HUBUNGAN PARITAS DAN PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL PADA KEHAMILAN TRIMESTER III DI RS. KIA KOTA BANDUNG BULAN SEPTEMBER 2011 Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi ABSTRAK Trimester ketiga seringkali disebut periode menuju dan waspada. Kadang-kadang ibu merasa khawatir bahwa bayinya akan lahir sewaktu-waktu. Kebanyakan ibu juga akan bersikap melindungi bayinya dan akan menghindari orang atau benda apa saja yang dianggap membahayakan bayinya. Umumnya wanita khawatir bahwa hubungan seksual selama kehamilan dapat melukai bayinya dan orgasme biasanya menyebabkan keguguran. Pendidikan, dan paritas mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan ibu hamil tentang hubungan seksual pada trimester 3 selama kehamilan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan paritas dan pendidikan dengan pengetahuan ibu hamil tentang hubungan seksual pada kehamilan trimester 3. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian studi korelasi dengan desain pendekatan cross sectional. Teknik penentuan sampel dengan Accidental Sampling didapatkan sebanyak 92 responden. Data diperoleh menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner, analisa data dilakukan dengan dua tahap yaitu univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk melihat adanya hubungan dengan uji chi-square. Kesimpulannya terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan pengetahuan mengenai hubungan seksual pada kehamilan trimester 3 di RS. KIA Kota Bandung. Disarankan pada calon Ibu maupun Ibu hamil harus lebih menambah pengetahuannya atau mendapatkan informasi tentang seksualitas pada saat hamil baik dari tenaga kesehatan setempat, media cetak dan elektronik maupun mengikuti penyuluhan yang khusus tentang seksualitas dalam kehamilan. Kata Kunci : Paritas, Pendidikan, dan Pengetahuan A. PENDAHULUAN Kehamilan merupakan hal yang amat didambakan oleh setiap wanita, namun selain rasa kegembiraan atas kehamilan tersebut juga akan timbul kegelisahan mengenai bagaimana supaya kehamilan itu aman. Banyak mitos salah tentang kehamilan yang beredar luas di masyarakat dan dianggap sebagai kebenaran, salah satunya mengenai seksualitas terutama pada kehamilan pertama (Rahmadhona, 2009). Saat ini banyak ibu hamil tidak mau berhubungan seksual disaat kehamilan trimester 3, karena banyak ibu hamil tersebut beranggapan bahwa apabila disaat hamil trimester 3 berhubungan seksual dapat menyebabkan cedera pada janinnya. (Suririnah, 2008). Sejak zaman dulu hingga pertengahan abad ini coitus pada kehamilan, terutama pada trimester terakhir dilarang dalam berbagai komunitas sosial. Resiko yang ditakutkan termasuk infeksi dan persalinan remature. Penelitian mengenai hal ini selama 40 tahun terakhir ternyata membuahkan hasil-hasil yang bertentangan. Sementara beberapa peneliti tidak menemukan hubungan antara coitus selama kehamilan yang terjadi seperti KPD, persalinan prematur, dan chorioamnionitis (Klebanoff, 2001). Penelitian untuk mengetahui efek coitus pada kehamilan lanjut dapat diketahui berdasarkan penelitian terhadap ibu hamil trimester 3 yang dilakukan dengan subjek 200 1 2 wanita hamil, dan mereka menyimpulkan bahwa coitus tidak menyebabkan suatu komplikasi apapun terhadap kehamilan. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk menghindari coitus pada saat hamil, coitus selama kehamilan tidak meningkatkan resiko terjadinya persalinan prematur, KPD, perdarahan ataupun infeksi (Devi Rahmadona, 2009). Belum terbuktinya coitus sebagai faktor resiko terjadinya persalinan premature menyebabkan rekomendasi yang berbeda-beda pula. Sebagian praktisioner kebidanan menyatakan tidak ada alasan untuk membatasi kegiatan seksual selama kehamilan. Sementara sebagian yang lain menyarankan pembatasan hubungan seksual pada 4 minggu terakhir dan kapan saja bila terdapat indikasi ancaman abortus atau persalinan prematur (Cunningham, 2001). Hubungan seksual bukan hanya hubungan yang melibatkan alat kelamin dan daerah yang mudah terangsang, tetapi juga psikologis dan emosi. Umumnya wanita khawatir bahwa hubungan seksual selama kehamilan dapat melukai bayinya dan orgasme biasanya menyebabkan keguguran. Kehamilan bukan merupakan alasan untuk tidak melakukan hubungan seksual, karena hubungan seksual merupakan kebutuhan biologis. Dalam hal ini ibu hamil juga mempunyai peranan penting dalam menjaga keharmonisan keluarganya, salah satunya dengan memenuhi kebutuhan biologis (Kusumaningtyas, 2009). Namun sayangnya pembicaraan mengenai hubungan seksual ini sering kali masih dianggap tabu sehingga kecil kesempatan bagi wanita khususnya untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan seksual. Hubungan seksual selama kehamilan terkadang dapat menjadi aktivitas yang menyenangkan dibandingkan sebelumnya, dan seorang wanita mungkin akan mencapai orgasme untuk pertama kalinya untuk saat ini. Hubungan seksual juga akan menyiapkan ibu hamil untuk proses persalinan nantinya melalui otot panggul yang akan membuat otot tersebut menjadi kuat dan fleksibel. Seks dapat membantu mengikat dan mengukuhkan hubungan suami istri. Oleh karena itu persoalan dan kecemasan seksual harus diselesaikan, sehingga pasangan dapat menikmati kedamaian. (BKKBN, 2003). Trimester ketiga seringkali disebut periode menuju dan waspada sebab saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya. Gerakan bayi dan membesarnya perut merupakan dua hal yang mengingatkan ibu akan bayinya. Kadang-kadang ibu merasa khawatir bahwa bayinya akan lahir sewaktu-waktu. Ini menyebabkan ibu meningkatkan kewaspadaannya akan timbulnya tanda dan gejala persalinan. Kebanyakan ibu juga akan bersikap melindungi bayinya dan akan menghindari orang atau benda apa saja yang dianggap membahayakan bayinya. (Winkjosastro, 2005). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, dan fasilitas. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain, pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan tingkat pendidikan yang terendah. Keyakinan biasanya diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Fasilitas sebagai sumber informasi yang bisa menyempaikan pesan-pesan kesehatan dan dapat memepengaruhi seseorang melalui berbagai media massa (televisi, radio, media cetak). Pendidikan, jenjang atau tingkat pendidikan formal yang dicapai atau yang telah diselesaikan seseorang sampai saat dilaksanakannya penelitian, adapun pendidikan yang akan diteliti adalah pendidikan dasar dan lanjutan (SD, SMP), memiliki pengetahuan dan kemampuan berpikir yang masih rendah, pendidikan menengah (SMA) memiliki pengetahuan yang cukup dan mempunyai pengalaman yang cukup daripada sebelumnya, pendidikan tinggi 3 (Perguruan Tinggi) memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dan memiliki kematangan berpikir dan mudah menerima informasi terutama perawatan kesehatan. (Depkes RI, 2006). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara kepada 10 ibu hamil pada trimester 3 di RS. KIA Kota Bandung diperoleh hasil bahwa 3 orang ibu hamil yang berumur < 20 tahun yang berpendidikan SMP tidak mengetahui tentang hubungan seksual selama kehamilan trimester 3 karena factor ketidaktahuan dan belum mempunyai pengalaman dari kehamilan sebelumnya, mereka sungkan untuk menanyakan masalah hubungan seksual pada orang yang ahli dalam masalah ini, padahal mereka menganggap sebenarnya ini penting untuk menjaga keharmonisan rumah tangga mereka. 2 ibu hamil trimester 3 yang berumur 2035 tahun yang berpendidikan SMA mengetahui tentang hubungan seksual selama kehamilan trimester 3 belajar dari kehamilan sebelumnya dan informasi dari tenaga kesehatan (bidan). 5 ibu hamil trimester 3 yang berumur > 35 tahun yang berpendidikan SMP tidak mengetahui hubungan seksual pada trimester 3 karena faktor ketidaktahuan. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa umur, pendidikan, paritas, dan sumber informasi mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan ibu hamil tentang hubungan seksual pada kehamilan trimester 3. Di RS. KIA Kota Bandung pengetahuan ibu hamil tentang hubungan seksual pada kehamilan trimester 3 ini dianggap masih kurang disebabkan karena pada pelayanan ANC tidak ada pelayanan khusus seperti konseling ataupun pemberian informasi lain seputar kehamilan terutama masalah hubungan seksual pada kehamilan. Kemungkinan besar hal ini disebabkan karena tenaga profesionalnya yang masih kurang sehingga tidak cukup waktu bagi tenaga yang tersedia untuk memberikan pelayanan tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang ingin peneliti teliti adalah apakah terdapat hubungan antara paritas dan pendidikan dengan pengetahuan ibu hamil tentang hubungan seksual pada kehamilan trimester 3 di RS. KIA Kota Bandung bulan September 2011 ? B. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah studi korelasi dengan rancangan penelitian cross sectional. Studi korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antara gejala satu dengan gejala yang lain, atau variabel satu dengan variabel lain (Notoatmodjo, 2005). Penelitian cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan paritas dan pendidikan ibu dengan pengetahuan tentang hubungan seksual pada kehamilan trimester 3, dimana karakteristik ibu dan sumber informasi dengan pengetahuan diambil dalam satu waktu. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara angket. Dengan instrument penelitian berupa kuisioner dengan jenis pertanyaan tertutup berbentuk pilihan ganda (multiple choice), dimana responden tinggal memilik jawaban sesuai dengan yang diketahuinya Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik Accidental Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil responden atau kasus yang kebetulan ada atau tersedia (Riyanto,2011). Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilannya di RS. KIA Kota Bandung yaitu sebanyak 92 orang. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat, yaitu untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentasei dari variabel yang diamati. Dan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara dua variabel. 4 C. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 1. Pengetahuan Ibu Hamil tentang hubungan seksualitas berdasarkan pendidikan Tabel 1 Pengetahuan Ibu Hamil tentang hubungan seksualitas berdasarkan pendidikan Pengetahuan Tingkat Pendidikan Baik Rendah Menengah Tinggi N 4 12 8 % 11,4 25,5 80,0 Cukup N % 10 28,6 23 48,9 2 20,0 Jumlah 24 26,1 35 38,0 Total Kurang N % 21 60,0 12 25,5 0 0,0 n 35 47 10 % 100 100 100 33 92 100 35,9 p-value 0,000 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ibu hamil yang berpendidikan rendah sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang yaitu sebanyak 21 orang (60%). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan berpengaruh terhadap cara berpikir, tindakan dan pengambilan keputusan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan, dimana semakin tinggi pendidikan ibu semakin baik pengetahuannya tentang kesehatan khususnya mengenai hubungan seksual pada kehamilan trimester 3 karena semakin tinggi tingkat pendidikan tersebut ibu hamil akan lebih mudah menerima informasi dan lebih kritis dalam menghadapi masalah. Pendidikan yang lebih tinggi dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pendidikan menengah (SMA) memiliki pengetahuan yang cukup dan mempunyai pengalaman yang cukup daripada sebelumnya, sedangkan pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dan memiliki kematangan berpikir dan mudah menerima informasi terutama perawatan kesehatan. (Depkes RI, 2006). Tingkat pendidikan seseorang dan taraf pendidikan yang rendah selalu bergandengan dengan informasi dan pengetahuan yang terbatas, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula pemahaman seseorang terhadap informasi yang didapat dan pengetahuannyapun akan semakin tinggi. Pendidikan yang rendah meyebabkan seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan yang ada, sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu menggunakannya, (Prawirohardjo, 2002). Berdasarkan uraian diatas, maka sangat jelas bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan seseorang dengan pengetahuan yang dimilikinya hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana nilai p-value 0,000 < nilai alpha 0,005. 5 2. Pengetahuan Ibu Hamil tentang hubungan seksualitas berdasarkan paritas Tabel 2. Pengetahuan Ibu Hamil tentang hubungan seksualitas berdasarkan paritas Pengetahuan Paritas Total N 1 % 4,8 Cukup N % 7 33,3 Primipara Multipara Grande Multipara 5 16 14,7 47,1 15 12 44,1 35,3 14 6 41,2 17,6 34 34 100 100 2 66,7 1 33,3 0 0,0 3 100 Jumlah 24 26,1 35 38,0 33 35,9 92 100 Nulipara Baik Kurang N % 13 61,9 n 21 % 100 p-value 0,001 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ibu nulipara sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang mengenai hubungan seksual pada kehamilan trimester 3 yaitu sebanyak 13 orang (61,9%) Bila dibandingkan dengan ibu grande multipara yang sebagian besar mempunyai pengetahuan baik mengenai hubungan seksual pada kehamilan trimester 3 yaitu sebanyak 2 orang (66,7%) maka dapat disimpulkan yaitu bahwa semakin banyak paritas ibu maka pengetahuannya akan semakin tinggi, hal ini ada kaitannya dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain, sama halnya dengan seorang ibu hamil yang telah mempunyai paritas dia akan mempunyai pengalaman sebelumnya jika dibandingkan dengan mereka yang belum mempunyai paritas (Notoatmodjo, 2003). Semakin banyak seseorang mendapatkan pengetahuan maka semakin banyak yang dapat dipahami. Pengalaman ibu terhadap kehamilan, persalinan dan nifas terdahulu akan berpengaruh terhadap pengetahuan ibu tentang pemeriksaan kehamilan ketika hamil berikutnya. Pengalaman seseorang mencakup apa saja yang dialaminya sebagai hasil persepsi tentang hal-hal yang terjadi atau yang ada di lingkungan sekitar yang dihasilkan melalui panca indera (Notoatmodjo, 2003). Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang pemeriksaan kehamilan. Hal ini dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain terhadap pengetahuan mengenai hubungan seksual (Bobak, 2005). D. KESIMPULAN dan SARAN 1. Kesimpulan a. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan mengenai hubungan seksual dalam kehamilan dengan p value bernilai 0,000 b. Terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan pengetahuan mengenai hubungan seksual dalam kehamilan dengan p value bernilai 0,001 2. Saran Disarankan pada calon Ibu maupun Ibu hamil harus lebih menambah pengetahuannya atau mendapatkan informasi tentang seksualitas pada saat hamil baik dari tenaga kesehatan 6 setempat, media cetak dan elektronik maupun mengikuti penyuluhan yang khusus tentang seksualitas dalam kehamilan. Daftar Pustaka Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rhineka Cipta BKKBN.(2003). Partisipasi Pria Dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: BKKBN. Bobak, M.I. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Alih Bahasa: Maria A. Wijayarni dan Peter I. Anugerah. Jakarta : EGC. Cunningham (2005). Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta : EGC. Dinkes Jabar. (2010). Profil Kesehatan Jawa Barat 2010. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Bandung. Dinkes Jabar (2010). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2009. Bandung : Dinkes Jabar Keraf, A. Sonny. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofi, Yogyakarta. UGM. Mochtar (2005). Sinopsis Obstetri: Fisiologi & Patologi. Jakarta: EGC. Notoatdmojo, S.(2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat . Jakarta : Rineka Cipta.