9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Keterampilan Menulis Karangan Siswa Kelas IV SD
a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Masa usia siswa sekolah dasar adalah sekitar 6-12 tahun. Masa
tersebut
merupakan
tahapan
perkembangan
penting
dan
fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya.
bahkan
Siswa
merupakan subjek dalam pembelajaran yang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda.
Untuk itu, guru harus memahami perbedaan tersebut
dengan cara memenuhi semua kebutuhan dan kepentingan mereka.
Suharjo (2006: 35-36) mengemukakan karakteristik anak usia SD
dari segi antropologis yaitu anak didik hakikatnya adalah makhluk
individual, sosial, dan susila atau moralitas. Sebagai makhluk individual,
anak memiliki karakteristik yang khas dan unik yang dimiliki dirinya
sendiri. Sebagai makhluk sosial, anak didik memiliki sifat kooperatif dan
dapat bekerja sama, karena itu anak didik dipengaruhi oleh pendidik agar
mereka menjadi manusia yang berbudaya. Sedangkan sebagai makhluk
susila, anak didik memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, dan
mampu membedakan hal-hal baik dari yang buruk sesuai dengan normanorma tertentu yang didasarkan pada filsafat hidup atau ajaran agama
tertentu.
Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Piaget bahwa anak
belajar dari sesuatu yang konkret menuju abstrak. Warsita (2008: 69)
mengutip simpulan Piaget mengemukakan empat tahap perkembangan
kognitif yaitu: (1) tahap sensorimotorik yaitu umur 0-2 tahun, (2) tahap
pra-operasional yaitu umur 2-6 tahun, (3) tahap operasional konkret yaitu
umur 6-12 tahun, dan (4) tahap operasional formal yaitu umur 12-18
tahun.
9
10
Berdasarkan pengamatan, siswa kelas IV SD masih berusia 9-10
tahun. Sesuai dengan tahap perkembangan Piaget, siswa kelas IV berada
pada tahap operasional konkret. Pada tahap tersebut, anak sudah mulai
berpikir layaknya orang dewasa dan telah dapat mengetahui simbol-simbol
matematis, namun belum dapat menghadapi sesuatu yang abstrak.
Artinya, pemikiran siswa masih berkutat pada situasi yang konkret.
Menurut Bruner (Warsita, 2008: 71) perkembangan kognitif
seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat
lingkungan. Tahapan tersebut yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap
simbolik. Siswa kelas IV SD termasuk dalam tahap yang kedua yaitu
tahap ikonik, dimana siswa sudah mampu melihat dunia melalui gambargambar dan visualisasi verbal.
Sebagai perbandingan, menurut fase dan tugas perkembangan
Buhler (Sobur, 2009: 132) usia kelas IV SD masuk pada fase ke empat
yang disebut dengan periode sekolah dasar. Pada masa ini anak mencapai
objektivitas tertinggi, atau sering disebut sebagai masa menyelidik,
mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan
menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar.
Masa ini juga merupakan
masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan
bereksplorasi. Selain itu, anak mulai menemukan diri sendiri, yaitu secara
tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi.
Pada waktu ini, anak
sering mengasingkan diri.
Lebih lanjut berdasarkan ciri perkembangan kognitif, bahasa, dan
afektif, karakteristik anak kelas tinggi yaitu: (1) sudah mulai mandiri, (2)
memiliki rasa tanggung jawab pribadi, (3) penilaian terhadap dunia luar
dipandang dari dirinya sendiri maupun orang lain, dan (4) sudah
menunjukkan sikap kritis dan rasional.
Sedangkan kemampuan berbahasa anak menurut Susanto (2015:
253) menjelaskan bahwa kemampuan berbahasa anak pada usia 2-6 tahun
yaitu anak sudah dapat berkomunikasi dengan sesamanya dalam kalimat
berita, kalimat tanya, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat
11
lainnya. Pada usia ini, anak dianggap telah memiliki kosakata yang cukup
untuk mengungkapkan yang dipikirkan, dan dirasakannya. Mereka lebih
mengungkapkan dalam bentuk lisan dibandingkan tulisan. Pola bahasa
yang digunakan masih merupakan tiruan bahasa orang dewasa.
Ketika anak memasuki usia sekolah dasar sekitar usia 6-12 tahun,
anak-anak akan terkondisikan untuk mempelajari bahasa tulis. Pada masa
ini, anak dituntut untuk berpikir lebih dalam lagi, kemampuan berbahasa
anak pun mengalami perkembangan.
Menurut uraian di atas, peneliti menyimpulkan karakteristik usia
siswa kelas IV adalah: (1) sudah mulai berpikir dewasa, namun belum
dapat menghadapi sesuatu yang abstrak; (2) memiliki minat terhadap
kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, (3) berpikir realistik, selalu
ingin tahu, dan belajar; (4) berusaha memperoleh nilai rapot yang tinggi,
(5) mandiri, bertanggung jawab pribadi, serta menunjukkan sikap kritis
dan rasional; (6) penilaian terhadap dunia luar dipandang dari dirinya
sendiri maupun orang lain, (7) mencapai objektivitas tertinggi, (8) sudah
mampu memahami gambar-gambar dan visualisasi verbal, (9) suka
bereksperimen, dan (10) terkondisikan memperlajari bahasa tulis.
Dengan karakteristik inilah, guru dituntut untuk dapat mengemas
pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa dengan baik.
Pembelajaran bisa dilakukan dengan cara melibatkan hal-hal yang ada di
lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran
yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi siswa. Selain itu,
siswa hendaknya diberi kesempatan untuk aktif dalam pembelajaran agar
mereka mendapatkan pengalaman secara langsung, baik secara individual
maupun dalam kelompok.
Berdasarkan uraian tentang kesimpulan karakteristik siswa kelas IV
SD, maka penerapan model Cooperative Script dengan media flashcard
berbasis kearifan lokal sangatlah cocok diterapkan dalam pembelajaran.
Gambar flashcard berbasis kearifan lokal mampu menghadirkan situasi
secara konkret, sehingga sesuai dengan karakteristik anak yang masih
12
berpikir secara konkret. Sementara itu, model Cooperative Script akan
melatih anak untuk bekerjasama dalam kelompok secara berpasangan yang
dapat mengaktifkan siswa, diharapkan kebutuhan anak dapat terpenuhi
dengan baik sehingga anak dapat termotivasi untuk belajar, aktif dalam
proses pembelajaran, memperoleh pengetahuan secara langsung dan nyata,
proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar sehingga hasil
belajar dapat tercapai secara maksimal.
b. Keterampilan Menulis Karangan
Kemampuan berbahasa bagi manusia sangat diperlukan. Sebagai
makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain
dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi
menggunakan bahasa lisan, maupun menggunakan bahasa tulis. Menurut
Badan Standar Nasional Pendidikan, standar isi bahasa Indonesia sebagai
berikut: “Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia”. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan benar maka
peserta didik harus menguasai keterampilan berbahasa.
Keterampilan berbahasa dalam kurikulum sekolah dasar mencakup
empat aspek, yaitu keterampilan mendengar atau menyimak (listening
skills) keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca
(reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Mendengarkan
dan berbicara merupakan aspek keterampilan berbahasa ragam lisan,
sedangkan membaca dan menulis merupakan keterampilan berbahasa
ragam tulis. Mendengarkan dan membaca adalah keterampilan berbahasa
yang bersifat reseptif, sedangkan berbicara dan menulis bersifat produktif.
Empat keterampilan tersebut saling berkaitan. Setiap keterampilan tidak
bisa dipisahkan dari aspek-aspek keterampilan berbahasa lainnya.
13
Salah satu keterampilan berbahasa adalah menulis. Menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang paling rumit.
Menulis
merupakan suatu proses penyampaian informasi secara tertulis kepada
pihak lain.
Menurut Suparno dan Yunus (Dalman, 2014: 4) menulis
merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan
menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.
Rusyana (Susanto, 2015: 247) mengemukakan bahwa menulis
merupakan
kemampuan
penyampaiannya
secara
menggunakan
tertulis
untuk
pola-pola
bahasa
dalam
mengungkapkan
suatu
gagasan/pesan. Sedangkan menurut Marwoto (Dalman, 2014: 4) menulis
adalah mengungkapkan ide atau gagasannya dalam bentuk karangan
secara leluasa. Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa menulis adalah proses penyampaian ide, gagasan, atau perasaan
dalam bentuk lambang/tanda/tulisan yang bermakna.
Dalam kegiatan menulis terdapat suatu rangkaian kegiatan
merangkai, menyusun, melukiskan suatu lambang/tanda/tulisan berupa
kumpulan huruf yang membentuk kata, kumpulan kata membentuk
kelompok kata atau kalimat, kumpulan kalimat membentuk paragraf, dan
kumpulan paragraf
membentuk wacana/karangan yang utuh dan
bermakna. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kemampuan menulis
memiliki arti yang sangat penting, yaitu: (1) menulis dalam arti
mengekspresikan atau mengemukakan pikiran, perasaan dalam bahasa
tulis; (2) menulis dalam arti melahirkan bunyi-bunyi bahasa, ucapan dalam
bentuk tulisan untuk menyampaikan pesan berupa pikiran dan perasaan.
Adapun tujuan menulis menurut Susanto (2015: 254) dapat
dikategorikan ke dalam empat macam, yaitu:
1) Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar, disebut
wacana informatif (informative discourse). Tulisan ini bertujuan untuk
memberi informasi atau keterangan penerangan kepada para pembaca.
14
2) Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak para
pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan, disebut wacana
persuasif (persuasive discourse).
3) Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau
yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer atau wacana
kesastraan (literacy discourse). Tujuan penulisan untuk menyenangkan ini disebut juga tujuan altruistis (altruistic purpose), yaitu penulis
bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan
kedukaan para pembaca, dan penalarannya, ingin membuat hidup para
pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
4) Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau
berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discourse). Sebagai
gambaran, menulis puisi dapat termasuk menulis yang bertujuan untuk
pernyataan diri dengan pencapaian nilai-nilai artistik.
Menulis merupakan alat komunikasi tidak langsung karena tidak
berhadapan dengan pihak lain yang membaca tulisan kita tetapi melalui
bahasa tulisan. Menurut Tarigan (2008: 22) fungsi utama dari tulisan yaitu
sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Dalam dunia pendidikan,
menulis sangat berharga, sebab menulis membantu seseorang berpikir
lebih mudah. Menulis sebagai suatu alat dalam belajar dengan sendirinya
memainkan peranan yang sangat penting. Dilihat dari sudut pandang ini,
Akhadiah (Susanto, 2015: 255) mengemukakan beberapa manfaat dari
menulis, yaitu: (1) lebih mengenali kemampuan dan potensi diri dan
mengetahui sampai di mana pengetahuan kita tentang suatu topik, (2)
dapat mengembangkan berbagai gagasan, (3) lebih banyak menyerap,
mencari serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis;
(4) mengomunikasikan gagasan secara sistematis dan mengungkapkannya
secara tersurat, (5) dapat menilai diri kita secara objektif, (6) dapat
memecahkan permasalahan yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat
dalam konteks yang konkret, (7) mendorong kita belajar lebih aktif, kita
menjadi penemu, serta pemecah masalah; (8) membiasakan berpikir tertib.
15
Sedangkan manfaat menulis lainnya diungkapkan oleh Erne
(Susanto, 2015: 256) yaitu sebagai berikut:
1) Menulis mendorong kita menemukan kembali apa yang pernah kita
ketahui. Menulis mengenai suatu topik merangsang pemikiran kita
mengenai topik tersebut dan membantu kita membangkitakan
pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam bawah sadar.
2) Menulis membantu mengahsilkan ide-ide baru.
Tindakan menulis
merangsang pikiran kita untuk mengadakan hubungan, mencari
pertalian, dan menarik persamaan (analogi) yang tidak akan pernah
terjadi seandainya kita tidak menulis.
3) Menulis
membantu
mengorganisasikan
pikiran
kita
dan
menempatkannya.
Dalam pembelajaran menulis terdapat dua tahapan dalam menulis,
yaitu menulis permulaan dan menulis lanjutan. Menulis permulaan
diajarkan pada siswa kelas I dan II, sedangkan menulis lanjutan diajarkan
pada siswa kelas III, IV, V, dan VI. Tujuan menulis permulaan adalah agar
siswa dapat menulis kata-kata dan kalimat sederhana dengan tepat. Pada
menulis permulaan siswa diharapkan untuk dapat memproduksi tulisan
dapat dimulai dengan tulisan eja. Menurut Susanto (2015: 258), pada
tahap permulaan terdapat beberapa cara atau langkah yang dapat
mengarahkan siswa kepada proses pembelajaran menulis yang baik, yaitu:
1) Pengenalan.
Pada taraf pengenalan ini, guru hendaknya memerhatikan benar-benar
tulisan yang hendak dikenalkan kepada anak terutama huruf yang
belum pernah diperkenalkan.
2) Menyalin.
Pembelajaran menulis bagi kelas pemula dapat dilakukan dengan
alternatif berikut:
a) Menjiplak, yaitu menyalin tulisan di papan tulis ke dalam buku
latihan sesuai dengan bunyi bacaan tersebut;
16
b) Menyalin dari tulisan cetak (lepas) ke tulisan sambung atau
sebaliknya;
c) Menyalin dari huruf kecil menjadi huruf kapital pada huruf
pertama kata awal kalimat; dan
d) Menyalin dengan cara melengkapi, yakni dengan cara melengkapi
dengan tanda baca dan melengkapi dengan kata.
3) Menulis halus atau indah.
Perbedaan pembelajaran menulis halus di kelas awal hanyalah terletak
pada bahan yang diajarkan.
Dalam pelaksanannya pembelajaran
menulis indah yang harus diperhatikan yaitu bentuk, ukuran, tebal
tipis, dan kerapian.
4) Menulis nama.
Sebagaimana pengajaran menulis di kelas satu, para siswa diberi tugas
untuk menulis nama benda, orang, jalan, desa, kota, binatang,
tumbuhan, dan sebagainya. Perbedaannya kalau di kelas satu masih
menggunakan huruf kecil, maka di kelas dua siswa sudah
menggunakan huruf kapital pada huruf pertama di awal kalimat.
Latihan ini merupakan latihan dasar mengarang.
5) Mengarang sederhana.
Pelajaran mengarang di kelas pemula diberikan dalam bentuk
mengarang sederhana cukup lima sampai sepuluh baris.
Dalam
mengarang ini digunakan rangsang visual, dapat juga dengan meminta
siswa menuliskan pengalamannya sendiri, cerita dari bangun tidur
sampai akan berangkat ke sekolah atau dalam perjalanan menuju ke
sekolah dan sebagainya. Dalam mengarang sederhana dinilai tentang
kerapian, ketepatan ejaan, dan isi karangan ditekankan kepada siswa
untuk diperhatikan.
Menulis lanjutan adalah pengembangan dari menulis permulaan.
Dalam kegiatan menulis lanjutan siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan menulisnya dalam bentuk yang lebih beragam. Jenis
17
tulisan yang bisa dikembangkan pada kegiatan menulis lanjutan ini adalah
menulis pantun, puisi, surat, dan prosa.
Pembelajaran menulis ini terdapat dikelas III, IV, V, VI. Tujuan
menulis lanjut adalah agar siswa mampu menuangkan pikiran dan
perasaannya dengan bahasa tulis secara teratur dan teliti.
Yang
membedakan menulis permulaan dengan menulis lanjut adalah adanya
kemampuan untuk mengembangkan skema yang ada yang telah diperoleh
sebelumnya untuk lebih mengembangkan hal-hal yang akan ditulis.
Teknik dan model pembelajaran menulis cerita berdasarkan butirbutir pembelajaran menulis di kelas tinggi (kelas 3-6) SD terdapat ragam
teknik
pembelajaran
menulis.
Teknik
pembelajaran
menulis
dikelompokkan menjadi dua, yakni menulis cerita dan menulis untuk
keperluan sehari-hari :
1) Menulis cerita
Teknik ini terdiri atas 6 macam, yaitu: (a) menyusun kalimat dapat
dilakukan
dengan:
memperbaiki
menjawab
susunan
pertanyaan,
kalimat,
memperluas
melengkapi
kalimat,
kalimat
subtitusi,
transformasi dan membuat kalimat; (b) teknik memperkenalkan cerita,
meliputi: baca dan tulis, simak dan tulis; (c) meniru model, (d)
menyusun paragaf, (e) menceritakan kembali, (f) membuat karangan.
2) Menulis untuk keperluan sehari-hari
Menulis untuk keperluan sehari-hari meliputi ragam menulis: menulis
surat, menulis pengumuman, mengisi formulir, menulis surat
undangan, membuat iklan, dan menyusun daftar riwayat hidup.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik menulis cerita
dengan cara membuat karangan. Model pembelajaran menulis cerita di SD
meliputi: menceritakan gambar, melanjutkan cerita lain, menceritakan
mimpi, menceritakan pengalaman, dan menceritakan cita-cita.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis bahwa karangan
diartikan sebagai hasil mengarang; cerita; buah pena. Pratiwi, dkk (2007:
18
6. 37) menjelaskan bahwa karangan adalah penjabaran suatu gagasan
secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. Setiap
karangan yang ideal pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi
atau
lebih
luas
dari
alinea.
Sedangkan
Zaenudin
(2015:
35)
mengungkapkan bahwa karangan adalah hasil perwujudan gagasan
seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh
pembaca.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karangan
adalah hasil perwujudan gagasan dalam bahasa tulis secara resmi dan
teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan yang dapat dibaca dan
dimengerti oleh pembaca. Dalam hal ini penulisan secara resmi
maksudnya adalah penulisan yang sesuai dengan aturan penulisan yang
sudah ditentukan secara resmi.
Suatu tulisan atau karangan pada dasarnya terdiri atas dua hal.
Pertama, isi suatu tulisan atau karangan menyampaikan sesuatu yang ingin
diungkapkan penulisnya. Kedua, bentuk yang merupakan unsur mekanik
karangan seperti ejaan, pungtuasi, kata, kalimat, dan alenia.
Suparno (Zaenudin, 2015: 35) menjelaskan bahwa karangan dapat
disajikan dalam lima bentuk atau ragam wacana: deskripsi, narasi,
eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
1) Deskripsi (Pemerian)
Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan
sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan
perasaan
penulisnya.
Sasarannya
adalah
menciptakan
atau
memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga
dia seolah-olah melihat, mengalami, dan merasakan sendiri apa yang
dialami penulisnya.
2) Narasi (Penceritaan atau Pengisahan)
Narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu
peristiwa.
Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-
19
jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan, atau
rangkaian terjadinya sesuatu hal.
3) Eksposisi (Paparan)
Eksposisi
adalah
ragam
wacana
yang
dimaksudkan
untuk
menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang
dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan
pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada
maksud mempengaruhi pikiran, perasaan, dan sikap pembacanya.
4) Argumentasi (Pembahasan atau Pembuktian)
Argumentasi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk
meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh
penulisnya. Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran
pembaca, maka penulis akan menyajikan secara logis, kritis, dan
sistematis bukti-bukti yang dapat memperkuat keobjektifan dan
kebenaran yang disampaikannya sehingga dapat menghapus konflik
dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. Corak karangan
seperti ini adalah hasil penilaian, pembelaan, dan timbangan baku.
5) Persuasi
Persuasi adalah ragam wacana yang ditujukan untuk mempengaruhi
sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan
penulisnya. Berbeda dengan argumentasi yang pendekatannya bersifat
rasional dan diarahkan unuk mencapai suatu kebenaran, persuasi lebih
menggunakan pendekatan emosional. Seperti argumentasi, persuasi
juga menggunakan bukti atau fakta. Hanya saja, dalam persuasi buktibukti itu digunakan seperlunya, atau kadang-kadang dimanipulasi
untuk menimbulkan kepercayaan kepada pembaca bahwa apa yang
disampaikan si penulis benar adanya. Contoh karangan seperti ini
adalah propaganda, iklan, selebaran, atau kampanye.
20
Ragam karangan yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah menulis karangan narasi yaitu ragam wacana yang menceritakan.
Pada materi menulis kelas IV semester 2 tertulis materi menulis karangan
narasi dengan tema yang berbeda-beda.
1) Pengertian Menulis Karangan
Menulis karangan biasa disebut dengan istilah mengarang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata mengarang adalah
menyusun, mengatur, misalnya mengarang bunga berarti menyusun
bunga-bunga menjadi satu kesatuan.
Mengarang bahasa adalah
menggunakan bahasa untuk mengutarakan sesuatu secara tertulis.
Bryne (Dalman, 2014: 9)mengungkapkan bahwa mengarang
pada hakikatnya bukan sekedar menulis simbol-simbol grafis sehingga
berbentuk kata, dan kata-kata tersusun menjadi kalimat menurut
peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan buah
pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai
secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat
dikomunikasikan kepada pembaca.
Sedangkan Pratiwi, dkk (2007: 6. 37) mengatakan bahwa
mengarang adalah pekerjaan merangkai atau menyusun kata, frasa,
kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema tertentu
untuk memperoleh hasil akhir berupa karangan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis
karangan yang dapat disebut juga dengan mengarang adalah menyusun
kata, frasa, kalimat, dan alinea untuk mengungkapkan atau
menyampaikan gagasan sesuai dengan topik dan tema tertentu hingga
memperoleh hasil akhir berupa karangan.
2) Langkah- langkah Menulis Karangan
Dalman (2014: 15) mengungkapkan beberapa tahapan dalam
menulis, yaitu sebagai berikut:
21
a) Tahap Prapenulisan (persiapan)
Tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini disebut juga dengan
tahap persiapan.
Dalam tahap ini penulis menyiapkan diri,
mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan
fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap
realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan
lain-lain dimana penulis memperkaya masukan kognitifnya yang
akan diproses pada tahap selanjutnya.
Pada tahap prapenulisan ini terdapat langkah-langkah yang
perlu dilakukan, yaitu :
(1) Menentukan topik
Topik adalah pokok persoalan atau permasalahan yang
menjiwai seluruh karangan. Ada yang memang mudah untuk
menemukan dan menentukan topik, tetapi tidak sedikit yang
mengalami kesulitan untuk menentukan topik yang pas.
(2) Menentukan maksud atau tujuan penulisan
Tujuan merupakan maksud penulisan karangan. Tujuan
yang dimaksudkan seperti menghibur, menginformasikan,
mengklarifikasi, atau membujuk. Tujuan menulis ini perlu
diperhatikan selama penulisan berlangsung agar misi karangan
dapat tersampaikan dengan baik.
(3) Memerhatikan sasaran karangan (pembaca)
Dalam menulis karangan harus memerhatikan dan
menyesuaikan tulisan dengan level social, tingkat pengalaman,
pengetahuan,
kemampuan,
dan
kebutuhan
pembaca.
Kemampuan ini memungkinkan penulis untuk memilih
informasi serta penyajian yang sesuai.
(4) Mengumpulkan informasi pendukung
Ketika akan menulis harus memiliki bahan dan informasi
yang lengkap. Itulah sebabnya sebelum menulis perlu mencari,
22
mengumpulkan,
dan
memilih
informasi
yang
dapat
mendukung, memperluas, dan memperkaya isi tulisan.
(5) Mengorganisasikan ide dan informasi
Setelah mempertimbangkan kemampuan pembaca, maka
langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan atau menata
ide-ide karangan agar saling bertaut dan padu. Sebelum
menyusun menulis sebaiknya penulis terlebih dahulu menyusun
kerangka karangan agar tulisan dapat tersusun secara
sistematis. Kerangka karangan adalah panduan seseorang
dalam menulis ketika mengembangkan suatu karangan.
b) Tahap Penulisan (pengembangan isi karangan)
Pada tahap penulisan, penulis mengembangkan butir demi butir ide
yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan memanfaatkan
bahan atau informasi yang telah dipilih dan dikumpulkan. Struktur
karangan terdiri atas bagian awal, isi, dan akhir. Awal karangan
berfungsi untuk memperkenalkan dan sekaligus menggiring
pembaca terhadap pokok tulisan.
Awal karangan sangat
menentukan pembaca untuk melanjutkan kegiatan bacanya. Penulis
harus menulis awal karangan semenarik mungkin supaya pembaca
tertarik untuk melanjutkan membaca karangan tersebut.
Isi karangan menyajikan bahasan topik atau ide utama
karangan, berikut hal- hal yang menjelaskan atau mendukung ide
tersebut, seperti contoh, ilustrasi, informasi, bukti, atau alasan.
Akhir karangan berfungsi untuk mengembalikan pembaca pada
ide-ide inti dan penekanan ide- ide penting. Bagian ini berisi
kesimpulan, dan dapat ditambah rekomendasi atau saran bila
diperlukan.
c) Tahap Pascapenulisan (penyempurnaan tulisan)
Tahap ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan
karangan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan
(revisi). Penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsur
23
mekanik karangan seperti ejaan, pungtuasi, diksi, pengkalimatan,
pengalineaan, gaya bahasa, pencatatan kepustakaan, dan konvensi
penulisan lainnya. Adapun revisi atau perbaikan lebih mengarah
pada pemeriksaan dan perbaikan isi karangan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah dalam menulis karangan terdapat tiga tahap, yaitu tahap
prapenulisan
(persiapan),
tahap
penulisan
(pengembangan
isi
karangan), dan tahap pascapenulisan (penyempurnaan tulisan).
3) Aspek Penilaian Keterampilan Menulis Karangan
Aspek penilaian keterampilan menulis yang dimaksud adalah
aspek yang diamati oleh guru dalam sebuah karangan untuk
menentukan penilaian dari hasil karangan. Tarigan (2008: 12),
mengemukakan bahwa penilaian menulis dapat dilakukan dengan
memerhatikan
tiga
komponen
yaitu,
struktur,
ortografi,
dan
kecepatan/kelancaran umum dalam menulis. Aspek dalam penilaian
hasil tulisan menurut Nurgiyantoro (2012: 283) penilaian hasil tulisan
berkisar pada ketepatan bahasa yang dipergunakan dan kejelasan
pikiran yang dikemukakan.
Penilaian pada tahap penulisan tingkat lanjutan menurut Zulela
(2012: 9) bahwa penilaiannya sudah menekankan pada hasil, yaitu: (a)
isi (ketepatan pengembangan tulisan/karangan dengan tugas yang
diminta), (b) bahasa (struktur kata, diksi, struktur kalimat); (c) ejaan
(tulisan, penggunaan tanda baca, huruf kapital, dan lain-lain).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek penilaian menulis disesuaikan hasil yang dituangkan
dalam tulisan seperti:
a) Isi karangan meliputi ketepatan pengembangan tulisan/ karangan.
b) Unsur kebahasaan meliputi struktur kata, diksi, dan struktur
kalimat.
24
c) Ejaan meliputi tulisan, penggunaan tanda baca, huruf kapital, dan
lain-lain.
Adapaun indikator dalam menulis karangan narasi adalah sebagai
berikut:
a) Menentukan gagasan pokok karangan.
b) Mengembangkan pokok-pokok isi karangan dengan struktur
kalimat yang benar.
c) Memahami penggunaan ejaan dan tanda baca.
4) Materi Menulis Karangan Kelas IV SD
Adapun ruang lingkup standar kompetensi, kompetensi dasar,
dan indikator pelajaran bahasa Indonesia yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. 1 Standar Isi Keterampilan Menulis Karangan
(Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kelas
IV Semester 2)
Standar Kompetensi
Kompetensi
Indikator
Dasar
8. Mengungkapkan
8. 1 Menyusun
1. Menentukan judul
pikiran, perasaan,
karangan
karangan
dan informasi
tentang
2. Menyusun kerangka
secara tertulis
berbagai
karangan
dalam bentuk
topik
3. Mengembangkan
karangan,
sederhana
kerangka karangan
pengumuman, dan
dengan
menjadi karangan
pantun anak
memerhatik
yang padu
an
4. Menggunakan ejaan
penggunaan
dan tanda baca yang
ejaan(huruf
sesuai.
besar, tanda
titik, tanda
koma,dll)
(Silabus pembelajaran terdapat pada lampiran 2 halaman 193)
25
Berikut ini materi pelajaran bahasa Indonesia kelas IV SD
Semester 2:
a) Pengertian karangan narasi
Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan sebuah
kejadian supaya pembaca dapat mengambil hikmah dari cerita
tersebut.
b) Langkah-langkah menulis karangan narasi:
(1) Menentukan topik karangan, yaitu gagasan inti yang dijadikan
landasan pengembangan karangan.
(2) Merumuskan tema, yaitu suatu perumusan dari topik yang akan
dijadikan pembahasan dari tujuan yang akan dicapai melalui
topik yang sudah dirumuskan.
(3) Menyusun kerangka karangan, yaitu rencana kerja yang
memuat garis-garis besar suatu karangan.
(4) Menentukan judul karangan.
(5) Mengembangkan kerangka karangan, yaitu memaparkan bukti
yang mendukung dalam bentuk paragraf.
didukung kalimat penjelas.
Gagasan utama
Dengan demikian, paragraf
menjadi utuh dan informasinya lengkap.
Pengembangan
biasanya memerlukan sejumlah bukti yang mendukung gagasan
menulis. Pada saat mengembangkan karangan siswa juga harus
memerhatikan penggunaan huruf kapital, tanda titik, dan tanda
koma.
(a) Huruf kapital dipakai untuk:
- Sebagai huruf pertama dalam kalimat
Contoh: Rumahku berada di tepi jalan raya.
- Unsur-unsur nama orang
Contoh: Budi, Bu Ani.
(b) Tanda titik (. ) dipakai untuk:
- Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
Contoh: Tanaman menghiasi halaman rumahku.
26
- Memisahkan angka jam dan menit
Contoh: pukul 06. 30 (pukul 6 lebih 30 menit)
(c) Tanda koma (,) diapakai untuk:
- Memisahkan anak kalimat yang mendahului induk
kalimat.
Contoh: Ketika adik bermain, Ibu sedang mencuci baju.
c) Contoh karangan narasi tema Hidup Sehat
Perawatan Akibat Thypus
Waktu duduk di kelas tiga, aku pernah dirawat di rumah sakit
selama seminggu. Aku dirawat karena sakit gejala Typhus. Itu kali
pertama aku sakit Typhus dan dirawat di rumah sakit.
Saat pertama sakit, aku hanya merasakan suhu badanku naik
dan perutku terasa perih. Saat itu juga, aku juga merasa lidahku
terasa pahit. Keesokan harinya, ayahku membawaku periksa ke
dokter. Setelah dokter memeriksa, ia menyimpulkan bahwa aku
menderita gejala Typhus. Karena itu, aku harus dirawat dengan
intensif. Dokter menyarankan supaya aku mendapat rawat inap.
Saat itu juga ayahku memutuskan agar aku mendapat perawatan
intensif.
Aku dirawat di ruangan khusus. Selama masa perawatan, aku
harus menjaga pola makan dan istirahat yang cukup. Pantangan
yang harus dilakukan selama perawatan adalah menghindari
makanan yang terlalu keras, pedas, asam dan asin, serta tidak boleh
banyak bergerak.
Teman-temanku mulai menjengukku sejak hari pertama.
Mereka semua mendoakanku agar cepat sembuh. Setelah seminggu
dirawat di rumah sakit, akhirnya aku diperbolehkan pulang. Dalam
masa pemulihan setelah sakit, aku harus menjaga kesehatan dan
pola makan. Agar kondisi kesehatanku terjaga, aku dianjurkan
untuk makan bergizi dan rajin berolahraga.
27
Berdasarkan uraian tentang karakteristik siswa kelas IV SD,
pengertian keterampilan, hakikat menulis, dan hakikat karangan yang telah
dikemukakan di depan, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis
karangan siswa kelas IV SD adalah kecakapan siswa dalam mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk karangan
dengan indikator: (a) menentukan judul karangan, (b) menyusun kerangka
karangan sesuai dengan tema yang ada pada kata kunci dan gambar, (c)
mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan yang padu, dan (d)
menggunakan ejaan dan tanda baca yang sesuai.
2. Model Cooperative Script dengan Media Flashcard
a. Model Pembelajaran Cooperative Script
Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak
berdasarkan model itu Mills (Suprijono, 2012: 45). Dalam pembelajaran,
model merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori
psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis
terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat
operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai
pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan
memberi petunjuk kepada guru di kelas.
1) Pengertian Model Cooperative Script
Model pembelajaran Cooperative Script merupakan salah satu
variasi model kooperatif. Menurut Lambiotte dan kawan-kawan (Huda,
2014: 213), Cooperative Script adalah salah satu strategi pembelajaran
di mana siswa bekerja secara berpasangan dan bergantian secara lisan
dalam mengikhtisarkan bagian-bagian materi yang dipelajari. Hal
senada disampaikan oleh Suprijono (2012: 126) yang menyatakan
bahwa Cooperative Script merupakan metode belajar di mana siswa
bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan
bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
28
Brousseau (Shoimin, 2014: 49) menyatakan bahwa model
pembelajaran Cooperative Script adalah secara tidak langsung terdapat
kontak belajar antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa
mengenai cara berkolaborasi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran Cooperative Script merupakan salah satu
variasi model pembelajaran kooperatif dimana siswa berpasangan dan
secara bergantian mengikhtisarkan materi yang dipelajari secara lisan.
2) Langkah- langkah Model Cooperative Script
Huda (2014: 213) menerangkan tahap-tahap pelaksanaan model
pembelajaran Cooperative Script yaitu sebagai berikut :
a) Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok berpasangan.
b) Guru
membagi
wacana/materi
untuk
dibaca
dan
dibuat
ringkasannya.
c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan
memasukkan ide-ide pokok ke dalam ringkasannya. Selama proses
pembacaan, siswa-siswa lain harus menyimak/menunjukkan ideide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat dan
menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkannya dengan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
e) Siswa berukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar
menjadi pendengar dan sebaliknya.
f) Guru dan siswa melakukan kembali kegiatan seperti di atas.
g) Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan materi
pelajaran.
h) Penutup.
29
Sedangkan menurut Shoimin (2014: 50) langkah-langkah model
pembelajaran Cooperative Script adalah sebagai berikut:
a) Guru membagi siswa untuk berpasangan.
b) Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa
untuk dibaca dan membuat ringkasan.
c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertamaberperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
d) Sesuai kesepakatan, siswa yang menjadi pembicara membacakan
ringkasan atau prosedur pemecahan masalah selengkap mungkin
dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan dan
pemecahan masalahnya. Sementara pendengar: (1) menyimak/
mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap, (2)
membantu
mengingat/menghafal
ide-ide
pokok
dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
e) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya serta lakukan seperti di atas.
f) Guru bersama siswa membuat kesimpulan.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan, peneliti
menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran Model Cooperative
Script, sebagai berikut:
a) Guru membagi siswa untuk membuat kelompok berpasangan.
b) Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca lalu
membuat ringkasan.
c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya sementara
pendengar menyimak/mengoreksi/melengkapi ide-ide pokok yang
kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan
materi lainnya.
30
e) Siswa bertukar peran yang semula menjadi pembicara menjadi
pendengar dan sebaliknya.
f) Siswa melakukan kembali kegiatan seperti langkah keempat.
g) Guru dan siswa bersama-sama merumuskan kesimpulan materi
pembelajaran.
h) Penutup.
Berkaitan dengan penelitian ini, pelaksanaan kegiatan menulis
karangan
akan
menggunakan
langkah-langkah
sebagaimana
disimpulkan di atas.
3) Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Script
Menurut Huda (2014: 213) model Cooperative Script memiliki
beberapa kelebihan, di antaranya adalah:
a) Menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berpikir kritis, serta
mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal
baru yang diyakini benar
b) Mengajarkan siswa untuk percaya kepada guru dan lebih percaya
lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi
dari sumber lain, dan belajar dari siswa lain
c) Mendorong siswa untuk berlatih memecahkan masalah dengan
mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan ide
siswa dengan ide temannya
d) Membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa
yang kurang pintar serta menerima perbedaan yang ada.
e) Memotivasi
siswa
yang
kurang
pandai
agar
mampu
mengungkapkan pemikirannya.
f) Memudahkan siswa berdiskusi dan melakukan interaksi social.
g) Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
31
Model pembelajaran Cooperative Script juga memiliki beberapa
kekurangan, antara lain adalah :
a) Ketakutan beberapa siswa untuk mengeluarkan ide karena akan
dinilai oleh teman dalam kelompoknya.
b) Ketidakmampuan
semua
siswa
untuk
menerapkan
model
pembelajaran ini, sehingga banyak waktu yang akan tersita untuk
menjelaskan mengenai model pembelajaran ini.
c) Keharusan guru untuk melaporkan setiap penampilan siswa dan
tiap tugas siswa untuk menghitung hasil prestasi kelompok, dan ini
bukan tugas yang sebentar.
d) Kesulitan membentuk kelompok yang solid dan dapat bekerja sama
dengan baik.
e) Kesulitan menilai siswa sebagai individu karena mereka berada
dalam kelompok.
Sedangkan Shoimin (2014: 49) menyatakan kelebihan model
Cooperative Script, yaitu: (a) melatih pendengaran, ketelitian, dan
kecermatan; (b) setiap siswa mendapat peran, dan (c) melatih
mengungkapkan kesalahan/koreksi orang lain. Adapun kekurangan
model Cooperative Script antara lain: (a) hanya digunakan untuk mata
pelajaran tertentu, (b) hanya dilakukan oleh dua orang.
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
Cooperative Script memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
model Cooperative Script antara lain:
a) Menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berpikir kritis, serta
mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal
baru yang diyakini benar.
b) Mengajarkan siswa untuk percaya kepada guru dan lebih percaya
lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi
dari sumber lain, dan belajar dari siswa lain.
32
c) Mendorong siswa untuk berlatih memecahkan masalah dengan
mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan ide
siswa dengan ide temannya.
d) Membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa
yang kurang pintar serta menerima perbedaan yang ada.
e) Memotivasi
siswa
yang
kurang
pandai
agar
mampu
mengungkapkan pemikirannya.
f) Memudahkan siswa berdiskusi dan melakukan interaksi sosial.
g) Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam menanggapi
teman atau pasangannya.
h) Melatih siswa untuk bertanggung jawab atas peran dan tugasnya.
Adapun kekurangan model Cooperative Script yaitu sebagai
berikut:
a) Ketakutan beberapa siswa untuk mengeluarkan ide karena akan
dinilai oleh teman dalam kelompoknya.
b) Ketidakmampuan
semua
siswa
untuk
menerapkan
model
pembelajaran ini, sehingga banyak waktu yang akan tersita untuk
menjelaskan mengenai model pembelajaran ini.
c) Keharusan guru untuk melaporkan setiap penampilan siswa dan
tiap tugas siswa untuk menghitung hasil prestasi kelompok, dan ini
bukan tugas yang sebentar.
d) Hanya dapat digunakan untuk kelas yang berjumlah genap karena
menggunakan kelompok secara berpasangan.
e) Kesulitan membentuk kelompok yang solid dan dapat bekerja sama
dengan baik.
f) Kesulitan menilai siswa sebagai individu karena mereka berada
dalam kelompok.
g) Hanya dapat digunakan pada mata pelajaran tertentu, tidak dapat
digunakan pada semua mata pelajaran.
33
b. Media Flashcard
Sadiman, dkk (2012: 6) menyatakan bahwa media berasal dari
bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang
secara harfiah berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke
penerima. Hamidjojo (Arsyad, 2015: 4) memberi batasan media sebagai
semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk
menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide,
gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima
yang dituju. Dalam hal pendidikan, pesan yang disampaikan oleh media
berupa pengetahuan atau materi pelajaran. Gagne (Sadiman, dkk .2012:
6) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Dari
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media merupakan suatu
bentuk perantara yang berisi pesan berupa pengetahuan yang dibuat
untuk menyampaikan materi serta mampu merangsang siswa untuk
belajar.
Anitah (2010: 2) mengatakan bahwa ada tiga klasifikasi media
pembelajaran, yaitu :
a) Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat digunakan melalui
indera penglihatan. Terdiri dari media yang dapat diproyeksikan
meliputi media proyeksi diam (gambar diam) serta media proyeksi
gerak.
media yang tidak dapat diproyeksikan meliputi gambar
fotografik, grafis, dan media tiga dimensi.
b) Media Audio
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk
auditif atau hanya dapat didengar yang dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan para siswa untuk mempelajari
bahan ajar. Terdiri dari program kaset suara, CD audio, dan program
radio.
34
c) Media Audio-Visual
Media audio-visual adalah kombinasi dari audio dan visual atau
biasa disebut sebagai media pandang dengar.
Contohnya yaitu
program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional,
program slide suara, dan program CD interaktif.
Lebih lanjut Anitah (2010: 7) menyampaikan bahwa media visual
yang tidak diproyeksikan merupakan media yang sederhana, tidak
membutuhkan proyektor dan layar untuk memproyeksikan perangkat
lunak. Media ini tidak tembus cahaya (nontransparant), maka tidak dapat
dipantulkan pada layar. Namun, media ini cenderung digunakan oleh guru
karena lebih mudah dalam pembuatan maupun penggunaannya. Salah satu
media yang termasuk dalam media visual yang tidak diproyeksikan adalah
flashcard.
1) Pengertian Media Flashcard
Flashcard
merupakan media pembelajaran berbentuk kartu
bergambar yang ukurannya seukuran postcard atau sekitar 25 x 30cm.
Gambar yang diampilkan kartu tersebut adalah gambaran tangan atau
foto, atau gambar/foto yang sudah ada dan ditempelkan pada lembaran
kartu-kartu tersebut. Gambar yang ada pada media ini merupakan
rangkaian pesan yang disajikan dengan keterangan pada bagian
belakangnya (Indriana, 2011:68-69). Selain itu, Susilana & Riyana
(2007: 93) mengemukakan bahwa flashcard mempunyai pengertian
sebagai berikut “Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk
kartu bergambar yang berukuran 25 X 30 cm”.
Sedangkan Arsyad (2015: 115) berpendapat bahwa flashcard
merupakan kartu kecil berisi gambar, teks, atau tanda simbol yang
mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan
dengan gambar itu. Flashcard biasanya berukuran 8 x 12 cm, atau
dapat disesuaikan dengan besar kecilnya kelas yang dihadapi. Kartu-
35
kartu ini menjadi petunjuk dan rangsangan bagi siswa untuk
memberikan respons yang diinginkan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan media flashcard adalah
media yang berupa kartu-kartu bergambar berukuran 25 x 30 cm atau
menyesuaikan kondisi kelas. Gambar yang ditampilkan dibuat dengan
tangan atau foto, atau memanfaatkan gambar yang sudah ada
ditempelkan pada kartu-kartu tersebut. Gambar tersebut merupakan
rangkaian pesan yang disampaikan dengan keterangan pada setiap
gambar yang dicantumkan pada bagian belakangnya.
Berikut ini
adalah contoh media flashcard:
Kata kunci:
Sekolah
Letak/alamat sekolah
Belajar
Bapak/Ibu guru
Teman-teman
Gambar 1. Contoh media flashcard
Dalam penelitian ini peneliti membuat media flashcard
berukuran kurang lebih 11 x 15 cm untuk dibagikan kepada masingmasing siswa, sedangkan untuk ukuran media flashcard yang
digunakan oleh guru secara klasikal dalam kelas yaitu kurang lebih 45
36
x 50 cm.
tersebut
Gambar, teks, atau tanda simbol yang ada pada media
merupakan
serangkaian
pesan
penyampaian
materi
pembelajaran.
2) Kelebihan dan Kekurangan Media Flashcard
Menurut Susilana & Riyana (2007: 94) kelebihan media
flashcard adalah sebagai berikut:
a) Mudah dibawa kemana-mana karena ukurannya yang seukuran
postcard.
b) Praktis dalam membuat dan menggunakannya, sehingga kapan pun
anak didik bisa belajar dengan baik menggunakan media ini.
c) Gampang diingat karena kartu ini bergambar yang sangat menarik
perhatian, atau berisi huruf atau angka yang simpel dan menarik,
sehingga merangsang otak untuk lebih lama mengingat pesan yang
ada dalam kartu tersebut.
d) Media ini juga sangat menyenangkan digunakan sebagai media
pembelajaran, bahkan bisa digunakan dalam bentuk permainan.
Uraian di atas merupakan kelebihan media flashcard, sedangkan
kelemahan media flashcard adalah anak hanya dapat mengetahui dan
memahami kata dan gambar hanya sebatas kata dan gambar yang ada
pada media flashcard.
3) Langkah-langkah Penggunaan Media Flashcard
Susilana & Riyana (2007: 95) mengemukakan langkah-langkah
penggunaan media ini sebagai berikut:
a) Kartu-kartu yang sudah disusun dipegang setinggi dada dan
menghadap ke siswa.
b) Guru menyabut dan menyingkap satu-persatu kartu tersebut setelah
guru selesai menerangkan.
37
c) Guru memberikan kartu-kartu tersebut kepada siswa lalu meminta
siswa untuk mengamati kartu tersebut satu-persatu sampai siswa
mendapat bagian.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah penggunaan media flashcard yang akan digunakan pada
penelitian ini yakni : (a) guru membagikan media flashcard pada
masing-masing kelompok, (b) guru memegang media flashcard
setinggi dada dan menghadap ke siswa, dan (c) guru menerangkan kata
kunci yang ada pada flashcard, kemudian guru meminta siswa untuk
mengamati kartu tersebut sebelum mengembangkannya menjadi
kerangka karangan.
4) Flashcard Berbasis Kearifan Lokal
Menurut UU No. 32 tahun 2009 Bab I pasal I tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal
adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat
untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkukngan hidup secara
lestari. Sementara itu Keraf (2002: 370) menegaskan bahwa kearifan
lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau
wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk
kearifan lokal ini harus dihayati, dipraktikkan, diajarkan, dan
diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola
perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksanaan yang didasari oleh
nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga
keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama (secara
turun-menurun) oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau
wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka.
38
Dari sisi filosofi dasarnya, kearifan dapat dikategorikan dalam
dua aspek, yaitu : (1) gagasan, pemikiran, akal budi yang bersifat
abstrak ; dan (2) kearifan lokal yang berupa hal-hal konkret. Secara
garis besar, kearifan lokal terdiri dari hal-hal yang tidak kasat mata
(intangible) dan hal-hal yang kasat mata (tangible). Kearifan yang
tidak kasat mata berupa gagasan mulia untuk membangun diri,
menyiapkan hidup lebih bijaksana, dan berkarakter mulia. Sebaliknya
kearifan yang berupa hal-hal fisik dan sibolik patut ditafsirkan kembali
agar mudah diimplementasikan ke dalam kehidupan. Dilihat dari
jenisnya, kearifan lokal dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori,
yaitu makanan, pengobatan, teknik produksi, industri rumah tangga,
dan pakaian. Klasifikasi ini tentu saja tidak tepat sebab masih banyak
hal lain yang mungkin jauh lebih penting. Oleh sebab itu, kearifan
lokal tidak dapat dibatasi atau dikotak-kotak. Kategorisasi lebih
kompleks dikemukakan Sungri (Wagiran, 2012: 334) yang meliputi
pertanian, kerajianan tangan, pengobatan herbal, pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan, perdagangan, seni budaya, bahasa daerah,
filosofi, agama dan budaya serta makanan tradisional. Terkait dengan
pembelajaran, guru dapat memasukkan unsur-unsur kearifan lokal
melalui media.
Penggunaan media flashcard berbasis kearifan lokal untuk
membantu
siswa
dalam
menulis
karangan
khususnya
dalam
merangsang ide, gagasan, serta pendapat siswa terhadap gambar yang
ada dalam media flashcardtersebut. Sesuai dengan karakteristik siswa
sekolah dasar yang berada dalam tahap operasional konkret, media
flashcard ini akan membantu siswa untuk memroses ide-ide dan
gagasan yang bersifat abstrak menjadi konkret dalam proses menulis
karangan. Selain itu, pada tahap ini siswa akan lebih mudah dalam
memahami materi apabila guru menggunakan live model. Live model
adalah model yang berasal dari kehidupan nyata (Suprijono, 2012: 48).
Siswa akan lebih mudah dalam menemukan ide, gagasan, dan
39
pendapatnya ketika ia sudah pernah melihat atau merasakan sendiri hal
yang ada pada gambarflashcard. Oleh karena itu, penggunaan media
flashcard akan lebih maksimal apabila dalam flashcard ini berisi
gambar tentang kejadian atau keadaan nyata baik di lingkungan
sekolah tersebut maupun masyarakat setempat. Kearifan lokal yang
digunakan untuk membuat media flashcard ini antara lain tempat
umum, pariwisata, dan kegiatan masyarakat di wilayah sekitar tempat
penelitian
c. Penerapan model Cooperative Script dengan Media Flashcard
Berbasis Kearifan Lokal
Berdasarkan uraian tentang model Cooperative Script dan media
flashcard berbasis kearifan lokal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
model Cooperative Script dan media flashcard berbasis kearifan lokal
adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan dengan berpasangan
dan secara bergantian mengungkapkan ide, gagasan, serta pendapatnya
yang dituangkan dalam bentuk karangan yang disusun dengan bantuan
flashcard yang berisi tentang gambaran atau kejadian yang terjadi di
lingkungan sekolah dan masyarakat wilayah setempat dengan langkahlangkah : (a) pembentukan kelompok secara berpasangan dan persiapan
media
flashcard,
(b)
penyampaian
materi
pelajaran
dengan
menggunakan media flashcard, (c) pembagian peran, (d) pembacaan
karangan oleh pembicara, (e) pertukaran peran, (f) pembacaan karangan
oleh pembicara, (g) perumusan kesimpulan, dan (h) penutup.
3. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan dengan
substansi yang diteliti. Berikut disajikan penelitian yang berhubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan:
40
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh De Smedt, F. (2014:
694) judul “A Research Synthesis on Effective Writing Instruction in Primary
Education”. Penelitian ini dilakukan meningkatkan keterampilan menulis pada
siswa sekolah dasar di Belgia. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah: (1)
meningkatnya fokus siswa, (2) meningkatnya motivasi siswa, dan (3) siswa
terdorong untuk bekerja sama dengan baik.
Di samping itu dengan
mengimplementasikan strategi dan media tersebut dapat meningkatkan longterm effect karena siswa bersama kelompoknya membangun pengetahuan
mereka. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan pada variabel Y, yaitu sama-sama meningkatkan keterampilan
menulis pada siswa SD. Sedangkan perbedaannya terletak pada penggunaan
strategi
belajar
dan
media
yang
digunakan.
Penelitian
tersebut
mengombinasikan strategi pembelajaran dengan menulis secara kolaboratif
dan penggunaan ICT sebagai media.
Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Komachali (2012: 134)
dengan judul “The Effect of Using Vocabulary Flash Card on Iranian PreUniversity Students’ Vocabulary Knowledge. Penelitian ini melibatkan 50
responden perempuan, kemudian membaginya menjadi dua kelompok masingmasing 25 responden. Pada kelompok pertama dilakukan penelitian dengan
menggunakan flashcard kosa kata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi perbedaan yang cukup signifikan yakni kelompok pertama pengetahuan
kosa katanya lebih unggul daripada kelompok kedua. Persamaan dengan
penelitian ini yakni sama-sama menggunakan media flashcard. Sedangkan
perbedaannya yakni penilitian tersebut dilaksanakan pada siswa negara Iran
sebelum memasuki jenjang kuliah tanpa menggunakan model pembelajaran
tertentu, sedangkan penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV SDN 2
Panjer tentang keterampilan menulis karangan dengan model Cooperative
Script.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahman, B. dan
Haryanto (2014: 127) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Membaca
Permulaan melalui Media Flashcard Pada Siswa Kelas I SDN Bajayau
41
Tengah 2”. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa media flashcard
dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan siswa kelas I SDN
Bajayau Tengah 2. Nilai rata-rata keterampilan membaca siswa pada siklus I
memperoleh nilai sebesar 71,3% dan termasuk dalam kategori baik, hasil
yang diperoleh tersebut masih belum optimal sehingga dilanjutkan ke siklus
II, pada siklus II nilai rata-rata keterampilan membaca permulaan siswa
meningkat menjadi 90,7% dan termasuk dalam kategori baik sekali.
Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan
yaitu
sama-sama
menggunakan
media
flashcard
dalam
meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia. Penelitian ini juga merupakan
penelitian tindakan kelas. Sedangkan perbedaannya terletak pada jenis
keterampilan bahasa yang diteliti. Penelitian tersebut untuk meningkatkan
keterampilan membaca permulaan, sedangkan penelitian yang akan penulis
lakukan adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan.
Kemudian hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sufazen , N.
(2014: 57) dengan judul “Keefektifan Model Cooperative Script terhadap
Hasil Belajar IPS”.
Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwaterdapat
perbedaan hasil belajar IPS materi Perkembangan Teknologi pada peserta
didik kelas IV yang menggunakan model Cooperative Script dan model
konvensional, serta penerapan model Cooperative Script terbukti efektif
mengoptimalkan hasil belajar IPS materi Perkembangan Teknologi pada
peserta didik kelas IV SD Negeri 1 Tinggarjaya Kabupaten Banyumas.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai hasil belajar IPS peserta didik di kelas
eksperimen lebih baik daripada hasil belajar di kelas kontrol.
Penelitian
tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
sama-sama menggunakan model Cooperative Script dalam meningkatkan
pembelajaran di sekolah dasar. Sedangkan perbedaannya terletak pada mata
pelajaran dimana penelitian tersebut menggunakan mata pelajaran IPS. Selain
itu, penelitian tersebut merupakan penelitian quasi experimental.
42
Dari beberapa penilitian di atas, dapat dijadikan tolok ukur dan
pembanding dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu terbukti penerapan
model Cooperative Script dengan media Flashcarddapat meningkatkan proses
dan hasil pembelajaran keterampilan menulis karangan. Penelitian ini
menekankan pada penerapan model Cooperative Script dengan media
Flashcard dalam meningkatkan keterampilan menulis karangan pada siswa
kelas IV SDN 2 Panjer tahun ajaran 2015/2016.
B. Kerangka Berpikir
Menulis karangan merupakan salah satu subjek dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia dalam aspek menulis.
Sampai saat ini, siswa masih mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan pikiran, ide, gagasan dari pemikirannya,
sehingga siswa kurang maksimal dalam menulis karangan. Nilai siswa dalam
kegiatan menulis karangan masih rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai
siswa dimana 72% siswa belum memenuhi KKM yang sudah ditentukan.
Berdasarkan data tersebut dapat digali berbagai permasalahan yang mungkin
terjadi dari lemahnya keterampilan menulis karangan siswa kelas IV SDN 2
Panjer. Kemungkinan masalah yang ada berawal dari rendahnya motivasi siswa
yang dipengaruhi oleh gaya mengajar guru, pembelajaran yang monoton, dan
kurangnya penerapan model atau media pembelajaran yang menarik. Oleh karena
itu, guru harus dapat mengajarkan keterampilan menulis karangan secara efektif,
efisien, dan menarik. Banyak teknik dan cara yang dapat digunakan guru untuk
meningkatkan keterampilan menulis karangan siswa, salah satunya adalah dengan
menggunakan model Cooperative Script dengan media flashcard berbasis
kearifan lokal.
Penerapan model Cooperative Script dengan media flashcard tersebut
mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya: (a) siswa lebih aktif dalam
pembelajaran, (b) siswa terlatih bekerjasama, (c) menumbuhkan tanggung jawab,
(d) meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, (e) meningkatkan
keterampilan menulis siswa.
43
Siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis karangan akan lebih mudah,
senang, dan bersemangat untuk belajar dengan menggunakan model Cooperative
Script dengan media flashcard berbasis kearifan lokal. Hal ini akan memudahkan
siswa dalam menulis karangan serta menciptakan situasi belajar yang kondusif
serta menarik yang dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan siswa.
Dengan diterapkannya rancangan tersebut maka kegiatan belajar mengajar akan
lebih hidup dan menyenangkan sehingga pembelajaran menulis karangan tidak
lagi menjadi pelajaran yang sulit dan membosankan. Dengan kondisi
pembelajaran seperti ini, maka siswa akan antusias dalam mengikuti kegiatan
belajar hingga selesai dan akhirnya keterampilan menulis karangan siswa
meningkat. Oleh karena itu, penerapan model Cooperative Script dengan media
flashcard berbasis kearifan lokal dapat meningkatkan keterampilan menulis
karangan siswa kelas IV SDN 2 Panjer tahun ajaran 2015/2016.
44
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru
Gaya mengajar guru
kurang menarik,
pembelajaran monoton,
dan penggunaan media
kurang maksimal.
Guru menerapkan
model Cooperative
Script dengan media
Flashcard dalam
pembelajaran menulis
karangan narasi bagi
siswa kelas IV
SDN 2 Panjer.
Dilaksanakan dalam 3
siklus, tiap siklus terdiri
dari 2 pertemuan.
Keterampilan menulis
karangan siswa kelas
IV SDN 2 Panjer
meningkat
Gambar 2. 2 Skema Kerangka Berpikir
Siswa
Siswa mudah merasa
jenuh ketika
pembelajaran
berlangsung sehingga
berdampak pada
rendahnya motivasi
belajar siswa sehingga
keterampilan menulis
rendah
-
-
Siswa
Siswa lebih aktif
dalam pembelajaran
Siswa terlatih
bekerjasama
Menumbuhkan
tanggung jawab
Meningkatkan
keterlibatan siswa
dalam pembelajaran
Keterampilan
menulis siswa
meningkat
45
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis penelitian ini diturunkan berdasarkan cara berpikir deduktif, yakni
menentukan jawaban sementara atas dasar analisis teori-teori pengetahuan ilmiah
yang relevan dengan permasalahan melalui penalaran. Hipotesis dalam penelitian
ini adalah “Jika penerapan model Cooperative Script dengan media Flashcard
berbasis kearifan lokal dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang benar, maka
dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDN 2
Panjer tahun ajaran 2015/2016”.
Download