Sulfonasi lignin ampas tebu menjadi surfaktan natrium lignosulfonat

advertisement
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016
Cibinong, 6 Oktober 2016
Sulfonasi lignin ampas tebu menjadi surfaktan natrium lignosulfonat
Rini Setiati1*, Ekarizki Aryani Mandala Putri2, Deana Wahyuningrum3,
Septoratno Siregar4, Taufan Marhaendrajana5, Sofa Fajriah6
1,2
Teknik Perminyakan, FTKE, Usakti, Jakarta 11440, Indonesia
3
Kimia, MIPA, ITB, Bandung, 40116, Indonesia
4,5
Teknik Perminyakan, FTTM, ITB, Bandung, 40116, Indonesia
6
Pusat Penelitian Kimia LIPI, Serpong
*email korespondensi: [email protected]
Abstrak
Gula merupakan komoditas terpenting yang dihasilkan di Indonesia setelah beras. Proses pembuatan
gula menghasilkan limbah ampas tebu sekitar 32% dari berat tebu yang diolah. Banyaknya perkebunan
tebu dan pabrik gula di Indonesia dapat menjadi sumber bahan baku yang cukup memadai untuk industri
pengolahan limbah ampas tebu. Oleh karena itu pengolahan limbah ampas tebu akan menjadi peluang
yang berdampak cukup besar tidak hanya secara ekonomi namun juga bagi lingkungan. Pada penelitian
ini digunakan ampas tebu sebagai bahan baku untuk menghasilkan lignin dari lignoselulosa ampas tebu
yang kemudian akan diolah menjadi produk surfaktan. Dalam dunia perminyakan, dikenal metode
peningkatkan nilai perolehan minyak menggunakan surfaktan sebagai fluida injeksi. Sebagai fluida
injeksi, surfaktan lignosulfonat ini berfungsi untuk menurunkan tegangan antar muka pada butir-butir
minyak yang masih terperangkap di dalam reservoir, sehingga butir-butir minyak tersebut dapat lebih
mudah bergerak untuk diproduksikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil akhir
dari surfaktan lignosulfonat dari ampas tebu, dari komponen yang terbentuk hingga struktur
molekulnya. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dengan pemisahan lignin dari ampas
tebu dengan proses hidrolisis menggunakan natrium hidroksida 2% (b/b). Kemudian dilakukan proses
sulfonasi dari lignin menggunakan natrium bisulfit 0.1 M untuk menghasilkan senyawa natrium
lignosulfonat. Langkah selanjutnya adalah menguji hasil sulfonasi tersebut dengan analisa spektrum IR
dari pengujian FTIR, dan uji NMR untuk mengetahui struktur senyawa yang terbentuk. Berdasarkan
hasil uji tersebut, lignosulfonat yang dihasilkan dari proses sulfonasi ini mempunyai komposisi yang
sama dengan lignosulfonat komersial yang selama ini digunakan, yaitu dengan munculnya puncakpuncak serapan pada spektrum yang terdiri dari gugus alkena, cincin aromatik, hikdroksil, sulfat, asam
karboksilat, dan ester. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses sulfonasi lignin ampas tebu
menjadi surfaktan natrium lignosulfonat telah menghasilkan 4 komponen utama pembentuk
lignosulfonat dan mempunyai senyawa fenil propanoid sebagai dasar dari senyawa lignosulfonat dengan
struktur C6 – C9, yang merupakan komponen ringan.
Kata kunci: ampas tebu; analisa struktur; lignin; lignosulfonat; surfaktan
Sulfonation of lignin from sugar cane bagasse into sodium lignosulfonate
Sugar is the most important commodity produced in Indonesia after rice. The process of making sugar
generates bagasse about 32% of the weight of cane processed, therefore sugar cane plantations and sugar
factories in Indonesia can be a sufficient source of raw materials for bagasse processing industry. This
will be a good opportunity to both economy and the environment. This study used bagasse as raw
material to produce lignin from lignocellulose and then be processed into surfactant. In oil industry,
surfactant is used as injection fluid for enhancing oil recovery. Lignosulfonate surfactant serves to lower
the interfacial tension to oil drops that still trapped in the reservoir, so that the oil can be easier to recover.
The purpose of this study was to determine the final outcome of the surfactant lignosulfonate from
bagasse. The method used in this study began with the separation of lignin from bagasse by hydrolysis
using sodium hydroxide 2%. Then sulfonation of lignin using 0.1 M sodium bisulfite was done to
produce sodium lignosulphonate compound. The resulted compound was evaluated by IR spectrum
35
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016
Cibinong, 6 Oktober 2016
analysis of FTIR, and tested to determine the NMR structure of the compound formed. Based on the test
results, lignosulfonates produced from the sulfonation process has a similar composition to
lignosulfonate used commercially which consisted of alkene group, an aromatic ring, hidroxyl, sulfate,
carboxylic acid and ester. It can be concluded that the process of sulfonated lignin bagasse into sodium
lignosulfonate surfactant resulted in four major components composing lignosulfonate. This compound
also has propanoid phenyl compounds with C6 - C9 structure as the basis.
Keywords: bagasse; lignin; lignosulfonate; surfactant
Pendahuluan
Dalam bidang perminyakan, peningkatan perolehan minyak merupakan hal yang cukup penting
untuk memenuhi kebutuhan perindustrian dan perekonomian Indonesia. Saat ini Indonesia telah menjadi
negara pengimpor minyak karena kebutuhan dalam negeri tidak bisa terpenuhi oleh hasil minyak bumi
Indonesia sendiri. Sebetulnya Indonesia memiliki cadangan dan sumber daya minyak yang cukup besar.
Berdasarkan PwC Indonesia Oil and Gas guide (2016), Indonesia memiliki cadangan sebesar 73,7 Bbbl,
tetapi kumulatif produksi yang diperoleh baru berkisar 24,1 Bbbl atau baru sekitar 30% yang dapat
diambil sehingga masih ada sekitar 70% dari cadangan minyak belum dapat diproduksi (Miriawati,
2016). Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memproduksi minyak yang masih terperangkap di
reservoir. Salah satu caranya adalah dengan melakukan metode peningkatkan perolehan minyak
(Enhanced Oil Recovery) menggunakan fluida injeksi. Salah satu fluida injeksi yang digunakan adalah
surfaktan. Jenis surfaktan yang biasa digunakan adalah surfaktan anionik seperti lignosulfonat. Sebagai
fluida injeksi, surfaktan lignosulfonat ini berfungsi untuk menurunkan tegangan antar muka pada butirbutir minyak yang masih terperangkap di dalam reservoir, sehingga butir-butir minyak tersebut dapat
lebih mudah bergerak untuk diproduksikan.
Salah satu senyawa penyusun dari surfaktan lignosulfonat ialah lignin. Lignin banyak terdapat pada
berbagai sumber, diantaranya pada ampas tebu. Ampas tebu merupakan sumber bahan baku lignin yang
cukup banyak tersedia di negara kita. Berdasarkan penelitian Setiati (2016) ampas tebu masih
mengandung lignin sebesar 10 – 29.4%. Beberapa referensi lain menyatakan potensi lignin dalam ampas
tebu sebesar 13 – 24% (Arora, 2005; Samsuri, 2007). Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
memisahkan lignin dari ampas tebu tersebut yaitu dengan menggunakan basa, asam atau steam
explosion. Dalam penelitian ini dilakukan pemisahan lignin dengan menggunakan larutan basa NaOH
pada konsentrasi 2%. Lignin yang telah terpisah ini kemudian dilakukan proses sulfonasi menjadi
lignosulfonat. Proses sulfonasi dapat menggunakan natrium bisulfit sebagai bahan reagen sehingga
diperoleh senyawa Natrium Lignosulfonat yang dapat digunakan sebagai surfaktan (Hepi, 2009). Hal
inilah yang menjadi bahan pertimbangan untuk menggunakan ampas tebu sebagai sumber bahan baku
pembuatan surfaktan lignosulfonat yang dapat diaplikasikan untuk upaya peningkatan perolehan
minyak.
Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan adalah ampas tebu yang berasal dari pabrik gula PT GMP, Lampung Tengah.
Ampas tebu yang diperoleh dari pabrik gula masih berbentuk serabut-serabut sehingga perlu
sebelumnya dicacah dan diayak kasar kemudian dioven pada suhu 60 oC agar benar-benar kering.
Pengayakan dilakukan kembali dengan sieve shaker (pengayak halus) untuk mendapatkan ukuran
serbuk ampas tebu dengan mesh tertentu yaitu 80 mesh. Bahan pengisolasi lignin adalah air, asam sulfat
(H2SO4) dan natrium hidroksida (NaOH). Proses sulfonasi lignin digunakan natrium bisulfit (NaHSO3).
Peralatan yang digunakan adalah sieve shaker, rangkaian reflux (labu kimia dan kondensor), magnetic
stirrer, hot plate, kertas saring dan oven. Metode pengolahan ampas tebu menjadi lignosulfonat
dilakukan melalui dua proses yaitu proses isolasi lignin dari ampas tebu dilanjutkan dengan proses
sulfonasi lignin menjadi sulfonat.
36
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016
Cibinong, 6 Oktober 2016
Pengolahan pemisahan lignin dari ampas tebu ini dimulai dengan memasukkan serbuk ampas tebu
80 mesh ke dalam labu. Proses delignifikasi dilakukan dengan memasak bahan baku menggunakan
larutan natrium hidroksida pada konsentrasi 2% (b/b) selama 5 jam pada suhu 90oC. Parameter
konsentrasi NaOH, waktu dan suhu diperoleh setelah mempelajari referensi yang ada dan dilakukan
pengembangan menyesuaikan hasil-hasil delignifikasi yang diperoleh dengan berbagai percobaan. Hasil
pemasakan dengan NaOH ini kemudian disaring, diencerkan dan dinetralkan dengan titrasi asam sulfat
pekat (H2SO4 98%) hingga pH mencapai 2 dan kemudian didiamkan selama minimal 8 jam hingga
muncul endapan. Endapan yang terbentuk kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 70
o
C. Bubuk hasil pengeringan oven berwarna coklat tua inilah yang disebut lignin. Langkah selanjutnya
adalah melakukan uji infra red terhadap lignin hasil proses delignifikasi tersebut untuk menganalisis
gugus fungsi yang terkandung dalam lignin tersebut.
PROSES ISOLASI
Ampas tebu ditambahkan larutan
NaOH 2% (b/b)
Pemanasan selama 5 jam,
pada suhu 100 oC
Penyaringan endapan dengan
pembilasan menggunakan
aquades
Pengambilan filtrat refluks NaOH
Titrasi dengan H2SO4 sampai pH = 2
Filtrat diendapkan selama minimal 8 jam
Pengeringan endapan yang terbentuk dengan oven
Lignin
Pengujian infra red untuk deteksi gugus
fungsional pada lignin
Proses sulfonasi:
Lignin + Natrium Bisulfit 0.1M
direfluks selama 5 jam
Pengeringan filtrat hasil sulfonasi
dengan evaporator dan oven
Lignosulfonat
Gambar 1. Skema isolasi lignin dan sulfonasi ampas tebu
37
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016
Cibinong, 6 Oktober 2016
Karakterisasi struktur lignin tersebut dilakukan dengan spektrofotometri FTIR (Fourier Transform
Infra Red). Uji FTIR ini dilakukan untuk dapat memastikan bahwa produk lignin yang dihasilkan telah
sesuai kandungan gugus fungsionalnya dengan lignin standar. Hasil uji karakterisasi lignin ampas tebu
ini kemudian dibandingkan dengan produk lignin standar lainnya, yaitu dengan produk Aldrich dan
Kraft sebagai pengontrol keberhasilan proses delignifikasi tersebut.
Pada proses selanjutnya, yaitu proses sulfonasi, diawali dengan memasukkan 1,82 g lignin ke dalam
labu, ditambahkan 350 mL larutan natrium bisulfat 0,1 M kemudian dimasak pada temperatur 150 oC
selama 5 jam sambil diaduk dengan magnetik stirer. Hasil refluks kemudian disaring untuk mendapatkan
filtrat yang bening, bebas dari padatan yang tersisa. Selanjutnya filtrat tersebut dikeringkan
menggunakan oven pada temperatur 60 oC hingga terbentuk padatan. Hasil pengeringan ini berupa
bubuk berwarna coklat muda yang dikenal sebagai surfaktan natrium lignosulfonat. Lignosulfonat hasil
sulfonasi tersebut diuji FTIR dan NMR untuk mengetahui struktur gugus sulfonat tersebut. Metode
penelitian yang digunakan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1 diatas.
Hasil dan Pembahasan
Hasil spektrum infra red pada uji lignin dan surfaktan natrium lignosulfonat dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut ini. Terdapat perbedaan puncak-puncak serapan yang muncul antara kurva spektrum
lignin dan spektrum lignosulfonat. Perubahan puncak-puncak serapan antara kedua kurva pada gambar
tersebut menunjukkan perubahan puncak serapan antara lignin dan surfaktan yang berasal dari ampas
tebu. Hal ini menunjukkan bahwa lignin telah terproses sempurna membentuk senyawa lignosulfonat.
Selain itu terjadi pergeseran puncak serapan pada panjang gelombang 1635,34 cm-1, sebagai fungsi
gugus alkena, panjang gelombang 1384,64 cm-1 sebagai fungsi gugus sulfat, panjang gelombang 1114,65
cm-1 sebagai fungsi gugus asam karboksilat dan panjang gelombang 462,832 cm-1 sebagai gugus fungsi
ester.
Gambar 2. Hasil FTIR lignin dan lignosulfonat ampas tebu
38
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016
Cibinong, 6 Oktober 2016
Berdasarkan perbandingan dengan spektrum komponen standar, baik untuk lignin maupun untuk
lignosulfonat, ternyata spektrum panjang gelombang tersebut memperlihatkan kesesuaian dengan
spektrum standar masing-masing, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Terdapat 3 komponen senyawa
indikator pembentuk lignin yaitu gugus fungsi fenolik (O–H), gugus ulur alifatik (–CH–) dan aromatik
dan gugus fungsi keton (C=O). Hal ini mengindikasikan bahwa hasil delignifikasi lignin dari ampas tebu
ini telah sesuai dengan lignin standar yang digunakan sebagai pembanding.
Tabel 1. Spektrum hasil Infra Red dan perbandingan spektrum standar
Indikator
Lignin
Lignosulfonat
Komponen
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
Gugus fungsi fenolik O–H
Gugus ulur alifatik –CH– dan aromatik
Keton C=O
Gugus fungsi arena –C=C–
Amina C–N
Alkil C–H
Alkena C=C
Sulfat S=O
Asam karboksilat C=O
Ester S-OR
Panjang gelombang (cm-1)
Standar
Ampas tebu
3436,62
3400
2930,17
2910
1444,68
1450
1599,14
1100
650
1608,34
1635,34
1365
1384,64
1187,94
1114,65
499,831
462,832
Komponen pembentuk lignin terdiri dari unsur gugus fungsi fenolik (O–H), gugus alifatik dan
aromatik (–CH–) , gugus keton (C=O), gugus fungsi arena (–C=C–), gugus amina (C–N), dan gugus
alkil (C–H). Panjang gelombang sampel lignin hasil isolasi menunjukkan nilai yang mendekati panjang
gelombang spektrum standar, seperti nilai yang terlihat pada Tabel 1. Selain itu, untuk lignosulfonat,
dengan komponen indikator terdiri dari alkena (C=C), sulfat (S=O), asam karboksilat (C=O), dan ester
(S–OR), dengan nilai panjang gelombang spektrum yang mendekati nilai panjang gelombang spektrum
standar.
Hasil uji NMR dapat digunakan untuk mengetahui secara lebih jelas komponen-komponen
pembentuk lignosulfonat. Gambar 3 ini menunjukkan adanya spektrum 1H-NMR (500 MHz dalam
DMSO-d6) dari isolat H4S4 yang ditunjukkan dengan adanya 1 buah cincin aromatik tipe X2 pada
pergeseran kimia δH 6,64 ppm (bs, 2H). Selain itu, terdapat metin yang downfield pada pergeseran kimia
δH 4,21 dan 3,31 ppm yang diduga karena pengaruh adanya atom elektronegatif yang berdekatan dengan
gugus metin tersebut. Nilai pergeseran kimia yang lebih downfield pada δH 4,21 ppm diduga metin yang
terikat dengan gugus sulfonat sedangkan pada δH 3,31 ppm merupakan metin yang terikat oksigen (CH–
O) (Lutnaes et al., 2007). Selain itu, terdapat proton metilen yang teroksigenasi pada δH 3,84 dan 3,23
ppm serta 2 buah gugus metoksi juga dapat dilihat pada pergeseran kimia δH 3,7 ppm.
HO
HO 3S
4,21 H
6,64 H
O
CH 3
3,7; 56,9
3,84; 3,23
63,7
H 3,31
77,4
OH
67,5
130,6
H 6,64
102,2
102,2
152,4
152,4
135,9
OH
O
CH3
3,7; 56,9
Gambar 3. Hasil uji NMR – korelasi HMQC dan HMBC dari lignosulfonat ampas tebu
39
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016
Cibinong, 6 Oktober 2016
Pergeseran kimia 13C-NMR (125 MHz dalam DMSO-d6) menunjukkan data bahwa isolat H4S4
mempunyai 11 karbon terdiri dari 2 buah metoksi pada pergeseran kimia δC 56,9 (C-2 dan C-6); 1 buah
metilen pada pergeseran kimia δC 63,7 (C-9); 4 buah metin terdiri dari 1 buah C–H teroksigenasi (–CH–
O–) pada δC 74,4 ppm (C-8); 1 buah CH tersulfonasi pada δC 73,1 ppm dan 2 buah C-H aromatik pada
δC 102,2 (C-3 dan C-5); dan 4 buah karbon kuartener pada δC 130,6 (C-4); 135,9 (C-1) dan 152,4 ppm
(C-2 dan C-6).
Korelasi HMQC dan HMBC dapat dilihat pada Gambar 3. Pada data HMQC, dapat diketahui
inti proton yang berkorelasi langsung dengan karbon-13 (13C) atau berkorelasi satu ikatan (1JC,H)
sehingga dapat diketahui dengan pasti pasangannya sendiri. Sinyal broad singlet pada pergeseran kimia
δH 6,64 ppm (2H, bs, H-3 dan H-5) berkorelasi langsung dengan karbon pada δC 102,2 ppm (C-3 dan C5). Selain itu, pada spektrum HMQC juga mengindikasikan adanya proton metilen yang terikat pada C9, metin yang terikat dengan oksigen dan sulfat masing-masing terikat pada C-8 dan C-7. Spektrum
HMBC menunjukkan adanya korelasi proton dan karbon dengan jarak dua ikatan (2J) sampai tiga ikatan
(3J) yang dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan data HMBC dapat dilihat adanya korelasi dari H3 dan H-5 dengan C-5/C-3, C-1, dan C-7; H-7 berkorelasi dengan C-8 dan H-9 berkorelasi dengan C-8
dan C-7. Data tersebut mendukung adanya senyawa fenil propanoid sebagai dasar dari senyawa
lignosulfonat (Lutnaes et al., 2007).
Berdasarkan analisis FTIR dan NMR menunjukkan bahwa proses isolasi lignin dari ampas tebu
telah berhasil dengan baik. Selain itu, proses sulfonasi lignin menjadi lignosulfonat juga telah berhasil
dengan baik.
Kesimpulan
Ampas tebu telah berhasil diolah menjadi surfaktan lignosulfonat yang merupakan bagian dari
surfaktan anionik. Lignosulfonat yang diperoleh dari ampas tebu diproses melalui dua tahap yaitu proses
isolasi lignin menggunakan natrium hidroksida dan proses sulfonasi menggunakan natrium bisulfit.
Berdasarkan uji FTIR, komponen pembentuk lignin ditunjukkan oleh adanya gugus gugus fungsi fenolik
(O–H), gugus ulur alifatik (–CH–) dan aromatik dan gugus fungsi keton (C=O). Komponen pembentuk
lignosulfonat ditunjukkan dengan adanya gugus alkena, gugus sulfat, gugus asam karboksilat dan gugus
fungsi ester, masing-masing dengan panjang gelombang spektrum yang sesuai dengan spektrum standar.
Hasil uji NMR menunjukkan senyawa fenil propanoid sebagai dasar dari senyawa lignosulfonat
sehingga dapat disimpulkan bahwa proses sulfonasi dapat menghasilkan lignosulfonat secara sempurna.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini difasilitasi oleh Ogrindo ITB, Universitas Trisakti dengan Dana PUPT 2014 Dikti,
ITB dengan Dana Riset Desentralisasi ITB 2014 dan Dana Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi 2015
dan 2016 Dikti. Terima kasih juga kepada pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini yaitu
pada pabrik gula PT. Gumung Madu Plantation (GMP) Lampung Tengah untuk penyediaan ampas tebu.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Pusat Penelitian Kimia LIPI untuk pengujian NMR
lignosulfonat. Selain itu, terima kasih kami ucapkan kepada Panitia Seminar Lignoselulosa 2016 atas
kerjasamanya sehingga makalah ini dapat dipresentasikan.
Daftar Pustaka
Arora, A., Nain, L., Gupta, J.K. (2005). Solid-state fermentation of wood residues by Streptomyces
griseus B1, a soil isolate, and solubilisation of lignins. World Journal of Microbiology
Biotechnology, (21):303–308. Doi: 10.1007/s11274-004-3827-3.
Hepi, A.P., Enggar, H.T., Iskandar, L. (2009). Studi awal mengenai pembuatan surfaktan dari ampas
tebu [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro, Jurusan Teknik Kimia.
40
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016
Cibinong, 6 Oktober 2016
Lutnaes, B.F., Myrvold, B.O, Lauten, R.A., Endeshaw, M.M. (2007). 1Hand 13C NMR data of
benzylsulfonic acids – model compounds for lignosulfonate: In Magnetic Resonance in Chemistry,
Willey Interscience.
Miriawati (2016). Enhanced Oil Recovery: Diskusi Panel Forum Operasi dan HSE, Divisi Pengkajian
dan Pengembangan, SKK Migas.
PwC Indonesia (2016). Oil and Gas in Indonesia Investment Ana Taxation Guide, http://www.pwc.com.
Samsuri (2007). Pembuatan selulosa bagas untuk produksi etanol melalui sakarifikasi dan fermetasi
serentak dengan enzim xylanase. Makara Teknologi, 11(1):17-24.
Setiati, R., Wahyuningrum, D., Siregar, S., Marhaendrajana, T. (2016) Optimasi pemisahan lignin ampas
tebu dengan menggunakan natrium hidroksida. Ethos: Jurnal Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat, 257-264.
41
Download