BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Keterampilan Menulis Karangan Siswa Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD Masa usia siswa sekolah dasar adalah sekitar 6-12 tahun. Masa tersebut merupakan tahapan perkembangan penting dan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. bahkan Siswa merupakan subjek dalam pembelajaran yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu, guru harus memahami perbedaan tersebut dengan cara memenuhi semua kebutuhan dan kepentingan mereka. Suharjo (2006: 35-36) mengemukakan karakteristik anak usia SD dari segi antropologis yaitu anak didik hakikatnya adalah makhluk individual, sosial, dan susila atau moralitas. Sebagai makhluk individual, anak memiliki karakteristik yang khas dan unik yang dimiliki dirinya sendiri. Sebagai makhluk sosial, anak didik memiliki sifat kooperatif dan dapat bekerja sama, karena itu anak didik dipengaruhi oleh pendidik agar mereka menjadi manusia yang berbudaya. Sedangkan sebagai makhluk susila, anak didik memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, dan mampu membedakan hal-hal baik dari yang buruk sesuai dengan normanorma tertentu yang didasarkan pada filsafat hidup atau ajaran agama tertentu. Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Piaget bahwa anak belajar dari sesuatu yang konkret menuju abstrak. Warsita (2008: 69) mengutip simpulan Piaget mengemukakan empat tahap perkembangan kognitif yaitu: (1) tahap sensorimotorik yaitu umur 0-2 tahun, (2) tahap pra-operasional yaitu umur 2-6 tahun, (3) tahap operasional konkret yaitu umur 6-12 tahun, dan (4) tahap operasional formal yaitu umur 12-18 tahun. 9 10 Berdasarkan pengamatan, siswa kelas IV SD masih berusia 9-10 tahun. Sesuai dengan tahap perkembangan Piaget, siswa kelas IV berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap tersebut, anak sudah mulai berpikir layaknya orang dewasa dan telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, namun belum dapat menghadapi sesuatu yang abstrak. Artinya, pemikiran siswa masih berkutat pada situasi yang konkret. Menurut Bruner (Warsita, 2008: 71) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahapan tersebut yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik. Siswa kelas IV SD termasuk dalam tahap yang kedua yaitu tahap ikonik, dimana siswa sudah mampu melihat dunia melalui gambargambar dan visualisasi verbal. Sebagai perbandingan, menurut fase dan tugas perkembangan Buhler (Sobur, 2009: 132) usia kelas IV SD masuk pada fase ke empat yang disebut dengan periode sekolah dasar. Pada masa ini anak mencapai objektivitas tertinggi, atau sering disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Masa ini juga merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Selain itu, anak mulai menemukan diri sendiri, yaitu secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi. Pada waktu ini, anak sering mengasingkan diri. Lebih lanjut berdasarkan ciri perkembangan kognitif, bahasa, dan afektif, karakteristik anak kelas tinggi yaitu: (1) sudah mulai mandiri, (2) memiliki rasa tanggung jawab pribadi, (3) penilaian terhadap dunia luar dipandang dari dirinya sendiri maupun orang lain, dan (4) sudah menunjukkan sikap kritis dan rasional. Sedangkan kemampuan berbahasa anak menurut Susanto (2015: 253) menjelaskan bahwa kemampuan berbahasa anak pada usia 2-6 tahun yaitu anak sudah dapat berkomunikasi dengan sesamanya dalam kalimat berita, kalimat tanya, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat 11 lainnya. Pada usia ini, anak dianggap telah memiliki kosakata yang cukup untuk mengungkapkan yang dipikirkan, dan dirasakannya. Mereka lebih mengungkapkan dalam bentuk lisan dibandingkan tulisan. Pola bahasa yang digunakan masih merupakan tiruan bahasa orang dewasa. Ketika anak memasuki usia sekolah dasar sekitar usia 6-12 tahun, anak-anak akan terkondisikan untuk mempelajari bahasa tulis. Pada masa ini, anak dituntut untuk berpikir lebih dalam lagi, kemampuan berbahasa anak pun mengalami perkembangan. Menurut uraian di atas, peneliti menyimpulkan karakteristik usia siswa kelas IV adalah: (1) sudah mulai berpikir dewasa, namun belum dapat menghadapi sesuatu yang abstrak; (2) memiliki minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, (3) berpikir realistik, selalu ingin tahu, dan belajar; (4) berusaha memperoleh nilai rapot yang tinggi, (5) mandiri, bertanggung jawab pribadi, serta menunjukkan sikap kritis dan rasional; (6) penilaian terhadap dunia luar dipandang dari dirinya sendiri maupun orang lain, (7) mencapai objektivitas tertinggi, (8) sudah mampu memahami gambar-gambar dan visualisasi verbal, (9) suka bereksperimen, dan (10) terkondisikan memperlajari bahasa tulis. Dengan karakteristik inilah, guru dituntut untuk dapat mengemas pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa dengan baik. Pembelajaran bisa dilakukan dengan cara melibatkan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi siswa. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk aktif dalam pembelajaran agar mereka mendapatkan pengalaman secara langsung, baik secara individual maupun dalam kelompok. Berdasarkan uraian tentang kesimpulan karakteristik siswa kelas IV SD, maka penerapan model Cooperative Script dengan media flashcard berbasis kearifan lokal sangatlah cocok diterapkan dalam pembelajaran. Gambar flashcard berbasis kearifan lokal mampu menghadirkan situasi secara konkret, sehingga sesuai dengan karakteristik anak yang masih 12 berpikir secara konkret. Sementara itu, model Cooperative Script akan melatih anak untuk bekerjasama dalam kelompok secara berpasangan yang dapat mengaktifkan siswa, diharapkan kebutuhan anak dapat terpenuhi dengan baik sehingga anak dapat termotivasi untuk belajar, aktif dalam proses pembelajaran, memperoleh pengetahuan secara langsung dan nyata, proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar sehingga hasil belajar dapat tercapai secara maksimal. b. Keterampilan Menulis Karangan Kemampuan berbahasa bagi manusia sangat diperlukan. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi menggunakan bahasa lisan, maupun menggunakan bahasa tulis. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, standar isi bahasa Indonesia sebagai berikut: “Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia”. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan benar maka peserta didik harus menguasai keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa dalam kurikulum sekolah dasar mencakup empat aspek, yaitu keterampilan mendengar atau menyimak (listening skills) keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Mendengarkan dan berbicara merupakan aspek keterampilan berbahasa ragam lisan, sedangkan membaca dan menulis merupakan keterampilan berbahasa ragam tulis. Mendengarkan dan membaca adalah keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif, sedangkan berbicara dan menulis bersifat produktif. Empat keterampilan tersebut saling berkaitan. Setiap keterampilan tidak bisa dipisahkan dari aspek-aspek keterampilan berbahasa lainnya. 13 Salah satu keterampilan berbahasa adalah menulis. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling rumit. Menulis merupakan suatu proses penyampaian informasi secara tertulis kepada pihak lain. Menurut Suparno dan Yunus (Dalman, 2014: 4) menulis merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Rusyana (Susanto, 2015: 247) mengemukakan bahwa menulis merupakan kemampuan penyampaiannya secara menggunakan tertulis untuk pola-pola bahasa dalam mengungkapkan suatu gagasan/pesan. Sedangkan menurut Marwoto (Dalman, 2014: 4) menulis adalah mengungkapkan ide atau gagasannya dalam bentuk karangan secara leluasa. Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses penyampaian ide, gagasan, atau perasaan dalam bentuk lambang/tanda/tulisan yang bermakna. Dalam kegiatan menulis terdapat suatu rangkaian kegiatan merangkai, menyusun, melukiskan suatu lambang/tanda/tulisan berupa kumpulan huruf yang membentuk kata, kumpulan kata membentuk kelompok kata atau kalimat, kumpulan kalimat membentuk paragraf, dan kumpulan paragraf membentuk wacana/karangan yang utuh dan bermakna. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kemampuan menulis memiliki arti yang sangat penting, yaitu: (1) menulis dalam arti mengekspresikan atau mengemukakan pikiran, perasaan dalam bahasa tulis; (2) menulis dalam arti melahirkan bunyi-bunyi bahasa, ucapan dalam bentuk tulisan untuk menyampaikan pesan berupa pikiran dan perasaan. Adapun tujuan menulis menurut Susanto (2015: 254) dapat dikategorikan ke dalam empat macam, yaitu: 1) Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar, disebut wacana informatif (informative discourse). Tulisan ini bertujuan untuk memberi informasi atau keterangan penerangan kepada para pembaca. 14 2) Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan, disebut wacana persuasif (persuasive discourse). 3) Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan (literacy discourse). Tujuan penulisan untuk menyenangkan ini disebut juga tujuan altruistis (altruistic purpose), yaitu penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. 4) Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discourse). Sebagai gambaran, menulis puisi dapat termasuk menulis yang bertujuan untuk pernyataan diri dengan pencapaian nilai-nilai artistik. Menulis merupakan alat komunikasi tidak langsung karena tidak berhadapan dengan pihak lain yang membaca tulisan kita tetapi melalui bahasa tulisan. Menurut Tarigan (2008: 22) fungsi utama dari tulisan yaitu sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Dalam dunia pendidikan, menulis sangat berharga, sebab menulis membantu seseorang berpikir lebih mudah. Menulis sebagai suatu alat dalam belajar dengan sendirinya memainkan peranan yang sangat penting. Dilihat dari sudut pandang ini, Akhadiah (Susanto, 2015: 255) mengemukakan beberapa manfaat dari menulis, yaitu: (1) lebih mengenali kemampuan dan potensi diri dan mengetahui sampai di mana pengetahuan kita tentang suatu topik, (2) dapat mengembangkan berbagai gagasan, (3) lebih banyak menyerap, mencari serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis; (4) mengomunikasikan gagasan secara sistematis dan mengungkapkannya secara tersurat, (5) dapat menilai diri kita secara objektif, (6) dapat memecahkan permasalahan yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang konkret, (7) mendorong kita belajar lebih aktif, kita menjadi penemu, serta pemecah masalah; (8) membiasakan berpikir tertib. 15 Sedangkan manfaat menulis lainnya diungkapkan oleh Erne (Susanto, 2015: 256) yaitu sebagai berikut: 1) Menulis mendorong kita menemukan kembali apa yang pernah kita ketahui. Menulis mengenai suatu topik merangsang pemikiran kita mengenai topik tersebut dan membantu kita membangkitakan pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam bawah sadar. 2) Menulis membantu mengahsilkan ide-ide baru. Tindakan menulis merangsang pikiran kita untuk mengadakan hubungan, mencari pertalian, dan menarik persamaan (analogi) yang tidak akan pernah terjadi seandainya kita tidak menulis. 3) Menulis membantu mengorganisasikan pikiran kita dan menempatkannya. Dalam pembelajaran menulis terdapat dua tahapan dalam menulis, yaitu menulis permulaan dan menulis lanjutan. Menulis permulaan diajarkan pada siswa kelas I dan II, sedangkan menulis lanjutan diajarkan pada siswa kelas III, IV, V, dan VI. Tujuan menulis permulaan adalah agar siswa dapat menulis kata-kata dan kalimat sederhana dengan tepat. Pada menulis permulaan siswa diharapkan untuk dapat memproduksi tulisan dapat dimulai dengan tulisan eja. Menurut Susanto (2015: 258), pada tahap permulaan terdapat beberapa cara atau langkah yang dapat mengarahkan siswa kepada proses pembelajaran menulis yang baik, yaitu: 1) Pengenalan. Pada taraf pengenalan ini, guru hendaknya memerhatikan benar-benar tulisan yang hendak dikenalkan kepada anak terutama huruf yang belum pernah diperkenalkan. 2) Menyalin. Pembelajaran menulis bagi kelas pemula dapat dilakukan dengan alternatif berikut: a) Menjiplak, yaitu menyalin tulisan di papan tulis ke dalam buku latihan sesuai dengan bunyi bacaan tersebut; 16 b) Menyalin dari tulisan cetak (lepas) ke tulisan sambung atau sebaliknya; c) Menyalin dari huruf kecil menjadi huruf kapital pada huruf pertama kata awal kalimat; dan d) Menyalin dengan cara melengkapi, yakni dengan cara melengkapi dengan tanda baca dan melengkapi dengan kata. 3) Menulis halus atau indah. Perbedaan pembelajaran menulis halus di kelas awal hanyalah terletak pada bahan yang diajarkan. Dalam pelaksanannya pembelajaran menulis indah yang harus diperhatikan yaitu bentuk, ukuran, tebal tipis, dan kerapian. 4) Menulis nama. Sebagaimana pengajaran menulis di kelas satu, para siswa diberi tugas untuk menulis nama benda, orang, jalan, desa, kota, binatang, tumbuhan, dan sebagainya. Perbedaannya kalau di kelas satu masih menggunakan huruf kecil, maka di kelas dua siswa sudah menggunakan huruf kapital pada huruf pertama di awal kalimat. Latihan ini merupakan latihan dasar mengarang. 5) Mengarang sederhana. Pelajaran mengarang di kelas pemula diberikan dalam bentuk mengarang sederhana cukup lima sampai sepuluh baris. Dalam mengarang ini digunakan rangsang visual, dapat juga dengan meminta siswa menuliskan pengalamannya sendiri, cerita dari bangun tidur sampai akan berangkat ke sekolah atau dalam perjalanan menuju ke sekolah dan sebagainya. Dalam mengarang sederhana dinilai tentang kerapian, ketepatan ejaan, dan isi karangan ditekankan kepada siswa untuk diperhatikan. Menulis lanjutan adalah pengembangan dari menulis permulaan. Dalam kegiatan menulis lanjutan siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan menulisnya dalam bentuk yang lebih beragam. Jenis 17 tulisan yang bisa dikembangkan pada kegiatan menulis lanjutan ini adalah menulis pantun, puisi, surat, dan prosa. Pembelajaran menulis ini terdapat dikelas III, IV, V, VI. Tujuan menulis lanjut adalah agar siswa mampu menuangkan pikiran dan perasaannya dengan bahasa tulis secara teratur dan teliti. Yang membedakan menulis permulaan dengan menulis lanjut adalah adanya kemampuan untuk mengembangkan skema yang ada yang telah diperoleh sebelumnya untuk lebih mengembangkan hal-hal yang akan ditulis. Teknik dan model pembelajaran menulis cerita berdasarkan butirbutir pembelajaran menulis di kelas tinggi (kelas 3-6) SD terdapat ragam teknik pembelajaran menulis. Teknik pembelajaran menulis dikelompokkan menjadi dua, yakni menulis cerita dan menulis untuk keperluan sehari-hari : 1) Menulis cerita Teknik ini terdiri atas 6 macam, yaitu: (a) menyusun kalimat dapat dilakukan dengan: memperbaiki menjawab susunan pertanyaan, kalimat, memperluas melengkapi kalimat, kalimat subtitusi, transformasi dan membuat kalimat; (b) teknik memperkenalkan cerita, meliputi: baca dan tulis, simak dan tulis; (c) meniru model, (d) menyusun paragaf, (e) menceritakan kembali, (f) membuat karangan. 2) Menulis untuk keperluan sehari-hari Menulis untuk keperluan sehari-hari meliputi ragam menulis: menulis surat, menulis pengumuman, mengisi formulir, menulis surat undangan, membuat iklan, dan menyusun daftar riwayat hidup. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik menulis cerita dengan cara membuat karangan. Model pembelajaran menulis cerita di SD meliputi: menceritakan gambar, melanjutkan cerita lain, menceritakan mimpi, menceritakan pengalaman, dan menceritakan cita-cita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis bahwa karangan diartikan sebagai hasil mengarang; cerita; buah pena. Pratiwi, dkk (2007: 18 6. 37) menjelaskan bahwa karangan adalah penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. Setiap karangan yang ideal pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea. Sedangkan Zaenudin (2015: 35) mengungkapkan bahwa karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karangan adalah hasil perwujudan gagasan dalam bahasa tulis secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Dalam hal ini penulisan secara resmi maksudnya adalah penulisan yang sesuai dengan aturan penulisan yang sudah ditentukan secara resmi. Suatu tulisan atau karangan pada dasarnya terdiri atas dua hal. Pertama, isi suatu tulisan atau karangan menyampaikan sesuatu yang ingin diungkapkan penulisnya. Kedua, bentuk yang merupakan unsur mekanik karangan seperti ejaan, pungtuasi, kata, kalimat, dan alenia. Suparno (Zaenudin, 2015: 35) menjelaskan bahwa karangan dapat disajikan dalam lima bentuk atau ragam wacana: deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. 1) Deskripsi (Pemerian) Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan atau memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, dan merasakan sendiri apa yang dialami penulisnya. 2) Narasi (Penceritaan atau Pengisahan) Narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas- 19 jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. 3) Eksposisi (Paparan) Eksposisi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan, dan sikap pembacanya. 4) Argumentasi (Pembahasan atau Pembuktian) Argumentasi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, maka penulis akan menyajikan secara logis, kritis, dan sistematis bukti-bukti yang dapat memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikannya sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. Corak karangan seperti ini adalah hasil penilaian, pembelaan, dan timbangan baku. 5) Persuasi Persuasi adalah ragam wacana yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya. Berbeda dengan argumentasi yang pendekatannya bersifat rasional dan diarahkan unuk mencapai suatu kebenaran, persuasi lebih menggunakan pendekatan emosional. Seperti argumentasi, persuasi juga menggunakan bukti atau fakta. Hanya saja, dalam persuasi buktibukti itu digunakan seperlunya, atau kadang-kadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan kepada pembaca bahwa apa yang disampaikan si penulis benar adanya. Contoh karangan seperti ini adalah propaganda, iklan, selebaran, atau kampanye. 20 Ragam karangan yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menulis karangan narasi yaitu ragam wacana yang menceritakan. Pada materi menulis kelas IV semester 2 tertulis materi menulis karangan narasi dengan tema yang berbeda-beda. 1) Pengertian Menulis Karangan Menulis karangan biasa disebut dengan istilah mengarang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata mengarang adalah menyusun, mengatur, misalnya mengarang bunga berarti menyusun bunga-bunga menjadi satu kesatuan. Mengarang bahasa adalah menggunakan bahasa untuk mengutarakan sesuatu secara tertulis. Bryne (Dalman, 2014: 9)mengungkapkan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekedar menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata tersusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca. Sedangkan Pratiwi, dkk (2007: 6. 37) mengatakan bahwa mengarang adalah pekerjaan merangkai atau menyusun kata, frasa, kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema tertentu untuk memperoleh hasil akhir berupa karangan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis karangan yang dapat disebut juga dengan mengarang adalah menyusun kata, frasa, kalimat, dan alinea untuk mengungkapkan atau menyampaikan gagasan sesuai dengan topik dan tema tertentu hingga memperoleh hasil akhir berupa karangan. 2) Langkah- langkah Menulis Karangan Dalman (2014: 15) mengungkapkan beberapa tahapan dalam menulis, yaitu sebagai berikut: 21 a) Tahap Prapenulisan (persiapan) Tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini disebut juga dengan tahap persiapan. Dalam tahap ini penulis menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain dimana penulis memperkaya masukan kognitifnya yang akan diproses pada tahap selanjutnya. Pada tahap prapenulisan ini terdapat langkah-langkah yang perlu dilakukan, yaitu : (1) Menentukan topik Topik adalah pokok persoalan atau permasalahan yang menjiwai seluruh karangan. Ada yang memang mudah untuk menemukan dan menentukan topik, tetapi tidak sedikit yang mengalami kesulitan untuk menentukan topik yang pas. (2) Menentukan maksud atau tujuan penulisan Tujuan merupakan maksud penulisan karangan. Tujuan yang dimaksudkan seperti menghibur, menginformasikan, mengklarifikasi, atau membujuk. Tujuan menulis ini perlu diperhatikan selama penulisan berlangsung agar misi karangan dapat tersampaikan dengan baik. (3) Memerhatikan sasaran karangan (pembaca) Dalam menulis karangan harus memerhatikan dan menyesuaikan tulisan dengan level social, tingkat pengalaman, pengetahuan, kemampuan, dan kebutuhan pembaca. Kemampuan ini memungkinkan penulis untuk memilih informasi serta penyajian yang sesuai. (4) Mengumpulkan informasi pendukung Ketika akan menulis harus memiliki bahan dan informasi yang lengkap. Itulah sebabnya sebelum menulis perlu mencari, 22 mengumpulkan, dan memilih informasi yang dapat mendukung, memperluas, dan memperkaya isi tulisan. (5) Mengorganisasikan ide dan informasi Setelah mempertimbangkan kemampuan pembaca, maka langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan atau menata ide-ide karangan agar saling bertaut dan padu. Sebelum menyusun menulis sebaiknya penulis terlebih dahulu menyusun kerangka karangan agar tulisan dapat tersusun secara sistematis. Kerangka karangan adalah panduan seseorang dalam menulis ketika mengembangkan suatu karangan. b) Tahap Penulisan (pengembangan isi karangan) Pada tahap penulisan, penulis mengembangkan butir demi butir ide yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih dan dikumpulkan. Struktur karangan terdiri atas bagian awal, isi, dan akhir. Awal karangan berfungsi untuk memperkenalkan dan sekaligus menggiring pembaca terhadap pokok tulisan. Awal karangan sangat menentukan pembaca untuk melanjutkan kegiatan bacanya. Penulis harus menulis awal karangan semenarik mungkin supaya pembaca tertarik untuk melanjutkan membaca karangan tersebut. Isi karangan menyajikan bahasan topik atau ide utama karangan, berikut hal- hal yang menjelaskan atau mendukung ide tersebut, seperti contoh, ilustrasi, informasi, bukti, atau alasan. Akhir karangan berfungsi untuk mengembalikan pembaca pada ide-ide inti dan penekanan ide- ide penting. Bagian ini berisi kesimpulan, dan dapat ditambah rekomendasi atau saran bila diperlukan. c) Tahap Pascapenulisan (penyempurnaan tulisan) Tahap ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan karangan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi). Penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsur 23 mekanik karangan seperti ejaan, pungtuasi, diksi, pengkalimatan, pengalineaan, gaya bahasa, pencatatan kepustakaan, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi atau perbaikan lebih mengarah pada pemeriksaan dan perbaikan isi karangan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah dalam menulis karangan terdapat tiga tahap, yaitu tahap prapenulisan (persiapan), tahap penulisan (pengembangan isi karangan), dan tahap pascapenulisan (penyempurnaan tulisan). 3) Aspek Penilaian Keterampilan Menulis Karangan Aspek penilaian keterampilan menulis yang dimaksud adalah aspek yang diamati oleh guru dalam sebuah karangan untuk menentukan penilaian dari hasil karangan. Tarigan (2008: 12), mengemukakan bahwa penilaian menulis dapat dilakukan dengan memerhatikan tiga komponen yaitu, struktur, ortografi, dan kecepatan/kelancaran umum dalam menulis. Aspek dalam penilaian hasil tulisan menurut Nurgiyantoro (2012: 283) penilaian hasil tulisan berkisar pada ketepatan bahasa yang dipergunakan dan kejelasan pikiran yang dikemukakan. Penilaian pada tahap penulisan tingkat lanjutan menurut Zulela (2012: 9) bahwa penilaiannya sudah menekankan pada hasil, yaitu: (a) isi (ketepatan pengembangan tulisan/karangan dengan tugas yang diminta), (b) bahasa (struktur kata, diksi, struktur kalimat); (c) ejaan (tulisan, penggunaan tanda baca, huruf kapital, dan lain-lain). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penilaian menulis disesuaikan hasil yang dituangkan dalam tulisan seperti: a) Isi karangan meliputi ketepatan pengembangan tulisan/ karangan. b) Unsur kebahasaan meliputi struktur kata, diksi, dan struktur kalimat. 24 c) Ejaan meliputi tulisan, penggunaan tanda baca, huruf kapital, dan lain-lain. Adapaun indikator dalam menulis karangan narasi adalah sebagai berikut: a) Menentukan gagasan pokok karangan. b) Mengembangkan pokok-pokok isi karangan dengan struktur kalimat yang benar. c) Memahami penggunaan ejaan dan tanda baca. 4) Materi Menulis Karangan Kelas IV SD Adapun ruang lingkup standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pelajaran bahasa Indonesia yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Tabel 2. 1 Standar Isi Keterampilan Menulis Karangan (Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kelas IV Semester 2) Standar Kompetensi Kompetensi Indikator Dasar 8. Mengungkapkan 8. 1 Menyusun 1. Menentukan judul pikiran, perasaan, karangan karangan dan informasi tentang 2. Menyusun kerangka secara tertulis berbagai karangan dalam bentuk topik 3. Mengembangkan karangan, sederhana kerangka karangan pengumuman, dan dengan menjadi karangan pantun anak memerhatik yang padu an 4. Menggunakan ejaan penggunaan dan tanda baca yang ejaan(huruf sesuai. besar, tanda titik, tanda koma,dll) (Silabus pembelajaran terdapat pada lampiran 2 halaman 193) 25 Berikut ini materi pelajaran bahasa Indonesia kelas IV SD Semester 2: a) Pengertian karangan narasi Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan sebuah kejadian supaya pembaca dapat mengambil hikmah dari cerita tersebut. b) Langkah-langkah menulis karangan narasi: (1) Menentukan topik karangan, yaitu gagasan inti yang dijadikan landasan pengembangan karangan. (2) Merumuskan tema, yaitu suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan pembahasan dari tujuan yang akan dicapai melalui topik yang sudah dirumuskan. (3) Menyusun kerangka karangan, yaitu rencana kerja yang memuat garis-garis besar suatu karangan. (4) Menentukan judul karangan. (5) Mengembangkan kerangka karangan, yaitu memaparkan bukti yang mendukung dalam bentuk paragraf. didukung kalimat penjelas. Gagasan utama Dengan demikian, paragraf menjadi utuh dan informasinya lengkap. Pengembangan biasanya memerlukan sejumlah bukti yang mendukung gagasan menulis. Pada saat mengembangkan karangan siswa juga harus memerhatikan penggunaan huruf kapital, tanda titik, dan tanda koma. (a) Huruf kapital dipakai untuk: - Sebagai huruf pertama dalam kalimat Contoh: Rumahku berada di tepi jalan raya. - Unsur-unsur nama orang Contoh: Budi, Bu Ani. (b) Tanda titik (. ) dipakai untuk: - Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan Contoh: Tanaman menghiasi halaman rumahku. 26 - Memisahkan angka jam dan menit Contoh: pukul 06. 30 (pukul 6 lebih 30 menit) (c) Tanda koma (,) diapakai untuk: - Memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimat. Contoh: Ketika adik bermain, Ibu sedang mencuci baju. c) Contoh karangan narasi tema Hidup Sehat Perawatan Akibat Thypus Waktu duduk di kelas tiga, aku pernah dirawat di rumah sakit selama seminggu. Aku dirawat karena sakit gejala Typhus. Itu kali pertama aku sakit Typhus dan dirawat di rumah sakit. Saat pertama sakit, aku hanya merasakan suhu badanku naik dan perutku terasa perih. Saat itu juga, aku juga merasa lidahku terasa pahit. Keesokan harinya, ayahku membawaku periksa ke dokter. Setelah dokter memeriksa, ia menyimpulkan bahwa aku menderita gejala Typhus. Karena itu, aku harus dirawat dengan intensif. Dokter menyarankan supaya aku mendapat rawat inap. Saat itu juga ayahku memutuskan agar aku mendapat perawatan intensif. Aku dirawat di ruangan khusus. Selama masa perawatan, aku harus menjaga pola makan dan istirahat yang cukup. Pantangan yang harus dilakukan selama perawatan adalah menghindari makanan yang terlalu keras, pedas, asam dan asin, serta tidak boleh banyak bergerak. Teman-temanku mulai menjengukku sejak hari pertama. Mereka semua mendoakanku agar cepat sembuh. Setelah seminggu dirawat di rumah sakit, akhirnya aku diperbolehkan pulang. Dalam masa pemulihan setelah sakit, aku harus menjaga kesehatan dan pola makan. Agar kondisi kesehatanku terjaga, aku dianjurkan untuk makan bergizi dan rajin berolahraga. 27 Berdasarkan uraian tentang karakteristik siswa kelas IV SD, pengertian keterampilan, hakikat menulis, dan hakikat karangan yang telah dikemukakan di depan, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis karangan siswa kelas IV SD adalah kecakapan siswa dalam mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk karangan dengan indikator: (a) menentukan judul karangan, (b) menyusun kerangka karangan sesuai dengan tema yang ada pada kata kunci dan gambar, (c) mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan yang padu, dan (d) menggunakan ejaan dan tanda baca yang sesuai. 2. Model Cooperative Script dengan Media Flashcard a. Model Pembelajaran Cooperative Script Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu Mills (Suprijono, 2012: 45). Dalam pembelajaran, model merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. 1) Pengertian Model Cooperative Script Model pembelajaran Cooperative Script merupakan salah satu variasi model kooperatif. Menurut Lambiotte dan kawan-kawan (Huda, 2014: 213), Cooperative Script adalah salah satu strategi pembelajaran di mana siswa bekerja secara berpasangan dan bergantian secara lisan dalam mengikhtisarkan bagian-bagian materi yang dipelajari. Hal senada disampaikan oleh Suprijono (2012: 126) yang menyatakan bahwa Cooperative Script merupakan metode belajar di mana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. 28 Brousseau (Shoimin, 2014: 49) menyatakan bahwa model pembelajaran Cooperative Script adalah secara tidak langsung terdapat kontak belajar antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara berkolaborasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Cooperative Script merupakan salah satu variasi model pembelajaran kooperatif dimana siswa berpasangan dan secara bergantian mengikhtisarkan materi yang dipelajari secara lisan. 2) Langkah- langkah Model Cooperative Script Huda (2014: 213) menerangkan tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran Cooperative Script yaitu sebagai berikut : a) Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok berpasangan. b) Guru membagi wacana/materi untuk dibaca dan dibuat ringkasannya. c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan memasukkan ide-ide pokok ke dalam ringkasannya. Selama proses pembacaan, siswa-siswa lain harus menyimak/menunjukkan ideide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat dan menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkannya dengan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. e) Siswa berukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. f) Guru dan siswa melakukan kembali kegiatan seperti di atas. g) Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan materi pelajaran. h) Penutup. 29 Sedangkan menurut Shoimin (2014: 50) langkah-langkah model pembelajaran Cooperative Script adalah sebagai berikut: a) Guru membagi siswa untuk berpasangan. b) Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertamaberperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d) Sesuai kesepakatan, siswa yang menjadi pembicara membacakan ringkasan atau prosedur pemecahan masalah selengkap mungkin dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan dan pemecahan masalahnya. Sementara pendengar: (1) menyimak/ mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap, (2) membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. e) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya serta lakukan seperti di atas. f) Guru bersama siswa membuat kesimpulan. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan, peneliti menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran Model Cooperative Script, sebagai berikut: a) Guru membagi siswa untuk membuat kelompok berpasangan. b) Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca lalu membuat ringkasan. c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya sementara pendengar menyimak/mengoreksi/melengkapi ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. 30 e) Siswa bertukar peran yang semula menjadi pembicara menjadi pendengar dan sebaliknya. f) Siswa melakukan kembali kegiatan seperti langkah keempat. g) Guru dan siswa bersama-sama merumuskan kesimpulan materi pembelajaran. h) Penutup. Berkaitan dengan penelitian ini, pelaksanaan kegiatan menulis karangan akan menggunakan langkah-langkah sebagaimana disimpulkan di atas. 3) Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Script Menurut Huda (2014: 213) model Cooperative Script memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah: a) Menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berpikir kritis, serta mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal baru yang diyakini benar b) Mengajarkan siswa untuk percaya kepada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dari sumber lain, dan belajar dari siswa lain c) Mendorong siswa untuk berlatih memecahkan masalah dengan mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan ide siswa dengan ide temannya d) Membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang kurang pintar serta menerima perbedaan yang ada. e) Memotivasi siswa yang kurang pandai agar mampu mengungkapkan pemikirannya. f) Memudahkan siswa berdiskusi dan melakukan interaksi social. g) Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. 31 Model pembelajaran Cooperative Script juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain adalah : a) Ketakutan beberapa siswa untuk mengeluarkan ide karena akan dinilai oleh teman dalam kelompoknya. b) Ketidakmampuan semua siswa untuk menerapkan model pembelajaran ini, sehingga banyak waktu yang akan tersita untuk menjelaskan mengenai model pembelajaran ini. c) Keharusan guru untuk melaporkan setiap penampilan siswa dan tiap tugas siswa untuk menghitung hasil prestasi kelompok, dan ini bukan tugas yang sebentar. d) Kesulitan membentuk kelompok yang solid dan dapat bekerja sama dengan baik. e) Kesulitan menilai siswa sebagai individu karena mereka berada dalam kelompok. Sedangkan Shoimin (2014: 49) menyatakan kelebihan model Cooperative Script, yaitu: (a) melatih pendengaran, ketelitian, dan kecermatan; (b) setiap siswa mendapat peran, dan (c) melatih mengungkapkan kesalahan/koreksi orang lain. Adapun kekurangan model Cooperative Script antara lain: (a) hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu, (b) hanya dilakukan oleh dua orang. Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model Cooperative Script memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model Cooperative Script antara lain: a) Menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berpikir kritis, serta mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal baru yang diyakini benar. b) Mengajarkan siswa untuk percaya kepada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dari sumber lain, dan belajar dari siswa lain. 32 c) Mendorong siswa untuk berlatih memecahkan masalah dengan mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan ide siswa dengan ide temannya. d) Membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang kurang pintar serta menerima perbedaan yang ada. e) Memotivasi siswa yang kurang pandai agar mampu mengungkapkan pemikirannya. f) Memudahkan siswa berdiskusi dan melakukan interaksi sosial. g) Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam menanggapi teman atau pasangannya. h) Melatih siswa untuk bertanggung jawab atas peran dan tugasnya. Adapun kekurangan model Cooperative Script yaitu sebagai berikut: a) Ketakutan beberapa siswa untuk mengeluarkan ide karena akan dinilai oleh teman dalam kelompoknya. b) Ketidakmampuan semua siswa untuk menerapkan model pembelajaran ini, sehingga banyak waktu yang akan tersita untuk menjelaskan mengenai model pembelajaran ini. c) Keharusan guru untuk melaporkan setiap penampilan siswa dan tiap tugas siswa untuk menghitung hasil prestasi kelompok, dan ini bukan tugas yang sebentar. d) Hanya dapat digunakan untuk kelas yang berjumlah genap karena menggunakan kelompok secara berpasangan. e) Kesulitan membentuk kelompok yang solid dan dapat bekerja sama dengan baik. f) Kesulitan menilai siswa sebagai individu karena mereka berada dalam kelompok. g) Hanya dapat digunakan pada mata pelajaran tertentu, tidak dapat digunakan pada semua mata pelajaran. 33 b. Media Flashcard Sadiman, dkk (2012: 6) menyatakan bahwa media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima. Hamidjojo (Arsyad, 2015: 4) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Dalam hal pendidikan, pesan yang disampaikan oleh media berupa pengetahuan atau materi pelajaran. Gagne (Sadiman, dkk .2012: 6) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media merupakan suatu bentuk perantara yang berisi pesan berupa pengetahuan yang dibuat untuk menyampaikan materi serta mampu merangsang siswa untuk belajar. Anitah (2010: 2) mengatakan bahwa ada tiga klasifikasi media pembelajaran, yaitu : a) Media Visual Media visual adalah media yang hanya dapat digunakan melalui indera penglihatan. Terdiri dari media yang dapat diproyeksikan meliputi media proyeksi diam (gambar diam) serta media proyeksi gerak. media yang tidak dapat diproyeksikan meliputi gambar fotografik, grafis, dan media tiga dimensi. b) Media Audio Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif atau hanya dapat didengar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para siswa untuk mempelajari bahan ajar. Terdiri dari program kaset suara, CD audio, dan program radio. 34 c) Media Audio-Visual Media audio-visual adalah kombinasi dari audio dan visual atau biasa disebut sebagai media pandang dengar. Contohnya yaitu program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, program slide suara, dan program CD interaktif. Lebih lanjut Anitah (2010: 7) menyampaikan bahwa media visual yang tidak diproyeksikan merupakan media yang sederhana, tidak membutuhkan proyektor dan layar untuk memproyeksikan perangkat lunak. Media ini tidak tembus cahaya (nontransparant), maka tidak dapat dipantulkan pada layar. Namun, media ini cenderung digunakan oleh guru karena lebih mudah dalam pembuatan maupun penggunaannya. Salah satu media yang termasuk dalam media visual yang tidak diproyeksikan adalah flashcard. 1) Pengertian Media Flashcard Flashcard merupakan media pembelajaran berbentuk kartu bergambar yang ukurannya seukuran postcard atau sekitar 25 x 30cm. Gambar yang diampilkan kartu tersebut adalah gambaran tangan atau foto, atau gambar/foto yang sudah ada dan ditempelkan pada lembaran kartu-kartu tersebut. Gambar yang ada pada media ini merupakan rangkaian pesan yang disajikan dengan keterangan pada bagian belakangnya (Indriana, 2011:68-69). Selain itu, Susilana & Riyana (2007: 93) mengemukakan bahwa flashcard mempunyai pengertian sebagai berikut “Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang berukuran 25 X 30 cm”. Sedangkan Arsyad (2015: 115) berpendapat bahwa flashcard merupakan kartu kecil berisi gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu. Flashcard biasanya berukuran 8 x 12 cm, atau dapat disesuaikan dengan besar kecilnya kelas yang dihadapi. Kartu- 35 kartu ini menjadi petunjuk dan rangsangan bagi siswa untuk memberikan respons yang diinginkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan media flashcard adalah media yang berupa kartu-kartu bergambar berukuran 25 x 30 cm atau menyesuaikan kondisi kelas. Gambar yang ditampilkan dibuat dengan tangan atau foto, atau memanfaatkan gambar yang sudah ada ditempelkan pada kartu-kartu tersebut. Gambar tersebut merupakan rangkaian pesan yang disampaikan dengan keterangan pada setiap gambar yang dicantumkan pada bagian belakangnya. Berikut ini adalah contoh media flashcard: Kata kunci: Sekolah Letak/alamat sekolah Belajar Bapak/Ibu guru Teman-teman Gambar 1. Contoh media flashcard Dalam penelitian ini peneliti membuat media flashcard berukuran kurang lebih 11 x 15 cm untuk dibagikan kepada masingmasing siswa, sedangkan untuk ukuran media flashcard yang digunakan oleh guru secara klasikal dalam kelas yaitu kurang lebih 45 36 x 50 cm. tersebut Gambar, teks, atau tanda simbol yang ada pada media merupakan serangkaian pesan penyampaian materi pembelajaran. 2) Kelebihan dan Kekurangan Media Flashcard Menurut Susilana & Riyana (2007: 94) kelebihan media flashcard adalah sebagai berikut: a) Mudah dibawa kemana-mana karena ukurannya yang seukuran postcard. b) Praktis dalam membuat dan menggunakannya, sehingga kapan pun anak didik bisa belajar dengan baik menggunakan media ini. c) Gampang diingat karena kartu ini bergambar yang sangat menarik perhatian, atau berisi huruf atau angka yang simpel dan menarik, sehingga merangsang otak untuk lebih lama mengingat pesan yang ada dalam kartu tersebut. d) Media ini juga sangat menyenangkan digunakan sebagai media pembelajaran, bahkan bisa digunakan dalam bentuk permainan. Uraian di atas merupakan kelebihan media flashcard, sedangkan kelemahan media flashcard adalah anak hanya dapat mengetahui dan memahami kata dan gambar hanya sebatas kata dan gambar yang ada pada media flashcard. 3) Langkah-langkah Penggunaan Media Flashcard Susilana & Riyana (2007: 95) mengemukakan langkah-langkah penggunaan media ini sebagai berikut: a) Kartu-kartu yang sudah disusun dipegang setinggi dada dan menghadap ke siswa. b) Guru menyabut dan menyingkap satu-persatu kartu tersebut setelah guru selesai menerangkan. 37 c) Guru memberikan kartu-kartu tersebut kepada siswa lalu meminta siswa untuk mengamati kartu tersebut satu-persatu sampai siswa mendapat bagian. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah penggunaan media flashcard yang akan digunakan pada penelitian ini yakni : (a) guru membagikan media flashcard pada masing-masing kelompok, (b) guru memegang media flashcard setinggi dada dan menghadap ke siswa, dan (c) guru menerangkan kata kunci yang ada pada flashcard, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati kartu tersebut sebelum mengembangkannya menjadi kerangka karangan. 4) Flashcard Berbasis Kearifan Lokal Menurut UU No. 32 tahun 2009 Bab I pasal I tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkukngan hidup secara lestari. Sementara itu Keraf (2002: 370) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini harus dihayati, dipraktikkan, diajarkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib. Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksanaan yang didasari oleh nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama (secara turun-menurun) oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka. 38 Dari sisi filosofi dasarnya, kearifan dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu : (1) gagasan, pemikiran, akal budi yang bersifat abstrak ; dan (2) kearifan lokal yang berupa hal-hal konkret. Secara garis besar, kearifan lokal terdiri dari hal-hal yang tidak kasat mata (intangible) dan hal-hal yang kasat mata (tangible). Kearifan yang tidak kasat mata berupa gagasan mulia untuk membangun diri, menyiapkan hidup lebih bijaksana, dan berkarakter mulia. Sebaliknya kearifan yang berupa hal-hal fisik dan sibolik patut ditafsirkan kembali agar mudah diimplementasikan ke dalam kehidupan. Dilihat dari jenisnya, kearifan lokal dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu makanan, pengobatan, teknik produksi, industri rumah tangga, dan pakaian. Klasifikasi ini tentu saja tidak tepat sebab masih banyak hal lain yang mungkin jauh lebih penting. Oleh sebab itu, kearifan lokal tidak dapat dibatasi atau dikotak-kotak. Kategorisasi lebih kompleks dikemukakan Sungri (Wagiran, 2012: 334) yang meliputi pertanian, kerajianan tangan, pengobatan herbal, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, perdagangan, seni budaya, bahasa daerah, filosofi, agama dan budaya serta makanan tradisional. Terkait dengan pembelajaran, guru dapat memasukkan unsur-unsur kearifan lokal melalui media. Penggunaan media flashcard berbasis kearifan lokal untuk membantu siswa dalam menulis karangan khususnya dalam merangsang ide, gagasan, serta pendapat siswa terhadap gambar yang ada dalam media flashcardtersebut. Sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang berada dalam tahap operasional konkret, media flashcard ini akan membantu siswa untuk memroses ide-ide dan gagasan yang bersifat abstrak menjadi konkret dalam proses menulis karangan. Selain itu, pada tahap ini siswa akan lebih mudah dalam memahami materi apabila guru menggunakan live model. Live model adalah model yang berasal dari kehidupan nyata (Suprijono, 2012: 48). Siswa akan lebih mudah dalam menemukan ide, gagasan, dan 39 pendapatnya ketika ia sudah pernah melihat atau merasakan sendiri hal yang ada pada gambarflashcard. Oleh karena itu, penggunaan media flashcard akan lebih maksimal apabila dalam flashcard ini berisi gambar tentang kejadian atau keadaan nyata baik di lingkungan sekolah tersebut maupun masyarakat setempat. Kearifan lokal yang digunakan untuk membuat media flashcard ini antara lain tempat umum, pariwisata, dan kegiatan masyarakat di wilayah sekitar tempat penelitian c. Penerapan model Cooperative Script dengan Media Flashcard Berbasis Kearifan Lokal Berdasarkan uraian tentang model Cooperative Script dan media flashcard berbasis kearifan lokal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model Cooperative Script dan media flashcard berbasis kearifan lokal adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan dengan berpasangan dan secara bergantian mengungkapkan ide, gagasan, serta pendapatnya yang dituangkan dalam bentuk karangan yang disusun dengan bantuan flashcard yang berisi tentang gambaran atau kejadian yang terjadi di lingkungan sekolah dan masyarakat wilayah setempat dengan langkahlangkah : (a) pembentukan kelompok secara berpasangan dan persiapan media flashcard, (b) penyampaian materi pelajaran dengan menggunakan media flashcard, (c) pembagian peran, (d) pembacaan karangan oleh pembicara, (e) pertukaran peran, (f) pembacaan karangan oleh pembicara, (g) perumusan kesimpulan, dan (h) penutup. 3. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan dengan substansi yang diteliti. Berikut disajikan penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan: 40 Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh De Smedt, F. (2014: 694) judul “A Research Synthesis on Effective Writing Instruction in Primary Education”. Penelitian ini dilakukan meningkatkan keterampilan menulis pada siswa sekolah dasar di Belgia. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah: (1) meningkatnya fokus siswa, (2) meningkatnya motivasi siswa, dan (3) siswa terdorong untuk bekerja sama dengan baik. Di samping itu dengan mengimplementasikan strategi dan media tersebut dapat meningkatkan longterm effect karena siswa bersama kelompoknya membangun pengetahuan mereka. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada variabel Y, yaitu sama-sama meningkatkan keterampilan menulis pada siswa SD. Sedangkan perbedaannya terletak pada penggunaan strategi belajar dan media yang digunakan. Penelitian tersebut mengombinasikan strategi pembelajaran dengan menulis secara kolaboratif dan penggunaan ICT sebagai media. Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Komachali (2012: 134) dengan judul “The Effect of Using Vocabulary Flash Card on Iranian PreUniversity Students’ Vocabulary Knowledge. Penelitian ini melibatkan 50 responden perempuan, kemudian membaginya menjadi dua kelompok masingmasing 25 responden. Pada kelompok pertama dilakukan penelitian dengan menggunakan flashcard kosa kata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang cukup signifikan yakni kelompok pertama pengetahuan kosa katanya lebih unggul daripada kelompok kedua. Persamaan dengan penelitian ini yakni sama-sama menggunakan media flashcard. Sedangkan perbedaannya yakni penilitian tersebut dilaksanakan pada siswa negara Iran sebelum memasuki jenjang kuliah tanpa menggunakan model pembelajaran tertentu, sedangkan penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV SDN 2 Panjer tentang keterampilan menulis karangan dengan model Cooperative Script. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahman, B. dan Haryanto (2014: 127) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Membaca Permulaan melalui Media Flashcard Pada Siswa Kelas I SDN Bajayau 41 Tengah 2”. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa media flashcard dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan siswa kelas I SDN Bajayau Tengah 2. Nilai rata-rata keterampilan membaca siswa pada siklus I memperoleh nilai sebesar 71,3% dan termasuk dalam kategori baik, hasil yang diperoleh tersebut masih belum optimal sehingga dilanjutkan ke siklus II, pada siklus II nilai rata-rata keterampilan membaca permulaan siswa meningkat menjadi 90,7% dan termasuk dalam kategori baik sekali. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama menggunakan media flashcard dalam meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia. Penelitian ini juga merupakan penelitian tindakan kelas. Sedangkan perbedaannya terletak pada jenis keterampilan bahasa yang diteliti. Penelitian tersebut untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan. Kemudian hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sufazen , N. (2014: 57) dengan judul “Keefektifan Model Cooperative Script terhadap Hasil Belajar IPS”. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwaterdapat perbedaan hasil belajar IPS materi Perkembangan Teknologi pada peserta didik kelas IV yang menggunakan model Cooperative Script dan model konvensional, serta penerapan model Cooperative Script terbukti efektif mengoptimalkan hasil belajar IPS materi Perkembangan Teknologi pada peserta didik kelas IV SD Negeri 1 Tinggarjaya Kabupaten Banyumas. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai hasil belajar IPS peserta didik di kelas eksperimen lebih baik daripada hasil belajar di kelas kontrol. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama menggunakan model Cooperative Script dalam meningkatkan pembelajaran di sekolah dasar. Sedangkan perbedaannya terletak pada mata pelajaran dimana penelitian tersebut menggunakan mata pelajaran IPS. Selain itu, penelitian tersebut merupakan penelitian quasi experimental. 42 Dari beberapa penilitian di atas, dapat dijadikan tolok ukur dan pembanding dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu terbukti penerapan model Cooperative Script dengan media Flashcarddapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran keterampilan menulis karangan. Penelitian ini menekankan pada penerapan model Cooperative Script dengan media Flashcard dalam meningkatkan keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDN 2 Panjer tahun ajaran 2015/2016. B. Kerangka Berpikir Menulis karangan merupakan salah satu subjek dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dalam aspek menulis. Sampai saat ini, siswa masih mengalami kesulitan untuk mengungkapkan pikiran, ide, gagasan dari pemikirannya, sehingga siswa kurang maksimal dalam menulis karangan. Nilai siswa dalam kegiatan menulis karangan masih rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai siswa dimana 72% siswa belum memenuhi KKM yang sudah ditentukan. Berdasarkan data tersebut dapat digali berbagai permasalahan yang mungkin terjadi dari lemahnya keterampilan menulis karangan siswa kelas IV SDN 2 Panjer. Kemungkinan masalah yang ada berawal dari rendahnya motivasi siswa yang dipengaruhi oleh gaya mengajar guru, pembelajaran yang monoton, dan kurangnya penerapan model atau media pembelajaran yang menarik. Oleh karena itu, guru harus dapat mengajarkan keterampilan menulis karangan secara efektif, efisien, dan menarik. Banyak teknik dan cara yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan siswa, salah satunya adalah dengan menggunakan model Cooperative Script dengan media flashcard berbasis kearifan lokal. Penerapan model Cooperative Script dengan media flashcard tersebut mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya: (a) siswa lebih aktif dalam pembelajaran, (b) siswa terlatih bekerjasama, (c) menumbuhkan tanggung jawab, (d) meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, (e) meningkatkan keterampilan menulis siswa. 43 Siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis karangan akan lebih mudah, senang, dan bersemangat untuk belajar dengan menggunakan model Cooperative Script dengan media flashcard berbasis kearifan lokal. Hal ini akan memudahkan siswa dalam menulis karangan serta menciptakan situasi belajar yang kondusif serta menarik yang dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan siswa. Dengan diterapkannya rancangan tersebut maka kegiatan belajar mengajar akan lebih hidup dan menyenangkan sehingga pembelajaran menulis karangan tidak lagi menjadi pelajaran yang sulit dan membosankan. Dengan kondisi pembelajaran seperti ini, maka siswa akan antusias dalam mengikuti kegiatan belajar hingga selesai dan akhirnya keterampilan menulis karangan siswa meningkat. Oleh karena itu, penerapan model Cooperative Script dengan media flashcard berbasis kearifan lokal dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan siswa kelas IV SDN 2 Panjer tahun ajaran 2015/2016. 44 Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir Guru Gaya mengajar guru kurang menarik, pembelajaran monoton, dan penggunaan media kurang maksimal. Guru menerapkan model Cooperative Script dengan media Flashcard dalam pembelajaran menulis karangan narasi bagi siswa kelas IV SDN 2 Panjer. Dilaksanakan dalam 3 siklus, tiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Keterampilan menulis karangan siswa kelas IV SDN 2 Panjer meningkat Gambar 2. 2 Skema Kerangka Berpikir Siswa Siswa mudah merasa jenuh ketika pembelajaran berlangsung sehingga berdampak pada rendahnya motivasi belajar siswa sehingga keterampilan menulis rendah - - Siswa Siswa lebih aktif dalam pembelajaran Siswa terlatih bekerjasama Menumbuhkan tanggung jawab Meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran Keterampilan menulis siswa meningkat 45 C. Hipotesis Tindakan Hipotesis penelitian ini diturunkan berdasarkan cara berpikir deduktif, yakni menentukan jawaban sementara atas dasar analisis teori-teori pengetahuan ilmiah yang relevan dengan permasalahan melalui penalaran. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Jika penerapan model Cooperative Script dengan media Flashcard berbasis kearifan lokal dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang benar, maka dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDN 2 Panjer tahun ajaran 2015/2016”.