pembelajaran kimia menggunakan media bongkar pasang

advertisement
PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN MEDIA BONGKAR
PASANG KONFIGURASI ELEKTRON DAN KOMPUTER
DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN
GAYA BELAJAR SISWA
(Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI
Semester 2 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008/2009)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat
Untuk Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama : Kimia
Oleh
PURWANING ASTUTI
NIM. S. 830908132
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
0
PERSETUJUAN
PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN MEDIA BONGKAR PASANG
KONFIGURASI ELEKTRON DAN KOMPUTER DITINJAU DARI
KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR SISWA
(Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI
Semester 2 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun
2008/2009)
Disusun oleh
PURWANING ASTUTI
NIM. S. 830908132
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan
Pembimbing I
Pembimbing II
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
……………...
…………
………………
………….
Prof. Dr. H. Ashadi
NIP 195101021975011001
Drs. Haryono, M.Pd
NIP 195204231976031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd
NIP 195201161980031001
0
1
PENGESAHAN
PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN MEDIA BONGKAR PASANG
KONFIGURASI ELEKTRON DAN KOMPUTER DITINJAU DARI
KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR SISWA
(Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI
Semester 2 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun
2008/2009)
Disusun oleh
PURWANING ASTUTI
NIM. S. 830908132
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Dewan Pembimbing
Jabatan
Ketua
Nama
Tanda
Tangan
Tangga
l
………
………
………
………
………
………
………
………
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd
NIP 195201161980031001
Sekretaris
Anggota Penguji
Dra. Suparmi, M.A.. Ph.D.
NIP.195209151976032001
1. Prof. Dr. H. Ashadi
NIP 195101021975011001
2. Drs. Haryono, M.Pd
NIP 195204231976031002
Mengetahui
Direktur
Program Pascasarjana
Ketua
Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Drs. Suranto, M.Sc.,PhD
NIP 195708201985031004
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd
NIP 195201161980031001
2
PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini, saya :
Nama
: Purwaning Astuti
NIM
: S 830908132
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Pembelajaran Kimia
Menggunakan Media Bongkar Pasang Konfigurasi Elektron Dan Komputer
Ditinjau Dari Kreativitas dan Gaya Belajar Siswa. (Penelitian Pembelajaran
Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI Semester 2 SMAN-1
Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008/2009) adalah betul-betul
karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,
Januari 2010
Yang membuat pernyataan
Purwaning Astuti
S830908132
3
MOTTO
“Hassunallahu wani’mal wakil ni’mal maula wani’mal nashiir”
Tiada kebahagiaan yang terindah selain dapat
mensyukuri nikmat yang Allah berikat dan
menyadari salah dan khilaf yang kita lakukan
istighfar dan selalu mendekati kebajikan.
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur kepada Allah SWT dengan ketulusan
hati, karya sederhana ini aku persembahkan kepada suami,
Fadli, Teguh dan Ikhsan, Ibu tercinta dan seluruh
keluargaku, yang telah memberikan semangat dukungan
dalam menggapai cita-citaku. Semoga pahala dan Do’a kami
haturkan pada almarhum bapak tercinta.
4
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini
disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendididkan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Dalam menyusun dan menyelesaikan penelitian ini penulis mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai phak, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc, PhD, selaku Direktur Program
Pascasarjana yang telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan
dalam penyusunan penelitian ini.
2. Bapak Prof. Dr. H.Widha Sunarno, M.Pd, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Sains yang telah memberikan ijin dalam penyusunan penelitian
ini,
3. Bapak Prof. Dr. H. Ashadi, selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penulisan penelitian ini,
4. Bapak Drs. Haryono, M.Pd, selaku pembimbing II yang dengan
kesabarannya memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi selama
penulisan penelitian ini,
5
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sains Program
Pascasarjana yang dengan kebesaran hati dan senantiasa membagi ilmunya
dalam penulisan penelitian ini,
6. Rekan-rekan mahasiswa program Studi Pendidikan Sains Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret angkatan 2008 yang senantiasa
saling memberi dorongan semangat selama penulisan laporan penelitian
ini,
7. Rekan-rekan Guru Kimia SMA Negeri 1 Banjarmasin Propinsi
Kalimantan Selatan yang selalu memberi dorongan semangat dan motivasi
dalam penyusunan penelitian ini,
8. Semua pihak yang belum penulis sebutkan yang turut membantu dalam
penyusunan penelitian ini.
Penulis
menyadari
bahwa
dalam
penelitian
ini
masih
banyak
kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk mengingkatkan dan mengembangkan karya penelitian pada
umumnya.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
6
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
PENGESAHAN............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xii
ABSTRAK ...................................................................................................xiv
ABSTRACT .................................................................................................. xv
BAB I
: PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG .............................................................. 1
B. IDENTIFIKASI MASALAH .................................................... 8
C. PEMBATASAN MASALAH ................................................... 9
D. PERUMUSAN MASALAH ................................................... 10
E. TUJUAN PENELITIAN ......................................................... 11
F. MANFAAT PENELITIAN ..................................................... 12
BAB II
: KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN PUSTAKA............................................................... 13
1. Teori –Teori Belajar .......................................................... 14
2. Belajar dan Pembelajaran. ................................................ 24
7
3. Siklus Belajar .................................................................... 26
4. Prestasi Belajar ................................................................. 28
5. Kreatifitas ......................................................................... 31
6. Gaya Belajar ..................................................................... 34
7. Model Pembelajaran PAIKEM .......................................... 36
8. Media Konfigurasi Elektron .............................................. 42
9. Pembelajaran IPA (Sains) ................................................. 46
10. Metode Pembelajaran Simulasi ......................................... 47
11. Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur .............. 50
B. PENELITIAN YANG RELEVAN .......................................... 56
C. KERANGKA BERFIKIR ....................................................... 56
D. HIPOTESIS ............................................................................ 64
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ................................ 65
B. POPULASI DAN SAMPEL .................................................. 66
C. METODE PENELITIAN ........................................................ 66
D. RANCANGAN DAN VARIABEL PENELITIAN.................. 67
E. TEHNIK PENGUMPULAN DATA ...................................... 70
F. INSTRUMEN PENELITIAN ................................................ 71
G. TEHNIK ANALISIS DATA ................................................... 79
1. Uji Prasyarat ..................................................................... 79
2. Uji Hipotesis ..................................................................... 79
8
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ........................................................................ 81
B. Pengujian Prasyarat Analisis ................................................... 88
C. Pengujian Hipotesis ................................................................ 90
D. Keterbatasan Penelitian ......................................................... 107
BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan........................................................................... 109
B. Implikasi............................................................................... 111
C. Saran-Saran .......................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 114
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 118
9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. SILABUS .............................................................................................. 119
2. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1A......................... 122
3. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1B ......................... 125
4. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 2 ............................ 128
5. CONTOH ALAT PERAGA BONGKAR PASANG .............................. 131
6. LEMBAR KERJA SISWA .................................................................... 132
7. KISI-KISI INSTRUMEN ANGKET KREATIVITAS SISWA ............... 138
8. SKALA NOMINASI GURU INDIKATOR KRETIVITAS SISWA ....... 140
9. ANGKET KRETIVITAS SISWA ........................................................ 147
10. ANGKET BELAJAR KIMIA ................................................................ 149
11. KISI-KISI STRUKTUR ATOM ............................................................ 154
12. FORMAT PENILAIAN AFEKTIF SISWA ........................................... 163
13. LEMBAR JAWABAN ANGKET KREATIVITAS SISWA ................... 164
14. LEMBAR JAWABAN ANGKET GAYA BELAJAR SISWA ............... 165
15. LEMBAR JAWABAN STRUKTUR ATOM DAN SISTEM PERIODIK
UNSUR ................................................................................................. 166
16. IMPLEMENTING LEARNING STYLES INTO THE DESIGN
CLASSROOM ....................................................................................... 167
17. PERHITUNGAN MINI TAB ................................................................. 173
10
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
Data hasil ujian Nasional siswa SMA Negeri 1 Banjarmasin Tahun
Pelajaran 2007/2008 ........................................................................... 4
Tabel 3.1
Rencana Penelitian ................................................................... 65
Tabel 3.2
Rancangan Penelitian................................................................. 67
Tabel 3.3
Indeks Kesukaran ...................................................................... 72
Tabel 3.4
Nilai Daya Pembeda Soal .......................................................... 73
Tabel 3.5
Interpretasi Kriteria Validitas ..................................................... 73
Tabel 3.6
Interpretasi Koefisien Korelasi................................................... 75
Tabel 3.7.
Interpretasi kriteria validitas ...................................................... 75
Tabel 3.8
Hasil Uji validasi Instrumen tes Prestasi belajar Kimia .............. 76
Tabel 3.9.
Interpretasi koefisien korelasi .................................................... 77
Tabel 3.10 Hasil Uji reliabilitas Instrumen tes Prestasi belajar Kimia .......... 77
Tabel 3.11 Hasil Uji reliabilitas gaya belajar siswa ...................................... 78
Tabel 3.12 Hasil Uji reliabilitas Kreativitas siswa ....................................... 78
Tabel 4.1
Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Kimia ............................... 82
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi belajar Kimia Pada Kelas
yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi ............. 82
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi belajar Kimia Pada Kelas
yang menggunakan Media Komputer......................................... 82
Tabel 4.4
Deskripsi Data Kreativitas Siswa ............................................... 84
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Kreativitas Pada Kelas yang
11
menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi ..................... 84
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Kreativitas Pada Kelas yang
menggunakan Media komputer .................................................. 84
Tabel 4.7
Deskripsi Data Gaya belajar Siswa ............................................ 86
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Gaya belajar pada Kelas yang
menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi ..................... 94
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Gaya belajar pada Kelas yang
menggunakan Media Komputer ................................................. 87
Table 4.10 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ........................ 88
Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas ............................................. 89
Tabel 4.12 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Belajar Kimia ............ 90
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Diagram Pengisian Elektron
Gambar 2.2
Pengisian Elektron Sub Kulit s ................................................ 59
Gambar 2.3
Pengisian Elektron Sub Kulit p
Gambar 2.4
Pengisian Elektron Sub Kulit d
Gambar 2.5
Kulit Atom
Gambar 2.6
Sub Kulit Atom
Gambar 2.7
Subkulit s dengan 1 orbital
Gambar 2.8
Subkulit p dengan 3 orbital
Gambar 2.9
Subkulit d dengan 5 Orbilal
Gambar 2.10 Subkulit f dengan 7 Orbital
Gambar 4.1
Histogram Prestasi Belajar Kimia pada kelas yang menggunakan
Media bongkar pasang konfigurasi.......................................... 83
Gambar 4.2
Histogram Prestasi Belajar Kimia pada kelas yang menggunakan
Media Komputer ..................................................................... 83
Gambar 4.3
Histogram Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media
Bongkar pasang konfigurasi .................................................... 85
Gambar 4.4
Histogram Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan
Media Komputer ..................................................................... 85
Gambar 4.5
Histogram skor gaya belajar siswa pada kelas yang menggunakan
Media bongkar pasang konfigurasi.......................................... 87
13
Gambar 4.6
Histogram skor gaya belajar siswa pada kelas yang menggunakan
Media Komputer ..................................................................... 88
Gambar 4.7
Grafik Interaksi Kreativitas dengan Gaya belajar terhadap Prestasi
Belajar Kimia ......................................................................... 93
Gambar 4.8
Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari
media ...................................................................................... 97
Gambar 4.9
Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau
dari kreativitas ........................................................................ 98
Gambar 4.10 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari gaya
belajar ..................................................................................... 99
Gambar 4.11 Grafik interaksi faktor media dan kreativitas terhadap
prestasi ................................................................................. 100
Gambar 4.12 Grafik interaksi faktor media dan gaya belajar terhadap
Prestasi ................................................................................. 103
Gambar 4.13 Grafik interaksi faktor kreativitas dan gaya belajar terhadap
prestasi ................................................................................. 105
Gambar 4.14 Grafik main efek faktor media, kreativitas dan gaya belajar
terhadap prestasi ................................................................... 106
14
PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN MEDIA BONGKAR
PASANG KONFIGURASI ELEKTRON DAN KOMPUTER
DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN
GAYA BELAJAR SISWA
(Penelitian Pembelajaran Model Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur Kelas XI
Semester 1 SMAN-1 Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008/2009)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama : Kimia
Oleh
PURWANING ASTUTI
NIM. S. 830908132
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan. Jadi pendidikan nasional tidak saja berusaha menghasilkan
manusia Indonesia yang berpengetahuan dan berketerampilan, tetapi juga mampu
memberi manfaat bagi masyarakat dan bangsa.
Pendidikan menengah merupakan bagian intergral dari sistem pendidikan
nasional. Salah satu institusi pendidikan adalah Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sekolah Menengah Atas merupakan intitusi yang memiliki peran sangat penting
untuk membangun sistem pembelajaran serta budaya berkualitas tinggi. Siswa
yang menempuh pendidikan di SMA dipersiapkan untuk dapat melanjutkan
pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Siswa yang akan melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi dipersiapkan melalui program pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru. Guru dituntut kreatif mampu merancang dan mengelola
pembelajaran, memilih pendekatan, model pembelajaran, metode, media
pembelajaran yang tepat, memahami karakteritik siswa, mencari dan
memanfaatkan sumber sarana yang ada di lingkungannya, melakukan dan
memodifikasi praktikum secara efesien, sehingga menimbulkan suasana
pembelajaran yang menyenangkan dipandang dari sudut siswa serta
berpengetahuan luas tentang materi pembelajaran yang diembannya. Peranan guru
sebagai pengajar, pembimbing dan pembina siswa di sekolah menjadi hal yang
sangat penting. Guru harus dapat menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan
dan bukan obyek. Kompetensi yang telah ada pada siswa harus dihargai dan
dikembangkan untuk dapat dilengkapi dengan kompetensi lain yang harus
dimiliki siswa pada jenjang pendidikan SMA.
Berdasarkan hal di atas Departemen Pendidikan Nasional mengembangkan
kurikulum pendidikan berbasis kompetensi. “Pendidikan berbasis kompetensi
adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan. Kompetensi yang harus
1
dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan,
sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional, mencakup komponen pengetahuan, ketrampilan, kecakapan,
kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketaqwaan.”
(Ditjendikdasmen , 2003: 1).
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1
ayat 20 menyatakan : “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar dengan lingkungannya” . Interaksi yang harmonis
antara ketiga komponen, guru sebagai pendidik, siswa sebagai peserta didik,
sumber belajar beserta lingkungannya akan menghasilkan lulusan dengan mutu
yang sangat baik yang mampu bersaing ditingkat nasional maupun internasional.
16
Siswa yang berprestasi akademik adalah siswa yang mampu memahami
konsep-konsep secara mendasar dari pokok-pokok bahasan dalam materi
pembelajaran sebagai kompetensi yang harus dimilikinya. Hal ini berarti siswa
tidak hanya mampu menghafal konsep, definisi, rumus-rumus, gambar-gambar,
menyelesaikan soal tes dengan cepat dan benar, tetapi lebih ditekankan pada
kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu konsep, teori, dan menerapkan
rumus-rumus, mengaplikasikan hal-hal tersebut untuk dapat menyelesaikan
masalah-masalah baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari,
serta dapat bersikap ilmiah.
Guru dapat bertindak sebagai faktor pendidik dapat menjadi salah satu
penyebab rendahnya prestasi yang diperoleh siswa. Pembelajaran kimia secara
umum masih bersifat konvesional, interaksi antara guru dengan siswa hanya satu
arah sehingga kegiatan pembelajaran terkesan sebagai “content transmission“,
monoton, dan menjemukan, bahkan menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian
siswa. Hasil Ujian Nasional tahun 2007/2008 SMA Negeri 1 Banjarmasin
menunjukan hasil yang mengembirakan nilai rata-rata mata pelajaran Kimia 8,76,
dengan kualifikasi A, berarti pembelajaran Kimia di SMA Negeri 1 Banjarmasin
mencapai ketuntasan yang diharapkan.
Tabel 1.1 Data hasil ujian Nasional siswa SMA Negeri 1 Banjarmasin Tahun Pelajaran
2007/2008, Jurusan IPA.
Nilai UN
Mata Pelajaran
Rata-rata
Terendah
Tertinggi
B. Indonesia
7.60
5.20
9.10
B. Inggris
8.80
6.61
9.84
Matematika
7.82
4.00
9.51
Fisika
7.89
5.73
9.51
Kimia
8.76
5.06
10.00
Biologi
7.69
4.00
9.24
Namun demikian data nilai ini ditinjau dari nilai rata-rata secara umum,
belum menggambarkan nilai rata-rata tiap standart kompetensi (SK) maupun tiap
kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa tersebut. Data nilai UAN yang
dimiliki sekolah merupakan nilai komulatif dari nilai seluruh kompetensi dalam
standar kompetensi lulusan. Oleh karena itu gambaran nilai tersebut tidak dapat
digunakan untuk mengetahui pencapaian kriteria ketuntasan minimal kompetensi
dasar siswa pada materi struktur atom dan sistem periodik unsur.
Pembelajaran kimia termasuk kelompok sains merupakan ilmu yang
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas
pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang
berkaitan dengan komposisi, struktur, sifat transformasi, dinamika, dan energitika
zat. Oleh sebab itu mata pelajaran ilmu kimia di SMA mempelajari segala sesuatu
tentang zat yang meliputi komposisi, strukutur, dan sifat, transformasi, dinamika
dan energitika zat yang dalam memahaminya diperlukan keterampilan dan daya
penalaran yang baik. Selain menggunakan eksperimen pembelajaran kimia dapat
dilakukan dengan menggunakan analogi terhadap partikel atau mekanisme suatu
gejala yang tak dapat diamati langsung menggunakan indera kita. Namun
17
demikian analogi yang dipilih harus tepat sehingga tidak menimbulkan salah
konsep.
Ilmu kimia merupakan dasar bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang lain,
seperti kedokteran, geologi, teknik, dan lain-lain. “Mempelajari ilmu kimia tidak
hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung dapat bermanfaat bagi
kesejahteraan umat manusia belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi
keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui hakekat materi dan perubahannya,
menanamkan metoda ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan
gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan bekerja.”(Ervanita,2003: 2).
Materi pelajaran kimia terdiri dari materi yang dapat disajikan secara
kongkrit dan abstrak. Penggolongan materi, perubahan materi, larutan, laju reaksi,
termokimia, kimia bahan makanan merupakan materi pelajaran yang dapat
disajikan secara kongkrit dengan mengamati langsung gejala-gejala alam ataupun
melalui praktikum di laboratorium. Sedangkan struktur atom, partikel atom,
partikel materi, ikatan kimia, mekanisme reaksi merupakan materi pelajaran yang
bersifat abstrak dan sangat teoritis. Materi pelajaran Struktur Atom dan Sistem
periodik merupakan materi pelajaran kimia yang sangat penting untuk dipelajari.
Materi ini sebagai dasar dari materi-materi lain dalam pelajaran kimia, seperti
ikatan kimia, bentuk dan struktur molekul, rumus kimia, tatanama, persamaan
reaksi, konsep mol, kecepatan reaksi, kesetimbangan, reaksi nuklir, dan lain-lain.
Jika materi struktur atom ini tidak dikuasai siswa, maka siswa akan sulit
memahami tentang karakter suatu unsur atau molekulnya serta keteraturannya
dalam sistem periodik. Konsep-konsep dalam struktur atom merupakan konsep
yang abstrak, sehingga perlu ditemakan cara mudah untuk memahaminya.
Materi yang bersifat abstrak sangat sulit dipahami oleh siswa. Agar
terbentuk pemahaman yang baik diperlukan kreativitas guru dalam menyajikan
materi tersebut. Guru harus menemukan dan memilih alat peraga ataupun media
yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Alat peraga yang sebaiknya dipilih
oleh guru adalah alat peraga yang telah dan biasa digunakan oleh siswa, serta
siswa memahami cara penggunaannya. Kemudian alat peraga tersebut
dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan materi pelajaran yang akan kita
gunakan.
Pembelajaran Kimia di SMA Negeri 1 Banjarmasin menggunakan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). ”Kurikulum tingkat satuan
pendidikan dikembangkan berbasis kompotensi dikembangkan dengan menganut
prinsip-prinsip: berpusat pada siswa, siswa sebagai subyek, kecepatan
pemahaman siswa terhadap pelajaran harus diperhatikan, model pembelajaran
bervariasi, belajar tuntas, setiap kompotensi harus dikuasai oleh siswa secara
tuntas, pemecahan masalah mengacu pada aktivitas pemecahan masalah dengan
pendekatan belajar kontekstual, pembelajaran berdasarkan pada pengalaman yang
ditentukan untuk mencapai kompotensi tertentu dan peran guru tidak hanya
sebagai instruktur tetapi juga sebagai fasilitator. Oleh karena itu guru merupakan
salah satu unsur dibidang pendidikan secara aktif dan menempatkan
kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat
yang makin berkembang”(Sardiman,2005:125). Faktor-faktor yang
18
mempengaruhi kurang berhasilnya pembelajaran adalah guru dalam memilih
model pembelajaran tidak sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran,
sehingga juga mempengaruhi guru dalam menentukan media yang digunakan,
guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif dalam
memahami konsep-konsep yang harus dikuasai siswa, pembelajaran masih
berlangsung transfer pengetahuan, hanya dalam bentuk hafalan, dan masih jauh
dari konsep pemberdayaan berfikir. Hal ini berakibat keaktifan dan keterampilan
siswa cenderung terabaikan.
Menurut keterangan beberapa siswa SMA Negeri 1 Banjarmasin yang baru
lulus 2007/2008, materi pelajaran struktur atom dianggap merupakan materi
dasar dan sulit untuk dipelajari, terutama dalam konfigurasi elektron. Konfigurasi
elektron harus sangat dikuasai siswa, karena merupakan dasar bagi penentuan
golongan dan perioda dalam sistem periodik unsur, ikatan kimia, rumus kimia
dan persamaan reaksi. Selanjutnya materi tersebut merupakan prasyarat dalam
mempelajari materi pelajaran yang lain misalnya stoikiometri, termokimia,
redoks, dan lain-lain. Dengan demikian maka materi pembelajaran struktur atom
dan sistem periodik merupakan materi yang sangat penting dan harus dikuasai
siswa. Disamping itu materi struktur atom dan sistem periodik merupakan materi
prasyarat penting bagi pokok bahasan selanjutnya.
Hasil ulangan siswa kelas XI IPA tahun pelajaran 2007/2008 pada materi
struktur atom rata-rata 5,6. Rata-rata prestasi belajar ulangan harian tersebut lebih
rendah dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sebesar 6,5. Hal
ini juga didukung oleh hasil angket yang disebarkan terhadap guru kimia anggota
MGMP kota Banjarmasin. Pada umumnya materi struktur atom di kelas XI IPA
termasuk materi pelajaran yang sulit.
Pembelajaran konfigurasi elektron sebelumnya disajikan secara
konvensional, tidak menggunakan media/ alat peraga. Siswa sulit memahami
konsep-konsep didalamnya, pembelajaran jadi membosankan, dan tidak menarik
untuk diikuti. Alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron mudah dibuat
baik oleh guru maupun siswa, bahan yang digunakan mudah didapat, relatif
murah, dan dapat divariasi sesuai dengan kreativitas kita, mudah dimainkan dan
dapat memuat beberapa informasi dalam struktur atom. Alat ini dapat digunakan
secara perorangan dan atau berkelompok. Dengan demikian diharapkan alat ini
dapat digunakan dalam dalam pembelajaran struktur atom, dan menjadikan
suasana menjadi dinamis, inovatif, kreatif, memberikan nuansa belajar sambil
bermain serta menyenangkan. Pada akhirnya diharapkan dapat menaikkan
prestasi belajar siswa dan menjadikan kimia pelajaran yang disukai dan selalu
diharapkan kehadirannya oleh siswa.
Untuk mengetahui bahwa proses pembelajaran dapat berlangsung dan
sejauh mana siswa berhasil menguasai materi pembelajaran maka diperlukan alat
ukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran yaitu tes prestasi belajar. Tes
prestasi belajar merupakan alat pengukuran dibidang pendidikan yang sangat
penting artinya sebagai sumber informasi guna mengambil keputusan. ”Teknik
penilaian melalui tes dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu tes tertulis, lisan
dan perbuatan. Test tertulis yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab siswa
secara tertulis. Tes lisan yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan tanya
19
jawab secara langsung antara guru dan siswa. Tes perbuatan yaitu tes
penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan
tugasnya dinyatakan dalam bentuk perbuatan atau penampilan.” (Safari, 2003 : 7
– 8).
Pencapaian prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada pada diri siswa,
misalnya gaya belajar, kreativitas, minat, motivasi dan lain-lain. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, misalnya metode
pembelajaran, keluasan materi, media pembelajaran untuk pembelajaran yang
dapat digunakan memahami pembelajaran IPA diantaranya media bongkar
pasang konfigurasi elektron dan media komputer. Kedua faktor tersebut sangat
berpengaruh dalam pencapaian tinggi dan rendahnya prestasi yang akan diraih
oleh siswa dalam pembelajaran.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti kemukakan di atas,
maka timbul masalah penelitian yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Pembelajaran kimia berlangsung di SMA, pada umumnya masih kurang
memperhatikan proses berpikir siswa, tidak memberi kesempatan siswa
berpartisipasi dan berkreasi.
2.
Pelaksanaan pembelajaran kimia di SMA, masih menggunakan model
pembelajaran konvensional, monoton dan belum menggunakan variasi model
pembelajaran, kurang inovasi, tidak menyenangkan.
3.
Pembelajaran kimia selama ini masih berpusat pada guru, siswa sebagai
obyek dalam pembelajaran.
4.
Kualitas pembelajaran
terhadap siswa rendah, sehingga prestasi belajar
siswa rendah
5.
Belum digunakan media pembelajaran oleh guru yang disesuai dengan
karakteristik materi kimia.
6.
Kreativitas siswa belum dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh guru.
20
7.
Pembelajaran kimia di sekolah belum memperhatikan gaya belajar yang
dimiliki siswa.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang dapat diidentifikasi pada pembelajaran kimia
di atas maka peneliti perlu membatasi masalah-masalah yang ada. Adapun
pembatasan masalahnya sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan pada materi pembelajaran Struktur Atom dan Sistem
Periodik Unsur-Unsur SMA Negeri 1 Banjarmasin Kelas XI IPA semester 2
tahun pelajaran 2008/2009.
2.
Prestasi belajar kimia dibatasi pada prestasi belajar siswa ranah kognitif pada
materi Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-unsur.
3.
Media pembelajaran dibatasi pada Alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan media komputer.
4.
Kreativitas siswa dibatasi pada materi-materi yang berhubungan Struktur
Atom dan Sistem Periodik Unsur-unsur.
5.
Gaya belajar siswa dibatasi pada gaya belajar visual dan gaya belajar
kinestetik.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang
konfigurasi elektron dan komputer terhadap prestasi belajar kimia?
2. Apakah terdapat pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah
terhadap prestasi belajar kimia ?
3. Apakah terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia?
21
4. Apakah terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia?
5. Apakah terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar
kimia?
6. Apakah terdapat interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa
terhadap prestasi belajar kimia?
7. Apakah terdapat interaksi
antara penggunaan
media pembelajaran (alat
peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan
gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia?
E. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
Pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan
komputer terhadap prestasi belajar kimia
2.
Pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah terhadap
prestasi belajar kimia
3.
Adanya pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia
4.
Adanya interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia
5.
Adanya interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar
kimia
22
6.
Adanya interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhadap
prestasi belajar kimia
7.
Adanya interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga
bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya
belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari guru maupun siswa
dalam pembelajaran. Adapun manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua
yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Alat peraga bongkar pasang
konfigurasi elektron prestasi belajar kimia terhadap prestasi belajar siswa
pada materi Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-unsur.
b. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan serta
mendukung teori-teori yang telah ada.
2. Manfaat Praktis.
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan suatu inovasi dalam dunia
pendidikan khususnya dalam media pembelajaran untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa.
b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada guru mata pelajaran kimia
untuk mengembangkan media pembelajaran yang mudah dibuat,
digunakan, murah dan dapat memberikan suasana pembelajaran yang
inovatif dan menyenangkan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Teori –Teori Belajar
a. Teori Belajar Kognitif
Belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada diri setiap orang
sepanjang hidupnya. “Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara
seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja
dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh
terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap.” (Azhar
Arsyad, 1997: 1).
Menurut Gagne (1984) belajar dapat didefinisikan suatu proses dimana
suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (Ratna Wilis,
1989:11). Untuk mengetahui adanya perubahan tingkah laku dibutuhkan waktu.
Bila pada waktu yang berbeda terjadi perubahan tingkah laku maka pada individu
tersebut telah terjadi belajar. Berdasarkan analisis kejadian belajar, maka Gagne
menyarankan kejadian-kejadian instruksi pada guru yang menyajikan suatu
pelajaran pada sekelompok siswa-siswi sebagai berikut, tahap pertama
mengaktifkan motivasi (activating motivation), dapat dilakukan dengan
membangkitkan perhatian mereka dengan isi pelajaran, dan mengemukakan
kegunaannya baik masa kini maupun masa akan datang. Tahap kedua memberi
tahu tujuan-tujuan belajar untuk membantu memusatkan perhatian pada para
siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran. Tahap ketiga
mengarahkan perhatian (directing attention) dapat dilakukan guru misalnya saat
menginstruksikan pada siswa untuk mengamati warna tertentu, mengeraskan
suara, menggaris bawahi, dan lain-lain. Bentuk kedua dari perhatian adalah
persepsi selektif. Siswa memilih informasi mana yang akan diteruskan ke memori
jangka pendek. Tahap keempat merangsang ingatan (stimulating recall), bertujuan
agar memori jangka pendek dapat tersimpan sebagai memori jangka panjang
maka guru dapat menolong dengan mengajukan pertanyaan pada siswa, yang
merupakan suatu pengulangan. Tahap kelima14
menyediakan bimbingan belajar,
dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru itu pada pengalaman
siswa. Tahap keenam meningkatkan retensi (enhancing retention), dapat
dilakukan oleh para guru dan siswa itu sendiri dengan cara mengulangi pelajaran
itu ataupun dengan cara memberikan banyak contoh-contoh, agar materi yang
dipelajari bertahan (jadi tidak dilupakan). Tahap ketujuh melancarkan transfer
belajar, bertujuan menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Segala
sesuatu yang telah dipelajari dibuat umum sifatnya. Guru dapat memberikan tugas
pemecahan masalah dan mendiskusikannya. Tahap kedelapan mengeluarkan
penampilan; memberikan umpan balik, tidak selalu harus diberikan secara
ii
eksplisit, dengan kata-kata, atau kata-kata yang membetulkan. Sehingga
pemberian umpan balik tidak perlu menunggu hingga seluruh pelajaran selesai.
Proses belajar pada diri siswa terjadi secara langsung dan tak langsung. Belajar
langsung terjadi bila siswa berhadapan langsung dengan pengajar
(guru/instruktur). Sedang belajar tak langsung, siswa secara aktif berinteraksi
dengan media atau sumber belajar yang lain. Menurut Gagne yang dimaksud
dengan tujuan, dalam kurikulum KTSP telah ditentukan sebagai kompetensi
dasar dan indikator mata pelajaran kimia.
Teori belajar kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan proses
internal, mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek
kejiwaannya. Belajar adalah suatu proses memperoleh ilmu pengetahuan, ilmu
pengetahuan yang didapatkan melalui suatu proses yang menunjukan terjadinya
suatu kegiatan atau berubahnya suatu kegiatan sebagai akibat terjadinya suatu
reaksi terhadap suatu keadaan. Gagne dalam Indrawati (2001 : 5) “Learning may
be defined as the proses where by an organism change its behavior as a result of
experience “ Belajar adalah suatu proses perubahan individu sebagai suatu hasil
pengalaman.” (Ratna Wilis,1988 : 18-19 ). Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh
seseorang merupakan suatu pengalaman. Pengalaman yang diperoleh dapat
menjadikan suatu proses perubahan individu, atau dengan kata lain individu
tersebut telah mengalami proses belajar.
Teori belajar dikelompokan sebelum abad ke-20 dan sesudah abad ke-20,
sebelum abad 20 banyak terpengaruh filosofi, perkembangan alam dan setelah
abad meliputi perubahan perilaku, stimulus-respon-conditioning. Menurut Piaget,
proses belajar akan terjadi bila mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan
ekuilibrasi atau penyeimbangan. Piaget mengelompokan tahap-tahap
perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat tahap yaitu: (1) Tahap
sensorimotorik (umur 0-2 tahun ), ciri pokok berdasarkan tindakan dan langkah
demi langkah. (2) Tahap praoperasi (umur 2-7 tahun ), ciri pokok perkembangan
penggunaan simbol bahasa dan konsep intuitif. (3) Tahap operasi kongkrit (umur
7-11 tahun) ciri pokok perkembangan pemakaian aturan jelas/ logis, reversible
dan kekekalan.(4) Tahap operasi formal (11 tahun keatas) ciri pokok
perkembangan hipotetis, abstrak, deduktif, induktif, logis dan probabilities.
Setiap tahap-tahap perkembangan kognitif mempunyai beberapa sifat
yaitu tahap praoperasional, kemampuan skema kognitifnya terbatas. Pada tahap
ini anak suka meniru perilaku orang lain (khususnya orang tua dan guru) yang
pernah ia lihat ketika orang itu merespon perilaku orang, keadaan dan kejadian
yang dihadapi pada masa lampau. Anak mampu menggunakan kata–kata yang
benar dan mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek secara efektif. Tahap
kedua merupakan operasional kongkret, anak sudah mulai memahami aspek-aspek
komulatif materi (volume dan jumlah), mempunyai kemampuan memahami cara
mengkombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya, anak
sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa
yang kongkret. Padatahap ketiga, tahap operasional formal, anak menginjak usia
remaja. Tahap ini anak memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam
kemampuan kognitif baik secara simultan (serentak) maupun berurutan, mampu
berpikir untuk memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang
iii
relevan dengan lingkungan yang ia respon, mampu menggunakan prinsip-prinsip
abstrak. Usia diatas opersional formal adalah anak berada ditingkat pendidikan
SMA.
Menurut Sofyan , masa perkembangan anak SMA pada dasarnya adalah:
(1) Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. (2) Mempersiapkan diri, menerima, dan bersikap
positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri
sendiri.(3) Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam
peranannya sebagai pria dan wanita. (4) Memantapkan cara-cara bertingkah laku
yang dapat diterima lingkungan sosialnya. (5) Mengenal kemampuan, bakat,
minat serta arah perkembangan karir. (6) Mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk melanjutkan pelajaran atau
berperan serta dalam kehidupan masyarakat. (7) Mengenal gambaran dan
mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri, baik secara emosional maupun
social ekonomis. (8) Mengenal seperangkat sistem etika dan nilai-nilai untuk
pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan sebagai
mahluk Tuhan.
Menurut Piaget, paling sedikit ada empat faktor utama yang
mempengaruhi perkembangan kognitif anak yaitu: (1) perkembangan organ dan
kematangan fisik anak (2) latihan dan pengalaman, (3) interaksi sosial dan
transmisi dan (4) ekuilibrasi dan mekanisnya. Faktor yang keempat yang
terpenting dimana dalam proses ini anak senantiasa dituntut untuk selalu
mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya. (Paul Suparno, 2001 : 103104).
Menurut Piaget, “ Perumusan pertanyaan-pertanyaan merupakan salah satu
dari bagian-bagian yang paling penting dan kreatif dari sains yang diabaikan
dalam pendidikan sains “ (Ratna Wilis, 1988 : 162). Ini menunjukan bahwa
dewasa ini para pendidik kerap kali menganjurkan pemecahan masalah tetapi
jarang kita dengar tentang pentingnya penciptaan masalah-masalah dan pengajuan
pertanyaan. Suatu bagian penting dari kontruksi pertanyaan–pertanyaan tersebut
adalah selain para siswa mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan atau
memecahkan masalah, siswa juga termotivasi untuk bekerja keras.
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep
merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir. Konsep-konsep
merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan
prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Macam-macam konsep yang kita
pelajari tidak terbatas. Ratna Wilis (1989: 79) menyarankan bahwa “konsepkonsep dapat dibagi menjadi tujuh dimensi, yaitu : 1) Atribut, yang dimiliki setiap
konsep berbeda, dapat berupa fisik, misalnya warna, bentuk, atau tinggi, dapat
pula atribut itu berupa fungsional, 2) Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau
tergabungnya atribut-atribut yang dimiliki suatu konsep, 3) Keabstrakan,
merupakan kemungkinan suatu konsep dapat dilihat dan konkrit atau kosepkonsep itu terdiri dari konsep-konsep lain (abstrak), 4) Keinklusifan, yaitu suatu
konsep akan menjadi berkembang atau menjadi lebih luas apabila mengenal
konsep serupa melalui contoh-contoh, 5) Generalitas, adalah perbedaan posisi
kosep yang dapat diklasifikasikan menjadi superordinat dan subordinatnya, 6)
iv
Ketetapan, menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan
contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep. Klausmeier
mengemukakan empat tingkatan pencapaian konsep (concept attainment), yaitu
konkret, identitas, klasifikatori dan formal, 7) Kekuatan suatu konsep ditentukan
sejauh mana orang setuju, bahwa konsep itu penting.”
“Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek,
kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai
atribut-atribut yang sama” (Ratna Wilis, 1989: 80). Semua teori belajar
menekankan pentingnya pengaruh belajar sebelumnya pada belajar selanjutnya.
Dengan membiarkan para siswa maju dengan konsep-konsep yang tidak tepat,
dapat menimbulkan masalah-masalah belajar dimasa yang akan datang.
Pengetahuan guru tentang perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa itu
sendiri akan akan menyediakan informasi tambahan, bukan hanya untuk
menentukan konsep-konsep yang akan diajarkan, melainkan juga untuk
menentukan tingkat-tingkat yang dapat kita harapkan dicapai oleh para siswa.
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi
yaitu cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa, melalui
penerimaan atau penemuan. Dimensi yang kedua menyangkut bagaimana siswa
mengkaitkan informasi pada struktur koginif yang telah ada. Struktur kognitif
ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa
baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan infomasi dalam bentuk
final, maupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk
menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Pada tingkat
kedua siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan
(konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar
bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat hanya mencoba-coba menghafalkan
informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam
struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan. Inti belajar dari Ausubel
adalah belajar bermakna, merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dalam
belajar bermakna infomasi baru diasimilsikan pada subsumber-subsumber relevan
yang telah ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang baru
mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumber-subsumber yang telah
ada, tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maka subsumber itu dapat
relative besar dan berkembang atau kurang berkembang.
Menurut Ausubel dan juga Novak (1997 ) ada kebaikan dari belajar
bermakna yaitu: (1) Infomasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat
diingat. (2) Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari
subsumber-subsumber, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip.(3) Informasi yang dilupakan setelah subsumsi obliteratif,
meningkatkan efek residual (4) Pada subsumber, sehingga mempermudah belajar
hal-hal yang mirip.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar bermakna sangat juga
diperlukan pada pembelajaran kimia, sebab banyak konsep-konsep kimia yang
v
sangat luas, rumit sehingga terkadang siswa sulit memahami. Pelibatan emosi,
kebutuhan dan kesenangan aktualisasi diri siswa melalui kegiatan yang
melibatkan seluruh panca indra dan otak untuk berfikir sangat membantu
kebermaknaan belajar. Dalam proses pembelajaran kimia agar lebih bermakna
diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat, menarik dan menyenangkan,
sehingga konsep-konsep kimia dapat difahami dengan lebih mudah oleh siswa.
b.
Teori Belajar Kontruktivisme.
Teori kontruktivisme mengatakan bahwa pengetahuan seseorang adalah
bentukan (konstruksi) orang itu sendiri. Pengetahuan seseorang akan suatu benda
bukanlah tiruan benda itu, melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda
tersebut. Tanpa keaktifan seseorang mencerna dan membentuknya, seseorang
tidak akan mempunyai pengetahuan. Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari otak
guru yang dianggap tahu bila murid tidak mengolah dan membentuknya sendiri.
Pembentukan pengetahuan itu pertama-tama ditentukan oleh kegiatan atau
keaktifan siswa itu sendiri dalam berhadapan dengan persoalan, bahan, atau
lingkungan baru. “Siswa sendirilah yang membentuk pengetahuannya. Namun, ini
berarti bahwa orang lain atau lingkungan sosial lain mempunyai pengaruh dalam
pembentukan pengetahuan tersebut sebagai pemicu, mengkritik, dan menantang
sehingga proses pengetahuan lebih linier, gagasan siswa ditantang, diluruskan
serta diyakinkan” (Paul Suparno, 2001 : 123).
Menurut Piaget dalam Ratna Wilis (1988 : 160) proses konstruktif terbagi
dalam tiga macam (1) Subyek dan obyek (2) Skema-skema atau subsistemsubsistem (3) Pengetahuan keseleruhannya dan bagian-bagiannya bentuk pertama
dapat dipandang proses konstruksi pengetahuan fisis, bentuk yang kedua dapat
dipandang sebagai konstruksi pengetahuan logika-matematika dan bentuk ketiga
adalah diferensiasi dari skema-skema dan pengintegrasiannya ke dalam
keseluruhan pengetahuan. Prinsip yang esensial dalam model konstruktivisme
adalah bahwa anak-anak memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah, dan
pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu menunjang proses alamiah.
Teori belajar konstruktivisme mempunyai ciri-ciri atau prinsip sebagai
berikut: (1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, (2) Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan dari guru ke murid, kecuali dengan keaktifan murid sendiri untuk
menalar, (3) Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus. (4) Guru sekedar
membantu menyediakan sarana dan situasi terhadap proses kontruksi siswa.
Dari uraian di atas, untuk membangun dan meningkatkan pengetahuan
siswa diharapkan dapat menjadi fasilitator dan tidak menganggap bahwa ilmu
pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan hasil transfer secara langsung dari
guru kepada siswa. Sebagai fasilitator guru diharapkan memberi arahan pada
siswa tentang model dan pendekatan apa yang digunakan agar pengetahuan dapat
dibangun oleh siswa dengan konsep yang benar. Peran sekolah dalam membangun
ilmu pengetahuan siswa yaitu sebagai penyedia alat, sarana prasarana dan sumber
belajar.
2. Belajar dan Pembelajaran.
vi
Kegiatan belajar merupakan kegiatan pokok dalam proses pendidikan.
Proses belajar yang dialami siswa akan menentukan tingkat keberhasilannya
dalam pencapaian tujuan pendidikan. Belajar dapat diartikan sebagai interaksi
siswa dengan segala informasi yang berada dalam lingkungannya. Molenda
(2005) menyatakan ” Learning is development of new knowledge, skill or attitude
as an individual interact with information an environment”. Dengan demikian
seseorang telah melakukan kegiatan belajar apabila ia dapat mengembangkan
pengetahuannya yang baru, mendapatkan ketrampilan dan adanya perubahan
sikap sebagai akibat interaksi individu dengan informasi di lingkungannya.
Selama individu dapat bereaksi dengan informasi di lingkungannya, maka selama
itu pula terjadi proses belajar.
Belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per
orang sebagai satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pengetahuan,
sikap dan ketrampilannya serta dapat menyesuaikan dengan lingkungan
masyarakat. (Legiman,2008:26). Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003,
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik, pendidik, sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Oleh karena itu agar tercapai tujuan pendidikan, seorang
guru sebagai pendidikan dalam melakukan interaksinya maka benar-benar harus
menyadari dan memahami serta dapat merencanakan agar terjadi suasana belajar.
Dalam pembelajaran guru tidak hanya dituntut menguasai materi yang
akan diajarkan, tetapi juga dapat mengembangkan ketrampilan berfikir siswa
melalui model-model pembelajaran yang dipilihnya. Guru harus aktif, kreatif dan
inovatif dalam melakukan pemilihan terhadap model, metode dan media
pembelajaran yang akan digunakan, serta dapat melaksanakannya. Siswa harus
ditempatkan sebagai subyek dan bukan obyek. Oleh karenanya pembelajaran yang
dilakukan harus memberi kesempatan pada siswa untuk aktif, kreatif dan
berinovatif memahami dan mengembangkan wawasan pengetahuannya. Guru
dapat menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing siswa, dan
bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam pembelajaran guru harus dapat
mengkomunikasikan antara kompetensi yang harus dikuasai siswa dengan
kompetensi yang telah ada pada diri siswa. Agar terjadi komunikasi yang baik
diperlukan media dalam pembelajaran. Peran guru seperti itulah yang diharapkan
dapat mencapai tujuan belajar meliputi koqnitif, afektif dan psikomotorik.
3. Siklus Belajar.
Dasar pemikiran konstruktivis ialah bahwa pembelajaran efektif
menghendaki agar guru mengetahui bagaimana cara para siswa memandang
fenomena yang menjadi subyek pengajaran. Pelajaran kemudian dikembangkan
dari gagasan yang telah ada itu, mungkin melalui langkah-langkah intermediate
dan berakhir dengan gagasan yang telah mengalami modifikasi.
vii
Menurut Herro (1988) dalam Ratna Wilis (1989) salah satu strategi
mengajar untuk menerapkan model konstruktivis ialah menggunakan siklus
belajar. Siklus belajar terdiri dari tiga fase yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan
konsep, dan fase aplikasi konsep. Selama eksplorasi para siswa belajar melalui
aksi dan reaksi mereka sendiri dalam suatu situasi baru. Fase ini menyediakan
kesempatan bagi para siswa untuk menyediakan kesempatan bagi para siswa
untuk menyuarakan gagasan-gagasan mereka yang bertentangan dan dapat
menimbulkan perdebatan dan suatu analisa mengenai mengapa mereka
mempunyai gagasan-gagasan yang demikian. Eksplorasi juga membawa para
siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang diselidiki.
Fase kedua adalah pengenalan konsep, biasanya dimulai dengan memperkenalkan
suatu konsep atau konsep-konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang
diselidiki, dan didiskusikan dalam konteks apa yang telah diamati selama fase
eksplorasi. Fase ketiga, fase aplikasi menyediakan kesempatan bagi para siswa
untuk menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk menyelidiki
sifat-sifat atau konsep-konsep lebih lanjut. Menurut Lawson, siklus belajar terdiri
dari tiga macam, yaitu: deskriptif, empiris-induktif, dan hipotesis deduktif. Ketiga
siklus belajar ini menunjukkan suatu continuum dari sains deskriptif hingga suatu
eksperimental. Dengan sendirinya ketiga siklus ini menghendaki perbedaan dalam
inisiatif, pengetahuan, dan kemampuan menalar dari para siswa. Ditinjau dari segi
penalaran siklus belajar deskriptif menghendaki hanya pola-pola deskriptif
(seriasi, klasifikasi, koservasi). Siklus belajar empiris induktif bersifat
intermediate, menghendaki pola-pola penalaran deskriptif, tetapi pada umumnya
melibatkan pula pola-pola yang tinggi. Ketiga siklus belajar yang telah diuraikan
di atas, tidak sama efektifnya dalam menimbulkan disekuilibrium, argumentasi
dan penggunaan pola-pola menalar untuk menyelami konsepsi-konsepsi atau
miskonsepsi-miskonsepsi yang terdapat pada para siswa.
Dalam siklus deskripsi guru dan siswa hanya memeriksa apa yang mereka
amati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil
pengamatan mereka. Pada siklus ini siswa menemukan dan memeriksa suatu pola
empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), sedangkan guru memberi nama
pola itu (pengenalan istilah atau konsep) untuk diaplikasikan.
Dalam siklus belajar empiris induktif para siswa juga menemukan dan
memberikan pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), selanjutnya
mengemukakan sebab-sebab terjadinya pola itu. Pada siklus hipotesis deduktif
dimulai dari menyatakan sebab, merumuskan jawaban (hipotesis), menurunkan
konsekuensi logis dari hipotesis, merencanakan dan melakukan eksperimen untuk
menguji hipotesis, dan menganalisis hasil. Hasil analisis kemudian diaplikasikan
disituasi lain dikemudian hari.
Dengan berpegang pada ketiga siklus belajar yang diuraikan di atas, kita
mengajar dengan cara sedemikian rupa sehingga para siswa mampu
mengemukakan konsepsi atau gagasan yang sudah mereka miliki dan menguji
serta mendiskusikan gagasan-gagasan tesebut secara terbuka. Dengan pendekatan
ini para siswa akan belajar bahwa gagasan hanya akan berguna bila cocok dengan
kenyataan dan mereka akan mau mengubah pikiran mereka bila dihadapkan pada
viii
kenyataan suatu sikap ilmiah penting yang perlu dikembangkan. (Ratna Wilis,
1989: 165-166)
4. Pembelajaran IPA (Sains).
Pendidikan dalam arti yang luas berarti suatu proses untuk
mengembangkan semua aspek kejadian manusia, yang menyangkut pengetahuan,
nilai serta sikap dan ketrampilannya. Pendidikan bertujuan untuk mencapai
kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan pada hakekatnya akan
mencakup kegiatan mendidik, mengajar, membimbing dan melatih. Kegiatan
tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai.
Pendidikan sains seperti halnya pendidikan pada umumnya, memiliki
peran yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian, dan perkembangan
intelektual anak. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, pendidikan sains
senantiasa mengalami pengkajian ulang, pembaharuan untuk mencari bentuk yang
paling sesuai. Sains terdiri dari tiga komponen yaitu: Sains sebagai produk, proses
dan sikap. Dengan demikian dalam pembelajaran sains ada beberapa kompetensi
yang harus dikembangkan. Secara akademis siswa harus mengalami konsep sains
dan pemecahannya baik secara ilmiah melalui strategi deduktif maupun induktif.
5. Metode Pembelajaran Simulasi.
Salah satu metode mengajar yang konstruktivistis adalah metode
simulasi. ”Simulasi adalah model dinamika yang menggambarkan atau
mengungkapkan sistem fisik (non manusia) atau sosial (manusia) yang
diabstraksikan dari kenyataan dan disederhanakan untuk proses belajar”
(Greenblat, 1982, dalam Kindsvatter, 1996). ”Unsur penting dalam simulasi
adalah abstraksi dari kenyataan yang ada, dan abstraksi itu diperankan.” (Paul
Suparno, 2007: 82).
Dalam simulasi siswa diajak memerankan sesuatu yang akan
dipelajarinya dalam kelas, baik berupa benda hidup, benda mati bersifat abstrak
maupun yang nyata. Metode ini banyak digunakan dan sangat membantu siswa
menjadi senang dan tertarik belajar. Dalam perannya siswa dapat terlibat secara
aktif, tanpa tekanan, ditekankan pada bermain peran dan diajak untuk dapat
mengambil keputusan. Siswa dapat secara aktif menyumbangkan gagasannya bagi
persoalan-persoalan lingkungannya. Sebagai bagian dari konstruktivistis, simulasi
membantu siswa untuk dapat mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki dengan
informasi atau suasana baru yang mereka temui. Siswa dipaksa aktif , berfikir, dan
terlibat dalam persoalan yang dihadapai. Adanya interaksi dengan teman dan
masalah yang dihadapi membawa siswa lebih mengerti dan memahami persoalan
yang sedang dipecahkannya.
Simulasi sebaiknya didesain untuk membantu siswa belajar dan
menganalisis situasi dunia nyata dengan suatu proses dan terlibat aktif
didalamnya. Peranan guru lebih membuat struktur dan memfasilitasi simulasi
yang akan dilakukan, dan mengadakan diskusi setelah siswa melakukan simulasi.
ix
Dengan demikian simulasi dapat membuat pengetahuan yang dipelajari relevan
dan sesuai dengan yang terjadi dalam hidup.
Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
menggunakan metode simulasi, baik simulasi non manusia dan juga role play
yang menyangkut manusia, yaitu orientasi, persiapan peserta, perjalanan simulasi,
dan diskusi.
a. Orientasi
Dalam langkah ini guru menjelaskan kepada siswa arti simulasi yang
akan dilakukan. Kemudian juga dijelaskan tujuan dari simulasi, agar terarah
dalam melakukan simulasi. Guru juga menyampaikan persoalan yang akan
disimulasikan. Dalam penelitian ini guru menyampaikan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dicapai siswa. Pokok bahasan atau materi yang akan
dibahas adalah Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur.
b. Persiapan peserta
Guru Perlu mempersiapkan skenario dan persoalan yang ingin
disimulasikan. Prosedur yang akan dilakukan siswa serta membagi kelompok dan
menjelaskan aturan permainannya. Dalam penelitian ini siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa. Masing-masing
kelompok mengatur tempat duduknya sehingga saling berhadapan dan dapat
berkomunikasi satu dan yang lain. Antara kelompok satu dengan kelompok lain
diatur jaraknya sehingga tidak saling terganggu. Sebelum simulasi dimulai guru
juga mempersiapkan kartu yang berisi notasi atom sebanyak 8 lembar untuk
masing-masing kelompok dan LKS non eksperimen. Tiap kelompok peserta harus
telah menyiapkan alat peraga yang dimaksud. Setelah semuanya siap guru
menjelaskan prosedur yang harus dilakukan agar dapat menjawab pertanyaan atau
persoalan-persoalan yang ditemuinya.
c. Perjalanan simulasi
Siswa melakukan simulasi secara aktif sesuai dengan aturan main yang
dijelaskan oleh guru. Selama simulasi dilakukan siswa guru bertindak sebagai
fasilitator agar simulasi berjalan lancar. Siswa diberi kebebasan mengungkapkan
dan memainkan simulasi menurut keyakinan dan pemikirannya. Setelah selesai
kegiatan simulasi siswa ditutup.
d. Diskusi
Pada akhir simulasi guru mengajak siswa mendiskusikan apa yang telah
diperolehnya. Hal ini penting dilakukan agar siswa menyadari apa yang telah
dilakukannya, guru dapat melakukan refleksi, kemudian mengajak siswa untuk
menyusun suatu kesimpulan. Masing-masing kelompok dapat mempresentasikan
hasil kerjanya dan diperiksa secara bersama-sama untuk dilakukan pembetulan
terhadap kesalahan dan penguatan terhadap hasil yang telah benar. .
Untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap apa yang
dipelajarinya, guru memberikan latihan-latihan sampai pada pengembangan
x
materi. Selanjutnya guru memberikan tugas atau pekerjaan rumah (PR) untuk
pendalaman materi.
6. Model Pembelajaran PAIKEM.
Profesional seorang guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan
ilmu pengetahuan tetapi lebih pada kemampuanya mengembangkan
kemampuannya dalam melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna
bagi siswanya. Seorang guru harus dapat pelajaran yang sebelumnya tidak
menarik menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, dan yang
sebelumnya tidak bermakna menjadi bermakna. Dengan demikian kondisi yang
diciptakan guru harus dapat menjadikan motivasi bagi siswa agar belajar bukanlah
kewajiban tetapi merupakan kebutuhan siswa.
Guru memiliki kompetensi penting dalam pembelajaran yang diharapkan
dapat dilaksanakan secara optimal, yang meliputi sumber belajar, fasilitator,
pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator, dan evaluator. Fungsi dan peran
guru tersebut secara simultan dapat dilakukan melalui pendekatan PAIKEM (
Pendekatan Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan).
Penekanan belajar konstruktivisme oleh Paul Suparno dalam Kusmoro
(2008) terletak pada aktivitas siswa dalam membentuk makna dari setiap kali
berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru. Dimana tekanan
konstruktivisme tersebut berlanjut hingga membuat pengertian baru yang
dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya. Pada
saat pembelajaran dimulai siswa telah memiliki pengalaman dan pengetahuan
awal yang dapat digali oleh guru. Pengetahuan awal yang relevan dengan materi
yang diajarkan akan dapat dikembangan sehingga membentuk konstruksi
pengetahuan, konsep serta teori baru.
Menurut Paul Suparno (2006:9-10), Pengetahuan bukanlah suatu barang
yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan yang sudah
dipunyai guru fisika tidak dapat begitu saja dipindahkan dan dituangkan dalam
otak siswa. Pengetahuan hanya dapat ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksi
sendiri secara aktif oleh siswa itu sendiri.
Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil (1986) adalah membantu
siswa memperoleh informasi, ide, ketrampilan, nilai, cara berfikir sarana untuk
mengekspresikan dirinya (Sugianto, 2007:3). Pendekatan PAIKEM adalah
serangkaian kegiatan-kegiatan yang menjadikan pembelajaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif dan menyajikan suasana yang menyenangkan. Untuk mencapai hal
tersebut dikembangkan berbagai model pembelajaran dalam usaha
memaksimalkan hasil belajar siswa. Model dan strategi pembelajaran yang
dikembangkan diantaranya adalah pembelajaran kontekstual, kooperatif, quantum
learning, ketrampilan proses, dan lain-lain. Khein (1988) dan Depdiknas (2005)
dalam Sanjaya (2006) menjelaskan ada 8 (delapan) prinsip dalam memilih strategi
pembelajaran yaitu :1). Berorientasi pada tujuan, 2). Mendorong aktivitas siswa,
3). Memperhatikan aspek individual siswa, 4). Mendorong proses interaksi, 5).
Menantang siswa untuk berfikir, 6). Menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat
xi
dan menguji, 7). Menimbulkan proses belajar yang menyenangkan, 8). Mampu
memotivasi siswa lebih lanjut
PAIKEM dimaksudkan sebagai salah satu usaha mendorong terus
ditingkatkan pelaksanaan pembelajaran di lapangan yang benar-benar berorientasi
kepada siswa sebagai subyek belajar dan efektif hasilnya. Pembelajaran aktif
merupakan pembelajaran yang melibatkan saling berinteraksi secara aktif guru
dan siswa. Ditinjau dari kegiatan siswa, pembelajaran aktif mampu membuat
siswa bertanya, mengemukakan gagasan, mempertanyakan gagasan orang lain
(guru atau siswa lain) atau gagasan dirinya, dapat mengakses berbagi pengetahuan
dan informasi untuk dibahas dan dikaji selama proses pembelajaran di kelas.
Dalam pembelajaran aktif siswa menemukan kesimpulan sendiri hingga dapat
dijadikan nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Ditinjau dari kegiatan guru, pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang
menuntut guru aktif dalam memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan
balik, mempertanyakan gagasan peserta didik, mengajukan pertanyaan yang
menantang siswa, memberi motivasi setiap awal pelajaran, mengajak siswa
berdiskusi( guru sebagai fasilitator), memberi penguatan atas pendapat dan
temuan siswa yang relevan dan logis, menganalisis berbagai pengetahuan dan
informasi yang dikemukakan siswa, memberikan arahan dan bimbingan, mengatur
jalannya proses pembelajaran dan lain-lain. Pembelajaran aktif adalah
pembelajaran yang menjadikan para siswa dengan aktif mendapatkan berbagai
pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensi
mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi seperti menganalisis dan
mensintesis serta melakukan penilaian terhadap berbagai berbagai peristiwa
belajar, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
hendaknya guru dapat menciptakan kegiatan yang beragam sesuai dengan
kemampuan siswa.
Pembelajaran inovatif, disebutkan “Innovative teaching strategies is more
than a standart textbook on teaching methodology. A developing concept in
education is the notion of brain compatible teaching, which suggests that
understanding the brain can lead to teaching techniques consistent with human
learning”.(Rockler,1988:3). Inovasi bertujuan meminimalkan persoalan-persoalan
yang timbul dalam pembelajaran. Pengembangan pembelajaran meliputi
pendekatan, model pembelajaran, metode, media, pengelolaan kelas. Masingmasing kelas merupakan suatu produk budaya yang digunakan atau budaya itu
sendiri. Guru adalah seseorang yang dapat memahami dan mengaplikasikan
bentuk micro time (termasuk emphasis polikronik dan monokronik), syne time
(termasuk konsep intrainmen), dan ekstensi dapat dijadikan petunjuk. Aktivitas
polikronik dapat memperbaiki kesetimbangan antara saat alamiah dan waktu yang
diukur menggunakan waktu dan kalender. Sehingga guru dapat memperkaya dan
menyadari bentuk pembelajaran lingkungan. Perbedaan besar antara saat
polikronik dan saat monokronik melibatkan persepsi individu dan kelompok.
Budaya monokronik dan orang monokronik memilih satu untuk satu hubungan
yang tepat seperti mereka membentangkan satu menit pada satu waktu. Orang
polikronik mencari hubungan serentak banyak orang seperti mereka mengamati
waktu yang lama.
xii
Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang dapat mewadahi gagasan
dan kreativitas dari siswa dan guru. Pembelajaran ini memberikan kesempatan
pada siswa untuk merancang, membuat dan berkreasi, mengkomunikasikan
gagasan, pendapat atau pikirannya, melalui karya tertentu secara tertulis atau tidak
tertulis. Kegiatan dalam pembelajaran ini dapat memperkuat daya imajinasi
membangkitkan rasa keingintahuan siswa. Guru dalam pembelajaran dituntut
untuk dapat memilih, mengembangkan dan melaksanakan metode dan teknikteknik pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi dan tujuan belajar siswa.
Selain itu guru juga dituntut membuat dan dapat menggunakan media-media
pembelajaran yang kreatif dan bervariasi. Pendekatan, model, metode dan teknik
pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru harus dapat meningkatkan
gairah dan motivasi siswa, merangsang timbulnya kreativitas siswa baik dalam
berfikir maupun bertindak. Hasil dari kreativitas siswa dan guru akan memberikan
karya baik dalam perbaikan konsep maupun melahirkan konsep baru .
Menurut Solikhan (2004) dalam Kusmoro (2008:59): “Pembelajaran yang
efektif adalah pembelajaran yang dikelola sedemikian rupa sehingga dengan input
yang ada dan proses yang dikelola dapat dicapai hasil seoptimal mungkin.”
Pembelajaran dianggap efektif apabila siswa dapat termotivasi dan mampu
memanfaatkan kesempatan belajar yang ada untuk mengusai kompetensi yang
harus dimilikinya baik secara koqnitif, afektif dan psikomotorik. Bagi guru
pembelajaran yang efektif apabila dapat memberi kesempatan dan menghantarkan
siswa membangun kompetensinya, memberikan pengalaman baru, dan
menjangkau pada kestabilan memori jangka panjang dan jangka pendek. Agar
pembelajaran menjadi efektif maka perlu keterlibatan seluruh siswa, penyediaan
suasana dan lingkungan belajar yang memadai, serta pengelolaan yang dilakukan
guru. Pengelolaan tersebut meliputi: siswa, tempat belajar, kegiatan pembelajaran
materi dan sumber belajar.
Pembelajaran menyenangkan ( Joyfull instruction) dalam Mulyasa
(2006:94), menegaskan “Pembelajaran yang menyenangkan merupakan suatu
proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara
pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under
pressure). Pembelajaran yang menyenangkan akan memberikan kenyamanan,
tenangan, tidak takut, menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi, memberikan
suasana yang hidup, semarak sehingga memudahkan siswa memusatkan
perhatiannya.” Kondisi ini akan memungkinkan siswa mendapatkan kesempatan
untuk dan berimajinasi, melakukan eksplorasi dan mengaplikasikan konsep yang
diperolehnya.
Pembelajaran yang menyenangkan membuat siswa berani mencoba dan
berbuat, berani bertanya dan berani mengungkapkan gagasan tanpa harus takut
dihina dan dicemoohkan. Guru harus dapat memilih dan memilah informasi atau
gagasan yang bermutu dari siswa. Gagasan yang tadinya dianggap remeh dan
sederhana adakalanya sebagai konsep yang dasar untuk dapat mengembang,
memperbaiki dan menemukan konsep yang baru. Disinilah peranan guru penting
sebagai fasilitator dan motivator siswa.
7. Media Konfigurasi Elektron
xiii
Alat peraga, alat bantu mengajar (teaching aids), alat bantu audio visual
(AVA) atau alat bantu belajar yang lain, pada dasarnya semua istlilah itu dapat
kita masukkan dalam konsep media, karena konsep-konsep tersebut merupakan
perkembangan lebih lanjut dari konsep-konsep tersebut. Alat peraga adalah alat
(benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur
tertentu agar tampak lebih nyata/ konkrit. Alat bantu adalah alat (benda) yang
digunakan oleh guru untuk mempermudah tugas dalam mengajar. Audio Visual
Aids (AVA) mempunyai pengertian dan tujuan yang sama hanya saja
penekanannya pada peralatan audio dan visual. Sedangkan alat bantu mengajar
penekanannya pada pihak yang belajar (pebelajar). Semua istilah tersebut dapat
kita rangkum dalam satu istilah umum yaitu media pembelajaran (Rahadi, 2003 :
10).
Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari
“ medium” yang secara harfiah berati perantara atau pengantar. Makna umumnya
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber belajar
informasi kepada penerima informasi. Proses belajar mengajar pada dasarnya juga
merupakan proses komunikasi sehingga media yang digunakan dalam
pembelajaran disebut media pembelajaran.
a. Media Bongkar Pasang
Bongkar pasang merupakan alat permainan yang populer dikalangan anakanak. Ditingkat taman kanak-kanak (TK), dikenal bongkar pasang untuk pakaian,
memasangkan potongan gambar (puzzle) dan lain-lain. Di SD dan seterusnya
mulai dikembangkan scrable untuk mengenal berbagai istilah dan pemahaman
konsepnya, serta mengenal berbagai istilah dalam mata pelajaran.
Pada pembelajaran konfigurasi elektron khususnya, alat peraga bongkar
pasang mudah dibuat dan dimainkan oleh siswa. Petunjuk pembuatan dan
penggunaannya dibuat dengan jelas. Variasi dan komposisi warna serta assesoris
dapat dilakukan oleh siswa, sehingga terlihat lebih indah dan menarik untuk
dipelajari. Siswa dapat melakukan konfigurasi elektron suatu unsur yang
diketahui notasi atomnya, sesuai dengan aturan yang berlaku (prinsip aufbau,
aturan Hund dan larangan Pauli). Bila telah tersusun dan telah dipahami informasi
yang diperlukannya maka siswa dapat menggantinya dengan notasi unsur yang
lain.
Fungsi alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron adalah untuk
menunjukkan letak sebaran elektron dalam kulit atom, subkulit hingga letaknya
dalam orbital, serta bilangan kuantum elektron sesuai dengan kedudukannya.
Prinsip kerja alat ini dapat dikemukakan sebagai berikut: sejumlah elektron yang
dimiliki oleh suatu atom digambarkan melalui lembar karton kecil yang akan
dipasang pada bagan (Lembar karton besar). Urutan Pengisian elektron mengikuti
azas Aufbau (mengikuti arah panah). Ketika pengisian elektron sampai pada
orbital yang memiliki energi yang setingkat (pada subkulit p, d, dan f) maka harus
mematuhi aturan Hund dan larangan Pauli.
Bila konfigurasi elektron telah dilakukan dengan benar, maka bilangan
kuantum masing-masing elektron yang dimiliki oleh atom dapat ditunjukkan
dengan tepat. Demikian pula dengan jumlah orbital yang ditempati oleh elektron.
xiv
Jika konfigurasi elektron pada atom yang netral telah dapat dilakukan maka
latihan konfigurasi elektron dapat dilanjutkan dan dikembangkan untuk
konfigurasi elektron terhadap ion positif ataupun ion negatif.
b. Media Komputer
Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi
informasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan
dan perhitungan sederhana dan rumit. Satu unit computer terdiri atas empat
komputer dasar, yaitu input (misalnya keyboard dan writing pad), prosesor (CPU:
unit pemrose data yang diinput), penyimpan data (memori yang akan menyiman
data yang akan diproses oleh CPU baik secara permanen (ROM) maupun untuk
sementara (RAM), dan output (misalnya layar, monitor, printer atau plotter).
Komputer memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan
mengendalikan berbagi peralatan lainnya, seperti CD player, Video tape, dan
audio tape. Disamping itu, komputer dapat merekam, menganalisis, dan memberi
reaksi kepada respon yang diinput oleh pemakai/ siswa. Pemanfaatan komputer
untuk pendidikan yang dikenal dengan pembelajaran dengan bantuan komputer
(CAI) dikembangkan dalam beberapa format, antara lain: drills and practice,
tutorial, simulasi, permainan dan discovery. Komputer telah pula digunakan untuk
pengadministrasian tes dan pengelolaan administasi sekolah.
Berbagai progam dapat disajikan oleh komputer antara lain: MS. Word,
excell, power point, corel dan lain-lain. Penyajian power point dalam
pembelajaran dapat dilengkapi dengan animasi-animasi sederhana yang
menyenangkan dan menarik minat siswa untuk belajar. ( Azhar Arsyad, 1997:5354). Program power point digunakan dalam penyajian materi Struktur Atom dan
dilengkapi animasi sederhana. Secara prinsip apa yang disajikan pada Bongkar
pasang konfigurasi elektron sama dengan yang disajikan menggunakan komputer.
Pengisian elektron pada kulit atom, subkulit sampai dapa orbital, menggunakan
prinsip aufbau, aturan Hund dan eksekusi Pauli. Animasi sederhana membantu
siswa dapat membantu siswa memahami urutan pengisian elektron dari tingkat
energi rendah ke tingkat energi tinggi, pengisian elektron pada subkulit yang
memiliki orbital dengan energi setingkat, dan pembentukan pasangan elektron
secara visual.
Penggunaan media ini juga dilengkapi dengan penggunaan LKS non
eksperimen untuk mengembangkan kreativitas dan pemahaman siswa. Pada media
komputer siswa juga dapat menggali kemampuannya untuk menentukan bilangan
kuantum dari elektron terakhir, menentukan letak unsur pada system periodik
berdasarkan konfigurasi elektronnya. Untuk dapat mengoperasikan program ini
siswa harus telah mengusai pengopersian komputer dengan program power point.
8. Kreativitas.
Menurut UU. No. 20 Tahun 2003 sikap kreatif merupakan salah satu
tujuan pendidikan nasional. Kenyataan di lapangan pengembangan kreativitas
tampaknya selalu menjadi wilayah yang paling sering terabaikan, padahal
xv
kreativitas atau daya cipta adalah adalah wilayah manusia yang paling unik dan
sekaligus membedakan dari makhluk lainnya. Kreativitas adalah bentuk aktivitas
imajiatif yang mampu menghasilkan sesuatu bersifat orisinil, murni, asli dan
bermakna (Anna Craft, 2004). Menurut Anna Craft, pikiran berdaya adalah titik
utama kreativitas, sedangkan Kreativitas adalah suatu bentuk yang secara
sekaligus mencakup multiple intelliegence.
Menurut Martin Jamaris(2003: 67), aspek-aspek yang mempengaruhi
kreativitas adalah: 1). Aspek kemampuan koqnitif, 2). aspek intuisi dan imajinasi,
3). aspek penginderaan dan 4). Aspek kecerdasan emosi. Seorang siswa yang
memiliki pengetahuan cukup baik, mampu berimajinasi dan memiliki intuisi baik,
dapat melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya, serta memiliki
kecerdasan emosional maka sikap kreatifnya akan muncul.
Menurut Herminanto (2004:17) indikator kreativitas meliputi rasa ingin
tahu, kemampuan bertanya, mengajukan usul dan gagasan, berani berpendapat
secara spontan, menghargai keindahan, ide pribadi, tidak mudah terpengaruh
orang lain, memiliki rasa humor dan daya imajinatif yang tinggi, mampu
mengajukan pemikiran dan gagasan untuk memecahkan masalah, dapat bekerja
sendiri, senang mencoba hal-hal yang baru, serta mampu mengembangkan atau
merinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi). Dengan mengembangkan
kreativitas pembelajaran bukanlah hal yang menjemukan, tetapi akan terasa lebih
indah, lebih hidup, bukan merupakan beban, tetapi merupakan hal yang
menyenangkan.
Pengembangan kreativitas dapat bermula dari pengetahuan yang
dimilikinya dan mengenal masalah dilingkungannya agar dapat menemukan
pemecahan suatu masalah. Gordon dalam Joyce dan Weil (1980: 166) tertarik
pada pendekatan baru yang disebut Sinektik. Sinektik adalah pendekatan untuk
mengembangkan kreativitas. Empat ide dasar sinektik yang menantang adalah :
(1) Kreativitas penting dalam aktivitas setiap hari. (2) Proses kreatif tidak
semuanya merupakan hal yang misterius, tetapi kreativitas dapat ditingkatkan
melalui deskripsi dan latihan secara langsung. (3) Pendapat yang kreatif adalah
sama dalam lahan–seni, sains–pabrik mesin, dan memiliki karateristik seperti
penopang proses intelegensi. Gordon menganggap ada hubungan antara pemikiran
umum dalam seni dan sains sama kuatnya. (4) Asumsi bahwa pendapat individu
dan kelompok (creative thinking) adalah sangat mirip. Individual dan pendapat
umum kelompok dan hasil dalam banyak bentuk yang sama. Hal ini sangat
berbeda dari sikap kreatif adalah intensitas pengalaman personal.
Dalam pembelajaran guru membantu siswa melihat konsep-konsep yang
telah dikenalnya dengan cara yang segar. Dimulai dari mengambil konsep dari
situasi yang dijelaskan siswa atau topik yang mereka lihat sekarang, menjelaskan
sebelumnya dalam sebuah tulisan. Ilustrasi model pembelajaran dalam enam fase :
1) Description of present condition yaitu fase dimana guru memiliki deskripsi
situasi siswa atau topik seperti yang mereka lihat sekarang, 2) Direct analogy
yaitu fase dimana siswa mengusulkan analogi langsung, memilih satu, dan
memeriksa (mendeskripsikan) lebih luas, 3) Personal anology yaitu fase dimana
siswa menjadikan analogi yang mereka seleksi dalam dua fase, 4) Compressed
conflict: siswa membawa deskripsinya dari dua fase dan tiga, membantu
xvi
mengusulkan penekanan konflik dan memilih salah satu, 5) Direct
analogymerupakan fase dimana siswa umumnya dan menyeleksi analogi langsung
lainya didasarkan pada penekanan konflik, 6) Reexamination of the original
taskmerupakan fase dimana guru mengembalikan siswa pada tugas aslinya atau
problemnya dan digunakan analogi sebelumnya dan atau masuk pada pengalaman
sinektik.
Selanjutnya menurut Mulyasa (2006) dalam Kusmoro (2008:59)
pembelajaran kreatif menuntut guru mampu untuk merangsang kreativitas siswa,
baik dalam mengembangkan kecakapan berfikir maupun dalam melakukan suatu
tindakan. Berfikir kreatif selalu dimulai dari berfikir kritis, guna menemukan atau
melahirkan sesuatu yang tadinya belum ada atau memperbaiki sesuatu. Hasil dari
suatu kreativitas merupakan sesuatu yang baru tetapi logis dan dapat diuji secara
empiris. Tetapi dapat pula berupa perbaikan dari suatu konsep, ide atau produk
yang kurang atau tidak tepat.
9. Gaya Belajar
Setiap siswa memiliki cara-cara yang berbeda-beda dalam melakukan
aktivitas belajarnya. Perbedaan yang dimiliki individu pebelajar oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi meliputi perkembangan intelektual, kemampuan
berbahasa, latar belakang pengalaman, cara/ gaya belajar, bakat dan minat, dan
kepribadian (Gino, dkk,1996:6). Gaya belajar merupakan cara yang cenderung
dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memprosesnya.
Sesuai dengan pernyataan Bobby DePorter (1999:110-112) bahwa, “Gaya belajar
seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur
serta mengelola informasi”. Sedangkan Winkel (2007:147) mengemukakan bahwa
:”gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. Cara yang khas ini
bersifat individual yang kerap kali tidak disadari dan sekali terbentuk dan
cenderung bertahan terus. “Pendapat lain juga dinyatakan oleh Nasution (2004:94)
bahwa, “Gaya belajar adalah cara yang dengan konsisten dilakukan oleh seorang
siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan
memecahkan soal”. Bobby DePorter dan Mike Hernacki (1999:112-113)
menggolongkan gaya belajar berdasarkan cara menerima informasi dengan mudah
(modalitas) ke dalam tiga tipe yaitu gaya tipe visual, tipe auditorial, dan tipe
kinestetik.
1). Visual
Bobby DePorter (1999:116) mengemukakan bahwa orang yang bertipe
visual memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) perilaku rapi, teliti terhadap detail, b)
lebih mudah dalam mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar, c)
mengingat dengan asosiasi visual, d) lebih suka membaca dari pada dibacakan, e)
mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal. Pendapat lain diungkapkan
oleh Sriyono (1992:4), siswa yang memiliki gaya belajar visual dapat menerima
informasi dengan baik bila ia melihat langsung. Dari pendapat di atas disimpulkan
gaya belajar tipe visual cenderung akan lebih baik memaksimalkan indera
penglihatan dalam menyerap dan mengelola informasi.
2). Auditorial
xvii
Bobby DePorter (1999:118) mengemukakan bahwa orang-orang yang
bertipe auditorial memiliki ciri-ciri perilaku sebagai berikut: a) mudah terganggu
oleh keributan, b) senang membaca dengan keras dan mendengarkan, c) dapat
mengulang kembali atau menirukan nada dan birama, d) suka berdiskusi, e)
mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat visualisasi.
Sriyono (1992:4) juga menyatakan bahwa, “ siswa yang bertipe mendengarkan
dapat menerima dengan baik setiap informasi dengan mendengarkan”. Tipe gaya
belajar auditorial akan lebih baik jika memaksimalkan indera pendengaran dalam
menyerap dan mengolah informasi.
3). Kinestetik
Ciri-ciri tipe gaya kinestetik menurut Bobby DePorter (1999:118-120)
adalah sebagai berikut: a) selalu berorientasi pada fisik, b) belajar melalui
manipulasi dan praktik, c) menyukai buku-buku yang berorientasi pada alur atau
isi, d) ingin melakukan segala sesuatu. Pendapat mengenai tipe kinestetik yang
diungkapakan Sriyono (1992:4) menyatakan bahwa, “Siswa yang bertipe motorik
akan menerima infomasi dengan baik apabila ia melakukan sendiri secara
langsung”. Proses pembelajaran pendekatan PAIKEM dengan disertai media
bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer yang disajikan secara
interaktif diharapkan mampu membuat siswa yang bertipe kinestetik mampu
belajar lebih baik sehingga mampu meningkatkan kemampuan kognitifnya.
Dari keterangan di atas, pengkategorian tipe gaya belajar tidak berarti
bahwa individu hanya memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu
sehingga tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain, akan tetapi
pengkategorian tipe tertentu menjadi pedoman bahwa individu memiliki
karakteristik cara belajar yang paling menonjol. Dengan demikian jika siswa
mendapat rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya
untuk menyerap pelajaran sesuai dengan seperti penggunaan pendekatan dan
media tertentu dalam pembelajaran.
10. Prestasi Belajar.
Kata Prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie artinya hasil
usaha. Jika diperhatikan istilah prestasi belajar berasal dari kata-kata prestasi dan
belajar. Pendapat lain oleh Suratinah Tirtonegoro (2001 : 43) “ Prestasi adalah
penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah
dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Belajar merupakan suatu proses
yang tidak dapat dilihat dengan nyata. Proses ini terjadi pada diri seseorang yang
sedang belajar. Berapa besar hasil belajar tergantung diri seseorang melakukan
proses belajar. Prestasi belajar siswa merupakan hasil usaha siswa dalam proses
belajar. Jadi berhasil atau tidaknya proses pembelajaran dapat diketahui dari
prestasi belajarnya. Tujuan dari arah proses pembelajaran pada hakikatnya adalah
merumuskan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah
menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Untuk mengetahui
keberhasilan proses dalam hasil belajar dilakukan dengan penilaian.
xviii
Menurut Permen Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian
Pendidikan, Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk pencapaian hasil belajar peserta didik. Untuk mengetahui proses
mengukur pencapaian kompotensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik dilakukan
ulangan atau Metode tes, observasi, penugasaan perseorangan atau kelompok,
sesuai dengan karakteristik kompotensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
Dalam penelitian ini tekniknya adalah tes tertulis, tes praktik atau tes kinerja.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
hasil usaha anak didik selama mengikuti pembelajaran atau kegiatan belajar
mengajar, yang dapat dapat memuaskan dan menyenangkan baik peserta didik
maupun pendidik. Untuk melakukan penilaian prestasi hasil belajar dilaksanakan
ulangan atau tes, baik tertulis maupun tes praktiks. Hasilnya berupa angka,
simbol, huruf maupun kalimat yang mencerminkan hasil usaha peserta didik.
Pada Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) penilaian prestasi belajar
meliputi penilaian kognitif, afektif dan psikomotorik. Pembelajaran materi
strukrut atom dan sistem periodik unsur tidak dilakukan kegiatan praktikum
sehingga hanya dilakukan penilaian kognitif dan afektif . Penilaian prestasi belajar
dilakukan melalui tes untuk memperoleh nilai kognitif dan pengamatan oleh guru
untuk penilaian afektif selama pembelajaran.
Prestasi belajar siswa diukur melalui penilaian ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomototik. Penilaian kognitif meliputi kemampuan siswa
dalam memahami konsep-konsep atau teori-teori atau hukum-hukum pada mata
pelajaran kimia. Penilaian afektif digunakan untuk mengukur sikap dan minat
peserta didik terhadap mata pelajaran kimia. Sedangkan penilaian psikomotorik
digunakan untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah
dikuasai peserta didik.
Keberhasilan belajar peserta didik dapat diketahui dengan menggunakan
pengukuran, pengujian, penilaian dan evaluasi. Pengukuran merupakan proses
penetapan angka terhadap suatu gejala berdasarkan aturan tertentu. Pengukuran
pendidikan dapat bersifat kuantitatif (berupa angka) dan kualitatif (seperti sangat
baik, baik, kurang baik, dan seterusnya). Penilaian adalah penafsiran data hasil
pengukuran. Penilaian atau assesment merupakan metode yang digunakan untuk
menilai kinerja individu atau kelompok atau program. Instrumen penilaian dapat
berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas
rumah dan sebagainya. Penilaian secara sistematis tentang manfaat dan kegunaan
suatu obyek disebut evaluasi. Alat ukur yang digunakan dalam evaluasi bervariasi.
Sebagai obyek dari evaluasi adalah program yang didalamnya terdapat banyak
dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, ketrampilan dan
sebagainya. Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar meliputi
standart kompetensi, kompetensi dasar, rencana penilaian, proses penilaian, proses
implementasi, pencatatan dan pelaporan.
11. Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur-Unsur.
xix
Atom merupakan bagian terkecil suatu materi. Teori yang diungkapkan
oleh John Dalton didasari oleh hukum perbandingan massa. Benda bila dibagibagi akan mendapatkan bagian yang sangat kecil yang disebut atom. Dengan
berkembangnya pengetahuan tentang muatan listrik suatu materi, teori Dalton
disempurnakan oleh JJ. Thomson. Dalam teorinya Thomson membagi atom
menjadi dua bagian, satu bagian bermuatan positif dan bagian yang lain
bermuatan negatif. Atom menurut Thomson digambarkan seperti roti kismis.
Teori ini ternyata bertentangan dengan penggambaran model atomnya karena
elektron melekat pada muatan positif yang diam. Percobaan hamburan sinar alfa
yang dilakukan oleh Rutherford mempertegas temuan Thomson. Menurut
Rutherford atom mempunyai dua bagian yaitu bagian yang bermuatan positif
berada di tengah atom dan disebut inti atom. Sedang bagian yang lain bermuatan
negatif beredar mengelilingi atom. Dalam teori fisika klasik bila ada dua benda
yang berbeda bermuatan saling didekatkan maka keduanya akan saling tarik
menarik karena ada gaya elektrostatis. Elektron sebagai bagian dari atom yang
bermuatan negatif dan inti atom yang bermuatan positif bila saling berdekatan dan
saling tarik menarik akan menimbulkan ledakan dan sangat dahsyat. Kenyataan
seperti itu tidak terjadi. Neils Bohr memperbaiki teori atom Rutherford dengan
memperjelas gerakan elektron berbentuk rotasi, melingkar mengelilingi inti atom
melelui spektrum unsur hidrogen. Selama elektron stationer mengelilingi inti atom
pada lintasannya maka elektron tidak akan kehilangan energinya.
Menurut Bohr : a) Elektron yang berada dalam orbit tertentu mempunyai
energi karakteristik yang tidak akan berubah selama elektron itu tetap ada dalam
orbitnya, b) Sesuai dengan azas Planck hanya tingkat energi tertentu yang dapat
ditempati elektron. ( Shodiq Ibnu, 1986:9) Model atom yang dikemukakan oleh
Bohr cukup mampu menjelaskan spektrum atom hidrogen atau ion-ion yang
isoelektronik dengan atom hidrogen, namun untuk menerangkan sifat atom yang
berelektron banyak teori atom Bohr akan menyimpang dari kenyataan. Demikian
pula model atom Bohr tidak mampu untuk menjelaskan orbit elektron yang
berbentuk elips.
Mekanika gelombang secara sistematis lebih sukses untuk menerangkan
struktur dan spektrum atom. Mekanika gelombang menyajikan kumpulan hukumhukum yang dapat menjelaskan konsep modern dari struktur atom berdasarkan
sifat dualisme dari elektron. Elektron memiliki massa diam yang sangat kecil dan
bergerak dengan kecepatan tinggi, menyebabkan gerakan elektron bukan
merupakan garis lurus melainkan sebagai gelombang dengan panjang gelombang
tertentu. Fenomena ini kemudian dijelaskan oleh beberapa ahli antara lain Louis
de Broglie dan Werner Heisenberg.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa atom terdiri atas inti
atom yang bermuatan positif. Menurut Goldstein dan Chadwick inti atom terdiri
dari partikel proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak bermuatan, dan
menentukan besarnya massa suatu atom. Diluar inti atom terdapat kulit-kulit atom
yang merupakan tingkat-tingkat energi yang ditempati elektron. Dalam tiap kulit
atom terbagi menjadi subkulit-subkulit. Subkulit yang telah dikenal ada 4 macam
yaitu s, p, d, dan f . Subkulit s hanya terdiri satu orbital, dan tiap orbital hanya
mampu ditempati dua elektron dengan spin yang berlawanan. Subkulit p terdiri
xx
dari 3 (tiga) orbital, subkulit d terdiri dari 5 (lima) orbital dan subkulit f terdiri
dari 7 orbital.
a. Konfigurasi Elektron
Konfigurasi elektron adalah cara penulisan yang menunjukkan distribusi
elektron dalam orbital-orbital pada kulit utama dan subkulit. Ada tiga aturan
dalam menetukan konfigurasi elektron, yaitu : azas aufbau, azas larangan Pauli
dan kaidah Hund.
1. Azas aufbau
Aufbau merupakan istilah dari bahasa Jerman yang berarti bangunan.
Menurut azas Aufbau pengisian elektron ke dalam orbital selalu dimulai dari
subkulit dengan tingkat energi yang lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya
lebih tinggi. Diagram pengisian elektron berdasarkan urutan tingkat energi :
1s
2s
2p
3s
3p
3d
4s
4p
4d
4f
5s
5p
5d
5f
6s
6p
6d
7s
7p
Gambar 2.1 : Diagram pengisian elektron
2.
Azas Larangan Pauli (Wofgang Pauli)
Dalam satu atom tidak boleh ada dua elektron yang mempunyai keempat
bilangan kuantum yang sama.
3.
Kaidah Hund
Pengisian orbital-orbital dari subkulit, mula-mula elektron menempati
orbital secara sendiri-sendiri dengan spin yang sama / paralel (1/2 penuh)
kemudian berpasangan.
spin +1/2
(paralel)
spin +1/2 dan -1/2
(berpasangan)
Gambar 2.2 : Pengisian Sub Kulit s
xxi
spin +1/2
(paralel)
spin +1/2 dan -1/2
(berpasangan)
Gambar 2.3 : Pengisian Sub Kulit p
spin +1/2
(paralel)
spin +1/2 dan -1/2
(berpasangan)
Gambar 2.4 : Pengisian Elektron pada subkulit d
b .Bilangan Kuantum
Bilangan Kuantum adalah bilangan yang menyatakan posisi (tingkat
energi, bentuk serta orientasi) suatu orbital yang ditempati elektron.
1. Bilangan Kuantum Utama (n)
Menyatakan tingkat energi utama atau kulit atom, dilambangkan dengan huruf
n. Nilai n menunjukkan nomor kulit yang ditempati elektron
n = 1 Kulit K
n = 2 Kulit L,
n = 3 Kulit M , dan seterusnya.
Kulit K (n=1)
Kulit L (n=2)
Kulit M (n=3)
Inti
Gambar 2.5 : Kulit atom
2. Bilangan Kuantum Azimuth (l)
Menyatakan subkulit yang ditempati elektron. Harga l = 0,1,.... (n-1).
Contoh :
Kulit K
n = 1 maka
l = 0 (subkulit s),
(dalam kulit K hanya memiliki 1 subkulit)
Kulit L
n = 2 maka
l = 0 (subkulit s)
l = 1 (subkulit p)
(dalam kulit L terdapat 2 subkulit yaitu s dan p)
Kulit M
n = 3 maka
maka
l = 0 ( subkulit s)
l = 1 (subkulit p)
l = 2 ( subkulit d)
(dalam kulit M terdapat 3 subkulit yaitu s, p, dan d)
dan seterusnya.
Kulit L
xxii
Kulit K
Subkulit s (l=0)
Subkulit s (l=0)
Subkulit p (l=1)
Gambar 2.6 : Subkulit atom
3. Bilangan Kuantum Magnetik (m)
Menyatakan orbital khusus yang ditempati elektron. Nilai m berkisar –l ..., 0
,...+l
Contoh :
m=0
Gambar 2.7 : Subkulit s dengan 1 orbital
l=0
m = 0 (subkulit s, memiliki 1 orbital)
m = -1
0
+1
Gambar2.8 : subkulit p dengan 3 orbital
l=1
m = -1 , 0 , +1 (subkulit p, memiliki 3 orbilal)
m=
-2
-1
0
+1
+2
Gambar 2.9 : subkulid d dengan 5 orbital
l=2
m = -2 , -1 , 0 , +1 , +2 (subkulit d, memiliki 5 orbital)
m=
-3
-2
-1
0
+1
+2
+3
Gambar 2.10 : subkulifd f dengan 7 orbital
l=3
m = -3, -2 , -1 , 0 , +1 , +2, +3 (subkulit f, memiliki 7 orbital)
4. Bilangan Kuantum spin (s)
Menyatakan arah rotasi elektron.
s = +½
→ elektron berotasi searah jarum jam dilukiskan
s = -½
→ elektron berotasi berlawanan arah jarum jam dilukiskan
Contoh : konfigurasi elektron elektron terakhir dinyatakan 3d 4 maka
bilangan kuantum untuk elektron tersebut dinyatakan n = 3 l = 2
= +1 ( atau -1 atau 0)
s = 1/2.
xxiii
m
Konfigurasi elektron dapat disingkat dengan mudah menggunakan nomor
atom yang terdekat dengan gas mulia.
Contoh :
1
19K → [18Ar] 4s
Elektron valensi = 1
Kulit terluar = kulit nomor 4 (kulit N)
Elektron valensi ditentukan dari jumlah elektron yang terdapat pada
subkulit terakhir ditambah dengan jumlah elektron di subkulit s, kecuali jika
berakhir disubkulit s jumlah elektron valensi sama dengan jumlah elektron pada
subkulit tersebut.
c. Pengembangan Materi
Konfigurasi Elektron Ion
Ion adalah atom/gugus yang bermuatan listrik. Ion tunggal yang
bermuatan x+ terjadi karena atom netral melepaskan 1 (satu) elektron terluarnya
(elektron valensinya). Besarnya muatan yang dimiliki suatu ion sama dengan
besarnya elektron yang dilepas (ion positif) atau besarnya elektron yang
diterimanya (ion negatif).
: [18Ar] 4s1 atau 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2
20Ca
2+
Ca
: [18Ar]
atau 1s2 2s2 2p6 3s2 3p 6
6
: [18Ar] 3d 4s2
26Fe
Fe2+ : [18Ar] 3d 6
Fe3+ : [18Ar] 3d 5
Ion tunggal yang bermuatan -1 terjadi karena atom netral menerima 1 (satu)
elektron dari luar (atom lain).
2
4
: [10Ne] 3s2 3p 5
17Cl
16S : [10Ne] 3s 3p
2
6
22
6
Cl
: [10Ne] 3s 3p
S : [10Ne] 3s 3p
B.
Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian M. Agus Fuadi dengan judul Pengaruh Ketrampilan
Proses Sains melalui Eksperimen menggunakan KIT dan Alat Sederhana pada
pembelajaran Fisika Ditinjau dari kreativitas siswa, menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar,
dimana siswa yang memiliki kreativitas tinggi memberi rataan prestasi belajar
pada ranah koqnitif, psikomotorik, dan afektif yang lebih tinggi dibanding siswa
yang memiliki kreatifitas rendah baik menggunakan Kit maupun alat sederhana.
Perbedaan dengan penelitian ini pada penggunaan media dan materi yang
disajikan, yaitu Pembelajaran Kimia Menggunakan Media Bongkar Pasang
Konfigurasi Elektron dan Komputer melalui pendekatan PAIKEM Ditinjau dari
Kreatifitas Siswa. Selain perbedaan di atas juga berdeda pendekatan yang
digunakan, pendekatan PAIKEM.
Hasil penelitian Hartiningsih dengan judul Pembelajaran Remidi dengan
Menggunakan Media Cetak (LKS) dan Media Elektronik (LCD) pada Belajar
Tuntas Kimia Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa menunjukkan bahwa
penggunaan media eklektronik (LCD) memiliki tingkat ketuntasan belajar yang
xxiv
lebih tinggi dari pada penggunaan media cetak (LKS). Sedangkan siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah menunjukkan prestasi belajar yang rendah pula.
Interaksi terjadi pada siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi pada
penggunaan media elektronika (LCD) menyebabkan tingkat ketuntasan belajar
yang tinggi. Perbedaan dengan penelitian ini pada penggunaan media dan materi
yang disajikan, yaitu Pembelajaran Kimia Menggunakan Media Bongkar Pasang
Konfigurasi Elektron dan Komputer melalui pendekatan PAIKEM Ditinjau dari
Kreatifitas Siswa.
Hasil Penelitian Wawan Dwi Cahyono dengan judul Pengaruh
Penggunan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Metode
Demonstrasi dan Diskusi Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari kreatifitas
Siswa menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan pendekatan berbasis
masalah dengan metode demonstrasi dan diskusi terhadap prestasi belajar fisika
pada materi pokok pengukuran. Pembelajaran menggunakan metode diskusi lebih
efektif dari pada menggunakan metode demonstrasi.Tingkat kreatifitas siswa juga
memberikan pengaruh. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi cenderung
memperoleh prestasi belajar fisika yang tinggi. Interaksi yang terjadi pada
penggunaan metoda ini adalah siswa yang memiliki kreativitas yang tinggi pada
proses pembelajaran menggunakan pendekatan berbasis masalah dengan metode
diskusi mempunyai prestasi belajar fisika paling baik dan siswa yang memiliki
kreativitas yang rendah pada proses pembelajaran menggunakan pendekatan
berbasis masalah dengan metode demonstrasi mempunyai prestasi belajar fisika
paling jelek.
C.
Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir atau kerangka pemikiran adalah arahan penalaran
untuk dapat sampai pada perumusan hipotesis. Prestasi belajar siswa merupakan
indikator keberhasilan belajar siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Tinggi
rendahnya prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor intern
maupun ekstern. Media pembelajaran merupakan salah satu faktor ekstern yang
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Disamping itu kreativitas
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
1. Pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan
komputer terhadap prestasi belajar kimia. Pada pembelajaran Struktur Atom
dan Sistem Periodik Unsur siswa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok kelas yang menggunakan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan siswa yang menggunakan
media komputer. Pembelajaran
dilakukan secara berkelompok, dilakukan dengan alokasi waktu yang sama
diasumsikan kondisi dan situasi belajar yang .sama. Siswa kelas XI IPA
xxv
masing-masing mendapat materi pelajaran yang sama. Pada salah satu kelas
dilakukan pembelajaran dengan metoda simulasi menggunakan media
pembelajaran berupa alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron.
Sedangkan pada kelas yang lain dilakukan pembelajaran dengan metoda
simulasi menggunakan media pembelajaran berupa alat peraga konfigurasi
elektron menggunakan komputer. Alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron terbuat dari bahan kertas bisa dibuat dan dimainkan secara sederhana
oleh setiap siswa tanpa memerlukan ketrampilan khusus. Sedangkan alat
peraga
konfigurasi
elektron
menggunakan
komputer
untuk
dapat
memainkannya memerlukan ketrampilan khusus komputer. Persamaan pada
alat ini antara lain masing-masing siswa dapat memainkan alat ini baik secara
kelompok
maupun
perorangan.
Pembelajaran
dilakukan
dilakukan
menggunakan metoda simulasi. Dengan menggunakan kedua alat peraga ini
suasana dalam pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan. Melalui LKS
dan arahan guru diharapkan siswa dapat merumuskan sendiri konsep yang
harus dikuasainya. Siswa yang tidak mahir dalam menggunakan komputer
diduga akan meningkatkan prestasinya bila menggunakan alat peraga bongkar
pasang konfigurasi elektron, sebaliknya siswa yang memiliki kemahiran
menggunakan komputer diharapkan akan meningkat perstasinya bila
menggunakan media komputer. Pada penelitian ini ingin mengetahui apakah
terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunakan alat peraga
bongkar pasang konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi elektron
menggunakan komputer. Berdasarkan hal tersebut diduga ada pengaruh pada
xxvi
siswa yang menggunakan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan
siswa yang menggunakan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan
komputer terhadap prestasi belajar kimia.
2. Pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
kimia. Kreativitas merupakan faktor intern pada diri siswa yang memiliki
sebelum proses pembelajaran dilakukan. Dalam satu kelas terdapat siswa
kreativitas tinggi dan siswa yang memiliki kreativitas rendah. Siswa dapat
dikelompokkan sebagai siswa yang berkreativitas tinggi dan rendah. Indikator
siswa dengan kreativitas tinggi antara lain meliputi rasa ingin tahu tinggi,
memiliki kemampuan bertanya, berani mengajukan usul dan gagasan, berani
berpendapat secara spontan, menghargai keindahan, ide pribadi, tidak mudah
terpengaruh orang lain, memiliki rasa humor dan daya imajinatif yang tinggi,
mampu mengajukan pemikiran dan gagasan untuk memecahkan masalah,
dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal yang baru, serta mampu
mengembangkan atau
merinci suatu gagasan (memiliki kemampuan
elaborasi). Hal sebaliknya akan terjadi pada siswa yang memiliki kreativitas
yang rendah. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi diharapkan lebih mudah
dalam meraih prestasi belajarnya. Sebaliknya siswa yang berkreativitas rendah
mengalami hambatan dalam mencapai prestasi belajarnya. Diduga siswa
dengan kreativitas tinggi akan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dari
pada siswa yang memiliki kreativitas rendah.
3. Pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Gaya belajar
siswa terbagi menjadi gaya belajar audio, visual, dan kinestetik. Dalam satu
xxvii
kelas ketiga gaya belajar tersebut dimiliki oleh siswa yang berbeda. Tiap siswa
memiliki gaya belajar yang berbeda. Gaya belajar yang telah dikenali siswa
dan mampu adaptasi oleh siswa diduga akan berpengaruh pada prestasi yang
diperolehnya. Gaya belajar yang diamati pada penelitian ini adalah gaya
belajar visual dan gaya belajar kinestetik. Siswa dengan gaya belajar visual
akan
berhasil
mencapai
prestasi
tertinggi
apabila
dibantu
dengan
mengoptimalkan indera pengeliahatannya. Sedangkan siswa dengan gaya
belajar kinestetik dapat mencapai prestasi tertinggi apabila dibantu dengan
mengoptimalkan kegiatan anggota tubuhnya. Diduga gaya belajar visual akan
memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada siswa yang memiliki gaya
belajar kinestetik terhadap prestasi belajar siswa.
4. Interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan
komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia. Alat peraga
bongkar pasang konfigurasi elektron dalam penggunaannya memerlukan
kreativitas siswa. Dalam tiap kelas terdapat siswa dengan kreativitas tinggi
dan rendah. Siswa dengan kreativitas tinggi diharapkan akan mememperoleh
prestasi belajar yang tinggi bila menggunakan alat peraga media komputer.
Sedangkan siswa yang kreativitasnya rendah diharapkan akan memperoleh
prestasi belajar yang tinggi bila menggunakan alat peraga bongkar pasang
konfigurasi elektron. Pemilihan alat peraga yang tepat dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan tingkat
kreativitas siswa. Siswa yang berkreativitas tinggi cenderung suka dengan
menggunakan media yang menantang, dan sebaliknya. Diharapkan siswa yang
xxviii
berkreativitas tinggi prestasinya akan meningkat dengan menggunakan media
komputer.
5. Interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan
komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Setiap
siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Gaya belajar pada siswa dibedakan
tiga macam yaitu gaya belajar Audio, Visual dan kinestetik. Alat peraga
bongkar pasang konfigurasi elektron diduga berpengaruh positif terhadap
siswa yang bergaya belajar kinestetik. Sedangkan alat peraga konfigurasi
elektron menggunakan komputer diduga berpengaruh positif terhadap siswa
yang bergaya belajar visual. Siswa yang memiliki gaya belajar visual
diharapkan lebih menyukai media atau alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron. Sebaliknya siswa yang bergaya belajar kinestetik diharapkan lebih
menyukai alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer. Ketetapan
penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
6. Interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar
kimia. Siswa yang berkreativitas tinggi memiliki gaya belajar visual maupun
kinestetik. Demikian juga dengan siswa yang berkreativitas rendah, mungkin
memiliki gaya belajar visual dan kinestetik. Oleh karena itu diharapkan siswa
yang memiliki kreativitas tinggi dengan gaya belajar visual memiliki prestasi
belajar lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki kreativitas rendah dengan
gaya belajar kinestetik. Dalam penelitian ini akan diteliti interaksi antara
kreativitas dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia.
xxix
7. Interaksi antara penggunaan
media pembelajaran (Alat peraga bongkar
pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa
terhadap prestasi belajar kimia. Alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron mudah digunakan pada siswa yang memiliki kecenderungan dengan
menggunakan gaya belajar kinestetik. Proses belajar menggunakan alat ini
banyak memerlukan kegiatan gerakan anggota tubuh dan kreativitas dari
penggunanya. Alat peraga konfigurasi elektron media computer lebih mudah
digunakan pada siswa yang memiliki kecenderungan bergaya belajar visual
dan kreativitas penggunanya. Dalam penelitian ini akan diteliti interaksi
Interaksi antara penggunaan
media pembelajaran (Alat peraga bongkar
pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya belajar siswa
terhadap prestasi belajar kimia.
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka
berfikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi elektron
dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer terhadap
prestasi belajar kimia.
2.
Terdapat pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah
terhadap prestasi belajar kimia.
3.
Terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia
4.
Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia.
xxx
5.
Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar
kimia
6.
Terdapat interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhada
prestasi belajar kimia
7.
Terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga
bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya
belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Banjarmasin Propinsi
Kalimantan Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 (genap) tahun pelajaran
2008/2009 yaitu bulan Desember 2009 sampai April 2010 dengan jadwal
penelitian sebagai berikut :
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian
No
Tahun 2008-2009
Kegiatan
Des
xxxi
Jan
Peb
Mar
Apr
1.
Pengajuan Judul
X
2.
Penyusunan Usulan Penelitian
X
3.
Perbaikan usulan penelitian
X
4.
Perizinan
X
5.
Penyusunan Instrumen Penelitian
X
6.
Uji Coba Instrumen
X
7.
Analisa Ujicoba instrument
X
8.
Penyebaran instrument dan Pengambilan Data
X
9.
Analisis dan Pengolahan Data
X
10.
Penyusunan laporan Lengkap
11.
Ujian (Sidang) Tesis
X
12.
Revisi
X
X
B. Populasi dan Sampel
66
Dalam penelitian ini teknik sampling
yang digunakan adalah teknik
“Cluster random sampling” yaitu pengambilan sample dengan memperhatikan
unsur kelas atau kelompok yang terdapat dalam populasi (Arief Furchan, 2007 :
201)
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Banjarmasin sebanyak 5(lima) kelas.
2. Sampel
Dalam penelitian ini diambil empat kelas dari semua kelas XI IPA yang
menjadi populasi sebagai sample penelitian yaitu kelas XI IPA 1 dan
XI IPA 4.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode eksperimen yang
melibatkan satu atau lebih kelompok eksperimen tanpa melibatkan kelompok
kontrol. Kedua kelompok tersebut diasumsikan homogen dalam segala segi yang
relevan, dengan penyebaran normal dan hanya berbeda dalam penggunaan alat
peraga. Kelompok eksperimen I menggunakan alat peraga bongkar pasang
konfigurasi elektron sedangkan kelas eksperimen II menggunakan alat peraga
konfigurasi elektron dalam komputer, dengan program animasi power point.
Waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar
diasumsikan sama. Hasil dari kedua kelompok tersebut dikaji dan dibandingkan,
mana yang lebih baik dan tepat dari kedua model pembelajaran tersebut.
xxxii
D.
Rancangan dan Variabel Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian metode eksperimen yang bertujuan untuk
mengetahui perbedaan pengaruh antara penggunaan alat peraga bongkar pasang
konfigurasi elektron dan penggunaan alat peraga konfigurasi elektron dalam
komputer terhadap prestasi belajar kimia, yang ditinjau dari kreativitas dan gaya
belajar siswa pada materi pembelajaran struktur atom dan sistem periodik unsur.
Dengan memperhatikan variable yang terlibat dan untuk mencapai tujuan, maka
rancangan digunakan adalah faktorial 2X2X2. Rancangan tersebut adalah :
Tabel 3.2. Rancangan Penelitian
Pembelajaran konfigurasi
MEDIA (A)
Prestasi
elektron
Media
Media
Bongkar
Komputer (A2)
pasang (A1)
Gaya Belajar
Tinggi (B1)
Visual (C1)
Gaya Belajar
Kreativitas
Kinestetik (C2)
Siswa (B)
Gaya Belajar
Rendah
Visual (C1)
(B2)
Gaya Belajar
Kinestetik (C2)
A1 B1C1
A2 B1 C1
A1 B1C2
A2 B1 C2
A1 B2 C1
A2 B2C1
A1 B2C2
A2 B2 C2
A
=
Model Pembelajaran
A.1
=
Media Bongkar Pasang konfigurasi elektron
A.2
=
Media Komputer
B
=
Kreativitas Siswa
B.1
=
Kreativitas Siswa Tinggi
B.2
=
Kreativitas Siswa Rendah
C
=
Gaya Belajar Siswa
C.1
=
Gaya Belajar Siswa Tipe Visual
C.2
=
Gaya Belajar Siswa Tipe Kinestetika
xxxiii
A1B1C1
=
Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media bongkar
pasang konfigurasi elektron, berkreativitas tinggi dan gaya
belajar tipe visual.
A1B1C2
Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media bongkar
pasang konfigurasi elektron, berkreativitas tinggi dan gaya
belajar tipe kinestetik.
A1B2C1
Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media bongkar
pasang konfigurasi elektron, berkreativitas rendar dan gaya
belajar tipe visual.
A1B2C2
Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media bongkar
pasang konfigurasi elektron, berkreativitas rendah dan gaya
belajar tipe Kinestetik.
A2B1C1
Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media komputer,
berkreativitas tinggi dan gaya belajar tipe visual.
A2 B1 C2
Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media komputer,
berkreativitas tinggi dan gaya belajar tipe Kinestetik.
A2 B2C1
Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media komputer,
berkreativitas rendah dan gaya belajar tipe visual.
A2 B2 C2
Prestasi belajar siswa yang menggunakan Media komputer,
berkreativitas rendah dan gaya belajar tipe kinestetik
2. Variabel penelitian
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah alat peraga.
1) Definisi operasional
Alat peraga adalah suatu alat yang digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini
alat peraga yang digunakan adalah alat peraga bongkar pasang
konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan
komputer.
2)
Skala pengukuran: Nominal dengan dua kategori yaitu :
a) Alat Peraga Bongkar pasang konfigurasi elektron
xxxiv
b) Alat Peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer
b. Variabel Terikat.
Variabel terikat dalam penelitian adalah prestasi belajar kimia.
1) Definisi operasional
Prestasi belajar kimia adalah tingkat penguasaan siswa terhadap materi
Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur.
2) Skala pengukuran: interval
3) Indikator: Nilai tes prestasi pada pokok bahasan Struktur Atom dan
Sistem Periodik
c. Variabel Moderator
Variabel moderator dalam penelitian ini adalah Kreativitas Siswa dan
gaya belajar siswa. Kreativitas adalah bentuk aktivitas imajiatif yang
mampu menghasilkan sesuatu bersifat orisinil, murni, asli dan bermakna.
Gaya belajar siswa adalah cara belajar yang khas, bersifat konsisten, kerap
kali tidak disadari yang merupakan kombinasi dari bagaimana siswa
tersebut menyerap dan mengatur serta mengolah informasi.
Tingkat kreativitas siswa diukur menggunakan angket sebelum
materi pokok bahasan struktur atom dan sistem periodik unsur disajikan.
Skala pengukuran interval yang dipandang nominal dengan 2
kategori yaitu:
1. Kreativitas kategori tinggi
2. Kreativitas kategori rendah .
Indikatornya:
1. Kreativitas Tinggi jika > mean + ½ standar deviasi
2. Kreativitas rendah jika < mean - ½ standar deviasi
Gaya belajar siswa diukur menggunakan angket sebelum materi pokok
bahasan struktur atom dan sistem periodik unsur disajikan. Gaya belajar
yang diukur tipe Visual dan tipe Kinestetik.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes dan pemberian
angket. Metode tes yang digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa pada
materi pokok bahasan struktur atom dan sistem periodik unsur. Metode Angket
juga digunakan untuk mengetahui Kreativitas dan gaya belajar siswa sebagai
xxxv
prasyarat dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya. Hasil angket kreativitas dan
gaya belajar siswa digunakan dalam pembelajaran materi pokok bahasan struktur
atom dan sistem periodik unsur.
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian meliputi :
a. Perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran tentang
struktur atom dan sistem periodik unsur-unsur.
b. Silabus tentang Standar Kompetensi: 1. Memahami struktur atom untuk
meramalkan
sifat-sifat periodik unsur, struktur molekul, dan sifat-sifat
senyawa
2.
Instrumen Pengambilan data
Instrumen pengambilan data dengan metode tes untuk prestasi belajar
kimia siswa. Tes Prestasi belajar dengan bentuk soal pilihan ganda sebanyak 40
butir soal dengan 5 alternatif pilihan. Pemberian angket digunakan untuk
mendapat informasi tentang kreativitas dan gaya belajar siswa. Angket kreativitas
terdiri dari 38 pertanyataan dengan 5 pilihan jawaban. Sedangkan angket gaya
belajar terdiri dari 28 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban.
3. Uji Coba Instrumen
a. Uji Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran soal dapat ditunjukkan dengan indeks kesukaran,
yaitu bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal. Indeks
kesukaran adalah bilangan yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah skor
siswa yang menjawab benar dari suatu item soal dengan jumlah skor total
kelompok siswa tersebut. Besarnya indeks kesukaran item soal berkisar antara
0,00 sampai dengan 1,00.
Indeks kesukaran dihitung dengan rumus sebagai berikut:
B
IK =
NxS max
Keterangan : IK = Indeks kesukaran soal
B = Jumlah skor siswa yang menjawab dengan benar
xxxvi
N = Kelompok siswa
Smax = Skor maksimal
Indeks kesukaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.3. Tabel indeks kesukaran
Nilai IK
Keterangan
0,91 – 1,00
Mudah sekali
0,71 – 0,90
Mudah
0,41 – 0,70
Sedang
0,21 – 0,40
Sukar
0,00 – 0,20
Sukar sekali
( Masidjo, 1995 : 189-192)
Hasil uji taraf kesukaran soal instrument tes prestasi belajar kimia
terangkum pada table berikut:
Table 3.4 Rangkuman Taraf Kesukaran soal instrument tes prestasi belajar
kimia
Taraf Kesukaran Soal
Jumlah
Sukar
sukar
Sedang
Mudah
Mudah
soal
sekali
sekali
40
0
6
16
17
1
b. Uji Taraf Pembeda
Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan kemampuan rendah, yang
besarnya ditunjukkan dengan indeks diskriminasi. Indeks diskriminasi adalah
angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda, besarnya antara 0,10 sampai
1,00. Seluruh peserta tes bedanya menjadi dua kelompok, yaitu antara atas dan
bawah. Siswa-siswa yang tergolong kelompok atas adalah siswa-siswa yang
memiliki skor tinggi, sedangkan siswa-siswa yang tergolong kelompok bawah
adalah siswa-siswa yang memiliki skor rendah.
Untuk menentukan siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (NKA) atau
kelompok bawah (NKB), diambil kira-kira 25 % atau 27 % dari jumlah siswa
suatu kelompok (apabila kelompok itu besar = N ≥ 100) atau 50 % (apabila
kelompok kecil = N < 100).
Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :
K A  KB
ID =
NK A atauNK B xS max
xxxvii
Keterangan :
ID = Indeks Diskriminasi
KA = Jumlah kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
KB = Jumlah kelompok bawah yang menjawab dengan benar
Smax = Skor maksimal
Klarifikasi daya pembeda soal adalah :
Tabel 3.5. Tabel nilai daya pembeda soal
Nilai D
Keterangan
0,81- 1,00
Sangat Membedakan
0,60- 0,79
Lebih Membedakan
0,40- 0,59
Cukup Membedakan
0,20 – 0,39
Kurang Membedakan
Negatif – 0,19
Sangat Kurang Membedakan
(Masidjo, 1995 : 196-201)
Hasil Uji Daya Pembeda instrument tes prestasi belajar kimia yang
dilakukan terangkum dalam table berikut :
Tabel 3.6 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen tes Prestasi belajar Kimia
Daya Pembeda Soal
Jumlah
Sangat
Kurang
Cukup
Lebih
Sangat
soal
Kurang
membedakan Membedakan membedakan membedakan
membedakan
40
2
3
32
3
0
c. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. Suatu instrumen
dikatakan memenuhi kriteria validitas atau mempunyai validitas yang tinggi
apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil
ukur, yang sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran.
Validitas item soal dihitung dengan menggunakan rumus korelasi product
moment dari Karl Pearson. Rumusnya adalah:
n  xy  (  x  y )
r xy =
2
n  x  ( x) 2 n  y 2  ( y ) 2 
Keterangan :
xxxviii
rxy
= Korelasi product moment Pearson
n
= Jumlah sampel
x
= Nilai/ skor tiap item soal
y
= Nilai/ skor total
 xy
= Jumlah (x) (y)
Angka hasil perhitungan rxy kemudian dibandingkan dengan korelasi
product moment pada tabel rxy dengan taraf signifikansi 5%
Butir soal dinyatakan valid apabila rxy ≥ rtabel
Kriteria validitas rxy adalah :
Tabel 3.7. Interpretasi kriteria validitas
Nilai rxy
Interpretasi
0,91-1,00
Sangat tinggi
0,71-0,90
Tinggi
0,41-0,70
Cukup
0,21-0,41
Rendah
Negatif-0,20
Sangat rendah
( Masidjo, 1995: 242-246)
Hasil uji validitas instrument tes prestasi belajar kimia yang dilakukan
terangkum dalam table berikut :
Tabel 3.8 Hasil Uji validasi Instrumen tes Prestasi belajar Kimia
Kriteria
Variabel
Jumlah soal
valid
Tidak Valid
Prestasi belajar
40
37
3
siswa
d. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan tingkat keajegan atau keandalan soal.
Realibilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana instrumen dapat
memberikan hasil pengukuran yang dapat dipercaya atau tetap. Taraf reliabilitas
suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut dengan koefisien
reliabilitas. Untuk menguji masing-masing item pada tes dalam penelitian ini
digunakan rumus KR-20, yaitu:
 2
pq 
rtt =  n   St  

2
St
 n  1 

xxxix
St =
1
n
 NX
2
 ( X ) 2

 k     b2 
r11 = 
 1   2 
 ( k  1)  
t

Keterangan:
rtt = Koefisien reliabilitas
n = Jumlah item
St = Standar deviasi
P = Proporsi subjek yang menjawab benar
Q = Proporsi subjek yang menjawab salah (q = p-1)
N = Jumlah siswa
X = skor
Hasil yang diperoleh dari perhitungan kemudian dibandingkan dengan
tabel r11. Instrumen dikatakan reliable apabila r11 ≥ rtabel.
Indeks korelasi yang merupakan interpretasi terhadap koefisien korelasi (nilai r)
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.9. Interpretasi koefisien korelasi
Nilai r
Interpretasi
0.91-1,00
Sangat tinggi
0,71-0,90
Tinggi
0,41-0,70
Cukup
0,21-0,40
Rendah
Negatif-0,20
Sangat rendah
(Masidjo, 1995 : 233)
Hasil uji reliabilitas instrument tes prestasi belajar kimia yang dilakukan
terangkum dalam table berikut :
Tabel 3.10 Hasil Uji reliabilitas Instrumen tes Prestasi belajar Kimia
Reliabilitas
Kriteria
Variabel
Jumlah soal
Prestasi belajar
40
0,9306
Reliabel
siswa
Berdasarkan data di atas, tes prestasi belajar kimia yang digunakan dalam
penelitian sebanyak 38 soal dengan kriteria 3 soal kurang membedakan, 32 soal
xl
cukup membedakan dan 3 soal lebih membedakan. Menurut tingkat
kesukarannya soal terdiri dari 5 soal sukar, 16 soal sedang, 17 soal mudah.
Reliabilitas angket kreativitas dan gaya belajar diuji dengan menggunakan
rumus alpha. Alpha Cronbach digunakan ketika mengukur tes sikap yang
mempunyai item standar pilihan ganda atau bentuk tes essai. Alpha Cronbach
pada prinsipnya termasuk mengukur homogenitas yang didalamnya memfokuskan
pada dua aspek yaitu isi (content) dan aspek heterogenitas dari tes tersebut.
Pengujian reliabilitas kreativitas dan gaya belajar menggunakan rumus alpha
sebagai berikut:
2
 n    1 
Γ11 = 
1  2 
1 
 n  1 
Dimana:
Γ11
= reliabel yang dicari
  12 = jumlah varian skor tiap-tiap item
 12
= varian total
Hasil uji reliabilitas gaya belajar siswa yang dilakukan terangkum dalam
table berikut :
Tabel 3.11 Hasil Uji reliabilitas gaya belajar siswa
Reliabilitas
Kriteria
Variabel
Jumlah soal
Prestasi belajar
siswa
28
0,8110
Reliabel
Hasil uji reliabilitas kreativitas siswa yang dilakukan terangkum dalam
table berikut :
Tabel 3.12 Hasil Uji reliabilitas Kreativitas siswa
Reliabilitas
Kriteria
Variabel
Jumlah soal
Prestasi belajar
38
0,85616
Reliabel
siswa
G. Teknik Analisis Data
xli
1.
Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
populasi yang terdistribusi normal atau tidak.normalitas diuji menggunakan
program Minitab seri 15, pada uji normalitas Ryan-Joiner dengan taraf signifikan
0,05. jika hasil uji normalitas lebih kecil daripada taraf signifikannya maka Ho
ditolak. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan data yang diuji tidak
mengikuti distribusi normal. Sebaliknya jika hasil uji normalitas lebih besar dari
pada taraf signifikannya maka Ho tidak ditolak. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan data yang diuji mengikuti distribusi normal.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
populasi yang terdistribusi normal atau tidak, dengan menggunakan metode
Liliefors. Pada metode Lilliefors, setiap data X1 diubah menjadi bilangan baku zi
dengan transformasi:
__
X X
Zi  i
s
S
n  X 2  ( X) 2
S ( zi ) 
n(n  1)
no. cacah
n
X1 = nilai masing-masing siswa
Keterangan
n = jumlah siswa
X = nilai siswa
X
X =
n
Statistik uji untuk metode ini ialah:
L = Maks F(zi) – S (zi)
Dengan;
F(zi) = P (Z ≤ zi)
Z N (0,1)
S (zi) = proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi
DK = {LL > L;n} denagn n adalah ukuran sampel
(Budiyono, 2004: 170-172)
1) Prosedur Penentuan Hipotesis :
Ho : data tidak terdistribusi normal
Hi : data terdistribusi normal
2) Statistik Uji
xlii
Staitistik uji menggunakan Normality test dengan uji normalitas RyanJoiner. Ketentuan uji adalah Ho diterima ( data tidak terdistribusi normal )
jika p-value < atau p-value < 0,05 atau Ho (Data tidak berdistribusi
normal) ditolak apabila p-value > atau p-value > 0,05. Jika ditolak berarti
data berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi-variansi
dari sejumlah populasi sama atau tidak. Untuk uji homogenitas menggunakan uji
Bartlett program Minitab seri 15. pada uji ini digunakan taraf signifikan (α) 0,05.
jika hasil uji homogenitas, P value lebih besar dari pada nilai alpha (α) maka Ho
tidak ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variasi sampel sama atau
homogen, dan sebaliknya.
Rumus yang digunakan adalah:
2 =
Dengan :
2.203
9 f log RKG   f j log s j
c
22 (k-1)
K = banyaknya populasi = banyaknya sampel
N = Banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j
k
fj = N – k =
f
j
= derajat kebebasan untuk RKG
j 1
1  1 1
   ;
3(k  1)  f j f 
( X j )
SSj =  X 2j 
 ( n j  1) s 2j ;
nj
c=1+
RKG = rataan kuadrat galat =
2
 SS j
 fj
2
Daerah kritik : DK = {  > 2 a;k-1}
(Budiyono, 2004:176-177)
1) Prosedur Penentuan Hipotesis :
Ho : tidak semua variansi sama ( tidak homogen )
Hi : semua variansi sama ( Homogen )
2) Statistis Uji
Statistik uji menggunakan Levene’s Test. Ketentuan uji homogenitas adalah
Ho diterima ( data tidak homogen ) jika p-value < atau p-value < 0,05 atau
xliii
Ho ( data tidak homogen ) ditolak apabila p-value >
Jika Ho ditolak berarti data homogen.
atau p – Value > 0,05.
II. Uji Hipotesis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi
tiga jalan dengan sel tak sama. Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi
efek tiga variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan interaksi tiga variabel
bebas terhadap variabel terikat. Data diuji dengan menggunakan program Minitab
versi 15.
a. Analisis Variansi Tiga Jalan
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variamsi
tiga jalan dengan sel tak sama. Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi
efek tiga variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan interaksi ketiga variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Uji Hipotesis :
1) Ho : Tidak ada pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer
terhadap prestasi belajar kimia.
2)
Hi : Ada pengaruh penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan alat peraga konfigurasi elektron menggunakan komputer
terhadap prestasi belajar kimia.
Ho : Tidak terdapat pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan
rendah terhadap prestasi belajar kimia.
3)
Hi : Terdapat pengaruh kreativitas siswa katagori tinggi, sedang dan rendah
terhadap prestasi belajar kimia.
Ho : Terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia.
Hi : Terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia
4)
Ho : Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia.
5)
Hi : Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia?
Ho : Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar
kimia.
xliv
6)
Hi : Terdapat interaksi penggunaan alat peraga bongkar pasang konfigurasi
elektron dan komputer dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar
kimia
Ho : Terdapat interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhada
prestasi belajar kimia.
7)
Hi : Terdapat interaksi antara kreativitas dengan gaya belajar siswa terhada
prestasi belajar kimia
Ho : Terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga
bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya
belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia.
Hi : Terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran (Alat peraga
bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer), kreativitas dan gaya
belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia
b. Uji Lanjut Anava
Uji lanjut atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui
karateristik varibel bebas dan varibel terikat. Dalam penelitian ini uji komparasi
ganda dilakukan pada hipotesis nol lima ( Ho5 ),. Uji anava yang digunakan
adalah Analysis of Means menggunakan software minitab 15.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini terdiri dari kreativitas siswa,
gaya belajar, dan nilai prestasi belajar kimia pada materi pokok Model atom dan
sistem periodik unsur. Data diperoleh dari kelas XI IPA 1 sebagai kelas
xlv
eksperimen I yang menggunakan media komputer dan kelas XI IPA 2 sebagai
kelas eksperimen II yang menggunakan media bongkar pasang konfigurasi.
1. Data Prestasi Belajar Kimia
Belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada diri setiap orang
sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara
seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja
dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh
terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
Sedangkan Prestasi merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar merupakan hasil yang
dicapai seseorang dalam aktivitas yang dilakukan secara sadar yang ditandai
dengan adanya perubahan-perubahan. Perubahan yang diperoleh setelah proses
belajar Kimia dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, maupun
sikap yang berhubungan dengan pelajaran kimia. Dalam penelitian ini prestasi
belajar kimia hanya pada aspek kognitif yaitu kemampuan siswa dalam
mengerjakan soal-soal tes pada materi model atom dan sistem periodik unsur.
Adapun soal tes prestasi dan hasil belajar kimia siswa secara lengkap tersaji pada
lampiran untuk memudahkan dalam pembacaan data hasil belajar kimia,
ringkasan dari lampiran tersebut disajikan pada tabel 4.1 berikut,
Tabel 4.1 Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Kimia
Media
BoPaKon
Komputer
Total
Count
68
66
Mean
84,737
85,864
StDev
5,098
4,677
xlvi
Minimum
70,000
77,000
Median
84,222
84,500
Maximum
97,000
100,000
Sedangkan distribusi frekuensi nilai prestasi belajar kimia siswa pada kelas
yang menggunakan media pembelajaran bongkar pasang konfigurasi dan
komputer disajikan pada tabel 4.2 dan 4.3 berikut,
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi belajar Kimia Pada Kelas
yang menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi
Nilai Frek. Nilai Tengah
70 - 73
1
71,5
74 - 77
3
75,5
78 - 81 16
79,5
82 - 85 19
83,5
86 - 89 17
87,5
90 - 93
8
91,5
94 - 97
4
95,5
Frek. Kum Frek.Persen
1
1,47%
4
4,41%
20
23,53%
39
27,94%
56
25,00%
64
11,76%
68
5,88%
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi belajar Kimia Pada Kelas
yang menggunakan Media Komputer
Nilai
Frek. Nilai Tengah
Frek. Kum Frek.Persen
75 - 78
2
76,5
2
3,03%
79 - 82
14
80,5
16
21,21%
83 - 86
20
84,5
36
30,30%
87 - 90
21
88,5
57
31,82%
91 - 94
7
92,5
64
10,61%
95 - 98
1
96,5
65
1,52%
99 - 102
1
100,5
66
1,52%
Berdasarkan tabel 4.2 distribusi frekuensi nilai prestasi belajar kimia pada kelas
yang menggunakan media bongkar pasang konfigurasi elektron maka dapat
digambarkan histogram seperti di bawah ini.
xlvii
Gambar 4.1 Histogram Prestasi Belajar Kimia pada kelas yang menggunakan
Media bongkar pasang konfigurasi
Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi nilai prestasi belajar kimia pada kelas
yang menggunakan media komputer maka dapat digambarkan histogram seperti
di bawah ini.
Gambar 4.2 Histogram Prestasi Belajar Kimia pada kelas yang menggunakan
Media Komputer
2. Data Kreativitas Siswa
Dalam penelitian ini data kreativitas siswa diperoleh dari pemberian
angket kreativitas kepada siswa. Kreativitas siswa dikategorikan ke dalam dua
xlviii
golongan, yaitu kreativitas tinggi dan kreativitas rendah. Penggolongan kreativitas
tinggi dan rendah berdasarkan skor rata-rata kedua kelas. Siswa dengan skor
kreativitas di atas rata-rata dimasukkan dalam kreativitas tinggi, sedangkan siswa
dengan skor di bawah rata-rata dikelompokkan memiliki kreativitas rendah.
Deskripsi data kreativitas dapat dilihat pada tabel 4.4.,
Tabel 4.4 Deskripsi Data Kreativitas Siswa
Media = BoPaKon
T-Kreativ
rendah
tinggi
Total
Count
35
33
T-Kreativ
rendah
tinggi
Total
Count
26
40
Mean
85,057
84,397
StDev
5,297
4,937
Minimum
76,000
70,000
Median
85,000
84,000
Maximum
95,000
97,000
Median
87,500
84,000
Maximum
96,000
100,000
Media = Komputer
Mean
86,462
85,475
StDev
4,632
4,723
Minimum
77,000
79,000
Sedangkan untuk distribusi frekuensi kreativitas pada kelas yang
menggunakan media bongkar pasang konfigurasi dan komputer dapat dilihat pada
tabel 4.5 dan 4.6 .
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan
Media Bongkar pasang konfigurasi
Nilai
89 - 92
93 - 96
97 - 100
101 - 104
105 - 108
109 - 112
113 - 116
Frek. Nilai Tengah
1
3
18
23
12
10
1
90,5
94,5
98,5
102,5
106,5
110,5
114,5
Frek. Kum Frek.Persen
1
4
22
45
57
67
68
1,47%
4,41%
26,47%
33,82%
17,65%
14,71%
1,47%
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan
Media komputer
Nilai
92 - 95
96 - 99
100 - 103
Frek. Nilai Tengah
2
10
14
93,5
97,5
101,5
xlix
Frek. Kum Frek.Persen
2
12
26
3,03%
15,15%
21,21%
104 - 107
108 - 111
112 - 115
116 - 119
25
9
4
2
105,5
109,5
113,5
117,5
51
60
64
66
37,88%
13,64%
6,06%
3,03%
Sedangkan untuk memperjelas distribusi frekuensi kreativitas tersebut
disajikan dalam bentuk histogram yang disajikan pada gambar 4.3 dan gambar
4.4.
Gambar 4.3 Histogram Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media
Bongkar pasang konfigurasi
Gambar 4.4 Histogram Kreativitas Pada Kelas yang menggunakan Media
Komputer
l
3. Data Gaya Belajar Siswa
Setiap peserta didik mempunyai gaya belajar yang beragam. Gaya belajar
adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta
mengelola informasi atau cara belajar yang khas bagi siswa. Cara yang khas ini
bersifat individual yang kerap kali tidak disadari dan sekali terbentuk dan
cenderung bertahan terus. Gaya belajar bisa jadi cara yang dengan konsisten
dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara
mengingat, berfikir dan memecahkan soal. Gaya belajar digolongkan berdasarkan
cara menerima informasi dengan mudah (modalitas) ke dalam tiga tipe yaitu gaya
tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. data tentang gaya belajar siswa
diperoleh melalui angket ukur gaya belajar. Adapun skor hasil ukur tersebut dari
masing-masing kelompok disajikan pada tabel 4.7 berikut,
Tabel 4.7 Deskripsi Data Gaya belajar Siswa
Media = BoPaKon
T-GaBel
Kinestetik
Visual
Total
Count
51
17
T-GaBel
Kinestetik
Visual
Total
Count
48
18
Mean
85,100
83,65
StDev
5,285
4,46
Minimum
70,000
77,00
Median
85,000
82,00
Maximum
97,000
94,00
Median
84,000
87,50
Maximum
94,000
100,00
Media = Komputer
Mean
85,146
87,78
StDev
4,342
5,12
li
Minimum
77,000
81,00
Distribusi frekuensi skor hasil tes gaya belajar siswa pada kelas yang
menggunakan media pembelajaran bongkar pasang konfigurasi disajikan pada
tabel 4.8 dan 4.9 di bawah.
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Gaya belajar pada Kelas yang
menggunakan Media Bongkar pasang konfigurasi
Nilai Frek. Nilai Tengah
59 - 63
3
61
64 - 68 10
66
69 - 73 11
71
74 - 78 21
76
79 - 83 16
81
84 - 88
5
86
89 - 93
2
91
Frek. Kum Frek.Persen
3
4,41%
13
14,71%
24
16,18%
45
30,88%
61
23,53%
66
7,35%
68
2,94%
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Gaya belajar pada Kelas yang
menggunakan Media Komputer
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
58 - 62
3
60
3
4,55%
63 - 67
5
65
8
7,58%
68 - 72
9
70
17
13,64%
73 - 77 22
75
39
33,33%
78 - 82 20
80
59
30,30%
83 - 87
6
85
65
9,09%
88 - 92
1
90
66
1,52%
Untuk memperjelas distribusi skor di atas, berikut adalah histogram gaya
belajar yang disajikan pada gambar 4.5 dan 4.6,
lii
Gambar 4.5 Histogram skor gaya belajar siswa pada kelas yang
menggunakan Media bongkar pasang konfigurasi
Gambar 4.6 Histogram skor gaya belajar siswa pada kelas yang
menggunakan Media Komputer
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini
liii
menggunakan perhitungan dengan bantuan software Minitab 15 series. Komputasi
selengkapnya terdapat pada lampiran dan ringkasan hasilnya disajikan pada tabel
4.10 berikut,
Table 4.10 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
No.
1
2
3
4
5
Data
Media
p-value Ryan-Joiner Distribusi Data
Prestasi
>0,100
Prestasi
Komputer >0,100
Prestasi
BoPakon >0,100
Kreativitas
>0,100
Gaya Belajar
>0,100
0,995
0,990
0,992
0,996
0,994
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Dari hasil Uji Normalitas data kreativitas, gaya belajar dan prestasi di atas,
yang diuji dengan kriteria Ryan-Joiner (RJ) didapatkan bahwa p-value > 0,05
untuk Uji Normalitas yang dilakukan. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat
diambil keputusan data Prestasi, kreativitas dan gaya belajar berdistribusi normal.
Kriteria uji normalitas adalah “tolak hipotesis null (data tidak menyalahi kriteria
berdistribusi normal) jika p-value < alpha 5%”.
2. Uji Homogenitas
Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel
berasal dari populasi yang berditribusi dari variansi homogen atau tidak. Uji
homogenitas yang peneliti gunakan adalah metode uji F. Adapun sebagai
pendukung keputusan dilakukan juga uji Levene. Variabel terikat untuk uji ini
adalah prestasi belajar kimia, sedangkan sebagai faktornya adalah media
pembelajaran (bongkar pasang konfigurasi dan komputer), kreativitas dan gaya
liv
belajar siswa. Hasil uji homogenitas disajikan dalam tabel 4.8 dan hasil analisis
selengkapnya disajikan pada lampiran hasil analisa data.
Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas
No.
Respon
Faktor
1
2
3
4
5
Prestasi
Prestasi
Prestasi
Kreativitas
Gaya Belajar
Media
T-Kreativ
T-GaBel
Media
Media
F Test
0,487
0,719
0,581
0,494
0,394
p-value
Keputusan
Levene’s Test
0,839
Homogen
0,237
Homogen
0,710
Homogen
0,602
Homogen
0,445
Homogen
Dari tabel 4.11 di atas terlihat bahwa semua nilai
sehingga
semua Ho yang diajukan tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa homogenitas data
prestasi, kreativitas dan Gaya belajar siswa terpenuhi, sehingga uji selanjutnya,
yaitu uji Anova dapat dilakukan.
C. Pengujian Hipotesis
Dalam berbagai kasus, diperlukan pengujian signifikansi perbedaan tidak
hanya antara dua mean sampling, tetapi juga antara tiga, empat atau lebih. Salah
satu alternatif pengujian yang disertakan Minitab 15 untuk kasus seperti yang
diperkirakan di atas adalah prosedur uji hipotesis Analysis of Variance, ANOVA.
1. Analisis Variansi
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan Anova tiga jalan
sebab, faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas sejumlah tiga
faktor, yaitu media pembelajaran, kreativitas dan gaya belajar siswa. Adapun
rangkuman hasil analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tidak sama dapat
lv
dicermati pada tabel 4.12 sedangkan hasil lengkapnya tercantum pada lampiran
hasil analisa data.
Tabel 4.12 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Belajar Kimia
Source
DF
Seq SS
Adj SS
Media
1
42,52
109,97
T-Kreativ
1
21,86
8,74
T-GaBel
1
7,81
6,86
Media*T-Kreativ
1
1,33
0,41
Media*T-GaBel
1
115,05
95,21
T-Kreativ*T-GaBel
1
11,14
11,19
Media*T-Kreativ*T-GaBel
1
0,15
0,15
Error
126 3005,81 3005,81
Total
133 3205,67
S = 4,88422
R-Sq = 6,23%
R-Sq(adj) = 1,03%
Seq MS
42,52
21,86
7,81
1,33
115,05
11,14
0,15
23,86
F
1,78
0,92
0,33
0,06
4,82
0,47
0,01
P
0,184
0,340
0,568
0,813
0,030
0,496
0,936
Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan
Hipotesis penelitian sebagai berikut:
a. H01: Tidak ada pengaruh penggunaan media Bongkar pasang konfigurasi dan
komputer terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem
periodik unsur, tidak ditolak sebab p-value media = 0,184 > 0,050.
b. H02: Tidak ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar kimia pada materi
model atom dan sistem periodik unsur tidak ditolak sebab p-value kreativitas
siswa = 0, 340 > 0.050.
c. H03: Tidak ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia
pada materi model atom dan sistem periodik unsur tidak ditolak sebab p-value
gaya belajar siswa = 0,568 > 0.050.
d. H04: Tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan kreativitas
terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik
unsur tidak ditolak sebab p-value interaksi media dan kreativitas = 0,813 >
0,050.
lvi
e. H05: Tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar
terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik
unsur ditolak sebab p-value interaksi media dan gaya belajar = 0,030 < 0,050.
f. H06: Tidak ada interaksi antara kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi
belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur tidak ditolak
sebab p-value interaksi antara kreativitas dan gaya belajar = 0.496 > 0,050.
g. H07 : Tidak ada interaksi antara media pembelajaran, kreativitas, dan gaya
belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem
periodik unsur tidak ditolak sebab p-value interaksi antara media, kreativitas
dan gaya belajar = 0.936 > 0.050.
Oleh karena ada hasil yang nilai probabilitasnya lebih kecil daripada alpha
(p-value < α), maka ada langkah statistik lebih lanjut untuk mengetahui model
mana yang relatif dan cenderung memberikan pengaruh signifikan, dan gaya
belajar mana yang lebih berpengaruh dalam interaksi antara faktor media dengan
gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia.
2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan
Uji lanjut anava atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui
karakteristik pada variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini uji
komparasi ganda dilakukan pada hipotesis H05. Hasil anova tiga jalan yang perlu
diuji lanjut adalah untuk hasil Anova tiga jalan pada H15, yaitu: “ada interaksi
antara media dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model
atom dan sistem periodik unsur”.
lvii
Interaction Plot for Prestasi
Data Means
Rendah
Tinggi
76
72
T-Kreativ
Rendah
Tinggi
68
T-Kreativ
64
60
T-Cerdas
Rendah
Tinggi
76
72
68
T-Cerdas
64
60
Rendah
Tinggi
Gambar 4.7 Grafik Interaksi Kreativitas dengan Gaya belajar terhadap Prestasi Belajar
Kimia
Dari grafik interaksi di atas, nampak sekali perbedaan kemiringan untuk
kedua garis yang masing-masing mewakili dua kategori, yaitu tinggi dan rendah
pada kedua faktor yang digunakan, kreativitas dan gaya belajar. Meski tidak
nampak berpotongan, kedua garis tersebut mengisyaratkan terjadinya interaksi
antar kedua faktor tersebut. Slope (kemiringan) terutama pada kategori rendah
baik pada faktor kreativitas maupun gaya belajar secara statistik cukup
memberikan efek yang berbeda. Perlu diketahui bahwa hasil plot interaksi tidak
serta merta mengindikasikan adanya interaksi meski terdapat garis yang saling
menyilang. Bisa jadi itu hanya kecenderungan interaksi saja, dan ada
kemungkinan seperti halnya pada gambar 4.13 di atas, meski tidak nampak
adanya perpotongan garis ternyata secara statistik cukup berbeda efeknya dan
mengisyaratkan terjadinya interaksi antar faktor signifikan. Dalam software
lviii
Minitab dijelaskan bahwa semakin besar slope sebuah garis, semakin besar derajat
interaksinya. Untuk lebih memahami detail pola interaksi, informasi hasil uji
Anova satu jalan tersaji pada tabel berikut,
Tabel 4.8 Rangkuman Probabilistik Interaksi
Kreativitas
Gaya
Belajar
Visual
Statistik
Bopakon
N= 6
Mean = 83,833
Stdev = 5,456
Kreativitas
Tinggi
Komputer
p=0,182
p=0,776
Kinestetik
Visual
N=
Mean =
Stdev =
N=
Mean =
Stdev =
Kreativitas
Rendah
27
84,481
4,910
11
83,545
4,108
p=0,062
29
p=0,909
87,727
4,187
p=0,319* p=0,041*
7
p=0,060
87,857
4,880
p=0,256
Kinestetik
N = 24
Mean = 85,750
Stdev = 5,705
11
84,621
5,497
p=0,362
p=0,903
19
85,947
4,564
)* Gaya belajar
3. Pembahasan Hasil Analisis Data
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh
penggunaan media pembelajaran bongkar pasang konfigurasi dan komputer
terhadap prestasi belajar kimia, apakah ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi
belajar kimia, apakah ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia,
apakah ada interaksi antara media dan kreativitas siswa, apakah ada interaksi
antara media dan gaya belajar siswa, apakah ada interaksi antara kreativitas dan
lix
gaya belajar siswa, dan apakah ada interaksi antara media pembelajaran,
kreativitas, dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia.
Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah media
bongkar pasang konfigurasi elektron untuk kelas eksperimen I dan media
komputer untuk kelas eksperimen II. Pengukuran kreativitas siswa dilakukan
sebelum pembelajaran berlangsung dengan mengisi angket kreativitas siswa,
sedangkan untuk mengetahui gaya belajar siswa dilakukan dengan memberikan
tes gaya belajar juga sebelum berlangsung pembelajaran kimia pada materi pokok
model atom dan sistem periodik unsur. Setelah pembelajaran selesai dilakukan tes
kemampuan kognitif untuk mengukur prestasi belajar kimia siswa.
1. Hipotesis Pertama
Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama
diperoleh p-value media pembelajaran = 0,184 > 0.050, maka Ho (tidak ada
perbedaaan pengaruh penggunaan media pembelajaran terhadap prestasi belajar)
tidak ditolak, ini berarti bahwa antara media bongkar pasang konfigurasi dan
komputer tidak ada perbedaan pengaruhnya terhadap prestasi belajar kimia siswa.
Meskipun
demikian
kedua
media
pembelajaran
ini
sama-sama
dapat
meningkatkan prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik
unsur. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata nilai prestasi belajar kimia yang
menunjukkan adanya peningkatan. Dengan demikian kedua media pembelajaran
ini sama-sama dapat digunakan dalam pembelajaran kimia khususnya pada materi
model atom dan sistem periodik unsur. Hasil uji lanjut yang dilakukan
memberikan informasi bahwa kedua kelas, bopakon dan komputer masing-masing
lx
memperoleh rerata prestasi 84,737 dan 85,864 dengan hasil p-value sebesar 0,185.
Hasil tersebut jelas menggambarkan betapa berimbangnya kekuatan atau
pengaruh kedua media tersebut. Jadi, dalam praktiknya, boleh dipilih salah satu
sebagai media pembelajaran.
Berdasarkan karakteristik media dan konsep yang disajikan pada media
untuk kedua kelas eksperimen sama. Kedua kelas diberikan LKS yang sama dan
cara penggunaannya dapat dipahami oleh setiap siswa. Siswa dapat menggunakan
sendiri alat peraga baik Bopakon maupun komputer. Alat peraga ini keduanya
dapat dirancang, dibuat dan kreasi oleh siswa. Alat Peraga Bopakom dapat
dilengkapi dengan informasi sekitar struktur atom dan diberi warna sesuai dengan
kreativitas siswa secara terkendali. Sedangkan alat peraga komputer dapat dibuat
siswa dilengkapi dengan informasi yang diperlukannya, setting dan background
pada monitor, serta animasi dibuat menurut daya kreasi siswa. Hal tersebut dapat
menumbuhkan suasana yang aktif dan menyenangkan. Kegiatan siswa terarah dan
memberikan ruang pada siswa untuk mencoba berbagai kemungkinan masalah
yang timbul dari konfigurasi elektron dan kaitannya dengan sistem periodik dan
sifat-sifat keperiodikan unsur.
Penggunaan media pembelajaran kimia ditujukan untuk membangkitkan
kepercayaan pada siswa bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas, atau dengan
mempertahankan perasaan bahwa mereka dapat mencapai sukses dengan
kemampuan mereka sendiri. Media bongkar pasang konfigurasi dan komputer
dapat mempercepat pemahaman siswa terhadap materi kimia model atom dan
sistem periodik unsur karena memiliki jalur yang runtut dan jelas. Penggunaan
lxi
media ini membantu siswa menyelesaikan persoalan yang rumit ditinjau perbagian
sehingga dapat diselesaikan dengan mudah. Dengan cara ini siswa akan merasa
bahwa mereka mampu menyelesaikan permasalahan. Pada dasarrnya penggunaan
media pembelajaran kimia model Bopakon dan komputer akan menghasilkan
motivasi diri siswa yang lebih tinggi dalam memecahkan soal kimia model atom
dan sistem periodik unsur. Meski sama-sama berhasil mengantarkan siswa
memperoleh prestasi di atas batas kriteria minimal, masih dapat dicermati
kecenderungan media komputer yang memiliki tren positif, sedangkan media
bopakon cenderung negatif, lebih rendah reratanya daripada rerata total data nilai.
Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik berikut,
Gambar 4.8 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari media
2. Hipotesis Kedua
Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kreativitas
terhadap prestasi belajar kimia, p-value kreativitas siswa = 0,340 > 0.050. Uji
lanjut menunjukkan bahwa kreativitas tidak memberikan pengaruh signifikan
lxii
terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur.
Hal itu berarti bahwa dalam proses pembelajaran materi model atom dan sistem
periodik unsur faktor kreativitas siswa tidak menunjang keberhasilan proses
pembelajaran, Tingkat kreativitas siswa diketahui tidak memberikan efek berbeda
terhadap pencapaian prestasi belajar kimia, dimana siswa yang memiliki tingkat
kreativitas tinggi mendapatkan rerata prestasi 84,988, sedangkan siswa yang
memiliki tingkat kreativitas rendah mendapatkan rerata prestasi 85,656. Siswa
dengan kreativitas tinggi memiliki kemampuan yang tidak lebih baik dalam
menyelesaikan masalah-masalah kimia dibanding siswa yang memiliki kreativitas
rendah. malah sebaliknya, jika diperhatikan hasl analisis reratanya, nampak bahwa
siswa dengan kreativitas rendah cenderung memiliki tren relatif positif daripada
siswa dengan kreativitas tinggi. lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut,
Gambar 4.9 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari kreativitas
Berdasarkan data table 4.5 dan 4.6, nilai kreativitas siswa yang
menggunakan media bongkar pasang konfigurasi elektron, terendah 89 dan
tertinggi 116, dan 67,65% siswa memiliki kreativitas sedang sampai tinggi.
lxiii
Sedangkan nilai kreativitas siswa yang menggunakan media komputer, terendah
92 dan tertinngi 119, dan 74,25% siswa memiliki kreativitas sedang sampai tinggi.
Frekuensi siswa yang berkreativitas tinggi jauh lebih besar dari pada siswa yang
memiliki kreativitas rendah. Oleh karena itu berdasarkan data sebagian besar
siswa memiliki kreativitas tinggi sehingga tidak mempengaruhi terhadap prestasi
belajar yang dicapai siswa.
3. Hipotesis Ketiga
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh gaya
belajar terhadap prestasi belajar kimia (p-value gaya belajar siswa = 0,568 >
0.050) dalam proses pembelajaran. Gaya belajar siswa diharapkan memberikan
pengaruh terhadap prestasi belajar kimia materi model atom dan sistem periodik
unsur. Namun, pada kenyataannya tidak memberikan pengaruh. Hal ini
menimbulkan pertanyaan lebih lanjut akan perbedaan relatifnya. Dari hasil uji
analisis mean (rerata) diperoleh informasi bahwa siswa dengan gaya belajar visual
cenderung mendapatkan prestasi yang lebih baik. Hal ini dapat anda cermati pada
gambar berikut,
lxiv
Gambar 4.10 Grafik analisis rerata Prestasi Belajar Kimia ditinjau dari gaya belajar
Pada penelitian ini gaya belajar siswa hanya diamati berdasarkan dua
kriteria, yaitu gaya belajar visual dan kinestetik. Tetapi dalam satu kelas gaya
belajar audio dan gaya belajar variatif, misalnya audiovisual, audikinestetis dan
lainya tidak terukur. Hal ini memungkinkan siswa yang memiliki kecenderungan
bergaya belajar visual, juga memiliki gaya belajar audio walaupun presentasinya
tidak terlalu besar. Demikian pula siswa yang memiliki kecenderungan bergaya
belajar kinestetik juga memiliki gaya belajar audio. Dengan demilikan
memungkinkan siswa dapat menggunakan gaya belajar audio yang ia miliki untuk
melakukan proses belajar. Maka gaya belajar tidak mempengaruhi pada perolehan
prestasi belajar siswa.
4. Hipotesis Keempat
Hasil analisis data dari uji hipotesis sebelumnya menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar kimia, oleh sebab itu pada
lxv
hipotesis ke empat ini tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan
kreativitas terhadap pada prestasi belajar kimia (p-value interaksi media dan
kreativitas = 0,813 > 0,050). Meskipun tidak terjadi interaksi, hasil uji lanjutanya
memperlihatkan p-value = 0,060 pada siswa yang bergaya belajar visual pada
media Bopakon dan komputer yang memiliki kreativitas rendah. dimana siswa
yang dibelajarkan dengan media komputer mendapatkan prestasi lebih baik (
87,857 vs 83,545). Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 4.15 di atas.
Tidak semua siswa memberikan respon positip terhadap penggunaan
media bongkar pasang konfigurasi dan komputer sebagai perangsang untuk proses
belajarnya. Hal ini menyebabkan penggunaan media pembelajaran kimia tidak
efektif untuk siswa dengan kreativitas tinggi. berdasarkan hasil pada tabel 4.15 di
peroleh informasi bahwa siswa dengan kreativitas rendah relatif lebih tinggi
perolehan rerata prestasinya. Bentuk interaksi yang ditampilkan pada gambar 4.17
menunjukkan bahwa media komputer dan kreativitas rendah sama-sama
memberikan efek positif dan sebaliknya media bopakon serta kreativitas tinggi
tidak membantu siswa untuk mencapai performa maksimalnya.
lxvi
Gambar 4.11 Grafik interaksi faktor media dan kreativitas terhadap prestasi
5. Hipotesis Kelima
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh gaya
belajar terhadap prestasi belajar kimia. Akan tetapi interaksi media pembelajaran
dan gaya belajar berpengaruh pada prestasi belajar kimia pada materi model atom
dan sistem periodik unsur (p-value interaksi media dan gaya belajar = 0,030 <
0.050). Media pada dasarnya memberikan stimulasi (rangsangan) eksternal yang
akan berinteraksi dengan proses kognitif internal yang mendukung belajar. Proses
belajar setiap orang berkaitan dengan cara memproses informasi yang
diterimanya. Proses ini sangat personal. Setiap orang mempunyai gaya belajar
yang berbeda.
Gordan dalam Kerr (2009) menyebutkan adanya 4 kelompok besar dalam
gaya belajar yaitu kinestetik, aktual, auditori dan visual. Siswa dengan gaya
lxvii
belajar aktual lebih jelas bila menggunakan objek langsung atau benda nyata.
Siswa dengan gaya belajar auditori akan lebih senang bila dalam proses belajar
dapat mendengarkan peralatan audio, rekaman dari tape, melakukan hafalan
secara oral, diskusi kelas. Siswa ini juga akan diuntungkan bila dalam proses
belajar atau pelajaran dilakukan dengan tutorial dari temannya atau mendapatkan
penjelasan dari teman kelompok atau gurunya. Siswa dengan gaya belajar
kinestetis memerlukan kombinasi stimuli. Dengan gaya belajar ini setiap orang
akan memberikan respon yang berbeda pada media pembelajaran yang digunakan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa bongkar pasang konfigurasi dan
komputer akan memberikan suasana belajar yang menyenangkan di kelas. Hasil
uji lanjut pada sel media komputer, yang ditinjau melalui gaya belajarnya,
diperoleh hasil seperti pada tabel berikut,
Tabel 4.13 Anova Interaksi Media dengan Gaya Belajar
One-way ANOVA: Prestasi versus T-GaBel (Media Komputer)
Source
T-GaBel
Error
Total
DF
1
64
65
S = 4,561
Level
+--Kinestetik
Visual
-)
SS
90,7
1331,1
1421,8
MS
90,7
20,8
R-Sq = 6,38%
F
4,36
P
0,041
R-Sq(adj) = 4,92%
N
Mean
StDev
Individual 95% CIs For Mean Based on
Pooled StDev
------+---------+---------+---------
48
18
85,146
87,778
4,342
5,117
(-------*-------)
(-------------*----------------+---------+---------+---------
+--84,8
86,4
88,0
89,6
Pooled StDev = 4,561
Interakasi media dengan gaya belajar terjadi pada sel media komputer,
dimana siswa dengan gaya belajar visual memperoleh rerata prestasi 87,778 dan
lxviii
siswa dengan gaya belajar kinestetik 85,146. Sedangkan pada media Bopakon
tidak terjadi interaksi pengaruh. Hal itu mungkin disebabkan oleh pemberian
media bongkar pasang konfigurasi memberi stimuli yang berbeda pada setiap
siswa, demikian juga dengan pemberian media komputer. Tidak semua siswa
dalam kelas dapat diuntungkan dengan menghadirkan media bongkar pasang
konfigurasi elektron dan komputer seperti yang telah disebutkan diatas bahwa
hanya siswa dengan gaya visual yang diuntungkan pada media komputer dan
hanya siswa dengan gaya belajar kiestetik yang diuntungkan pada media
Bopakon. Karena didalam kelas terdiri dari banyak siswa, bukan hal yang tidak
mungkin terdapat pula berbagai model belajar. Penggunaan media bongkar pasang
konfigurasi dan komputer nampaknya juga harus meninjau hal tersebut. Penarikan
kesimpulan bahwa interaksi antara media pembelajaran dan gaya belajar
berpengaruh pada prestasi belajar kimia model atom dan sistem periodik unsur
bukan merupakan keputusan akhir tetapi harus lebih jauh meninjau lagi gaya
belajar siswa dengan lebih kompleks.
Gambar 4.12 Grafik interaksi faktor media dan gaya belajar terhadap prestasi
lxix
Berdasarkan grafik di atas dengan menggunakan media komputer siswa
lebih optimal menggunakan indera penelihatanya. Indera pengelihatan bagi siswa
yang bergaya belajar visual sangat membantu proses belajarnya. Perbedaan yang
menyolok pada siswa yang mengunakan media komputer dan gaya belajar visua
dalam memperoleh prestasi belajarnya.
6. Hipotesis Keenam
Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara kreativitas dan
gaya belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem
periodik unsur (p-value interaksi antara kreativitas dan gaya belajar = 0.496 >
0.050). Hasil ini merupakan konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu
kreativitas dan gaya belajar tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar kimia.
Secara parsial berdasarkan hasil uji di atas, gaya belajar dan kreativitas tidak
memberikan pengaruh signifikan terhadap pencapaian prestasi, logis apabila
kedua variabel ini menunjukkan tidak adanya interaksi terhadap prestasi belajar
kimia. Meski demikian, ternyata berdasarkan pada tabel 4.15 yang merangkum
hasil probabilistik interaksi, diketahui bahwa kreativitas dan gaya belajar hampir
berinteraksi pada salah satu level. Hampir terjadinya interaksi pengaruh tersebut
terjadi pada level kreativitas rendah pada media media komputer. Diperoleh hasil
antara media Bopakon dan komputer p-value = 0,060 dengan hasil maksimal
diperoleh pada media komputer.
Siswa dengan kreativitas rendah dan gaya belajar visual memberikan
respon positip terhadap penggunaan media komputer (sebagai media visual)
sebagai perangsang untuk proses belajarnya. Hal ini disebabkan penggunaan
lxx
media pembelajaran kimia dapat merangsang kreativitasnya dan gaya belajarnya,
membangkitkan motivasi belajar sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan.
Interaksi antara kreativitas dan gaya belajar memberikan sumbangan besar
terhadap pemahaman siswa akan konsep kimia pada materi model atom dan
sistem periodik unsur. Untuk lebih memahami seperti apa bentuk interaksinya,
perhatikan gambar berikut,
Gambar 4.13 Grafik interaksi faktor kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi
Pada gambar nampak bahwa kedua garis dengan tegas saling bersilangan
dan hampir membentuk sudut 90o. Interaksi terjadi pada wilayah siswa dengan
kreativitas rendah saja.
lxxi
7. Hipotesis Ketujuh
Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara media
pembelajaran, kreativitas, dan gaya belajar (p-value interaksi antara media,
kreativitas dan gaya belajar = 0,936 > 0,050). Seperti yang telah dijabarkan di atas
tidak semua siswa memberikan respon positip meskipun memiliki kreativitas dan
gaya belajar tinggi terhadap penggunaan media bongkar pasang konfigurasi dan
komputer sebagai media pembelajaran yang tujuannya sebagai perangsang untuk
proses belajar.
Secara umum penelitian ini dapat mengambil dua hal penting sebagai
berikut: a). Penggunaan media pembelajaran kimia model atom dan sistem
periodik unsur harus berdasarkan pada gaya belajar dan dengan memperhatikan
tingkat kreativitas siswa. Siswa dengan gaya belajar yang berbeda akan
memberikan respon yang berbeda pula. Demikian juga siswa dengan kreativitas
tinggi dan rendah. b). Interaksi antara media dan gaya belajar memberikan
sumbangan besar terhadap pemahaman siswa akan konsep kimia pada materi
model atom dan sistem periodik unsur terutama pada siswa yang memiliki
kretivitas rendah. Hal ini disebabkan karena bongkar pasang konfigurasi dan
komputer yang menarik dan berkesan bagi siswa dengan kreativitas rendah baik
bagi yang bergaya belajar visual maupun kinestetik.
lxxii
Gambar 4.14 Grafik main efek faktor media, kreativitas dan gaya belajar terhadap prestasi
Penelitian yang dilakukan oleh Gonzalez-Espada (2009) berhasil
mengungkapkan bahwa penggunaan media pada kelas sains (IPA) dapat
meningkatkan minat siswa pada sains. Siswa merespon secara positip dan antusias
penggunaan media dalam pembelajaran sains. Siswa dapat melihat konsep-konsep
sains dari sudut pandang yang baru yang lebih menarik. Bentuk penyajian populer
dan riel yang dibawa oleh media pembelajaran menjadikan siswa lebih memahami
konsep. Berbekal ketertarikan dan minat siswa terhadap penyajian materi
pembelajaran sangat membantu dalam keberhasilan belajarnya.
Bongkar pasang konfigurasi elektron mendekati yang seperti permainan
otak dan komputer merupakan media yang sangat familier dengan siswa pada usia
remaja dalam pembelajaran kimia model atom dan sistem periodik unsur. Media
komputer cukup menarik bagi siswa sebab bisa diulang lagi untuk proses-proses
yang mereka belum paham. Sedangkan bongkar pasang konfigurasi menampilkan
lxxiii
sebuah analogi yang sederhana dan mudah dicerna dengan model atom yang dekat
dengan kehidupan mereka. Pengalihan gambar model atom kedalam bentuk tiga
dimensi dengan bongkar pasang konfigurasi akan menjadikan materi yang terlihat
sulit dan abstrak menjadi menarik untuk dipelajari.
D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini, meskipun sudah direncanakan dan melalui proses evaluasi
sebelum dilaksanakan, tidak terlepas juga dari keterbatasannya. Adapun beberapa
hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah gaya belajar siswa tidak
semua diukur padahal gaya belajar seseorang meliputi unsur-unsur gaya belajar:
matematika logika, gaya belajar bahasa, gaya belajar musikal, gaya belajar visualspasial, gaya belajar kinestetik, gaya belajar interpersonal, gaya belajar
intrapersonal, dan gaya belajar naturalis. Hal ini menyebabkan biasnya pengaruh
gaya belajar terhadap prestasi.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa:
lxxiv
1. Pembelajaran menggunakan media bopakom dan computer menyenangkan
dan meningkatkan partisipasi siswa. Cara penggunaan alat peraga dapat
dipahami siswa, sehingga prestasi siswa meningkat baik menggunakan
media bopakon maupun komputer. Tidak ada perbedaan pengaruh
penggunaan media Bongkar pasang konfigurasi dan komputer terhadap
prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem periodik unsur.
Hal ini dapat dilihat pada rata-rata nilai prestasi belajar kimia yang
menunjukkan adanya peningkatan, sebab hasil kedua kelas, bopakon dan
komputer masing-masing memperoleh rerata prestasi 84,737 dan 85,686.
Dengan demikian kedua media pembelajaran ini sama-sama dapat
meningkatkan prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem
periodik unsur dan kedua media pembelajaran ini sama-sama dapat
digunakan dalam pembelajaran kimia khususnya pada materi model atom
dan sistem periodik unsur, walaupun tidak ada pengaruh penggunaan alat
peraga bongkar pasang konfigurasi elektron dan alat peraga konfigurasi
elektron menggunakan komputer terhadap prestasi belajar kimia.
2. Tingkat kreativitas siswa pada dua kelompok siswa diketahui tidak
memberikan efek berbeda terhadap pencapaian prestasi belajar kimia.
Kreativitas tinggi dan rendah diukur berdasarkan skor nilai yang
diperolehnya. Sebagian besara siswa memperoleh skor diatas rata-rata
dimana siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi mendapatkan rerata
prestasi 84,988, sedangkan siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah
mendapatkan rerata prestasi 85,656. Tidak ada pengaruh perbedaan
lxxv
kreativitas siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok model
atom dan sistem periodik unsur.
3. Gaya belajar siswa diharapkan memberikan pengaruh terhadap prestasi
belajar kimia materi model atom dan sistem periodik unsur. Namun, pada
kenyataannya tidak memberikan pengaruh. Gaya belajar yang diamati
pada penelitian ini adalah kecenderungan yang lebih besar yang dimiliki
tiap individu. Dari hasil uji analisis mean (rerata) diperoleh informasi
bahwa siswa dengan gaya belajar visual adaalah
85,774 dan rerata
prestasi siswa kinestetik 85,122. Siswa dengan kecenderungan gaya
belajar visual memberikan prestasi dengan mean lebih baik, namun
berdasrkan hasil analisa data tidak ada pengaruh perbedaan gaya belajar
terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok model atom dan sistem
periodik unsur.
4. Tidak semua siswa memberikan respon positip terhadap penggunaan
media bongkar pasang konfigurasi dan komputer sebagai perangsang
untuk proses belajarnya. Siswa dengan kreativitas rendah relatif lebih
tinggi perolehan rerata prestasinya. Media komputer dan kreativitas rendah
sama-sama memberikan efek positif dan sebaliknya media bopakon serta
kreativitas tinggi tidak membantu siswa untuk mencapai performa
maksimalnya. Hasil analisis data dari uji hipotesis sebelumnya
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi
belajar kimia, oleh sebab itu pada hipotesis ke empat ini tidak ada interaksi
antara media pembelajaran dan kreativitas terhadap pada prestasi belajar
lxxvi
kimia (p-value interaksi media dan kreativitas = 0,813 > 0,050). pada
materi model atom dan sistem periodik unsur.
5. Media pada dasarnya memberikan stimulasi (rangsangan) eksternal yang
akan berinteraksi dengan proses kognitif internal yang mendukung belajar.
Proses belajar setiap orang berkaitan dengan cara memproses informasi
yang diterimanya. Interakasi media dengan gaya belajar terjadi pada sel
media komputer, dimana siswa dengan gaya belajar visual memperoleh
rerata prestasi 87,778 dan siswa dengan gaya belajar kinestetik 85,146.
Siswa yang menggunakan media komputer dengan gaya belajar visual
lebih
optimal
mencapai
prestasi
belajar
menggunakan
indera
penelihatanya. Indera pengelihatan bagi siswa yang bergaya belajar visual
sangat membantu proses belajarnya. Siswa dengan gaya belajar kinestetis
memerlukan kombinasi stimuli. Dengan gaya belajar ini setiap orang akan
memberikan respon yang berbeda pada media pembelajaran yang
digunakan. Rangsangan penggunaan media menunjukkan ada interaksi
antara media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar
kimia pada materi pokok model atom dan sistem periodik unsur.
6.
Secara parsial berdasarkan hasil uji di atas, gaya belajar dan kreativitas
tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap pencapaian prestasi, logis
apabila kedua variabel ini menunjukkan tidak adanya interaksi terhadap
prestasi belajar kimia. Kreativitas dan gaya belajar hampir berinteraksi
pada salah satu level. Siswa dengan kreativitas rendah dan gaya belajar
visual memberikan respon positip terhadap penggunaan media komputer
lxxvii
(sebagai media visual) sebagai perangsang untuk proses belajarnya. Hasil
analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara kreativitas dan gaya
belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi model atom dan sistem
periodik unsur (p-value interaksi antara kreativitas dan gaya belajar =
0.496 > 0.050).
7. Tidak semua siswa memberikan respon positip meskipun memiliki
kreativitas tinggi dan gaya belajar visual maupun kinestetik terhadap
penggunaan media bongkar pasang konfigurasi dan komputer sebagai
media pembelajaran yang tujuannya sebagai perangsang untuk proses
belajar. Bongkar pasang konfigurasi elektron mendekati yang seperti
permainan otak dan komputer merupakan media yang sangat familier
dengan siswa pada usia remaja dalam pembelajaran kimia model atom dan
sistem periodik unsur. Media komputer cukup menarik bagi siswa sebab
bisa diulang lagi untuk proses-proses yang mereka belum paham. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara media
pembelajaran, kreativitas, dan gaya belajar (p-value interaksi antara media,
kreativitas dan gaya belajar = 0,936 > 0,050) terhadap prestasi belajar
kimia pada materi pokok model atom dan sistem periodik unsur.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang media
bongkar pasang konfigurasi elektron dan komputer yang dapat digunakan
dalam pembelajaran kimia pada materi pokok model atom dan sistem
lxxviii
periodik unsur. Sekalipun media pembelajaran ini sama-sama mempermudah
siswa untuk memahami konsep pembelajaran kimia pada materi tersebut,
media komputer lebih mampu merangsang siswa untuk mendapatkan rasa
puas daripada media Bongkar pasang konfigurasi. Selain itu, siswa memiliki
harapan dapat menyelesaikan masalah dan merasa bahwa setiap ilmu yang
dipelajarinya berguna, sehinga prestasi belajar kimianya dapat ditingkatkan.
2. Implikasi Praktis
Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah siswa yang dibelajarkan
dengan media komputer ternyata mendapatkan prestasi belajar kimia yang
memenuhi harapan. Media komputer menjadikan konsep yang dibelajarkan
menjadi mudah diterima sebab kondisi pada pembelajaran media tersebut
lebih bisa memuaskan siswa dan bisa diulang manakala siswa belum paham
pada bagian tertentu saja. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan prestasi belajar
kimia khusus pada materi model atom dan sistem periodik unsur perlu
diberikan melalui media komputer.
C. SARAN-SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dapat dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Saran untuk Guru
Untuk mengajarkan konsep-konsep kimia diperlukan media sebagai penguat
informasi belajar yang mampu membantu siswa pada kondisi mudah untuk
lxxix
memahami materi. Selain itu, guru kimia prioritas pemilihan sebuah media
pembelajaran
sebaiknya
mengacu
pada
kemudahan,
kebertahapan
dan
kemenarikannya bagi siswa.
2. Saran untuk para peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan
penelitian sejenis. Perlu melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang
media yang digunakan dalam proses pengajaran di kelas. Tidak semua anak
memberikan respon yang positip pada setiap media pembelajaran karena setiap
anak memiliki tipe belajarnya sendiri. Penelitian mengenai metode – metode lain
yang dapat mempermudah siswa dalam memecahkan permasalahan dalam belajar
kimia terutama yang berkaitan dengan pemilihan media pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Fuadi, M.,2007, Pengaruh Pendekatan Ketrampilan Proses Sains
Melalui Eksperimen Menggunakan Kit dan Alat Sederhana pada
Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Kreativitas Siswa, Tesis, PPs:UNS.
Aleksius Sedara, 2002, Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar,
Yogyakarta Gerbang ( majalah Pendidikan ) Edisi 1 thn, II, Juli 2002.
Anita Lie., 2005, Cooperatif Learning, Jakarta : Grasindo.
Arends Richard I, 2008, Learning To Teach ( Belajar Untuk Mengajar),
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Arief Furchan, 2007, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.
Azhar Arsyad, 1997, Media Pembelajaran, Jakarta , PT Raja rafindo Persada
lxxx
Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007, Permendiknas RI Nomor 16 tahun
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompotensi Guru,
Jakarta,
Badan Standar Nasional Pendidikan.
Bahri Djamarah, Aswan Zain, 2006, Strategi Belajar Mengajar ( Edisi Revisi),
Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Benny Karyadi, 1994, Kimia 2, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional.
Browing & Burnham, 1977, Effective Learning in Schools, London, Financial
Times Pitman Publising.
Budiyono, 2004, Statistik untuk Penelitian, Surakarta, UNS Press.
Burhanuddin Salam, 2002, Pengantar Pedagogik, Jakarta, Rineka Cipta.
Christopher Bowring-Carr and John Wast Bu rham, 1977, Effective Learning in
Schools, London, Financial Times Pitman Publising.
Darliana, 1998, Dasar-Dasar Teknik Berpikir Untuk Pendidikan IPA,
Bandung, Pusat Pengembangan Penataran Guru IPA Bandung.
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Standar Kompotensi Mata pelajaran
Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta, Pusat
Kurikulum Balitbang Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Permendiknas RI Nomor 20 tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, Jakarta, Depatemen
Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Daftar Kolektif Hasil Ujian Nasional
SMAN-1 Banjarmasin tahun Pelajaran 2007/2008, Banjarmasin,
Diknas Propinsi Kalimantan Selatan.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Model-Model Pembelajaran
Matematika dan IPA, Jakarta, Depdiknas Direktur Pembinaan Sekolah
Luar Biasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Standar Kompotensi Guru Sekolah
Menengah Umum, Jakarta, Direktorat Tenaga Kependidikan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan, 1995, Petunjuk Teknis Mata
Pelajaran Kimia, Jakarta, Depdikbud Dikdasmen.
DePorte, Bobby & Mike Hernacki, 1999, Quantum Learning Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Terjemahan Alwiyah
Abdurrahman, Bandung: Khaifa.
Dimyati, Mujiono, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta.
lxxxi
Ervanita, 2003, Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian, Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan
Sekolah Menengah Umum.
E.N. Ramsden,200, A-Level Chemistry, United Kingdom: Cambridge University
Press.
Gino, HI. Dkk, 2000, Belajar dan Pembelajaran, Surakarta: UNS Press
Hartiningsih, 2006, Pembelajaran Remidi dengan Menggunakan Media Cetak
(LKS) dan Media Elektronik (LCD) pada Belajar Tuntas Kimia
Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa, Tesis, PPs: UNS.
Hasbullah,1999, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada.
Herminanto Sopyan, 2004, Pedoman Khusus Penulusuran Potensi Siswa,
Jakarta, Depdiknas Direktorat Pembinaan sekolah Luar Biasa.
Indrawati, Arif Sidharta, 2001, Strategi Pembelajaran Kimia, Bandung, P3G
IPA Bandung.
Kusmoro, 2008, Pengaruh Model PAKEM dengan Pendekatan
Konstruktivisme dan Kooperatve Learning dalam Pemnbelajaran
Sains Ditinjau dari Lingkungan Belajar Siswa, Tesis, PPs: UNS
Legiman, 2008, Pengaruh penggunaan model pembelajaran 4MAT System
dan Model Pembelajaran Student Team Achievement Devision
(STAD) Terhadap Prestasi Belajar Kimia Ditinjau dari
Keingintahuan Siswa, Tesis, PPs: UNS.
Middlecamp, Catterine, 1985, Panduan Belajar Kimia Dasar, Jakarta,
Gramedia.
Moh. Amien, 1994, Filsafat Sains dan Teknologi dan Manusia, Yogyakarta,
IKIP
Mulyasa, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung, Remaja
Rosda Karya.
Nasution, 2004, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya
Novak, Gowin, 1985, Learning How Learn, London, Cambrige University
Press.
Ngadimin Saleh, 2004, Pendidikan Kimia (Sains) Berwawasan Lingkungan
dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Banjarmasin, Seminar
Pendidikan kimia Unlam Banjarmasin.
Nana Sudjana, 2008, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung,
Remaja Rosda Karya.
lxxxii
Oemar Hamalik, 2008, Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Bumi Aksara.
Paul Suparno, 1997, Teori Petkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta,
Kanisius.
Paul Suparno, 2006, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan
Menyenangkan, Yogyakarta, Universitas Sanata Darma.
Ratna Willis Dahar, 1988, Teori-Teori Belajar, Jakarta, Erlangga.
Ratna Willis Dahar , 1986, Pengelolaan Pengajaran Kimia, Jakarta, Karunia
Jakarta UT.
Richard Wood, 2002, Chemistry New Edition, United Kingdom, Cambridge
University Press
Safari, 2004, Evaluasi Pembelajaran, Jakarta, Dirjen Dikdasmen Direktorat
Tenaga Kependidikan.
Sardiman A.M, 2005, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Raja
Grafindo Persada.
Satya Adi, 2002, Profesionalisme Guru dalam menghadapai Kemajunan
Teknologi Informasi, Yogyakarta, Gerbang Majalah Pendidikan.
Solichan Abdullah, 2004, PAKEM Itu Apa?, Surabaya, Median volume 11 no 3
Desember 2008.
Sri Lestari, 2007, Pengaruh Pembelajaran Konstruktivisme Menggunakan
Media Audio Visual dan Modul Bergambar Terhadap Prestasi
Belajar Fisiska Ditinjau dari Kemampuan Awal dan Aktivitas Belajar
Siswa, Tesis, PPs: UNS.
Sri Wahyuni, Dewi Suryana, 2006, Buku Kerja Imiah Untuk SMA XII, Jakarta,
Erlangga.
Sriyono, dkk, 1992, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, Jakarta, Rineka
Cipta.
Sri Sulistyorini, 2005, Implemetasi pendekatan Inquiri Pada Mata Pelajaran
Sains, Semarang, Jurnal Penelitian Pendidikan Volume 21, No.1 tahun
2005.
Sumadi Suryabarata, 2005, Metodologi Penelitian, Jakarta, P.T. Raja Grafindo
Persada.
Sudjana, 2005, Metode Statistika, Bandung, Tarsito.
Sukardi, Prof. HM., 2008, Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasional,
Yogyakarta, Bumi Aksara
Syahril Effendi, 1999, Pembelajaran Kimia, Banjarmasin, FKIP Unlam.
lxxxiii
Syahril Effendi, 2006, Petunjuk Teknis penilaian, Diknas Propinsi Kalimantan
Selatan,Banjarmasin,
Syaiful Sagala, 2005, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung, Alfabeta.
Sugiyanto, 2007, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Model-Model
Pembelajaran Inovatif, Surakarta, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Surakarta.
Suharsimi Ari Kunto, 2008, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi
Aksara.
Suharsimi Ari Kunto , 1992, Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta.
Uswatun Khasanah, 2008, Penggunaan Pendekatan Kontekstual Disertai
Media Animasi dan Non Animasi Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa
SMA Tahun Ajaran 2007/2008, Tesis, PPs: UNS.
Wawan Dwi Cahyono, 2007, Pengaruh Penggunaan Pendekatan
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Metoda Demonstrasi dan
Diskusi Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari Kreativitas
Siswa, Tesis, PPs: UNS
Winkel, 2007, Psikologi Pengajaran, Jakarta, Gramedia.
Vossen, Herber, 1986, Kompedium Didaktik Kimia, Bandung,Remaja Karya
CV Bandung
lxxxiv
Download