1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) mengakui dan melindungi kesehatan sebagai hak asasi setiap manusia.
Pada pasal 28H dan pasal 34 ayat (3) UUD 1945, kesehatan menjadi hak
konstitusional setiap warga negara dan menjadi tanggung jawab bagi
pemerintah
untuk
menyediakan
pelayanan
kesehatan.
Pembangunan
kesehatan sebagai upaya negara untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
didukung oleh sumber daya kesehatan, baik dari tenaga kesehatan maupn
tenaga non-kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan merupakan keadaan
sejahtera mulai dari badan, jiwa, serta sosial yang membuat setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian,
kesehatan selain menjadi hak asasi manusia, kesehatan juga merupakan suatu
investasi.1
Kesehatan merupakan hak asasi manusia, selain itu kesehatan juga
salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan
UUD 1945. Oleh sebab itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya harus dilaksanakan
berdasarkan
prinsip
nondiskriminatif,
partisipatif,
perlindungan
dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.2
1
Muhammad Sadi Is. Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015,
hlm. 7
2
Lihat Penjelasan pada Bagian Umum Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.
1
2
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pemerintah
memiliki
tanggung
jawab
dalam
merencanakan,
mengatur,
menyelenggarakan, membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Disamping itu, hal
yang pokok diatur dalam Undang-Undang Nomor 2009 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran merupakan pelayanan medik oleh dokter yang
berorientasi pada kesembuhan (kuratif).
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran berbunyi “Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan
upaya kesehatan. 3 Sesuai dengan kewenangannya dokter akan melakukan
tindakannya dengan merujuk Pasal 51 poin (a) dan (b), dokter atau dokter
gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban: (a)
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, (b) merujuk pasien ke
dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan.
Berdasarkan pasal 3 dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, bahwa tujuan diadakan pengaturan peraktik kedokteran adalah
untuk memberi perlindungan terhadap pasien, mempertahankan, dan
meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter
gigi serta memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat (pasien), dokter
dan dokter gigi.4
Dokter dan dokter gigi memiliki kewenangan dalam memberikan
pelayanan tindakan medis terhadap pasiennya atau orang yang sedang sakit.
Tindakan medis tersebut memiliki tujuan mengobati pasien yang menderita
penyakit supaya penyakit pasien dapat sembuh, tidak semakin parah dan
mengembalikan kesehatan pasien yang sakit menjadi kembali sehat.
3
Lihat pasal 1 (ayat) 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
4
Lihat pasal 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
3
Kedudukan hukum kedokteran kesehatan menjadi bagian dari
pertumbuhan ilmu hukum dan sebagai cabang hukum yang diharapkan dapat
berkembang lebih jauh menjadi sub bidang tersendiri hukum kesehatan dan
hukum kedokteran termasuk teknologi kedokteran. Kemajuan pembidangan
hukum yang demikian itu dapat terlihat pada hukum acara pidana menjadi
beberapa bagian antara lain hukum pembuktian dan hukum kepolisian yang
mengandung teknologi penegakan hukum.5
Berbicara mengenai profesionalitas kerja di dalam kemampuan dan
kemapanan pendidikan berbasis kompetensi, pada akhirnya melahirkan
standar di berbagai pendidikan kejuruan termasuk di dalamnya ada
keperawatan, kebidanan dan rekam medik. Semua upaya ditempuh dalam
tujuan mencapai taraf ketrampilan tertentu yang akan menunjang pekerjaan
menjadi lebih baik, lebih efisien, dan lebih berdaya guna. Peningkatan mutu
dan kualitas kemampuan serta ketrampilan ini digunakan untuk meningkatkan
pelayanan, peran dan fungsi petugas kesehatan.6
Meningkatnya pelayanan kesehatan, tugas perawat tidak lagi hanya
terbatas pada bentuk asuhan pelayanan pasien berupa perawatan saja. Namun
mulai dengan apa yang sering disebut program keperawatan mandiri atau INP
(Independent Nurse Practitioner). Hanya saja program ini membawa dampak
yang cukup besar di masyarakat karena kemudian terjadi kerancuan
pengertian dan tugas pendelegasian antara dokter dan perawat.7
Perawat sebagai salah satu tenaga paramedis yang bertugas
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Tugas utama
perawat adalah memberikan pelayanan kesehatan atau memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan keterampilan dan keahlian yang dimilikinya.
Perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan terdapat beberapa peran.
Pertama, perawat memiliki peran dalam mengatasi masalah yang dihadapi
5
Lihat Bambang Poernomo dalam Sadi Is M., hlm. 10
Indriyanti Dewi A. Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2008, hlm. 307
7
Alexandra Ide. Etika & Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan, Yogyakarta: Grasia Book
Publisher, 2012, hlm. 266
6
4
pasien. Kedua, perawat memiliki tanggung jawab dalam memberikan
penyuluhan kepada pasien/klien. Ketiga, perawat memiliki peran dalam
menjamin dan memantau kualitas asuhan keperawatan. Keempat, perawat
memiliki tugas sebagai peneliti dalam upaya untuk mengembangkan body of
knowledge keperawatan.8
Data dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia mengenai malpraktik
keperawatan di Indonesia pada tahun 2010-2015 ada sekitar 485 kasus. Dari
485 kasus malpraktik tersebut, 357 kasus malpraktik administratif, 82 kasus
terjadi akibat tindakan perawat yang tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang disepakati dan termasuk dalam malpraktik sipil, dan 46
kasus terjadi akibat tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter yang
dilakukan dengan tidak hati-hati dan menyebabkan luka serta kecacatan
kepada pasien atau tergolong dalam malpraktik kriminal dengan unsur
kelalaian.9
Pengaruh karena adanya peluang yang dimiliki oleh perawat,
kususnya di daerah terpencil mengakibatkan banyaknya tindakan medis yang
dilakukan perawat. Di samping itu, faktor lain mengenai terbatasnya jumlah
dokter serta tidak menyebarnya dengan merata juga mengakibatkan perawat
melakukan tindakan medis tersebut. Jumlah dokter sedikit yang mau
ditempatkan
di
daerah
terpencil
juga
merupakan
kendala,
yang
mengakibatkan masyarakat memilih untuk datang kepada perawat.
Pada praktek keperawatan terdapat sebuah permasalahan hukum,
terutama permasalahan tentang bagaimana cara atau mekanisme pelimpahan
tugas atau kewenangan dokter kepada perawat. Undang-undang praktik
keperawatan profesional pada dasarnya berfungsi untuk mengatur praktik
keperawatan dengan tujuan agar hak-hak masyarakat untuk memperoleh
8
Arrie Budhiartie, Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Jambi. Vol. 11
No. 2, 2009, hlm. 45
9
Data PPNI Dalam Mike Asmaria, Persepsi Perawat Tentang Tanggung Jawab dalam
Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat di Ruang Rawat Inap Non Bedah Penyakit
Dalam RSUP. DR. M. Djamil Padang, Tesis, Padang: Universitas Andalas, Tahun 2016, hlm. 6
5
perawatan yang baik dapat terpenuhi. Undang-undang ini memiliki tujuan
melindungi dalam penggunaaan kemampuan profesional.
Hubungan kolaborasi antara dokter dan perawat seringkali menjadi
permasalahan yang kompleks. Secara historis, status perawat adalah panjang
tangan dari dokter dalam praktek medis, perawat melakukan tindakan
tindakan berdasarkan dari instruksi dokter. 10 Sehingga pada prakteknya,
perawat seringkali hanya menjalankan perintah dokter dan tidak mempunyai
batas kewenangan yang jelas. Apabila dulu perawat menjalankan perintah
dokter, sekarang perawat diberi wewenang memutuskan dalam hal pelayanan
kesehatan terhadap pasien berdasarkan ilmu keperawatan yang dimilikinya
dan bekerjasama dengan dokter untuk menetapkan yang terbaik untuk pasien.
Sehingga muncul paradigma bahwa perawat merupakan profesi yang mandiri,
profesional serta mempunyai kewenangan yang proporsional. Kewenangan
perawat merupakan kewenangan dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan, sedangkan kewenangan melaksanakan tindakan medis hanya
diperoleh apabila ada pelimpahan wewenang dari dokter.
Hal yang paling umum terlihat adalah dari perbedaan etika medis dan
etika keperawatan didasarkan pada kesamaan dua kata kerja dalam bahasa
Inggris “to cure” dan “to care”. Tugas utama dokter adalah untuk
menyembuhkan, yang meliputi diagnosa penyakit. Sedangkan perawat
melengkapi kegiatan dokter dengan merawat. Tidak ada keraguan bahwa dua
profesi ini saling melengkapi secara signifikan. Di samping itu, bahwa bagian
dari pekerjaan dokter adalah perawatan dan di sisi lain perawatan perawat
tidak hanya berpartisipasi dalam proses diagnosa dan terapeutik tetapi juga
membuat skema diagnosa mereka sendiri, seperti klasifikasi kebutuhan
pasien.11
10
Churchman & Doherty dalam Merav Ben Natan, Medical Staff Attitudes towards
Expansion of Nurse Authority to Perform Peripheral Intra Venous Cannulation, International
Journal of Carring Sciences. School of Health Profession, Tel Aviv University, Israel. Vol. 8, Issue
1, 2015, hlm. 70
11
Jiri Simek, Specifics of Nursing Ethics, Faculty of Health and Social Sciences, University
South Bohemia: Czech Republic, 2016, Vol. 18 Isuue 2
6
Perawat memiliki kewenangan untuk melakukan praktek asuhan
keperawatan sesuai dengan standar etik dan standar profesi yang berlaku.
Pada prakteknya, perawat banyak menjalankan perintah dokter berupa
tindakan medis. Tugas dokter tanpa adanya batasan yang jelas dengan tugas
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, pada akhirnya akan berdampak
kepada kepuasan pasien pada pelayanan tenaga kesehatan di Puskesmas.
Dengan kondisi seperti itu perawat dan dokter akan sangat berisiko untuk
mendapat masalah hukum. Dasar hukum pelimpahan kewenangan/tugas
dokter
kepada
perawat
diatur
pada
Pasal
23
Permenkes
No.
2052/Menkes/Per/X/2011 dan juga terdapat dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e,
dan Pasal 32 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat
(7) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.
Belum tersedianya petunjuk atau peraturan tentang jenis-jenis
tindakan medis yang dapat dilakukan oleh perawat seringkali menyebabkan
terjadinya tumpang tindih mengenai tugas asuhan keperawatan dan tugas
yang merupakan pelimpahan dari kewenangan dokter. Cara pelaksanaan tugas
berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 29
ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis dalam
hal ini dokter kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan
melakukan evaluasi pelaksanaannya.12
Masyarakat pada umumnya tidak mengetahui bahwa meminta
diagnosa dari seorang perawat atau meminta obat kepada perawat tanpa
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter adalah tindakan yang melanggar
hukum baik bagi perawat yang melakukan maupun masyarakat yang
menggunakan jasanya.13 Fenomena yang terjadi di lapangan, dilihat dari sisi
kemanusiaan perawat sangat dibutuhkan kehadirannya dalam memberikan
pelayanan kesehatan tetapi ketika perawat melakukan suatu kesalahan,
perawat langsung dipidanakan. Di samping itu, masyarakat tidak mengetahui
batasan-batasan wewenang tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat. Jadi,
12
13
Lihat Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
Ibid. hlm. 267
7
ketika masyarakat datang pada pelayanan kesehatan yang menangani dokter
atau perawat ia tidak mau tahu, yang penting ia berobat dan dilayani oleh
petugas kesehatan yang ada pada saat itu.
Roscoe Pound berpendapat bahwa tujuan hukum harus ditelaah dalam
kerangka kebutuhan atau untuk kepentingan sosial. Di dalam golongan
kepentingan sosial tercakup antara lain kepentingan akan keamanan umum,
kehidupan pribadi, perlindungan terhadap moral, konservasi sumber-sumber
daya serta kepentingan-kepentingan dalam perkembangan ekonomi, sosial,
budaya. Sehubungan social jurisprudence itu, menurut ajaran hukum
fungsional, hukum dipandang sebagai instrument untuk mengarahkan atau
pencapaian tujuan masyarakat.14
Pendekatan secara fungsional para pejabat administrasi terutama di
daerah harus senantiasa mengukur norma-norma hukum dan faktor-faktor lain
yang
mempengaruhi
(sosial,
budaya
dan
sebagainya)
berdasarkan
efektivitasnya, bagaimana hukum dapat bekerja dalam kenyataan, sehingga
apabila antara hukum sudah sesuai lagi dengan perkembangan sosial atau
menjadi penghambat pembangunan atau bahkan belum ada, maka diharapkan
bagi aparatur pemerintah harus berani untuk menyisihkan atau dengan
inisiatifnya dapat menetapkan suatu kebijakan untuk mengatasi kesenjangan
di atas. Oleh sebab itu bagi seorang aparatur negara baik dipusat maupun di
daerah dapat dengan cepat atas inisiatifnya sendiri bertindak untuk dapat
memenuhi keharusan tersebut, Inisiatif ini dikenal dengan istilah kebebasan
bertindak atau diskresi dalam bahasa Prancis dikenal dengan istilah freis
ermessen.15
Berdasarkan observasi awal dan kajian pustaka yang dilakukan,
penulis tidak menemukan penelitian studi tentang diskresi pelimpahan
wewenang tindakan medik di Puskesmas, tetapi penelitian lain lebih banyak
14
M. Faal Dalam Azmi Fendri, Kebebasan Bertindak Pemerintahan (Diskresi) Sebagai
Perwujudan Nilai-Nilai Moral dan Etika, Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Andalas, Vol. 4 No. 3, 2015, hlm. 143
15
Ibid.
8
mengkaji di Rumah Sakit serta mengenai perlindungan hukum terhadap
dokter dan pasien.
1.
Orisinal Penelitian
Penelitian-penelitian
terdahulu
yang
berkaitan
dengan
diskresi
pelimpahan wewenang tindakan medik serta perlindungan bagi tenaga
kesehatan:
a.
Penelitian yang dilakukan oleh Arif Nuryanto tahun 2012 dengan
judul
“Perlindungan
Hukum
Profesi
Dokter
Perspektif
Keseimbangan Antara Dokter dan Pasien” menunjukkan bahwa
penyebab sengketa medik disebabkan karena tidak berjalannya hak
dan kewajiban antara dokter dan pasien dalam hubungan hukum
yang terjadi,
kemudian
menimbulkan
ketidakpuasan
pasien.
Penyelesaian sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien
dilakukan melalui jalur litigasi dan non litigasi. Model perlindungan
hukumnya meliputi aspek hubungan terapeutik, hubungan profesi
dokter dan rumah sakit, hubungan profesi dokter dan organisasi
profesi, hubungan profesi dokter dengan hukum dan asspek
penyelesaian sengketa. Metode pendekatan yang digunakan adalah
yuridis sosiologis dan tipe dalam kajian ini bersifat deskriptif.16
b.
Penelitian yang dilakukan oleh Dinarjati Eka Puspitasari tahun 2004
dengan judul “Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien Dalam
Tindakan Malpraktek Medik Di Daerah Istimewa Yogyakarta”
menunjukkan bahwa tanggung jawab dokter terhadap pasien dalam
melakukan tindakan medik dilaksanakan dengan pemberian ganti
rugi dari dokter yang melakukan malpraktek medik kepada pasien
yang mengalami malpraktek medik. Tindakan malpraktek tersebut
merupakan perbuatan melawan hukum, jadi dapat diterapkan sanksi
berdasarkan Pasal 1365, 1366 dan 1367 ayat (1) KUH Perdata.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian
16
Arif Nuryanto, Perlindungan Hukum Profesi dokter Perspektif Keseimbangan Antara
Dokter Dan Pasien, Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012
9
hukum normatif, sedangkan metode pengumpulan data dilakukan
secara purposive sampling, kemudian data dianalisis dengan cara
kualitatif.17
c.
Penelitian yang dilakukan Reny suryanti tahun 2011 dengan judul
“Pelimpahan Wewenang Dokter Kepada Perawat Dalam Tindakan
Medis Di Ruang Rawat inap RSUD Kabupaten Badung Sebagai
Upaya Pencegahan Terjadinya Kelalaian” menunjukkan bahwa
kewenangannya perawat dalam melakukan tindakan di ruang rawat
inap RSUD Kabupaten Badung sudah sesuai dengan peraturan
undang-undang tentang kesehatan dan peraturan menteri kesehatan.
Belum tersedianya jenis-jenis tindakan medis secara tertulis,
menyebabkan perawat dalam melaksanakan tugas pelimpahan
wewenang dari dokter mengakibatkan terjadinya tumpang tindih
dengan tugas perawat asuhan keperawatan.
Cara pelimpahan
wewenang dokter kepada perawat dilakukan secara tertulis dan
secara lisan via telpon. Pihak yang bertanggung jawab dalam
pelimpahan wewenang adalah rumah sakit, dokter dan perawat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
sosiologis dengan pendekatan masalah secara normatif dan
sosiologis/lapangan.
Jenis
penelitian
ini
deskriptif
dengan
menggunakan data kualitatif.18
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, penelitian ini
berfokus pada Puskesmas yang berada pada 3 wilayah berbeda, yaitu
Puskesmas yang berada di perkotaan, pedesaan, dan terpencil dalam
melakukan pelimpahan wewenang tindakan medik dari dokter kepada perawat,
oleh karena itu penelitian ini merupakan penelitian yang otentik karena berbeda
dengan penelitian-penelitian di atas maupun penelitian lainnya.
17
Dinarjati Eka Puspita, Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien Dalam Tindakan
Malpraktek Medik Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Tesis, Univeritas Gadjah Mada, 2014.
18
Suryanti, Reny. Pelimpahan Wewenang Dokter Kepada Perawat Dalam Tindakan Medis
Di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Badung Sebagai Upaya Pencegahan Terjadinya
Kelalaian. Tesis. Universitas Gadjah Mada, 2011.
10
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana gambaran pelimpahan tindakan medik dari dokter kepada
perawat di Puskesmas Kabupaten Kotawaringin Timur?
2.
Bagaimana model yang ideal diskresi pelimpahan tindakan medik dari
dokter kepada perawat?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui gambaran pelimpahan tindakan medik dari dokter
kepada perawat di Puskesmas Kabupaten Kotawaringin Timur
b.
Untuk mendapatkan model yang ideal mengenai pelimpahan
tindakan medik dari dokter kepada perawat.
2.
Manfaat Penelitian
a.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk Puskesmas di
Kotawaringin Timur mengenai pelimpahan tindakan medik dari
dokter kepada perawat.
b.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk Puskesmas, dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk model mengatasi
permasalahan pelimpahan tindakan medik dari perawat kepada
dokter.
D. DEFINISI KONSEPTUAL
a.
Hubungan Dokter Dan Perawat
Hubungan dokter dan perawat merupakan suatu bentuk interaksi
yang telah cukup lama dikenal ketika memberi pelayanan kesehatan
kepada pasien. Dalam prakteknya, kecendrungan akan terjadinya
hambatan dalam hubungan dokter dan perawat dikarenakan adanya
kendala psikologis keilmuan dan individual, faktor budaya dan faktor
sosial yang dapat menjadi aspek negatif sehingga dapat mempengaruhi
suatu proses kolaborasi antara dokter dan perawat, disamping itu
11
selanjutnya akan mempengaruhi pada proses pelayanan kesehatan yang
didapatkan oleh pasien.19
Hubungan antara dokter dan perawat juga memiliki hubungan
hukum yang dapat terjadi karena rujukan atau pendelegasian yang
diberikan oleh dokter kepada perawat. Dalam hubungan rujukan, perawat
dapat melakukan tindakan sesuai dengan keputusannya sendiri.
Sementara dalam hubungan delegasi, perawat tidak dapat melakukan
kebijaksanaan sendiri tetapi harus melakukan tindakan sesuai dengan
delegasi yang diberikan oleh dokter.20 Sesuai pasal 32 UU keperawatan
tentang pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dilakukan
secara delegatif dan mandat. Untuk pelimpahan wewenang secara
delegatif yang diberikan oleh tenaga medis kepada perawat dengan
disertai pelimpahan tanggung jawab, pelimpahan tersebut hanya dapat
diberikan kepada perawat profesi atau perawat vokasi terlatih yang
memiliki kompetensi yang diperlukan. Sedangkan pelimpahan wewenang
secara mandat yang diberikan oleh tenaga medis kepada perawat untuk
melakukan suatu tindakan medis dibawah pengawasan pemberi
wewenang dan tanggung jawab atas tindakan medis tersebut berada pada
pemberi wewenang tersebut.
b.
Dokter
Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya
kesehatan.21 Sedangkan Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan
yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan
mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan
pengobatan pada penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan
19
A. A. Intan Paramesti. Tanggung Jawab Hukum Hubungan Dokter-Perawat. Jurnal
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Vol. 1, No. 1, 2012. hlm. 2
20
Ibid. hlm. 6-7
21
Lihat Pasal 1 (ayat) 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran
12
tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan
penerapan dari pengetahuan tersebut.22
Dokter
yang
membaktikan
hidupnya
demi
tujuan
perikemanusiaan akan selalu mengutamakan kewajibannya sebagai
dokter di atas hak-hak atau kepentingan pribadinya. Dokter dalam
menjalankan tugasnya “Aegroti Salus Lex Suprema”, yang berarti
keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi. Di samping itu, sebagai
manusia biasa dokter mempunyai tanggung jawab terhadap pribadi dan
keluarga selain tanggung jawab profesinya terhadap masyarakat. Karena
itu dokter juga mempunyai hak-hak yang harus dihormati dan dipahami
oleh masyarakat sekitarnya.23
c.
Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 24
Praktek keperawatan
secara
legal
memiliki
tugas
kemandirian,
wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur kehidupan profesi,
mencakup otonomi dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
pasien dan menetapkan asuhan keperawatan yang standar melalui proses
keperawatan, penyelenggaraan pendidikan, riset keperawatan dan praktik
keperawatan dalam bentuk legislasi keperawatan sesuai dengan yang
tertera pada Permenkes No. HK.02.02/MENKES/148/2010.25
Melakukan pengkajian pada individu yang sehat maupun yang
sakit mrtupakan fungsi perawat untuk pemulihan kesehatan sesuai
dengan ilmu
pengetahuan
yang dimiliki dengan tujuan untuk
mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk
proses keperawatan yang terdiri atas tahap pengkajian, identifikasi
22
Hermien Hardiati dalam Muhammad Sadi, Op Cit. hlm. 89
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta:
EGC. 1999, hlm. 52
24
Lihat Pasal 1 (ayat) 2 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
25
Intan Paramesti, Op. Cit., hlm. 7-8
23
13
masalah (diagnosis keperawatan), perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia adalah perhatian perawat
profesional dalam mengimplementasikan asuhan keperawatan.26
d.
Pelimpahan Wewenang
Kewenangan berhubungan dengan kekuasaan, tapi dari segi lain,
ada perbedaan mendasar antara keduanya. Salah satunya, kewenangan
adalah kekuasaan secara formal yang diberikan oleh organisasi,
sedangkan kekuasaan berada di luar formalitas. Kewenangan adalah satu
cara bagi seseorang untuk memperkuat kekuasaannya. Kewenangan
adalah kekuasaan namun kekuasaan tidak terlalu berupa kewenangan.
Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate
power), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan.27
Ateng
Syafrudin
menyajikan
pengertian
wewenang.
Ia
mengemukakan bahwa:
“ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Kita
harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan
wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa
yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari
kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan
wewenang hanya mengenai suatu “onderdel” (bagian) tertentu saja
dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenangwewenang (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup
tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak
hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintahan
(bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan
tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang
utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan”.28
Kewenangan menurut sumbernya dibedakan menjadi dua macam,
yaitu:
1) Wewenang personal; dan
26
Momon Sudarma, Sosiologi Kesehatan, Jakarta: Salemba Medika, 2012, hlm. 68-69
Sri Handayani. Ilmu Politik Dalam Kebijakan Kesehatan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing, 2011. hlm. 17-18
28
Ateng Syafrudin dalam Salim dan Erlies, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
Dan Disertasi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016. hlm. 184
27
14
2) Wewenang ofisial.29
Wewenang personal, adalah wewenang yang bersumber pada
inteligensi, pengalaman, nilai atau norma, dan kesanggupan untuk
memimpin. Sedangkan wewenang ofisial merupakan wewenang
resmi yang diterima dari wewenang yang berada di atasnya.
e.
Kelalaian Medis
Kelalaian sebagai terjemahan dari negligence dalam arti umum
bukanlah suatu kejahatan. Seseorang dikatakan lalai apabila ia bertindak
tak acuh, tak peduli, tidak memperhatikan kepentingan orang lain
sebagaimana lazimnya di dalam tata-pergaulan masyarakat. Selama
akibat dari kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian kepada orang
lain dan tidak ada yang menerimanya, maka tidak ada akibat hukum apaapa. Prinsip ini berdasarkan adagium De minimis non curat lex (The law
does not concern it self with trifles). Hukum tidak mencampuri hal-hal
yang sepele.30
Jonkers menyebutkan unsur-unsur kesalahan (kelalaian) dalam
arti pidana adalah:
1) Bertentangan dengan hukum (wederrechhtelijkheid)
2) Akibatnya sebenarnya dapat dibayangkan (voorzienbaarheid)
3) Akibatnya sebenarnya dapat dihindarkan (vermijdbaaheid)
4) Perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya (verwijtbaarheid)
f.
Tanggung Jawab Hukum Dokter Dan Perawat
Hubungan dokter dan perawat dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien merupakan hubungan kemitraan (partnership)
yang lebih mengikat dimana seharusnya terjadi harmonisasi tugas peran
serta tanggung jawab dan sistem yang terbuka. Hubungan antara dokter
dengan perawat memiliki hukum yang dapat terjadi karena rujukan atau
pendelegasian yang diberikan oleh dokter kepada perawat. Dalam
hubungan rujukan, perawat diperbolehkan melakukan tindakan sesuai
29
30
Diah Restuning Maharani. Ibid. hlm. 187
J. Gunawan, Kelalaian Medik. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990, hlm. 15
15
dengan keputusannya. Sementara hubungan delegasi, perawat tidak dapat
mengambil kebijaksanaan sendiri tetapi melakukan tindakan sesuai
dengan delegasi yang diberikan oleh dokter.31
Perawat dapat melakukan suatu tindakan medis di bawah
pengawasan dokter. Karena adanya penedelegasian penanganan dari
dokter kepada perawat, secara yuridis dan moral tanggung jawab
dibebankan kepada dokter karena yang dilakukan perawat merupakan
instruksi dari dokter. Di samping itu, apabila perawat menerima
pendelegasian dari dokter juga ikut bertanggung jawab apabila tindakan
yang dilakukan oleh perawat tersebut tidak sesuai dengan instruksi
dokter. Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa tanggung jawab utama
ada pada dokter, sedangkan perawat hanya menjalankan tugas yang
diterimanya/diberikan padanya.32
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika
WEWENANG
penulisan
TINDAKAN
tesis
yang
MEDIK
berjudul
DARI
“PELIMPAHAN
DOKTER
KEPADA
PERAWAT (Studi di Puskesmas kotawaringin Timur)” tersusun dalam lima
bab, tiap-tiap bab terdiri sub-sub atau bagian-bagian. Lima bab tersebut
diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan penutup. Adapun
sistematika penulisan tesis ini sebagai berikut:
BAB 1
Pendahuluan
Bab ini penulis menguraikan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, serta
sistematika penulisan
BAB 2
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka ini memuat sub-sub tentang kajian penelitian
terdahulu dan landasan teori yang digunakan untuk membahas
31
32
Intan Paramesti, Op. Cit., hlm 5-6
Ibid. hlm. 7
16
teori-teori yang digunakan sebagai landasan untuk menganalisis
fenomena yang terkait dengan pokok masalah yang dirumuskan.
BAB 3
Metode Penelitian
Bab ini meliputi jenis penelitian, pendekatan yang digunakan, data
dan sumber data, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan,
teknik analisis data dan lokasi penelitian
BAB 4
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi tiga sub bab. Sub bab yang pertama merupakan
deskripsi dan analisis data penelitian. Pada sub bab analisis data
disesuaikan dengan jumlah pertanyaan atau rumusan masalah
penelitian yang dituis pada bab 1. Sub bab kedua merupakan
penelitian yang ditulis berdasarkan hasil dari analisis data uuntuk
tiap rumusan masalah. Dan sub bab yang ketiga adalah pembahasan
dari hasil penelitian. Dalam sub bab ini dianalisis, dibandingkan,
direview dari hasil temuan dengan teori yang ada dan temuan
penelitian terdahulu.
BAB 5
Penutup
Bab ini berisi sub bab simpulan, saran, dan implikasi penelitian.
Download