dan Donely menjelaskan persepsi adalah proses
Universitas Sumatera Utara
pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu (Gibson dan Donely,
1996).
Persepsi berhubungan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang
kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan
indra. Persepsi juga di artikan sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan
kejadian objektif dengan bantuan indera (Caplin, 2006). Persepsi merupakan makna
hasil pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap suatu objek yang
mendefinisikan pengenalan akan suatu hal/objek melalui penginderaan yang
disatukan dan dikoordinasikan dalam saraf yang lebih tinggi (Sarwono, 1992).
2.1.1. Proses Persepsi
Luthans (2006) mengatakan bahwa ada tiga mekanisme pembentukan persepsi
yaitu selectivity, closure, dan interpretation. Dimana proses selectivity terjadi apabila
seseorang menerima pesan maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan yang
dianggap penting dan tidak penting yang diperoleh dengan cara menyimpulkan dan
menafsirkan pesan. Proses closure akan menyeleksi hasil kesimpulan kemudian
disusun suatu kesatuan kumpulan pesan atau stimuli dan yang terakhir interpretation
terjadi bila pesan tersebut diinterpretasikan atau penafsiran pola stimulus secara
menyeluruh kedalam lingkungan individu.
Thoha (1999) mengemukakan bahwa proses pembentukan persepsi antara satu
individu dengan individu lain berbeda-beda. Pembentukan persepsi tergantung pada
berbagai faktor yang memengaruhinya, baik faktor internal seperti: pengalaman,
keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan, maupun faktor
Universitas Sumatera Utara
eksternal, seperti: lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya,
lingkungan fisik dan hayati dimana seseorang itu bertempat tinggal.
Menurut Kotler dan Amstrong (2001), seseorang dapat membentuk persepsi
yang berbeda-beda mengenai rangsangan yang sama karena ada tiga macam proses
penerimaan indera, yaitu:
a. Perhatian selektif, yaitu kecenderungan seseorang untuk menyaring sebagian
besar informasi yang dihadapi, sehingga membuat para marketer harus bekerja
sangat keras untuk menarik perhatian konsumen. Pesan marketer akan hilang bila
diberikan pada orang-orang yang tidak berada dalam pasaran produk.
b. Distorsi selektif, yaitu menguraikan kecenderungan orang untuk menginterpretasi
informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah diyakini.
c. Retensi selektif, yaitu kecenderungan untuk mempertahankan informasi yang
mendukung sikap dan kepercayaan individu..
Menurut Rakhmat (2007), Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi
seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman. Yang menentukan persepsi bukan
jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respons terhadap
stimuli.
Menurut Wexley (2003), seseorang memberikan reaksi atau tanggapan sesuai
persepsi dirinya terhadap dunianya daripada kondisi-kondisi objektif dimana
sebenarnya mereka berada. Sudjana (1995) menyatakan bahwa reaksi dari persepsi
terhadap suatu stimulus/rangsangan dapat terjadi dalam bentuk:
Universitas Sumatera Utara
a. Penerimaan (receiving/attending) yaitu semacam kepekaan menerima stimulus
dalam bentuk masalah, situasi, dan gejala. Tipe ini termasuk kesadaran, keinginan
untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala/rangsangan.
b. Jawaban (respons) yaitu reaksi yang diberikan seseorang terhadap seseorang
stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, dan
kepuasaan dalam menjawab stimulus dari luar dirinya.
c. Penilaian (valuing) yaitu berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala
atau stimulus yang diterima, termasuk kesediaan menerima pengalaman untuk
menerima nilai dan kesepakatan nilai tersebut.
d. Organisasi yaitu perkembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi
termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai lain, pemanfaatan, dan prioritas nilai
yang dimiliki termasuk konsep tentang nilai dan organisasi sistem nilai.
e. Karakteristik nilai/internalisasi nilai yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang
dimiliki seseorang yang memengaruhi nilai dan karakteristiknya.
2.1.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi
Joewono (2003), mengatakan bahwa persepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Faktor fisikal, yang melibatkan panca indra.
b. Faktor psikologis, melibatkan daya ingat, pengetahuan produk, kepercayaan, dan
nilai yang diterima konsumen.
c. Faktor image, yaitu image perusahaan atau produk yang ada di benak konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri atas dua faktor, yaitu faktor
eksternal atau dari luar yakni concreteness yaitu gagasan yang abstrak yang sulit
dibandingkan dengan yang objektif, novelty atau hal baru, biasanya lebih menarik
untuk dipersepsikan daripada hal-hal lama, Velocity atau percepatan, misalnya
pemikiran atau gerakan yang lebih cepat dalam menstimuli munculnya persepsi lebih
efektif dibanding yang lambat, conditioned stimuli yakni stimulus yang dikondisikan.
Sedangkan faktor internal adalah motivasi yaitu dorongan untuk merespons sesuatu,
interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan dari pada yang tidak
menarik, need adalah kebutuhan akan hal-hal tertentu dan terakhir asumtions yakni
persepsi seseorang dipengaruhi dari pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain
(Robbins, 2005).
Berikut ini adalah penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya persespsi:
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu hal/objek
(Azwar, 2005). Poedjawijatna (2004) menjelaskan orang yang tahu disebut
mempunyai pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Bloom yang di jabarkan oleh Notoatmodjo (2002), pengetahuan
mencakup enam tingkatan :
1. Tahu (Know) yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (Comprehension) yang diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi
(Application)
yang
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi
sebenarnya.
4. Analisis (Analysis) yakni kemampuan untuk menjabarkan materi yang ada
kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Syntesis) yakni menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluastion) yakni yang berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
b. Pengalaman
Pengalaman adalah segala sesuatu yang dirasakan atau dialami seseorang pada
masa lalu terhadap suatu hal/objek (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Masa
Universitas Sumatera Utara
lalu membawa pengaruh yang besar sekali terhadap masa yang akan datang.
Menurut Freud dalam Setiadi (2008), mengatakan secara ekstrim setiap masalah
di sebabkan oleh pengalaman, baik pengalaman positif maupun negatif, yang
seolah-olah seperti menjadi batu penjuru dan penentu kehidupan di masa yang
akan datang.
Menurut Assael (2001), orang yang menerima informasi akan menjadi suatu
pengalaman, meskipun bukan diri sendiri yang mengalaminya, melainkan hanya
melalui pengalaman orang lain yang disebarkan dari mulut ke mulut. Pengalaman
itu akan membentuk persepsi.
Setiap pengalaman yang di tekan di bawah alam sadar biasanya akan muncul
secara sadar sebagai mekanisme pertahanan diri, seperti; proyeksi, rasionalisasi,
dan reaksi formasi (Setiadi, 2008). Masa lalu yang pahit jangan di tutup-tutupi
karena secara psikologis maupun rohani akan mempengaruhi pertumbuhan fisik
yang tidak sehat dan tidak normal (Setiadi, 2008).
c. Kebutuhan
Menurut Maslow dalam Luthans (2006), apabila suatu kebutuhan terpenuhi, maka
kebutuhan itu tidak lagi merupakan motivator perilaku. Kebutuhan-kebutuhan
dengan kekuatan tinggi yang telah terpenuhi di nyatakan seseorang sebagai
kebutuhan ”satisfied” yaitu kebutuhan yang terpenuhi dalam kadar tertentu
sehingga kebutuhan lain lebih potensial. Hurlock (1995) menyatakan bahwa
kebutuhan merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk
melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat
mencapai kesejahteraan, bila ada di antara kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
maka manusia merasa tidak akan sejahtera atau kurang sejahtera. Kebutuhan juga
merupakan suatu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam
aktivitas dan menjadi dasar atau alasan untuk berusaha (Caplin, 2006).
d. Harapan
Harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam tata
cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan
tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan daya tarik dari hasil itu terhadap
individu tersebut (Robbin, 1996). Menurut Snyder dalam Luthans (2006), harapan
yaitu keadaan motivasi positif yang didasarkan pada rasa keberhasilan (1) agensi
(energi terarah pada tujuan) (2) jalan (rencana mencapai tujuan).
Vroom mengatakan bahwa harapan terbentuk oleh karena adanya kekuatan
motivasional (valensi), yaitu kekuatan preferensi individu untuk memperoleh
hasil akhir tertentu. agar valensi menjadi positif, orang harus lebih menyukai
memperoleh hasil daripada tidak memperolehnya sama sekali. Valensi nol terjadi
saat individu mengabaikan hasil, valensi akan negatif saat individu lebih suka
tidak memperoleh hasil dari pada memperolehnya.
2.2. Mutu Pelayanan
Mutu pelayanan sangatlah sulit didefinisikan dengan tepat, akan tetapi
umumnya mutu dapat dirinci. Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif
Universitas Sumatera Utara
kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas
kesesuaian. Nilai yang diberikan pelanggan sangat kuat didasari oleh faktor mutus
jasa, dimana mutu jasa adalah sejauh mana produk (jasa ) memenuhi spesifikasispesifikasinya.
Menurut Wyckof dan Lovelock dalam Sugiarto (2002) mutu adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memmenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada faktor utama yang
mempengaruhi mutu jasa , yaitu expected service dan perceived service. Jika mutu
yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan,
kualitas tersebut akan dianggap baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima
melampaui harapan, mutu pelayanan tersebut dipandang ideal. Sebaliknya jika jasa
yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan mutu pelayanan tersebut
dianggap buruk. Jadi baik buruknya mutu pelayanan tergantung pada kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan
kesehatan, standar dalam menjaga program mutu pelayanan secara umum dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Standar Persyaratan Minimal
Yang dimaksud dengan standar persyaratan minimal disini adalah yang menunjuk
pada
keadaan
minimal
yang
harus
dipenuhi
untuk
dapat
menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar persyaratan
minimal ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu yang pertama standar masukan,
Universitas Sumatera Utara
yang
mengacu
pada
unsur
masukan
yang
diperlukan
untuk
dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu yakni jenis, jumlah dan
kualifikasi tenaga pelaksana, jenis, jumlah dan spesifikasi sarana, serta jumlah
dana (modal). Yang kedua adalah standar lingkungan, yang mengacu pada unsur
lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bemutu, yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem
manajemen yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan. Yang
ketiga adalah standar proses, yang mengacu pada unsur proses yang diperlukan
untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu, yakni tindakan
medis dan tindakan non medis pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).
2. Standar Penampilan Minimal
Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjukkan
pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini
menunjuk pada unsur keluaran (standar keluaran). Untuk mengetahui apakah
mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas yang
wajar atau tidak, perlulah ditetapkan standar keluaran (Azwar, 1996).
2.2.1
Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(Sekretariat Negara, 2009). Azwar (1996) yang mengutip pendapat Wolper (2001)
menjelaskan rumah sakit merupakan tempat dimana orang sakit mencari dan
Universitas Sumatera Utara
menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk
mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan.
Di
Indonesia
berdasarkan
aturan
hukum
yang
ada
rumah
Sakit
diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika
dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
Pada hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang
seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat (Sekretariat Negara, 2009).
Pelayanan rumah sakit tentunya harus diatur penyelenggarannya untuk tujuan:
(1) mempermudah akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, (2)
memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan
rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit, (3) meningkatkan mutu dan
mempertahankan standar pelayanan rumah sakit, dan (4) memberikan kepastian
hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah
Sakit (Sekretariat Negara, 2009).
Tugas rumah sakit sebenarnya adalah memberikan pelayanan kesehatan
secara paripurna dan dalam menjalankan tugas tersebur hendaknya rumah sakit
berfungsi sebagai: (1) penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, (2) pemeliharaan dan peningkatan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan
ketiga sesuai kebutuhan medis, (3) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber
daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan, dan (4) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Sekretariat Negara, 2009).
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah Sakit dikategorikan dalam
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum adalah rumah
sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit
sementara Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya (Sekretariat Negara,
2009).
Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit
publik dan Rumah Sakit privat. Rumah Sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba
sementara Rumah Sakit privat rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan
tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero (Sekretariat Negara,
2009).
Komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut:
(1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat darurat,
(4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7)
Universitas Sumatera Utara
pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10)
pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis,
(13) pelayanan gizi, (14) rekam medis,(15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16)
pelayanan sterilisasi sentral, (17) keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan
bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan.
2.2.2
Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 2000). Pelayanan
kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan
profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).
Ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas,
karenanya didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Available)
Untuk dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, maka
syarat yang harus dipenuhi adalah ketersediaan pelayanan kesehatan tersebut,
sehingga sering disebutkan, suatu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang
bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)
Pelayanan kesehatan sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut
bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue)
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah apabila pelayanan kesehatan tersebut
bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu
atau apapun kebutuhan pemakai jasa pelayanan kesehatan.
d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable)
Pelayanan kesehatan tersebut harus dapat diupayakan diterima oleh pemakai jasa.
e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (Accessible)
Pelayanan kesehatan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari daerah tempat tinggal
sehingga dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan
f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable)
Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua
pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan memuaskan pasien.
Sebagai jalan keluarnya, disarankanlah perlunya mengupayakan pelayanan
kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan
kesehatan. Karena keterjangkauan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan
kepuasan pasien, dan kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan,
maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan yang bermutu apabila
pelayanan dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient)
Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara efisien.
h. Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality)
Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan disini adalah yang menunjuk pada
kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan
pasti akan memuaskan pasien. Bertitik tolak dari pendapat adanya kaitan antara
mutu denga kepuasan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan
bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan
yang dilakukan adalah aman.(Azwar, 1996)
Menurut Evan (2000) kebutuhan hidup manusia dalam pelayanan kesehatan
mempunyai tiga ciri utama yang terjadi sekaligus dan unik yaitu : uncertainty,
asymetri of information dan externality. Ketiga ciri utama tersebut menyebabkan
pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkan dengan produk atas jasa lainnya.
a. Uncertainty
Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahawa kebutuhan akan pelayanan
kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya biaya yang
dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk menganggarkan
biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Penduduk yang
penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya, bahkan penduduk yang
relatif berpendapatan memadai sekalipun seringkali tidak sanggup memenuhi
kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan medisnya. Maka
Universitas Sumatera Utara
dalam hal ini seseorang yang tidak miskin dapat menjadi miskin atau bangkrut
mana kala seseorang menderita sakit.
b. Asymetri of Information
Sifat kedua asymetry of Information menunjukkan bahwa konsumen palayanan
kesehatan berada pada posisi yang lemah sedangkan provider (dokter dan petugas
kesehatan lainnya) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas
pelayanan yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh para ahli ekonomi
kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan Phelps. Dalam pelayanan
kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki
kemampuan untuk mengetahui apakah pasien membutuhkan pelayanan tersebut
atau tidak.
Kondisi ini sering dikenal dengan consumen ignorence atau konsumen yang
bodoh. Pasien tidak mengetahui berapa harga dan berapa banyak tindakan medis
yang diperlukan, ataupun pasien yang memerlukan tindakan bedah saja tidak
sanggup dilakukan meskipun pasien mungkin seorang profesor.
c. Externality
Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak saja
memengaruhi pembeli tetapi juga bukan pembeli. Sebagai contoh adalah
konsumsi rokok yang mempunyai risiko besar bukan pada perokok, akibat dari
ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuk, oleh
karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri
sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawab bersama (public). Ciri unik
Universitas Sumatera Utara
tersebut juga dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti
Feldstein.
Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan proses yang
mencari dan memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh seseorang dipengaruhi oleh
banyak hal. Keputusan tersebut merupakan proses yang melibatkan keputusan
individual dan sosial yang dipengaruhi oleh profesionalisme kesehatan (Miller,
1997).
Menurut Parasuraman dalam Irawan (2008), kualitas pelayanan kesehatan
didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang
bersifat terpadu, meyeluruh, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Menurut Berry, Zeithaml dan Parasuraman atau biasa dikenal dengan teori
SERVQUAL terdapat lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai
kualitas pelayanan kesehatan, yaitu dapat diraba (tangibles), kehandalan (reliability),
ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empathy.
a.
Bukti Fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu instansi pelayanan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.
b.
Kehandalan (Reliability) yaitu kemampuan instansi pelayanan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
c.
Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan
dengan penyampaian informasi yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
d.
Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para
pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan.
e.
Perhatian (Emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen.
Menurut Parasuraman dan kawan-kawan menemukan bahwa sepuluh dimensi
yang mempengaruhi pelayanan (Tjiptono, 2006) yang kemudian disederhanakan
menjadi lima dimensi seperti yang diuraikan sebelumnya. Kesepuluh dimensi kualitas
pelayanan tersebut adalah :
a.
Reliability mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kerja yaitu performance
dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan
memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time).
Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya,
misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.
b.
Responsiveness yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan
jasa yang dibutuhkan pelanggan.
c.
Competence setiap orang dalam satu perusahaan memiliki ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
d.
Acces meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi
fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama,
saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi.
Universitas Sumatera Utara
e.
Courtesy meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang
dimiliki para contact personnel (resepsionis, operator telepon dan lainnya)
f.
Communication artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa
yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan.
g.
Credibility yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama
perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi dan interaksi dengan
pelanggan.
h.
Security yaitu aman dari bahaya, risika atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi
keamanan secara fisik (Physical safety), keamanan finansial (financial security),
dan kerahasiaan (confidentiality).
i.
Understanding/Knowing the customer yaitu usaha untuk memahami kebutuhan
pelanggan.
j.
Tangibles yaitu bukti fisik dari jasa , bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang
dipergunakan, representasi fisik dari jasa.
Wijono (2000) menjelasakan bahwa kualitas pelayanan agak sulit diukur
karena umumnya bersifat subyektif dan menyangkut kepuasan seseorang. Hal ini
tergantung pada persepsi, label, sosial ekonomi, norma, pendidikan dan kepribadian.
Gambaran pasien mengenai kualitas pelayanan adalah (a) Dokter terlatih baik (b)
Perhatian pribadi dokter terhadap pasien (c) Privacy dalam diskusi penyakit (d) Biaya
klinik terbuka (e) Waktu tunggu dokter yang singkat (f) Informasi dari dokter (g)
Universitas Sumatera Utara
Ruang periksa yang baik (h) Staf yang menyenangkan (i) Ruang tunggu yang
nyaman.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien merupakan nilai
subyektif, namun tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu,
pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Khususnya
mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua
elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal
ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya
serta tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini
berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati,
kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Wijono, 2000).
Kualitas pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas
bagi seseorang terhadap pelayanan yang diterima, kualitas yang baik dikaitkan
dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan, kecepatan
pelayanan, lingkungan pelayanan yang menyenangkan, keramahan petugas,
kemudahan prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau
(Irawan, 2008).
Gifari (2000), konsumen pelayanan kesehatan akan membandingkan
pelayanan kesehatan yang diterima dengan harapan terhadap pelayanan yang
diberikan
sehingga
membentuk
kepuasan
kualitas
pelayanan.
Hasil
dari
membandingkan tersebut dapat berupa (1) Jika harapan itu terlampaui, maka
pelayanan tersebut dirasakan sebagai kualitas pelayanan yang luar biasa (2) Jika
Universitas Sumatera Utara
harapan sama dengan pelayanan yang dirasakan, maka kualitas memuaskan (3) Jika
harapan tidak sesuai atau tidak terpenuhi maka kualitas pelayanan tersebut dianggap
tidak dapat diterima atau mengecewakan pasien.
2.3. Keputusan Berobat Kembali
Keputusan berobat kembali pasien merupakan pengambilan keputusan oleh
konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making)
adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pembelajaran untuk
mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu di antaranya
(Setiadi, 2008).
Menurut Suryani (2008), ada lima peranan yang terlibat dalam mengambil
keputusan melakukan kunjungan ulangan.
Kelima peran tersebut meliputi :
a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk
membeli suatu barang/jasa.
b. Pembawa pengaruh (influencer), yaitu orang yang memiliki pandangan atau
nasihat yang mempengaruhi keputusan.
c. Pengambilan keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan.
d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.
e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengonsumsi dan menggunakan barang/jasa.
Suryani (2008) juga mengatakan bahwa dilihat dari proses pengambilan
keputusan, proses keputusan sangat bervariasi. Ada yang sederhana dan ada pula
Universitas Sumatera Utara
yang komplek. Ada dua dimensi yaitu tingkat pengambilan keputusan dan derajat
keterlibatan saat menggunakan jasa. Pada dimensi pertama, konsumen dibedakan
berdasarkan tingkat pengambilan keputusan. Konsumen sering melakukan pencarian
informasi dan evaluasi terhadap jasa sebelum keputusan diambil. Dilain pihak ada
pula konsumen yang jarang mencari informasi tambahan, karena konsumen ini telah
terbiasa membeli jasa tersebut. Pada dimensi ke dua, konsumen dibedakan
berdasarkan tingkat keterlibatan saat memilih suatu jasa. Pada saat itu konsumen
tidak jarang terlibat terlalu dalam, hal ini dapat terjadi karena ; (a) Produk sangat
penting bagi konsumen sebab image pribadi dari konsumen terkait dengan produk (b)
Adanya keterkaitan secara terus menerus dengan konsumen (c) Mengandung resiko
yang cukup tinggi (d) Pertimbangan emosional (e) Pengaruh dari norma group.
Menurut Gronroos dalam Tjiptono (2006) merumuskan dimensi atau faktorfaktor yang dipergunakan konsumen dalam menilai kualitas jasa dinyatakan dalam
tiga kriteria pokok, yaitu outcome-related, process-related, dan image-related
criteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu :
a. Professionalism and Skill
Kriteria yang pertama ini merupakan outcome-related criteria, dimana pelanggan
menyadari bahwa penyedia jasa , karyawan, sistem operasional, dan sumber daya
fisik memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah pelanggan secara profesional.
Universitas Sumatera Utara
b. Attitudes and Behavior
c. Kriteria ini adalah process-related criteria. pelanggan merasa bahwa karyawan
perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam
memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang hati.
d. Accessibility and Flexibility
Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. pelanggan merasa bahwa
penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem operasionalnya dirancang
dan dioperasikan sedekian rupa sehingga pelanggan dapat melakukan akses
dengan mudah. Slain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat
fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.
e. Reliability and Trustworthiness
Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. pelanggan memahami bahwa
apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada
penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
f. Recovery
Recovery termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan menyadari bahwa
bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia
jasa akan mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari
pemecahan yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
g. Reputation and Credibility
Kriteria ini termasuk dalam image-related criteria. Pelanggan menyakini bahwa
operasi dari peyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang
sesuai dengan pengorbanannya.
Assael (2001) menjelaskan model stimulus-organism response. Ada dua
faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan yang selanjutnya akan menentukan
respon konsumen. Pertama adalah konsumen itu sendiri. Ada dua unsur dari
konsumen yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yaitu pikiran
konsumen yang meliputi kebutuhan, motivasi, persepsi, sikap, dan karakteristik
konsumen yang meliputi demografi, gaya hidup dan kepribadian konsumen. Faktor
kedua adalah pengaruh lingkungan yang terdiri atas nilai budaya, pengaruh sub dan
lintas budaya, kelas sosial, dan situasi lain yang menentukan.
Pada pengambilan keputusan terdapat peran-peran tertentu yang dapat
dilakukan oleh anggota keluarga. Menurut Schiffman dan Kanuk yang dikutip oleh
Suryani (2008) terdapat delapan peran yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga,
antara lain (1) Penjaga pintu (gatekeepers), perannya adalah mengatur dan
mengendalikan informasi yang akan masuk ke keluarga (2) Pemberi Pengaruh
(influencer), perannya adalah memberi pengaruh kepada anggota keluarga yang lain,
untuk mengambil keputusan (3) Pengambilan keputusan (decision maker), perannya
adalah memutuskan produk/jasa yang akan dibeli (4) Pembeli (buyer), perannya
adalah membeli atau melakukan transaksi atas barang atau jasa (5) Penyiap
(preparer), perannya menyiapkan segala sesuatunya sehingga produk atau jasa siap
Universitas Sumatera Utara
digunakan (6) Pengguna (user), perannya memakai produk atau menggunakan produk
(7) Pemelihara (maintainer), perannya adalah merawat dan melakukan usaha-usaha
yang memungkinkan produk atau jasa dapat digunakan dan dapat berfungsi dengan
baik (8) Pembuang (disposer), perannya adalah berinisiatif menghentikan atau tidak
melanjutkan penggunaan produk atau jasa yang digunakan oleh keluarga.
2.3.1. Konsep Loyalitas
Niat berobat kembali dapat juga diartikan sebagai bagian dari tahapan
loyalitas konsumen seperti diungkapkan oleh Oliver dalam Setiawati B (2006) bahwa
loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan
kembali atau melakukan pembelian ulang produk jasa terpilih secara konsisten
dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran
mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan prilaku.
Griffin (1995) berpendapat bahwa seseorang pelanggan dikatakan setia atau
loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau
terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali
dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan
untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih
berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan.
Pemahaman loyalitas pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari
transaksinya saja atau pembelian berulang (repeat customer). Ada beberapa ciri
sebuah pelanggan bisa dianggap loyal. Antara lain ; (1) Pelanggan yang melakukan
pembelian ulang secara teratur, (2) Pelanggan yang membeli untuk produk yang lain
Universitas Sumatera Utara
ditempat yang sama, (3) Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain, dan (4)
Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi oleh pesaing untuk pindah.
Menurut Azwar (1996) suatu pelayanan harus mempunyai persyaratan pokok,
hal ini dimaksudkan adalah persyaratan pokok itu dapat memberi pengaruh kepada
pasien dalam menentukan keputusannya terhadap penggunaan ulang pelayanan
kesehatan. Persyaratan tersebut adalah
1. Tersedia dan Berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut
harus tersedia di masyarakat (acceptable) serta bersifat berkesinambungan
(sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah
pada setiap saat dibutuhkan.
2. Dapat Diterima dan Wajar
Syarat pokok kedua pelayanan yang baik adalah yang dapat diterima oleh
masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan kenyakinan dan kepercayaan masyarakat. pelayanan
kesehatan yang bertentangan dengan kenyakinan , adat istiadat, kebudayaan
masyarakat serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu keadaan pelayanan kesehatan
yang baik.
3. Mudah di Capai
Syarat pokok ke tiga adalah mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat.
Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik maka
pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Bila fasilitas ini
mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia maka
fasilitas ini akan banyak dipergunakan. Tingkat penggunaan dimasa lalu dan
kecendrungan merupakan indikator terbaik untuk perubahan jangka panjang dan
pendek dari permintaan pada masa yang akan datang.
4. Terjangkau
Syarat pokok keempat pelayanan yang baik adalah terjangkau (affordable) oleh
masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut
biaya untuk dapat mewujudkan harus dapat diupayakan biaya pelayanan
kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebahagian masyarakat
saja, bukan pelayanan kesehatan yang baik.
5. Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan yang baik adalah bermutu (Quality) yaitu yang
menunjukan
pada
tingkat
kesempurnaan
pelayanan
kesehatan
yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta
standar yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti dapat merumuskan beberapa
landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian.
Menurut Rakhmat (2007), persepsi adalah pengalaman tentang peristiwa atau
hubungan-hubungan yang di peroleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Sementara Kotler dan Amstrong (2001) menjelaskan persepsi
merupakan proses seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi
untuk membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Mangkunegara (2002)
mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan
dan menginterprestasikan impresi sensorinya supaya dapat memberikan arti kepada
lingkungan sekitarnya, meskipun persepsi sangat dipengaruhi oleh pengobyekan
indra maka dalam proses ini dapat terjadi penyaringan kognitif atau terjadi modifikasi
data. Persepsi diri dalam bekerja mempengaruhi sejauh mana pekerjaan tersebut
memberikan tingkat kepuasaan dalam dirinya.
Luthans (2006) mengatakan bahwa ada tiga mekanisme pembentukan persepsi
yaitu selectivity, closure, dan interpretation. Dimana proses selectivity terjadi apabila
seseorang menerima pesan maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan yang
dianggap penting dan tidak penting yang diperoleh dengan cara menyimpulkan dan
menafsirkan pesan, proses closure akan menyeleksi hasil kesimpulan kemudian
disusun suatu kesatuan kumpulan pesan atau stimuli dan yang terakhir interpretation
terjadi bila pesan tersebut diinterpretasikan atau penafsiran pola stimulus secara
menyeluruh kedalam lingkungan individu.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi terdiri atas dua faktor, yaitu faktor
eksternal atau dari luar yakni concreteness yaitu gagasan yang abstrak yang sulit
dibandingkan dengan yang objektif, novelty atau hal baru, biasanya lebih menarik
untuk dipersepsikan daripada hal-hal lama, Velocity atau percepatan, misalnya
pemikiran atau gerakan yang lebih cepat dalam menstimuli munculnya persepsi lebih
efektif dibanding yang lambat, conditioned stimuli yakni stimulus yang dikondisikan.
Sedangkan faktor internal adalah motivasi yaitu dorongan untuk merespons sesuatu,
interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan dari pada yang tidak
menarik, need adalah kebutuhan akan hal-hal tertentu dan terakhir asumtions yakni
persepsi seseorang dipengaruhi dari pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain
(Robbins, 2005).
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Sekretariat Negara, 2009). Azwar (1996) yang
mengutip pendapat Wolper (2001) menjelaskan rumah sakit merupakan tempat
dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana
pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai tenaga profesi
kesehatan lainnya diselenggarakan.
Menurut Parasuraman dalam Irawan (2008), kualitas pelayanan kesehatan
didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang
bersifat terpadu, meyeluruh, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Menurut Berry, Zeithaml dan Parasuraman atau biasa dikenal dengan teori
Universitas Sumatera Utara
SERVQUAL terdapat lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai
kualitas pelayanan kesehatan, yaitu dapat diraba (tangibles), kehandalan (reliability),
ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empathy.
a. Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu instansi pelayanan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberkan oleh pember jasa. Yang meliputi
fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan
yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.
b. Kehandalan (Reliability) yaitu kemampuan instansi pelayanan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja
harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan
yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan
dengan akurasi yang tinggi.
c. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa
adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas
pelayanan.
d. Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para
pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan.
Terdiri
dari
beberapa
komponen
antara
lain
komunikasi
Universitas Sumatera Utara
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi
(competence) dan sopan santun (courtesy).
e. Perhatian (Emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan
secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi
pelanggan.
Keputusan berobat kembali pasien merupakan pengambilan keputusan oleh
konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making)
adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pembelajaran untuk
mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu di antaranya
(Setiadi, 2008). Niat berobat kembali dapat juga diartikan sebagai bagian dari tahapan
loyalitas konsumen seperti diungkapkan oleh Oliver dalam Setiawati B (2006) bahwa
loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan
kembali atau melakukan pembelian ulang produk jasa terpilih secara konsisten
dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran
mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan prilaku.
Menurut Suryani (2008), ada lima peranan yang terlibat dalam mengambil
keputusan melakukan kunjungan ulangan. Kelima peran tersebut meliputi :
a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk
membeli suatu barang/jasa.
Universitas Sumatera Utara
b. Pembawa pengaruh (influencer), yaitu orang yang memiliki pandangan atau
nasihat yang mempengaruhi keputusan.
c. Pengambilan keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan.
d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.
e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengonsumsi dan menggunakan barang/jasa.
2.5. Kerangka Konsep
Konsep pokok dalam penelitian ini adalah pengaruh persepsi pasien tentang
mutu pelayanan rumah sakit terhadap keputusan berobat kembali di Rumah Sakit
Abdul Malik TNI AU Medan Tahun 2012.
PERSEPSI PASIEN
Mutu Pelayanan RS
1. Bukti Fisik
(Tangibles)
2. Kehandalan
(Reliability)
3. Ketanggapan
(Responsivness)
4. Jaminan
(Assurance)
5. Perhatian
(Emphaty)
KEPUTUSAN
BEROBAT
KEMBALI
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download