PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM Helen Intania Surayda Abstrak Perlindungan hukum terhadap kepentingan korban kekerasan seksual baik melalui proses peradilan maupun melalui sarana kepedulian sosial, merupakan bagian kebijakan hukum. Perundang-undangan yang menjadi rujukan selama ini dalam penanganan kasus kekerasan seksual justru menjadikan perempuan sulit mengakses keadilan. Elastisitas hukum Islam sangat adaptatif dengan dinamika perubahan sosial dan kemajuan zaman. Sifat multidimensional dalam ruang lingkup hukum Islam meliputi semua aspek kehidupan manusia. Tujuan dari penetapan hukum Islam tersebut adalah mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia. Sebagaimana halnya pemulihan terhadap korban kekerasan seksual berhubungan dengan kemaslahatan invidividual korban Adapun permasalahan dalam tesis ini adalah : a) bagaimana perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual di tinjau dari hukum positif, b) bagaimana perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual dalam konsep kajian hukum Islam ? Untuk menjawab permasalah tersebut dilakukanlah penelitian dengan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh temuan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual belum optimal difasilitasi oleh negara. Pemulihan korban kekerasan harus dimaknai secara luas, tidak saja intervensi secara medis, hukum maupun psiko-sosial, tetapi juga penciptaan situasi dimana korban kekerasan dapat kembali berdaya secara utuh, sehingga mampu mengambil keputusan-keputusan dalam hidupnya dan bisa kembali menjalankan perannya ditengah masyarakat sebagai perempuan dan warga. Hukum selalu merupakan hukum positif, dan positivisme hukum terletak pada fakta bahwa hukum itu dibuat dan dihapuskan oleh tindakan-tindakan manusia, jadi terlepas dari moralita dan sistem-sistem norma itu sendiri. Aspek maslahah mursalah jika diterapkan terhadap perlindungan hukum terhadap korban kekerasan tidak menggunakan pendekatan normatif sebagaimana yang terjadi pada umumnya akan tetapi yang digunakan adalah hak-hak korban untuk diutamakan dalam penanganannnya. Kata kunci :Perlindungan Hukum, Korban Kekerasan, Hukum Islam 24 LEGAL PROTECTION FOR THE SEXUAL VIOLENCE VICTIMS IN ISLAMIC LAW STUDY Helen Intania Surayda Abstract Legal protection for the interests of sexual violence victims either through the judicial process or by means of social care, is part of the legal policy. The legislation that becomes the reference for handling the sexual violence cases makes it difficult for women to access justice. The elasticity of Islamic law is highly adaptable to the dynamics of social change and the advance of the world. Multidimensional nature within the scope of Islamic law covers all aspects of human life. The purpose of the establishment of Islamic law is to realize the benefit for mankind. Just as the recovery of sexual violence victims is related to the victim's invidual benefit. The problems in this thesis are: a) how legal protection for sexual violence victims seen from positive law, b) how the legal protection for sexual violence victims in the concept of Islamic law study. To answer the problems, research with juridical normative approach method with specification of analytical descriptive research is conducted. The type of data used in this research is secondary data. Based on the conducted research, it is found that protection for sexual violence victims have not been optimally facilitated by the state. The recovery of the violence victims must be broadly understood, not only in medical, legal or psycho-social interventions but also in the creation of situations in which the victims of violence can be fully empowered, so they are able to take decisions in their lives and are able to resume their roles in society as women and citizens. The law is always positive law, and the legal positivism lies on the fact that the law is created and abolished by human actions, so apart from the morality and the norm systems themselves. The aspects of maslahah mursalah if applied to the legal protection for the victims of violence do not use normative approach as the case in general but the one which is used is the rights of the victims to take precedence in its handling. Keywords: Legal Protection, Victims of Violence, Islamic Law 25 merupakan bagian mutlak yang perlu PENDAHULUAN Kekerasan seksual menjadi dipertimbangkan dalam kebijakan salah satu bentuk kekerasan yang hukum paling khas dialami oleh perempuan kebijakan karena sangat terkait dengan cara kekuasaan negara maupun lembaga pandang yang sosial yang ada. Berdasarkan tujuan menempatkan perempuan sebagai dan tanggung jawab negara untuk obyek seksual. Berdasarkan resume mewujudkan pemerataan keadilan data yang dilakukan oleh LRC kesejahteraan KJHAM dari 331 kasus terhadap korban perempuan di Jawa Tengah sebanyak dilindungi merupakan bagian integral 448 dari hak asasi di bidang jaminan mayarakat perempuan kekerasan menjadi seksual1. korban Hal ini pidana sosial, dan kebijakan- baik umum, kekerasan sosial.Perhatian lembaga maka seksual terhadap untuk asasi menunjukkan segala upaya yang perempuan dilakukan untuk memperjuangkan membawa pengaruh dengan nasib perempuan dari tindak pidana peningkatan perhatian terhadap tersebut belum membawa hasil yang masalah-masalah perempuan baik di memuaskan tingkat nasional, regional maupun Proses bagi semua penanganan penyidikan cenderung kasus hingga belum pihak. sejak meningkat internasional. putusan sepadan semakin hak Elastisitas jika hukum Islam sangat adaptatif dengan dinamika dibandingkan dengan akibat yang perubahan sosial dan dialami oleh korban. zaman. Sifat multidimensional dalam Perhatian dan perlindungan kemajuan ruang lingkup hukum Islam meliputi terhadap kepentingan korban semua aspek kehidupan manusia. kekerasan seksual melalui Tujuan dari penetapan hukum Islam baik proses peradilan maupun melalui tersebut sarana kepedulian sosial tertentu kemaslahatan 1 Resume Data Penanganan Kasus LRC KJHAM, 2014 26 adalah mewujudkan bagi umat manusia.Sebagaimana halnya pemulihan korban terhadap kekerasan seksual berhubungan persoalan yang mendalam terkait dengan kemaslahatan invidividual kekerasan seksual. korban. Terbatasnya ruang lingkup dari kekerasan seksual itu sendiri yang diatur dalam Undang-Undang PEMBAHASAN Perlindungan terhadap Nomor 23 Tahun 2004 tentang korban kekerasan seksual dirasakan Penghapusan belum Rumah optimal karena masih Kekerasan Tangga, Dalam Undang-Undang kurangnya pemahaman masyarakat Nomor39 tentang dampak undang Nomor 23 Tahun 2002 kekerasan seksual. Hal ini ditambah sebagaimana diubah dengan Undang- dengan belum optimalnya layanan Undang Nomor 35 Tahun 2014 perlindungan korban yang difasilitasi Tentang Perlindungan Anak, dan oleh negara, padahal kemampuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun lembaga pengada layanan berbasis 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. masyarakat memberikan Terbatasnya ruang lingkup tindak korban juga pidana kekerasan seksual tersebut, penyebab untuk layanan perlindungan terbatas. dan 2 membatasi Perlindungan korban dalam kekerasan Tahun 1999,Undang- persoalan-persoalan seksual yang dialami proses peradilan pidana tentunya secara nyata oleh korban.Misalnya tidak terkait dengan pelecehan seksual, terlepas dari perlindungan korban menurut ketentuan hukum ekploitasi seksual, perkosaan, positif yang berlaku. Dalam hukum pemaksaan aborsi, perkawinan, positif yang berlaku saat ini telah pemaksaan pelacuran, penyiksaan mengatur seksual, dan perbudakan seksual. persoalan kekererasan seksual, namun semua peraturan Masih terbatasnya tersebut belum sepenuhnya pengaturan perlindungan terhadap memahami secara komprehensif korban dalam peraturan perundangundangan mendapat 2 Booklet Komnas Perempuan, , 2013, 15 Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan, Jakarta menempuh 27 dimana korban perlindungan proses hanya jika hukum. Sedangkan Undang-UndangNomor a. berpusat/berorientasi pada 23 Tahun 2002 sebagaimana diubah korban; dengan Undang-Undang Nomor 35 keterlibatan Tahun 2014 tentang Perlindungan penguatan korban merupakan Anak, terbatas pada perlindungan inti dari proses pemulihan. terhadap anak. Kebutuhan Sementara itu, ada tiga Kesediaan, aktif dan utama hukum; pendekatan bahwa hukum proses pemulihan. untuk aspirasi korban adalah pertimbangan pendekatan dalam melihat apa tujuan bertujuan dan dari keseluruhan memperoleh b. berbasis hak; mengupayakan keadilan, menghadirkankemanfaatan, pemenuhan hak korban atas mencapai kepastian hukum, ataupun (1) kebenaran, (2) keadilan gabungan dari beberapa tujuan ini. 3 dan (3) pemulihan (recovery), Dalam perkembangan sebagai bagian yang tak selanjutnya dirasakan ada kebutuhan terpisahkan dari penegakan bahwa hukum juga ditujukan untuk hak asasi manusia. Ketiga hak mencapai korban adalah saling terkait kepastian hukum. Pandangan ini dikembangkan oleh dan saling mempengaruhi. aliran Positivisme hukum, atau aliran c. multidimensi; untuk hukum positif yang memandang mencapai yang perlu secara tegas ada pemisahan utuh, antara hukum dan moral; atau antara kehidupan hukum yang berlaku dan hukum memperoleh perhatian yang yang seharusnya; atau antara das sein seimbang. dengan das sollen.4 mengupayakan Pemulihan dalam Makna pemulihan seluruh aspek korban aspek fisik Luas, dilakukan dengan lima prinsip psikologis, pendekatan, yaitu: ekonomi 3 masyarakat adalah terpisahkan dari 28 harus Karenanya, kesehatan Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, 2014Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada 4 A. Mukhtie Fadjar, 2013Teori-teori Hukum Kontemporer, Malang : Setara Pers dari dan ketahanan dan penerimaan tak upaya menghadirkan rasa adil bagi pembatasan, korban. perampasan hak serta pembedaan d. berbasis pengucilan/esklusi, komunitas; secara sosial, politik dan ekonomi, pemulihan bagi korban tidak seperti stigma dan disalahkan oleh mungkin dapat dicapai tanpa masyarakat keikutsertaan aktif dari diterima oleh keluarga, diusir dan komunitasnya. Pada saat dikucilkan dan keluarga, tidak olehlingkungan bersamaan, pemulihan bagi masyarakatnya, korban adalah bagian tak sekolah atau tempat pendidikannya, terpisahkan dari pemulihan dipecat komunitasnya. penghentian hubungan kerja (PHK) e. berkesinambungan; proses dari tanpa dikeluarkan jabatan jaminan dari politiknya, hak-haknya, pemenuhan hak korban atas dinikahkan secara paksa dengan keadilan, pelaku, dipersulit dalam memperoleh kebenaran pemulihan dan yang berkelanjutan. dokumen kependudukan, tidak Pemulihan memperoleh berbagai jaminan sosial, tidakdapat dilakukan dalam tergantung secara ekonomi kepada waktu keluarga yang singkat, melainkan seringkali dan kehilangan hak orang terdekat, warisnya, tidak membutuhkan waktu yang mendapatkan layanan medis dan panjang.Untuk psikologis karena dianggap sebagai agar memastikan hak korban tidak terabaikan, proses yang Penderitaan yang berlapis panjang ini perlu terus dijaga dan bersifat jangka panjang yang keberlanjutannya.5 dialami korban dan keluarganya, Kekerasan seksual pihak yang bersalah. juga membutuhkan sistem penanganan, menjadikan korban dan keluarganya perlindungan serta pemulihan yang mengalami berbagai komprehensif, penderitaan, karena bentuk ancaman, terintegrasi/terpadu, berkualitas dan berkelanjutan. Di 5 Komnas Perempuan, 2007, 13 Pertanyaan Kunci Pemulihan Dalam Makna Luas, Jakarta : Komnas Perempuan beberapa perundang-undangan, 29 peraturan seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun menjadi atau diletakkan pada pusat 2012 berjalannya sistem peradilan.Dalam Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), ketersediaan konsep sumber diposisikan sebagai subjek yang daya manusia serta SPPT-PKKTP, infrastruktur hukum dan layanan bagi berhak korban mendapatkan informasi atas upaya- kekerasan mencukupi seksual dan yang berkualitas upaya didengar korban hukum keterangannya, yang berjalan, merupakan 2 (dua) elemen mendasar dipertimbangkan rasa keadilan yang pra-syarat undang- ingin diperolehnya dan dipulihkan undang. Meskipun telah disahkan situasi dirinya atas perampasan hak- pada tanggal 30 Juli tahun 2012, haknya tetapi pemberlakuan Undang-Undang dialaminya.SPPT-PKKTP merombak Nomor kebiasaan pemberlakuan 11 Tahun 2012 baru dan yang dilakukan setelah 2 (dua) tahun menempatkan terhitung sejak tanggal diundangkan. pelengkap Sistem Peradilan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Pidana kekerasan yang umumnya korban (objek) sebagai yang hanya diambil keterangannya. Kasus SPPT-PKKTP mengandung Perempuan prinsip-prinsip: (SPPT-PKKTP) merupakan sistem a) Perlindungan dan penegakan atas terpadu yang menunjukkan proses hak asasi manusia dan khususnya keterkaitan antar-instansi/pihak yang hak asasi perempuan berwenang menangani kekerasan seksual pelayanan yang dan mudah kasus b) Kesetaraan dan keadilan gender; akses dan dan c) Non-diskriminasi. terjangkau bagi korban dalam setiap Sebagaimana diketahui proses peradilan kasus kekerasan bersama bahwa tiga (3) nilai-nilai seksual. dasar yang dikemukakan oleh Gustav atas SPPT-PKKTP dibangun dasar kebutuhan dan Radbuch dimana orientasinya adalah kepentingan korban dengan mengacu untuk pada nilai-nilai yang adil-gender pelaksanaan hukum termasuk salah dengan satunya mensyaratkan korban 30 menciptakan adalah harmonisasi di Indonesia tentunya.Ketiga nilai dasar yang memuat aturan-aturan yang bersifat dimaksud pokok mengenai hak asasi manusia, adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.6 sedangkan Nilai keadilan adalah bahwa perlindungan kekerasan hukum korban seksual harus cara untuk diatur peraturan perundang-undangan turunannya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan korban untuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga mendapatkan haknya. Nilai (UU kemanfaatan adalah bahwa penanganan korban situasi dalam yang mendukung dan mengenai sanksi pelanggarannya dimaksudkan mengutamakan kepentingan korban melalui pengaturan PKDRT) kekerasan menerjemahkan seksual sebagai kekerasan pemaksaan hubungan seksual, yang seksual harus memenuhi kebutuhan dilakukan terhadap seseorang yang dan hak korban dan berdaya guna posisinya sebagai pasangan suami bagi atau istri, masyarakat yang lebih atau menetap bahwa penegakan dan proses hukum tangga tersebut, atau terhadap salah pidana kekerasan seksual harus tetap seorang dilanjutkan walaupun ada upaya- tangganya dengan orang lain untuk upaya untuk menghentikan tujuan komersial dan/atau tujuan berjalan berjalannya proses hukum tertentu. Ketentuan ini pada dasarnya yang dilakukan atas nama tradisi, bisa hukum adat, perkosaan dalam perkawinan, incest atau kondisi sosial dan politik setempat. dalam digunakan lingkup yang luas.Nilai kepastian hukum adalah lain dalam seseorang lingkup dalam rumah rumah kasus (hubungan seksual dengan orang Undang-Undang Nomor 39 yang memiliki hubungan keturunan), Tahun 1999 tentang Hak Asasi ataupun Manusia memang prostitusi.Walaupun demikian, UU sebagai peraturan dimaksudkan perundang- PKDRT undangan ―payung‖, yang hanya pemaksaan menegaskan, terhadap seseorang yang posisinya sebagai pasangan suami atau istri maka 6 Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty 31 kekerasan seksual merupakan delik sementara tindak pidana eksploitasi aduan. seksual bisa menimpa setiap orang Undang-Undang Nomor 23 tak terkecuali perempuan dan anak Tahun 2002 tentang Perlindungan yang berada dalam kondisi relasi Anak kuasa yang timpang dengan pelaku. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Adapun Undang-Undang Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Nomor 35 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun Perubahan 2002 tentang Perlindungan Anak Perlindungan (selanjutnya disebut Undang-Undang kejahatan seksual sebagai perbuatan Perlindungan Anak) berlaku apabila yang dilarang dilakukan terhadap korban adalah anak, yaitu orang yang anak.Hal ini belum mencapai usia 18 tahun. Patut merupakan kemajuan, diapresiasi bahwa Undang-Undang perlu ditingkatkan pengaturannya, Perlindungan memberikan mengingat kejahatan seksual juga ancaman pidana yang tinggi bagi merupakan perbuatan yang dilarang pelaku kekerasan seksual pada anak. dilakukan terhadap semua orang, tak Anak Selain itu, Undang-Undang Perlindungan Anak anak yang juga anak lanjut memidanakan secara tersebut teknis sesungguhnya sekaligus maupun anak Undang-Undang Perlindungan dipastikan menyebutkan perempuan. tereksploitasi hak Anak laki-laki seksual, walaupun tanpa uraian lebih bagaimana Undang-Undang terkecuali perempuan dan anak, baik menyebutkan hak atas pemulihan bagi Atas Anak 7 (tujuh) tidak jenis dan kekerasan seksual lainnya dan hanya berkesinambungan dinikmati oleh memberikan perlindungan pada anak korban.Undang-Undang korban perkosaan dan eksploitasi Perlindungan Anak juga mengatur seksual. Selain itu, UU Perlindungan pemidanaan terhadap orang yang Anak melakukan eksploitasi seksual pada pemidanaan anak.Mengingat ketentuan ini hanya rehabilitasi khusus untuk mengubah berlaku apabila korban adalah anak, perilaku dan cara pandang pelaku 32 tidak menyediakan dalam bentuk agar tidak mengulangi perbuatannya.Bahkan, diselenggarakan melalui Anak dituangkan Pemerintah melanggar hak asasi manusia. Perubahan Kedua Undang-Undang Perlindungan tanpa Secara umumdalam Pasal 5 sebagaimana Undang-Undang Perlindungan Saksi dalam Peraturan dan Korban memuat ketentuan dasar Pengganti Undang- yang baik dan terperinci untuk Undang (Perppu)Nomor 1 Tahun melindungi hak-hak saksi dan koban. 2016, Undang Nomor 13 Tahun 2006 justru diatur bentuk pemidanaan kebiri kimiawi yang tentang Perlindungan selain Korban yang merupakan bentuk Saksi kemudian dan diubah penghukuman yang kejam dan tidak menjadi Undang-Undang Nomor 31 manusiawi, justru membuat pelaku Tahun 2014 tentang Perlindungan berupaya agar korban menghentikan Saksi dan Korban mengatur norma perkara yang dilaporkan ke peradilan baru yang ditambahkan pada Pasal 6. pidana. Lengkapnya Sementara itu, apabila perkara kekerasan seksual diproses berbunyi sebagai berikut: sampai adanya putusan pengadilan ―Korban pelanggaran hak yang menjatuhkan pidana tambahan asasi manusia yang berat, Korban kebiri potensial tindak pidana terorisme, Korban negara tindak pidana perdagangan orang, untuk tindakan yang sejauh ini tidak Korban tindak pidana penyiksaan, terbukti menjerakan pelaku. Korban tindak pidana kekerasan kimiawi, menghamburkan maka belanja Perlindungan hak asasi seksual, dan korban penganiayaan manusia dan perlindungan korban berat, selain berhak sebagaimana adalah ibarat dua sisi mata uang, dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak keduanya dapat mendapatkan: asasi (a) bantuan medis; dan tidak dipisahkan.Penegakan hak manusia dilakukan dengan (b) bantuan rehabilitasi psikososial melakukan perlindungan korban, dan psikologis.‖ demikian pula perlindungan korban Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 hanya memberikan hak 33 tambahan dalam Pasal 6 tersebut adanya bagi korban pelanggaran hak asasi Hanya,dalam implementasinya manusia yang berat dan korban ketentuan baik tindak terorisme. otomatis berlaku bagi setiap korban Padahalkorban tindak pidana lainnya, kekerasan seksual, karena Penjelasan tak UU pidana terkecuali korban kekerasan perlindungan yang Nomor 35 tersebut. ini Tahun tidak 2014 seksual, juga memerlukan hak-hak membatasi hanya bagi anak yang tersebut. Dengan pengaturan baru menjadi korban kekerasan seksual. berdasarkan UU Nomor 31 Tahun Rumusan 2014 Penjelasan ini kewajiban Lembaga Perlindungan bertentangan dengan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mewujudkan jaminan konstitusional memberikan bagi tersebut, rehabilitasi menegaskan bantuan medis, psikososial dan yang warga perempuan tertuang dalam sebenarnya semangat negara, khususnya korban kekerasan psikologis bagi korban kekerasan seksual,atas kesamaan di hadapan seksual, dimana perempuan dan anak hukum dan hak atas rasa aman. rentan menjadi korban tindak pidana Seharusnya penjelasan ini diperbaiki 7 menjadi ―perempuan dan anak,‖ agar ini. Mengingat kekhasan korban sesuai dengan konstitusi. Perbaikan kekerasan seksual, perlindungan dari ini penting karena LPSK sangat diperlukan. Potensi LPSK viktimisasi penyelenggara Undang-Undang ini berulang terhadap ada kewajiban sebagai korban, keluarga korban, maupun agar saksi, dalam proses peradilan pidana kewenangannya maupun menyandarkan pada UUD 1945. pascaputusan pengadilan diharapkan dapat dicegah dengan RUU menjalankan lembaga Penghapusan tugas dan dengan Kekerasan Seksual membangun pembaruan atas ketentuan ini, dengan tidak lagi 7 Ema Mukarramah (editor), Menggugah Komitmen Negara Terhadap Perlindungan Perempuan Korban Kekerasan: Himpunan Naskah Usulan Terhadap Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan Kajian Implementasi Kebijakan. Jakarta: Komnas Perempuan, 2015 membedakan pemberian hak bagi korban kekerasan seksual khusus bagi perempuan atau anak saja, 34 melainkan bagi kekerasan seksual umumnya setiap korban yang kebanyakan Pemulihan pada korban adalah kekerasan harus dapat dimaknai secara luas, tidak saja perempuan dan anak. intervensi yang dilakukan secara Di samping itu, dengan disebutkannya perempuan tindak medis, hukum maupun psiko-sosial, pidana tetapi juga penciptaan situasi dimana kekerasan seksual dalam Undang- perempuan korban kekerasan dapat Undang Nomor 31 Tahun 2014 ini, kembali menunjukkan bahwa RUU sehingga Penghapusan Kekerasan Seksual berdaya mengambil keputusan-keputusan dalam hidupnya LPSK menjalankan memberikan utuh, mampu dibutuhkan sebagai pijakan bagi untuk secara dan bisa kembali perannya ditengah perlindungan bagi korban setiap masyarakat sebagai perempuan dan tindak pidana kekerasan seksual. Hal warga. Tindakan ini tidak saja ini ―kekerasan menuntut keseriusan negara selaku seksual‖ tidak diatur oleh KUHP, pemikul tanggung jawab, namun sementara UU PKDRT memberikan juga menghendaki adanya dukungan pemaknaan sangat terbatas terhadap dan keterlibatan dari masyarakat dan frasa ―kekerasan seksual‖. Dengan keluarga. mengingat menganut frasa prinsip lex posteriori Maslahah mursalah sebagai derogat legi priori (hukum yang lahir metode belakangan mempertimbangkan mengesampingkan hukum yang adanya hukum yang lama), maka RUU kemanfaatan yang mempunyai akses Penghapusan Seksual secara umum dan kepentingan tidak akan memberikan kepastian hukum terbatas, tidak terikat. Dengan kata dalam implementasi Undang-Undang lain maslahah mursalah merupakan Nomor 31 Tahun 2014, khususnya kepentingan terkait apa saja jenis kekerasan bebas,namun seksual konsep syari‘ah yang mendasar. yang Kekerasan korbannya berhak yang tetap diputuskan terikat pada Karena syari‘ah sendiri ditunjuk mendapatkan perlindungan LPSK. untuk 35 memberikan kemanfaatan kepada masyarakat secara umum dan komprehensif.SPPT-PKKTP berfungsi memberikan dibangun atas dasar kebutuhan dan mencegah kepentingan korban dengan konsep untuk kemanfaatan dan kemazdaratan (kerusakan). korban diposisikan sebagai subjek. Hukum selalu merupakan hukum positif, positivisme dapat dimaknai secara luas, tidak saja hukum terletak pada fakta bahwa intervensi yang dilakukan secara hukum itu dibuat dan dihapuskan medis, hukum maupun psiko-sosial, oleh tindakan-tindakan manusia, jadi tetapi juga penciptaan situasi dimana terlepas dari moralita dan sistem- korban sistem norma itu sendiri. Norma kembali dasar dari suatu tata hukum positif utuh,sehingga mampu mengambil tidak keputusan-keputusan lain dan Pemulihan korban kekerasan harus kecuali peraturan kekerasan seksual berdaya secara dalam fundamental menurut peraturan mana hidupnya berbagai norma dari tata hukum menjalankan positif itu harus dibuat. Norma dasar masyarakat sebagai warga. Tindakan ini suatu ini tidak saja menuntut keseriusan peristiwa tertentu sebagai peristiwa negara selaku pemikul tanggung awal sebagai peristiwa awal di dalam jawab, namun juga menghendaki pembentukan adanya dukungan dan keterlibatan mengkualifikasikan berbagai norma hukum.8 dan dapat bisa kembali perannya ditengah dari masyarakat dan keluarga. Dalam memberikan pelayanan kepada korban diperlukan KESIMPULAN DAN SARAN Perlindungan korban dalam kerjasama dalam koordinasi dan hukum positif yang berlaku saat ini pembagian kerja yang jelas dan telah persoalan realistis antar lembaga, termasuk kekererasan seksual, namun belum kesiapan mekanisme yang disepakati sepenuhnya bersama mengatur memahami secara dan didukung oleh kebijakan serta sumber daya yang 8 Hans Kelsen, 1995,Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif, Rimdi Press, hlm. 115 memadai. Negara wajib melindungi warga negaranya dari rasa takut 36 sebab bebas dari rasa takut adalah d. Memelihara hak asasinya sebagai manusia. Maslahah mursalah keturunan (hifdz an-nasb) pada e. Memelihara harta (hifdzu hakikatnya ada satu kesamaan yang al-mal mendasar, yaitu menetapkan hukum Berdasarkan hasil penelitian dalam hal-hal yang sama sekali tidak dan pembahasan saran yang dapat disebutkan dalam al-Qur-an maupun diberikan oleh penulis adalah sebagai al-Sunnah, berikut: dengan pertimbangan untuk kemaslahatan atau kepentingan 1. Korban kekerasan seksual adalah hidup manusia yang bersendikan subjek pada asas menarik manfaat dan keterangannya, mendapatkan menghindari informasi atas upaya-upaya maslahah mursalah tersebut jika hukum yang diterapkan dipertimbangkan kerusakan. terhadap Aspek perlindungan yang didengar berjalan, rasa keadilan hukum terhadap korban kekerasan yang tidak dipulihkan situasi dirinya atas menggunakan pendekatan ingin berhak diperolehnya normatif sebagaimana yang terjadi perampasan pada umumnya akan tetapi yang kekerasan yang dialaminya. Oleh digunakan adalah hak-hak korban karena segala proses hukum di untuk tujukan untuk kepentingan terbaik diutamakan dalam penanganannnya. Uraian hak-haknya dan dan bagi korban. tentang maslahat 2. Partisipasi masyarakat dperlukan korban dalam pengadaan, penyediaan dan kekerasan seksual memperhatikan 5 pengelolaan sarana dan prasarana hal berikut : serta fasilitas pemulihan korban perlindungan a. b. c. terhadap Memelihara agama (hifdzu berbasis al-ddin) pemberian Memelihara jiwa (hifdzul terhadap korban sebagi bentuk haya atau hifdzu an-Nafs) perlindungan Memelihara akal (hifdzul proses pemulihan korban. al-aql) 37 komunitas serta pertolongan darurat terhadap korban 3. Diperlukannya payung Ema Mukarramah (editor), , 2015, Menggugah Komitmen Negara Terhadap Perlindungan Perempuan Korban Kekerasan: Himpunan Naskah Usulan Terhadap Rancangan Peraturan Perundangundangan dan Kajian Implementasi Kebijakan. Jakarta: Komnas Perempuan hukum yang mengatur secara khusus bagi korban kekerasan Kedepannya hukum seksual. melalui payung tersebut dapat memperjelas perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual. Tentunya kerjasama Hans Kelsen, 1995,Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum EmpirikDeskriptif, Rimdi Press, hlm. 115 berbagai unsur dalam masyarakat, akademisi maupun pemerintah sangat diperlukan agar tercapai implementasi yang efektif atas pemulihan korban kekerasan Komnas Perempuan, 2007, 13 Pertanyaan Kunci Pemulihan Dalam Makna Luas, Jakarta : Komnas Perempuan seksual tanpa diskriminasi. Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta : Liberty DAFTAR PUSTAKA Booklet Komnas Perempuan, , 2013, 15 Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan, Jakarta Mukhtie Fadjar, 2013 Teori-teori Hukum Kontemporer, Malang : Setara Pers Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, 2014, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada Resume Data Penanganan Kasus LRC KJHAM, 2014 38