5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan fisiologi paru

advertisement
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan fisiologi paru-paru
Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer dan
darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik
yang berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi)
dan mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi). Untuk melakukan
fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting, antara lain
(Guyton, 1983 ; Wenzel dan Larsen, 1996) :
a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh
darah.
c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan
parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks
bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang
normalnya tidak berisi apapun.
d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni (Guyton, 1983) :
a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan
diekspirasikan pada setiap pernapasan normal;
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal;
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi;
d. Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paruparu setelah melakukan ekspirasi kuat.
Dalam
menguraikan peristiwa-peristiwa pada
siklus paru-paru,
juga
diperlukan kapasitas paru-paru yaitu (Guyton, 1983):
1. Kapasitas inspirasi
2. Kapasitas residual fungsional
Universitas Sumatera Utara
6
3. Kapasitas vital paksa
4. Kapasitas total paru-paru.
2.2. Latihan fisik
Latihan fisik / olah raga adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan
terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan
tujuan untuk memperbaiki kebugaran fisik (Committee on sports medicine and
fitness, 1994).
Pada umumnya, latihan fisik menggambarkan proses metabolik yang
menyediakan energi untuk kontraksi otot seperti aerobik (dengan oksigen)
ataupun anaerobik (tanpa oksigen) (Homsby, 2005). Derajat beratnya latihan fisik
dibuat berdasarkan:
a. keluaran energi (energy expenditure) / menit. Pemakaian energi adalah
besarnya oksigen yang digunakan (O2 uptake) per menit;
b. kekuatan (Watt);
c. nadi (pulse rate).
Tabel 2.1. Gradasi/tingkatan latihan fisik
Jenis latihan
O2 uptake
fisik
(liter/menit)
Maksimal
> 2,5
Sangat berat
2-2,5
Berat
1,5-2
Sedang
1-1,5
Ringan
Sampai 1
Sumber: Chaudhuri SK (2004)
Kekuatan
(Watt)
≥ 850
700-850
500-700
350-500
170-350
Nadi
(pulse rate).
> 175
150-175
120-150
100-120
Sampai 100
2.2.1. Treadmill
2.2.1.1 Pengertian
Menurut Wilmore (2008), treadmill merupakan salah satu alat ergometer yang
paling sering digunakan. Ergometer adalah alat olahraga yang intensitas kerjanya
dapat dikontrol dan diukur. Treadmill secara umum memiliki nilai kepercayaan
tinggi dalam memperlihatkan nilai denyut jantung, kebutuhan oksigen serta
ventilasi.
Universitas Sumatera Utara
7
Menurut Suyono (2004) dalam Makmur (2008), kerja treadmill ditandai
oleh adanya peningkatan pada setiap kemiringan yang dinyatakan sebagai persen
(%), kecepatan treadmill atau keduanya. Derajat kemiringan menunjukkan jumlah
elevasi jarak dengan menggunakan satuan kaki (feet) untuk setiap 100 kaki jarak
perjalanan.
2.2.1.2 Langkah kerja
Menurut Jones (2007), treadmill test dapat dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap
pertama digunakan untuk menentukan kebutuhan oksigen dan respon denyut
jantung terhadap rentang kecepatan berlari. Dimana setiap tahapan berdurasi 3
menit dan ditingkatkan 1,0 km per jam untuk setiap tahapan. Subjek minimal
dapat menyelesaikan 5 tahapan pertama dan maksimal 9 tahapan.
Menurut Brown (2006), protokol Bruce merupakan salah satu protokol
treadmill yang paling sering digunakan. Menurut protokol ini, kecepatan dan
tingkatan diubah setiap 3 menit. Keuntungan dari protokol ini, test yang dilakukan
relatif singkat. Protokol Bruce yang dimodifikasi berfungsi agar individu tersebut
dapat melakukan pemanasan sebelum masuk ke tahap pertama.
Menurut Brown (2006), protokol Balke digunakan untuk kecepatan
berjalan yang spontan dengan penambahan tingkatan 2,5 % setiap 2 menit.
Protokol Balke merupakan alat test diagnostik terbaik untuk individu dengan
kapasitas fungsional yang rendah. Selain itu terdapat juga protokol Balke
modifikasi, dimana kecepatan treadmill dimulai dengan kecepatan 2,0 km/jam dan
penambahan setiap tingkatan 3,5 % untuk setiap tingkatan pada lima tingkat
pertama.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.2. Protokol Bruce
Tahap
Kecepatan
Tingkatan
Durasi
(km/jam)
(%)
(menit)
0*
1,7
0
3
0,5 *
1,7
5
3
1
1,7
10
3
2
2,5
12
3
3
3,4
14
3
4
4,2
16
3
5
5,0
18
3
6
5,5
20
3
7
6,0
22
3
*tahap 0 dan 0,5 disebut sebagai protokol bruce modifikasi
Metabolic
equivalent
1,7
2,9
4,7
7,1
10,2
13,5
20,4
20,4
23,8
Sumber : Brown (2006)
Tabel 2.3. Protokol Balke
Tahap
Kecepatan
(km/jam)
1
3,0
2
3,0
3
3,0
4
3,0
5
3,0
6
3,0
7
3,0
8
3,0
9
3,0
Sumber : Brown (2006)
Tingkatan
(%)
2,5
5,0
7,5
10,0
12,5
15,0
17,5
20,0
22,5
Tabel 2.4. Protokol Balke modifikasi
Tahap Kecepatan(km/jam) Tingkatan(
%)
1
2,0
0
2
2,0
3,5
3
2,0
7,0
4
2,0
10,5
5
2,0
14,0
6
2,0
17,5
7
3,0
12,5
8
3,0
15,0
9
3,0
17,5
10
3,0
20,0
11
3,0
22,5
Sumber : Brown (2006)
Durasi
(menit)
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Metabolic
equivalent
4,3
5,4
6,4
7,4
8,5
9,5
10,5
11,6
12,6
Durasi(menit
)
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Metabolic
Equivalent
2,5
3,5
4,5
5,4
6,4
7,4
8,5
9,5
10,5
11,6
12,6
Universitas Sumatera Utara
9
2.3. Pengaruh latihan fisik terhadap sistem pernapasan (respirasi)
Selama latihan fisik, jumlah oksigen yang masuk ke aliran darah pada paru
meningkat karena jumlah oksigen yang ditambahkan pada tiap unit darah dan
aliran darah paru per menit meningkat (Ganong, 2003 ; Shepherd, 1963).
Pada permulaan latihan fisik, terdapat kenaikan ventilasi yang tiba-tiba,
selanjutnya diikuti oleh kenaikan yang perlahan. Pada latihan fisik sedang,
peningkatan ventilasi terutama disebabkan dalamnya pernapasan, kemudian
diikuti oleh peningkatan kecepatan pernapasan pada latihan fisik berat.
Peningkatan yang mendadak pada permulaan latihan fisik diduga disebabkan
karena rangsangan psikis dan impuls aferen propioreseptor dalam otot, tendon dan
sendi. Peningkatan ventilasi sebanding dengan peningkatan konsumsi oksigen,
tetapi mekanisme yang bertanggung jawab untuk perangsangan pernapasan ini
tetap merupakan masalah yang masih banyak dipertentangkan. Peningkatan suhu
tubuh mungkin berperan. Mungkin sensitivitas pusat pernapasan terhadap CO 2
meningkat sehingga walaupun PCO2 rata-rata tidak meningkat, CO2 inilah yang
bertanggung jawab untuk peningkatan ventilasi. Oksigen juga berperan sebagian
walaupun kekurangan oksigen menurunkan PO2 arteri (Shepherd, 1963 ;
Hargeaves, 2003 ; Mcllroy, 1963).
Pada saat latihan fisik berat, pendaparan (buffer) karena peningkatan
jumlah asam laktat yang dihasilkan mengeluarkan lebih banyak CO 2 dan lebih
lanjut hal ini meningkatkan vemtilasi. Dengan meningkatnya pembentukan asam,
ventilasi meningkat dan pembentukan CO2 tetap sebanding. Jadi, CO2 alveolar
dan CO2 arteri relatif hanya sedikit berubah dan PO2 alveolar juga turun, demikian
juga PCO2 arteri (Ganong, 2003).
2.3.1. Respons paru pada saat aktivitas fisik / olahraga
Jika seseorang melakukan latihan fisik tentu akan mempengaruhi fungsi paru
selama latihan oleh karena peningkatan penggunaan oksigen dalam darah.
Karbondioksida dalam darah yang meningkat tersebut perlu dikeluarkan melalui
paru-paru. Penilaian fungsi paru setelah latihan fisik sering memberikan arti klinis
(Goubalt et al, 2001 ; Sabapathy et al, 2004). Perubahan yang terjadi dalam paru-
Universitas Sumatera Utara
10
paru ini dapat diukur. Spirometer digunakan untuk mengukur kapasitas vital dan
subdivisinya serta kecepatan aliran ekspirasi atau inspirasi. Ada banyak penilaian
yang biasa dilakukan salah satunya adalah volume ekspirasi paksa dalam satu
detik (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP) (Haddad, 2003).
2.4. Uji fungsi paru
Volume ekspirasi paksa pada detik pertama dan KVP adalah pemeriksaan uji
fungsi paru yang sederhana dan relatif murah dimana KVP merupakan jumlah
udara yang dapat dikeluarkan pada suatu ekspirasi paksa sesudah suatu inspirasi
maksimal, sedangkan VEP1 adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan pada
satu detik pertama suatu ekspirasi paksa sesudah suatu inspirasi maksimal.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk konfirmasi diagnosis, menentukan faktor
pencetus serta menilai beratnya kelainan dan respons pengobatan (Anderson,
2002; Panditi dan Silverman, 2003; Martin, Landau, dan Phelan, 1980).
Nilai VEP1 < 80% atau VEP1/KVP < 80% menunjukkan indikasi
obstruksi jalan napas. Perbandingan VEP1 dan KVP > 80% mengindikasikan
fungsi jalan napas yang normal.
Dikatakan asma episodik jarang jika nilai
VEP1/KVP > 80%, episodik sering jika nilai VEP1/KVP 60 - 80% dan asma
persisten jika VEP1/KVP < 60% (Rahajoe, 2004).
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur
sebagian besar volume dan kapasitas paru-paru dengan menggunakan alat
spirometer (American Thoracic Society, 1987). Spirometer elektronik dapat
mengukur berbagai macam parameter fungsi paru, misalnya VEP1, KVP, dan lain
sebagainya
(Hodgkin,
1984;
Higenbottam,
1986;
American
Thoracic
Society,1991).
Pada pemeriksaan ini diperlukan latihan fisik smapai submaksimal selama
6-8 menit. Biasanya bronkokonstriksi muncul segera setelah latihan fisik
dihentikan, maksimal sesudah 3-5 menit dan kembali ke keadaan sebelumnya
dalam 1-2 jam. Keadaan bronkokonstriksi setelah latihan ini biasanya didahului
bronkokonstriksi sebentar selama 1-2 menit pertama latihan (Munasir, 1996).
Universitas Sumatera Utara
11
2.5. Minuman beroksigen
2.5.1.Transpor oksigen
Transpor oksigen merupakan bagian dari respirasi eksternal, yaitu tahap
pengangkutan oksigen dari paru – paru ke jaringan. Respirasi eksternal meliputi
pertukaran udara antara atmosfir dan paru – paru, pertukaran oksigen dan karbon
dioksida antara paru – paru dan darah, pengangkutan oksigen dan karbon dioksida
oleh darah dan pertukaran gas antara darah dan sel – sel jaringan (Bamford, 1999).
Oksigen diangkut oleh darah sebagian besar (sekitar 97%) dalam bentuk
terikat dengan hemoglobin, dan sisanya dalam bentuk terlarut dalam plasma.38
Sekitar 0,17 ml oksigen secara normal ditranspor dalam keadaan terlarut ke
jaringan oleh tiap 100 ml plasma darah dan lebih kurang 5 ml oksigen yang
ditranspor oleh hemoglobin. Oleh karena itu, sejumlah oksigen dalam bentuk
terlarut yang ditranspor ke jaringan adalah kecil, hanya sekitar 3% dari jumlah
total bila dibandingkan dengan 97% yang ditranspor oleh hemoglobin. Selama
kerja berat, bila transpor meningkat 3 kali lipat, jumlah relatif yang ditranspor
dalam bentuk terlarut turun manjdai 1,5 %. Bila seseorang bernapas dengan
oksigen pada tekanan parsial oksigen alveolus (PAO2) yang sangat tinggi, jumlah
yang ditranspor dalam bentuk terlarut dapat menjadi berlebihan sehingga terjadi
kelebihan oksigen jaringan (Bamford, 1999).
Besarnya PAO2 dapat dihitung dengan persamaan (Fikri, 2005):
PAO2 = (PB-PH20) FiO2 - PaCO2 x 1/RQ; dimana:
PAO2 = tekanan parsial oksigen alveolus
PB
= tekanan barometer pada permukaan laut (780 mmHg)
PH2O = tekanan uap air (57 mmHg)
FiO2
= fraksi oksigen saat inspirasi
PaCO2 = tekanan parsial CO2 di arteri
RQ
= respiratory quetiont
Difusi molekul oksigen di antara udara alveolus dan darah paru ditentukan
oleh perbedaan tekanan parsial oksigen di alveolus (PAO 2) dan arteri (PaO2), luas
area untuk berdifusi, ketebalan membran difusi, dan jarak difusi. PAO 2 gas
oksigen dalam alveolus adalah 104 mmHg, sedangkan PaO2 sekitar 95 mmHg.
Universitas Sumatera Utara
12
Perbedaan tekanan ini yang menyebabkan oksigen berdifusi dari alveolus dan
arteri atau P(A-a)O2 normalnya < 20 mmHg. Jika perbedaannya > 60 mmHg
berarti terjadi gangguan difusi. Pengangkutan oksigen dalam tubuh melibatkan
fungsi paru dan oksigen yang ditranspor dari jaringan tergantung dari jumlah
oksigen yang masuk ke paru-paru, difusi oksigen antara alveolus dan arteri, aliran
darah ke jaringan dan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen (Fikri,
2005).
Transpor oksigen dalam darah ada 2 bentuk yaitu terlarut dalam plasma
dan terikat dengan hemoglobin. Sesuai dengan hukum Henry, jumlah oksigen
yang larut dalam plasma berhubungan langsung dengan PaO2. Karena oksigen
relatif tidak larut dalam air, maka hanya 3 ml oksigen yang diangkut dalam bentuk
terlarut setiap 1 L darah pada PaO2 100 mmHg atau 0,003 ml oksigen dalam 1 ml
darah (Fikri, 2005).
Selain terlarut dalam plasma, oksigen diangkut hemoglobin dan bersifat
reversibel. Secara sederhana ikatan kimia oksigen dan hemoglobin adalah
O2 + Hb  HbO2 (Ganong, 2003).
Oksigen terikat pada sisi hem dari hemoglobin. Presentasi sisi heme
hemoglobin yang mengikat oksigen tersebut disebut saturasi oksigen (SaO2).
Bagian hem dari molekul hemoglobin mampu mengikat empat molekul oksigen.
Saturasi oksigen tidak menunjukkan jumlah total oksigen dalam darah, karena
tidak semua oksigen terikat dengan hemoglobin (Ganong, 2003). Saturasi oksigen
dipengaruhi oleh tekanan oksigen (PaO2), suhu, pH, PaCO2, dan kadar enzim 2,3DPG. Peningkatan suhu, PaCO2, 2,3-DPG dan penurunan pH darah akan
menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen (Fikri, 2005).
Darah pada orang normal mengandung hemoglobin hampir 15 gram dalam
tiap 100 ml darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal
kira-kira 1,34 ml oksigen. Rata – rata hemoglobin dalam 100 ml darah dapat
bergabung dengan total sekitar 20 ml oksigen bila tingkat kejenuhan 100%. Ini
biasanya dinyatakan sebagai 20% volume (Ganong, 2003).
Selain kemampuan darah dalam mengangkut oksigen, transpor oksigen
juga ditentukan oleh aliran darah ke jaringan dan ini dikenal dengan oxygen
Universitas Sumatera Utara
13
delivery (DO2). Oxygen delivery adalah jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan
setiap menit dan ini merupakan salah satu fungsi utama kardirespirasi. Jumlah
oksigen yang ditranspor dari paru-paru ke jaringan tergantung dari aliran darah ke
jaringan dan kandungan oksigen dalam darah (oxygen content). Oxygen content
disebut sebagai jumlah total oksigen yaitu jumlah oksigen yang terlarut dalam
plasma ditambah oksigen yang terikat dalam hemoglobin. Jumlah total oksigen
yaitu oksigen yang dipergunakan setiap menit untuk keperluan jaringan ditentukan
oleh jumlah oksigen yang ditranspor setiap 100 mL darah dan kecepatan aliran
darah (Fikri, 2005).
2.5.2. Pengosongan lambung dan absorpsi cairan
Kecepatan zat-zat nutrisi termasuk air dan elektrolit masuk ke dalam sistemik
tergantung pada laju pengosongan lambung dan laju absorpsi cairan dari usus
halus. Dalam keadaan biasa terdapat keseimbangan antara laju pengosongan
lambung dengan laju absorpsi usus halus (Nieuwenhoven dan Brummer, 2000).
Beberapa faktor yang diketahui berpengaruh terhadap laju pengosongan isi
lambung tertera pada tabel 2.
Tabel 2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengosongan isi lambung
Faktor
Pengaruh
Volume
Pertambahan volume, meningkatkan laju pengosongan
Kandungan kalori
Semakin besar kalori, menurunkan laju pengosongan
Osmolalitas
Pertambahan osmolalitas memperlambat laju
pengosongan
pH
Pertambahan nilai keasaman mengurangi laju
pengosongan
Intensitas kegiatan
Pertambahan intensitas menurunkan laju pengosongan
Stres
Pertambahan tingkat stres menurunkan laju pengosongan
Dehidrasi
Tingkat dehidrasi berbanding terbalik dengan laju
pengosongan
Sumber : Nieuwenhoven V, Brummer RM, Brouns F38 (2000)
Absorpsi air oksigen pada saluran cerna dapat dinilai dengan pemeriksaan
PaO2 darah. Setelah 5 menit minum air beroksigen akan terjadi peningkatan PaO2
darah. Selama 3 sampai 4 jam kandungan oksigen tetap tinggi didalam darah.
Universitas Sumatera Utara
14
Absorpsi minuman beroksigen masuk ke kapiler membran mukosa saluran cerna
kemudian ke vena portal dan masuk ke sirkulasi hati serta ke seluruh sirkulasi
tubuh. Peningkatan oksigen dalam darah ini akan mencapai organ tubuh
mengikuti jalur hematogen (Pakdaman, 1985).
2.5.3. Manfaat minuman beroksigen pada latihan fisik
Oksigen diperlukan tubuh untuk reaksi oksidasi. Pada manusia, oksigen diangkut
melalui darah oleh hemoglobin dari paru – paru ke jaringan. Minuman beroksigen
mampu berdifusi ke dalam darah melalui absorpsi di saluran intestinal dan
mukosa lainnya setelah dikonsumsi (Pakdaman, 1985). Jenkins dkk melaporkan
bahwa dijumpai peningkatan waktu ketahanan sebesar 11% pada latihan fisik
yang mengkonsumsi minuman beroksigen (Jenkins et al, 2002).
2.5.4. Pengaruh minuman beroksigen terhadap fungsi paru
Pakdaman menyatakan bahwa pemberian minuman beroksigen dapat mengurangi
hipoksia termasuk asma, mencegah hipoventilasi karena penurunan fungsi saluran
napas termasuk pada trauma paru, penyakit paru obstruktif, dan lain-lain
(Pakdaman, 1985). Sebuah studi pada tahun 1997 pada Texas Women’s University
mendapati pelari jarak 5 km yang minum air beroksigen lebih cepat berlari dengan
VO2max yang lebih tinggi dibandingkan yang minum air biasa. Tetapi pada
penelitiannya, Wilmert N dkk menyimpulkan minuman beroksigen tidak
memberikan pengaruh terhadap VO2max (Wilmert et al, 2002).
Matondang dalam penelitiannya tentang pengaruh minuman beroksigen
terhadap fungsi paru dan VO2max pada anak SLTP menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan antara mengkonsumsi air beroksigen dengan air minum biasa saat
latihan fisik terhadap perubahan VEP1, KVP, frekuensi napas, dan nilai VO 2max
(Matondang, 2008).
2.6. Kerangka teori penelitian
Latihan fisik/olahraga adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan
terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan
Universitas Sumatera Utara
15
tujuan untuk memperbaiki kebugaran fisik. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi latihan fisik, lingkungan, cairan, dan IMT (Indeks Masa Tubuh).
Pada penelitian ini ketiga faktor tersebut (IMT, lingkungan, dan cairan)
dipertimbangkan. Adapun latihan fisik yang dilakukan adalah berupa treadmill
yang merupakan latihan fisik/olahraga aerobik (lebih empat menit). Selama
latihan fisik, ada tiga sistem yang memberi respons atau pengaruh dari latihan
fisik tersebut, yaitu sistem kardiovaskular, sistem pernapasan dan sistem otot
skeletal. Pada sistem pernapasan, terjadi peningkatan ventilasi yang ditandai
dengan peningkatan frekuensi pernapasan, PCO 2 dan PO2 masih dalam batas
normal. Sedangkan ventilasi itu sendiri dipengaruhi oleh fungsi paru yaitu VEP1
dan KVP. Meskipun pembagian latihan fisik terdiri dari aerobik dan anaerobik,
tapi sering kedua jenis latihan fisik tersebut terdapat bersamaan. Bila latihan fisik
menggunakan sistem energi anaerobik (asam laktat), maka terjadi penurunan pada
pH.
Pada latihan fisik juga terjadi peningkatan kebutuhan oksigen yang
digunakan untuk kontraksi otot selama latihan fisik. Hal ini terlihat pada sistem
otot skeletal yang membutuhkan energi yang tinggi untuk dikirim ke jaringan otot
selama latihan fisik. Pada sistem kardiovaskular yang mengalami perubahan saat
latihan fisik adalah jantung dan sirkulasi perifer. Pada jantung, terjadi peningkatan
denyut jantung dan curah jantung. Kemudian diikuti oleh perubahan pada sirkulasi
perifer berupa peningkatan tekanan darah. Sedangkan pada sistem respirasi akan
terjadi terjadi penurunan kapasitas faal paru yang meliputi VEP1 dan KVP, yang
diikuti dengan peningkatan laju nafas.
Minuman beroksigen adalah minuman yang mengandung oksigen 7-10
kali lebih banyak dari air biasa. Air beroksigen ini mampu berdifusi ke dalam
darah melalui absorpsi di saluran intestinal dan mukosa lainnya setelah
dikonsumsi. Sehingga diharapkan air tersebut dapat memberikan tambahan
oksigen selama melakukan latihan fisik yang menyebabkan frekuensi napas tidak
meningkat, dan fungsi paru tidak menurun, namun kebutuhan oksigen terpenuhi
sehingga tidak terjadi kelelahan yang cepat. Oleh karena oksigen yang diperoleh
adalah berupa minuman yang masuk ke saluran cerna kemudian masuk ke
Universitas Sumatera Utara
16
pembuluh darah dan selanjutnya dikirim ke jaringan, dalam hal ini adalah otot
skeletal, maka dalam penyerapannya di saluran cerna, terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhinya seperti tertera pada gambar berikut.
Faktor yang berpengaruh pada
latihan fisik:
Sistem
kardiovaskular
Tekanan
darah >>
-
Denyut
jantung >>
Jenis latihan fisik
Lingkungan
Cairan
IMT
Sistem
respirasi
Fungsi paru
Sistem otot
skeletal
-
Curah
jantung >>
VEP1 <<
KVP <<
Frekuensi napas >>
Energi >>
PO2 N
PCO2 >>
VO2max >>
Kebutuhan o2
(O2 uptake) >>
pH <<
Transpor
oksigen
Air beroksigen
Absorpsi usus
Pembuluh darah
Gambar 1. Kerangka teori penelitian
Keterangan:
Ruang lingkup penelitian
Pengaruh langsung
Universitas Sumatera Utara
Download