5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Perilaku a

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Perilaku
a. Perilaku Manusia
Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo,
2005).
Psikologi memandang perilaku manusia (Human Behavior) sebagai
reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Perilaku
secara luas tertentu tidak hanya dapat ditinjau dalam kaitannya dengan
sikap manusia. Pembahasan perilaku dari teori motivasi, dari sisi teori
belajar, dan dari sudut pandang lain, akan memberikan penekanan yang
berbeda-beda. Namun satu hal selalu dapat disimpulkan, yaitu bahwa
perilaku manusia tidaklah sederhana untuk dipahami dan diprediksikan.
Begitu banyak faktor-faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu,
saat ini, dan masa datang yang ikut mempengaruhi perilaku manusia.
Disamping berbagai faktor penting seperti hakikat stimulus itu
sendiri, latar belakang pengalaman individu, motivasi, status kepribadian,
dan sebagainya. Memang sikap individu memegang peranan dalam
menentukan begaimanakah perilaku seseorang dilingkungannya. Pada
gilirannya, lingkungan secara timbal balik akan mempengaruhi sikap dan
5
perilaku. Interaksi antara situasi lingkungan dengan sikap, dengan
berbagai faktor didalamnya maupun diluar diri individu akan membentuk
suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku
seseorang (Azwar, 2005).
Berbicara tentang perilaku manusia itu selalu unik / khusus.
Artinya tidak sama antar dan inter manusianya, baik dalam hal
kepandaian, bakat, sikap, minat, maupun kepribadian. Manusia berperilaku
atau beraktifitas karena adanya tujuan untuk mencapai suatu tujuan atau
global. Dengan adanya need atau kebutuhan diri seseorang maka akan
muncul motivasi atau penggerak / pendorong, sehingga manusia atau
individu itu beraktifitas / berperilaku, baru tujuan tercapai dan individu
mengalami kepuasan. Siklus melingkar kembali memenuhi kebutuhan
berikutnya atau kebetuhan yang lain dan seterusnya dalam suatu proses
terjadinya perilaku manusia (Widyatun, 1999).
SIKAP
Aktivitas/ Perilaku
HAM
Komunikasi
Personality
Motivasi / dorongan
Goal / tujuan
Need/ kebutuhan
Kepuasan/ satisfaction
Sumber : Widyatun, 1999
Gambar 2.1
Teori Lingkungan
6
Sedangkan menurut Bandura (1977) mengemukakan suatu
formulasi mengenai perilaku, dan sekaligus dapat memberikan informasi
bagaimana peran perilaku itu terhadap lingkungan dan terhadap individu
atau organisme yang bersangkutan. Formulasi Bandura berwujud
B=behavior, E=envinronment,
P=person atau organisme. Perilaku
lingkungan dan individu itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang
lain. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu
sendiri, dismping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan,
demikian pula lingkungan, dapat mempengaruhi individu, demikian
sebaliknya (Walgito, 2003).
B (behavior)
E
(environment)
P
(person)
Sumber : Walgito, 2003
Gambar 2.2
Formulasi Bandura
b. Jenis perilaku
Sebagaimana diketahui bahwa perilaku / aktifitas yang ada pada
individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai
akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu atau
organisme itu. Perilaku atau aktifitas itu merupakan jawaban atau respon
terhadap stimulus yang mengenainya.
7
Skinner (1976) membedakan perilaku menjadi (a) perilaku yang
mengalami (innate behavior), (b) perilaku operan (operant behavior).
Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan,
yakni yang berupa reflek-reflek dan insting, sedangkan perilaku operan
yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar (Walgito, 2003).
c. Pembentukan Perilaku
Menurut walgito (2003), pembentukan perilaku dibagi menjadi 3
cara sesuai keadaan yang diharapkan, yakni :
1. Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan
kondisioning atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk
berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah
perilaku tersebut. Cara ini didasarkan atas teori belajar kondisioning
baik dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thorndike dan Skinner
terdapat pendapat yang tidak seratus persen sama, namun para ahli
tersebut mempunyai dasar pandangan yang tidak jauh berbeda satu
dengan yang lain. Kondisioning Pavlov dikenal dengan kondisioning
klasik, sedangkan kondisioning Thorndike dan skinner dikenal sebagai
kondisioning operan. Walaupun demikian ada yang menyebut
kondisioning Throndike sebagai kondisioning instrumental, dan
kondisioning Skiner sebagai kondisioning operan. Seperti telah
dipaparkan di depan atas dasar pandangan ini untuk pembentukan
perilaku didasarkan dengan kondisioning atau kebiasaan.
8
2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)
Disamping pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan,
pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight.
Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan
disertai dengan adanya pengertian. Bila dalam eksperimen Throndike
dalam belajar yang dipentingkan adalah soal latihan, maka dalam
eksperimen Kohler dalam belajar yang penting adalah pengertian atau
insight. Kohler adalah seorang tokoh dalam psikologi Gestalt dan
termasuk dalam aliran kognitif.
3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Disamping cara-cara pembentukan perilaku seperti tersebut diatas,
pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan
model atau contoh. Pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang
dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social
learning theory) atau observational learning theory yang dikemukakan
oleh Bandura (1977). Bagaimana pendapat Bandura mengenai perilaku
telah di paparkan dibagian depan.
d. Beberapa teori perilaku
Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga
manusia itu berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa teori, diantara teoriteori tersebut dapat dikemukakan:
1) Teori ini dikemukakan oleh Mc Dougall sebagai pelopor dari psikologi
sosial, yang menerbitkan buku psikologi sosial yang pertama kali, dan
9
mulai saat itu psikolog sosial menjadi pembicaraan yang cukup
menarik. Menurut Mc Dougall perilaku itu disebabkan karena insting,
dan Mc Doughall menganjurkan suatu daftar insting. Insting
merupakan perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami
perubahan karena pengalaman. Pendapat Mc Doughall ini mendapat
tanggapan yang cukup tajam dari F. Alport yang menerbitkan buku
psikologi sosial pada tahun 1924, yang berpendapat bahwa perilaku
manusia itu di sebabkan karena faktor, termasuk orang-orang yang ada
disekitarnya dengan perilakunya.
2) Teori dorongan (drive theory)
Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu
mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongandorongan ini berkaitan dengan kebutuhan organisme yang mendorong
organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan dan
organisme ingin memenuhi
kebutuhannya maka akan terjadi
ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku dan
dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau
reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. Karena itu teori ini menurut
Hull disebut teori drive reduction.
3) Teori insentif (incentive theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu
disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif maka akan
mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga
10
disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif.
reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah, sedangkan
reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman. Reinforcement
yang positif akan mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan
yang negatif akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku. Ini
berarti
bahwa
perilaku
timbul
karena
adanya
insentif
atau
reinforcement. Perilaku semacam ini dikupas secara tajam dalam
psikologi belajar.
4) Teori Atribusi
Teori ini ingin menjelaskan sebab-sebab perilaku orang apakah
perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal, motif atau sikap)
ataukah oleh keadaan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh Fritz
Heiderdan, teori ini menyangkut lapangan psikologi sosial. Pada
dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi internal, tetapi juga dapat
atribusi eksternal. Mengenai hal ini lebih lanjut akan dibicarakan
dibagian belakang.
5) Teori Kognitif
Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan,
maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan
membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan. Ini
yang disebut sebagai model subjective expexted utility (SEU). Dengan
kemampuan memilih ini berarti faktor berfikir berperan dalam
menentukan pemilihannya. Dengan kemampuan berfikir seseorang
11
akan
dapat
melihat
apa
yang
telah
terjadi
sebagai
bahan
pertimbangannya disamping melihat apa yang dihadapi pada waktu
sekarang dan juga dapat melihat kedepan apa yang akan terjadi dalam
seseorang bertindak. Dalam model SEU kepentingan pribadi yang
menonjol. Tetapi dalam seseorang berperilaku kadang-kadang
kepentingan pribadi dapat disingkirkan.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku ditentukan
oleh 3 faktor, yaitu :
1) Faktor Predisposisi (Presdiposisi Factors)
Faktor presdiposisi mencakup beberapa hal, antara lain pengetahuan
dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi dan sebagainya.
2) Faktor Pendukung (Enabling Factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan alat, sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan masyarakat.
3) Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Sikap dan perilaku petugas, dukungan suami dan perilaku tokoh
masyarakat.
12
f. Faktor yang menyebabkan perbedaan individu berperilaku :
1) Persepsi
Persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang
akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, memberi serta
meraba (kerja indra) disekitar kita (Widayatun, 1999).
Michell dalam Walgito (2002) menyatakan bahwa persepsi adalah
suatu proses yang didalamnya mengandung proses seleksi ataupun
sebuah mekanisme pengorganisasian sebagai proses seleksi atau
skreaming berarti, bahwa beberapa informasi akan diproses dan yang
lainnya tidak diproses.
2) Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,
2007).
3) Sikap
Sikap / attitude dapat didefinisikan sebagai “a presdipotion to react in
some mannert an individual or situation“, yang secara bebas dapat
diartikan sebagai suatu rangsang yang timbul dari seseorang atau
situasi (Indrawijaya, 2002).
4) Kepribadian
Menurut Kurt Lewin (1935) dalam hal ini kepribadian adalah fungsi
dari pembawaan sejak lahir dari lingkungan (pengalaman).
13
5) Belajar
Merupakan suatu proses / pembentukan perubahan tingkah laku yang
mengarah pada penguasaan pengetahuan, kecakapan, ketrampilan,
kebiasaan,
sikap
yang
semuanya
diperoleh,
disimpan,
dan
dilaksanakan (Afifudin, 1981).
g. Batasan Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan yang diawali dengan adanya
pengetahuan tentang manfaat suatu hal, yang menyebabkan orang tersebut
melaksanakan suatu kegiatan. Selanjutnya sikap yang positif ini akan
mempengaruhi niat untuk ikut dalam suatu kegiatan, dan niat ini akan
menjadi tindakan apabila mendapat dukungan sosial dan tersedianya
fasilitas (Fisbein & Aizen) dalam Indrawijaya (2002). Niat ini akan
menjadi tindakan apabila mendapat dukungan sosial dan tersedianya
fasilitas–fasilitas. Kegiatan yang dilakukan inilah yang disebut Perilaku.
Skinner
(1938)
seorang
ahli
dalam Notoatmodjo
(2003),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dilihat dari bentuk respon
terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Perilaku Tertutup
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respon ini belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
14
2) Perilaku Terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau respon yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat
oleh orang lain.
h. Asumsi Determinan Perilaku Manusia
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk
dibatasi karena perilaku merupakan resultansi (akibat) dari berbagai faktor,
baik internal maupun eksternal. Secara lebih terperinci, perilaku manusia
sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti
pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan
sebagainya. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut
dipengaruhi pula oleh faktor lain seperti pengalaman, keyakinan, sarana
fisik, sosio-budaya masyarakat dan sebagainya ( Notoatmodjo, 2003).
2. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
(Notoatmodjo, 2007).
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni :
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
(Notoatmodjo, 2007).
15
b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan mempunyai 6 tingkatan
sebagai berikut:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai peningkatan suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Tingkat ini adalah mengikat kembali
terhadap sesuatu spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari,
oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2) Memahami (Comprehention)
Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3) Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sesungguhnya.
Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode dan prinsip dalam situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu
objek keadaan komponen-komponen tapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
16
5) Sistesis (Syntesis)
Menunjukan pada suatu kemampuan untuk menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi. Penilaian-penilaian itu berdasarkan kriteria
yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang telah ada.
c.
Proses terjadinya pengetahuan menurut Roger (1974) dalam
Notoatmodjo (2003)
1). Awarenes (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2). Interest (merasa tertarik) dimana orang mulai tertarik terhadap
stimulus.
3). Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
4). Trial dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
5). Adoption dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan
pengetahuan kesadaran terhadap stimulus.
17
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
1). Pendidikan bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada
perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu. Makin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima
informasi dan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki.
2). Usia semakin cukup umur seseorang, tingkat pengetahuannya akan
lebih matang dalam berfikir dan bertindak.
3). Pengalaman pengalaman merupakan faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan karena dari pengalaman orang lain dapat
dijadikan sebagai acuan untuk dapat meningkatkan pengetahuan.
4). Support sistem lingkungan disekitar kita juga dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan manusia, karena dari lingkungan ini di dapat
pengetahuan serta mengetahui sesuatu yang belum diketahui.
3. Sikap (atitude)
a. Pengertian
Sikap / attitude dapat didefinisikan sebagai “ a presdipotion to
react in some mannert an individual or situation “, yang secara bebas
dapat diartikan sebagai suatu rangsang yang timbul dari seseorang
atau situasi (Indrawijaya, 2002).
b. Tingkatan-tingkatan sikap
1). Menerima (Receiving)
Menerima artinya bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimunus yang diberikan (objek).
18
2). Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya,mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah
berarti orang menerima ide tersebut.
3). Menghargai (Valuing)
Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan suatu masalah suatu indikasi sikap.
4). Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih
dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
5). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Menurut Azwar, Azrul (2000:99) “secara langsung dapat
dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden suatu
objek secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaanpertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden”.
c. Teori Sikap
1) Belajar melakukan proses asosiasi perlu sikap pengukuran kembali.
2) Teori
keseimbangan
model
keseimbangan
dari
ras
suku.
Kemungkinan dari dua susunan struktur yang tidak seimbang
cenderung menjadi struktur yang seimbang melalui perubahan
dalam satu unsur atau lebih.
19
3) Teori ketidaksesuaian akan berubah demi mempertahankan
konsistensi dengan perilaku nyata.
4) Teori atribusi orang bersikap dengan mempertimbangkan kondisi
dan efeksi dari psikomotor di dalam kesadaran mereka.
4. Kehamilan Trimester III
a. Kehamilan
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis
setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah
mengalami menstruasi, dan melakukan hubungan seksual dengan
seorang
pria
yang
kemungkinannya
organ
mengalami
reproduksinya
kehamilan
sehat
sangat
(Mandriwati,
besar
2008).
Sedangkan kehamilan menurut BKKBN (2004) adalah dimulainya
pembuahan sel telur oleh sperma sampai dengan lahirnya janin;
kehamilan normal sampai dengan 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir.
b. Kehamilan Trimester III
Menurut Novaria dan Budi (2007) kehamilan trimester tiga
merupakan masa kehamilan yang dimulai dari usia kehamilan 7 bulan
atau sekitar 28 minggu sampai 9 bulan atau 40 minggu.
Pada usia kehamilan 28 minggu fundus berada pada pertengahan
antara pusat dan xiphoid. Pada usia kehamilan 32-36 minggu fundus
mencapai prosesus xiphoid. Payudara penuh dan nyeri tekan, sering
kencing kembali terjadi, sakit punggung dan sering kencing
20
meningkat. Ibu mungkin menjadi sulit tidur. Kontraksi Braxton Hicks
meningkat (Pusdiknas, 2003).
5. Hubungan Seksual Pada Kehamilan Trimester III
a.
Seks pada kehamilan
Banyak wanita hamil
beranggapan bahwa
dalam kondisi
mengandung, tubuh mudah lemah. Mereka menjadi malas beraktivitas
termasuk hubungan seks, padahal hubungan seksual dimasa kehamilan
tidaklah membahayakan janin dan dirinya.
Ketakutan seperti itu sebenarnya tidak perlu. Walau dalam kondisi
berbadan dua, alangkah baiknya hubungan seks tetap dilakukan.
Namun, dalam hal ini, prosesnya harus betul-betul diperhatikan.
Misalnya, menghindari tekanan langsung pada rahim yang sedang
membesar.
Salah satu masalah yang sering mengganggu wanita saat
berhubungan seks adalah kesulitan untuk berbaring terlentang pada
saat hamil tua. Jika mereka berbaring pada posisi ini, tekanan darah
akan turun drastis. Keadaan ini akan membuat mereka seperti pingsan,
berkeringat, dan pucat. Kondisi yang dikenal dengan sebutan “sindrom
hipotensif terlentang” ini disebabkan penekanan rahim yang sedang
membesar pada pembuluh darah besar. Penekanan ini menyebabkan
terhambatnya aliran darah dari bagian bawah ke jantung. Namun, jika
berbalik ke posisi miring, gejala-gejala tersebut biasanya akan hilang
(Maulana, 2008).
21
Bagi sebagian wanita, kehamilan justru meningkatkan dorongan
seksual. Hal tersebut dipengaruhi terhadap perubahan fisik dan psikis
yang terjadi pada masing-masing wanita tergantung dari kesehatan dan
fungsi seksual wanita yang sedang hamil tersebut. Selain itu, tentu juga
dipengaruhi oleh sikap dan perilaku seksual suaminya (Arief, 2008).
Melakukan hubungan seks hingga menjelang persalinan untuk
kehamilan normal tidak menjadi masalah. Namun untuk kehamilan
yang beresiko tinggi jika aktivitas ini dilakukan bisa menyebabkan
bayi lahir prematur (Hadi, 2006).
b.
Resiko
Pada waktu hamil hubungan seks harus dihindari pada keadaan
keguguran berulang, hamil dengan perdarahan, hamil dengan tanda
infeksi, kehamilan dengan ketuban yang telah pecah, atau hamil
dengan luka disekitar alat kelamin luar (Manuaba, 1998).
Selain tiga bulan pertama kehamilan, pasangan sebaiknya juga
lebih berhati-hati dalam melakukan hubungan seksual pada saat tiga
bulan menjelang melahirkan. Sebab, dikhawatirkan terjadi kelahiran
dini.
Pada saat wanita mencapai orgasme, terjadi kekejangan pada otot
seluruh tubuh, termasuk otot rahim. Kekejangan otot rahim yang
terlalu kuat inilah yang bisa mengakibatkan keguguran. Tak jarang,
wanita yang tengah hamil mengalami perdarahan setelah berhubungan
badan.
22
Didalam pembuluh rahim terdapat pembuluh darah yang masuk ke
ari-ari. Pembuluh darah inilah yang yang menyuplai oksigen ke bayi.
Pada saat wanita orgasme, pembuluh darah ini terjepit. Akibatnya,
dikhawatirkan suplai oksigen ke bayi terhambat. Tapi, selama
kontraksi yang terjadi tak berkepanjangan, tak ada yang perlu
dikhawatirkan.
Karena itulah, wanita yang pernah mengalami keguguran
disarankan untuk lebih berhati-hati melakukan hubungan seksual saat
hamil, bahkan kalau mungkin dihindari ( Arief, 2008).
c.
Frekuensi
Hubungan seksual selama hamil tetap boleh lakukan. Tapi, pada
tiga bulan pertama kehamilan, sebaikya frekuensi hubungan seksual
tak dilakukan sesering seperti biasanya. Jika hubungan seksual
dipaksakan
pada
masa
tiga
bulan
pertama
usia
kehamilan,
dikhawatirkan bisa terjadi keguguran spontan.
Frekuensi hubungan seksual juga sangat bergantung pada kondisi
wanita. Banyak sekali wanita yang sedang hamil tua merasa lelah
karena beban yang lebih berat dibandingkan saat usia kehamilannya
masih muda (Arief, 2008).
d.
Posisi
Perubahan lain yang dapat terjadi pada aktvitas seks adalah pada
masa hamil. Keinginan seks pada waktu hamil sebagian besar tidak
berubah bahkan sebagian kecil makin meningkat, berkaitan dengan
23
meningkatnya hormon estrogen. Oleh karena itu, hubungan seksual
waktu hamil bukanlah merupakan halangan. Pada kehamilan makin tua
teknik pelaksanaannya agak sulit, karena perut makin membesar. Pada
saat itu dapat dilakukan posisi siku lutut wanita. Dikemukakan bahwa
menjelang dua minggu persalinan diharapkan jangan melakukan
hubungan seks, karena dapat terjadi ketuban pecah dan memulai
persalinan (Manuaba, 1998).
Dalam keadaan hamil muda, semua posisi masih mungkin
dilakukan, meski tentu mengatur posisi yang paling nyaman. Saat usia
kehamilan sudah diatas tujuh bulan, biasanya sudah muncul hambatan
karena rahim sudah membesar. Jika segala posisi dipaksakan, tentu
akan membebani pihak istri. Karena itu dalam keadaan hamil besar
sebaiknya hubungan seksual dilakukan dengan pria pada posisi di
belakang wanita.
Hubungan dilakukan sambil berbaring miring menghadap satu
arah. Selain lebih mengurangi ketidaknyamanan pada wanita, posisi ini
juga bisa mengurangi tekanan pada dinding rahim. Namun terkadang
yang menjadi masalah, tak selalu mudah melakukan penetrasi dari
belakang.
Posisi hubungan seksual yang disarankan bagi wanita hamil:
1)
Pria diatas tapi miring kesalah satu sisi atau bertahan dengan
lengan, agar berat badannya tak menekan wanita.
2)
Wanita diatas tapi hindari penetrasi yang terlalu dalam.
24
3)
Pria duduk diatas kursi atau tempat tidur dan wanita berada
diatasnya. Selain tak membebani kehamilan, posisi ini juga
memudahkan
wanita
mengatur
irama
hubungan
sekaligus
mengurangi tekanan di dinding rahim.
4)
Pria-wanita berbaring menghadap satu arah dengan posisi wanita di
depan pria. Penetrasi pria dilakukan dari arah belakang.
5)
Wanita dalam posisi lutut-siku (menungging). Penetrasi dilakukan
pria dari belakang.
(Arief, 2008).
e.
Manfaat hubungan seksual pada kehamilan
1)
Ikatan fisik dan emosional pasangan suami istri karena pasangan
suami istri akan memulai perjalanan baru sebagai orang tua.
Semakin intim hubungan pasangan, semakin mudah pasangan
melewati jalan tersebut.
2)
Persiapan otot panggul untuk melahirkan, seks akan membantu
otot panggul tetap sehat dan kuat untuk menjalani pengalaman fisik
ekstrim yang menunggu penyembuhan otot panggul setelah
melahirkan.
3)
Kenikmatan, menjadi hamil adalah suatu pengalaman baru dan
tidak ada alasan mengapa pengalaman ini tidak dapat sekaligus
menjadi pengalaman seksual.
(Fitria, 2007).
25
f.
Kontra indikasi melakukan hubungan seksual saat hamil
1)
Setiap kali terjadi perdarahan yang tidak diketahui sebabnya.
2)
Selama trimester pertama, bila wanita punya riwayat keguguran
atau
ancaman
keguguran
serta
menunjukkan
tanda-tanda
keguguran.
3)
Selama 8-12 minggu terakhir, bila wanita punya riwayat keguguran
atau ancaman keguguran.
4)
Bila membran amnion (selaput ketuban) pecah.
5)
Bila terjadi plasenta previa (plasenta terletak didekat atau diatas
leher rahim), sehingga dapat keluar terlalu dini pada hubungan
seksual, menyebabkan perdarahan yang mengancam ibu serta
janinnya.
6)
Selama trimester akhir pada kehamilan kembar
(Arief, 2008).
26
B. Kerangka Teori
Predisposing Factors:
 Pengetahuan
 Sikap
 Kepercayaan
 Nilai
 Tingkat
pendidikan
 Sosial
ekonomi
Enabling Factors:
 Lingkungan
fisik
 Fasilitas
kesehatan
PERILAKU
KESEHATAN
Reinforcing Factors:
 Perilaku
nakes
 Sikap Toma
 Dukungan
sosial
Sumber: Lawrence Green
( Notoatmodjo, 2003 )
Gambar 2.3
Kerangka Teori
27
C. Kerangka Konsep
Pengetahuan ibu
hamil tentang
hubungan seksual
Perilaku seksual
pada ibu hamil
selama
kehamilan
trimester III
Sikap ibu hamil
terhadap hubungan
seksual
(variabel bebas)
(variabel terikat)
Gambar 2.4
Kerangka Konsep
D. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan perilaku seksual yang
dilakukan selama kehamilan trimester III.
2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku seksual yang dilakukan
selama kehamilan trimester III.
28
Download