20 BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas
tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertangung
jawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap
sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat
istiadat, dan etika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak.1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah „karakter‟ berarti
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dari yang lain; tabiat; watak.2
Karakter, secara lebih jelas, mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations), dan ketrampilan
(skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal
1
Muchlas Sam‟ani, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2013), hlm.41-42
2
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat,(Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008) , hlm.623
20
21
yang terbaik, kapasitas intelektual, seperti berpikir kritis dan alasan moral,
perilaku seperti jujur dan bertanggungjawab, mempertahankan prinsipprinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal
dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif
dalam berbagai keadaan, komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas
dan masyarakatnya.3
Wynne menjelaskan bahwa karakter berasal dari bahasa Yunani
yang berarti “to mark”(menandai) dan menfokuskan pada bagaimana
menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku
sehari-hari.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Agama Islam,
Kementrian Agama Republik Indonesia mengemukakan bahwa karakter
(character) dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat
dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam
arti yang secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu
dengan yang lainnya. Dengan demikian, istilah karakter berkaitan erat
dengan personality (kepribadian) seseorang, sehingga ia bisa disebut orang
yang berkarakter (a person of character) jika perilakunya sesuai etika atau
kaidah moral.4
Menurut Scerenko karakter didefinisikan sebagai atribut atau ciriciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan
kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.
3
Ngainun Naim, Character Building (Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
Pengembangan Ilmu 7 Pembentukan Karakter Bangsa), (Jogjakarta : Arruz Media, 2012), hlm.55
4
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), hlm.3
22
Sementara itu The Free Dictionary dalam situs onlinenya yang dapat
dituduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi
kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau
suatu benda dengan yang lain. Karakter, juga didefinisikan sebagai suatu
deskripsi dari atribut, ciri-ciri atau kemampuan seseorang.5
Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja
untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan
kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi
individu maupun masyarakat.6
Williams & Schnaps mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
“Any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction
with parents and community members, help children and youth become
caring, principled and responsible”. Maknanya kurang lebih pendidikan
karakter merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personel
sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan
anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi
atau memiliki sifat peduli, berpendirian dan bertanggung jawab.7
Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi merupakan
“sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil
keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan seharihari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
5
Muchlas Sam‟ani, Op.cit, hlm.42
Saptono, Dimensi Pendidikan Karakter, (Esensi, Erlangga Group, 2011), hlm. 23
7
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta : Kencana, Premada Media Group 2011), hlm.15
6
23
lingkungannya.”
Sedangkan
Fakry
Gaffar
mengemukakan
bahwa
pendidikan karakter adalah “Sebuah proses transformasi nilai-nilai
kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorag
sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.” Dalam
definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu : 1) Proses
Transformasi, 2) Ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan 3)
menjadi satu dalam perilaku.8
2. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses
dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai
dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan.9
Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter secara perinci memiliki lima tujuan. Pertama,
mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.
Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang
terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius. Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung
8
Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,
(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), Hlm. 5
9
Ibid., hlm.9
24
jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Keempat,
mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. Kelima, mengembangkan
lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,
jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan
yang tinggi dan penuh kekuatan (diginity).10
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan
siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan,
mewujudkan dan menebarkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati.
Adapun tujuan dari pendidikan karakter yang sesungguhnya jika
dihubungkan dengan falsafah Negara Republik Indonesia adalah
mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan nilainilai luhur Pancasila. 11
Pendidikan karakter merupakan upaya pembimbingan perilaku
siswa agar mengetahui, mencintai, dan melakukan kebaikan. Jadi,
fokusnya pada tujuan-tujuan etika melalui proses pendalaman apresiasi
dan pembiasaan. Secara teoretis, karakter seseorang dapat diamati dari
tiga aspek, yaitu : mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai
kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).
10
Zubaedi, Op.cit, hlm. 18
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciechie, Pendidikan Karakter, Pendidikan Berbasis
Agama & Budaya Bangsa, (Bandung : CV Pustaka setia, 2013), hlm.43
11
25
Pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekedar mendidik benar dan
salah, tetapi mencakup proses pembiasaan tentang perilaku yang baik
sehingga terbentuklah tabiat yang baik.12
3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Menurut Kementrian Pendidikan Nasional yang dikutip oleh Anas
Sholehuddin, nilai karakter bangsa terdiri atas sebagai berikut:
a. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain.
b. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkatan, tindakan,
dan pekerjaan.
c. Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
d. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
12
Retno Lisrtyarti, Pendidikan Karakter dalam Metode Akrtif, Inovatif dan Kreatif, (Jakarta
: Erlangga, 2012), hlm.3-4
26
g. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompoknya.
i. Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j. Semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Cinta tanah air, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
l. Menghargai prestasi, yaitu tindakan yang memperlihat rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
m. Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
n. Cinta damai, yaitu sikap, perkataa, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan manfaat bagi dirinya.
27
p. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang berupaya mencegah
kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, karakter dimulai
dari dalam sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.13
4. Metode pendidikan karakter
Metode berasal dari bahasa Yunani “metha” yang berarti melalui
atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Dari asal makna
tersebut dapat diambil pengertian bahwa metode adalah jalan atau cara
yang ditempuh seorang guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan
pada anak didiknya sehingga dapat mencapai tujuan tertentu.14
Metode pendidikan karakter adalah jalan atau cara yang dapat
ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan karakter
kepada anak didik agar terwujud kepribadian berkarakter (akhlak mulia).
Metode atau alat pendidikan karakter mempunyai peranan penting
sebab merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik dengan
13
Anas Sholehuddin, Op.cit, hlm.54
Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, (Pekalongan : STAIN Pekalongan
Press, 2011), hlm.118
14
28
peserta didik menuju tujuan pendidikan karakter, yaitu terbentuknya
kepribadian berkarakter (akhlak mulia).15
Beberapa metode itu antara lain adalah :
a. Metode bercerita, Mendongeng (Telling Story)
Cerita adalah suatu cara untuk menarik perhatian anak. Metode
bercerita ialah suatu cara menyampaikan materi pembelajaran melalui
kisah-kisah atau cerita yang dapat menarik perhatian peserta didik.16
b. Metode Karyawisata
Melalui karyawisata dapat ditumbuhkan minat dan rasa ingin tahu
anak terhadap sesuatu, hal itu dimungkinkan karena anak melihat
langsung dalam bentuk nyata dan asli.17
c. Metode Diskusi
Dalam pembelajaran umumnya terdiri dari dua macam, diskusi kelas
(whole group) dan diskusi kelompok. Diskusi kelas umumnya
dipimpin oleh guru, bentuk diskusi ini tepat bagi siswa sekolah dasar
kelas IV sampai VI. Sementara itu, diskusi kelompok dapat berupa
kelompok kecil yang anggotanya 2-6 orang, arau kelompok yang lebih
besar, anggotanya dapat mencapai 20 orang. Biasanya dilakukan bagi
anak-anak SMP dan SMA/SMK.
15
Anas Sholehuddin, Op.cit, hlm.218
Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini, (Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2012), hlm.179
17
Ibid, hlm.183
16
29
d. Metode Simulasi (Bermain Peran/Role Playing dan Sosiodrama)
Simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan sesuatu yang
terjadi
sesungguhnya.
Simulasi
ditujukan
untuk
memperoleh
pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, serta bertujuan untuk
memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.
e. Metode atau Model Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan pendapat sejumlah ahli, metode ini dianggap paling
umum dan paling efektif bagi implementasi pendidikan. Baru pada
implementasi
metodenya
saja
sejumlah
nilai
karakter
dapat
dikembangkan. Jadi, mata pelajaran apa saja jika menerapkan metode
ini sudah mengimplementasikan pendidikan karakter. Namun,
pemilihan materi terkait dengan pengembangan karakter akan lebih
memperkuat efektivitas metode ini dalam implementasi pendidikan
karakter.18
B. Kedisiplinan
1. Pengertian Kedisiplinan
Kedisiplinan secara etimologi berasal dari kata dasar disiplin yang
mendapat awalan ke- dan akhiran –an, sehingga mempunyai arti
membentuk kata benda. Sedangkan dalam kamus umum bahasa Indonesia
18
Muchlas Sam‟ani, Op.cit, hlm.157
30
disebutkan bahwa “disiplin adalah latihan batin atau watak dengan maksud
segala perbuatannya selalu menaati tata tertib.”19
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian
diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Pengertian disiplin
menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata
tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata
hatinya.20
Self dicipline atau disiplin terhadap diri sendiri merupakan salah
satu faktor yang harus diperhatikan di dalam belajar. Self dicipline ini
harus ditanamkan dan dimiliki oleh tiap-tiap individu, karena sekalipun
mempunyai rencana belajar yang baik, akan tetapi tinggal rencana kalau
tidak adanya disiplin diri.21
Menurut Oteng Sutisna dalam bukunya yang berjudul Administrasi
Pendidikan, menyebutkan bahwa pada dasarnya istilah disiplin ini mengandung
banyak arti yang di antaranya yaitu :
a. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan
atau kepentingan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakan
yang lebih efektif dan dapat diandalkan.
b. Pencarian cara-cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif dan
diarahkan sendiri, sekalipun menghadapi rintangan atau gangguan.
19
WJS Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, tt),
hlm.254
20
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran secara Manusiawi, (Yogyakarta : Rineka
Cipta, 1980), hlm.114
21
Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta : Andi offset, 1995),
hlm.123
31
c. Pengendalian perilaku murid dengan langsung dan otoriter melalui
hukuman dan atau hadiah.
d. Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau
keadaan serba teratur dan efisiensi.
e. Pengendalian diri, perilaku yang tertib.
f. Penerimaan atau ketundukan kepada kekuasaan dan kontrol.22
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan
suatu sistem yang mengharuskan orang tunduk kepada keputusan,
perintah, dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain disiplin adalah
sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
Disamping mengandung arti taat dan patuh pada peraturan, disiplin juga
mengandung arti kepatuhan terhadap perintah pemimpin, perhatian dan
kontrol yang kuat terhadap penggunaaan waktu, tanggung jawab atas tugas
yang diamanahkan, serta kesungguhan terhadap bidang keahlian yang
ditekuni.23
Disiplin dimengerti sebagai cara untuk membantu anak agar dapat
mengembangkan pengendalian diri. Dengan disiplin, anak dapat
memperoleh batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah.
Disiplin mendorong, membimbing dan membantu anak agar memperoleh
perasaan puas karena kesetiaan dan kepatuhannya dan mengajarkan
kepada anak bagaimana berpikir secara teratur.
22
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan (Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional),
(Bandung : Angkasa, 1989), hlm.109
23
Ngainun Naim, Character Building (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 142-143.
32
Bahkan selanjutnya dijelaskan bahwa disiplin dapat memenuhi
kebutuhan anak dalam banyak hal. Karena, dengan disiplin, anak dapat
berpikir dan menentukan sendiri tingkah laku sosialnya sesuai dengan
lingkungan sosialnya.24
2. Tujuan Kedisiplinan
Menanamkan disiplin pada anak bertujuan untuk menolong anak
memperoleh keseimbangan antara kebutuhannya untuk berdikari dan
penghargaan terhadap hak-hak orang lain. Disiplin di sekolah bukan suatu
usaha untuk membuat anak menahaan tingkah laku yang tidak diterima
oleh sekolah, melainkan suatu usaha untuk memperkenalkan cata atau
memberi pengalaman, yang akhirnya membawa anak kepada pemilikan
suatu disiplin dari dalam. Penanaman sikap disiplin juga tidak cukup satu
atau dua kali dilakukan, melainkan disiplin dilakukan secara kontinyu atau
terus menerus. Latihan dan latihan adalah kunci sukses untuk memiliki
sikap disiplin.25
Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip
yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis,
sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut, yakni
dari, oleh dan untuk peserta didik.26
24
Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, (Jakarta : Gramedia, 2009), hlm.
82-83
25
Amiroedin, Disiplin Militer dan Pembinaannya,(Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hlm.21
E. Mulyasa, op., cit., hlm. 172.
26
33
3. Fungsi Disiplin
Mendisiplinkan anak berarti membantu mereka mengembangkan
tanggung jawab dan kendali diri. Kendali diri disebut juga dengan
kesadaran diri, atau menjadi sadar pada akibat logis perilaku yang
diinginkan dan tidak diinginkan, kemudian membuat pilihan yang benar.27
Dengan pemahaman tentang disiplin, dapatlah dimengerti bahwa
disiplin akan membantu anak dalam beberapa aspek kepribadiannya.
Menurut Singgih D Gunarsa dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, Disiplin dalam porsi yang tepat akan
berguna untuk :
a.
Membantu penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.
Dengan disiplin, anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan harapan
lingkungan, yang selanjutnya akan menentukan posisi mereka dalam
lingkungan tersebut, diterima atau ditolak.
b.
Memberi rasa aman. Anak masih terbatas dalam pengalaman dan
pemahaman mengenai segala sesuatunya di dunia ini. Jadi, anak akan
lebih mudah bagi mereka jika, untuk beberapa hal, memiliki patokan
yang jelas mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak, apa yang
diterima lingkungan apa yang dihindari lingkungannya.
c.
Dengan memiliki rasa aman karena arahan yang jelas, berarti anak
juga terhindar dari rasa salah dan rasa malu yang mungkin ia alami
jika ia melakukan “kesalahan” dalam berperilaku di lingkungannya.
27
Sirinam S. Khalsa, Pengajaran Disiplin dan Harga Diri : Strategi, Anekdot, dan
Pelajaran Efektif untuk Keberhasilan Manajemen Kelas (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hlm. Xxi.
34
d.
Dengan arahan yang jelas, berarti anak juga dapat mengembangkan
keinginan untuk berbuat baik, benar, dan yang terutama adalah
perbuatan yang sesuai dengan harapan lingkungannya, dan akan lebih
baik lagi jika menghasilkan respons positif dari lingkungan (pujian,
penghargaan).
e.
Disiplin dalam porsi yang sesuai dengan perkembangan anak akan
membantu anak mengembangkan kepribadiannya dan menjadi
pendorong bagi anak untuk peka terhadap keinginan lingkungan dan
menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut.
f.
Hati nurani, atau “polisi” internal seorang anak juga dapat
berkembang dengan adanya disiplin.28
4. Bentuk-bentuk disiplin
Kedisiplinan dapat dilakukan dan diajarkan kepada anak di
sekolah maupun di rumah dengan cara membuat semacam peraturan atau
tata tertib yang wajib dipatuhi oleh setiap anak. Peraturan dibuat secara
fleksibel, tetapi tegas. Dengan kata lain peraturan menyesuaikan dengan
kondisi perkembangan anak, serta dilaksanakan dengan penuh ketegasan.
Apabila ada anak yang melanggar, harus menerima konsekuensi yang telah
disepakati.29
Ada tiga bentuk disiplin. Pertama, disiplin Otoriter yang
mengutamakan peraturan yang ketat agar tujuan yang ditetapkan tercapai.
28
Singgih D Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta : Gunung
Mulia, 2008), hlm.94-95
29
Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida, op. cit., hlm. 192.
35
Menurut konsep ini anak harus melaksanakan aturan tanpa hak
berkomentar tentang aturan tersebut. Bahkan sering kali anak tidak
mengerti alasan aturan diterapkan. Akibatnya, disiplin ini kehilangan
maknanya untuk memberikan kesempatan pada anak agar ia dapat
memiliki kendali atas benar dan salah dalam dirinya sendiri.
Kedua, disiplin Permisif yang merupakan jenis bentuk disiplin
yang tidak atau hanya sedikit menerapkan disiplin. Anak dibiarkan bebas
melakukan apa yang ingin lakukan, tanpa pengarahan akan tingkah laku
yang diharapkan dari lingkungan sosialnya, dan tanpa konsekuensi negatif
dari tindakannya tersebut.
Ketiga, disiplin Demokratis yang mensyaratkan penjelasan mengenai
peraturan yang diterapkan, adanya diskusi antara penentu peraturan
dengan perilaku peraturan, serta adanya pemahaman dari perilaku
peraturan akan yang berlaku. Inti dari disiplin ini adalah unsur pendidikan
yang terkandung di dalamnya, bukan pada hubungan aturan dengan
hukuman. Tujuan dari disiplin jenis ini adalah untuk melatih anak
mengembangkan kontrol atas tingkah laku mereka sendiri sehingga
mereka dapat melakukan kata lain, menjadi anak yang mau bekerja sama.30
5. Strategi Mendisiplinkan Siswa
Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter, guru harus
mampu menumbuhkan disiplin peseta didik, terutama disiplin diri (selfdicipline). Soelaeman mengemukakan bahwa guru berfungsi sebagai
30
Singgih D Gunarsa, Op.cit, hlm.103
36
pengemban ketertiban, yang patut digugu dan ditiru, tapi tidak diharapkan
sikap yang otoriter.
Memperhatikan pendapat Reiman and Payne yang dikutip oleh E.
Mulyasa bahwa strategi untuk mendisiplinkan peserta didik, sebagai
berikut :
a. Konsep diri (self-concept), strategi ini menekankan bahwa konsepkonsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari
setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan
bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peseta
didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam
memecahkan masalah.
b. Keterampilan dan komunikasi (communication skills), guru harus
memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima
semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
c. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical
consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta
didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya.
Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku yang salah. Untuk itu,
guru disarankan : a) menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang
salah, sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya,
dan b) memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang
salah.
37
d. Klarifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untu
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri
tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.
e. Analisis transaksional (transactional analysis), disarankan agar guru
belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan
peserta didik yang menghadapi masalah.
f. Terapi realitas (reality therapy), sekolah harus berupaya mengurangi
kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus
bersikap positif dan bertanggung jawab.
g. Disiplin
yang
terintegrasi
(assertive
discipline),
metode
ini
menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan
dan mempertahankan peraturan. Prinsip-prinsip modifikasi perilaku
yang sistematik diimplementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan
papan tulis untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang
berperilaku menyimpang.
h. Modifikasi
perilaku
(behaviour
modification),
perilaku
salah
disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakan remidiasi. Sehubungan
dengan hal tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan
yang kondusif.
i. Tantangan bagi disiplin (dare to discipline), guru diharapkan cekatan,
sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan
ini mengansumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai
keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu
38
membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi
sebagai pemimpin.31
Mendisiplinkan anak berarti membantu mereka mengembangkan
tanggung jawab dan kendali diri. Kendali diri disebut juga dengan
kesadaran diri, atau menjadi sadar pada akibat logis perilaku yang
diinginkan dan tidak diinginkan, kemudian membuat pilihan yang
benar.32
Sofchah Sulistyowati mengemukakan bahwa agar seorang pelajar
dapat belajar dengan baik ia harus bersikap disiplin, terutama disiplin
dalam hal-hal sebagai berikut:
a.
Disiplin dalam menepati jadwal.
b.
Disiplin dalam mengatasi semua godaan yang akan menunda-nunda
waktu belajar.
c.
Disiplin terhadap diri-sendiri untuk dapat menumbuhkan kemauan
dan semangat baik di sekolah seperti menaati tata tertib, maupun
disiplin di rumah seperti teratur dalam belajar.
d.
Disiplin dalam menjaga kondisi fisik agar selalu sehat dan fit dengan
cara makan yang teratur dan bergizi serta berolahraga secara
teratur.33
31
E. Mulyasa, Op.cit, hlm.26-28
Sirinam S. Khalsa, Pengajaran Disiplin dan Harga Diri : Strategi, Anekdot, dan
Pelajaran Efektif untuk Keberhasilan Manajemen Kelas (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hlm. Xxi.
33
Sofchah Sulistyowati, Cara Belajar yang Efektif dan Efisien (Pekalongan: Cinta Ilmu
Pekalongan, 2001), hlm. 3.
32
39
Menurut Sri Pustaka dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan II, di bawah ini adalah langkah-langkah
untuk mengembangkan sikap disiplin antara lain sebagai berikut.
a.
Mengenal dan memahami peraturan yang ada
b.
Mempunyai kesadaran akan pentingnya peraturan-peraturan yang
ada, serta kesadaran akan tujuan dari peraturan-peraturan tersebut.
c.
Dengan kesadaran, akan mengarahkan sikap dan perbuatan untuk
menjunjung tinggi dan taat pada peraturan yang ada.
d.
Membiasakan sikap dan perbuatan disiplin.34
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Dari hasil penelitian J. M Lonan dan Lioew yang dikutip dari Novan
Ardy Waryani dapat diketahui bahwa setidaknya ada faktor yang
mempengaruhi kedisiplinan pada:
a. Banyak sedikitnya anggota keluarga
b. Pendidikan orang tua
c. Pendapatan orang tua35
Sifat disiplin yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil interaksi
berbagai unsur di sekelilingnya. Disiplin juga merupakan sikap yang
bersifat lahir dan batin yang pembentukannya memerlukan latihan-latihan
yang disertai oleh rasa kesadaran dan pengabdian, dimana perbuatan setiap
perilaku merupakan pilihan yang paling tepat bagi dirinya. Hal ini tidak
terlepas karena sikap disiplin seseorang sangat relatif tergantung pada
34
Sri Pustaka, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan II, (Yogyakarta : Cempaka
Putih, 2005), hlm.114
35
Novan Ardy Wiyani, op. cit., hlm. 49.
40
dorongan yang ada di sekelilingnya, dimana dorongan tersebut sangat
mudah mengalami perubahan, bisa meningkat, menurun bahkan bisa hilang.
Artinya sikap disiplin yang ada pada diri siswa tergantung dengan keadaan
lingkungan sekitarnya.
Ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
kedisiplinan,
diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Diri sendiri
b. Keluarga
c. Pergaulan di lingkungan
Disiplin yang dimaksud adalah membiasakan anak dengan tradisi
baik, seperti mengetahui kewajibannya, tepat dan teliti dalam
melaksanakan tugasnya, memiliki motivasi dari dalam
dirinya, dan
bertanggung jawab.36
36
Makmum Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak (Jakarta: Pustaka
Al-Kausar, 2007), hlm. 113.
Download