Contoh kasus - Akademik Kedokteran Gigi

advertisement
Skills lab
Farmakoterapi
Untuk program studi
pendidikan dokter ggi
LABORATORUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2015
Pengantar
Peresepan obat yang tidak rasional/irrasional merupakan kondisi yang sering terjadi dan
sukar untuk diperbaiki. Pembelajaran mengenai obat pada mahasiswa pendidikan dokter/
pendidikan dokter gigi masih lebih merupakan transfer ilmu mengenai obat dari pada
mengajarkan ketrampilan terapi. Berdasarkan pada prinsip guide to good prescribing yang
dikembangkan oleh WHO, maka pada skill lab farmakoterapi untuk pendidikan dokter gigi,
mahasiswa akan belajar bagaimana mengaplikasikan P-drugs (personal-drugs) untuk kasuskasus yang sering dijumpai di lingkup kedokteran gigi
dengan menggunakan six step-
problem solving routine.
Proses pembelajaran yang digunakan untuk mencapai ketrampilan tersebut adalah
dengan memberikan :
a) Kuliah yaitu Pengantar Farmakoterapi dan Cara Penulisan resep yang benar
b) Diskusi kasus : (1) nyeri, inflamasi dan alergi pada rongga mulut, (2) infeksi rongga mulut
dan (3) penggunaan anastesi local
c) Latihan : penulisan resep obat yang sering digunakan pada kedokteran gigi
Sasaran Belajar/Learning Objectives:
Pada akhir pembelajaran, mahasiswa diharapkan dapat:
Mengaplikasikan prinsip Guide to Good Prescribing untuk menyelesaikan beberapa kasus
yaitu : (1) nyeri, inflamasi, alergi pafa rongga mulut; (2) infeksi pada rongga mulut serta (3)
kasus yang membutuhkan anastesi lokal di rongga mulut
Pada setiap akhir session, mahasiswa diharapkan dapat:
a) Memahami bagaimana memilih analgetika, anti inflamasi dan anti alergi dengan
membandingkan efficacy, safety, suitability dan cost dari
beberapa
golongan/macam obat untuk kasus dalam kedokteran gigi serta menuliskannya
dalam resep dan mengkomunikasikan obat tersebut secara benar dan baik
b) Memahami
bagaimana memilih antibiotika dan anti jamur dengan
membandingkan efficacy, safety, suitability dan cost dari
beberapa
golongan/macam obat untuk kasus dalam kedokteran gigi serta menuliskannya
dalam resep dan mengkomunikasikan obat tersebut secara benar dan baik
c) Memahami
bagaimana memilih anastetik lokal dengan membandingkan
efficacy, safety, suitability dan cost dari beberapa golongan/macam obat untuk
kasus dalam lingkup kedokteran gigi serta menuliskannya dalam resep dan
mengkomunikasikan obat tersebut secara benar dan baik
1
Proses Terapi
Proses pengobatan atau farmakoterapi adalah suatu proses ilmiah (scientific
process), oleh karena itu dalam pengambilan keputusan penggunaan obat diperlukan
pengetahuan mengenai penyakit atau gejala penyakit (simtomatologi) dan patofisiologinya,
pengetahuan tentang farmakodinami & farmakokinetik obat dan komunikasi obat serta
kemampuan
untuk
menganalisis
setiap
temuan
dan
pertimbangan-pertimbangan
profesional yang perlu diambil. Secara umum proses terapi meliputi 6 langkah (six step dari
GTGP) yaitu : (1) menentukan problem pasien, 2) menentukan tujuan terapi, (3) menentukan
intervensi terapi, (4) memulai terapi dengan menulis resep, (5) memberikan komunikasi
tentang obat dan (6) kemampuan melakukan monitoring dan evaluasi hasil terapi.
1. Menentukan problem pasien
Seorang pasien biasanya datang ke dokter dengan keluhan atau problem. Proses terapi
yang benar diawali dengan penentuan problem atau penegakan diagnosis. Membuat
diagnosis yang benar berdasarkan pada perpaduan beberapa informasi seperti keluhan
pasien, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
radiologis dan pemeriksaan lain.
2. Menentukan tujuan terapi
Sebelum memilih terapi sesuai dengan problem atau diagnosa penyakit, penting
menentukan secara rinci tujuan terapi,
apa yang ingin dicapai dari terapi yang akan
diberikan.
3. Menentukan intervensi terapi
Apabila tujuan terapi sudah ditentukan, selanjutnya harus ditentukan intervensi terapi
yang meliputi P-treatment dan P-drug. Tidak semua problem pasien memerlukan obat,
sehingga perlu menentukan P-treatment terlebih dulu yang meliputi advis, terapi non drug ,
terapi drug (kalau memang ada indikasi), kalau perlu rujukan ke rumah sakit atau konsul ke
dokter spesialis atau kombinasi dari beberapa di atas.
Proses pemilihan obat sendiri akan sangat tergantung pada berbagai pertimbangan, yaitu :
- kemanfaatan klinik (clinical efficacy): apakah kemanfaatan klinik obat untuk pengobatan
penyakit yang dimaksud sudah terbukti berdasarkan sumber informasi ilmiah yang layak?
- keamanan (safety), apa kemungkinan efek samping dan adakah kontraindikasi pada
pasien?
- kecocokan (suitability), apakah obat yang akan dipilih sesuai dengan keadaan pasien misal
penyakit yang menyertai atau keadaan khusus (anak, lansia, dengan kehamilan atau
menyusui).
2
- harga (cost), apakah jenis obat yang dipilih adalah yang paling "cost effective"? Apakah
terjangkauoleh kemampuan ekonomi pasien? Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang
memberikan kemanfaatan dan keamanan yang sama?
Dengan demikian pedoman dasar pemilihan obat adalah memilih obat yang paling
bermanfaat, paling aman (efek samping minimal), paling ekonomis dan paling sesuai atau
cocok untuk pasien.
4. Memulai terapi dengan menulis resep
Apabila telah ditentukan pasien memerlukan obat untuk terapi problem/ diagnosisnya, maka
selanjutnya adalah menentukan :
(a) Cara pemberian obat (route of administration), (b) Bentuk sediaan/formulasi, (c) Besar
dosis dan frekuensi serta lama pemberian, dan untuk kemudian (d)menuliskan dalam resep
secara benar.
a. Cara pemberian obat
Obat dapat diberikan kepada pasien dengan berbagai cara, tergantung dari,
- Sifat fisiko-kimia obat; misalnya benzil penisilin selalu harus diberikan per injeksi karena
obat ini dirusak oleh asam lambung,
- Tujuan pemakaian dengan melihat kondisi pasien, artinya cara pemberian obat dipilih yang
paling memungkinkan untuk pasien dan yang paling optimal memberikan efek yang
diharapkan. Misalnya, obat injeksi/ supposutoria diberikan kalau pasien tidak dapat
menerima obat secara peroral.
b. Bentuk sediaan
Bentuk sediaan obat dipilih untuk memenuhi cara pemberian di atas. Dalam praktek,
untuk satu jenis obat mungkin tersedia berbagai bentuk sediaan/formulasi atau dibentuk
sendiri (puyer, potio dll). Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk sediaan
selain untuk tujuan-tujuan di atas adalah biaya/harga obat, oleh karena untuk obat yang
sama dengan bentuk sediaan yang berbeda, harga bisa berbeda, misalnya ampisilin tablet vs.
ampisilin sirup kering.
c. Besar dosis dan frekuensi serta lama pemberian
Besar dosis dan frekuensi pemberian untuk masing-masing obat dan untuk pemakaian
indikasi-indikasi tertentu sudah banyak dicantumkan dalam berbagai referensi utama.
Namun demikian, dalam menghadapi pasien secara individual yang perlu dipertimbangkan
adalah, "adakah kondisi pasien yang mengharuskan untuk melakukan individualisasi atau
penyesuaian dosis?". Lama pemberian obat untuk masing-masing penyakit juga sudah
digariskan pada petunjuk-petunjuk pengobatan. Pada saat memutuskan pemberian obat,
3
harus sekaligus memutuskan lama pemberiannya, misalnya, pemakaian antibiotika harus
diberikan dalam waktu tertentu untuk menghindari timbulnya resistensi, sedangkan
pemakaian obat-obat simtomatis seperti penurun panas dan pengurang rasa nyeri mestinya
dihentikan kalau gejala sudah hilang dan tidak perlu harus menyelesaikan dalam periode
waktu tertentu,
d. Proses peresepan
Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter
hewan kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi penderita sesuai dengan peratuan perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah
ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta
kaidah yang berlaku (lihat kuliah)
5. Komunikasi tentang obat
Hampir 50 % pasien tidak menggunakan obat dari resep yang dibuat oleh dokter dengan
benar atau dengan kata lain pasien tidak taat minum obat. Dalam hal ini kemungkinannya
adalah obat diminum tidak teratur atau obat tidak dimakan sama sekali. Alasan pasien tidak
minum obat sesuai dengan aturannya adalah gejala penyakit sudah hilang, terjadi efek
samping, tidak percaya pada efektifitas obat, atau jadwal pemberian obat rumit. Untuk itu
pasien harus mendapatkan kejelasan mengenai jenis obat, kegunaan dan tujuan pemakaian
obat, efek samping, dosis, cara pemakaian, dan lain-lain. Dengan komunikasi yang baik dan
benar maka ketaatan pasien dapat terjamin
6. Proses evaluasi hasil/efek pengobatan
Setiap pemberian obat/ non drug harus diikuti dengan evaluasi terhadap, tercapai atau
tidaknya efek terapetik yang diinginkan. Terkait dengan monev , hal yang harus ditentukan
adalah kapan dievaluasi, kritera penyembuhan/perbaikan penyakit, dan jika efek yang
diinginkan tidak tercapai, bagaimana tindakan lebih lanjut. Apaila terjadi efek samping obat
yang tidak diinginkan maka perlu ditentukan bentuk efek samping, dan penanganan setiap
bentuk efek samping yang timbul.
4
Contoh Farmakoterapi
Kasus:
Nona W, 20 tahun datang dengan keluhan gigi geraham bawah sakit. Dari hasil
pemeriksaan klinis tampak gigi geraham terakhirnya akan tumbuh
dan tampak
kemerahan dan sedikit bengkak pada jaringan lunaknya (gingiva). Pada pemeriksaan
radiografi posisi gigi baik. Pada anamnesa diketahui bahwa pasien menderita peptic
ulcer
1. Problem : sakit gigi karena gigi akan erupsi (pericoronitis)
2. Tujuan terapi : menghilangkan sakit gigi
3. P-treatment :
- Non drug  debridement, irigasi
- drug  analgesik
- advis : menjaga kebersihan mulut
P-drug :
Golongan obat
Kemanfatan
Keamanan
Kecocokan
Harga
Steroid
++
+
+
++
Non Steroid
++
++
+
++
(NSAID)
Berdasarkan keamanan maka golongan yang dipilih untuk pasien tersebut adalah NSAID
Obat
Kemanfatan
Keamanan
Kecocokan
Harga
Asam mefenamat
++
++
-
+
Parasetamol
++
+++
+
++
Aspirin
+++
+
-
++
Berdasarkan pertimbangan di atas maka P drugs untuk pasien tersebut adalah parasetamol
5
4. Resep :
Drg. Fatiroh
Malang, 3 Oktober 2009
Jl. Saturnus 3, Malang
Telp. 0341 582110
SIP. 446.DU/012/35.73.306/2007
R/ Parasetamol 500 mg tab No X
 3 dd tab I prn (sakit)
----,,---ft
Pro : Nn W
Umur : 20 th.
Alamat : Jl. Planet no 10, Malang
5. Komunikasi :
Mbak, rasa nyeri pada gigi gerahamnya karena gigi akan tumbuh. Untuk mempercepat
tumbuhnya maka gusi disobek (diinsisi), dan untuk mengurangi rasa sakitnya diberikan
parasetamol. Obat ini bisa diminum tiap 8 jam. Apabila rasa sakit sudah hilang, obat tidak
perlu diminum lagi. Obat ini relatif aman bila digunakan dengan dosis yang telah
ditentukan. Agar tidak terjadi infeksi maka kebersihan mulut harus dijaga, jangan ada
makanan yang tersimpan/retensi di gigi yang akan tumbuh.
6. Monev:
Apabila tidak ada keluhan (mungkin akibat efek samping obat atau terjadi infeksi) dan gigi
dapat tumbuh dengan posisi yang benar berarti terapi berhasil.
6
Ketrampilan Farmakoterapi
Nama
:
NIM
:
Tanggal
:
No
Penilaian
Jenis kegiatan
1
1.
2.
Menyapa pasien dan mempersilahkannya duduk dengan pengaturan yang nyaman
Memperkenalkan diri kepada pasien
3.
4.
Menanyakan kembali identitas pasien: nama, usia, tempat tinggal, pekerjaan, status keluarga
Menetapkan problem / diagnosa pasien
5.
Menentukan tujuan terapi
Menentukan P-treatment (Advis, non drug)
Menentukan pemilihan obat (P-drug) dengan mempertimbangkan ;
- Efficacy
- Safety
- Suitability
- Cost
Mengidentifikasi obat yang dipilih meliputi :
- Nama obat
- Bentuk obat
- Dosis
- Lama pengobatan
Menulis resep lengkap
- Nama & alamat
- Tanggal
- Nama generik obat
- Bentuk obat
- Dosis
- Cara pemberian
- Jumlah
- Instruksi
- Signature
- Nama & alamat pasien
Memberikan informasi, instruksi dan perhatian yang meliputi :
- Efek obat (efeknya apa, kapan efek muncul, berapa lama efeknya)
- Efek samping (berupa apa, apa yang akan dilakukan)
- Instruksi (cara minum/penggunaan obat, dosis, interval, berapa lama, apa yang harus
diperhatikan)
- Perhatian (dosis maksimum, interaksi, efek yang tidak dikehendaki, penghentian obat)
Menyampaikan kapan kontrol untuk monitoring & evaluasi pengobatan
6.
7.
8.
9.
10.
2
3
Catatan : Komunikasi yang disampaikan untuk no 9 dan 10 harus :
-Jelas dan dapat dimengerti
- Struktur pembicaraan runtut
- Beri kesempatan pasien (atau keluarga yang mengantar) untuk mengekspresikan
dirinya atau memberikan pertanyaan ke dokter
-Pastikan pasien (keluarganya) mengerti instruksi yang diberikan. Pasien (keluarganya)
diminta untuk mengulangi instruksi
Jumlah
Penilaian dimulai dari no urut 4 – 10 (jumlah soal 7)
Keterangan:
0 = tidak dikerjakan
1 = dikerjakan tetapi kurang sesuai/benar
2 = dikerjakan dengan benar
Jumlah nilai
Nilai akhir
= -------------------------- x 100 =
10
Malang,
Tutor,
(…………………………………..)
Catatan: Mahasiswa/peserta dinyatakan LULUS apabila nilai akhir mencapai ≥ 90
7
JADWAL KEGIATAN:
NO
HARI/ TANGGAL
1
Minggu pertama pertemuan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KEGIATAN
kuliah
guide
to
good
prescribing
Minggu pertama pertemuan 2 cara penulisan resep yang
benar
Minggu kedua pertemuan 1
Mengerjakan kasus 1 dan 2
Minggu kedua pertemuan 2
Diskusi kasus 1 dan 2
Minggu ketiga pertemuan 1
Mengerjakan kasus 3 dan 4
Minggu ketiga pertemuan 2
Diskusi kasus 3 dan 4
Minggu keempat pertemuan 1 Mengerjakan kasus 5 dan 6
Minggu keempat pertemuan 2 Diskusi kasus 5 dan 6
Minggu kelima pertemuan 1
Mengerjakan kasus 7 dan 8
Minggu kelima pertemuan 2
Diskusi kasus 7 dan 8
Minggu keenam pertemuan 1 Diskusi
Pharmacological
Considerations for Pregnant
and Breastfeeding Women
Minggu keenam pertemuan 2 Latihan pembuatan resep obat
yang sering digunakan dalam
kedokteran gigi (1)
Minggu ketujuh pertemuan 1 Ujian
Minggu ketujuh pertemuan 2 Ujian remedial
8
TUGAS:
- Tentukan proses terapi (farmakoterapi) dengan menggunakan 6 langkah pada
kasus-kasus di bawah.
- Buat urutan penjelasan seperti pada form ketrampilan terapi (tahap 4-10) dan
komunikasikan penatalaksanaan pada pasien sesuai dengan urutan pada form
ketrampilan farmakoterapi
- Semua tugas dituliskan pada log book
Kasus 1:
Bapak M, 45 tahun datang ke poli gigi karena gusi gigi depan rahang bawah bagian dalam
sering berdarah ketika menyikat gigi. Pada pemeriksaan klinis didapatkan ada beberapa gusi
yang mengalami resesi, warna kemerahan serta ada edema. Bagian gigi terlihat banyak yang
tertutupi lapisan kekuningan dan karang gigi. Ada perdarahan ketika probing. Pada
anamnesa tidak ada penyakit lain.
Kasus 2:
Seorang bapak, 53 tahun datang ke poli gigi karena gusinya sering berdarah dan gigi terasa
agak goyang. Pada pemeriksaan klinis beberapa giginya ada calculus, ada poket dengan
kedalaman 4 to 6 mm, pada probing terjadi perdarahan, gigi goyang clas 1. Pada
pemeriksaan radiografi terlihat vertical bone loss, alveolar bone level 4 to 6 mm dari CEJ
area, mahkota-akar ratio is 1:1. Pada anamnesa bapak juga menyatakan bahwa menderita
diabet dengan menggunakan obat glibenclamide.
9
Kasus 3:
Seorang bapak, 48 tahun datang ke poli gigi karena gusinya terasa sakit sekali, dan badannya
merasa meriang. Pada pemeriksaan klinis pada gigi 36 gusi bengkak, dan bernanah di
dinding gusi dari poket periodontal, gigi sebelahnya juga sensitf. Banyak karang gigi di
hampir seluruh bagian giginya Temperatur tubuhnya 38˚ C. Pada anamesa bapak seorang
perokok berat.
Kasus 4:
Bapak A, 65 tahun datang ke poli gigi dengan keluhan ada bercak merah (diffuse erythema)
dan bengkak pada bagian langit-langit. Pada pemeriksaa klinis didapatkan pasien
menggunakan gigi palsu (denture), bagian di bawah denture tampak kemerahan dan udem
(mukosa mengalami keradangan). Higien mulut pasien jelek. Pada anamnesa diketahui
pasien juga menderita diabetes mellitus
Kasus 5:
Nona S, 20 tahun datang ke dokter gigi karena ada luka pada bagian dalam pipi akibat
tergigit dan terasa sakit sekali. Pada pemeriksaan klinis bagian bukal ada ulcer dengan
bagian pinggir yang tidak teratur, meradang, udem, dan permukaannya mengelupas.
Kasus 6:
Nn. A datang ke dokter dengan bibir yang membengkak. Dalam anamnesa diketahui bahwa
hal tersebut terjadi setelah makan udang bakar. Menurut pasien setiap makan makanan sea
food atau pedas timbul luka bentuk bulat-bulat kecil di mukosa mulutnya dan terasa sakit
sekali.
10
Kasus 7:
Seorang ibu membawa anaknya, W umur 6 tahun karena selama 2 hari terakhir mengeluh
sakit gigi sehingga susah makan. Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi gerahamnya akan
tumbuh. Ibunya meminta anaknya diberi sediaan sirup.
Tugas resep : tulis resep dengan obat yang sama untuk sediaan puyer
Kasus 8:
Bapak S, 53 tahun datang ke poli gigi karena ingin mencabutkan giginya yang mengganggu/
melukai lidahnya. Pada pemeriksaan klinis terlihat akar gigi gerahamnya yang tajam. Dokter
gigi merencanakan untuk mencabut akar gigi tersebut. Pada anamnesa diketahui pasien
menderia hipertensi. Dokter gigi akan membuat resep untuk anastesi lokalnya dan
anaslgesik untuk mengatasi rasa sakit pasca ekstraksi
SELAMAT BELAJAR
11
KAIDAH PENULISAN RESEP
PENDAHULUAN
Preskripsi dokter sangat penting bagi seorang dokter dalam proses peresepan obat
bagi pasiennya. Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional, memerlukan langkah yang
sistematis dengan moto 5T (Tepat obat, Tepat dosis, Tepat cara, dan jadwal pemberian
serta tepat BSO dan untuk penderita yang tepat). Preskripsi yang baik haruslah ditulis
dalam blanko resep secara lege artis.
PENGERTIAN UMUM TENTANG RESEP
Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan
kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai dengan peratuan perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah
ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta
kaidah yang berlaku. Contoh resep yang benar:
dr. Sarah Ayu
SIP. 087/2007
Alamat rumah/praktek:
Jl. Kenanga No.10 Surakarta
Surakarta, 15 Juni 2008
R/ Paracetamol mg 100
Sacch. Lactis q.s
m.f.l.a. pulv.d.t.d. No. VI
s.p.r.n.t.d.d.pulv I
____________________
Pro
: Susi ( 2 tahun)
Alamat: Penumping 1/2 Surakarta
12
Unsur-unsur resep:
1. Identitas Dokter
Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter penulis resep serta
dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam praktek. Biasanya sudah
tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
3. Superscriptio
Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah dicetak dalam
blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep, diperlukan
penulisan R/ lagi.
4. Inscriptio
Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang
diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. Subscriptio
Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya. Cara penulisan
(dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang
digunakan.
Contoh:
-
m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
-
m.f.l.a. sol
-
m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
6. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi frekuensi,
jumlah obat dan saat diminum obat, dll.
Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah
makan)
7. Identitas pasien
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan umur). Nama pasien
dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan pasien supaya
kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.
TATA CARA PENULISAN RESEP
Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk Indonesia, resep yang
lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal 10) memuat:
1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
13
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah
melebihi dosis maksimum
LANGKAH PRESKRIPSI
1. Pemilihan obat yang tepat ( six step in Guide to Good Prescribing)
Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik pada pasiennya untuk menegakkan diagnosis. Setelah
itu, dengan mempertimbangkan keadaan (patologi penyakit , perjalanan penyakit dan
manifestasinya), maka tujuan terapi dengan obat akan ditentukan. Kemudian akan
dilakukan penetalaksanaan yang meliputi (advis, non obat, obat dan rujukan).
Pemilihan obat secara tepat, agar menghasilkan terapi yang rasional.
Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:
a. Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih
b. Bagaimana keamanan dan kecocokan (efek samping, kontra indikasi) obat yang
dipilih
c.
Pertimbangan biaya/harga obat
Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter akan tepat
berdasar manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita
Untuk mewujudkan terapi obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna serta biaya, maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat
dalam preskripsi. Bahan obat di dalam resep termasuk bagian dari unsur inscriptio
dan merupakan bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan
generik) atau bahan jadi/paten
Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku Farmakope
Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna jenis obat
paten perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat yang
dikandung di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan
pelayanan obat di apotek tidak menjumpai adanya masalah.
Contoh: Apabila dalam terapi perlu diberikan bahan obat Paracetamol, maka dapat
dipilih bahan baku (ada di apotik), sediaan generik berlogo (bentuk tablet atau sirup
paracetamol atau sediaan paten)
Jumlah obat yang ditulis di dalam resep tergatung dari lama pemberian dan frekuensi
pemberian. Parameter yang diperlukan untuk menentukannya adalah lama
perjalanan penyakit, tujuan terapi, dan kondisi penderita. Jumlah obat dituliskan
dengan angka Romawi untuk jenis sediaan jadi/paten
Contoh: Tab. Sanmol 500 mg no. X atau Tab. Sanmol 500 mg da X
Bahan/sediaan obat dalam preskripsi berdasarkan peraturan perundangan dapat
dikategorikan:
a. Golongan obat narkotika atau O (ct: codein, morphin, pethidin)
b. Golongan obat Keras atau G atau K
14
Dibedakan menajadi 3:
-
Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan derivatnya)
-
Golongan obat Keras atau K (ct: amoxicillin, ibuprofen)
-
Golongan obat wajib apotek atau OWA (ct: famotidin, allopurinol, gentamycin
topical)
c.
Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)
d. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)
Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus) jumlah obat tidak cukup
hanya dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X
(decem) dan agar sah harus dibubuhi tanda tangan dokter (bukan paraf). Hal ini
dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan obat di masyarakat.
2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat
a. Cara pemberian obat
Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral,
topical, dll). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat:
-
Tujuan terapi
-
Kondisi pasien
-
Sifat fisika-kimia obat
-
Bioaviabilitas obat
-
Manfaat (untung-rugi pemberian obat)
Cara pemberian yang dipilih adalah yang memberikan manfaat klinik yang
optimal dan memberikan keamanan bagi pasien. Misalkan pemberian obat
Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka sebaiknya dipilih lewat
parenteral. NSAIDs yang diberikan pada penderita gastritis sebaiknya dilakukan
pemberian per rectal.
b. Aturan dosis (dosis dan jadwal pemberian) obat
DOSIS
Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat
bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis
perlu mempertimbangkan: 1) kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi
dan fungsi organ tubuh) 2) kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan) 3) Indeks
terapi obat (lebar/sempit) 4) variasi kinetik obat 5) cara/rumus perhitungan dosis
anak ( pilih yang paling teliti)
Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik
(berat badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan
perbandingan dengan dosisi dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan
dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian
dari rumus yang dipakai.
15
JADWAL PEMBERIAN
Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan saat/waktu
pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.
FREKUENSI
Frekuansi artinya berapa kali obat yang dimaksud diberikan kepada pasien.
Jumlah pemberian tergantung dari waktu paruh obat, BSO, dan tujuan terapi.
Obat anti asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk menjaga agar
tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x sehari
(t.d.d).
SAAT/WAKTU PEMBERIAN
Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki efek
optimal, aman dan mudah diikuti pasien. Misal: Obat yang absorbsinya terganggu
oleh makanan sebaiknya diberikan saat perut kosong
1/2 – 1 jam sebelum
makan (1/2 – 1 h. a.c), obat yang mengiritasi lambung diberikan sesudah makan
(p.c) dan obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur (h.s), dll.
LAMA PEMBERIAN
Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau menggunakan
pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS. Misalkan
pemberian antibiotika dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang untuk
menghindari resistensi kuman, obat simtomatis hanya perlu diberikan saat
simtom muncul (p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misal asma, hipertensi, DM)
diperlukan pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup (ITER!)
3. Pemilihan BSO yang tepat
Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat optimal
dan harga terjangkau. Faktor ketaatan penderita, faktor sifat obat, bioaviabilitas dan
faktor sosial ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan BSO
4. Pemilihan formula resep yang tepat
Ada 3 formula resep yang dapat digunakan untuk menyusunan preskripsi dokter
(Formula marginalis, officialis aau spesialistis). Pemilihan formula tersebut perlu
mempertimbangkan:
-
Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis individual)
-
Yang dapat menjaga stabilitas obat
-
Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat
-
Biaya/harga terjangkau
5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar (lege artis)
Preskripsi
lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6
unsur yang harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku
serta menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar
10-12 cm, panjang 15-18 cm)
16
6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat
Cara atau aturan harus tertulis lengkap dalam resep, namun dokter juga masih harus
menjelaskan kepada pasien. Demikian pula hal-hal atau peringatan yang perlu
disampaikan tentang obat dan pengobatan, misal apakah obat harus diminum
sampai habis/tidak, efek samping, dll. Hal ini dilakukan untuk ketaatan pasien dan
mencapai rasionalitas peresepan
PEDOMAN CARA PENULISAN RESEP DOKTER
1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):
a. Dimulai dengan huruf besar
b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope
Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
c.
Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau
singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
3. Penulisan jumlah obat
a. Satuan berat: mg (milligram), g, G (gram)
b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)
c.
Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)
d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi.
Misal: - Tab Novalgin no. XII
- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
e. Penulisan alat penakar:
Dalam singkatan bahasa latin dikenal:
C.
= sendok makan (volume 15 ml)
Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan sendok makan rumah tangga
karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk
sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15
ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.
f.
Arti prosentase (%)
0,5% (b/b)  0,5 gram dalam 100 gram sediaan
0,5% (b/v)  0,5 gram dalam 100 ml sediaan
0,5% (v/v)  0,5 ml dalam 100 ml sediaan
g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,...; 0,0....; 0,00...)
17
4. a. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di
pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis,
misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
b. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan
jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
- Allerin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml
- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya
untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis
Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
Tab Antangin mg 250 X
Tab Novalgin mg 250 X
6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar
Misal: s.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan
tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada
pasien ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.
7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1
R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada
setiap R/.
8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan
tindasan.
9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh
diulang)
Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah kiri
atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka
ditulis di bawah setiap resep yang diulang.
Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari
resep untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka
ditulis di bawah setiap resep yang diulang.
10. Penulisan tanda Cito atau PIM
Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperlukan bagi
penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis di sebelah
kanan atas resep.
18
DOSIS OBAT DAN PENENTUAN RESEP DALAM PRESKRIPSI
PENDAHULUAN
Preskripsi dokter memerlukan ketepatan dosis obat yang diberikan dan pemilihan formula
yang tepat pula. Calon dokter harus dapat memahami cara menentukan dosis obat dengan
tepat dengan cara perhitungan yang benar dan harus memahami formula resep yang tepat
digunakan untuk mewujudkan terapi rasional.
DOSIS OBAT DALAM PRESKRIPSI
Dosis tepat sangat dibutuhkan supaya efek dari obat optimal dan resiko efek samping
sekecil mungkin. Besaran dosis terapi obat biasanya dicantumkan dalam rentangan/kisaran
dosis, misalkan 250-500 mg. Rentangan dosis ini menunjukkan kadar obat yang aman yang
dapat diberikan dalam praktek pengobatan. Bila dokter memberikan dosis di bawah/ di atas
dosis rentangan, maka dapat memberikan efek yang merugikan bagi pasien dan dapat
menimbulkan pertanyaan bagi apotek yang menerima resep tersebut.
Dosis obat dalam preskripsi adalah besarnya dosisi per kali untuk pasien dan
mungkin dalam sehari dapat diberikan beberapa kali sesuai dengan frekuensi pemberian
yang tertulis di dalam resep. Penentuan dosis tersebut didapatkan darai dosis terapi (dosis
lazim) yang tercantum dalam literatur. Untuk dosis anak biasanya dicantumkan dengan
misalnya 20-40 mg/kg BB/hari. Sehingga perlu penentuan dosis yang cermat bagi anak. Ada
beberapa obat yang mencantumkan dosis hanya untuk orang dewasa, sehingga bila obat itu
akan diberikan kepada anak maka perlu perhituanan dengan membandingkan dengan dosis
dewasa, dengan menggunakan rumus ( misalkan R. Clark, R. Young, dll)
CARA MENGHITUNG DOSIS ANAK
Ada beberapa cara dalam menghitung dosis anak. Untuk itu, dipilih yang dapat
menunjukkan pengetrapan dosis individual. Untuk obat-obat yang mempunyai rentang terapi
sempit, maka memerlukan ketelitian yang tinggi dalam menentukan dosis untuk anak.
Contoh: Hitunglah dosis Amoxycillin untuk anak berumur 4 tahun dengan BB 17 kg
Diketahui: Dosis Amoxycillin anak di bawah BB 20 kg adalah 20-40 mg/kg BB/ hari diberikan
dalam dosis terbagi tiap 6-8 jam.
Untuk dosis dewasa adalah 250-500 mg, diberikan tiap 6-8 jam.
Perhitungan:
1.
Berdasarkan individual dengan ukuran fisik BB:
17 X (20-40) mg = 340- 780 mg/hari
Bila dipilih diberikan 3X sehari, maka dosis per kali pemberian = 113,33 - 226,67 mg
2.
Berdasarkan dosis dewasa dengan rumus Clark
19
17 X (250-500) mg = 60,71 – 121,43 mg/kali
20
3.
Berdasarkan dosis dewasa dengan rumus Young
4 x (250-500) mg = 62,5-125 mg/kali
16
4.
Berdasarkan dosis dewasa dengan Tabel J.Hahn:
5.
Anak 4 tahun, BB 13,0-16,3 kg = 23% dosis dewasa
= 57,5-115 mg/kali
Hasil di atas menunjukkan bahwa cara perhitungan tersebut menghasilkan dosis yang
berbeda. Dengan mempertimbangkan kondisi penyakit dan kondisi penderita, maka dokter
dapat menentukan besarnya dosis per kali dan per hari dalam resepnya.
Misalkan diputuskan memberikan amoxycillin per kali 125 mg
Bila frekuensinya 3 kali sehari, maka dosis per hari adalah 375 mg.
FORMULA RESEP
Ada 3 formula dalam penulisan resep (magistrlis, officinalis dan spesialistis). Faktor yang
diperhatikan dalam penentuan jenis formula yang akan digunakan: 1) ketepatan dosis, 2)
stabilitas obat terjamin, 3) kepatuhan pasien, 4) kemudahan mendapatkan obat/sediaan, 5)
harga terjangkau
FORMULA MAGISTRALIS
Formula ini dikenal dengan resep racikan.Dalam hal ini, dokter selain menuliskan bahan obat,
juga bahan tambahan. Bahan tambahan yang ditambahkan tergantung dari sediaan yang
diinginkan. Oleh karena itu, penting sekali diperhatikan sifat obat, interaksi farmasetik,
macam bentuk sediaan dan macam bahan tambahan yang dapat digunakan serta pedoman
penulisan resep magistralis.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam formula magistralis:
1. Bahan obat, sedapat mungkin menggunakan bahan baku. Penggunaan sediaan
jadi/paten (tablet, sirup, dll) sering menimbulkan masalah baik dalam pelayanan(
misalkan tidak dapat halus, tidak homogen, dan tidak stabil) maupun kerasionalan
terapi (antara lain perubahan formula sediaan, perubahan bioaviabilitas obat,
perubahan absorbsi, penurunan konsentrasi obat). Pencampuran bahan yang lebih
dari satu macam harus dipertimbangkan adanya interaksi (farmasetik dan
farmakologi) dan rasionalitas obat.
2. Bntuk sediaan yang dapat dipilih meliputi serbuk (pulveres dan pulvis adspersorium),
kapsul, larutan (solusio, infusa), suspensi, unguenta, cream dan pasta.
3. Penentuan bahan tambahan (corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen coloris, dan
constituent/vehiculum).
Contoh penyusunan resep formula magistralis:
20
1. Dokter Siti Indah, SIP 087/2008 beralamat di JL. Surya No. 1 Surakarta pada tanggal
15 Juni 2008 menulis resep formula magistralis dengan bentuk sediaan pulveres
(puyer) sebanyak 10 bungkus, setiap bungkus mengandung paracetamol 120 mg.
Puyer ini diberikan kepada Sari (2 tahun, 12 kg) dengan aturan pakai:bila panas
diberikan 3 X sehari, tiap kali satu bungkus
dr. Siti Indah
SIP. 087/2008
Alamat rumah/praktek:
Jl. Surya No.1 Surakarta (Telp:
)
Surakarta, 15 Juni 2008
Keterangan:
Ambilkan paracetamol 120 mg dan sacch
lactis secukupnya, campur dan buatlah
menurut
bungkus,
R/ Paracetamol mg 120
Sacch. Lactis q.s
m.f.l.a. pulv.d.t.d. No. X
s.p.r.n.t.d.d.pulv I (febris)
____________________
aturan
puyer
sebanyak
masing-masing
10
bungkus
mengandung 120 mg paracetamol dan
sacch lactis secukupnya. Tandailah: bila
panas dapat diberikan 3 X sehari 1
bungkus
Pro
: Sari (12 kg)
Umur : 2 tahun
FORMULA OFFICINALIS
Resep dengan formula ini berarti obat yang digunakan adalah obat generik dan tersedia
dalan sediaan generik (BPOM Depkes) atau sediaan standar baku (Formularium Indonesia).
Dengan menggunakan formula ini, berarti dokter sudah tahu komposisi bahan aktif dan
kegunaannya. Penulisan ini cepat dan sederhana serta harganya lebih murah.
Contoh formula officinalis:
1. Dokter Siti Indah, SIP 087/2008 beralamat di JL. Surya No. 1 Surakarta pada tanggal 15
Juni 2008 menulis resep dengan menggunakan obat batuk Potio nigra contra tussim, suatu
formula standar dalam Formularium Indonesia dan diberikan kepada Bp. Tono dengan aturan
pakai:bila batuk dapat diminum 4 X sehari satu sendok makan, selama 10 hari
21
dr. Siti Indah
SIP. 087/2008
Alamat rumah/praktek:
Jl. Surya No.1 Surakarta
Surakarta, 15 Juni 2008
R/ Pot nigr. c. tuss. ml 300
s.p.r.n. 4.d.d. C. I (bila batuk)
____________________
Keterangan: Dokter munggunakan formula
standar dalam Formularium Indonesia. Komposisi
obat tersebut:
Pot nigr. c. tuss. 300 ml
Succus liquiritae 10
Amm. Chloride 6
Sol amm.spirt. anis 6
Aqua dest. Ad 300 ml
Pemakaian 4-5 d.d. C.I
Pro
:Tono
Umur : 20 tahun
2. Dokter Siti Indah, SIP 087/2008 beralamat di JL. Surya No. 1 Surakarta pada tanggal 15
Juni 2008 menulis resep dengan menggunakan sediaaan generic berlogo salep mata
Chlorampenicol (1%) dan diberikan kepada Bp. Tono dengan aturan pakai: 2 X sehari
dioleskan pada mata kanan dan kiri, pagi dan sore
dr. Siti Indah
SIP. 087/2008
Alamat rumah/praktek:
Jl. Surya No.1 Surakarta
Surakarta, 15 Juni 2008
R/ Chloramphenic.ungt.ophth 1% 5 g
s.2.d.d. ungt.ophth. od & os
____________________
Keterangan:
Dengan resep tersebut, dokter menggunakan
formula standar dalam sediaan jadi generik
berlogo.
Komposisi obat tersebut:
Ungt. Ophth. Chlorampenicol 1%. Setiap
gram salep mata mengandung 10 mg
Chlorampenicol, berat tiap tube 5 gram
Pro
: Bp. Tono
Umur :
22
FORMULA SPESIALISTIS
Resep yang ditulis dengan formula ini adalah obat paten dari pabrik obat. Kadang pabrik obat
membuat obat dengan berbagai sediaan, kekuatan, dan kombinasi obat. Bila penulisan resep
ini kurang jelas atau tidak lengkap dapat mengakibatklan kesalahan dalam pelayanan di
apotek.
Contoh penulisan resep spesialistis:
1. Dokter Siti Indah, SIP 087/2008 beralamat di JL. Surya No. 1 Surakarta pada tanggal 15
Juni 2008 menulis resep dengan menggunakan sediaaan paten Allerin expektorant 120 ml
dan diberikan kepada Bp. Tono dengan aturan pakai:3 X sehari 2 sendok teh (volume cairan
obat yang diminum adalah 10 ml).
dr. Siti Indah
SIP. 087/2008
Alamat rumah/praktek:
Jl. Surya No.1 Surakarta
Surakarta, 15 Juni 2008
R/ Allerin exp. 120 ml fl I
s.3.d.d. C.th. II
____________________
Keterangan:
Dengan resep tersebut, dokter menggunakan
formula spesialistis dan menggunakan obat
dengan nama paten. Bentuk sediaan: sirup
Komposisi: Tiap 5 ml sirup berisi:
Gliseril guaiakolat 50 mg
Natrium sitrat 180 mg
Difenhidramin HCl 12,5 mg
Fenilpropanolamin HCl 12,5 mg
Kemasan: Botol volume 60 ml dan 120 ml
Pro
: Bp. Tono
Umur :
Alamat:
2. Dokter Siti Indah, SIP 087/2008 beralamat di JL. Surya No. 1 Surakarta pada tanggal 15
Juni 2008 menulis resep dengan menggunakan sediaaan paten kaplet Kalmoxicillin 500 mg
sebanyak 20 biji dan diberikan kepada Bp. Tono dengan aturan pakai:3 X sehari.
23
dr. Siti Indah
SIP. 087/2008
Alamat rumah/praktek:
Jl. Surya No.1 Surakarta
Surakarta, 15 Juni 2008
R/ Kalmoxicillin mg 500 capl No. XX
s.3.d.d. Capl. I
____________________
Keterangan:
Dengan resep tersebut, dokter menggunakan
formula spesialistis dan menggunakan obat
dengan anam paten. Bentuk sediaan: kaplet
Komposisi: Tiap kaplet Kalmoxicillin500 mg
mengandung Amoxycillin trihidrat
Pro
: Bp. Tono
Umur :
24
SINGKATAN BAHASA LATIN YANG SERING DIPAKAI DALAM RESEP
SINGKATAN
Aa
a.c
ad
ad lib./ad libit.
ad part. dolent
KEPANJANGAN
Ana
Ante coenam
Ad
Ad libitus
Ad partes dolentes
add.
alt. dieb.
alt. hor.
a.m.
a.n.
Adde
Alternis diebus
Alternis horis/altera
hora
Ante meridiem
Ante noctern
applic.
Applicatio
a.u.e (ad. us. ext)
u.p.
m.i.
aq.dest
Ad usum externum
Sum proprium
Mihi ipsi
Aqua destilata
c.
C.
Cum
Cochlear, cibarium
C.th
c.c.
caut.
comp.
conc.
cr.
Cochlear theae
Centrimetrum
cubicum
Caute
Compositus
Concentratus
Cremor
da ad lag.
da ad vitr.
da ad oll.
da In oll.
d.c.
d.c. form.
Da ad lagenam
Da ad vitrum
Da ad ollam
Da in ollam
Durante coenam
Da cum formula
dur.dol.
d. d.
s.d.d./1 dd
b.d.d.(b.i.d)/ 2 dd
t.d.d.(t.i.d)/ 3 dd
q.d.d (q.i.d)/ 4 dd
dext.et sin.
o.d./o.s.
Durante dolore
De die
Smel de die
Bis de/in die
Ter de/ in die
Quarter de/in die
Dexter et sinister
Oculus dexter et
ARTI
Sama banyak
Sebelum makan
Sampai
Sesuka hati
Pada bagian-bagian
yang sakit
Tambahkan
Setiap dua hari
Setiap dua jam
Sebelum tengah hari
Sebelum malam
hari
Penggunaan,
pemakaian
Untuk obat luar
Dipakai sendiri
Dipakai sendiri
Air suling
Dengan
Sendok makan (15
ml)
Sendok teh (5 ml)
Senti meter kubik
Hati-hati
Obat campuran
Konsentrasi
Krim
Berikan dalam botol
Berikan dalam botol
Berikan dalam pot
Berikan dalam pot
Sedang makan
Tuliskan dengan
resepnya
Selagi sakit
Sehari, setiap hari
Sekali sehari
Dua kali sehari
Tiga kali sehari
Empat kali sehari
Kanan dan kiri
Mata kanan dan
25
dil.
d.t.d
oculus sinister
Dilutus
Da teles doses
mata kiri
Encer
Berikan sebanyak
dosis tersebut
epith.
extend.
extend. cr.
Epithema
Extende
Extende crass
extende ter.
Extende termiter
ext. s. alut
Extende supra alutam
ext. s. cor
Extende supra corium
Obat kompres
oleskan
oleskan tebal-tebal
(0,6 mm)
oleskan tipis-tipis
(0.2 mm)
oleskan di atas kulit
lunak
oleskan di atas kulit
kaku
f.
feb. dur.
fom.
Fac, fiat
Febri durante
Fomentum, fomenti
l.a.
Lege artis
filtr.
Filtra, filtretur
g.,gm.
gi.arab.
garg.
gtt.
gtt. ad aur.
gtt. auric.
gtt. nasal.
gtt. ophth
Gramma
Gummi, arabicum
Gargarisma
Guttae
Guttae ad aures
Guttaeauriculares
Guttae nasals
Guttae ophthalmicae
gram
gom arab (=acacia)
obat kumur
tetes
obat tetes telinga
obat tetes telinga
obat tetes hidung
obat tetes mata
h.
h.m.
h.s.
h.v.
haust.
Hora
Hora matutina
Hora somni
Hora vespertina
Haustus
jam
pagi hari
sebelum tidur
pada sore hari
teguk sekaligus
i.m.m.
In manum medici
i.c.
Inter cibos
inf.
Inj.
Iter.
Iter 1x.
l.a.
Infusum
Injectio
Iteretur
Iteretur 1X
Lege artis
berikan ke tangan
dokter
antar dua waktu
makan
air rebusan
obat suntik
harap diulang
harap diulang 1X
cara semestinya
buat, harap dibuat
sewaktu demam
obat kompres
(panas)
cara semestinya
(sesuai aturan)
saring, harap
disaring
26
lc.
lit.or.
Loco
Litus oris
pengganti
cairan untuk
dioleskan di mulut
tempat yang terasa
sakit
lotio (obat cair utuk
obat luar)
cair
loc.dol.
Locos dolens
lot.
Lotio
Liq.
liquidus
m.
m.et v.
merid.
m.
mane
mane et vespere
meridie
misce, misceatur
m.f.
m.f.l.a.
misce fac
misce fac lege artis
mg., mgm.
mixt.
m.i.
muc.gi.arab.
milligrama
mixtura
mihi ipsi
mucilago gummi
arabbici
n.
N.l.
noctum
ne iteretur
Non. Rep.
non reperetur
Non in lag.orig.
non in lagenam
original
malam
harap jangan
diulang
harap jangan
diulang
jangan dalam botol
asli
o.h.
o.b.h.
o.t.h
o.4h.
o.m.
o.n.
omni hora
omni bihora
omni tri hora
omni quarter hora
omni mane
omni nocte
tiap jam
tiap 2 jam
tiap 3 jam
tiap 4 jam
tiap pagi
tiap malam
p.c.
PIM
post coenam
periculum in mora
p.r.n.
pro re nata
pot.
pulv.
pulv.
potio
pulvis
pulveres
sesudah makan
berbahaya jika
ditunda
kalau perlu minum
/cairan yang
digunakan
untuk obat dalam
serbuk tunggal
serbuk terbagi
(puyer)
pagi
pagi dan sore
tengah hari
campurlah, harap
dicampur
campur dan buatlah
campur dan buatlah
menurut cara
semestinya
milligram
campuran
dipakai sendiri
lender dari acacia
27
pulv.adsp.
pulv.dentifr.
pulvis adspersorius
pulvis dentrificius
serbuk tabur
tepung / serbuk
gosok gigi
q.s.
quantum satis/sulficit
secukupnya
R/
rec.par.
recipe
recentus paratus
ambilah
dibuat baru
s.
sol.
spir.
steril.
supp.
supp.rect.
syr.
signa
solutio
spiritus
sterilisatus
supposituria
supposituria rectal
syrup
tandailah, tulislah
larutan
spiritus
yang disterilkan
suposituria
suposituria rektum
sirop
tab.
tct. (tinct.)
tuss.
tuss. urg.
tabulae
tinctura
tussis
tussi urgente
tablet
tinctuur
batuk
jika batuknya amat
mengganggu
u.c.
usus cognitus
u.n.
usus notus
u.e.
u.p.
u.v.
usus externus
usum proprium
usus veterinarius
ungt.
ungt.ophth.
unguentum
unguentum
ophthalmicae
aturan pakai
diketahui
aturan pakai
diketahui
obat luar
dipakai sendiri
guna kedokteran
hewan
salep
salep mata
vesp.
vespere
senja hari
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
unus
duo
tres
quattour
quinque
sex
september
october
novem
december
uno decemb
duodecim
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
duabelas
28
XX
XXX
L
C
D
M
viginti
triginti
quinquaginta
centum
quingenti
mille
duapuluh
tigapuluh
lima puluh
seratus
limaratus
seribu
29
30
Download