Pengembangan Indeks Penganggaran Hak atas Kesehatan (Untuk memperkuat pemenuhan hak asasi perempuan atas kesehatan, khususnya kelompok perempuan miskin dan marjinal) 1. Pengantar Anggaran publik merupakan instrumen kebijakan yang penting untuk merealisasikan hakhak asasi manusia, sebagai hak-hak yang telah diakui berdasar hukum. Anggaran publik ---seperti yang disajikan dalam bentuk APBN dan APBD, menujuk tentang keterbatasan dan potensi bagaimana pemerintah bekerja dengan sumber daya keuangan publik. Ketetapan atas anggaran publik, pada prakteknya, mengkomunikasikan berbagai rencana tentang pendapatan dan belanja (revenue and expenditure plans), dan dengan demikian anggaran publik tidaklah hanya merefleksikan kebijakan, tetapi juga bagaimana operasionalisasinya. Konteksnya bagi kita adalah, dengan terlibat aktif dalam kerja anggaran publik (budget work), diharapkan cara-cara pengambilan keputusan dan akuntabilitas bisa diperbaiki, kebijakan dan praktek penganggaran juga bisa didorong lebih baik dan adil, termasuk tekanan masalah korupsi, dikriminasi dan ketidaksetraan dapat dikenali dan ditangani. Kendati begitu, tetaplah cermat, area masalah yang hampir selalu mengikuti dalam penetapan prioritas dan pelaksanaan anggaran, yakni tentang proses formulasinya dan isu kekuasaan dalam pengelolaan anggaran public, patut dikritisi seperti halnya ketika kita mendiskusikan tentang (potensial) dampak penganggaran. Secara keseluruhan, situasi yang digambarkan ini dipastikan terjadi dalam konteks masalah anggaran publik dan kaitannya dengan pemenuhan hak atas kesehatan. Pasal 2 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya bahwa, “Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji mengambil langkah-langkah, baik sendiri maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, terutama bantuan teknik dan ekonomi dan sejauh dimungkinkan sumber daya yang ada, guna mencapai secara progresif untuk realisasi sepenuhnya hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini…” memberi implikasi bahwa, tidak hanya negara diwajibkan memprioritaskan sumber daya anggaran publik untuk memenuhi hak atas kesehatan, tetapi perlunya dukungan dari komunitas internasional. Pasal 2 tentang ‘kewajiban negara’ ini menegaskan bahwa penggunaan sumber daya yang ada oleh negara, dan termasuk keterlibatan atau dukungan komunitas internasional hendaknya untuk realisasi sepenuhnya hak, dan bukan sebaliknya, justru atau cenderungan menghasilkan kemunduran. Pertanyaan-pertanyaan ataupun pernyataan kritis tentang, siapa sesungguhnya yang mengontrol sistem pelayanan kesehatan di negara kita? sesungguhnya berhadapan langsung dengan isi Pasal 2 tersebut. Seperti telah diketahui, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya atau International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2005. Artinya, Pasal 2 seperti yang dimaksud di muka sepatutnya berlaku bagi konteks masalah pemenuhan hak atas kesehatan di Indonesia. Dalam dinamika pemahaman tentang penganggaran, tidak dapat dipungkiri bahwa anggaran publik dipahami dan didefinisikan secara berbeda-beda. Pada satu titik, anggaran dinyatakan sebagai alat bantu (tools) perencanaan ---mengkaitkan secara langsung pendapatan yang diharapkan dan belanja, dan memberi detil pilihan-pilihan bagi pemerintah didasarkan pada koleksi sumber-sumber pendapatan dan prioritas belanja. Walau demikian, anggaran publik tidak bisa dikatakan netral; tetapi sebaliknya, penuh subyektifitas, yang sangat lekat dengan nilai dan kepentingan yang berbeda dan bahkan, saling bertarung. Sementara itu, sebagian yang lain memahami anggaran publik sebagai sarana pemerintah untuk melaksanakan re-distribusi sumber daya ---di mana kelompok kaya bisa berbagi kesejahteraan dengan kaum miskin. Pihak yang lain lagi, didapati selalu mengeluh, anggaran publik yang tersedia hanyalah sedikit, minim. Yang dapat digaris-bawahi di sini, akan lebih baik apabila anggaran publik dipahami sebagai refleksi prioritas politik, pemahaman tentang (kebijakan) ekonomi dan tingkat komitmennya pada ide keadilan sosial. Selain itu, dinamika perkembangan kerja anggaran di Indonesia juga menarik dikaji. Penganggaran partisipatif (participatory budgeting) menunjuk pada proses yang melibatkan penduduk secara aktif dan langsung dalam memutuskan atau berkontribusi terhadap keputusan yang dibuat mengenai sumber daya publik yang tersedia, khususnya alokasi anggaran. Penelusuran anggaran (budget tracking) dilakukan untuk mengawasi disbursement dengan melacak apakah pelaksanaan anggaran tepat dan sesuai berdasarkan waktu dan alokasinya. Kedua model kerja anggaran ini telah banyak dipromosikan dan dipraktekkan oleh kalangan organisasi-organisasi non pemerintah (terutama di bidang anggaran). Selain itu, model kerja anggaran yang lain adalah, analisis anggaran (budget analysis) yang berupaya memahami isi dari penetapan atau alokasi anggaran, menganalisisnya berdasarkan hak dan informasi dari mereka yang diidentifikasi sebagai penerima manfaat dari alokasi anggaran; dan berikut, mempengaruhi alokasi anggaran (budget influencing) yakni dengan cara memproduksi alternative perencanaan alokasi sumber daya anggaran, melakukan lobby dan kampanye untuk perubahan alokasi anggaran, serta menawarkan informasi alternatif. Kecenderungan aksi kerja anggaran saat ini adalah usaha mengintegrasikan kerja anggaran (budget work) dengan kerja hak asasi manusia (rights work), yakni dengan mendasarkan dan mendayagunakan norma dan standar hak asasi manusia internasional bagi kerja anggaran. Gagasan pengembangan Indeks Penganggaran Hak atas Kesehatan atau disingkat, IPHaK, merupakan hasil dari refleksi dari kerja-kerja anggaran selama ini. Sesuai dengan norma hak asasi manusia, Indeks Penganggaran Hak atas Kesehatan juga menyatakan fokusnya pada penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi perempuan di bidang kesehatan, khususnya kelompok perempuan miskin dan marjinal. Diskriminasi terhadap perempuan jelas mempengaruhi kesehatan, dan kesehatan yang buruk dapat semakin menegaskan diskriminasi. Special Rapporteur Persatuan Bangsa-Bangsa tentang Kesehatan menyatakan, “Diskriminasi yang sistematik, yang didasarkan pada jender, menghambat akses perempuan terhadap kesehatan dan menghambat kemampuan mereka untuk menanggapi konsekuensikonsekuensi dari kesehatan yang buruk bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka.” Diskriminasi menambah dampak keterpinggiran karena kemiskinan, usia, latar belakang kesukuan, agama, dan lain-lain. Bahkan meskipun faktor-faktor ini juga berdampak pada laki-laki, perempuan menghadapi hambatan-hambatan tambahan dalam mengakses hak mereka atas kesehatan. Terlebih lagi, dihadapkan pada kenyataan dan status perempuan di Indonesia, khususnya kelompok perempuan miskin dan marjinal, maka IPHaK berkehendak serius untuk menjangkau dan berkontribusi untuk mengatasi masalah ini. 2. Konseptualisasi IPHak Indeks Penganggaran Hak atas Kesehatan adalah indikator keberhasilan pelaksanaan anggaran publik untuk tujuan pencapaian penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan. Pengembangan IPHaK ditujukan pada dua hal: pertama, untuk mendukung dan membantu pemerintah maupun masyarakat sipil dalam pendayagunaan standar hukum hak asasi manusia dalam pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas anggaran publik, khususnya di bidang kesehatan untuk perwujudan sepenuhnya hak atas kesehatan; kedua, dengan dukungan alat-alat bantu (tools) dan metoda (methodology) yang disarankan, observasi penganggaran publik dan perwujudan hak atas kesehatan, khususnya dari kelompok perempuan miskin dan marjinal di wilayah kabupaten / kota maupun desa / kelurahan, dapat dilaksanakan. 1. Dimensi Pengukuran Indeks Penganggaran Hak atas Kesehatan ini dikembangkan melalui tiga (3) dimensi di mana masing-masing dimensi memiliki fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan usaha pencapaian tujuan seperti digambarkan di atas. Tiga (3) dimensi itu adalah: • Transparansi Penganggaran • Formulasi Hak atas Kesehatan • Pembiayaan Ketiga dimensi tersebut mendasarkan fokus kepada pelaksanaan kewajiban negara, termasuk kewajiban aktor non-state (seperti dalam keterlibatan proyek bantuan, kerjasama dan/ atau pinjaman pendanaan secara bilateral, multilateral maupun swasta dalam dan luar negeri di bidang pelayanan kesehatan) sesuai dengan standar hukum hak asasi manusia internasional dan nasional dalam kerangka perwujudan sepenuhnya hak atas kesehatan. Telah diketahui bersama, kesehatan dijamin sebagai hak asasi manusia dalam berbagai instrumen internasional dan nasional. Kesehatan dijelaskan sebagai hak asasi manusia mendasar yang sangat diperlukan bagi pelaksanaan hak asasi manusia yang lain. Lebih khusus, ditegaskan bahwa, setiap manusia berhak atas penikmatan standard pencapaian tertinggi di bidang kesehatan yang kondusif untuk hidup secara bermartabat. Hal tersebut dinyatakan secara tegas dalam dalam Pasal 12 ICESCR dan General Comment No. 14i. Selain itu, hak atas kesehatan memuat kebebasan dan keberhakkanii, di mana hak atas kesehatan merupakan hak inklusif yang tidak hanya terbatas mengatur perlindungan hak atas perawatan kesehatan tetapi juga mencakup hak atas sejumlah penentu dasar bagi kesehatan, seperti air minum bersih, sanitasi yang memadai, kesehatan lingkungan, dan kesehatan di tempat kerja. Penjelasan dari tiga (3) dimensi pengukuran dari IPHak adalah sebagai berikut: Tranparansi Penganggaran. Transparansi penganggaran jelas berkait langsung dengan akuntabilitas anggaran publik. Pelaksanaan kewajiban negara berdasar standard hukum hak asasi manusia inernasional di bidang hak atas kesehatan menghendaki pelaksanaan prinsip tranparansi dan akuntabilitas. Praktek dari kedua prinsip tersebut dapat membuka jalan bagi upaya pemberdayaan masyarakat. Dimensi ‘transparansi penganggaran’ melibatkan komponen: • Ketersediaan informasi yang memadai tentang penganggaran. Ketersediaan informasi yang dimaksud adalah terutama tersedianya dokumen-dokumen kunci perencanaan dan anggaran publik untuk setiap tahapan di dalam siklus penganggaran (secara umum, siklus tersebut terdiri dari: formulasi, pembahasan dan penetapan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban). Dokumen kunci tersebut, contohnya, tapi tidak terbatas pada seperti: dokumen RPJMD, RKP, RKA SKPD, APBD, Program-program kesehatan dan bidang layanan penentu dasar kesehatan, sumber-sumber pendapatan dan pajak di/untuk bidang kesehatan, termasuk aktifitas penggunaan anggaran oleh SKPD/pemerintah, laporan pelaksanaan program, laporan ertanggungjawaban bupati / walikota, hasil audit, MoU bidang pelayanan kesehatan antara pemerintah dengan swasta, bantuan dan pinjaman bilateral maupun multilateral dan pelaksanaan anggarannya). • Ketersediaan informasi tersebut termasuk adalah bagaimana (paket) informasi dikemas, cara informasi disampaikan kepada publik, keterlibatan / pengesahan dari otoritas yang berkait langsung dengan informasi / dokumen kunci, siapa / lembaga yang menyampaikan informasi, adakah informasi khusus berkenaan dengan anggaran untuk kesehatan perempuan dan perempuan miskin, berapa alokasi anggaran yang disediakan untuk penyediaan informasi tersebut, kualitas dan intensitas informasi. Singkatnya, ketersediaan informasi tersebut menyangkut dokumen kunci dan sah (berdasar kualitas-tahapanperiodisasi-otoritas-alokasi anggaran) dan mudah diakses oleh publik. Pelaksanaan Hak atas Kesehatan. Formulasi Hak atas Kesehatan didasarkan pada general Comment / Komentar Umum No. 14; dan dalam kerangka kerja IPHaK adalah menyelidiki bagaimana alokasi anggaran publik, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya untuk unsur-unsur pokok formulasi hak atas kesehatan, yakni: ketersediaan, keteraksesan fisik, ekonomi (keterjangkauan), dan informasi, ketersesuaian, serta kualitas. Pelaksanaan formulasi hak atas kesehatan mengedepankan, atau menghendaki pelaksanaan segera dari prinsip non-diskriminasi dan kesetaraan. Penjelasan tentang unsur-unsur pokok dalam pelaksanaan formulasi hak atas kesehatan adalah sebagai berikut: • Ketersediaan (availabity) adalah berfungsinya secara baik fasilitas, produk dan layanan kesehatan, dan tersedia dalam jumlah yang cukup.Fasilitas, barang dan layanan kesehatan tersebut termasuk tersedianya faktor atau penentu dasar kesehatan; • Keteraksesan Fisik (physical accessibility) adalah fasilitas, produk dan layanan kesehatan harus mudah diakses oleh setiap orang tanpa diskriminasi, dan berada dalam jangkauan fisik yang aman bagi semua orang / penduduk, terutama kelompok yang rentan dan termarjinalkan seperti: penduduk asli / adat, minoritas etnis, perempuan, anak-anak, lanjut usia, orang cacat, orang dengan HIV/AIDS. Keteraksesan fisik tersebut termasuk juga akses setiap orang tanpa diskriminasi terhadap faktor-faktor atau penentu dasar kesehatan; • Keteraksesan Ekonomi (economic accessibility; keterjangkauan) adalah fasilitas, produk dan layanan/jasa kesehatan harus bisa dijangkau oleh setiap orang. Biaya untuk layanan perawatan kesehatan, dan juga termasuk layanan yang berkaitan dengan factor-faktor atau penentu dasar kesehatan, harus didasarkan atas prinsip kesetaraan, keadilan, menjamin bahwa layanan-layanan ini, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, terjangkau bagi setiap orang, termasuk kelompok miskin. Prinsip keadilan dalam konteks keteraksesan ekonomi ini adalah bahwa orang atau rumah tangga miskin hendaknya tidak dibebankan biaya kesehatan secara tidak adil dibandingkan dengan orang atau rumah tangga yang lebih kaya; • Akses Informasi (Information Accessibility) termasuk hak untuk mencari, menerima, dan berbagi informasi dan gagasan mengenai isu-isu kesehatan. Aksesibilitas informasi hendaknya tidak mengganggu hak untuk memiliki data kesehatan pribadi yang terjamin kerahasiaannya; • Ketersesuaian adalah semua fasilitas, produk dan layanan/jasa kesehatan menghormati etika medis dan sesuai dengan budaya, misalnya menghormati budaya individu, minirotitas, kelompok manusia dan masyarakat, memenuhi persyaratan sensitive jender dan siklus kehidupan, dan juga dirancang untuk menghormati kerahasiaan dan memperbaiki status kesehatan orang / penduduk yang bersangkutan; • Kualitas (Quality), fasilita kesehatan, produk dan jasa/ layanan juga harus sesuai secara ilmu pengetahuan dan medis, serta berkualitas baik. Persyaratan ini, antara lain, personil medis yang terampil, obat-obatan dan peralatan rumah sakit yang diakui dan tidak kadaluwarsa, air bersih layak minum dan sanitasi yang memadai. Unsur-unsur pokok pelaksanaan formulasi hak atas kesehatan di atas menuntut komitmen dan kemampuan dari pemerintah untuk realisasi sepenuhnya hak atas kesehatan. Pembiayaan. Pembiayaan sebagai bagian dari dimensi pengukuran IPHaK adalah ditujukan untuk mengetahui seberapa besar alokasi yang digunakan pemerintah, termasuk keterlibatan kerjsama, bantuan dan pinjaman dari pihak luar (non-state) dalam merealisasi secara progresif hak atas kesehatan, termasuk dalam hal biaya menguatkan tindakan administratif dan legislasi dalam periodisasi tertentu tahun anggaran publik. 2. Prinsip-Prinsip yang Ditegakkan Prinsip-prinsip yang hendak ditegakkan dalam pengembangan IPHaK ini adalah: • Anti-diskriminasi: program dan/atau proyek di bidang kesehatan dan perwujudan hak atas kesehatan harus menjalankan praktek anti diskriminasi. Diskriminasi apapun yang didasarkan oleh ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, usia, agama, keyakinan politik atau keyakinan lain, asal usul kebangsaan atau sosial, kepemilikan, status kelahiran atau status lain dengan tujuan atau dampak meniadakan atau menghilangkan kesetaraan dalam melaksanakan hak atas kesehatan, adalah dilarang. • Progresif: pelaksanaan hak atas kesehatan harus menggunakan langkah-langkah yang jelas, direncanakan dan dilaksanakan secara baik, menggunakan sumber daya (khususnya anggaran publik) yang ada secara maksimum, dapat menggunakan dukungan pihak luar-negara (non-state), untuk secara bertahap (progresif) dalam realisasi hak sepenuhnya. Progresif menunjuk pada bahwa semua tindakan harus menghasilkan kemajuan yang berarti dan bukannya kemunduran, menjalankan kewajiban inti minimum (core obligation) terutama untuk kelompok miskin dan marjinal; • Transparansi: kondisi di mana setiap pengambilan keputusan tentang anggaran publik diambil oleh pemilik otoritas, jelas dan terbuka dalam informasi dan keterlibatan aktif partisipasi publik untuk menerima, menyaksikan, dan menilai, serta memanfaakan hasil / dampaknya; • Akuntabilitas: kondisi di mana kelembagaan berperan dan berfungsi secara baik, dapat dipertanggungjawabkan dan mampu merespon persoalan-persoalan nyata pelaksanaan hak atas kesehatan, inklusif dalam arti juga mampu merespon persoalan dan kebutuhan nyata hak atas kesehatan dari kelompok miskin dan marjinal; • Dampak: kondisi di mana semua tindakan dalam pelaksanaan hak atas kesehatan yang dijalankan memberi dampak pada perwujudan sepenuhnya hak atas kesehatan sesuai yang telah dijamin dalam standard hak asasi manusia internasional dan nasional; Prinsip-prinsip di atas berguna untuk bekerjanya dimensi-dimensi pengukuran hingga menghasilkan suatu penilaian tertentu berdasar kerangka kerja indeks. 2.3. Dimensi Pengukuran dan Fungsinya Tiga dimensi pengukuran di atas jelas memiliki fungsi masing-masing terkait dalam bagaimana proses dan hasil indeks (IPHaK) dilaksanakan. Tabel di bawah ini menjelaskan tentang fungsi dari masing-masing ‘dimensi pengukuran). Tabel: Dimensi Pengukuran dan Fungsinya Dimensi (pengukuran) 1. Transparansi Penganggaran Fungsi (untuk tujuan) Mengetahui praktek terbaik dari transparansi dan akuntabilitas dilaksanakan dalam proses penganggaran yakni terutama dalam hal: Ketersediaan informasi, jenis-jenis dokumen-dokumen kunci diadakan dan disebarkan kepada para pihak yang berkepentingan, khususnya penduduk didalam setiap tahap perencanaan dan siklus penganggaran; Mengetahui kapasitas partisipasi masyarakat sipil dalam proses penganggaran (suara dan partisipasi); Mengetahui keterlibatan pihak luar negara (non-state) dalam penyelanggaraan di bidang kesehatan dan hak atas kesehatan (investigasi dan monitoring); Mengetahui kapasitas keterlibatan masyarakat sipil dalam mengevaluasi penggunaaan sumber daya publik (khususnya anggaran) dan dampaknya dari kebijakan dan program, serta proyek kesehatan (social audits) 2. Pelaksanaan Hak atas Kesehatan Menilai bagaimana prinsip anti diskriminasi dan kesetaraan dilaksanakan di bidang kesehatan; Menilai kemampuan pemerintah dalam melaksanakan unsur-unsur pokok formulasi hak atas kesehatan, yakni: ketersediaan, aksesibilitas, dan termasuk, factor-faktor atau penentu dasar kesehatan; 3. Pembiayaan Mengetahui besaran jumlah dan persentase alokasi anggaran publik terutama terkait langsung dengan komponen 2 dimensi pengukuran di atas, serta pelaksanaan hak-hak tertentu yang terkait langsung dengan pasal hak atas kesehatan (12, ICESCR). 4. Matriks Berdasarkan konseptualisasi indeks dan dimensi-dimensi pengukurannya, prinsip-prinsip yang hedak ditegakkan, serta fungsi dari masing-masing dimensi maka dapat digambarkan matriks dari IPHaK. Matriks tersebut menjelaskan apa dan bagaimana kerangka kerja dari IPHaK. Tabel: Matriks IPHaK A n t i - Progre- Transpar A k u n t a - Dampak diskriminasi sif ansi bilitas Transparansi Penganggaran: Ketersediaan informasi dan dokumen kunci penganggaran; Partisipasi masyarakat sipil; Keterlibatan pihak luar-negera (non-state) Tindakan evaluasi program/proyek di bidang kesehatan, alokasi anggaran, serta dampaknya secara partisipatoris oleh kalangan masyarakat sipil serta penggunaannya untuk perbaikan atau reformasi bidang kesehatan; Pelaksanaan Hak atas Kesehatan: Ketersediaan Aksesibilitas (fisik, ekonomi, dan informasi); Ketersesuaian; Kualitas Pembiayaan: Alokasi anggaran publik yang digunakan untuk membiayai program penyediaan informasi dan dokumen kunci penganggaran pada umumnya dan di bidang kesehatan; Alokasi anggaran publik untuk perwujudan hak atas kesehatan dari kelompok miskin, rentan dan marjinal; Alokasi anggaran untuk pelaksanaan formulasi hak atas kesehatan dan termasuk factor-faktor / penentu dasar kesehatan; 3. Indikator Berikut ini disampaikan perangkat indikatior dari masing-masing dimensi: a. Indikator Dimensi Transparansi Anggaran Dimensi Transparansi Penganggaran Indikator Jumlah anggaran yang disediakan untuk meyediakan informasi dan dokumen kunci anggaran tentang perawatan kesehatan dan factor / penentu dasar kesehatan? Jumlah dan bentuk / jenis informasi dan dokumen kunci pada angka (1) di tahap formulasi, pembahasan dan penetapan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran publik; Jumlah anggaran untuk memperkuat akses penduduk terhadap informasi dan dokumen kunci anggaran di atas pada angka (1) Jumlah kegiatan badan pemerintah dalam penyelenggaraan kegiatan keterbukaan dan aksesibilitas informasi dan dokumen kunci seperti dimaksud dalam angka (1) dan (2) Jenis-jenis dan jumlah program yang dikembangkan khusus untuk kesehatan ibu, anak dan reproduksi; Jenis-jenis dan jumlah progam yang dikembangkan khusus untuk kesehatan lingkungan alam dan lingkungan tempat kerja; Jenis-jenis dan jumlah progam yang diselenggarakan untuk pendidikan, mencegah, merawat dan memantau epidemi, endemi, penyakit ditempat kerja dan penyakit lain Jumlah kegiatan badan pemerintah dalam penyelenggaraan kegiatan keterbukaan informasi dan aksesibilitas informasi dan dokumen kunci anggaran khusus untuk kelompok rentan, miskin dan marjinal Tingkat partisipasi penduduk pada setiap tahap di dalam siklus penganggaran; Jumlah keterlibatan pihak luar-negara (non-starte) dalam penyelenggaraan di bidang kesehatan dan hak atas kesehatan; Jumlah anggaran bantuan teknis dari pihak luar negara seperti dimaksud dalam angka (7) Jumlah anggaran pinjaman dari pihak luar negara untuk penyelanggaran di bidang kesehatan dan hak atas kesehatan; Jenis dan jumlah sumber-sumber pendapatan terkait dengan pelaksanaan anggaran di bidang kesehatan Adakah evaluasi dari pihak masyarakat sipil untuk penyelenggaran program dan/atau proyek kesehatan; Adakah perbaikan kinerja anggaran dari penyelenggaraan program dan/ atau proyek kesehatan yang didasarkan dari hasil monitoring dan evaluasi (social audits) yang dilaksanakan oleh masyarakat sipil; b. Indikator Dimensi Pelaksanaan Hak atas Kesehatan Indikator dari dimensi ini dikembangkan dari fungsi dan/atau pelaksanaan formulasi hak atas kesehatan berdasar Pasal 12 ICESCR dan General Comment No. 14. Dimensi Ketersediaan Indikator Jenis-jenis dan jumlahnya dari fasilitas kesehatan umum dan perawatan kesehatan, barang dan jasa yang berfungsi baik; Jumlah fasilitas, produk dan layanan / jasa perawatan kesehatan dibanding jumlah penduduk dan luas wilayah Jenis-jenis dan jumlahnya dari fasilitas, produk dan layanan / jasa yang merupakan prasyarat / penentu dasar kesehatan Jumlah personil medis yang baik, terampil dan professional. Jumlah obat-obatan pokok yang disediakan; Aksesibilitas Angka kasus praktek diskriminasi dan ketidaksetaraan dalam pelayanan kesehatan. Jarak tempat tinggal penduduk dengan fasilitas kesehatan, barang dan jasa yang berfungsi baik; Lamanya waktu dan tingkat keaamanan dalam mengakses fasilitas, produk dan layanan / jasa kesehatan yang berfungsi baik. Akses penduduk terhadap informasi dan program air bersih dan layak minum dan sanitasi Akses penduduk terhadap informasi dan program pangan yang mencukupi yang baik Akses penduduk terhadap informasi dan program pemukiman yang baik Akses penduduk terhadap informasi dan program lingkungan yang baik dan sehat Akses penduduk terhadap lingkungan tempat kerja yang sehat Akses penduduk terhadap informasi dan program pendidikan, pencegahan, perawatan dan pemantauan epidemi, endemi, penyakit di tempat kerja, dan penyakit lainnya % pengeluaran rumah tangga terhadap biaya penggunaan fasilitas, produk dan layanan / jasa kesehatan yang berfungsi baik % pengeluaran rumah tangga miskin terhadap biaya penggunaan fasilitas, produk dan layanan / jasa kesehatan yang berfungsi baik Jenis-jenis dan jumlah informasi yang diterima penduduk tentang berita, gagasan dan pelayanan kesehatan Akses perempuan rentan terhadap angka (1, 3 – 5, 7-14) Akses penduduk miskin terhadap angka (1, 3 - 5, 7 – 14) Ketersesuaian Tingkat kesesuaian dari penyelenggaraan fasilitas, produk dan layanan / jasa kesehatan, serta penghormatannya terhadap etika medis dan budaya individu, kelompok dan masyarakat setempat Kualitas Dapatnya diterima pelayanan dan fasilitas kesehatan secara budaya individu, kelompok dan masyarakat setempat Kualitas pelayanan kesehatan, produk dan jasa kesehatan Kualitas fasilitas, produk dan layanan / jasa penentu dasar di bidang kesehatan, yakni: air bersih dan layak minum; Indikator sama dengan angka (23) untuk: sanitasi; Indikator sama dengan angka (23) untuk: pemukiman Indikator sama dengan angka (23) untuk: lingkungan hidup yang baik dan sehat; Indikator sama dengan angka (23) untuk: lingkungan tempat kerja yang sehat; Kualitas fasilitas, produk dan layanan / jasa kesehatan ibu, anak dan reproduksi Kualitas program pendidikan, pencegahan, perawatan dan pemantauan epidemi, endemi, penyakit di tempat kerja dan penyakit lainnya; c. Indikator Dimensi Pembiayaan Dimensi Pembiayaan Indikator % pengeluaran anggaran publik untuk membiayai penyediaan dan penyelenggaraan fasilitas, produk dan layanan / jasa kesehatan yang berfungsi baik; % pengeluaran anggaran publik untuk memfasilitas pelaksanaan hak atas kesehatan ibu, anak dan reproduksi; % pengeluaran untuk pengembangan lingkungan alam dan lingkungan tempat kerja yang sehat % pengeluaran anggaran publik untuk mencegah, merawat dan memantau epidemi, endemi, penyakit di tempat kerja, dan penyakit lainnya (termasuk HIV/AIDS) % pengeluaran anggaran publik untuk khusus prioritas pelayanan kesehatan perempuan dan anak dari rumah tangga miskin % pengeluaran anggaran publik untuk prioritas pelayanan kesehatan penduduk usia lanjut, orang-orang cacat dan penduduk asli d. Jumlah Indikator Berdasarkan uraian di atas, maka jumlah indikator dari masing-masing dan/atau seluruh dimensi pengukuran yang digunakan adalah: Tabel: Dimensi dan Jumlah Indikator Dimensi Jumlah Indikator Transparansi Anggaran 15 Pelaksanaan Hak atas Kesehatan: 5 Ketersediaan Aksesibilitas 14 Ketersesuaian 1 Kualitas 9 Pembiayaan 6 Jumlah 50 4. Masa Depan Penggunaan IPHaK Agar Indeks Penganggaran Hak atas Kesehatan atau IPHaK ini dapat bekerja dan digunakan untuk menilai ‘komitmen dan kemampuan’ pemerintah dalam mengelola dan menggunakan sumber daya publik, khususnya sumber daya anggaran (seperti yang ada dalam APBN / APBD) untuk perwujudan sepenuhnya hak atas kesehatan. Maka langkah-langkah yang perlu dikembangkan selanjutnya adalah: • Menentukan pembobotan pada ‘dimensi’, ‘prinsip’ dan ‘indikator’. Masing-masing dari ketiga komponen tersebut mempunyai / memberi tingkat kontribusi yang berbeda-beda dalam Indeks Penganggaran Hak atas Kesehatan. Pendekatan dalam menentukan bobot dari setiap indikator dan hirarkinya, sebaiknya tidak tunggal, dan didasarkan pada ragam metoda seperti penyelidikan / investigasi, pengumpulan pendapat dari si pemilik keberhakkan, social auditsiii, diskusi kelompok terfokus (FGD), survey, pemanfaatan data laporan program dan statistik, dan lain sebagainya. • Indeks semacam ini sebaiknya dilaksanakan pada tingkat kabupaten, dan hasil indeks dari kabupaten-kabupaten di dalam satu provinsi, misalnya, akan menyampaikan data / hasil indeks yang dapat diperbandingkan atau disajikan secara hirarki atas masingmasing kabupaten dalam perwujudan hak atas kesehatan; • Suatu lokakarya perlu diselenggarakan untuk tujuan memperluas keterlibatan dan pemahaman, memperbaiki cara kerja dan ketetapan hasil kerja IPHaK, serta rekomendasi melakukan proyek uji coba akan menentukan bagaimana IPHaK ini benarbenar dapat dioperasionalisasikan; Pesan utama dari pengembangan IPHaK adalah bagaimana kelompok miskin dan marjinal, khususnya perempuan dapat menikmati perwujudan sepenuhnya hak atas kesehatan. Pemenuhan hak tersebut, sesuai dengan norma hak asasi manusia, wajib dilaksanakan segera sebagai prioritas. Maka, seperti yang disampaikan dalam ‘prinsip-prinsip yang harus ditegakkan’, pelaksanaan prinsip anti-diskriminasi akan menguatkan jalan bagi perwujudan sepenuhnya hak atas kesehatan bagi kelompok perempuan miskin dan marjinal. Praktek diskriminasi hampir dipastikan akan memperburuk situasi dan kondisi kemiskinan mereka, dan oleh karena itu penggunaan sumber daya publik, terutama anggaran pulik harus menetapkan kebutuhan mereka sebagai prioritas. Pengembangan indeks ini sepenuhnya adalah suatu ‘inovasi’ untuk tujuan dua hal: memaksimalkan kerja advokasi melalui integrasi kerja hak asasi manusia (rights work) dengan kerja anggaran (budget work); dan menguatkan pelaksanaan perwujudan sepenuhnya hak atas kesehatan sebagaimana telah dijamin oleh hukum hak asasi manusia internasional. --------- Disiapkan dan ditulis oleh: Andik Hardiyanto i! General Comment / Komentar Umum No. 14 (Sidang keduapuluh dua, 2000) [UN doc.E/C.12/4). ii ! Kebebasan (freedom) memasukkan hak untuk memantau kesehatan dan tubuh seseorang, termasuk kebebasan seksual dan alat reproduksi, dan hak untuk bebas dari campur tangan, seperti hak untuk bebas dari penyiksaan, perawatan dan eksperimentasi yang dilakukan tanpa persetujuan; Sebaliknya, Keberhakkan (entitlement) memasukkan hak atas sistem perlindungan kesehatan yang memberi kesempatan setara bagi setiap manusia untuk menikmati tingkat pencapaian standard tertinggi kesehatan. iii ! Social audits yang dimaksud di sini adalah tindakan masyarakat sipil untuk melakukan penyelidikan dan penilaian tentang akuntabilitas dari pelaksanaan suatu kebijakan, program dan/atau proyek tertentu; social audits lebih berdayaguna apabila dilaksanakan secara atau berdasar proses partisipatori untuk mengevaluasi penggunaan sumber daya publik, terutama anggaran publik dan menidentifikasi bagaimana langkah-langkah perlu dilakukan untuk perbaikan hasil dari kebijakan, program dan/atau proyek tersebut. Melalui metode ‘analisis informasi keuangan’, kerja social audiis juga mampu melihat bagaimana kualitas partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan bagaimana tingkat keberhasilan pelaksanaan program dan/atau proyek dalam melayani kelompok masyarakat yang ditetapkan (sebelumnya) sebagai ‘penerima manfaat dan hasil’ program dan/atau proyek. Kemampuan mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis rekaman detil dari proses pelaksanaan program dan/atau proyek akan sangat menentukan keberhasilan kerja social audits.