PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN

advertisement
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN
KEKERASAN SEKSUAL DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM
Helen Intania Surayda
Abstrak
Perlindungan hukum terhadap kepentingan korban kekerasan seksual
baik melalui proses peradilan maupun melalui sarana kepedulian sosial,
merupakan bagian kebijakan hukum. Perundang-undangan yang menjadi rujukan
selama ini dalam penanganan kasus kekerasan seksual justru menjadikan
perempuan sulit mengakses keadilan. Elastisitas hukum Islam sangat adaptatif
dengan dinamika perubahan sosial dan
kemajuan
zaman.
Sifat
multidimensional dalam ruang lingkup hukum Islam meliputi semua aspek
kehidupan manusia. Tujuan dari penetapan hukum Islam tersebut adalah
mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia. Sebagaimana halnya pemulihan
terhadap korban kekerasan seksual berhubungan dengan kemaslahatan
invidividual korban
Adapun permasalahan dalam tesis ini adalah : a) bagaimana perlindungan
hukum terhadap korban kekerasan seksual di tinjau dari hukum positif, b)
bagaimana perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual dalam konsep
kajian hukum Islam ? Untuk menjawab permasalah tersebut dilakukanlah
penelitian dengan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi
penelitian deskriptif analitis.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh temuan perlindungan terhadap
korban kekerasan seksual belum optimal difasilitasi oleh negara. Pemulihan
korban kekerasan harus dimaknai secara luas, tidak saja intervensi secara medis,
hukum maupun psiko-sosial, tetapi juga penciptaan situasi dimana korban
kekerasan dapat kembali berdaya secara utuh, sehingga mampu mengambil
keputusan-keputusan dalam hidupnya dan bisa kembali menjalankan perannya
ditengah masyarakat sebagai perempuan dan warga. Hukum selalu merupakan
hukum positif, dan positivisme hukum terletak pada fakta bahwa hukum itu dibuat
dan dihapuskan oleh tindakan-tindakan manusia, jadi terlepas dari moralita dan
sistem-sistem norma itu sendiri. Aspek maslahah mursalah jika diterapkan
terhadap perlindungan hukum terhadap korban kekerasan tidak menggunakan
pendekatan normatif sebagaimana yang terjadi pada umumnya akan tetapi yang
digunakan adalah hak-hak korban untuk diutamakan dalam penanganannnya.
Kata kunci :Perlindungan Hukum, Korban Kekerasan, Hukum Islam
24
LEGAL PROTECTION FOR THE SEXUAL VIOLENCE VICTIMS
IN ISLAMIC LAW STUDY
Helen Intania Surayda
Abstract
Legal protection for the interests of sexual violence victims either through
the judicial process or by means of social care, is part of the legal policy. The
legislation that becomes the reference for handling the sexual violence cases
makes it difficult for women to access justice. The elasticity of Islamic law is
highly adaptable to the dynamics of social change and the advance of the world.
Multidimensional nature within the scope of Islamic law covers all aspects of
human life. The purpose of the establishment of Islamic law is to realize the
benefit for mankind. Just as the recovery of sexual violence victims is related to
the victim's invidual benefit.
The problems in this thesis are: a) how legal protection for sexual violence
victims seen from positive law, b) how the legal protection for sexual violence
victims in the concept of Islamic law study. To answer the problems, research
with juridical normative approach method with specification of analytical
descriptive research is conducted. The type of data used in this research is
secondary data.
Based on the conducted research, it is found that protection for sexual
violence victims have not been optimally facilitated by the state. The recovery of
the violence victims must be broadly understood, not only in medical, legal or
psycho-social interventions but also in the creation of situations in which the
victims of violence can be fully empowered, so they are able to take decisions in
their lives and are able to resume their roles in society as women and citizens.
The law is always positive law, and the legal positivism lies on the fact that the
law is created and abolished by human actions, so apart from the morality and
the norm systems themselves. The aspects of maslahah mursalah if applied to the
legal protection for the victims of violence do not use normative approach as the
case in general but the one which is used is the rights of the victims to take
precedence in its handling.
Keywords: Legal Protection, Victims of Violence, Islamic Law
25
merupakan bagian mutlak yang perlu
PENDAHULUAN
Kekerasan seksual menjadi
dipertimbangkan dalam kebijakan
salah satu bentuk kekerasan yang
hukum
paling khas dialami oleh perempuan
kebijakan
karena sangat terkait dengan cara
kekuasaan negara maupun lembaga
pandang
yang
sosial yang ada. Berdasarkan tujuan
menempatkan perempuan sebagai
dan tanggung jawab negara untuk
obyek seksual. Berdasarkan resume
mewujudkan pemerataan keadilan
data yang dilakukan oleh LRC
kesejahteraan
KJHAM dari 331 kasus terhadap
korban
perempuan di Jawa Tengah sebanyak
dilindungi merupakan bagian integral
448
dari hak asasi di bidang jaminan
mayarakat
perempuan
kekerasan
menjadi
seksual1.
korban
Hal
ini
pidana
sosial,
dan
kebijakan-
baik
umum,
kekerasan
sosial.Perhatian
lembaga
maka
seksual
terhadap
untuk
asasi
menunjukkan segala upaya yang
perempuan
dilakukan untuk memperjuangkan
membawa
pengaruh
dengan
nasib perempuan dari tindak pidana
peningkatan
perhatian
terhadap
tersebut belum membawa hasil yang
masalah-masalah perempuan baik di
memuaskan
tingkat nasional, regional maupun
Proses
bagi
semua
penanganan
penyidikan
cenderung
kasus
hingga
belum
pihak.
sejak
meningkat
internasional.
putusan
sepadan
semakin
hak
Elastisitas
jika
hukum
Islam
sangat adaptatif dengan dinamika
dibandingkan dengan akibat yang
perubahan sosial dan
dialami oleh korban.
zaman. Sifat multidimensional dalam
Perhatian dan perlindungan
kemajuan
ruang lingkup hukum Islam meliputi
terhadap
kepentingan
korban
semua aspek kehidupan manusia.
kekerasan
seksual
melalui
Tujuan dari penetapan hukum Islam
baik
proses peradilan maupun melalui
tersebut
sarana kepedulian sosial tertentu
kemaslahatan
1
Resume Data Penanganan Kasus LRC
KJHAM, 2014
26
adalah
mewujudkan
bagi
umat
manusia.Sebagaimana
halnya
pemulihan
korban
terhadap
kekerasan
seksual
berhubungan
persoalan yang mendalam terkait
dengan kemaslahatan invidividual
kekerasan seksual.
korban.
Terbatasnya ruang lingkup
dari kekerasan seksual itu sendiri
yang diatur dalam Undang-Undang
PEMBAHASAN
Perlindungan
terhadap
Nomor 23 Tahun 2004 tentang
korban kekerasan seksual dirasakan
Penghapusan
belum
Rumah
optimal
karena
masih
Kekerasan
Tangga,
Dalam
Undang-Undang
kurangnya pemahaman masyarakat
Nomor39
tentang
dampak
undang Nomor 23 Tahun 2002
kekerasan seksual. Hal ini ditambah
sebagaimana diubah dengan Undang-
dengan belum optimalnya layanan
Undang Nomor 35 Tahun 2014
perlindungan korban yang difasilitasi
Tentang Perlindungan Anak, dan
oleh negara, padahal kemampuan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun
lembaga pengada layanan berbasis
1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
masyarakat
memberikan
Terbatasnya ruang lingkup tindak
korban juga
pidana kekerasan seksual tersebut,
penyebab
untuk
layanan perlindungan
terbatas.
dan
2
membatasi
Perlindungan korban dalam
kekerasan
Tahun
1999,Undang-
persoalan-persoalan
seksual
yang
dialami
proses peradilan pidana tentunya
secara nyata oleh korban.Misalnya
tidak
terkait dengan pelecehan seksual,
terlepas
dari
perlindungan
korban menurut ketentuan hukum
ekploitasi
seksual,
perkosaan,
positif yang berlaku. Dalam hukum
pemaksaan
aborsi,
perkawinan,
positif yang berlaku saat ini telah
pemaksaan pelacuran, penyiksaan
mengatur
seksual, dan perbudakan seksual.
persoalan
kekererasan
seksual, namun semua peraturan
Masih
terbatasnya
tersebut
belum
sepenuhnya
pengaturan perlindungan terhadap
memahami
secara
komprehensif
korban dalam peraturan perundangundangan
mendapat
2
Booklet Komnas Perempuan, , 2013, 15
Bentuk
Kekerasan
Seksual
Sebuah
Pengenalan, Jakarta
menempuh
27
dimana
korban
perlindungan
proses
hanya
jika
hukum.
Sedangkan
Undang-UndangNomor
a. berpusat/berorientasi
pada
23 Tahun 2002 sebagaimana diubah
korban;
dengan Undang-Undang Nomor 35
keterlibatan
Tahun 2014 tentang Perlindungan
penguatan korban merupakan
Anak, terbatas pada perlindungan
inti dari proses pemulihan.
terhadap anak.
Kebutuhan
Sementara
itu,
ada
tiga
Kesediaan,
aktif
dan
utama
hukum; pendekatan bahwa hukum
proses pemulihan.
untuk
aspirasi
korban adalah pertimbangan
pendekatan dalam melihat apa tujuan
bertujuan
dan
dari
keseluruhan
memperoleh
b. berbasis hak; mengupayakan
keadilan, menghadirkankemanfaatan,
pemenuhan hak korban atas
mencapai kepastian hukum, ataupun
(1) kebenaran, (2) keadilan
gabungan dari beberapa tujuan ini. 3
dan (3) pemulihan (recovery),
Dalam
perkembangan
sebagai
bagian
yang
tak
selanjutnya dirasakan ada kebutuhan
terpisahkan dari penegakan
bahwa hukum juga ditujukan untuk
hak asasi manusia. Ketiga hak
mencapai
korban adalah saling terkait
kepastian
hukum.
Pandangan ini dikembangkan oleh
dan saling mempengaruhi.
aliran Positivisme hukum, atau aliran
c. multidimensi;
untuk
hukum positif yang memandang
mencapai
yang
perlu secara tegas ada pemisahan
utuh,
antara hukum dan moral; atau antara
kehidupan
hukum yang berlaku dan hukum
memperoleh perhatian yang
yang seharusnya; atau antara das sein
seimbang.
dengan das sollen.4
mengupayakan
Pemulihan dalam
Makna
pemulihan
seluruh
aspek
korban
aspek
fisik
Luas, dilakukan dengan lima prinsip
psikologis,
pendekatan, yaitu:
ekonomi
3
masyarakat
adalah
terpisahkan
dari
28
harus
Karenanya,
kesehatan
Donald Albert Rumokoy dan Frans
Maramis,
2014Pengantar Ilmu Hukum,
Jakarta : Raja Grafindo Persada
4
A. Mukhtie Fadjar, 2013Teori-teori Hukum
Kontemporer, Malang : Setara Pers
dari
dan
ketahanan
dan
penerimaan
tak
upaya
menghadirkan rasa adil bagi
pembatasan,
korban.
perampasan hak serta pembedaan
d. berbasis
pengucilan/esklusi,
komunitas;
secara sosial, politik dan ekonomi,
pemulihan bagi korban tidak
seperti stigma dan disalahkan oleh
mungkin dapat dicapai tanpa
masyarakat
keikutsertaan
aktif
dari
diterima oleh keluarga, diusir dan
komunitasnya.
Pada
saat
dikucilkan
dan
keluarga,
tidak
olehlingkungan
bersamaan, pemulihan bagi
masyarakatnya,
korban adalah bagian tak
sekolah atau tempat pendidikannya,
terpisahkan dari pemulihan
dipecat
komunitasnya.
penghentian hubungan kerja (PHK)
e. berkesinambungan;
proses
dari
tanpa
dikeluarkan
jabatan
jaminan
dari
politiknya,
hak-haknya,
pemenuhan hak korban atas
dinikahkan secara paksa dengan
keadilan,
pelaku, dipersulit dalam memperoleh
kebenaran
pemulihan
dan
yang
berkelanjutan.
dokumen
kependudukan,
tidak
Pemulihan
memperoleh berbagai jaminan sosial,
tidakdapat dilakukan dalam
tergantung secara ekonomi kepada
waktu
keluarga
yang
singkat,
melainkan
seringkali
dan
kehilangan
hak
orang
terdekat,
warisnya,
tidak
membutuhkan waktu yang
mendapatkan layanan medis dan
panjang.Untuk
psikologis karena dianggap sebagai
agar
memastikan
hak
korban
tidak
terabaikan,
proses
yang
Penderitaan yang berlapis
panjang ini perlu terus dijaga
dan bersifat jangka panjang yang
keberlanjutannya.5
dialami korban dan keluarganya,
Kekerasan
seksual
pihak yang bersalah.
juga
membutuhkan sistem penanganan,
menjadikan korban dan keluarganya
perlindungan serta pemulihan yang
mengalami
berbagai
komprehensif,
penderitaan,
karena
bentuk
ancaman,
terintegrasi/terpadu,
berkualitas dan berkelanjutan.
Di
5
Komnas Perempuan, 2007, 13 Pertanyaan
Kunci Pemulihan Dalam Makna Luas,
Jakarta : Komnas Perempuan
beberapa
perundang-undangan,
29
peraturan
seperti
Undang-Undang Nomor 11 Tahun
menjadi atau diletakkan pada pusat
2012
berjalannya sistem peradilan.Dalam
Tentang
Sistem
Peradilan
Pidana Anak (SPPA), ketersediaan
konsep
sumber
diposisikan sebagai subjek yang
daya
manusia
serta
SPPT-PKKTP,
infrastruktur hukum dan layanan bagi
berhak
korban
mendapatkan informasi atas upaya-
kekerasan
mencukupi
seksual
dan
yang
berkualitas
upaya
didengar
korban
hukum
keterangannya,
yang
berjalan,
merupakan 2 (dua) elemen mendasar
dipertimbangkan rasa keadilan yang
pra-syarat
undang-
ingin diperolehnya dan dipulihkan
undang. Meskipun telah disahkan
situasi dirinya atas perampasan hak-
pada tanggal 30 Juli tahun 2012,
haknya
tetapi pemberlakuan Undang-Undang
dialaminya.SPPT-PKKTP merombak
Nomor
kebiasaan
pemberlakuan
11
Tahun
2012
baru
dan
yang
dilakukan setelah 2 (dua) tahun
menempatkan
terhitung sejak tanggal diundangkan.
pelengkap
Sistem
Peradilan
Terpadu
Penanganan
Kekerasan
Terhadap
Pidana
kekerasan
yang
umumnya
korban
(objek)
sebagai
yang
hanya
diambil keterangannya.
Kasus
SPPT-PKKTP mengandung
Perempuan
prinsip-prinsip:
(SPPT-PKKTP) merupakan sistem
a) Perlindungan dan penegakan atas
terpadu yang menunjukkan proses
hak asasi manusia dan khususnya
keterkaitan antar-instansi/pihak yang
hak asasi perempuan
berwenang
menangani
kekerasan
seksual
pelayanan
yang
dan
mudah
kasus
b) Kesetaraan dan keadilan gender;
akses
dan
dan
c) Non-diskriminasi.
terjangkau bagi korban dalam setiap
Sebagaimana
diketahui
proses peradilan kasus kekerasan
bersama bahwa tiga (3) nilai-nilai
seksual.
dasar yang dikemukakan oleh Gustav
atas
SPPT-PKKTP dibangun
dasar
kebutuhan
dan
Radbuch dimana orientasinya adalah
kepentingan korban dengan mengacu
untuk
pada nilai-nilai yang adil-gender
pelaksanaan hukum termasuk salah
dengan
satunya
mensyaratkan
korban
30
menciptakan
adalah
harmonisasi
di
Indonesia
tentunya.Ketiga nilai dasar yang
memuat aturan-aturan yang bersifat
dimaksud
pokok mengenai hak asasi manusia,
adalah
keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum.6
sedangkan
Nilai keadilan adalah bahwa
perlindungan
kekerasan
hukum
korban
seksual
harus
cara
untuk
diatur
peraturan
perundang-undangan turunannya.
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan
korban
untuk
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
mendapatkan
haknya.
Nilai
(UU
kemanfaatan
adalah
bahwa
penanganan
korban
situasi
dalam
yang
mendukung
dan
mengenai
sanksi pelanggarannya dimaksudkan
mengutamakan kepentingan korban
melalui
pengaturan
PKDRT)
kekerasan
menerjemahkan
seksual
sebagai
kekerasan
pemaksaan hubungan seksual, yang
seksual harus memenuhi kebutuhan
dilakukan terhadap seseorang yang
dan hak korban dan berdaya guna
posisinya sebagai pasangan suami
bagi
atau istri,
masyarakat
yang
lebih
atau
menetap
bahwa penegakan dan proses hukum
tangga tersebut, atau terhadap salah
pidana kekerasan seksual harus tetap
seorang
dilanjutkan
walaupun ada upaya-
tangganya dengan orang lain untuk
upaya
untuk
menghentikan
tujuan komersial dan/atau tujuan
berjalan berjalannya proses hukum
tertentu. Ketentuan ini pada dasarnya
yang dilakukan atas nama tradisi,
bisa
hukum adat,
perkosaan dalam perkawinan, incest
atau kondisi sosial
dan politik setempat.
dalam
digunakan
lingkup
yang
luas.Nilai kepastian hukum adalah
lain
dalam
seseorang
lingkup
dalam
rumah
rumah
kasus
(hubungan seksual dengan orang
Undang-Undang Nomor 39
yang memiliki hubungan keturunan),
Tahun 1999 tentang Hak Asasi
ataupun
Manusia
memang
prostitusi.Walaupun demikian, UU
sebagai
peraturan
dimaksudkan
perundang-
PKDRT
undangan ―payung‖, yang hanya
pemaksaan
menegaskan,
terhadap
seseorang yang posisinya sebagai
pasangan suami atau istri maka
6
Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal
Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Liberty
31
kekerasan seksual merupakan delik
sementara tindak pidana eksploitasi
aduan.
seksual bisa menimpa setiap orang
Undang-Undang Nomor 23
tak terkecuali perempuan dan anak
Tahun 2002 tentang Perlindungan
yang berada dalam kondisi relasi
Anak
kuasa yang timpang dengan pelaku.
sebagaimana
telah
diubah
dengan Undang-Undang Nomor 35
Adapun
Undang-Undang
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Perubahan
2002 tentang Perlindungan Anak
Perlindungan
(selanjutnya disebut Undang-Undang
kejahatan seksual sebagai perbuatan
Perlindungan Anak) berlaku apabila
yang dilarang dilakukan terhadap
korban adalah anak, yaitu orang yang
anak.Hal
ini
belum mencapai usia 18 tahun. Patut
merupakan
kemajuan,
diapresiasi bahwa Undang-Undang
perlu ditingkatkan pengaturannya,
Perlindungan
memberikan
mengingat kejahatan seksual juga
ancaman pidana yang tinggi bagi
merupakan perbuatan yang dilarang
pelaku kekerasan seksual pada anak.
dilakukan terhadap semua orang, tak
Anak
Selain itu, Undang-Undang
Perlindungan
Anak
anak
yang
juga
anak
lanjut
memidanakan
secara
tersebut
teknis
sesungguhnya
sekaligus
maupun
anak
Undang-Undang
Perlindungan
dipastikan
menyebutkan
perempuan.
tereksploitasi
hak
Anak
laki-laki
seksual, walaupun tanpa uraian lebih
bagaimana
Undang-Undang
terkecuali perempuan dan anak, baik
menyebutkan hak atas pemulihan
bagi
Atas
Anak
7
(tujuh)
tidak
jenis
dan
kekerasan seksual lainnya dan hanya
berkesinambungan dinikmati oleh
memberikan perlindungan pada anak
korban.Undang-Undang
korban perkosaan dan eksploitasi
Perlindungan Anak juga mengatur
seksual. Selain itu, UU Perlindungan
pemidanaan terhadap orang yang
Anak
melakukan eksploitasi seksual pada
pemidanaan
anak.Mengingat ketentuan ini hanya
rehabilitasi khusus untuk mengubah
berlaku apabila korban adalah anak,
perilaku dan cara pandang pelaku
32
tidak
menyediakan
dalam
bentuk
agar
tidak
mengulangi
perbuatannya.Bahkan,
diselenggarakan
melalui
Anak
dituangkan
Pemerintah
melanggar
hak asasi manusia.
Perubahan Kedua Undang-Undang
Perlindungan
tanpa
Secara umumdalam Pasal 5
sebagaimana
Undang-Undang Perlindungan Saksi
dalam
Peraturan
dan Korban memuat ketentuan dasar
Pengganti
Undang-
yang baik dan terperinci untuk
Undang (Perppu)Nomor 1 Tahun
melindungi hak-hak saksi dan koban.
2016,
Undang Nomor 13 Tahun 2006
justru
diatur
bentuk
pemidanaan kebiri kimiawi yang
tentang
Perlindungan
selain
Korban
yang
merupakan
bentuk
Saksi
kemudian
dan
diubah
penghukuman yang kejam dan tidak
menjadi Undang-Undang Nomor 31
manusiawi, justru membuat pelaku
Tahun 2014 tentang Perlindungan
berupaya agar korban menghentikan
Saksi dan Korban mengatur norma
perkara yang dilaporkan ke peradilan
baru yang ditambahkan pada Pasal 6.
pidana.
Lengkapnya
Sementara
itu,
apabila
perkara kekerasan seksual diproses
berbunyi
sebagai
berikut:
sampai adanya putusan pengadilan
―Korban pelanggaran hak
yang menjatuhkan pidana tambahan
asasi manusia yang berat, Korban
kebiri
potensial
tindak pidana terorisme, Korban
negara
tindak pidana perdagangan orang,
untuk tindakan yang sejauh ini tidak
Korban tindak pidana penyiksaan,
terbukti menjerakan pelaku.
Korban tindak pidana kekerasan
kimiawi,
menghamburkan
maka
belanja
Perlindungan
hak
asasi
seksual, dan korban penganiayaan
manusia dan perlindungan korban
berat, selain berhak sebagaimana
adalah ibarat dua sisi mata uang,
dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak
keduanya
dapat
mendapatkan:
asasi
(a) bantuan medis; dan
tidak
dipisahkan.Penegakan
hak
manusia
dilakukan
dengan
(b) bantuan rehabilitasi psikososial
melakukan
perlindungan
korban,
dan psikologis.‖
demikian pula perlindungan korban
Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2006 hanya memberikan hak
33
tambahan dalam Pasal 6 tersebut
adanya
bagi korban pelanggaran hak asasi
Hanya,dalam
implementasinya
manusia yang berat dan korban
ketentuan
baik
tindak
terorisme.
otomatis berlaku bagi setiap korban
Padahalkorban tindak pidana lainnya,
kekerasan seksual, karena Penjelasan
tak
UU
pidana
terkecuali
korban
kekerasan
perlindungan
yang
Nomor
35
tersebut.
ini
Tahun
tidak
2014
seksual, juga memerlukan hak-hak
membatasi hanya bagi anak yang
tersebut. Dengan pengaturan baru
menjadi korban kekerasan seksual.
berdasarkan UU Nomor 31 Tahun
Rumusan
2014
Penjelasan
ini
kewajiban Lembaga Perlindungan
bertentangan
dengan
Saksi dan Korban (LPSK) untuk
mewujudkan jaminan konstitusional
memberikan
bagi
tersebut,
rehabilitasi
menegaskan
bantuan
medis,
psikososial
dan
yang
warga
perempuan
tertuang
dalam
sebenarnya
semangat
negara,
khususnya
korban
kekerasan
psikologis bagi korban kekerasan
seksual,atas kesamaan di hadapan
seksual, dimana perempuan dan anak
hukum dan hak atas rasa aman.
rentan menjadi korban tindak pidana
Seharusnya penjelasan ini diperbaiki
7
menjadi ―perempuan dan anak,‖ agar
ini.
Mengingat kekhasan korban
sesuai dengan konstitusi. Perbaikan
kekerasan seksual, perlindungan dari
ini penting karena
LPSK sangat diperlukan. Potensi
LPSK
viktimisasi
penyelenggara Undang-Undang ini
berulang
terhadap
ada kewajiban
sebagai
korban, keluarga korban, maupun
agar
saksi, dalam proses peradilan pidana
kewenangannya
maupun
menyandarkan pada UUD 1945.
pascaputusan
pengadilan
diharapkan dapat dicegah dengan
RUU
menjalankan
lembaga
Penghapusan
tugas
dan
dengan
Kekerasan
Seksual membangun pembaruan atas
ketentuan ini, dengan tidak lagi
7
Ema Mukarramah (editor), Menggugah
Komitmen Negara Terhadap Perlindungan
Perempuan Korban Kekerasan: Himpunan
Naskah Usulan Terhadap Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan Kajian
Implementasi Kebijakan. Jakarta: Komnas
Perempuan, 2015
membedakan pemberian hak bagi
korban kekerasan seksual khusus
bagi perempuan atau anak saja,
34
melainkan
bagi
kekerasan
seksual
umumnya
setiap
korban
yang
kebanyakan
Pemulihan
pada
korban
adalah
kekerasan
harus
dapat
dimaknai secara luas, tidak saja
perempuan dan anak.
intervensi yang dilakukan secara
Di samping itu, dengan
disebutkannya
perempuan
tindak
medis, hukum maupun psiko-sosial,
pidana
tetapi juga penciptaan situasi dimana
kekerasan seksual dalam Undang-
perempuan korban kekerasan dapat
Undang Nomor 31 Tahun 2014 ini,
kembali
menunjukkan
bahwa
RUU
sehingga
Penghapusan
Kekerasan
Seksual
berdaya
mengambil
keputusan-keputusan
dalam
hidupnya
LPSK
menjalankan
memberikan
utuh,
mampu
dibutuhkan sebagai pijakan bagi
untuk
secara
dan
bisa
kembali
perannya
ditengah
perlindungan bagi korban setiap
masyarakat sebagai perempuan dan
tindak pidana kekerasan seksual. Hal
warga. Tindakan ini tidak saja
ini
―kekerasan
menuntut keseriusan negara selaku
seksual‖ tidak diatur oleh KUHP,
pemikul tanggung jawab, namun
sementara UU PKDRT memberikan
juga menghendaki adanya dukungan
pemaknaan sangat terbatas terhadap
dan keterlibatan dari masyarakat dan
frasa ―kekerasan seksual‖. Dengan
keluarga.
mengingat
menganut
frasa
prinsip
lex
posteriori
Maslahah mursalah sebagai
derogat legi priori (hukum yang lahir
metode
belakangan
mempertimbangkan
mengesampingkan
hukum
yang
adanya
hukum yang lama), maka RUU
kemanfaatan yang mempunyai akses
Penghapusan
Seksual
secara umum dan kepentingan tidak
akan memberikan kepastian hukum
terbatas, tidak terikat. Dengan kata
dalam implementasi Undang-Undang
lain maslahah mursalah merupakan
Nomor 31 Tahun 2014, khususnya
kepentingan
terkait apa saja jenis kekerasan
bebas,namun
seksual
konsep syari‘ah yang mendasar.
yang
Kekerasan
korbannya
berhak
yang
tetap
diputuskan
terikat
pada
Karena syari‘ah sendiri ditunjuk
mendapatkan perlindungan LPSK.
untuk
35
memberikan
kemanfaatan
kepada masyarakat secara umum dan
komprehensif.SPPT-PKKTP
berfungsi
memberikan
dibangun atas dasar kebutuhan dan
mencegah
kepentingan korban dengan konsep
untuk
kemanfaatan
dan
kemazdaratan (kerusakan).
korban diposisikan sebagai subjek.
Hukum selalu merupakan
hukum
positif,
positivisme
dapat dimaknai secara luas, tidak saja
hukum terletak pada fakta bahwa
intervensi yang dilakukan secara
hukum itu dibuat dan dihapuskan
medis, hukum maupun psiko-sosial,
oleh tindakan-tindakan manusia, jadi
tetapi juga penciptaan situasi dimana
terlepas dari moralita dan sistem-
korban
sistem norma itu sendiri. Norma
kembali
dasar dari suatu tata hukum positif
utuh,sehingga mampu mengambil
tidak
keputusan-keputusan
lain
dan
Pemulihan korban kekerasan harus
kecuali
peraturan
kekerasan
seksual
berdaya
secara
dalam
fundamental menurut peraturan mana
hidupnya
berbagai norma dari tata hukum
menjalankan
positif itu harus dibuat. Norma dasar
masyarakat sebagai warga. Tindakan
ini
suatu
ini tidak saja menuntut keseriusan
peristiwa tertentu sebagai peristiwa
negara selaku pemikul tanggung
awal sebagai peristiwa awal di dalam
jawab, namun juga menghendaki
pembentukan
adanya dukungan dan keterlibatan
mengkualifikasikan
berbagai
norma
hukum.8
dan
dapat
bisa
kembali
perannya
ditengah
dari masyarakat dan keluarga.
Dalam
memberikan
pelayanan kepada korban diperlukan
KESIMPULAN DAN SARAN
Perlindungan korban dalam
kerjasama dalam koordinasi dan
hukum positif yang berlaku saat ini
pembagian kerja yang jelas dan
telah
persoalan
realistis antar lembaga, termasuk
kekererasan seksual, namun belum
kesiapan mekanisme yang disepakati
sepenuhnya
bersama
mengatur
memahami
secara
dan
didukung
oleh
kebijakan serta sumber daya yang
8
Hans Kelsen, 1995,Teori Hukum Murni:
Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai
Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif, Rimdi Press,
hlm. 115
memadai. Negara wajib melindungi
warga negaranya dari rasa takut
36
sebab bebas dari rasa takut adalah
d.
Memelihara
hak asasinya sebagai manusia.
Maslahah
mursalah
keturunan
(hifdz an-nasb)
pada
e.
Memelihara harta (hifdzu
hakikatnya ada satu kesamaan yang
al-mal
mendasar, yaitu menetapkan hukum
Berdasarkan hasil penelitian
dalam hal-hal yang sama sekali tidak
dan pembahasan saran yang dapat
disebutkan dalam al-Qur-an maupun
diberikan oleh penulis adalah sebagai
al-Sunnah,
berikut:
dengan
pertimbangan
untuk kemaslahatan atau kepentingan
1. Korban kekerasan seksual adalah
hidup manusia yang bersendikan
subjek
pada asas menarik manfaat dan
keterangannya,
mendapatkan
menghindari
informasi
atas
upaya-upaya
maslahah mursalah tersebut jika
hukum
yang
diterapkan
dipertimbangkan
kerusakan.
terhadap
Aspek
perlindungan
yang
didengar
berjalan,
rasa
keadilan
hukum terhadap korban kekerasan
yang
tidak
dipulihkan situasi dirinya atas
menggunakan
pendekatan
ingin
berhak
diperolehnya
normatif sebagaimana yang terjadi
perampasan
pada umumnya akan tetapi yang
kekerasan yang dialaminya. Oleh
digunakan adalah hak-hak korban
karena segala proses hukum di
untuk
tujukan untuk kepentingan terbaik
diutamakan
dalam
penanganannnya.
Uraian
hak-haknya
dan
dan
bagi korban.
tentang
maslahat
2. Partisipasi masyarakat dperlukan
korban
dalam pengadaan, penyediaan dan
kekerasan seksual memperhatikan 5
pengelolaan sarana dan prasarana
hal berikut :
serta fasilitas pemulihan korban
perlindungan
a.
b.
c.
terhadap
Memelihara agama (hifdzu
berbasis
al-ddin)
pemberian
Memelihara jiwa (hifdzul
terhadap korban sebagi bentuk
haya atau hifdzu an-Nafs)
perlindungan
Memelihara akal (hifdzul
proses pemulihan korban.
al-aql)
37
komunitas
serta
pertolongan
darurat
terhadap
korban
3. Diperlukannya
payung
Ema Mukarramah (editor), , 2015,
Menggugah
Komitmen
Negara
Terhadap
Perlindungan
Perempuan
Korban
Kekerasan:
Himpunan Naskah Usulan
Terhadap
Rancangan
Peraturan
Perundangundangan
dan
Kajian
Implementasi
Kebijakan.
Jakarta: Komnas Perempuan
hukum
yang mengatur secara khusus bagi
korban
kekerasan
Kedepannya
hukum
seksual.
melalui
payung
tersebut
dapat
memperjelas perlindungan hukum
terhadap
korban
kekerasan
seksual.
Tentunya
kerjasama
Hans Kelsen, 1995,Teori Hukum
Murni: Dasar-dasar Ilmu
Hukum Normatif Sebagai
Ilmu
Hukum
EmpirikDeskriptif, Rimdi Press, hlm.
115
berbagai unsur dalam masyarakat,
akademisi
maupun
pemerintah
sangat diperlukan agar tercapai
implementasi yang efektif atas
pemulihan
korban
kekerasan
Komnas Perempuan, 2007, 13
Pertanyaan Kunci Pemulihan
Dalam Makna Luas, Jakarta :
Komnas Perempuan
seksual tanpa diskriminasi.
Mertokusumo,
Sudikno,
2005,
Mengenal Hukum: Suatu
Pengantar. Yogyakarta :
Liberty
DAFTAR PUSTAKA
Booklet Komnas Perempuan, , 2013,
15 Bentuk Kekerasan Seksual
Sebuah Pengenalan, Jakarta
Mukhtie Fadjar, 2013 Teori-teori
Hukum Kontemporer, Malang
: Setara Pers
Donald Albert Rumokoy dan Frans
Maramis, 2014, Pengantar
Ilmu Hukum, Jakarta : Raja
Grafindo Persada
Resume Data Penanganan Kasus
LRC KJHAM, 2014
38
Download