ABSTRACT Development Method of Detection Contaminant Bacterial Pathogen Escherichia coli in Milk with Real-Time Polymerase Chain Reaction (RTiPCR) By Amalia Masturotul M 09/283370/PA/12532 Detection contaminant bacterial pathogen Escherichia coli in milk with Real-Time Polymerase Chain Reaction (RTi-PCR) have been done. The research aimed to develop detection method of E. coli contamination in milk rapidly. The prosedure of research was begun with development method which was consisted of E. coli culture enrichment, DNA isolation, analysis of DNA concentration, and RTi-PCR analysis that was combined with Melting Curve Analysis (MCA). Then, the research was continued by validation method which was consisted of specificity test to compare between positive control and negative control, precision test or repeatability method in 10 positive control, cut off detection determining, and the last was method application in commercial milk sample. The Results from this research showed that RTi-PCR method used TEco1553 and TecoI754 primer was right method to detect E. coli contamination in milk with typical melting peak point at 84,50 °C. Specificity test showed that this method was specific in detecting E. coli in milk. In precision test, all of positive control resulted melting peak with melting peak point between 84,00 °C – 84,50 °C. This RTi-PCR method could detected contamination of E. coli in milk with cut off detection until 1,6 CFU/mL. Five commercial milk samples that were analysed in application method showed a result that commercial milk samples which sold in traditional market and stall dairy was positive contaminated E. coli. Key word: Escherichia coli, milk contamination, Real-Time PCR. xii BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan pangan yang kaya akan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Berbagai macam vitamin, mineral, protein, dan lemak yang terkandung di dalam susu dapat memberikan manfaat yang beragam pada tubuh, seperti membantu pertumbuhan tulang serta menetralisir racun dalam tubuh. Adanya kandungan nutrisi yang tinggi dalam susu dapat menyebabkan banyaknya bakteri termasuk bakteri yang merugikan dan bersifat patogen dapat tumbuh dan berkembang di dalam susu tersebut. Mikroorganisme yang tumbuh dalam susu tersebut dapat berasal langsung dari sapi perah itu sendiri maupun dari lingkungan pemerahan susu sapi tersebut, meliputi sumber air yang digunakan serta peralatan yang digunakan untuk menyimpan dan mengangkut susu sapi tersebut (Bali et al., 2013). Secara alami, susu yang berasal dari sapi yang sehat mengandung mikroorganisme kurang dari 5 × 103 CFU per mL jika diperah dengan cara yang benar (Suwito, 2010). Namun adanya kontaminasi dari bakteri patogen pada susu segar dapat menyebabkan kasus keracunan makanan yang dapat beresiko fatal. Terdapat banyak bakteri patogen yang dapat mencemari susu, salah satunya yaitu bakteri Escherichia coli. Beberapa tahun terakhir, E. coli telah dilaporkan sebagai penyebab utama terjadinya kasus keracunan makanan oleh mikroba atau lebih dikenal dengan foodborne disease yang terjadi di beberapa negara seperti Inggris, Jepang, Amerika, dan juga Indonesia (Daly et al., 2001). Strain tertentu dari E. coli telah diakui sebagai patogen manusia sejak tahun 1940 dan dikaitkan dengan kasus keracunan makanan yang sering terjadi. E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran feses pada air dan pangan. Terdapat lima kelompok E. coli yang bersifat patogen yaitu enteropatogenik E. coli (EPEC), enteroagregatif E. coli (EAEC), enterotoksigenik 1 2 E. coli (ETEC), enteroinvasif E. coli (EIEC), dan verositotoksin atau shigatoksin E. coli (VTEC/STEC) (Kagkli et al., 2012). E. coli penghasil verotoksin (VTEC) umumnya mengakibatkan diare berdarah dan dapat menyebabkan uremia hemolitik, yang ditandai dengan trombositopenia, anemia hemolitik, dan gagal ginjal akut terutama pada anak- anak, sehingga E. coli jenis ini lebih dikenal dengan enterohemoragik E. coli (EHEC). Saat ini, E. coli dengan strain EHEC ini sedang menjadi pusat penelitian dunia karena dinilai strain E. coli yang paling berbahaya dan paling sering mencemari makanan sehingga menimbulkan berbagai masalah keracunan yang dapat mengakibatkan kematian (Djafaar dan Rahayu, 2007). Kasus keracunan makanan akibat kontaminasi E. coli telah dilaporkan terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Seperti yang telah terjadi di Kediri, Jawa Timur, sebanyak 7 pelajar sekolah dasar keracunan susu pemberian pemerintah yang dibagikan secara gratis di sekolah pada Oktober 2011. Kasus serupa juga terjadi pada 15 Juni 2012, belasan santri sebuah pesantren di Sukabumi, Jawa Barat mengalami mual-mual, muntah bahkan diare setelah mengkonsumsi susu kemasan. Pada September 2013, tiga balita di Tasikmalaya, Jawa Barat juga mengalami keracunan susu. Gejala yang ditimbulkan pada beberapa kasus tersebut memiliki kesamaan dengan gejala keracunan yang diakibatkan oleh E. coli yaitu nyeri perut, mual, dan diare. Metode deteksi E. coli dalam makanan menjadi suatu hal yang amat penting dan dibutuhkan yang berguna untuk mengidentifikasi penyebab utama kasus keracunan yang sedang terjadi serta untuk menjamin kesehatan masyarakat. Berbagai macam metode telah dikembangkan untuk mendeteksi adanya kontaminasi E. coli di dalam makanan (Fode et al., 2003). Uji mikrobiologis untuk mendeteksi bakteri Escherichia coli dalam air umumnya dilakukan melalui pendekatan konvensional, yaitu cara kultur dan uji sifat biokimia. Namun demikian metode konvensional ini pada umumnya memerlukan waktu 5-7 hari untuk mendapatkan hasil yang positif. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, metode analisis berbasis kultur tersebut mulai ditinggalkan karena metode berbasis kultur tersebut 3 dinilai memiliki kelemahan dalam hal tingkat kecepatan analisis. Hal ini dapat berpengaruh pada melambatnya upaya pencegahan dan penanganan kontaminasi E. coli dalam makanan khususnya dalam susu segar (Heijnen dan Medema, 2009). Oleh karena itu, beberapa upaya pengembangan untuk mendeteksi E. coli dalam makanan telah dilakukan. Metode lain yang telah dikembangkan untuk mendeteksi adanya kontaminasi E. coli dalam susu segar berbasis molekuler yaitu melalui uji PCR (Polymerase Chain Reaction). Reaksi polimerase berantai atau dikenal sebagai polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. PCR merupakan reaksi berulang yang meliputi tahap denaturasi templat, annealing (penempelan) pasangan primer pada untai tunggal DNA target dan extension (pemanjangan atau polimerisasi) sehingga diperoleh amplifikasi DNA antara 105-109 kali (Abdullah dan Retnoningrum, 2003). Penelitian mengenai deteksi kontaminasi E. coli dengan PCR telah dilakukan sebelumnya oleh Tsen et al. (1998) dengan menggunakan primer 16E1/16E2/16E3 dalam sampel air dan juga susu skim. Metode deteksi kontaminasi E. coli dalam produk pangan dengan PCR konvensional masih memiliki kekurangan. Hal ini dikarenakan analisis pemisahan produk hasil PCR dilakukan melalui proses elektroforesis sehingga dinilai kurang efisien. Pengembangan metode untuk mengatasi kekurangan pada metode PCR konvensional tersebut yaitu melalui teknik Real-Time PCR (RTi-PCR) yang dapat mengamplifikasi gen tuf pada E. coli. Gen tuf merupakan gen pengkode faktor elongasi (elongation factor thermo unstable/ EF-Tu) pada proses translasi protein sel prokariot. Metode RTi-PCR memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode PCR konvensional. Analisis produk amplifikasi pada RTi-PCR tersebut dapat diamati secara langsung dengan menggunakan pewarna ikatan DNA (DNA binding dye) seperti SYBR green atau melalui penggunaan fluorescent probe dalam waktu yang singkat serta memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Selain itu, resiko kontaminasi pada metode RTi-PCR ini dapat dikurangi karena 4 pada saat proses analisis produk amplifikasi, tidak perlu membuka tube untuk analisis lain setelah proses PCR (Jothikumar dan Griffiths, 2002). Penelitian yang dilakukan saat ini difokuskan pada sistem deteksi yang efektif dan cepat untuk mengetahui adanya kontaminasi E. coli dalam susu. Maka dari itu, perlu dilakukan pengembangan metode deteksi E. coli dengan menggunakan teknik RTi-PCR yang dikombinasikan dengan Melting Curve Analysis (MCA). Uji sepesifisitas, uji presisi serta penentuan cut off deteksi dari pengembangan metode ini perlu dilakukan untuk mengetahui keakuratan dan ketepatan metode dalam mendeteksi adanya kontaminasi E. coli dalam susu. Dengan demikian, diharapkan pengembangan metode ini dapat diaplikasikan pada analisis kontaminasi E. coli dalam sampel susu yang beredar di masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini akan menerapkan metode deteksi kontaminasi E. coli dengan RTi-PCR dengan rumusan masalah: 1. Apakah primer TEco1553 dan Teco1754 dengan gen target tuf mampu mendeteksi kontaminasi E. coli secara spesifik dengan RTi-PCR? 2. Bagaimana tingkat spesifisitas, presisi, dan cut off deteksi metode RTi-PCR dalam mendeteksi kontaminasi bakteri E. coli pada susu? 3. Bagaimana hasil aplikasi metode RTi-PCR terhadap sampel susu yang beredar di masyarakat? I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu: 1. Mengetahui apakah primer TEco1553 dan Teco1754 dengan gen target tuf mampu mendeteksi kontaminasi E. coli secara spesifik dengan RTi-PCR. 2. Melakukan uji spesifisitas, uji presisi, serta penentuan cut off detection pada metode RTi-PCR untuk deteksi kontaminasi E. coli pada susu. 3. Mempelajari penggunaan dan pengaplikasian metode RTi-PCR untuk deteksi E. coli pada susu. 5 I.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Metode RTi-PCR dapat digunakan untuk pengujian kontaminasi E. coli pada makanan sehingga diperoleh informasi yang cepat dan tepat. 2. Memberikan kontribusi dalam pengembangan metode identifikasi E. coli pada makanan dengan pendekatan molekular DNA yang dapat dijadikan alternatif selain dengan metode konvensional yang selama ini telah dilakukan.