PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN MEDIA BONGKAR PASANG KONFIGURASI ELEKTRON DAN KOMPUTER DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR SISWA (Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI Semester 2 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008/2009) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama : Kimia Oleh PURWANING ASTUTI NIM. S. 830908132 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 0 PERSETUJUAN PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN MEDIA BONGKAR PASANG KONFIGURASI ELEKTRON DAN KOMPUTER DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR SISWA (Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI Semester 2 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008/2009) Disusun oleh PURWANING ASTUTI NIM. S. 830908132 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan Pembimbing I Pembimbing II Nama Tanda Tangan Tanggal ……………... ………… ……………… …………. Prof. Dr. H. Ashadi NIP 195101021975011001 Drs. Haryono, M.Pd NIP 195204231976031002 Mengetahui Ketua Program Studi Pendidikan Sains Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd NIP 195201161980031001 0 1 PENGESAHAN PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN MEDIA BONGKAR PASANG KONFIGURASI ELEKTRON DAN KOMPUTER DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR SISWA (Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI Semester 2 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008/2009) Disusun oleh PURWANING ASTUTI NIM. S. 830908132 Telah disetujui oleh Tim Penguji Dewan Pembimbing Jabatan Ketua Nama Tanda Tangan Tangga l ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd NIP 195201161980031001 Sekretaris Anggota Penguji Dra. Suparmi, M.A.. Ph.D. NIP.195209151976032001 1. Prof. Dr. H. Ashadi NIP 195101021975011001 2. Drs. Haryono, M.Pd NIP 195204231976031002 Mengetahui Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Pendidikan Sains Prof. Drs. Suranto, M.Sc.,PhD NIP 195708201985031004 Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd NIP 195201161980031001 2 PERNYATAAN Yang bertandatangan di bawah ini, saya : Nama : Purwaning Astuti NIM : S 830908132 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Pembelajaran Kimia Menggunakan Media Bongkar Pasang Konfigurasi Elektron Dan Komputer Ditinjau Dari Kreativitas dan Gaya Belajar Siswa. (Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI Semester 2 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008/2009) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut. Surakarta, Januari 2010 Yang membuat pernyataan Purwaning Astuti S830908132 3 MOTTO “Hassunallahu wani’mal wakil ni’mal maula wani’mal nashiir” Tiada kebahagiaan yang terindah selain dapat mensyukuri nikmat yang Allah berikat dan menyadari salah dan khilaf yang kita lakukan istighfar dan selalu mendekati kebajikan. PERSEMBAHAN Teriring rasa syukur kepada Allah SWT dengan ketulusan hati, karya sederhana ini aku persembahkan kepada suami, Fadli, Teguh dan Ikhsan, Ibu tercinta dan seluruh keluargaku, yang telah memberikan semangat dukungan dalam menggapai cita-citaku. Semoga pahala dan Do’a kami haturkan pada almarhum bapak tercinta. 4 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan mencapai Derajat Magister Program Studi Pendididkan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam menyusun dan menyelesaikan penelitian ini penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai phak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc, PhD, selaku Direktur Program Pascasarjana yang telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan dalam penyusunan penelitian ini. 2. Bapak Prof. Dr. H.Widha Sunarno, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains yang telah memberikan ijin dalam penyusunan penelitian ini, 3. Bapak Prof. Dr. H. Ashadi, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penulisan penelitian ini, 4. Bapak Drs. Haryono, M.Pd, selaku pembimbing II yang dengan kesabarannya memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penulisan penelitian ini, 5 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana yang dengan kebesaran hati dan senantiasa membagi ilmunya dalam penulisan penelitian ini, 6. Rekan-rekan mahasiswa program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret angkatan 2008 yang senantiasa saling memberi dorongan semangat selama penulisan laporan penelitian ini, 7. Rekan-rekan Guru Kimia SMA Negeri 1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan yang selalu memberi dorongan semangat dan motivasi dalam penyusunan penelitian ini, 8. Semua pihak yang belum penulis sebutkan yang turut membantu dalam penyusunan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk mengingkatkan dan mengembangkan karya penelitian pada umumnya. Surakarta, Januari 2010 Penulis 6 DAFTAR ISI Halaman JUDUL ............................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii PENGESAHAN............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ....................................................................................iv DAFTAR ISI ..................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xii ABSTRAK ...................................................................................................xiv ABSTRACT .................................................................................................. xv BAB I : PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG .............................................................. 1 B. IDENTIFIKASI MASALAH .................................................... 8 C. PEMBATASAN MASALAH ................................................... 9 D. PERUMUSAN MASALAH ................................................... 10 E. TUJUAN PENELITIAN ......................................................... 11 F. MANFAAT PENELITIAN ..................................................... 12 BAB II : KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA............................................................... 13 1. Teori –Teori Belajar .......................................................... 14 2. Belajar dan Pembelajaran. ................................................ 24 7 3. Siklus Belajar .................................................................... 26 4. Prestasi Belajar ................................................................. 28 5. Kreatifitas ......................................................................... 31 6. Gaya Belajar ..................................................................... 34 7. Model Pembelajaran PAIKEM .......................................... 36 8. Media Konfigurasi Elektron .............................................. 42 9. Pembelajaran IPA (Sains) ................................................. 46 10. Metode Pembelajaran Simulasi ......................................... 47 11. Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur .............. 50 B. PENELITIAN YANG RELEVAN .......................................... 56 C. KERANGKA BERFIKIR ....................................................... 56 D. HIPOTESIS ............................................................................ 64 BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ................................ 65 B. POPULASI DAN SAMPEL .................................................. 66 C. METODE PENELITIAN ........................................................ 66 D. RANCANGAN DAN VARIABEL PENELITIAN.................. 67 E. TEHNIK PENGUMPULAN DATA ...................................... 70 F. INSTRUMEN PENELITIAN ................................................ 71 G. TEHNIK ANALISIS DATA ................................................... 79 1. Uji Prasyarat ..................................................................... 79 2. Uji Hipotesis ..................................................................... 79 8 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ........................................................................ 81 B. Pengujian Prasyarat Analisis ................................................... 88 C. Pengujian Hipotesis ................................................................ 90 D. Keterbatasan Penelitian ......................................................... 107 BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan........................................................................... 109 B. Implikasi............................................................................... 111 C. Saran-Saran .......................................................................... 112 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 114 LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 118 9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. SILABUS .............................................................................................. 119 2. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1A......................... 122 3. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1B ......................... 125 4. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 2 ............................ 128 5. CONTOH ALAT PERAGA BONGKAR PASANG .............................. 131 6. LEMBAR KERJA SISWA .................................................................... 132 7. KISI-KISI INSTRUMEN ANGKET KREATIVITAS SISWA ............... 138 8. SKALA NOMINASI GURU INDIKATOR KRETIVITAS SISWA ....... 140 9. ANGKET KRETIVITAS SISWA ........................................................ 147 10. ANGKET BELAJAR KIMIA ................................................................ 149 11. KISI-KISI STRUKTUR ATOM ............................................................ 154 12. FORMAT PENILAIAN AFEKTIF SISWA ........................................... 163 13. LEMBAR JAWABAN ANGKET KREATIVITAS SISWA ................... 164 14. LEMBAR JAWABAN ANGKET GAYA BELAJAR SISWA ............... 165 15. LEMBAR JAWABAN STRUKTUR ATOM DAN SISTEM PERIODIK UNSUR ................................................................................................. 166 16. IMPLEMENTING LEARNING STYLES INTO THE DESIGN CLASSROOM ....................................................................................... 167 17. PERHITUNGAN MINI TAB ................................................................. 173 10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Data hasil ujian Nasional siswa SMA Negeri 1 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2007/2008 ........................................................................... 4 Tabel 3.1 Rencana Penelitian ................................................................... 65 Tabel 3.2 Rancangan Penelitian................................................................. 67 Tabel 3.3 Indeks Kesukaran ...................................................................... 72 Tabel 3.4 Nilai Daya Pembeda Soal .......................................................... 73 Tabel 3.5 Interpretasi Kriteria Validitas ..................................................... 73 Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Korelasi................................................... 75 Tabel 3.7. Interpretasi kriteria validitas ...................................................... 75 Tabel 3.8 Hasil Uji validasi Instrumen tes Prestasi belajar Kimia .............. 76 Tabel 3.9. Interpretasi koefisien korelasi .................................................... 77 Tabel 3.10 Hasil Uji reliabilitas Instrumen tes Prestasi belajar Kimia .......... 77 Tabel 3.11 Hasil Uji reliabilitas gaya belajar siswa ...................................... 78 Tabel 3.12 Hasil Uji reliabilitas Kreativitas siswa ....................................... 78 Tabel 4.1 Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Kimia ............................... 82 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi belajar Kimia Pada Kelas yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi ............. 82 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi belajar Kimia Pada Kelas yang menggunakan Media Komputer......................................... 82 Tabel 4.4 Deskripsi Data Kreativitas Siswa ............................................... 84 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kreativitas Pada Kelas yang 11 menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi ..................... 84 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media komputer .................................................. 84 Tabel 4.7 Deskripsi Data Gaya belajar Siswa ............................................ 86 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Gaya belajar pada Kelas yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi ..................... 94 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Gaya belajar pada Kelas yang menggunakan Media Komputer ................................................. 87 Table 4.10 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ........................ 88 Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas ............................................. 89 Tabel 4.12 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Belajar Kimia ............ 90 12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Diagram Pengisian Elektron Gambar 2.2 Pengisian Elektron Sub Kulit s ................................................ 59 Gambar 2.3 Pengisian Elektron Sub Kulit p Gambar 2.4 Pengisian Elektron Sub Kulit d Gambar 2.5 Kulit Atom Gambar 2.6 Sub Kulit Atom Gambar 2.7 Subkulit s dengan 1 orbital Gambar 2.8 Subkulit p dengan 3 orbital Gambar 2.9 Subkulit d dengan 5 Orbilal Gambar 2.10 Subkulit f dengan 7 Orbital Gambar 4.1 Histogram Prestasi Belajar Kimia pada kelas yang menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi.......................................... 83 Gambar 4.2 Histogram Prestasi Belajar Kimia pada kelas yang menggunakan Media Komputer ..................................................................... 83 Gambar 4.3 Histogram Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi .................................................... 85 Gambar 4.4 Histogram Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media Komputer ..................................................................... 85 Gambar 4.5 Histogram skor gaya belajar siswa pada kelas yang menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi.......................................... 87 13 Gambar 4.6 Histogram skor gaya belajar siswa pada kelas yang menggunakan Media Komputer ..................................................................... 88 Gambar 4.7 Grafik Interaksi Kreativitas dengan Gaya belajar terhadap Prestasi Belajar Kimia ......................................................................... 93 Gambar 4.8 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari media ...................................................................................... 97 Gambar 4.9 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari kreativitas ........................................................................ 98 Gambar 4.10 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari gaya belajar ..................................................................................... 99 Gambar 4.11 Grafik interaksi faktor media dan kreativitas terhadap prestasi ................................................................................. 100 Gambar 4.12 Grafik interaksi faktor media dan gaya belajar terhadap Prestasi ................................................................................. 103 Gambar 4.13 Grafik interaksi faktor kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi ................................................................................. 105 Gambar 4.14 Grafik main efek faktor media, kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi ................................................................... 106 14 PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN MEDIA BONGKAR PASANG KONFIGURASI ELEKTRON DAN KOMPUTER DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR SISWA (Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI Semester 1 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008/2009) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama : Kimia Oleh PURWANING ASTUTI NIM. S. 830908132 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Jadi pendidikan nasional tidak saja berusaha menghasilkan manusia Indonesia yang berpengetahuan dan berketerampilan, tetapi juga mampu memberi manfaat bagi masyarakat dan bangsa. Pendidikan menengah merupakan bagian intergral dari sistem pendidikan nasional. Salah satu institusi pendidikan adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah Menengah Atas merupakan intitusi yang memiliki peran sangat penting untuk membangun sistem pembelajaran serta budaya berkualitas tinggi. Siswa yang menempuh pendidikan di SMA dipersiapkan untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Siswa yang akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dipersiapkan melalui program pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Guru dituntut kreatif mampu merancang dan mengelola pembelajaran, memilih pendekatan, model pembelajaran, metode, media pembelajaran yang tepat, memahami karakteritik siswa, mencari dan memanfaatkan sumber sarana yang ada di lingkungannya, melakukan dan memodifikasi praktikum secara efesien, sehingga menimbulkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dipandang dari sudut siswa serta berpengetahuan luas tentang materi pembelajaran yang diembannya. Peranan guru sebagai pengajar, pembimbing dan pembina siswa di sekolah menjadi hal yang sangat penting. Guru harus dapat menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan dan bukan obyek. Kompetensi yang telah ada pada siswa harus dihargai dan dikembangkan untuk dapat dilengkapi dengan kompetensi lain yang harus dimiliki siswa pada jenjang pendidikan SMA. Berdasarkan hal di atas Departemen Pendidikan Nasional mengembangkan kurikulum pendidikan berbasis kompetensi. “Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan. Kompetensi yang harus 1 dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketaqwaan.” (Ditjendikdasmen , 2003: 1). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 20 menyatakan : “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dengan lingkungannya” . Interaksi yang harmonis antara ketiga komponen, guru sebagai pendidik, siswa sebagai peserta didik, sumber belajar beserta lingkungannya akan menghasilkan lulusan dengan mutu yang sangat baik yang mampu bersaing ditingkat nasional maupun internasional. 16 Siswa yang berprestasi akademik adalah siswa yang mampu memahami konsep-konsep secara mendasar dari pokok-pokok bahasan dalam materi pembelajaran sebagai kompetensi yang harus dimilikinya. Hal ini berarti siswa tidak hanya mampu menghafal konsep, definisi, rumus-rumus, gambar-gambar, menyelesaikan soal tes dengan cepat dan benar, tetapi lebih ditekankan pada kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu konsep, teori, dan menerapkan rumus-rumus, mengaplikasikan hal-hal tersebut untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat bersikap ilmiah. Guru dapat bertindak sebagai faktor pendidik dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi yang diperoleh siswa. Pembelajaran kimia secara umum masih bersifat konvesional, interaksi antara guru dengan siswa hanya satu arah sehingga kegiatan pembelajaran terkesan sebagai “content transmission“, monoton, dan menjemukan, bahkan menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian siswa. Hasil Ujian Nasional tahun 2007/2008 SMA Negeri 1 Banjarmasin menunjukan hasil yang mengembirakan nilai rata-rata mata pelajaran Kimia 8,76, dengan kualifikasi A, berarti pembelajaran Kimia di SMA Negeri 1 Banjarmasin mencapai ketuntasan yang diharapkan. Tabel 1.1 Data hasil ujian Nasional siswa SMA Negeri 1 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2007/2008, Jurusan IPA. Nilai UN Mata Pelajaran Rata-rata Terendah Tertinggi B. Indonesia 7.60 5.20 9.10 B. Inggris 8.80 6.61 9.84 Matematika 7.82 4.00 9.51 Fisika 7.89 5.73 9.51 Kimia 8.76 5.06 10.00 Biologi 7.69 4.00 9.24 Namun demikian data nilai ini ditinjau dari nilai rata-rata secara umum, belum menggambarkan nilai rata-rata tiap standart kompetensi (SK) maupun tiap kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa tersebut. Data nilai UAN yang dimiliki sekolah merupakan nilai komulatif dari nilai seluruh kompetensi dalam standar kompetensi lulusan. Oleh karena itu gambaran nilai tersebut tidak dapat digunakan untuk mengetahui pencapaian kriteria ketuntasan minimal kompetensi dasar siswa pada materi struktur atom dan sistem periodik unsur. Pembelajaran kimia termasuk kelompok sains merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur, sifat transformasi, dinamika, dan energitika zat. Oleh sebab itu mata pelajaran ilmu kimia di SMA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, strukutur, dan sifat, transformasi, dinamika dan energitika zat yang dalam memahaminya diperlukan keterampilan dan daya penalaran yang baik. Selain menggunakan eksperimen pembelajaran kimia dapat dilakukan dengan menggunakan analogi terhadap partikel atau mekanisme suatu gejala yang tak dapat diamati langsung menggunakan indera kita. Namun 17 demikian analogi yang dipilih harus tepat sehingga tidak menimbulkan salah konsep. Ilmu kimia merupakan dasar bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, geologi, teknik, dan lain-lain. “Mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung dapat bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui hakekat materi dan perubahannya, menanamkan metoda ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan bekerja.”(Ervanita,2003: 2). Materi pelajaran kimia terdiri dari materi yang dapat disajikan secara kongkrit dan abstrak. Penggolongan materi, perubahan materi, larutan, laju reaksi, termokimia, kimia bahan makanan merupakan materi pelajaran yang dapat disajikan secara kongkrit dengan mengamati langsung gejala-gejala alam ataupun melalui praktikum di laboratorium. Sedangkan struktur atom, partikel atom, partikel materi, ikatan kimia, mekanisme reaksi merupakan materi pelajaran yang bersifat abstrak dan sangat teoritis. Materi pelajaran Struktur Atom dan Sistem periodik merupakan materi pelajaran kimia yang sangat penting untuk dipelajari. Materi ini sebagai dasar dari materi-materi lain dalam pelajaran kimia, seperti ikatan kimia, bentuk dan struktur molekul, rumus kimia, tatanama, persamaan reaksi, konsep mol, kecepatan reaksi, kesetimbangan, reaksi nuklir, dan lain-lain. Jika materi struktur atom ini tidak dikuasai siswa, maka siswa akan sulit memahami tentang karakter suatu unsur atau molekulnya serta keteraturannya dalam sistem periodik. Konsep-konsep dalam struktur atom merupakan konsep yang abstrak, sehingga perlu ditemakan cara mudah untuk memahaminya. Materi yang bersifat abstrak sangat sulit dipahami oleh siswa. Agar terbentuk pemahaman yang baik diperlukan kreativitas guru dalam menyajikan materi tersebut. Guru harus menemukan dan memilih alat peraga ataupun media yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Alat peraga yang sebaiknya dipilih oleh guru adalah alat peraga yang telah dan biasa digunakan oleh siswa, serta siswa memahami cara penggunaannya. Kemudian alat peraga tersebut dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan materi pelajaran yang akan kita gunakan. Pembelajaran Kimia di SMA Negeri 1 Banjarmasin menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). ”Kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan berbasis kompotensi dikembangkan dengan menganut prinsip-prinsip: berpusat pada siswa, siswa sebagai subyek, kecepatan pemahaman siswa terhadap pelajaran harus diperhatikan, model pembelajaran bervariasi, belajar tuntas, setiap kompotensi harus dikuasai oleh siswa secara tuntas, pemecahan masalah mengacu pada aktivitas pemecahan masalah dengan pendekatan belajar kontekstual, pembelajaran berdasarkan pada pengalaman yang ditentukan untuk mencapai kompotensi tertentu dan peran guru tidak hanya sebagai instruktur tetapi juga sebagai fasilitator. Oleh karena itu guru merupakan salah satu unsur dibidang pendidikan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang”(Sardiman,2005:125). Faktor-faktor yang 18 mempengaruhi kurang berhasilnya pembelajaran adalah guru dalam memilih model pembelajaran tidak sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran, sehingga juga mempengaruhi guru dalam menentukan media yang digunakan, guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif dalam memahami konsep-konsep yang harus dikuasai siswa, pembelajaran masih berlangsung transfer pengetahuan, hanya dalam bentuk hafalan, dan masih jauh dari konsep pemberdayaan berfikir. Hal ini berakibat keaktifan dan keterampilan siswa cenderung terabaikan. Menurut keterangan beberapa siswa SMA Negeri 1 Banjarmasin yang baru lulus 2007/2008, materi pelajaran struktur atom dianggap merupakan materi dasar dan sulit untuk dipelajari, terutama dalam konfigurasi elektron. Konfigurasi elektron harus sangat dikuasai siswa, karena merupakan dasar bagi penentuan golongan dan perioda dalam sistem periodik unsur, ikatan kimia, rumus kimia dan persamaan reaksi. Selanjutnya materi tersebut merupakan prasyarat dalam mempelajari materi pelajaran yang lain misalnya stoikiometri, termokimia, redoks, dan lain-lain. Dengan demikian maka materi pembelajaran struktur atom dan sistem periodik merupakan materi yang sangat penting dan harus dikuasai siswa. Disamping itu materi struktur atom dan sistem periodik merupakan materi prasyarat penting bagi pokok bahasan selanjutnya. Hasil ulangan siswa kelas XI IPA tahun pelajaran 2007/2008 pada materi struktur atom rata-rata 5,6. Rata-rata prestasi belajar ulangan harian tersebut lebih rendah dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sebesar 6,5. Hal ini juga didukung oleh hasil angket yang disebarkan terhadap guru kimia anggota MGMP kota Banjarmasin. Pada umumnya materi struktur atom di kelas XI IPA termasuk materi pelajaran yang sulit. Pembelajaran konfigurasi elektron sebelumnya disajikan secara konvensional, tidak menggunakan media/ alat peraga. Siswa sulit memahami konsep-konsep didalamnya, pembelajaran jadi membosankan, dan tidak menarik untuk diikuti. Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron mudah dibuat baik oleh guru maupun siswa, bahan yang digunakan mudah didapat, relatif murah, dan dapat divariasi sesuai dengan kreativitas kita, mudah dimainkan dan dapat memuat beberapa informasi dalam struktur atom. Alat ini dapat digunakan secara perorangan dan atau berkelompok. Dengan demikian diharapkan alat ini dapat digunakan dalam dalam pembelajaran struktur atom, dan menjadikan suasana menjadi dinamis, inovatif, kreatif, memberikan nuansa belajar sambil bermain serta menyenangkan. Pada akhirnya diharapkan dapat menaikkan prestasi belajar siswa dan menjadikan kimia pelajaran yang disukai dan selalu diharapkan kehadirannya oleh siswa. Untuk mengetahui bahwa proses pembelajaran dapat berlangsung dan sejauh mana siswa berhasil menguasai materi pembelajaran maka diperlukan alat ukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran yaitu tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar merupakan alat pengukuran dibidang pendidikan yang sangat penting artinya sebagai sumber informasi guna mengambil keputusan. ”Teknik penilaian melalui tes dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu tes tertulis, lisan dan perbuatan. Test tertulis yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab siswa secara tertulis. Tes lisan yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan tanya 19 jawab secara langsung antara guru dan siswa. Tes perbuatan yaitu tes penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dalam bentuk perbuatan atau penampilan.” (Safari, 2003 : 7 – 8). Pencapaian prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada pada diri siswa, misalnya gaya belajar, kreativitas, minat, motivasi dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, misalnya metode pembelajaran, keluasan materi, media pembelajaran untuk pembelajaran yang dapat digunakan memahami pembelajaran IPA diantaranya media bongkar pasang konfigurasi elektron dan media komputer. Kedua faktor tersebut sangat berpengaruh dalam pencapaian tinggi dan rendahnya prestasi yang akan diraih oleh siswa dalam pembelajaran. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti kemukakan di atas, maka timbul masalah penelitian yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Pembelajaran kimia berlangsung di SMA, pada umumnya masih kurang memperhatikan proses berpikir siswa, tidak memberi kesempatan siswa berpartisipasi dan berkreasi. 2. Pelaksanaan pembelajaran kimia di SMA, masih menggunakan model pembelajaran konvensional, monoton dan belum menggunakan variasi model pembelajaran, kurang inovasi, tidak menyenangkan. 3. Pembelajaran kimia selama ini masih berpusat pada guru, siswa sebagai obyek dalam pembelajaran. 4. Kualitas pembelajaran terhadap siswa rendah, sehingga prestasi belajar siswa rendah 5. Belum digunakan media pembelajaran oleh guru yang disesuai dengan karakteristik materi kimia. 6. Kreativitas siswa belum dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh guru. 20 7. Pembelajaran kimia di sekolah belum memperhatikan gaya belajar yang dimiliki siswa. C. Pembatasan Masalah Banyaknya masalah yang dapat diidentifikasi pada pembelajaran kimia di atas maka peneliti perlu membatasi masalah-masalah yang ada. Adapun pembatasan masalahnya sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan pada materi pembelajaran Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur SMA Negeri 1 Banjarmasin Kelas XI IPA semester 2 tahun pelajaran 2008/2009. 2. Prestasi belajar kimia dibatasi pada prestasi belajar siswa ranah kognitif pada materi Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-unsur. 3. Media pembelajaran dibatasi pada Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan media komputer. 4. Kreativitas siswa dibatasi pada materi-materi yang berhubungan Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-unsur. 5. Gaya belajar siswa dibatasi pada gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik. D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer terhadap prestasi belajar kimia? 2. Apakah terdapat pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar kimia ? 3. Apakah terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia? 21 4. Apakah terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia? 5. Apakah terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia? 6. Apakah terdapat interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia? 7. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran (alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer terhadap prestasi belajar kimia 2. Pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar kimia 3. Adanya pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia 4. Adanya interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia 5. Adanya interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia 22 6. Adanya interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia 7. Adanya interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari guru maupun siswa dalam pembelajaran. Adapun manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron prestasi belajar kimia terhadap prestasi belajar siswa pada materi Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-unsur. b. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan serta mendukung teori-teori yang telah ada. 2. Manfaat Praktis. a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan suatu inovasi dalam dunia pendidikan khususnya dalam media pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada guru mata pelajaran kimia untuk mengembangkan media pembelajaran yang mudah dibuat, digunakan, murah dan dapat memberikan suasana pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori –Teori Belajar a. Teori Belajar Kognitif Belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. “Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap.” (Azhar Arsyad, 1997: 1). Menurut Gagne (1984) belajar dapat didefinisikan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (Ratna Wilis, 1989:11). Untuk mengetahui adanya perubahan tingkah laku dibutuhkan waktu. Bila pada waktu yang berbeda terjadi perubahan tingkah laku maka pada individu tersebut telah terjadi belajar. Berdasarkan analisis kejadian belajar, maka Gagne menyarankan kejadian-kejadian instruksi pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa-siswi sebagai berikut, tahap pertama mengaktifkan motivasi (activating motivation), dapat dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dengan isi pelajaran, dan mengemukakan kegunaannya baik masa kini maupun masa akan datang. Tahap kedua memberi tahu tujuan-tujuan belajar untuk membantu memusatkan perhatian pada para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran. Tahap ketiga mengarahkan perhatian (directing attention) dapat dilakukan guru misalnya saat menginstruksikan pada siswa untuk mengamati warna tertentu, mengeraskan suara, menggaris bawahi, dan lain-lain. Bentuk kedua dari perhatian adalah persepsi selektif. Siswa memilih informasi mana yang akan diteruskan ke memori jangka pendek. Tahap keempat merangsang ingatan (stimulating recall), bertujuan agar memori jangka pendek dapat tersimpan sebagai memori jangka panjang maka guru dapat menolong dengan mengajukan pertanyaan pada siswa, yang merupakan suatu pengulangan. Tahap kelima14 menyediakan bimbingan belajar, dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru itu pada pengalaman siswa. Tahap keenam meningkatkan retensi (enhancing retention), dapat dilakukan oleh para guru dan siswa itu sendiri dengan cara mengulangi pelajaran itu ataupun dengan cara memberikan banyak contoh-contoh, agar materi yang dipelajari bertahan (jadi tidak dilupakan). Tahap ketujuh melancarkan transfer belajar, bertujuan menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Segala sesuatu yang telah dipelajari dibuat umum sifatnya. Guru dapat memberikan tugas pemecahan masalah dan mendiskusikannya. Tahap kedelapan mengeluarkan penampilan; memberikan umpan balik, tidak selalu harus diberikan secara ii eksplisit, dengan kata-kata, atau kata-kata yang membetulkan. Sehingga pemberian umpan balik tidak perlu menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Proses belajar pada diri siswa terjadi secara langsung dan tak langsung. Belajar langsung terjadi bila siswa berhadapan langsung dengan pengajar (guru/instruktur). Sedang belajar tak langsung, siswa secara aktif berinteraksi dengan media atau sumber belajar yang lain. Menurut Gagne yang dimaksud dengan tujuan, dalam kurikulum KTSP telah ditentukan sebagai kompetensi dasar dan indikator mata pelajaran kimia. Teori belajar kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan proses internal, mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaannya. Belajar adalah suatu proses memperoleh ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui suatu proses yang menunjukan terjadinya suatu kegiatan atau berubahnya suatu kegiatan sebagai akibat terjadinya suatu reaksi terhadap suatu keadaan. Gagne dalam Indrawati (2001 : 5) “Learning may be defined as the proses where by an organism change its behavior as a result of experience “ Belajar adalah suatu proses perubahan individu sebagai suatu hasil pengalaman.” (Ratna Wilis,1988 : 18-19 ). Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh seseorang merupakan suatu pengalaman. Pengalaman yang diperoleh dapat menjadikan suatu proses perubahan individu, atau dengan kata lain individu tersebut telah mengalami proses belajar. Teori belajar dikelompokan sebelum abad ke-20 dan sesudah abad ke-20, sebelum abad 20 banyak terpengaruh filosofi, perkembangan alam dan setelah abad meliputi perubahan perilaku, stimulus-respon-conditioning. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi bila mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi atau penyeimbangan. Piaget mengelompokan tahap-tahap perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat tahap yaitu: (1) Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun ), ciri pokok berdasarkan tindakan dan langkah demi langkah. (2) Tahap praoperasi (umur 2-7 tahun ), ciri pokok perkembangan penggunaan simbol bahasa dan konsep intuitif. (3) Tahap operasi kongkrit (umur 7-11 tahun) ciri pokok perkembangan pemakaian aturan jelas/ logis, reversible dan kekekalan.(4) Tahap operasi formal (11 tahun keatas) ciri pokok perkembangan hipotetis, abstrak, deduktif, induktif, logis dan probabilities. Setiap tahap-tahap perkembangan kognitif mempunyai beberapa sifat yaitu tahap praoperasional, kemampuan skema kognitifnya terbatas. Pada tahap ini anak suka meniru perilaku orang lain (khususnya orang tua dan guru) yang pernah ia lihat ketika orang itu merespon perilaku orang, keadaan dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau. Anak mampu menggunakan kata–kata yang benar dan mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek secara efektif. Tahap kedua merupakan operasional kongkret, anak sudah mulai memahami aspek-aspek komulatif materi (volume dan jumlah), mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya, anak sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang kongkret. Padatahap ketiga, tahap operasional formal, anak menginjak usia remaja. Tahap ini anak memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif baik secara simultan (serentak) maupun berurutan, mampu berpikir untuk memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang iii relevan dengan lingkungan yang ia respon, mampu menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Usia diatas opersional formal adalah anak berada ditingkat pendidikan SMA. Menurut Sofyan , masa perkembangan anak SMA pada dasarnya adalah: (1) Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (2) Mempersiapkan diri, menerima, dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri.(3) Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria dan wanita. (4) Memantapkan cara-cara bertingkah laku yang dapat diterima lingkungan sosialnya. (5) Mengenal kemampuan, bakat, minat serta arah perkembangan karir. (6) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk melanjutkan pelajaran atau berperan serta dalam kehidupan masyarakat. (7) Mengenal gambaran dan mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri, baik secara emosional maupun social ekonomis. (8) Mengenal seperangkat sistem etika dan nilai-nilai untuk pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan sebagai mahluk Tuhan. Menurut Piaget, paling sedikit ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak yaitu: (1) perkembangan organ dan kematangan fisik anak (2) latihan dan pengalaman, (3) interaksi sosial dan transmisi dan (4) ekuilibrasi dan mekanisnya. Faktor yang keempat yang terpenting dimana dalam proses ini anak senantiasa dituntut untuk selalu mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya. (Paul Suparno, 2001 : 103104). Menurut Piaget, “ Perumusan pertanyaan-pertanyaan merupakan salah satu dari bagian-bagian yang paling penting dan kreatif dari sains yang diabaikan dalam pendidikan sains “ (Ratna Wilis, 1988 : 162). Ini menunjukan bahwa dewasa ini para pendidik kerap kali menganjurkan pemecahan masalah tetapi jarang kita dengar tentang pentingnya penciptaan masalah-masalah dan pengajuan pertanyaan. Suatu bagian penting dari kontruksi pertanyaan–pertanyaan tersebut adalah selain para siswa mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan atau memecahkan masalah, siswa juga termotivasi untuk bekerja keras. Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Ratna Wilis (1989: 79) menyarankan bahwa “konsepkonsep dapat dibagi menjadi tujuh dimensi, yaitu : 1) Atribut, yang dimiliki setiap konsep berbeda, dapat berupa fisik, misalnya warna, bentuk, atau tinggi, dapat pula atribut itu berupa fungsional, 2) Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut yang dimiliki suatu konsep, 3) Keabstrakan, merupakan kemungkinan suatu konsep dapat dilihat dan konkrit atau kosepkonsep itu terdiri dari konsep-konsep lain (abstrak), 4) Keinklusifan, yaitu suatu konsep akan menjadi berkembang atau menjadi lebih luas apabila mengenal konsep serupa melalui contoh-contoh, 5) Generalitas, adalah perbedaan posisi kosep yang dapat diklasifikasikan menjadi superordinat dan subordinatnya, 6) iv Ketetapan, menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep. Klausmeier mengemukakan empat tingkatan pencapaian konsep (concept attainment), yaitu konkret, identitas, klasifikatori dan formal, 7) Kekuatan suatu konsep ditentukan sejauh mana orang setuju, bahwa konsep itu penting.” “Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama” (Ratna Wilis, 1989: 80). Semua teori belajar menekankan pentingnya pengaruh belajar sebelumnya pada belajar selanjutnya. Dengan membiarkan para siswa maju dengan konsep-konsep yang tidak tepat, dapat menimbulkan masalah-masalah belajar dimasa yang akan datang. Pengetahuan guru tentang perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa itu sendiri akan akan menyediakan informasi tambahan, bukan hanya untuk menentukan konsep-konsep yang akan diajarkan, melainkan juga untuk menentukan tingkat-tingkat yang dapat kita harapkan dicapai oleh para siswa. Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yaitu cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi yang kedua menyangkut bagaimana siswa mengkaitkan informasi pada struktur koginif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan infomasi dalam bentuk final, maupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Pada tingkat kedua siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan. Inti belajar dari Ausubel adalah belajar bermakna, merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dalam belajar bermakna infomasi baru diasimilsikan pada subsumber-subsumber relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang baru mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumber-subsumber yang telah ada, tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maka subsumber itu dapat relative besar dan berkembang atau kurang berkembang. Menurut Ausubel dan juga Novak (1997 ) ada kebaikan dari belajar bermakna yaitu: (1) Infomasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat. (2) Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumber-subsumber, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.(3) Informasi yang dilupakan setelah subsumsi obliteratif, meningkatkan efek residual (4) Pada subsumber, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar bermakna sangat juga diperlukan pada pembelajaran kimia, sebab banyak konsep-konsep kimia yang v sangat luas, rumit sehingga terkadang siswa sulit memahami. Pelibatan emosi, kebutuhan dan kesenangan aktualisasi diri siswa melalui kegiatan yang melibatkan seluruh panca indra dan otak untuk berfikir sangat membantu kebermaknaan belajar. Dalam proses pembelajaran kimia agar lebih bermakna diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat, menarik dan menyenangkan, sehingga konsep-konsep kimia dapat difahami dengan lebih mudah oleh siswa. b. Teori Belajar Kontruktivisme. Teori kontruktivisme mengatakan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan (konstruksi) orang itu sendiri. Pengetahuan seseorang akan suatu benda bukanlah tiruan benda itu, melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda tersebut. Tanpa keaktifan seseorang mencerna dan membentuknya, seseorang tidak akan mempunyai pengetahuan. Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari otak guru yang dianggap tahu bila murid tidak mengolah dan membentuknya sendiri. Pembentukan pengetahuan itu pertama-tama ditentukan oleh kegiatan atau keaktifan siswa itu sendiri dalam berhadapan dengan persoalan, bahan, atau lingkungan baru. “Siswa sendirilah yang membentuk pengetahuannya. Namun, ini berarti bahwa orang lain atau lingkungan sosial lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan pengetahuan tersebut sebagai pemicu, mengkritik, dan menantang sehingga proses pengetahuan lebih linier, gagasan siswa ditantang, diluruskan serta diyakinkan” (Paul Suparno, 2001 : 123). Menurut Piaget dalam Ratna Wilis (1988 : 160) proses konstruktif terbagi dalam tiga macam (1) Subyek dan obyek (2) Skema-skema atau subsistemsubsistem (3) Pengetahuan keseleruhannya dan bagian-bagiannya bentuk pertama dapat dipandang proses konstruksi pengetahuan fisis, bentuk yang kedua dapat dipandang sebagai konstruksi pengetahuan logika-matematika dan bentuk ketiga adalah diferensiasi dari skema-skema dan pengintegrasiannya ke dalam keseluruhan pengetahuan. Prinsip yang esensial dalam model konstruktivisme adalah bahwa anak-anak memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah, dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu menunjang proses alamiah. Teori belajar konstruktivisme mempunyai ciri-ciri atau prinsip sebagai berikut: (1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, (2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar, (3) Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus. (4) Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi terhadap proses kontruksi siswa. Dari uraian di atas, untuk membangun dan meningkatkan pengetahuan siswa diharapkan dapat menjadi fasilitator dan tidak menganggap bahwa ilmu pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan hasil transfer secara langsung dari guru kepada siswa. Sebagai fasilitator guru diharapkan memberi arahan pada siswa tentang model dan pendekatan apa yang digunakan agar pengetahuan dapat dibangun oleh siswa dengan konsep yang benar. Peran sekolah dalam membangun ilmu pengetahuan siswa yaitu sebagai penyedia alat, sarana prasarana dan sumber belajar. 2. Belajar dan Pembelajaran. vi Kegiatan belajar merupakan kegiatan pokok dalam proses pendidikan. Proses belajar yang dialami siswa akan menentukan tingkat keberhasilannya dalam pencapaian tujuan pendidikan. Belajar dapat diartikan sebagai interaksi siswa dengan segala informasi yang berada dalam lingkungannya. Molenda (2005) menyatakan ” Learning is development of new knowledge, skill or attitude as an individual interact with information an environment”. Dengan demikian seseorang telah melakukan kegiatan belajar apabila ia dapat mengembangkan pengetahuannya yang baru, mendapatkan ketrampilan dan adanya perubahan sikap sebagai akibat interaksi individu dengan informasi di lingkungannya. Selama individu dapat bereaksi dengan informasi di lingkungannya, maka selama itu pula terjadi proses belajar. Belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya serta dapat menyesuaikan dengan lingkungan masyarakat. (Legiman,2008:26). Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik, pendidik, sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Oleh karena itu agar tercapai tujuan pendidikan, seorang guru sebagai pendidikan dalam melakukan interaksinya maka benar-benar harus menyadari dan memahami serta dapat merencanakan agar terjadi suasana belajar. Dalam pembelajaran guru tidak hanya dituntut menguasai materi yang akan diajarkan, tetapi juga dapat mengembangkan ketrampilan berfikir siswa melalui model-model pembelajaran yang dipilihnya. Guru harus aktif, kreatif dan inovatif dalam melakukan pemilihan terhadap model, metode dan media pembelajaran yang akan digunakan, serta dapat melaksanakannya. Siswa harus ditempatkan sebagai subyek dan bukan obyek. Oleh karenanya pembelajaran yang dilakukan harus memberi kesempatan pada siswa untuk aktif, kreatif dan berinovatif memahami dan mengembangkan wawasan pengetahuannya. Guru dapat menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing siswa, dan bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam pembelajaran guru harus dapat mengkomunikasikan antara kompetensi yang harus dikuasai siswa dengan kompetensi yang telah ada pada diri siswa. Agar terjadi komunikasi yang baik diperlukan media dalam pembelajaran. Peran guru seperti itulah yang diharapkan dapat mencapai tujuan belajar meliputi koqnitif, afektif dan psikomotorik. 3. Siklus Belajar. Dasar pemikiran konstruktivis ialah bahwa pembelajaran efektif menghendaki agar guru mengetahui bagaimana cara para siswa memandang fenomena yang menjadi subyek pengajaran. Pelajaran kemudian dikembangkan dari gagasan yang telah ada itu, mungkin melalui langkah-langkah intermediate dan berakhir dengan gagasan yang telah mengalami modifikasi. vii Menurut Herro (1988) dalam Ratna Wilis (1989) salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivis ialah menggunakan siklus belajar. Siklus belajar terdiri dari tiga fase yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Selama eksplorasi para siswa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam suatu situasi baru. Fase ini menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk menyuarakan gagasan-gagasan mereka yang bertentangan dan dapat menimbulkan perdebatan dan suatu analisa mengenai mengapa mereka mempunyai gagasan-gagasan yang demikian. Eksplorasi juga membawa para siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang diselidiki. Fase kedua adalah pengenalan konsep, biasanya dimulai dengan memperkenalkan suatu konsep atau konsep-konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki, dan didiskusikan dalam konteks apa yang telah diamati selama fase eksplorasi. Fase ketiga, fase aplikasi menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk menyelidiki sifat-sifat atau konsep-konsep lebih lanjut. Menurut Lawson, siklus belajar terdiri dari tiga macam, yaitu: deskriptif, empiris-induktif, dan hipotesis deduktif. Ketiga siklus belajar ini menunjukkan suatu continuum dari sains deskriptif hingga suatu eksperimental. Dengan sendirinya ketiga siklus ini menghendaki perbedaan dalam inisiatif, pengetahuan, dan kemampuan menalar dari para siswa. Ditinjau dari segi penalaran siklus belajar deskriptif menghendaki hanya pola-pola deskriptif (seriasi, klasifikasi, koservasi). Siklus belajar empiris induktif bersifat intermediate, menghendaki pola-pola penalaran deskriptif, tetapi pada umumnya melibatkan pula pola-pola yang tinggi. Ketiga siklus belajar yang telah diuraikan di atas, tidak sama efektifnya dalam menimbulkan disekuilibrium, argumentasi dan penggunaan pola-pola menalar untuk menyelami konsepsi-konsepsi atau miskonsepsi-miskonsepsi yang terdapat pada para siswa. Dalam siklus deskripsi guru dan siswa hanya memeriksa apa yang mereka amati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatan mereka. Pada siklus ini siswa menemukan dan memeriksa suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), sedangkan guru memberi nama pola itu (pengenalan istilah atau konsep) untuk diaplikasikan. Dalam siklus belajar empiris induktif para siswa juga menemukan dan memberikan pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), selanjutnya mengemukakan sebab-sebab terjadinya pola itu. Pada siklus hipotesis deduktif dimulai dari menyatakan sebab, merumuskan jawaban (hipotesis), menurunkan konsekuensi logis dari hipotesis, merencanakan dan melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis, dan menganalisis hasil. Hasil analisis kemudian diaplikasikan disituasi lain dikemudian hari. Dengan berpegang pada ketiga siklus belajar yang diuraikan di atas, kita mengajar dengan cara sedemikian rupa sehingga para siswa mampu mengemukakan konsepsi atau gagasan yang sudah mereka miliki dan menguji serta mendiskusikan gagasan-gagasan tesebut secara terbuka. Dengan pendekatan ini para siswa akan belajar bahwa gagasan hanya akan berguna bila cocok dengan kenyataan dan mereka akan mau mengubah pikiran mereka bila dihadapkan pada viii kenyataan suatu sikap ilmiah penting yang perlu dikembangkan. (Ratna Wilis, 1989: 165-166) 4. Pembelajaran IPA (Sains). Pendidikan dalam arti yang luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kejadian manusia, yang menyangkut pengetahuan, nilai serta sikap dan ketrampilannya. Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan pada hakekatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, membimbing dan melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai. Pendidikan sains seperti halnya pendidikan pada umumnya, memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian, dan perkembangan intelektual anak. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, pendidikan sains senantiasa mengalami pengkajian ulang, pembaharuan untuk mencari bentuk yang paling sesuai. Sains terdiri dari tiga komponen yaitu: Sains sebagai produk, proses dan sikap. Dengan demikian dalam pembelajaran sains ada beberapa kompetensi yang harus dikembangkan. Secara akademis siswa harus mengalami konsep sains dan pemecahannya baik secara ilmiah melalui strategi deduktif maupun induktif. 5. Metode Pembelajaran Simulasi. Salah satu metode mengajar yang konstruktivistis adalah metode simulasi. ”Simulasi adalah model dinamika yang menggambarkan atau mengungkapkan sistem fisik (non manusia) atau sosial (manusia) yang diabstraksikan dari kenyataan dan disederhanakan untuk proses belajar” (Greenblat, 1982, dalam Kindsvatter, 1996). ”Unsur penting dalam simulasi adalah abstraksi dari kenyataan yang ada, dan abstraksi itu diperankan.” (Paul Suparno, 2007: 82). Dalam simulasi siswa diajak memerankan sesuatu yang akan dipelajarinya dalam kelas, baik berupa benda hidup, benda mati bersifat abstrak maupun yang nyata. Metode ini banyak digunakan dan sangat membantu siswa menjadi senang dan tertarik belajar. Dalam perannya siswa dapat terlibat secara aktif, tanpa tekanan, ditekankan pada bermain peran dan diajak untuk dapat mengambil keputusan. Siswa dapat secara aktif menyumbangkan gagasannya bagi persoalan-persoalan lingkungannya. Sebagai bagian dari konstruktivistis, simulasi membantu siswa untuk dapat mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki dengan informasi atau suasana baru yang mereka temui. Siswa dipaksa aktif , berfikir, dan terlibat dalam persoalan yang dihadapai. Adanya interaksi dengan teman dan masalah yang dihadapi membawa siswa lebih mengerti dan memahami persoalan yang sedang dipecahkannya. Simulasi sebaiknya didesain untuk membantu siswa belajar dan menganalisis situasi dunia nyata dengan suatu proses dan terlibat aktif didalamnya. Peranan guru lebih membuat struktur dan memfasilitasi simulasi yang akan dilakukan, dan mengadakan diskusi setelah siswa melakukan simulasi. ix Dengan demikian simulasi dapat membuat pengetahuan yang dipelajari relevan dan sesuai dengan yang terjadi dalam hidup. Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran menggunakan metode simulasi, baik simulasi non manusia dan juga role play yang menyangkut manusia, yaitu orientasi, persiapan peserta, perjalanan simulasi, dan diskusi. a. Orientasi Dalam langkah ini guru menjelaskan kepada siswa arti simulasi yang akan dilakukan. Kemudian juga dijelaskan tujuan dari simulasi, agar terarah dalam melakukan simulasi. Guru juga menyampaikan persoalan yang akan disimulasikan. Dalam penelitian ini guru menyampaikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa. Pokok bahasan atau materi yang akan dibahas adalah Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur. b. Persiapan peserta Guru Perlu mempersiapkan skenario dan persoalan yang ingin disimulasikan. Prosedur yang akan dilakukan siswa serta membagi kelompok dan menjelaskan aturan permainannya. Dalam penelitian ini siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa. Masing-masing kelompok mengatur tempat duduknya sehingga saling berhadapan dan dapat berkomunikasi satu dan yang lain. Antara kelompok satu dengan kelompok lain diatur jaraknya sehingga tidak saling terganggu. Sebelum simulasi dimulai guru juga mempersiapkan kartu yang berisi notasi atom sebanyak 8 lembar untuk masing-masing kelompok dan LKS non eksperimen. Tiap kelompok peserta harus telah menyiapkan alat peraga yang dimaksud. Setelah semuanya siap guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan agar dapat menjawab pertanyaan atau persoalan-persoalan yang ditemuinya. c. Perjalanan simulasi Siswa melakukan simulasi secara aktif sesuai dengan aturan main yang dijelaskan oleh guru. Selama simulasi dilakukan siswa guru bertindak sebagai fasilitator agar simulasi berjalan lancar. Siswa diberi kebebasan mengungkapkan dan memainkan simulasi menurut keyakinan dan pemikirannya. Setelah selesai kegiatan simulasi siswa ditutup. d. Diskusi Pada akhir simulasi guru mengajak siswa mendiskusikan apa yang telah diperolehnya. Hal ini penting dilakukan agar siswa menyadari apa yang telah dilakukannya, guru dapat melakukan refleksi, kemudian mengajak siswa untuk menyusun suatu kesimpulan. Masing-masing kelompok dapat mempresentasikan hasil kerjanya dan diperiksa secara bersama-sama untuk dilakukan pembetulan terhadap kesalahan dan penguatan terhadap hasil yang telah benar. . Untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap apa yang dipelajarinya, guru memberikan latihan-latihan sampai pada pengembangan x materi. Selanjutnya guru memberikan tugas atau pekerjaan rumah (PR) untuk pendalaman materi. 6. Model Pembelajaran PAIKEM. Profesional seorang guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi lebih pada kemampuanya mengembangkan kemampuannya dalam melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi siswanya. Seorang guru harus dapat pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, dan yang sebelumnya tidak bermakna menjadi bermakna. Dengan demikian kondisi yang diciptakan guru harus dapat menjadikan motivasi bagi siswa agar belajar bukanlah kewajiban tetapi merupakan kebutuhan siswa. Guru memiliki kompetensi penting dalam pembelajaran yang diharapkan dapat dilaksanakan secara optimal, yang meliputi sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator, dan evaluator. Fungsi dan peran guru tersebut secara simultan dapat dilakukan melalui pendekatan PAIKEM ( Pendekatan Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Penekanan belajar konstruktivisme oleh Paul Suparno dalam Kusmoro (2008) terletak pada aktivitas siswa dalam membentuk makna dari setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru. Dimana tekanan konstruktivisme tersebut berlanjut hingga membuat pengertian baru yang dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya. Pada saat pembelajaran dimulai siswa telah memiliki pengalaman dan pengetahuan awal yang dapat digali oleh guru. Pengetahuan awal yang relevan dengan materi yang diajarkan akan dapat dikembangan sehingga membentuk konstruksi pengetahuan, konsep serta teori baru. Menurut Paul Suparno (2006:9-10), Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan yang sudah dipunyai guru fisika tidak dapat begitu saja dipindahkan dan dituangkan dalam otak siswa. Pengetahuan hanya dapat ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksi sendiri secara aktif oleh siswa itu sendiri. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil (1986) adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide, ketrampilan, nilai, cara berfikir sarana untuk mengekspresikan dirinya (Sugianto, 2007:3). Pendekatan PAIKEM adalah serangkaian kegiatan-kegiatan yang menjadikan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyajikan suasana yang menyenangkan. Untuk mencapai hal tersebut dikembangkan berbagai model pembelajaran dalam usaha memaksimalkan hasil belajar siswa. Model dan strategi pembelajaran yang dikembangkan diantaranya adalah pembelajaran kontekstual, kooperatif, quantum learning, ketrampilan proses, dan lain-lain. Khein (1988) dan Depdiknas (2005) dalam Sanjaya (2006) menjelaskan ada 8 (delapan) prinsip dalam memilih strategi pembelajaran yaitu :1). Berorientasi pada tujuan, 2). Mendorong aktivitas siswa, 3). Memperhatikan aspek individual siswa, 4). Mendorong proses interaksi, 5). Menantang siswa untuk berfikir, 6). Menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat xi dan menguji, 7). Menimbulkan proses belajar yang menyenangkan, 8). Mampu memotivasi siswa lebih lanjut PAIKEM dimaksudkan sebagai salah satu usaha mendorong terus ditingkatkan pelaksanaan pembelajaran di lapangan yang benar-benar berorientasi kepada siswa sebagai subyek belajar dan efektif hasilnya. Pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang melibatkan saling berinteraksi secara aktif guru dan siswa. Ditinjau dari kegiatan siswa, pembelajaran aktif mampu membuat siswa bertanya, mengemukakan gagasan, mempertanyakan gagasan orang lain (guru atau siswa lain) atau gagasan dirinya, dapat mengakses berbagi pengetahuan dan informasi untuk dibahas dan dikaji selama proses pembelajaran di kelas. Dalam pembelajaran aktif siswa menemukan kesimpulan sendiri hingga dapat dijadikan nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari kegiatan guru, pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menuntut guru aktif dalam memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan balik, mempertanyakan gagasan peserta didik, mengajukan pertanyaan yang menantang siswa, memberi motivasi setiap awal pelajaran, mengajak siswa berdiskusi( guru sebagai fasilitator), memberi penguatan atas pendapat dan temuan siswa yang relevan dan logis, menganalisis berbagai pengetahuan dan informasi yang dikemukakan siswa, memberikan arahan dan bimbingan, mengatur jalannya proses pembelajaran dan lain-lain. Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menjadikan para siswa dengan aktif mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensi mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi seperti menganalisis dan mensintesis serta melakukan penilaian terhadap berbagai berbagai peristiwa belajar, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu hendaknya guru dapat menciptakan kegiatan yang beragam sesuai dengan kemampuan siswa. Pembelajaran inovatif, disebutkan “Innovative teaching strategies is more than a standart textbook on teaching methodology. A developing concept in education is the notion of brain compatible teaching, which suggests that understanding the brain can lead to teaching techniques consistent with human learning”.(Rockler,1988:3). Inovasi bertujuan meminimalkan persoalan-persoalan yang timbul dalam pembelajaran. Pengembangan pembelajaran meliputi pendekatan, model pembelajaran, metode, media, pengelolaan kelas. Masingmasing kelas merupakan suatu produk budaya yang digunakan atau budaya itu sendiri. Guru adalah seseorang yang dapat memahami dan mengaplikasikan bentuk micro time (termasuk emphasis polikronik dan monokronik), syne time (termasuk konsep intrainmen), dan ekstensi dapat dijadikan petunjuk. Aktivitas polikronik dapat memperbaiki kesetimbangan antara saat alamiah dan waktu yang diukur menggunakan waktu dan kalender. Sehingga guru dapat memperkaya dan menyadari bentuk pembelajaran lingkungan. Perbedaan besar antara saat polikronik dan saat monokronik melibatkan persepsi individu dan kelompok. Budaya monokronik dan orang monokronik memilih satu untuk satu hubungan yang tepat seperti mereka membentangkan satu menit pada satu waktu. Orang polikronik mencari hubungan serentak banyak orang seperti mereka mengamati waktu yang lama. xii Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang dapat mewadahi gagasan dan kreativitas dari siswa dan guru. Pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siswa untuk merancang, membuat dan berkreasi, mengkomunikasikan gagasan, pendapat atau pikirannya, melalui karya tertentu secara tertulis atau tidak tertulis. Kegiatan dalam pembelajaran ini dapat memperkuat daya imajinasi membangkitkan rasa keingintahuan siswa. Guru dalam pembelajaran dituntut untuk dapat memilih, mengembangkan dan melaksanakan metode dan teknikteknik pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi dan tujuan belajar siswa. Selain itu guru juga dituntut membuat dan dapat menggunakan media-media pembelajaran yang kreatif dan bervariasi. Pendekatan, model, metode dan teknik pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru harus dapat meningkatkan gairah dan motivasi siswa, merangsang timbulnya kreativitas siswa baik dalam berfikir maupun bertindak. Hasil dari kreativitas siswa dan guru akan memberikan karya baik dalam perbaikan konsep maupun melahirkan konsep baru . Menurut Solikhan (2004) dalam Kusmoro (2008:59): “Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dikelola sedemikian rupa sehingga dengan input yang ada dan proses yang dikelola dapat dicapai hasil seoptimal mungkin.” Pembelajaran dianggap efektif apabila siswa dapat termotivasi dan mampu memanfaatkan kesempatan belajar yang ada untuk mengusai kompetensi yang harus dimilikinya baik secara koqnitif, afektif dan psikomotorik. Bagi guru pembelajaran yang efektif apabila dapat memberi kesempatan dan menghantarkan siswa membangun kompetensinya, memberikan pengalaman baru, dan menjangkau pada kestabilan memori jangka panjang dan jangka pendek. Agar pembelajaran menjadi efektif maka perlu keterlibatan seluruh siswa, penyediaan suasana dan lingkungan belajar yang memadai, serta pengelolaan yang dilakukan guru. Pengelolaan tersebut meliputi: siswa, tempat belajar, kegiatan pembelajaran materi dan sumber belajar. Pembelajaran menyenangkan ( Joyfull instruction) dalam Mulyasa (2006:94), menegaskan “Pembelajaran yang menyenangkan merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure). Pembelajaran yang menyenangkan akan memberikan kenyamanan, tenangan, tidak takut, menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi, memberikan suasana yang hidup, semarak sehingga memudahkan siswa memusatkan perhatiannya.” Kondisi ini akan memungkinkan siswa mendapatkan kesempatan untuk dan berimajinasi, melakukan eksplorasi dan mengaplikasikan konsep yang diperolehnya. Pembelajaran yang menyenangkan membuat siswa berani mencoba dan berbuat, berani bertanya dan berani mengungkapkan gagasan tanpa harus takut dihina dan dicemoohkan. Guru harus dapat memilih dan memilah informasi atau gagasan yang bermutu dari siswa. Gagasan yang tadinya dianggap remeh dan sederhana adakalanya sebagai konsep yang dasar untuk dapat mengembang, memperbaiki dan menemukan konsep yang baru. Disinilah peranan guru penting sebagai fasilitator dan motivator siswa. 7. Media Konfigurasi Elektron xiii Alat peraga, alat bantu mengajar (teaching aids), alat bantu audio visual (AVA) atau alat bantu belajar yang lain, pada dasarnya semua istlilah itu dapat kita masukkan dalam konsep media, karena konsep-konsep tersebut merupakan perkembangan lebih lanjut dari konsep-konsep tersebut. Alat peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/ konkrit. Alat bantu adalah alat (benda) yang digunakan oleh guru untuk mempermudah tugas dalam mengajar. Audio Visual Aids (AVA) mempunyai pengertian dan tujuan yang sama hanya saja penekanannya pada peralatan audio dan visual. Sedangkan alat bantu mengajar penekanannya pada pihak yang belajar (pebelajar). Semua istilah tersebut dapat kita rangkum dalam satu istilah umum yaitu media pembelajaran (Rahadi, 2003 : 10). Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “ medium” yang secara harfiah berati perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber belajar informasi kepada penerima informasi. Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran. a. Media Bongkar Pasang Bongkar pasang merupakan alat permainan yang populer dikalangan anakanak. Ditingkat taman kanak-kanak (TK), dikenal bongkar pasang untuk pakaian, memasangkan potongan gambar (puzzle) dan lain-lain. Di SD dan seterusnya mulai dikembangkan scrable untuk mengenal berbagai istilah dan pemahaman konsepnya, serta mengenal berbagai istilah dalam mata pelajaran. Pada pembelajaran konfigurasi elektron khususnya, alat peraga bongkar pasang mudah dibuat dan dimainkan oleh siswa. Petunjuk pembuatan dan penggunaannya dibuat dengan jelas. Variasi dan komposisi warna serta assesoris dapat dilakukan oleh siswa, sehingga terlihat lebih indah dan menarik untuk dipelajari. Siswa dapat melakukan konfigurasi elektron suatu unsur yang diketahui notasi atomnya, sesuai dengan aturan yang berlaku (prinsip aufbau, aturan Hund dan larangan Pauli). Bila telah tersusun dan telah dipahami informasi yang diperlukannya maka siswa dapat menggantinya dengan notasi unsur yang lain. Fungsi alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron adalah untuk menunjukkan letak sebaran elektron dalam kulit atom, subkulit hingga letaknya dalam orbital, serta bilangan kuantum elektron sesuai dengan kedudukannya. Prinsip kerja alat ini dapat dikemukakan sebagai berikut: sejumlah elektron yang dimiliki oleh suatu atom digambarkan melalui lembar karton kecil yang akan dipasang pada bagan (Lembar karton besar). Urutan Pengisian elektron mengikuti azas Aufbau (mengikuti arah panah). Ketika pengisian elektron sampai pada orbital yang memiliki energi yang setingkat (pada subkulit p, d, dan f) maka harus mematuhi aturan Hund dan larangan Pauli. Bila konfigurasi elektron telah dilakukan dengan benar, maka bilangan kuantum masing-masing elektron yang dimiliki oleh atom dapat ditunjukkan dengan tepat. Demikian pula dengan jumlah orbital yang ditempati oleh elektron. xiv Jika konfigurasi elektron pada atom yang netral telah dapat dilakukan maka latihan konfigurasi elektron dapat dilanjutkan dan dikembangkan untuk konfigurasi elektron terhadap ion positif ataupun ion negatif. b. Media Komputer Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi informasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan dan perhitungan sederhana dan rumit. Satu unit computer terdiri atas empat komputer dasar, yaitu input (misalnya keyboard dan writing pad), prosesor (CPU: unit pemrose data yang diinput), penyimpan data (memori yang akan menyiman data yang akan diproses oleh CPU baik secara permanen (ROM) maupun untuk sementara (RAM), dan output (misalnya layar, monitor, printer atau plotter). Komputer memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan mengendalikan berbagi peralatan lainnya, seperti CD player, Video tape, dan audio tape. Disamping itu, komputer dapat merekam, menganalisis, dan memberi reaksi kepada respon yang diinput oleh pemakai/ siswa. Pemanfaatan komputer untuk pendidikan yang dikenal dengan pembelajaran dengan bantuan komputer (CAI) dikembangkan dalam beberapa format, antara lain: drills and practice, tutorial, simulasi, permainan dan discovery. Komputer telah pula digunakan untuk pengadministrasian tes dan pengelolaan administasi sekolah. Berbagai progam dapat disajikan oleh komputer antara lain: MS. Word, excell, power point, corel dan lain-lain. Penyajian power point dalam pembelajaran dapat dilengkapi dengan animasi-animasi sederhana yang menyenangkan dan menarik minat siswa untuk belajar. ( Azhar Arsyad, 1997:5354). Program power point digunakan dalam penyajian materi Struktur Atom dan dilengkapi animasi sederhana. Secara prinsip apa yang disajikan pada Bongkar pasang konfigurasi elektron sama dengan yang disajikan menggunakan komputer. Pengisian elektron pada kulit atom, subkulit sampai dapa orbital, menggunakan prinsip aufbau, aturan Hund dan eksekusi Pauli. Animasi sederhana membantu siswa dapat membantu siswa memahami urutan pengisian elektron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi tinggi, pengisian elektron pada subkulit yang memiliki orbital dengan energi setingkat, dan pembentukan pasangan elektron secara visual. Penggunaan media ini juga dilengkapi dengan penggunaan LKS non eksperimen untuk mengembangkan kreativitas dan pemahaman siswa. Pada media komputer siswa juga dapat menggali kemampuannya untuk menentukan bilangan kuantum dari elektron terakhir, menentukan letak unsur pada system periodik berdasarkan konfigurasi elektronnya. Untuk dapat mengoperasikan program ini siswa harus telah mengusai pengopersian komputer dengan program power point. 8. Kreativitas. Menurut UU. No. 20 Tahun 2003 sikap kreatif merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Kenyataan di lapangan pengembangan kreativitas tampaknya selalu menjadi wilayah yang paling sering terabaikan, padahal xv kreativitas atau daya cipta adalah adalah wilayah manusia yang paling unik dan sekaligus membedakan dari makhluk lainnya. Kreativitas adalah bentuk aktivitas imajiatif yang mampu menghasilkan sesuatu bersifat orisinil, murni, asli dan bermakna (Anna Craft, 2004). Menurut Anna Craft, pikiran berdaya adalah titik utama kreativitas, sedangkan Kreativitas adalah suatu bentuk yang secara sekaligus mencakup multiple intelliegence. Menurut Martin Jamaris(2003: 67), aspek-aspek yang mempengaruhi kreativitas adalah: 1). Aspek kemampuan koqnitif, 2). aspek intuisi dan imajinasi, 3). aspek penginderaan dan 4). Aspek kecerdasan emosi. Seorang siswa yang memiliki pengetahuan cukup baik, mampu berimajinasi dan memiliki intuisi baik, dapat melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya, serta memiliki kecerdasan emosional maka sikap kreatifnya akan muncul. Menurut Herminanto (2004:17) indikator kreativitas meliputi rasa ingin tahu, kemampuan bertanya, mengajukan usul dan gagasan, berani berpendapat secara spontan, menghargai keindahan, ide pribadi, tidak mudah terpengaruh orang lain, memiliki rasa humor dan daya imajinatif yang tinggi, mampu mengajukan pemikiran dan gagasan untuk memecahkan masalah, dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal yang baru, serta mampu mengembangkan atau merinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi). Dengan mengembangkan kreativitas pembelajaran bukanlah hal yang menjemukan, tetapi akan terasa lebih indah, lebih hidup, bukan merupakan beban, tetapi merupakan hal yang menyenangkan. Pengembangan kreativitas dapat bermula dari pengetahuan yang dimilikinya dan mengenal masalah dilingkungannya agar dapat menemukan pemecahan suatu masalah. Gordon dalam Joyce dan Weil (1980: 166) tertarik pada pendekatan baru yang disebut Sinektik. Sinektik adalah pendekatan untuk mengembangkan kreativitas. Empat ide dasar sinektik yang menantang adalah : (1) Kreativitas penting dalam aktivitas setiap hari. (2) Proses kreatif tidak semuanya merupakan hal yang misterius, tetapi kreativitas dapat ditingkatkan melalui deskripsi dan latihan secara langsung. (3) Pendapat yang kreatif adalah sama dalam lahan–seni, sains–pabrik mesin, dan memiliki karateristik seperti penopang proses intelegensi. Gordon menganggap ada hubungan antara pemikiran umum dalam seni dan sains sama kuatnya. (4) Asumsi bahwa pendapat individu dan kelompok (creative thinking) adalah sangat mirip. Individual dan pendapat umum kelompok dan hasil dalam banyak bentuk yang sama. Hal ini sangat berbeda dari sikap kreatif adalah intensitas pengalaman personal. Dalam pembelajaran guru membantu siswa melihat konsep-konsep yang telah dikenalnya dengan cara yang segar. Dimulai dari mengambil konsep dari situasi yang dijelaskan siswa atau topik yang mereka lihat sekarang, menjelaskan sebelumnya dalam sebuah tulisan. Ilustrasi model pembelajaran dalam enam fase : 1) Description of present condition yaitu fase dimana guru memiliki deskripsi situasi siswa atau topik seperti yang mereka lihat sekarang, 2) Direct analogy yaitu fase dimana siswa mengusulkan analogi langsung, memilih satu, dan memeriksa (mendeskripsikan) lebih luas, 3) Personal anology yaitu fase dimana siswa menjadikan analogi yang mereka seleksi dalam dua fase, 4) Compressed conflict: siswa membawa deskripsinya dari dua fase dan tiga, membantu xvi mengusulkan penekanan konflik dan memilih salah satu, 5) Direct analogymerupakan fase dimana siswa umumnya dan menyeleksi analogi langsung lainya didasarkan pada penekanan konflik, 6) Reexamination of the original taskmerupakan fase dimana guru mengembalikan siswa pada tugas aslinya atau problemnya dan digunakan analogi sebelumnya dan atau masuk pada pengalaman sinektik. Selanjutnya menurut Mulyasa (2006) dalam Kusmoro (2008:59) pembelajaran kreatif menuntut guru mampu untuk merangsang kreativitas siswa, baik dalam mengembangkan kecakapan berfikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berfikir kreatif selalu dimulai dari berfikir kritis, guna menemukan atau melahirkan sesuatu yang tadinya belum ada atau memperbaiki sesuatu. Hasil dari suatu kreativitas merupakan sesuatu yang baru tetapi logis dan dapat diuji secara empiris. Tetapi dapat pula berupa perbaikan dari suatu konsep, ide atau produk yang kurang atau tidak tepat. 9. Gaya Belajar Setiap siswa memiliki cara-cara yang berbeda-beda dalam melakukan aktivitas belajarnya. Perbedaan yang dimiliki individu pebelajar oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi meliputi perkembangan intelektual, kemampuan berbahasa, latar belakang pengalaman, cara/ gaya belajar, bakat dan minat, dan kepribadian (Gino, dkk,1996:6). Gaya belajar merupakan cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memprosesnya. Sesuai dengan pernyataan Bobby DePorter (1999:110-112) bahwa, “Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengelola informasi”. Sedangkan Winkel (2007:147) mengemukakan bahwa :”gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. Cara yang khas ini bersifat individual yang kerap kali tidak disadari dan sekali terbentuk dan cenderung bertahan terus. “Pendapat lain juga dinyatakan oleh Nasution (2004:94) bahwa, “Gaya belajar adalah cara yang dengan konsisten dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal”. Bobby DePorter dan Mike Hernacki (1999:112-113) menggolongkan gaya belajar berdasarkan cara menerima informasi dengan mudah (modalitas) ke dalam tiga tipe yaitu gaya tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. 1). Visual Bobby DePorter (1999:116) mengemukakan bahwa orang yang bertipe visual memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) perilaku rapi, teliti terhadap detail, b) lebih mudah dalam mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar, c) mengingat dengan asosiasi visual, d) lebih suka membaca dari pada dibacakan, e) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal. Pendapat lain diungkapkan oleh Sriyono (1992:4), siswa yang memiliki gaya belajar visual dapat menerima informasi dengan baik bila ia melihat langsung. Dari pendapat di atas disimpulkan gaya belajar tipe visual cenderung akan lebih baik memaksimalkan indera penglihatan dalam menyerap dan mengelola informasi. 2). Auditorial xvii Bobby DePorter (1999:118) mengemukakan bahwa orang-orang yang bertipe auditorial memiliki ciri-ciri perilaku sebagai berikut: a) mudah terganggu oleh keributan, b) senang membaca dengan keras dan mendengarkan, c) dapat mengulang kembali atau menirukan nada dan birama, d) suka berdiskusi, e) mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat visualisasi. Sriyono (1992:4) juga menyatakan bahwa, “ siswa yang bertipe mendengarkan dapat menerima dengan baik setiap informasi dengan mendengarkan”. Tipe gaya belajar auditorial akan lebih baik jika memaksimalkan indera pendengaran dalam menyerap dan mengolah informasi. 3). Kinestetik Ciri-ciri tipe gaya kinestetik menurut Bobby DePorter (1999:118-120) adalah sebagai berikut: a) selalu berorientasi pada fisik, b) belajar melalui manipulasi dan praktik, c) menyukai buku-buku yang berorientasi pada alur atau isi, d) ingin melakukan segala sesuatu. Pendapat mengenai tipe kinestetik yang diungkapakan Sriyono (1992:4) menyatakan bahwa, “Siswa yang bertipe motorik akan menerima infomasi dengan baik apabila ia melakukan sendiri secara langsung”. Proses pembelajaran pendekatan PAIKEM dengan disertai media bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer yang disajikan secara interaktif diharapkan mampu membuat siswa yang bertipe kinestetik mampu belajar lebih baik sehingga mampu meningkatkan kemampuan kognitifnya. Dari keterangan di atas, pengkategorian tipe gaya belajar tidak berarti bahwa individu hanya memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain, akan tetapi pengkategorian tipe tertentu menjadi pedoman bahwa individu memiliki karakteristik cara belajar yang paling menonjol. Dengan demikian jika siswa mendapat rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran sesuai dengan seperti penggunaan pendekatan dan media tertentu dalam pembelajaran. 10. Prestasi Belajar. Kata Prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie artinya hasil usaha. Jika diperhatikan istilah prestasi belajar berasal dari kata-kata prestasi dan belajar. Pendapat lain oleh Suratinah Tirtonegoro (2001 : 43) “ Prestasi adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata. Proses ini terjadi pada diri seseorang yang sedang belajar. Berapa besar hasil belajar tergantung diri seseorang melakukan proses belajar. Prestasi belajar siswa merupakan hasil usaha siswa dalam proses belajar. Jadi berhasil atau tidaknya proses pembelajaran dapat diketahui dari prestasi belajarnya. Tujuan dari arah proses pembelajaran pada hakikatnya adalah merumuskan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Untuk mengetahui keberhasilan proses dalam hasil belajar dilakukan dengan penilaian. xviii Menurut Permen Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk pencapaian hasil belajar peserta didik. Untuk mengetahui proses mengukur pencapaian kompotensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik dilakukan ulangan atau Metode tes, observasi, penugasaan perseorangan atau kelompok, sesuai dengan karakteristik kompotensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Dalam penelitian ini tekniknya adalah tes tertulis, tes praktik atau tes kinerja. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha anak didik selama mengikuti pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar, yang dapat dapat memuaskan dan menyenangkan baik peserta didik maupun pendidik. Untuk melakukan penilaian prestasi hasil belajar dilaksanakan ulangan atau tes, baik tertulis maupun tes praktiks. Hasilnya berupa angka, simbol, huruf maupun kalimat yang mencerminkan hasil usaha peserta didik. Pada Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) penilaian prestasi belajar meliputi penilaian kognitif, afektif dan psikomotorik. Pembelajaran materi strukrut atom dan sistem periodik unsur tidak dilakukan kegiatan praktikum sehingga hanya dilakukan penilaian kognitif dan afektif . Penilaian prestasi belajar dilakukan melalui tes untuk memperoleh nilai kognitif dan pengamatan oleh guru untuk penilaian afektif selama pembelajaran. Prestasi belajar siswa diukur melalui penilaian ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomototik. Penilaian kognitif meliputi kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep atau teori-teori atau hukum-hukum pada mata pelajaran kimia. Penilaian afektif digunakan untuk mengukur sikap dan minat peserta didik terhadap mata pelajaran kimia. Sedangkan penilaian psikomotorik digunakan untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Keberhasilan belajar peserta didik dapat diketahui dengan menggunakan pengukuran, pengujian, penilaian dan evaluasi. Pengukuran merupakan proses penetapan angka terhadap suatu gejala berdasarkan aturan tertentu. Pengukuran pendidikan dapat bersifat kuantitatif (berupa angka) dan kualitatif (seperti sangat baik, baik, kurang baik, dan seterusnya). Penilaian adalah penafsiran data hasil pengukuran. Penilaian atau assesment merupakan metode yang digunakan untuk menilai kinerja individu atau kelompok atau program. Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan sebagainya. Penilaian secara sistematis tentang manfaat dan kegunaan suatu obyek disebut evaluasi. Alat ukur yang digunakan dalam evaluasi bervariasi. Sebagai obyek dari evaluasi adalah program yang didalamnya terdapat banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, ketrampilan dan sebagainya. Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar meliputi standart kompetensi, kompetensi dasar, rencana penilaian, proses penilaian, proses implementasi, pencatatan dan pelaporan. 11. Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur. xix Atom merupakan bagian terkecil suatu materi. Teori yang diungkapkan oleh John Dalton didasari oleh hukum perbandingan massa. Benda bila dibagibagi akan mendapatkan bagian yang sangat kecil yang disebut atom. Dengan berkembangnya pengetahuan tentang muatan listrik suatu materi, teori Dalton disempurnakan oleh JJ. Thomson. Dalam teorinya Thomson membagi atom menjadi dua bagian, satu bagian bermuatan positif dan bagian yang lain bermuatan negatif. Atom menurut Thomson digambarkan seperti roti kismis. Teori ini ternyata bertentangan dengan penggambaran model atomnya karena elektron melekat pada muatan positif yang diam. Percobaan hamburan sinar alfa yang dilakukan oleh Rutherford mempertegas temuan Thomson. Menurut Rutherford atom mempunyai dua bagian yaitu bagian yang bermuatan positif berada di tengah atom dan disebut inti atom. Sedang bagian yang lain bermuatan negatif beredar mengelilingi atom. Dalam teori fisika klasik bila ada dua benda yang berbeda bermuatan saling didekatkan maka keduanya akan saling tarik menarik karena ada gaya elektrostatis. Elektron sebagai bagian dari atom yang bermuatan negatif dan inti atom yang bermuatan positif bila saling berdekatan dan saling tarik menarik akan menimbulkan ledakan dan sangat dahsyat. Kenyataan seperti itu tidak terjadi. Neils Bohr memperbaiki teori atom Rutherford dengan memperjelas gerakan elektron berbentuk rotasi, melingkar mengelilingi inti atom melelui spektrum unsur hidrogen. Selama elektron stationer mengelilingi inti atom pada lintasannya maka elektron tidak akan kehilangan energinya. Menurut Bohr : a) Elektron yang berada dalam orbit tertentu mempunyai energi karakteristik yang tidak akan berubah selama elektron itu tetap ada dalam orbitnya, b) Sesuai dengan azas Planck hanya tingkat energi tertentu yang dapat ditempati elektron. ( Shodiq Ibnu, 1986:9) Model atom yang dikemukakan oleh Bohr cukup mampu menjelaskan spektrum atom hidrogen atau ion-ion yang isoelektronik dengan atom hidrogen, namun untuk menerangkan sifat atom yang berelektron banyak teori atom Bohr akan menyimpang dari kenyataan. Demikian pula model atom Bohr tidak mampu untuk menjelaskan orbit elektron yang berbentuk elips. Mekanika gelombang secara sistematis lebih sukses untuk menerangkan struktur dan spektrum atom. Mekanika gelombang menyajikan kumpulan hukumhukum yang dapat menjelaskan konsep modern dari struktur atom berdasarkan sifat dualisme dari elektron. Elektron memiliki massa diam yang sangat kecil dan bergerak dengan kecepatan tinggi, menyebabkan gerakan elektron bukan merupakan garis lurus melainkan sebagai gelombang dengan panjang gelombang tertentu. Fenomena ini kemudian dijelaskan oleh beberapa ahli antara lain Louis de Broglie dan Werner Heisenberg. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa atom terdiri atas inti atom yang bermuatan positif. Menurut Goldstein dan Chadwick inti atom terdiri dari partikel proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak bermuatan, dan menentukan besarnya massa suatu atom. Diluar inti atom terdapat kulit-kulit atom yang merupakan tingkat-tingkat energi yang ditempati elektron. Dalam tiap kulit atom terbagi menjadi subkulit-subkulit. Subkulit yang telah dikenal ada 4 macam yaitu s, p, d, dan f . Subkulit s hanya terdiri satu orbital, dan tiap orbital hanya mampu ditempati dua elektron dengan spin yang berlawanan. Subkulit p terdiri xx dari 3 (tiga) orbital, subkulit d terdiri dari 5 (lima) orbital dan subkulit f terdiri dari 7 orbital. a. Konfigurasi Elektron Konfigurasi elektron adalah cara penulisan yang menunjukkan distribusi elektron dalam orbital-orbital pada kulit utama dan subkulit. Ada tiga aturan dalam menetukan konfigurasi elektron, yaitu : azas aufbau, azas larangan Pauli dan kaidah Hund. 1. Azas aufbau Aufbau merupakan istilah dari bahasa Jerman yang berarti bangunan. Menurut azas Aufbau pengisian elektron ke dalam orbital selalu dimulai dari subkulit dengan tingkat energi yang lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi. Diagram pengisian elektron berdasarkan urutan tingkat energi : 1s 2s 2p 3s 3p 3d 4s 4p 4d 4f 5s 5p 5d 5f 6s 6p 6d 7s 7p Gambar 2.1 : Diagram pengisian elektron 2. Azas Larangan Pauli (Wofgang Pauli) Dalam satu atom tidak boleh ada dua elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang sama. 3. Kaidah Hund Pengisian orbital-orbital dari subkulit, mula-mula elektron menempati orbital secara sendiri-sendiri dengan spin yang sama / paralel (1/2 penuh) kemudian berpasangan. spin +1/2 (paralel) spin +1/2 dan -1/2 (berpasangan) Gambar 2.2 : Pengisian Sub Kulit s xxi spin +1/2 (paralel) spin +1/2 dan -1/2 (berpasangan) Gambar 2.3 : Pengisian Sub Kulit p spin +1/2 (paralel) spin +1/2 dan -1/2 (berpasangan) Gambar 2.4 : Pengisian Elektron pada subkulit d b .Bilangan Kuantum Bilangan Kuantum adalah bilangan yang menyatakan posisi (tingkat energi, bentuk serta orientasi) suatu orbital yang ditempati elektron. 1. Bilangan Kuantum Utama (n) Menyatakan tingkat energi utama atau kulit atom, dilambangkan dengan huruf n. Nilai n menunjukkan nomor kulit yang ditempati elektron n = 1 Kulit K n = 2 Kulit L, n = 3 Kulit M , dan seterusnya. Kulit K (n=1) Kulit L (n=2) Kulit M (n=3) Inti Gambar 2.5 : Kulit atom 2. Bilangan Kuantum Azimuth (l) Menyatakan subkulit yang ditempati elektron. Harga l = 0,1,.... (n-1). Contoh : Kulit K n = 1 maka l = 0 (subkulit s), (dalam kulit K hanya memiliki 1 subkulit) Kulit L n = 2 maka l = 0 (subkulit s) l = 1 (subkulit p) (dalam kulit L terdapat 2 subkulit yaitu s dan p) Kulit M n = 3 maka maka l = 0 ( subkulit s) l = 1 (subkulit p) l = 2 ( subkulit d) (dalam kulit M terdapat 3 subkulit yaitu s, p, dan d) dan seterusnya. Kulit L xxii Kulit K Subkulit s (l=0) Subkulit s (l=0) Subkulit p (l=1) Gambar 2.6 : Subkulit atom 3. Bilangan Kuantum Magnetik (m) Menyatakan orbital khusus yang ditempati elektron. Nilai m berkisar –l ..., 0 ,...+l Contoh : m=0 Gambar 2.7 : Subkulit s dengan 1 orbital l=0 m = 0 (subkulit s, memiliki 1 orbital) m = -1 0 +1 Gambar2.8 : subkulit p dengan 3 orbital l=1 m = -1 , 0 , +1 (subkulit p, memiliki 3 orbilal) m= -2 -1 0 +1 +2 Gambar 2.9 : subkulid d dengan 5 orbital l=2 m = -2 , -1 , 0 , +1 , +2 (subkulit d, memiliki 5 orbital) m= -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 Gambar 2.10 : subkulifd f dengan 7 orbital l=3 m = -3, -2 , -1 , 0 , +1 , +2, +3 (subkulit f, memiliki 7 orbital) 4. Bilangan Kuantum spin (s) Menyatakan arah rotasi elektron. s = +½ → elektron berotasi searah jarum jam dilukiskan s = -½ → elektron berotasi berlawanan arah jarum jam dilukiskan Contoh : konfigurasi elektron elektron terakhir dinyatakan 3d 4 maka bilangan kuantum untuk elektron tersebut dinyatakan n = 3 l = 2 = +1 ( atau -1 atau 0) s = 1/2. xxiii m Konfigurasi elektron dapat disingkat dengan mudah menggunakan nomor atom yang terdekat dengan gas mulia. Contoh : 1 19K → [18Ar] 4s Elektron valensi = 1 Kulit terluar = kulit nomor 4 (kulit N) Elektron valensi ditentukan dari jumlah elektron yang terdapat pada subkulit terakhir ditambah dengan jumlah elektron di subkulit s, kecuali jika berakhir disubkulit s jumlah elektron valensi sama dengan jumlah elektron pada subkulit tersebut. c. Pengembangan Materi Konfigurasi Elektron Ion Ion adalah atom/gugus yang bermuatan listrik. Ion tunggal yang bermuatan x+ terjadi karena atom netral melepaskan 1 (satu) elektron terluarnya (elektron valensinya). Besarnya muatan yang dimiliki suatu ion sama dengan besarnya elektron yang dilepas (ion positif) atau besarnya elektron yang diterimanya (ion negatif). : [18Ar] 4s1 atau 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 20Ca 2+ Ca : [18Ar] atau 1s2 2s2 2p6 3s2 3p 6 6 : [18Ar] 3d 4s2 26Fe Fe2+ : [18Ar] 3d 6 Fe3+ : [18Ar] 3d 5 Ion tunggal yang bermuatan -1 terjadi karena atom netral menerima 1 (satu) elektron dari luar (atom lain). 2 4 : [10Ne] 3s2 3p 5 17Cl 16S : [10Ne] 3s 3p 2 6 22 6 Cl : [10Ne] 3s 3p S : [10Ne] 3s 3p B. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian M. Agus Fuadi dengan judul Pengaruh Ketrampilan Proses Sains melalui Eksperimen menggunakan KIT dan Alat Sederhana pada pembelajaran Fisika Ditinjau dari kreativitas siswa, menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar, dimana siswa yang memiliki kreativitas tinggi memberi rataan prestasi belajar pada ranah koqnitif, psikomotorik, dan afektif yang lebih tinggi dibanding siswa yang memiliki kreatifitas rendah baik menggunakan Kit maupun alat sederhana. Perbedaan dengan penelitian ini pada penggunaan media dan materi yang disajikan, yaitu Pembelajaran Kimia Menggunakan Media Bongkar Pasang Konfigurasi Elektron dan Komputer melalui pendekatan PAIKEM Ditinjau dari Kreatifitas Siswa. Selain perbedaan di atas juga berdeda pendekatan yang digunakan, pendekatan PAIKEM. Hasil penelitian Hartiningsih dengan judul Pembelajaran Remidi dengan Menggunakan Media Cetak (LKS) dan Media Elektronik (LCD) pada Belajar Tuntas Kimia Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa menunjukkan bahwa penggunaan media eklektronik (LCD) memiliki tingkat ketuntasan belajar yang xxiv lebih tinggi dari pada penggunaan media cetak (LKS). Sedangkan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah menunjukkan prestasi belajar yang rendah pula. Interaksi terjadi pada siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi pada penggunaan media elektronika (LCD) menyebabkan tingkat ketuntasan belajar yang tinggi. Perbedaan dengan penelitian ini pada penggunaan media dan materi yang disajikan, yaitu Pembelajaran Kimia Menggunakan Media Bongkar Pasang Konfigurasi Elektron dan Komputer melalui pendekatan PAIKEM Ditinjau dari Kreatifitas Siswa. Hasil Penelitian Wawan Dwi Cahyono dengan judul Pengaruh Penggunan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Metode Demonstrasi dan Diskusi Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari kreatifitas Siswa menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan pendekatan berbasis masalah dengan metode demonstrasi dan diskusi terhadap prestasi belajar fisika pada materi pokok pengukuran. Pembelajaran menggunakan metode diskusi lebih efektif dari pada menggunakan metode demonstrasi.Tingkat kreatifitas siswa juga memberikan pengaruh. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi cenderung memperoleh prestasi belajar fisika yang tinggi. Interaksi yang terjadi pada penggunaan metoda ini adalah siswa yang memiliki kreativitas yang tinggi pada proses pembelajaran menggunakan pendekatan berbasis masalah dengan metode diskusi mempunyai prestasi belajar fisika paling baik dan siswa yang memiliki kreativitas yang rendah pada proses pembelajaran menggunakan pendekatan berbasis masalah dengan metode demonstrasi mempunyai prestasi belajar fisika paling jelek. C. Kerangka Berfikir Kerangka berfikir atau kerangka pemikiran adalah arahan penalaran untuk dapat sampai pada perumusan hipotesis. Prestasi belajar siswa merupakan indikator keberhasilan belajar siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Tinggi rendahnya prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor intern maupun ekstern. Media pembelajaran merupakan salah satu faktor ekstern yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Disamping itu kreativitas berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. 1. Pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer terhadap prestasi belajar kimia. Pada pembelajaran Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur siswa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kelas yang menggunakan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan siswa yang menggunakan media komputer. Pembelajaran dilakukan secara berkelompok, dilakukan dengan alokasi waktu yang sama diasumsikan kondisi dan situasi belajar yang .sama. Siswa kelas XI IPA xxv masing-masing mendapat materi pelajaran yang sama. Pada salah satu kelas dilakukan pembelajaran dengan metoda simulasi menggunakan media pembelajaran berupa alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron. Sedangkan pada kelas yang lain dilakukan pembelajaran dengan metoda simulasi menggunakan media pembelajaran berupa alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer. Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron terbuat dari bahan kertas bisa dibuat dan dimainkan secara sederhana oleh setiap siswa tanpa memerlukan ketrampilan khusus. Sedangkan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer untuk dapat memainkannya memerlukan ketrampilan khusus komputer. Persamaan pada alat ini antara lain masing-masing siswa dapat memainkan alat ini baik secara kelompok maupun perorangan. Pembelajaran dilakukan dilakukan menggunakan metoda simulasi. Dengan menggunakan kedua alat peraga ini suasana dalam pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan. Melalui LKS dan arahan guru diharapkan siswa dapat merumuskan sendiri konsep yang harus dikuasainya. Siswa yang tidak mahir dalam menggunakan komputer diduga akan meningkatkan prestasinya bila menggunakan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron, sebaliknya siswa yang memiliki kemahiran menggunakan komputer diharapkan akan meningkat perstasinya bila menggunakan media komputer. Pada penelitian ini ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunakan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer. Berdasarkan hal tersebut diduga ada pengaruh pada xxvi siswa yang menggunakan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan siswa yang menggunakan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer terhadap prestasi belajar kimia. 2. Pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kimia. Kreativitas merupakan faktor intern pada diri siswa yang memiliki sebelum proses pembelajaran dilakukan. Dalam satu kelas terdapat siswa kreativitas tinggi dan siswa yang memiliki kreativitas rendah. Siswa dapat dikelompokkan sebagai siswa yang berkreativitas tinggi dan rendah. Indikator siswa dengan kreativitas tinggi antara lain meliputi rasa ingin tahu tinggi, memiliki kemampuan bertanya, berani mengajukan usul dan gagasan, berani berpendapat secara spontan, menghargai keindahan, ide pribadi, tidak mudah terpengaruh orang lain, memiliki rasa humor dan daya imajinatif yang tinggi, mampu mengajukan pemikiran dan gagasan untuk memecahkan masalah, dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal yang baru, serta mampu mengembangkan atau merinci suatu gagasan (memiliki kemampuan elaborasi). Hal sebaliknya akan terjadi pada siswa yang memiliki kreativitas yang rendah. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi diharapkan lebih mudah dalam meraih prestasi belajarnya. Sebaliknya siswa yang berkreativitas rendah mengalami hambatan dalam mencapai prestasi belajarnya. Diduga siswa dengan kreativitas tinggi akan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki kreativitas rendah. 3. Pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Gaya belajar siswa terbagi menjadi gaya belajar audio, visual, dan kinestetik. Dalam satu xxvii kelas ketiga gaya belajar tersebut dimiliki oleh siswa yang berbeda. Tiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Gaya belajar yang telah dikenali siswa dan mampu adaptasi oleh siswa diduga akan berpengaruh pada prestasi yang diperolehnya. Gaya belajar yang diamati pada penelitian ini adalah gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik. Siswa dengan gaya belajar visual akan berhasil mencapai prestasi tertinggi apabila dibantu dengan mengoptimalkan indera pengeliahatannya. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik dapat mencapai prestasi tertinggi apabila dibantu dengan mengoptimalkan kegiatan anggota tubuhnya. Diduga gaya belajar visual akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. 4. Interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia. Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dalam penggunaannya memerlukan kreativitas siswa. Dalam tiap kelas terdapat siswa dengan kreativitas tinggi dan rendah. Siswa dengan kreativitas tinggi diharapkan akan mememperoleh prestasi belajar yang tinggi bila menggunakan alat peraga media komputer. Sedangkan siswa yang kreativitasnya rendah diharapkan akan memperoleh prestasi belajar yang tinggi bila menggunakan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron. Pemilihan alat peraga yang tepat dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan tingkat kreativitas siswa. Siswa yang berkreativitas tinggi cenderung suka dengan menggunakan media yang menantang, dan sebaliknya. Diharapkan siswa yang xxviii berkreativitas tinggi prestasinya akan meningkat dengan menggunakan media komputer. 5. Interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Gaya belajar pada siswa dibedakan tiga macam yaitu gaya belajar Audio, Visual dan kinestetik. Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron diduga berpengaruh positif terhadap siswa yang bergaya belajar kinestetik. Sedangkan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer diduga berpengaruh positif terhadap siswa yang bergaya belajar visual. Siswa yang memiliki gaya belajar visual diharapkan lebih menyukai media atau alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron. Sebaliknya siswa yang bergaya belajar kinestetik diharapkan lebih menyukai alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer. Ketetapan penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 6. Interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Siswa yang berkreativitas tinggi memiliki gaya belajar visual maupun kinestetik. Demikian juga dengan siswa yang berkreativitas rendah, mungkin memiliki gaya belajar visual dan kinestetik. Oleh karena itu diharapkan siswa yang memiliki kreativitas tinggi dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki kreativitas rendah dengan gaya belajar kinestetik. Dalam penelitian ini akan diteliti interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. xxix 7. Interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron mudah digunakan pada siswa yang memiliki kecenderungan dengan menggunakan gaya belajar kinestetik. Proses belajar menggunakan alat ini banyak memerlukan kegiatan gerakan anggota tubuh dan kreativitas dari penggunanya. Alat peraga konfigurasi elektron media computer lebih mudah digunakan pada siswa yang memiliki kecenderungan bergaya belajar visual dan kreativitas penggunanya. Dalam penelitian ini akan diteliti interaksi Interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. D. Hipotesis Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer terhadap prestasi belajar kimia. 2. Terdapat pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar kimia. 3. Terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia 4. Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia. xxx 5. Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia 6. Terdapat interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhada prestasi belajar kimia 7. Terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 (genap) tahun pelajaran 2008/2009 yaitu bulan Desember 2009 sampai April 2010 dengan jadwal penelitian sebagai berikut : Tabel 3.1. Rancangan Penelitian No Tahun 2008-2009 Kegiatan Des xxxi Jan Peb Mar Apr 1. Pengajuan Judul X 2. Penyusunan Usulan Penelitian X 3. Perbaikan usulan penelitian X 4. Perizinan X 5. Penyusunan Instrumen Penelitian X 6. Uji Coba Instrumen X 7. Analisa Ujicoba instrument X 8. Penyebaran instrument dan Pengambilan Data X 9. Analisis dan Pengolahan Data X 10. Penyusunan laporan Lengkap 11. Ujian (Sidang) Tesis X 12. Revisi X X B. Populasi dan Sampel 66 Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah teknik “Cluster random sampling” yaitu pengambilan sample dengan memperhatikan unsur kelas atau kelompok yang terdapat dalam populasi (Arief Furchan, 2007 : 201) 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Banjarmasin sebanyak 5(lima) kelas. 2. Sampel Dalam penelitian ini diambil empat kelas dari semua kelas XI IPA yang menjadi populasi sebagai sample penelitian yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA 4. C. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode eksperimen yang melibatkan satu atau lebih kelompok eksperimen tanpa melibatkan kelompok kontrol. Kedua kelompok tersebut diasumsikan homogen dalam segala segi yang relevan, dengan penyebaran normal dan hanya berbeda dalam penggunaan alat peraga. Kelompok eksperimen I menggunakan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron sedangkan kelas eksperimen II menggunakan alat peraga konfigurasi elektron dalam komputer, dengan program animasi power point. Waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar diasumsikan sama. Hasil dari kedua kelompok tersebut dikaji dan dibandingkan, mana yang lebih baik dan tepat dari kedua model pembelajaran tersebut. xxxii D. Rancangan dan Variabel Penelitian 1. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian metode eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan penggunaan alat peraga konfigurasi elektron dalam komputer terhadap prestasi belajar kimia, yang ditinjau dari kreativitas dan gaya belajar siswa pada materi pembelajaran struktur atom dan sistem periodik unsur. Dengan memperhatikan variable yang terlibat dan untuk mencapai tujuan, maka rancangan digunakan adalah faktorial 2X2X2. Rancangan tersebut adalah : Tabel 3.2. Rancangan Penelitian Pembelajaran konfigurasi MEDIA (A) Prestasi elektron Media Media Bongkar Komputer (A2) pasang (A1) Gaya Belajar Tinggi (B1) Visual (C1) Gaya Belajar Kreativitas Kinestetik (C2) Siswa (B) Gaya Belajar Rendah Visual (C1) (B2) Gaya Belajar Kinestetik (C2) A1 B1C1 A2 B1 C1 A1 B1C2 A2 B1 C2 A1 B2 C1 A2 B2C1 A1 B2C2 A2 B2 C2 A = Model Pembelajaran A.1 = Media Bongkar Pasang konfigurasi elektron A.2 = Media Komputer B = Kreativitas Siswa B.1 = Kreativitas Siswa Tinggi B.2 = Kreativitas Siswa Rendah C = Gaya Belajar Siswa C.1 = Gaya Belajar Siswa Tipe Visual C.2 = Gaya Belajar Siswa Tipe Kinestetika xxxiii A1B1C1 = Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi elektron, berkreativitas tinggi dan gaya belajar tipe visual. A1B1C2 Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi elektron, berkreativitas tinggi dan gaya belajar tipe kinestetik. A1B2C1 Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi elektron, berkreativitas rendar dan gaya belajar tipe visual. A1B2C2 Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi elektron, berkreativitas rendah dan gaya belajar tipe Kinestetik. A2B1C1 Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media komputer, berkreativitas tinggi dan gaya belajar tipe visual. A2 B1 C2 Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media komputer, berkreativitas tinggi dan gaya belajar tipe Kinestetik. A2 B2C1 Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media komputer, berkreativitas rendah dan gaya belajar tipe visual. A2 B2 C2 Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media komputer, berkreativitas rendah dan gaya belajar tipe kinestetik 2. Variabel penelitian a. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah alat peraga. 1) Definisi operasional Alat peraga adalah suatu alat yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini alat peraga yang digunakan adalah alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer. 2) Skala pengukuran: Nominal dengan dua kategori yaitu : a) Alat Peraga Bongkar pasang konfigurasi elektron xxxiv b) Alat Peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer b. Variabel Terikat. Variabel terikat dalam penelitian adalah prestasi belajar kimia. 1) Definisi operasional Prestasi belajar kimia adalah tingkat penguasaan siswa terhadap materi Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur. 2) Skala pengukuran: interval 3) Indikator: Nilai tes prestasi pada pokok bahasan Struktur Atom dan Sistem Periodik c. Variabel Moderator Variabel moderator dalam penelitian ini adalah Kreativitas Siswa dan gaya belajar siswa. Kreativitas adalah bentuk aktivitas imajiatif yang mampu menghasilkan sesuatu bersifat orisinil, murni, asli dan bermakna. Gaya belajar siswa adalah cara belajar yang khas, bersifat konsisten, kerap kali tidak disadari yang merupakan kombinasi dari bagaimana siswa tersebut menyerap dan mengatur serta mengolah informasi. Tingkat kreativitas siswa diukur menggunakan angket sebelum materi pokok bahasan struktur atom dan sistem periodik unsur disajikan. Skala pengukuran interval yang dipandang nominal dengan 2 kategori yaitu: 1. Kreativitas kategori tinggi 2. Kreativitas kategori rendah . Indikatornya: 1. Kreativitas Tinggi jika > mean + ½ standar deviasi 2. Kreativitas rendah jika < mean - ½ standar deviasi Gaya belajar siswa diukur menggunakan angket sebelum materi pokok bahasan struktur atom dan sistem periodik unsur disajikan. Gaya belajar yang diukur tipe Visual dan tipe Kinestetik. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes dan pemberian angket. Metode tes yang digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa pada materi pokok bahasan struktur atom dan sistem periodik unsur. Metode Angket juga digunakan untuk mengetahui Kreativitas dan gaya belajar siswa sebagai xxxv prasyarat dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya. Hasil angket kreativitas dan gaya belajar siswa digunakan dalam pembelajaran materi pokok bahasan struktur atom dan sistem periodik unsur. F. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian meliputi : a. Perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran tentang struktur atom dan sistem periodik unsur-unsur. b. Silabus tentang Standar Kompetensi: 1. Memahami struktur atom untuk meramalkan sifat-sifat periodik unsur, struktur molekul, dan sifat-sifat senyawa 2. Instrumen Pengambilan data Instrumen pengambilan data dengan metode tes untuk prestasi belajar kimia siswa. Tes Prestasi belajar dengan bentuk soal pilihan ganda sebanyak 40 butir soal dengan 5 alternatif pilihan. Pemberian angket digunakan untuk mendapat informasi tentang kreativitas dan gaya belajar siswa. Angket kreativitas terdiri dari 38 pertanyataan dengan 5 pilihan jawaban. Sedangkan angket gaya belajar terdiri dari 28 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban. 3. Uji Coba Instrumen a. Uji Taraf Kesukaran Tingkat kesukaran soal dapat ditunjukkan dengan indeks kesukaran, yaitu bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal. Indeks kesukaran adalah bilangan yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah skor siswa yang menjawab benar dari suatu item soal dengan jumlah skor total kelompok siswa tersebut. Besarnya indeks kesukaran item soal berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran dihitung dengan rumus sebagai berikut: B IK = NxS max Keterangan : IK = Indeks kesukaran soal B = Jumlah skor siswa yang menjawab dengan benar xxxvi N = Kelompok siswa Smax = Skor maksimal Indeks kesukaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 3.3. Tabel indeks kesukaran Nilai IK Keterangan 0,91 – 1,00 Mudah sekali 0,71 – 0,90 Mudah 0,41 – 0,70 Sedang 0,21 – 0,40 Sukar 0,00 – 0,20 Sukar sekali ( Masidjo, 1995 : 189-192) Hasil uji taraf kesukaran soal instrument tes prestasi belajar kimia terangkum pada table berikut: Table 3.4 Rangkuman Taraf Kesukaran soal instrument tes prestasi belajar kimia Taraf Kesukaran Soal Jumlah Sukar sukar Sedang Mudah Mudah soal sekali sekali 40 0 6 16 17 1 b. Uji Taraf Pembeda Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan kemampuan rendah, yang besarnya ditunjukkan dengan indeks diskriminasi. Indeks diskriminasi adalah angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda, besarnya antara 0,10 sampai 1,00. Seluruh peserta tes bedanya menjadi dua kelompok, yaitu antara atas dan bawah. Siswa-siswa yang tergolong kelompok atas adalah siswa-siswa yang memiliki skor tinggi, sedangkan siswa-siswa yang tergolong kelompok bawah adalah siswa-siswa yang memiliki skor rendah. Untuk menentukan siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (NKA) atau kelompok bawah (NKB), diambil kira-kira 25 % atau 27 % dari jumlah siswa suatu kelompok (apabila kelompok itu besar = N ≥ 100) atau 50 % (apabila kelompok kecil = N < 100). Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah : K A KB ID = NK A atauNK B xS max xxxvii Keterangan : ID = Indeks Diskriminasi KA = Jumlah kelompok atas yang menjawab soal dengan benar KB = Jumlah kelompok bawah yang menjawab dengan benar Smax = Skor maksimal Klarifikasi daya pembeda soal adalah : Tabel 3.5. Tabel nilai daya pembeda soal Nilai D Keterangan 0,81- 1,00 Sangat Membedakan 0,60- 0,79 Lebih Membedakan 0,40- 0,59 Cukup Membedakan 0,20 – 0,39 Kurang Membedakan Negatif – 0,19 Sangat Kurang Membedakan (Masidjo, 1995 : 196-201) Hasil Uji Daya Pembeda instrument tes prestasi belajar kimia yang dilakukan terangkum dalam table berikut : Tabel 3.6 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen tes Prestasi belajar Kimia Daya Pembeda Soal Jumlah Sangat Kurang Cukup Lebih Sangat soal Kurang membedakan Membedakan membedakan membedakan membedakan 40 2 3 32 3 0 c. Uji Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. Suatu instrumen dikatakan memenuhi kriteria validitas atau mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran. Validitas item soal dihitung dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Pearson. Rumusnya adalah: n xy ( x y ) r xy = 2 n x ( x) 2 n y 2 ( y ) 2 Keterangan : xxxviii rxy = Korelasi product moment Pearson n = Jumlah sampel x = Nilai/ skor tiap item soal y = Nilai/ skor total xy = Jumlah (x) (y) Angka hasil perhitungan rxy kemudian dibandingkan dengan korelasi product moment pada tabel rxy dengan taraf signifikansi 5% Butir soal dinyatakan valid apabila rxy ≥ rtabel Kriteria validitas rxy adalah : Tabel 3.7. Interpretasi kriteria validitas Nilai rxy Interpretasi 0,91-1,00 Sangat tinggi 0,71-0,90 Tinggi 0,41-0,70 Cukup 0,21-0,41 Rendah Negatif-0,20 Sangat rendah ( Masidjo, 1995: 242-246) Hasil uji validitas instrument tes prestasi belajar kimia yang dilakukan terangkum dalam table berikut : Tabel 3.8 Hasil Uji validasi Instrumen tes Prestasi belajar Kimia Kriteria Variabel Jumlah soal valid Tidak Valid Prestasi belajar 40 37 3 siswa d. Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan tingkat keajegan atau keandalan soal. Realibilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana instrumen dapat memberikan hasil pengukuran yang dapat dipercaya atau tetap. Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut dengan koefisien reliabilitas. Untuk menguji masing-masing item pada tes dalam penelitian ini digunakan rumus KR-20, yaitu: 2 pq rtt = n St 2 St n 1 xxxix St = 1 n NX 2 ( X ) 2 k b2 r11 = 1 2 ( k 1) t Keterangan: rtt = Koefisien reliabilitas n = Jumlah item St = Standar deviasi P = Proporsi subjek yang menjawab benar Q = Proporsi subjek yang menjawab salah (q = p-1) N = Jumlah siswa X = skor Hasil yang diperoleh dari perhitungan kemudian dibandingkan dengan tabel r11. Instrumen dikatakan reliable apabila r11 ≥ rtabel. Indeks korelasi yang merupakan interpretasi terhadap koefisien korelasi (nilai r) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 3.9. Interpretasi koefisien korelasi Nilai r Interpretasi 0.91-1,00 Sangat tinggi 0,71-0,90 Tinggi 0,41-0,70 Cukup 0,21-0,40 Rendah Negatif-0,20 Sangat rendah (Masidjo, 1995 : 233) Hasil uji reliabilitas instrument tes prestasi belajar kimia yang dilakukan terangkum dalam table berikut : Tabel 3.10 Hasil Uji reliabilitas Instrumen tes Prestasi belajar Kimia Reliabilitas Kriteria Variabel Jumlah soal Prestasi belajar 40 0,9306 Reliabel siswa Berdasarkan data di atas, tes prestasi belajar kimia yang digunakan dalam penelitian sebanyak 38 soal dengan kriteria 3 soal kurang membedakan, 32 soal xl cukup membedakan dan 3 soal lebih membedakan. Menurut tingkat kesukarannya soal terdiri dari 5 soal sukar, 16 soal sedang, 17 soal mudah. Reliabilitas angket kreativitas dan gaya belajar diuji dengan menggunakan rumus alpha. Alpha Cronbach digunakan ketika mengukur tes sikap yang mempunyai item standar pilihan ganda atau bentuk tes essai. Alpha Cronbach pada prinsipnya termasuk mengukur homogenitas yang didalamnya memfokuskan pada dua aspek yaitu isi (content) dan aspek heterogenitas dari tes tersebut. Pengujian reliabilitas kreativitas dan gaya belajar menggunakan rumus alpha sebagai berikut: 2 n 1 Γ11 = 1 2 1 n 1 Dimana: Γ11 = reliabel yang dicari 12 = jumlah varian skor tiap-tiap item 12 = varian total Hasil uji reliabilitas gaya belajar siswa yang dilakukan terangkum dalam table berikut : Tabel 3.11 Hasil Uji reliabilitas gaya belajar siswa Reliabilitas Kriteria Variabel Jumlah soal Prestasi belajar siswa 28 0,8110 Reliabel Hasil uji reliabilitas kreativitas siswa yang dilakukan terangkum dalam table berikut : Tabel 3.12 Hasil Uji reliabilitas Kreativitas siswa Reliabilitas Kriteria Variabel Jumlah soal Prestasi belajar 38 0,85616 Reliabel siswa G. Teknik Analisis Data xli 1. Uji Prasyarat a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak.normalitas diuji menggunakan program Minitab seri 15, pada uji normalitas Ryan-Joiner dengan taraf signifikan 0,05. jika hasil uji normalitas lebih kecil daripada taraf signifikannya maka Ho ditolak. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan data yang diuji tidak mengikuti distribusi normal. Sebaliknya jika hasil uji normalitas lebih besar dari pada taraf signifikannya maka Ho tidak ditolak. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan data yang diuji mengikuti distribusi normal. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak, dengan menggunakan metode Liliefors. Pada metode Lilliefors, setiap data X1 diubah menjadi bilangan baku zi dengan transformasi: __ X X Zi i s S n X 2 ( X) 2 S ( zi ) n(n 1) no. cacah n X1 = nilai masing-masing siswa Keterangan n = jumlah siswa X = nilai siswa X X = n Statistik uji untuk metode ini ialah: L = Maks F(zi) – S (zi) Dengan; F(zi) = P (Z ≤ zi) Z N (0,1) S (zi) = proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi DK = {LL > L;n} denagn n adalah ukuran sampel (Budiyono, 2004: 170-172) 1) Prosedur Penentuan Hipotesis : Ho : data tidak terdistribusi normal Hi : data terdistribusi normal 2) Statistik Uji xlii Staitistik uji menggunakan Normality test dengan uji normalitas RyanJoiner. Ketentuan uji adalah Ho diterima ( data tidak terdistribusi normal ) jika p-value < atau p-value < 0,05 atau Ho (Data tidak berdistribusi normal) ditolak apabila p-value > atau p-value > 0,05. Jika ditolak berarti data berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari sejumlah populasi sama atau tidak. Untuk uji homogenitas menggunakan uji Bartlett program Minitab seri 15. pada uji ini digunakan taraf signifikan (α) 0,05. jika hasil uji homogenitas, P value lebih besar dari pada nilai alpha (α) maka Ho tidak ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variasi sampel sama atau homogen, dan sebaliknya. Rumus yang digunakan adalah: 2 = Dengan : 2.203 9 f log RKG f j log s j c 22 (k-1) K = banyaknya populasi = banyaknya sampel N = Banyaknya seluruh nilai (ukuran) nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j k fj = N – k = f j = derajat kebebasan untuk RKG j 1 1 1 1 ; 3(k 1) f j f ( X j ) SSj = X 2j ( n j 1) s 2j ; nj c=1+ RKG = rataan kuadrat galat = 2 SS j fj 2 Daerah kritik : DK = { > 2 a;k-1} (Budiyono, 2004:176-177) 1) Prosedur Penentuan Hipotesis : Ho : tidak semua variansi sama ( tidak homogen ) Hi : semua variansi sama ( Homogen ) 2) Statistis Uji Statistik uji menggunakan Levene’s Test. Ketentuan uji homogenitas adalah Ho diterima ( data tidak homogen ) jika p-value < atau p-value < 0,05 atau xliii Ho ( data tidak homogen ) ditolak apabila p-value > Jika Ho ditolak berarti data homogen. atau p – Value > 0,05. II. Uji Hipotesis Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama. Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi efek tiga variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan interaksi tiga variabel bebas terhadap variabel terikat. Data diuji dengan menggunakan program Minitab versi 15. a. Analisis Variansi Tiga Jalan Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variamsi tiga jalan dengan sel tak sama. Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi efek tiga variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan interaksi ketiga variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji Hipotesis : 1) Ho : Tidak ada pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer terhadap prestasi belajar kimia. 2) Hi : Ada pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer terhadap prestasi belajar kimia. Ho : Tidak terdapat pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar kimia. 3) Hi : Terdapat pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar kimia. Ho : Terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Hi : Terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia 4) Ho : Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia. 5) Hi : Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia? Ho : Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. xliv 6) Hi : Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia Ho : Terdapat interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhada prestasi belajar kimia. 7) Hi : Terdapat interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhada prestasi belajar kimia Ho : Terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Hi : Terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia b. Uji Lanjut Anava Uji lanjut atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui karateristik varibel bebas dan varibel terikat. Dalam penelitian ini uji komparasi ganda dilakukan pada hipotesis nol lima ( Ho5 ),. Uji anava yang digunakan adalah Analysis of Means menggunakan software minitab 15. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Data yang terkumpul dalam penelitian ini terdiri dari kreativitas siswa, gaya belajar, dan nilai prestasi belajar kimia pada materi pokok Model atom dan sistem periodik unsur. Data diperoleh dari kelas XI IPA 1 sebagai kelas xlv eksperimen I yang menggunakan media komputer dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen II yang menggunakan media bongkar pasang konfigurasi. 1. Data Prestasi Belajar Kimia Belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Sedangkan Prestasi merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang dalam aktivitas yang dilakukan secara sadar yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan. Perubahan yang diperoleh setelah proses belajar Kimia dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, maupun sikap yang berhubungan dengan pelajaran kimia. Dalam penelitian ini prestasi belajar kimia hanya pada aspek kognitif yaitu kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal tes pada materi model atom dan sistem periodik unsur. Adapun soal tes prestasi dan hasil belajar kimia siswa secara lengkap tersaji pada lampiran untuk memudahkan dalam pembacaan data hasil belajar kimia, ringkasan dari lampiran tersebut disajikan pada tabel 4.1 berikut, Tabel 4.1 Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Kimia Media BoPaKon Komputer Total Count 68 66 Mean 84,737 85,864 StDev 5,098 4,677 xlvi Minimum 70,000 77,000 Median 84,222 84,500 Maximum 97,000 100,000 Sedangkan distribusi frekuensi nilai prestasi belajar kimia siswa pada kelas yang menggunakan media pembelajaran bongkar pasang konfigurasi dan komputer disajikan pada tabel 4.2 dan 4.3 berikut, Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi belajar Kimia Pada Kelas yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi Nilai Frek. Nilai Tengah 70 - 73 1 71,5 74 - 77 3 75,5 78 - 81 16 79,5 82 - 85 19 83,5 86 - 89 17 87,5 90 - 93 8 91,5 94 - 97 4 95,5 Frek. Kum Frek.Persen 1 1,47% 4 4,41% 20 23,53% 39 27,94% 56 25,00% 64 11,76% 68 5,88% Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi belajar Kimia Pada Kelas yang menggunakan Media Komputer Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen 75 - 78 2 76,5 2 3,03% 79 - 82 14 80,5 16 21,21% 83 - 86 20 84,5 36 30,30% 87 - 90 21 88,5 57 31,82% 91 - 94 7 92,5 64 10,61% 95 - 98 1 96,5 65 1,52% 99 - 102 1 100,5 66 1,52% Berdasarkan tabel 4.2 distribusi frekuensi nilai prestasi belajar kimia pada kelas yang menggunakan media bongkar pasang konfigurasi elektron maka dapat digambarkan histogram seperti di bawah ini. xlvii Gambar 4.1 Histogram Prestasi Belajar Kimia pada kelas yang menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi nilai prestasi belajar kimia pada kelas yang menggunakan media komputer maka dapat digambarkan histogram seperti di bawah ini. Gambar 4.2 Histogram Prestasi Belajar Kimia pada kelas yang menggunakan Media Komputer 2. Data Kreativitas Siswa Dalam penelitian ini data kreativitas siswa diperoleh dari pemberian angket kreativitas kepada siswa. Kreativitas siswa dikategorikan ke dalam dua xlviii golongan, yaitu kreativitas tinggi dan kreativitas rendah. Penggolongan kreativitas tinggi dan rendah berdasarkan skor rata-rata kedua kelas. Siswa dengan skor kreativitas di atas rata-rata dimasukkan dalam kreativitas tinggi, sedangkan siswa dengan skor di bawah rata-rata dikelompokkan memiliki kreativitas rendah. Deskripsi data kreativitas dapat dilihat pada tabel 4.4., Tabel 4.4 Deskripsi Data Kreativitas Siswa Media = BoPaKon T-Kreativ rendah tinggi Total Count 35 33 T-Kreativ rendah tinggi Total Count 26 40 Mean 85,057 84,397 StDev 5,297 4,937 Minimum 76,000 70,000 Median 85,000 84,000 Maximum 95,000 97,000 Median 87,500 84,000 Maximum 96,000 100,000 Media = Komputer Mean 86,462 85,475 StDev 4,632 4,723 Minimum 77,000 79,000 Sedangkan untuk distribusi frekuensi kreativitas pada kelas yang menggunakan media bongkar pasang konfigurasi dan komputer dapat dilihat pada tabel 4.5 dan 4.6 . Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi Nilai 89 - 92 93 - 96 97 - 100 101 - 104 105 - 108 109 - 112 113 - 116 Frek. Nilai Tengah 1 3 18 23 12 10 1 90,5 94,5 98,5 102,5 106,5 110,5 114,5 Frek. Kum Frek.Persen 1 4 22 45 57 67 68 1,47% 4,41% 26,47% 33,82% 17,65% 14,71% 1,47% Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media komputer Nilai 92 - 95 96 - 99 100 - 103 Frek. Nilai Tengah 2 10 14 93,5 97,5 101,5 xlix Frek. Kum Frek.Persen 2 12 26 3,03% 15,15% 21,21% 104 - 107 108 - 111 112 - 115 116 - 119 25 9 4 2 105,5 109,5 113,5 117,5 51 60 64 66 37,88% 13,64% 6,06% 3,03% Sedangkan untuk memperjelas distribusi frekuensi kreativitas tersebut disajikan dalam bentuk histogram yang disajikan pada gambar 4.3 dan gambar 4.4. Gambar 4.3 Histogram Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi Gambar 4.4 Histogram Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media Komputer l 3. Data Gaya Belajar Siswa Setiap peserta didik mempunyai gaya belajar yang beragam. Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengelola informasi atau cara belajar yang khas bagi siswa. Cara yang khas ini bersifat individual yang kerap kali tidak disadari dan sekali terbentuk dan cenderung bertahan terus. Gaya belajar bisa jadi cara yang dengan konsisten dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal. Gaya belajar digolongkan berdasarkan cara menerima informasi dengan mudah (modalitas) ke dalam tiga tipe yaitu gaya tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. data tentang gaya belajar siswa diperoleh melalui angket ukur gaya belajar. Adapun skor hasil ukur tersebut dari masing-masing kelompok disajikan pada tabel 4.7 berikut, Tabel 4.7 Deskripsi Data Gaya belajar Siswa Media = BoPaKon T-GaBel Kinestetik Visual Total Count 51 17 T-GaBel Kinestetik Visual Total Count 48 18 Mean 85,100 83,65 StDev 5,285 4,46 Minimum 70,000 77,00 Median 85,000 82,00 Maximum 97,000 94,00 Median 84,000 87,50 Maximum 94,000 100,00 Media = Komputer Mean 85,146 87,78 StDev 4,342 5,12 li Minimum 77,000 81,00 Distribusi frekuensi skor hasil tes gaya belajar siswa pada kelas yang menggunakan media pembelajaran bongkar pasang konfigurasi disajikan pada tabel 4.8 dan 4.9 di bawah. Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Gaya belajar pada Kelas yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi Nilai Frek. Nilai Tengah 59 - 63 3 61 64 - 68 10 66 69 - 73 11 71 74 - 78 21 76 79 - 83 16 81 84 - 88 5 86 89 - 93 2 91 Frek. Kum Frek.Persen 3 4,41% 13 14,71% 24 16,18% 45 30,88% 61 23,53% 66 7,35% 68 2,94% Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Gaya belajar pada Kelas yang menggunakan Media Komputer Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen 58 - 62 3 60 3 4,55% 63 - 67 5 65 8 7,58% 68 - 72 9 70 17 13,64% 73 - 77 22 75 39 33,33% 78 - 82 20 80 59 30,30% 83 - 87 6 85 65 9,09% 88 - 92 1 90 66 1,52% Untuk memperjelas distribusi skor di atas, berikut adalah histogram gaya belajar yang disajikan pada gambar 4.5 dan 4.6, lii Gambar 4.5 Histogram skor gaya belajar siswa pada kelas yang menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi Gambar 4.6 Histogram skor gaya belajar siswa pada kelas yang menggunakan Media Komputer B. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini liii menggunakan perhitungan dengan bantuan software Minitab 15 series. Komputasi selengkapnya terdapat pada lampiran dan ringkasan hasilnya disajikan pada tabel 4.10 berikut, Table 4.10 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian No. 1 2 3 4 5 Data Media p-value Ryan-Joiner Distribusi Data Prestasi >0,100 Prestasi Komputer >0,100 Prestasi BoPakon >0,100 Kreativitas >0,100 Gaya Belajar >0,100 0,995 0,990 0,992 0,996 0,994 Normal Normal Normal Normal Normal Dari hasil Uji Normalitas data kreativitas, gaya belajar dan prestasi di atas, yang diuji dengan kriteria Ryan-Joiner (RJ) didapatkan bahwa p-value > 0,05 untuk Uji Normalitas yang dilakukan. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat diambil keputusan data Prestasi, kreativitas dan gaya belajar berdistribusi normal. Kriteria uji normalitas adalah “tolak hipotesis null (data tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal) jika p-value < alpha 5%”. 2. Uji Homogenitas Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berditribusi dari variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas yang peneliti gunakan adalah metode uji F. Adapun sebagai pendukung keputusan dilakukan juga uji Levene. Variabel terikat untuk uji ini adalah prestasi belajar kimia, sedangkan sebagai faktornya adalah media pembelajaran (bongkar pasang konfigurasi dan komputer), kreativitas dan gaya liv belajar siswa. Hasil uji homogenitas disajikan dalam tabel 4.8 dan hasil analisis selengkapnya disajikan pada lampiran hasil analisa data. Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas No. Respon Faktor 1 2 3 4 5 Prestasi Prestasi Prestasi Kreativitas Gaya Belajar Media T-Kreativ T-GaBel Media Media F Test 0,487 0,719 0,581 0,494 0,394 p-value Keputusan Levene’s Test 0,839 Homogen 0,237 Homogen 0,710 Homogen 0,602 Homogen 0,445 Homogen Dari tabel 4.11 di atas terlihat bahwa semua nilai sehingga semua Ho yang diajukan tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa homogenitas data prestasi, kreativitas dan Gaya belajar siswa terpenuhi, sehingga uji selanjutnya, yaitu uji Anova dapat dilakukan. C. Pengujian Hipotesis Dalam berbagai kasus, diperlukan pengujian signifikansi perbedaan tidak hanya antara dua mean sampling, tetapi juga antara tiga, empat atau lebih. Salah satu alternatif pengujian yang disertakan Minitab 15 untuk kasus seperti yang diperkirakan di atas adalah prosedur uji hipotesis Analysis of Variance, ANOVA. 1. Analisis Variansi Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan Anova tiga jalan sebab, faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas sejumlah tiga faktor, yaitu media pembelajaran, kreativitas dan gaya belajar siswa. Adapun rangkuman hasil analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tidak sama dapat lv dicermati pada tabel 4.12 sedangkan hasil lengkapnya tercantum pada lampiran hasil analisa data. Tabel 4.12 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Belajar Kimia Source DF Seq SS Adj SS Media 1 42,52 109,97 T-Kreativ 1 21,86 8,74 T-GaBel 1 7,81 6,86 Media*T-Kreativ 1 1,33 0,41 Media*T-GaBel 1 115,05 95,21 T-Kreativ*T-GaBel 1 11,14 11,19 Media*T-Kreativ*T-GaBel 1 0,15 0,15 Error 126 3005,81 3005,81 Total 133 3205,67 S = 4,88422 R-Sq = 6,23% R-Sq(adj) = 1,03% Seq MS 42,52 21,86 7,81 1,33 115,05 11,14 0,15 23,86 F 1,78 0,92 0,33 0,06 4,82 0,47 0,01 P 0,184 0,340 0,568 0,813 0,030 0,496 0,936 Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan Hipotesis penelitian sebagai berikut: a. H01: Tidak ada pengaruh penggunaan media Bongkar pasang konfigurasi dan komputer terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur, tidak ditolak sebab p-value media = 0,184 > 0,050. b. H02: Tidak ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur tidak ditolak sebab p-value kreativitas siswa = 0, 340 > 0.050. c. H03: Tidak ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur tidak ditolak sebab p-value gaya belajar siswa = 0,568 > 0.050. d. H04: Tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur tidak ditolak sebab p-value interaksi media dan kreativitas = 0,813 > 0,050. lvi e. H05: Tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur ditolak sebab p-value interaksi media dan gaya belajar = 0,030 < 0,050. f. H06: Tidak ada interaksi antara kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur tidak ditolak sebab p-value interaksi antara kreativitas dan gaya belajar = 0.496 > 0,050. g. H07 : Tidak ada interaksi antara media pembelajaran, kreativitas, dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur tidak ditolak sebab p-value interaksi antara media, kreativitas dan gaya belajar = 0.936 > 0.050. Oleh karena ada hasil yang nilai probabilitasnya lebih kecil daripada alpha (p-value < α), maka ada langkah statistik lebih lanjut untuk mengetahui model mana yang relatif dan cenderung memberikan pengaruh signifikan, dan gaya belajar mana yang lebih berpengaruh dalam interaksi antara faktor media dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia. 2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan Uji lanjut anava atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui karakteristik pada variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini uji komparasi ganda dilakukan pada hipotesis H05. Hasil anova tiga jalan yang perlu diuji lanjut adalah untuk hasil Anova tiga jalan pada H15, yaitu: “ada interaksi antara media dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur”. lvii Interaction Plot for Prestasi Data Means Rendah Tinggi 76 72 T-Kreativ Rendah Tinggi 68 T-Kreativ 64 60 T-Cerdas Rendah Tinggi 76 72 68 T-Cerdas 64 60 Rendah Tinggi Gambar 4.7 Grafik Interaksi Kreativitas dengan Gaya belajar terhadap Prestasi Belajar Kimia Dari grafik interaksi di atas, nampak sekali perbedaan kemiringan untuk kedua garis yang masing-masing mewakili dua kategori, yaitu tinggi dan rendah pada kedua faktor yang digunakan, kreativitas dan gaya belajar. Meski tidak nampak berpotongan, kedua garis tersebut mengisyaratkan terjadinya interaksi antar kedua faktor tersebut. Slope (kemiringan) terutama pada kategori rendah baik pada faktor kreativitas maupun gaya belajar secara statistik cukup memberikan efek yang berbeda. Perlu diketahui bahwa hasil plot interaksi tidak serta merta mengindikasikan adanya interaksi meski terdapat garis yang saling menyilang. Bisa jadi itu hanya kecenderungan interaksi saja, dan ada kemungkinan seperti halnya pada gambar 4.13 di atas, meski tidak nampak adanya perpotongan garis ternyata secara statistik cukup berbeda efeknya dan mengisyaratkan terjadinya interaksi antar faktor signifikan. Dalam software lviii Minitab dijelaskan bahwa semakin besar slope sebuah garis, semakin besar derajat interaksinya. Untuk lebih memahami detail pola interaksi, informasi hasil uji Anova satu jalan tersaji pada tabel berikut, Tabel 4.8 Rangkuman Probabilistik Interaksi Kreativitas Gaya Belajar Visual Statistik Bopakon N= 6 Mean = 83,833 Stdev = 5,456 Kreativitas Tinggi Komputer p=0,182 p=0,776 Kinestetik Visual N= Mean = Stdev = N= Mean = Stdev = Kreativitas Rendah 27 84,481 4,910 11 83,545 4,108 p=0,062 29 p=0,909 87,727 4,187 p=0,319* p=0,041* 7 p=0,060 87,857 4,880 p=0,256 Kinestetik N = 24 Mean = 85,750 Stdev = 5,705 11 84,621 5,497 p=0,362 p=0,903 19 85,947 4,564 )* Gaya belajar 3. Pembahasan Hasil Analisis Data Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan media pembelajaran bongkar pasang konfigurasi dan komputer terhadap prestasi belajar kimia, apakah ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar kimia, apakah ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia, apakah ada interaksi antara media dan kreativitas siswa, apakah ada interaksi antara media dan gaya belajar siswa, apakah ada interaksi antara kreativitas dan lix gaya belajar siswa, dan apakah ada interaksi antara media pembelajaran, kreativitas, dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah media bongkar pasang konfigurasi elektron untuk kelas eksperimen I dan media komputer untuk kelas eksperimen II. Pengukuran kreativitas siswa dilakukan sebelum pembelajaran berlangsung dengan mengisi angket kreativitas siswa, sedangkan untuk mengetahui gaya belajar siswa dilakukan dengan memberikan tes gaya belajar juga sebelum berlangsung pembelajaran kimia pada materi pokok model atom dan sistem periodik unsur. Setelah pembelajaran selesai dilakukan tes kemampuan kognitif untuk mengukur prestasi belajar kimia siswa. 1. Hipotesis Pertama Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama diperoleh p-value media pembelajaran = 0,184 > 0.050, maka Ho (tidak ada perbedaaan pengaruh penggunaan media pembelajaran terhadap prestasi belajar) tidak ditolak, ini berarti bahwa antara media bongkar pasang konfigurasi dan komputer tidak ada perbedaan pengaruhnya terhadap prestasi belajar kimia siswa. Meskipun demikian kedua media pembelajaran ini sama-sama dapat meningkatkan prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata nilai prestasi belajar kimia yang menunjukkan adanya peningkatan. Dengan demikian kedua media pembelajaran ini sama-sama dapat digunakan dalam pembelajaran kimia khususnya pada materi model atom dan sistem periodik unsur. Hasil uji lanjut yang dilakukan memberikan informasi bahwa kedua kelas, bopakon dan komputer masing-masing lx memperoleh rerata prestasi 84,737 dan 85,864 dengan hasil p-value sebesar 0,185. Hasil tersebut jelas menggambarkan betapa berimbangnya kekuatan atau pengaruh kedua media tersebut. Jadi, dalam praktiknya, boleh dipilih salah satu sebagai media pembelajaran. Berdasarkan karakteristik media dan konsep yang disajikan pada media untuk kedua kelas eksperimen sama. Kedua kelas diberikan LKS yang sama dan cara penggunaannya dapat dipahami oleh setiap siswa. Siswa dapat menggunakan sendiri alat peraga baik Bopakon maupun komputer. Alat peraga ini keduanya dapat dirancang, dibuat dan kreasi oleh siswa. Alat Peraga Bopakom dapat dilengkapi dengan informasi sekitar struktur atom dan diberi warna sesuai dengan kreativitas siswa secara terkendali. Sedangkan alat peraga komputer dapat dibuat siswa dilengkapi dengan informasi yang diperlukannya, setting dan background pada monitor, serta animasi dibuat menurut daya kreasi siswa. Hal tersebut dapat menumbuhkan suasana yang aktif dan menyenangkan. Kegiatan siswa terarah dan memberikan ruang pada siswa untuk mencoba berbagai kemungkinan masalah yang timbul dari konfigurasi elektron dan kaitannya dengan sistem periodik dan sifat-sifat keperiodikan unsur. Penggunaan media pembelajaran kimia ditujukan untuk membangkitkan kepercayaan pada siswa bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas, atau dengan mempertahankan perasaan bahwa mereka dapat mencapai sukses dengan kemampuan mereka sendiri. Media bongkar pasang konfigurasi dan komputer dapat mempercepat pemahaman siswa terhadap materi kimia model atom dan sistem periodik unsur karena memiliki jalur yang runtut dan jelas. Penggunaan lxi media ini membantu siswa menyelesaikan persoalan yang rumit ditinjau perbagian sehingga dapat diselesaikan dengan mudah. Dengan cara ini siswa akan merasa bahwa mereka mampu menyelesaikan permasalahan. Pada dasarrnya penggunaan media pembelajaran kimia model Bopakon dan komputer akan menghasilkan motivasi diri siswa yang lebih tinggi dalam memecahkan soal kimia model atom dan sistem periodik unsur. Meski sama-sama berhasil mengantarkan siswa memperoleh prestasi di atas batas kriteria minimal, masih dapat dicermati kecenderungan media komputer yang memiliki tren positif, sedangkan media bopakon cenderung negatif, lebih rendah reratanya daripada rerata total data nilai. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik berikut, Gambar 4.8 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari media 2. Hipotesis Kedua Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar kimia, p-value kreativitas siswa = 0,340 > 0.050. Uji lanjut menunjukkan bahwa kreativitas tidak memberikan pengaruh signifikan lxii terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur. Hal itu berarti bahwa dalam proses pembelajaran materi model atom dan sistem periodik unsur faktor kreativitas siswa tidak menunjang keberhasilan proses pembelajaran, Tingkat kreativitas siswa diketahui tidak memberikan efek berbeda terhadap pencapaian prestasi belajar kimia, dimana siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi mendapatkan rerata prestasi 84,988, sedangkan siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah mendapatkan rerata prestasi 85,656. Siswa dengan kreativitas tinggi memiliki kemampuan yang tidak lebih baik dalam menyelesaikan masalah-masalah kimia dibanding siswa yang memiliki kreativitas rendah. malah sebaliknya, jika diperhatikan hasl analisis reratanya, nampak bahwa siswa dengan kreativitas rendah cenderung memiliki tren relatif positif daripada siswa dengan kreativitas tinggi. lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut, Gambar 4.9 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari kreativitas Berdasarkan data table 4.5 dan 4.6, nilai kreativitas siswa yang menggunakan media bongkar pasang konfigurasi elektron, terendah 89 dan tertinggi 116, dan 67,65% siswa memiliki kreativitas sedang sampai tinggi. lxiii Sedangkan nilai kreativitas siswa yang menggunakan media komputer, terendah 92 dan tertinngi 119, dan 74,25% siswa memiliki kreativitas sedang sampai tinggi. Frekuensi siswa yang berkreativitas tinggi jauh lebih besar dari pada siswa yang memiliki kreativitas rendah. Oleh karena itu berdasarkan data sebagian besar siswa memiliki kreativitas tinggi sehingga tidak mempengaruhi terhadap prestasi belajar yang dicapai siswa. 3. Hipotesis Ketiga Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia (p-value gaya belajar siswa = 0,568 > 0.050) dalam proses pembelajaran. Gaya belajar siswa diharapkan memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar kimia materi model atom dan sistem periodik unsur. Namun, pada kenyataannya tidak memberikan pengaruh. Hal ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut akan perbedaan relatifnya. Dari hasil uji analisis mean (rerata) diperoleh informasi bahwa siswa dengan gaya belajar visual cenderung mendapatkan prestasi yang lebih baik. Hal ini dapat anda cermati pada gambar berikut, lxiv Gambar 4.10 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari gaya belajar Pada penelitian ini gaya belajar siswa hanya diamati berdasarkan dua kriteria, yaitu gaya belajar visual dan kinestetik. Tetapi dalam satu kelas gaya belajar audio dan gaya belajar variatif, misalnya audiovisual, audikinestetis dan lainya tidak terukur. Hal ini memungkinkan siswa yang memiliki kecenderungan bergaya belajar visual, juga memiliki gaya belajar audio walaupun presentasinya tidak terlalu besar. Demikian pula siswa yang memiliki kecenderungan bergaya belajar kinestetik juga memiliki gaya belajar audio. Dengan demilikan memungkinkan siswa dapat menggunakan gaya belajar audio yang ia miliki untuk melakukan proses belajar. Maka gaya belajar tidak mempengaruhi pada perolehan prestasi belajar siswa. 4. Hipotesis Keempat Hasil analisis data dari uji hipotesis sebelumnya menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar kimia, oleh sebab itu pada lxv hipotesis ke empat ini tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan kreativitas terhadap pada prestasi belajar kimia (p-value interaksi media dan kreativitas = 0,813 > 0,050). Meskipun tidak terjadi interaksi, hasil uji lanjutanya memperlihatkan p-value = 0,060 pada siswa yang bergaya belajar visual pada media Bopakon dan komputer yang memiliki kreativitas rendah. dimana siswa yang dibelajarkan dengan media komputer mendapatkan prestasi lebih baik ( 87,857 vs 83,545). Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 4.15 di atas. Tidak semua siswa memberikan respon positip terhadap penggunaan media bongkar pasang konfigurasi dan komputer sebagai perangsang untuk proses belajarnya. Hal ini menyebabkan penggunaan media pembelajaran kimia tidak efektif untuk siswa dengan kreativitas tinggi. berdasarkan hasil pada tabel 4.15 di peroleh informasi bahwa siswa dengan kreativitas rendah relatif lebih tinggi perolehan rerata prestasinya. Bentuk interaksi yang ditampilkan pada gambar 4.17 menunjukkan bahwa media komputer dan kreativitas rendah sama-sama memberikan efek positif dan sebaliknya media bopakon serta kreativitas tinggi tidak membantu siswa untuk mencapai performa maksimalnya. lxvi Gambar 4.11 Grafik interaksi faktor media dan kreativitas terhadap prestasi 5. Hipotesis Kelima Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia. Akan tetapi interaksi media pembelajaran dan gaya belajar berpengaruh pada prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur (p-value interaksi media dan gaya belajar = 0,030 < 0.050). Media pada dasarnya memberikan stimulasi (rangsangan) eksternal yang akan berinteraksi dengan proses kognitif internal yang mendukung belajar. Proses belajar setiap orang berkaitan dengan cara memproses informasi yang diterimanya. Proses ini sangat personal. Setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda. Gordan dalam Kerr (2009) menyebutkan adanya 4 kelompok besar dalam gaya belajar yaitu kinestetik, aktual, auditori dan visual. Siswa dengan gaya lxvii belajar aktual lebih jelas bila menggunakan objek langsung atau benda nyata. Siswa dengan gaya belajar auditori akan lebih senang bila dalam proses belajar dapat mendengarkan peralatan audio, rekaman dari tape, melakukan hafalan secara oral, diskusi kelas. Siswa ini juga akan diuntungkan bila dalam proses belajar atau pelajaran dilakukan dengan tutorial dari temannya atau mendapatkan penjelasan dari teman kelompok atau gurunya. Siswa dengan gaya belajar kinestetis memerlukan kombinasi stimuli. Dengan gaya belajar ini setiap orang akan memberikan respon yang berbeda pada media pembelajaran yang digunakan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa bongkar pasang konfigurasi dan komputer akan memberikan suasana belajar yang menyenangkan di kelas. Hasil uji lanjut pada sel media komputer, yang ditinjau melalui gaya belajarnya, diperoleh hasil seperti pada tabel berikut, Tabel 4.13 Anova Interaksi Media dengan Gaya Belajar One-way ANOVA: Prestasi versus T-GaBel (Media Komputer) Source T-GaBel Error Total DF 1 64 65 S = 4,561 Level +--Kinestetik Visual -) SS 90,7 1331,1 1421,8 MS 90,7 20,8 R-Sq = 6,38% F 4,36 P 0,041 R-Sq(adj) = 4,92% N Mean StDev Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ------+---------+---------+--------- 48 18 85,146 87,778 4,342 5,117 (-------*-------) (-------------*----------------+---------+---------+--------- +--84,8 86,4 88,0 89,6 Pooled StDev = 4,561 Interakasi media dengan gaya belajar terjadi pada sel media komputer, dimana siswa dengan gaya belajar visual memperoleh rerata prestasi 87,778 dan lxviii siswa dengan gaya belajar kinestetik 85,146. Sedangkan pada media Bopakon tidak terjadi interaksi pengaruh. Hal itu mungkin disebabkan oleh pemberian media bongkar pasang konfigurasi memberi stimuli yang berbeda pada setiap siswa, demikian juga dengan pemberian media komputer. Tidak semua siswa dalam kelas dapat diuntungkan dengan menghadirkan media bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer seperti yang telah disebutkan diatas bahwa hanya siswa dengan gaya visual yang diuntungkan pada media komputer dan hanya siswa dengan gaya belajar kiestetik yang diuntungkan pada media Bopakon. Karena didalam kelas terdiri dari banyak siswa, bukan hal yang tidak mungkin terdapat pula berbagai model belajar. Penggunaan media bongkar pasang konfigurasi dan komputer nampaknya juga harus meninjau hal tersebut. Penarikan kesimpulan bahwa interaksi antara media pembelajaran dan gaya belajar berpengaruh pada prestasi belajar kimia model atom dan sistem periodik unsur bukan merupakan keputusan akhir tetapi harus lebih jauh meninjau lagi gaya belajar siswa dengan lebih kompleks. Gambar 4.12 Grafik interaksi faktor media dan gaya belajar terhadap prestasi lxix Berdasarkan grafik di atas dengan menggunakan media komputer siswa lebih optimal menggunakan indera penelihatanya. Indera pengelihatan bagi siswa yang bergaya belajar visual sangat membantu proses belajarnya. Perbedaan yang menyolok pada siswa yang mengunakan media komputer dan gaya belajar visua dalam memperoleh prestasi belajarnya. 6. Hipotesis Keenam Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur (p-value interaksi antara kreativitas dan gaya belajar = 0.496 > 0.050). Hasil ini merupakan konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu kreativitas dan gaya belajar tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar kimia. Secara parsial berdasarkan hasil uji di atas, gaya belajar dan kreativitas tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap pencapaian prestasi, logis apabila kedua variabel ini menunjukkan tidak adanya interaksi terhadap prestasi belajar kimia. Meski demikian, ternyata berdasarkan pada tabel 4.15 yang merangkum hasil probabilistik interaksi, diketahui bahwa kreativitas dan gaya belajar hampir berinteraksi pada salah satu level. Hampir terjadinya interaksi pengaruh tersebut terjadi pada level kreativitas rendah pada media media komputer. Diperoleh hasil antara media Bopakon dan komputer p-value = 0,060 dengan hasil maksimal diperoleh pada media komputer. Siswa dengan kreativitas rendah dan gaya belajar visual memberikan respon positip terhadap penggunaan media komputer (sebagai media visual) sebagai perangsang untuk proses belajarnya. Hal ini disebabkan penggunaan lxx media pembelajaran kimia dapat merangsang kreativitasnya dan gaya belajarnya, membangkitkan motivasi belajar sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan. Interaksi antara kreativitas dan gaya belajar memberikan sumbangan besar terhadap pemahaman siswa akan konsep kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur. Untuk lebih memahami seperti apa bentuk interaksinya, perhatikan gambar berikut, Gambar 4.13 Grafik interaksi faktor kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi Pada gambar nampak bahwa kedua garis dengan tegas saling bersilangan dan hampir membentuk sudut 90o. Interaksi terjadi pada wilayah siswa dengan kreativitas rendah saja. lxxi 7. Hipotesis Ketujuh Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara media pembelajaran, kreativitas, dan gaya belajar (p-value interaksi antara media, kreativitas dan gaya belajar = 0,936 > 0,050). Seperti yang telah dijabarkan di atas tidak semua siswa memberikan respon positip meskipun memiliki kreativitas dan gaya belajar tinggi terhadap penggunaan media bongkar pasang konfigurasi dan komputer sebagai media pembelajaran yang tujuannya sebagai perangsang untuk proses belajar. Secara umum penelitian ini dapat mengambil dua hal penting sebagai berikut: a). Penggunaan media pembelajaran kimia model atom dan sistem periodik unsur harus berdasarkan pada gaya belajar dan dengan memperhatikan tingkat kreativitas siswa. Siswa dengan gaya belajar yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula. Demikian juga siswa dengan kreativitas tinggi dan rendah. b). Interaksi antara media dan gaya belajar memberikan sumbangan besar terhadap pemahaman siswa akan konsep kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur terutama pada siswa yang memiliki kretivitas rendah. Hal ini disebabkan karena bongkar pasang konfigurasi dan komputer yang menarik dan berkesan bagi siswa dengan kreativitas rendah baik bagi yang bergaya belajar visual maupun kinestetik. lxxii Gambar 4.14 Grafik main efek faktor media, kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi Penelitian yang dilakukan oleh Gonzalez-Espada (2009) berhasil mengungkapkan bahwa penggunaan media pada kelas sains (IPA) dapat meningkatkan minat siswa pada sains. Siswa merespon secara positip dan antusias penggunaan media dalam pembelajaran sains. Siswa dapat melihat konsep-konsep sains dari sudut pandang yang baru yang lebih menarik. Bentuk penyajian populer dan riel yang dibawa oleh media pembelajaran menjadikan siswa lebih memahami konsep. Berbekal ketertarikan dan minat siswa terhadap penyajian materi pembelajaran sangat membantu dalam keberhasilan belajarnya. Bongkar pasang konfigurasi elektron mendekati yang seperti permainan otak dan komputer merupakan media yang sangat familier dengan siswa pada usia remaja dalam pembelajaran kimia model atom dan sistem periodik unsur. Media komputer cukup menarik bagi siswa sebab bisa diulang lagi untuk proses-proses yang mereka belum paham. Sedangkan bongkar pasang konfigurasi menampilkan lxxiii sebuah analogi yang sederhana dan mudah dicerna dengan model atom yang dekat dengan kehidupan mereka. Pengalihan gambar model atom kedalam bentuk tiga dimensi dengan bongkar pasang konfigurasi akan menjadikan materi yang terlihat sulit dan abstrak menjadi menarik untuk dipelajari. D. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini, meskipun sudah direncanakan dan melalui proses evaluasi sebelum dilaksanakan, tidak terlepas juga dari keterbatasannya. Adapun beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah gaya belajar siswa tidak semua diukur padahal gaya belajar seseorang meliputi unsur-unsur gaya belajar: matematika logika, gaya belajar bahasa, gaya belajar musikal, gaya belajar visualspasial, gaya belajar kinestetik, gaya belajar interpersonal, gaya belajar intrapersonal, dan gaya belajar naturalis. Hal ini menyebabkan biasnya pengaruh gaya belajar terhadap prestasi. BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: lxxiv 1. Pembelajaran menggunakan media bopakom dan computer menyenangkan dan meningkatkan partisipasi siswa. Cara penggunaan alat peraga dapat dipahami siswa, sehingga prestasi siswa meningkat baik menggunakan media bopakon maupun komputer. Tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan media Bongkar pasang konfigurasi dan komputer terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata nilai prestasi belajar kimia yang menunjukkan adanya peningkatan, sebab hasil kedua kelas, bopakon dan komputer masing-masing memperoleh rerata prestasi 84,737 dan 85,686. Dengan demikian kedua media pembelajaran ini sama-sama dapat meningkatkan prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur dan kedua media pembelajaran ini sama-sama dapat digunakan dalam pembelajaran kimia khususnya pada materi model atom dan sistem periodik unsur, walaupun tidak ada pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer terhadap prestasi belajar kimia. 2. Tingkat kreativitas siswa pada dua kelompok siswa diketahui tidak memberikan efek berbeda terhadap pencapaian prestasi belajar kimia. Kreativitas tinggi dan rendah diukur berdasarkan skor nilai yang diperolehnya. Sebagian besara siswa memperoleh skor diatas rata-rata dimana siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi mendapatkan rerata prestasi 84,988, sedangkan siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah mendapatkan rerata prestasi 85,656. Tidak ada pengaruh perbedaan lxxv kreativitas siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok model atom dan sistem periodik unsur. 3. Gaya belajar siswa diharapkan memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar kimia materi model atom dan sistem periodik unsur. Namun, pada kenyataannya tidak memberikan pengaruh. Gaya belajar yang diamati pada penelitian ini adalah kecenderungan yang lebih besar yang dimiliki tiap individu. Dari hasil uji analisis mean (rerata) diperoleh informasi bahwa siswa dengan gaya belajar visual adaalah 85,774 dan rerata prestasi siswa kinestetik 85,122. Siswa dengan kecenderungan gaya belajar visual memberikan prestasi dengan mean lebih baik, namun berdasrkan hasil analisa data tidak ada pengaruh perbedaan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok model atom dan sistem periodik unsur. 4. Tidak semua siswa memberikan respon positip terhadap penggunaan media bongkar pasang konfigurasi dan komputer sebagai perangsang untuk proses belajarnya. Siswa dengan kreativitas rendah relatif lebih tinggi perolehan rerata prestasinya. Media komputer dan kreativitas rendah sama-sama memberikan efek positif dan sebaliknya media bopakon serta kreativitas tinggi tidak membantu siswa untuk mencapai performa maksimalnya. Hasil analisis data dari uji hipotesis sebelumnya menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar kimia, oleh sebab itu pada hipotesis ke empat ini tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan kreativitas terhadap pada prestasi belajar lxxvi kimia (p-value interaksi media dan kreativitas = 0,813 > 0,050). pada materi model atom dan sistem periodik unsur. 5. Media pada dasarnya memberikan stimulasi (rangsangan) eksternal yang akan berinteraksi dengan proses kognitif internal yang mendukung belajar. Proses belajar setiap orang berkaitan dengan cara memproses informasi yang diterimanya. Interakasi media dengan gaya belajar terjadi pada sel media komputer, dimana siswa dengan gaya belajar visual memperoleh rerata prestasi 87,778 dan siswa dengan gaya belajar kinestetik 85,146. Siswa yang menggunakan media komputer dengan gaya belajar visual lebih optimal mencapai prestasi belajar menggunakan indera penelihatanya. Indera pengelihatan bagi siswa yang bergaya belajar visual sangat membantu proses belajarnya. Siswa dengan gaya belajar kinestetis memerlukan kombinasi stimuli. Dengan gaya belajar ini setiap orang akan memberikan respon yang berbeda pada media pembelajaran yang digunakan. Rangsangan penggunaan media menunjukkan ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok model atom dan sistem periodik unsur. 6. Secara parsial berdasarkan hasil uji di atas, gaya belajar dan kreativitas tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap pencapaian prestasi, logis apabila kedua variabel ini menunjukkan tidak adanya interaksi terhadap prestasi belajar kimia. Kreativitas dan gaya belajar hampir berinteraksi pada salah satu level. Siswa dengan kreativitas rendah dan gaya belajar visual memberikan respon positip terhadap penggunaan media komputer lxxvii (sebagai media visual) sebagai perangsang untuk proses belajarnya. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur (p-value interaksi antara kreativitas dan gaya belajar = 0.496 > 0.050). 7. Tidak semua siswa memberikan respon positip meskipun memiliki kreativitas tinggi dan gaya belajar visual maupun kinestetik terhadap penggunaan media bongkar pasang konfigurasi dan komputer sebagai media pembelajaran yang tujuannya sebagai perangsang untuk proses belajar. Bongkar pasang konfigurasi elektron mendekati yang seperti permainan otak dan komputer merupakan media yang sangat familier dengan siswa pada usia remaja dalam pembelajaran kimia model atom dan sistem periodik unsur. Media komputer cukup menarik bagi siswa sebab bisa diulang lagi untuk proses-proses yang mereka belum paham. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara media pembelajaran, kreativitas, dan gaya belajar (p-value interaksi antara media, kreativitas dan gaya belajar = 0,936 > 0,050) terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok model atom dan sistem periodik unsur. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang media bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia pada materi pokok model atom dan sistem lxxviii periodik unsur. Sekalipun media pembelajaran ini sama-sama mempermudah siswa untuk memahami konsep pembelajaran kimia pada materi tersebut, media komputer lebih mampu merangsang siswa untuk mendapatkan rasa puas daripada media Bongkar pasang konfigurasi. Selain itu, siswa memiliki harapan dapat menyelesaikan masalah dan merasa bahwa setiap ilmu yang dipelajarinya berguna, sehinga prestasi belajar kimianya dapat ditingkatkan. 2. Implikasi Praktis Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah siswa yang dibelajarkan dengan media komputer ternyata mendapatkan prestasi belajar kimia yang memenuhi harapan. Media komputer menjadikan konsep yang dibelajarkan menjadi mudah diterima sebab kondisi pada pembelajaran media tersebut lebih bisa memuaskan siswa dan bisa diulang manakala siswa belum paham pada bagian tertentu saja. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan prestasi belajar kimia khusus pada materi model atom dan sistem periodik unsur perlu diberikan melalui media komputer. C. SARAN-SARAN Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Saran untuk Guru Untuk mengajarkan konsep-konsep kimia diperlukan media sebagai penguat informasi belajar yang mampu membantu siswa pada kondisi mudah untuk lxxix memahami materi. Selain itu, guru kimia prioritas pemilihan sebuah media pembelajaran sebaiknya mengacu pada kemudahan, kebertahapan dan kemenarikannya bagi siswa. 2. Saran untuk para peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian sejenis. Perlu melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang media yang digunakan dalam proses pengajaran di kelas. Tidak semua anak memberikan respon yang positip pada setiap media pembelajaran karena setiap anak memiliki tipe belajarnya sendiri. Penelitian mengenai metode – metode lain yang dapat mempermudah siswa dalam memecahkan permasalahan dalam belajar kimia terutama yang berkaitan dengan pemilihan media pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Agus Fuadi, M.,2007, Pengaruh Pendekatan Ketrampilan Proses Sains Melalui Eksperimen Menggunakan Kit dan Alat Sederhana pada Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Kreativitas Siswa, Tesis, PPs:UNS. Aleksius Sedara, 2002, Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar, Yogyakarta Gerbang ( majalah Pendidikan ) Edisi 1 thn, II, Juli 2002. Anita Lie., 2005, Cooperatif Learning, Jakarta : Grasindo. Arends Richard I, 2008, Learning To Teach ( Belajar Untuk Mengajar), Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Arief Furchan, 2007, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Azhar Arsyad, 1997, Media Pembelajaran, Jakarta , PT Raja rafindo Persada lxxx Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007, Permendiknas RI Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompotensi Guru, Jakarta, Badan Standar Nasional Pendidikan. Bahri Djamarah, Aswan Zain, 2006, Strategi Belajar Mengajar ( Edisi Revisi), Jakarta, PT. Rineka Cipta. Benny Karyadi, 1994, Kimia 2, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional. Browing & Burnham, 1977, Effective Learning in Schools, London, Financial Times Pitman Publising. Budiyono, 2004, Statistik untuk Penelitian, Surakarta, UNS Press. Burhanuddin Salam, 2002, Pengantar Pedagogik, Jakarta, Rineka Cipta. Christopher Bowring-Carr and John Wast Bu rham, 1977, Effective Learning in Schools, London, Financial Times Pitman Publising. Darliana, 1998, Dasar-Dasar Teknik Berpikir Untuk Pendidikan IPA, Bandung, Pusat Pengembangan Penataran Guru IPA Bandung. Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Standar Kompotensi Mata pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Permendiknas RI Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, Jakarta, Depatemen Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Daftar Kolektif Hasil Ujian Nasional SMAN-1 Banjarmasin tahun Pelajaran 2007/2008, Banjarmasin, Diknas Propinsi Kalimantan Selatan. Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Model-Model Pembelajaran Matematika dan IPA, Jakarta, Depdiknas Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Standar Kompotensi Guru Sekolah Menengah Umum, Jakarta, Direktorat Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan, 1995, Petunjuk Teknis Mata Pelajaran Kimia, Jakarta, Depdikbud Dikdasmen. DePorte, Bobby & Mike Hernacki, 1999, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Terjemahan Alwiyah Abdurrahman, Bandung: Khaifa. Dimyati, Mujiono, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta. lxxxi Ervanita, 2003, Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian, Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Sekolah Menengah Umum. E.N. Ramsden,200, A-Level Chemistry, United Kingdom: Cambridge University Press. Gino, HI. Dkk, 2000, Belajar dan Pembelajaran, Surakarta: UNS Press Hartiningsih, 2006, Pembelajaran Remidi dengan Menggunakan Media Cetak (LKS) dan Media Elektronik (LCD) pada Belajar Tuntas Kimia Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa, Tesis, PPs: UNS. Hasbullah,1999, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Herminanto Sopyan, 2004, Pedoman Khusus Penulusuran Potensi Siswa, Jakarta, Depdiknas Direktorat Pembinaan sekolah Luar Biasa. Indrawati, Arif Sidharta, 2001, Strategi Pembelajaran Kimia, Bandung, P3G IPA Bandung. Kusmoro, 2008, Pengaruh Model PAKEM dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Kooperatve Learning dalam Pemnbelajaran Sains Ditinjau dari Lingkungan Belajar Siswa, Tesis, PPs: UNS Legiman, 2008, Pengaruh penggunaan model pembelajaran 4MAT System dan Model Pembelajaran Student Team Achievement Devision (STAD) Terhadap Prestasi Belajar Kimia Ditinjau dari Keingintahuan Siswa, Tesis, PPs: UNS. Middlecamp, Catterine, 1985, Panduan Belajar Kimia Dasar, Jakarta, Gramedia. Moh. Amien, 1994, Filsafat Sains dan Teknologi dan Manusia, Yogyakarta, IKIP Mulyasa, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung, Remaja Rosda Karya. Nasution, 2004, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya Novak, Gowin, 1985, Learning How Learn, London, Cambrige University Press. Ngadimin Saleh, 2004, Pendidikan Kimia (Sains) Berwawasan Lingkungan dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Banjarmasin, Seminar Pendidikan kimia Unlam Banjarmasin. Nana Sudjana, 2008, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remaja Rosda Karya. lxxxii Oemar Hamalik, 2008, Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Bumi Aksara. Paul Suparno, 1997, Teori Petkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta, Kanisius. Paul Suparno, 2006, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan, Yogyakarta, Universitas Sanata Darma. Ratna Willis Dahar, 1988, Teori-Teori Belajar, Jakarta, Erlangga. Ratna Willis Dahar , 1986, Pengelolaan Pengajaran Kimia, Jakarta, Karunia Jakarta UT. Richard Wood, 2002, Chemistry New Edition, United Kingdom, Cambridge University Press Safari, 2004, Evaluasi Pembelajaran, Jakarta, Dirjen Dikdasmen Direktorat Tenaga Kependidikan. Sardiman A.M, 2005, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Satya Adi, 2002, Profesionalisme Guru dalam menghadapai Kemajunan Teknologi Informasi, Yogyakarta, Gerbang Majalah Pendidikan. Solichan Abdullah, 2004, PAKEM Itu Apa?, Surabaya, Median volume 11 no 3 Desember 2008. Sri Lestari, 2007, Pengaruh Pembelajaran Konstruktivisme Menggunakan Media Audio Visual dan Modul Bergambar Terhadap Prestasi Belajar Fisiska Ditinjau dari Kemampuan Awal dan Aktivitas Belajar Siswa, Tesis, PPs: UNS. Sri Wahyuni, Dewi Suryana, 2006, Buku Kerja Imiah Untuk SMA XII, Jakarta, Erlangga. Sriyono, dkk, 1992, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, Jakarta, Rineka Cipta. Sri Sulistyorini, 2005, Implemetasi pendekatan Inquiri Pada Mata Pelajaran Sains, Semarang, Jurnal Penelitian Pendidikan Volume 21, No.1 tahun 2005. Sumadi Suryabarata, 2005, Metodologi Penelitian, Jakarta, P.T. Raja Grafindo Persada. Sudjana, 2005, Metode Statistika, Bandung, Tarsito. Sukardi, Prof. HM., 2008, Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasional, Yogyakarta, Bumi Aksara Syahril Effendi, 1999, Pembelajaran Kimia, Banjarmasin, FKIP Unlam. lxxxiii Syahril Effendi, 2006, Petunjuk Teknis penilaian, Diknas Propinsi Kalimantan Selatan,Banjarmasin, Syaiful Sagala, 2005, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung, Alfabeta. Sugiyanto, 2007, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Model-Model Pembelajaran Inovatif, Surakarta, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta. Suharsimi Ari Kunto, 2008, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Suharsimi Ari Kunto , 1992, Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta. Uswatun Khasanah, 2008, Penggunaan Pendekatan Kontekstual Disertai Media Animasi dan Non Animasi Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa SMA Tahun Ajaran 2007/2008, Tesis, PPs: UNS. Wawan Dwi Cahyono, 2007, Pengaruh Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Metoda Demonstrasi dan Diskusi Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari Kreativitas Siswa, Tesis, PPs: UNS Winkel, 2007, Psikologi Pengajaran, Jakarta, Gramedia. Vossen, Herber, 1986, Kompedium Didaktik Kimia, Bandung,Remaja Karya CV Bandung lxxxiv