Bab II Tinjauan Pustaka

advertisement
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi otot-otot daerah bahu dan
lengan atas landak jawa (Hystrix javanica) dan dibandingkan dengan literatur
mengenai anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas pada hewan lain seperti anjing
dan trenggiling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui origo, insertio, serta fungsi
otot pada daerah tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam memperkaya data
biologi satwa endemis Indonesia khususnya Hystrix javanica dan sebagai dasar
mengenai anatomi otot landak jawa dan perilakunya. Selain itu, melalui penulisan
penelitian ini diharapkan usaha budidaya landak jawa sebagai satwa endemis Indonesia
semakin meningkat dan dapat mempertahankan populasinya agar tetap terjaga.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Landak Jawa
Landak merupakan rodensia berukuran besar yang seluruh permukaan
tubuhnya ditutupi oleh rambut keras yang disebut duri. Seekor landak memiliki
panjang tubuh antara 40-91 cm, panjang ekor berkisar antara 6-25 cm, dan bobot
badan berkisar antara 5.4-16 kg (Parker 1990). Hal ini menjadikan landak sebagai
rodensia terbesar ketiga di dunia setelah capybara dan berang-berang. Klasifikasi
landak jawa menurut Corbet dan Hill (1992) adalah sebagai berikut:
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Subordo
: Hystricomorpha
Famili
: Hystricidae (Old World Porcupines)
Genus
: Hystrix
Spesies
: Hystrix javanica, Javan Porcupine/ Javan Porcupine
Landak jawa biasa dikenal dengan javan porcupine pertama kali ditemukan
pada tahun 1823 oleh F. Cuvier (Grzimek 1975). Landak jawa memiliki berat ratarata sekitar 8 kg dengan panjang tubuh sekitar 45.5 sampai dengan 73.5 cm.
Panjang ekornya berkisar antara 6 sampai dengan 13 cm. Karena ukuran ekor yang
pendek landak jawa juga disebut sebagai landak ekor pendek. Susunan dan struktur
duri landak jawa menyerupai subgenus Thecurus (Grzimek 1975). Famili
Hystricidae dibagi menjadi tiga genus yaitu Hystrix, Trichys, dan Atherurus. Genus
Hystrix masih dibagi lagi menjadi tiga subgenus yaitu Hystrix, Achantion, dan
Thecurus (Weers 2005). Landak jawa sendiri termasuk ke dalam genus Hystrix dan
subgenus Achantion.
3
Habitat dan Penyebaran
Menurut Lunde dan Alpin (2008), landak jawa tersebar di berbagai pulau di
Indonesia meliputi Jawa, Madura, Bali, Lombok, Flores, dan Sumbawa. Tahun
1800an pernah dilaporkan penemuan landak jawa di Sulawesi. Hal ini
kemungkinan disebabkan adanya perpindahan dari penduduk dengan membawa
landak hidup dari pulau Flores (Lunde dan Alpin 2008).
Habitat landak jawa berada di hutan dan dataran rendah meliputi semak
belukar, padang rumput, ladang pertanian serta perkebunan (Lunde dan Aplin
2008). Hewan ini umumnya bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari dan
menghabiskan sebagian waktunya di siang hari untuk beristirahat dan berlindung di
dalam lubang. Lubang yang dibuat landak memiliki kedalaman kurang lebih 1,5 m
di bawah permukaan tanah (Michael et al. 2003). Lubang ini memiliki satu pintu
masuk berupa lubang besar dan beberapa pintu keluar yang berupa lubang kecil.
Gambar 1 Peta Persebaran landak jawa di Indonesia (modifikasi Weers 2005).
Tingkah Laku Landak Jawa
Landak merupakan hewan mamalia yang hidup secara terestrial. Hewan ini
memiliki ukuran kaki yang pendek sehingga tidak memiliki kemampuan berlari
yang baik. Pergerakan landak yang lambat disebabkan oleh karena hewan ini
memiliki tubuh yang besar. Landak termasuk ke dalam hewan pejalan telapak
(plantigradi) yang mempunyai hambatan berupa gaya gesek antara telapak kaki
dengan bidang tumpuan yang besar. Salah satu cara landak bertahan dari predator
adalah dengan menggunakan senjata berupa duri yang menutupi hampir seluruh
permukaan tubuhnya (Roze 1989). Duri landak merupakan derivat dari kulit yang
mengeras. Duri ini sekaligus menjadi ciri khas dan pembeda antar spesies landak
(Grzimek 1975).
Pakan yang dikonsumsi landak adalah bagian-bagian tanaman seperti akar,
umbi-umbian, kulit kayu, kelapa sawit, dan singkong (Sastraprapdjo 1980). Landak
termasuk ke dalam hewan herbivora. Menurut Farida dan Roni (2011), pakan yang
biasa dikonsumsi landak antara lain berbagai jenis tumbuh-tumbuhan seperti
rumput, buah-buahan, bunga, daun, ranting, kulit batang tumbuhan, umbi-umbian,
kecambah, dan beberapa biji-bijian. Landak sering dianggap hama pertanian
karena sering merusak tanaman pertanian. Hewan ini merupakan hewan nokturnal,
4
tetapi daya penglihatannya buruk sehingga untuk mencari makanan hewan ini
mengandalkan indera penciuman dan pendengarannya yang tajam.
Landak berkembang biak secara beranak atau vivipar. Pada habitat aslinya
landak betina dapat berkembangbiak dua kali dalam setahun dengan masa
kebuntingan selama kurang lebih 112 hari atau 16 minggu. Jumlah anak dalam
sekali kelahiran hanya berkisar 1-2 ekor. Anak landak yang baru lahir sudah
memiliki mata yang terbuka dan duri di tubuhnya yang masih lembut, duri tersebut
akan mengeras beberapa saat kemudian setelah terpapar udara. Setelah melahirkan,
induk landak akan mengasuh anak tersebut. Induk landak akan menyusui,
mengajari makan, membersihkan tubuh anaknya serta selalu menjaga anaknya dari
bahaya. Saat sedang mengasuh anaknya induk landak cenderung lebih agresif
sehingga perlu diwaspadai (Farida dan Roni 2011).
Sistem Lokomosi
Alat lokomosi berfungsi untuk melakukan gerakan berpindah tempat, seperti
berjalan dan berlari. Menurut Sigit (2000) alat gerak tubuh terdiri dari dua unsur
yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif. Alat gerak pasif terdiri dari tulang, tulang
rawan, ligamentum dan tendo. Sedangkan alat gerat aktif terdiri dari otot.
Otot kerangka adalah bagian dari alat gerak aktif. Dinamakan otot kerangka
karena otot ini bertaut di tulang kerangka. Otot kerangka termasuk golongan otot
bergaris melintang yang diinervasi oleh saraf somato-sensoris yang bekerja di
bawah kemauan hewan. Golongan lain adalah otot polos dan otot jantung yang
sifatnya otonom. Otot bekerja dengan cara melakukan kontraksi dan relaksasi.
Kerja otot ini disebabkan pergeseran filamen aktin dan miosin yang terdapat di
dalam sel-sel otot (Sigit 2000).
Otot kerangka memiliki serabut kontraktil dengan pola berselang-seling gelap
dan terang. Bagian gelap disebut anisotrop sedangkan bagian terang disebut isotrop.
Kedua bagian ini tersusun secara teratur membentuk pita vertikal terhadap poros
otot. Setiap serabut otot merupakan sel otot dengan banyak inti, berbentuk silinder,
dan memiliki membran sel yang disebut sarkolema. Serabut otot yang menyusun
otot kerangka dibungkus oleh endomisium, kemudian beberapa serabut dibungkus
oleh perimisum membentuk berkas otot yang dibungkus oleh epimisium
membentuk gelendong otot (Pasquini et al. 1989).
Kontruksi Alat Lokomosi Kaki Depan
Kaki depan mempunyai fungsi tidak hanya sebagai alat lokomosi, tetapi juga
menahan berat tubuh. Untuk ini maka hubungan kaki depan dan tubuh tidak melalui
persendian, tetapi dilaksanakan oleh otot-otot yang seolah-olah seperti emban otot
yang terpasang pada kedua kaki. Konstruksi tersebut akan menguntungkan karena
pada kaki depan bekerja juga sebagai pegas, sehingga goncangan pada waktu
hewan berjalan atau meloncat dapat diperhalus (Sigit 2000).
Alat lokomosi hewan dijalankan oleh tulang-tulang apendikular, yaitu tulangtulang anggota gerak tubuh. Susunan tulang-tulang kaki depan hewan homolog
dengan susunan tulang-tulang tangan manusia, yaitu terdiri dari os scapulae,
os humerus, os radius, os ulna, ossa carpi, ossa metacarpi, phalanges proximalis
5
(os compedale), media (os coronale), distales (os ungulare), dan ossa sesamoidea
proximalia dan os sesamoideum distale. Selain os scapulae dan os humerus,
tulang-tulang yang lain banyak mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun
jumlah sesuai dengan spesies hewannya (Sigit 2000).
Susunan Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas
Kaki depan pada umumnya berfungsi sebagai alat lokomosi dan untuk
menahan berat tubuh. Kaki depan pada anjing digunakan untuk berlari dan
menggali. Pada trenggiling kaki depan berfungsi untuk menggali lubang dan
memanjat. Aktivitas tersebut membutuhkan susunan otot yang kuat, khususnya
daerah bahu dan lengan atas. Secara umum otot pada daerah bahu dan lengan atas
dapat dikelompokkan menjadi kelompok otot ekstrinsik, kelompok otot bahu lateral,
kelompok otot bahu medial, kelompok otot lengan atas bagian kranial dan
kelompok otot lengan atas bagian kaudal (Evans dan Lahunta 2010).
Kelompok otot ekstrinsik pada anjing dan trenggiling terdiri atas musculus
(m.) pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. brachiocephalicus,
m. omotransversarius, m. trapezius, m. rhombideus, m. latissimus dorsi, dan
m. serratus ventralis. Otot-otot pada daerah ini berfungsi sebagai fiksator
os scapula, penggantung tubuh, dan penggerak kaki depan. Aktifitas menggali
pada anjing dan trenggiling juga ditunjang otot-otot daerah ini. Kelompok otot
bahu terdiri dari m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. teres minor,
m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis. Musculus teres major
dan m. deltoideus berfungsi sebagai flexor persendian bahu, sedangkan empat otot
lainnya berfungsi menjaga stabilitas persendian bahu. Kelompok otot lengan atas
bagian kranial berfungsi sebagai flexor persendian siku terdiri atas m. brachialis
dan m. biceps brachii. Kelompok otot atas bagian kaudal pada anjing terdiri
m. tensor fascia antebrachii, m. triceps brachii, dan m. anconeus, sedangkan pada
trenggiling m. anconeus tidak ditemukan. Otot-otot ini berfungsi sebagai ekstensor
persendian siku (Evans dan Lahunta 2010, Astuti 2010).
Secara umum susunan otot daerah bahu dan lengan atas pada anjing dan
trenggiling memiliki persamaan. Anjing dan trenggiling memiliki kedekatan secara
filogenetik. Landak memiliki perilaku yang sama dengan anjing dan trenggiling
sebagai hewan penggali. Persamaan perilaku atau cara hidup akan menjadi
parameter dan komparasi susunan anatomi otot daerah bahu dan lengan atas pada
landak jawa.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai Juli 2014 di
Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen
Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Download