Pasca konflik (1987 - 2005) dan tsunami (2004), masyarakat Aceh memiliki tingkat kualitas kesehatan yang sangat memprihatinkan. Sejak tahun 2010, pemerintah Aceh telah meluncurkan dan melaksanakan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat Aceh dan sebagai investasi pemerintah di bidang kesehatan untuk meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) Aceh. Dalam pelaksanaannya, dana dalam jumlah yang besar telah dialokasikan untuk program JKA yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) ternyata belum berbanding lurus dengan kualitas pelayanan JKA yang diberikan. Banyak pasien JKA yang mengeluh terhadap pelayanan program JKA. Puskesmas dan RSUD sebagai mitra pelayanan kesehatan program JKA belum mampu memberikan pelayanan kesehatan secara optimal. EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA) Studi ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi dan tingkat kepuasaan masyarakat terhadap pelaksanaan program JKA. Sampel pada penelitian ini adalah Puskesmas Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) dan peserta JKA yang pernah atau sedang mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas RITP di wilayah timur Provinsi NAD. Alasan pengambilan sampel ini karena Puskesmas adalah pintu masuk pelayanan kesehatan program JKA, akan tetapi sebagian besar pasien JKA harus antri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah). Jumlah pasien yang sangat banyak di RSUD menyebabkan sebagain besar pasien JKA tidak tertangani di RSUD sehingga membuat mereka kecewa terhadap pelayanan kesehatan JKA. Kombinasi pendekatan non-parametric (data envelopment analysis) dan statistik deskriptif digunakan untuk menjawab permasalahan efisiensi dan kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan program JKA. Hasil analisis menunjukkan bahwa 81 persen atau 26 Puskesmas RITP yang melayani program JKA di wilayah timur Provinsi NAD menunjukkan nilai efisien secara teknis. Dari 26 Puskesmas tersebut, 5 Puskesmas juga telah mampu melaksanakan program JKA dengan efisien secara skala. Efisien secara teknis berarti bahwa manajemen Puskesmas tersebut telah mampu menangani permasalahan lokalnya dengan menggunakan peralatan medis dan teknologi yang memadai. Efisien dalam skala berarti Puskesmas RITP telah mampu memberi pelayanan kepada pasien sesuai dengan input yang mereka miliki. Berdasarkan laporan pelaksanaan program JKA tahun 2012, realisasi biaya RITL (Rawat Inap Tingkat Lanjutan) yang pelayanannya di RSUD sebesar 37%, sedangkan realisasi biaya RITP yang pelayanannya di Puskesmas RITP hanya sebesar 2%. Jelas bahwa pasien rawat inap banyak dilayani di RSUD dibandingkan Puskesmas RITP. Hasil analisis Indeks Kemampuan Masyarakat (IKM) Aceh berada pada kategori C. Alokasi biaya yang efisien diikuti dengan perbaikan kualitas secara simultan adalah hal yang sulit untuk dicapai, adanya trade off antara kualitas dengan efisiensi. Diterbitkan oleh : Percetakan & Penerbit SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS Darussalam, Banda Aceh Penulis: Linda, S.E.,M.Si.,Ak Maulana Kamal, S.E.,M.Si.,Ak Suriani,S.E.,M.Si. Maya Febriyanti.L.,S.E.,M.M.,M.Si.,Ak Syiah Kuala University Press 2014 EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA) Penulis: Linda, S.E.,M.Si.,Ak Maulana Kamal, S.E.,M.Si.,Ak Suriani,S.E.,M.Si. Maya Febriyanti.L.,S.E.,M.M.,M.Si.,Ak Editor : Dr. Muhammad Shabri, M.Ec SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang keras memperbanyak, memfotocopy sebagian Atau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannya Tanpa mendapat izin tertulis dari Penerbit. © 2014, Syiah Kuala University Press, Banda Aceh Judul Buku Penulis Penerbit Cetakan ISBN : EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA) : Linda, S.E.,M.Si.,Ak Maulana Kamal, S.E.,M.Si.,Ak Suriani,S.E.,M.Si. Maya Febriyanti.L.,S.E.,M.M.,M.Si.,Ak : SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS Jln. Tgk. Chik Pante Kulu No. 1 Kopelma Darussalam Darussalam, Banda Aceh 23111 Telp. 0651 – 7552440 Email : [email protected] : Pertama, Januari 2014 : xxx-xxx-xxxx-xx-x PRAKATA Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang hanya karena rahmat dan karunia Nya, maka proses penyusunan Laporan Penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi dan kepuasaan pengguna terhadap program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) pada Puskesmas Rawat inap Tingkat Pertama di Wilayah timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Ketua Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Mirza Tabrani, MBA selaku Dekan Fakultas Ekonomi Unsyiah, dan Pegawai Dinas Kesehatan Provinsi NAD, medis serta para medis yang bertugas di Puskesmas RITP dan RSUD di wilayah timur Provinsi Nad, peserta program JKA yang terlibat dalam penelitian ini Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu komen dan masukan sangat penulis harapkan, terutama dari pihak Dinas Kesehatan, medis dan para medis yang telah terjun langsung dalam memberikan pelayanan kesehatan JKA. Komen dan masukan juga penulis harapkan dari peserta JKA, sebagai pengguna program JKA. Komen dan masukkan dapat via e-mail [email protected]. Akhirnya, hanya kehadirat Allah SWT jualah penulis kembalikan segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah dalam upaya peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan program JKA. Banda Aceh, Januari 2014 Tim Peneliti iii DAFTAR ISI PRAKATA ................................................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................. iv DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 BAB II EFISIENSI DAN KEPUASAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN PEMERINTAH ............................... 11 2.1. Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi NAD ............................ 11 2.2. Efisiensi Pelaksana Program Jaminan Kesehatan Aceh........ 13 2.3. Kepuasan Masyrakat terhadap Pelaksana Program JKA ...... 19 2.4. Pengukuran Efisensi dengan Data Envelopment Analysis ..... 24 2.5. Roadmap Penelitian .............................................................. 30 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 32 3.1. Populasi dan sampel ............................................................. 32 3.2. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 34 3.3. Uji Instrument Penelitian ........................................................ 35 3.4. Pengolahan Data dan Analisa Data ....................................... 37 3.4.1. Skor Efisiensi ............................................................... 37 3.4.2. Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) .......................... 38 BAB IV ANALISIS EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA) PADA PUSKESMAS RAWAT INAP TINGKAT PERTAMA DI WILAYAH TIMUR PROVINSI NAD ..................................................................... 42 iv 4.1. Analisiss Efisiensi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Aceh ..................................................................................... 42 4.1.1. Analisis Efisiensi Puskesmas ...................................... 42 4.1.2. Analisis Slack dan Target Input-Output ....................... 46 4.2. Analisis Kepuasan Pengguna Program JKA ......................... 50 4.2.1 Analisis Indikator Kepuasan Masyarakat ...................... 52 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 58 5.1. Kesimpulan .......................................................................... 58 5.2. Saran ................................................................................... 60 5.3. Keterbatasan Penelitian ....................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 63 LAMPIRAN .............................................................................................. 66 v DAFTAR TABEL Tabel 3.4.1. Tabel Rumus DEA model CRS dan VRS………………….. 37 Tabel 3.4.2. Nilai Persepsi, Inteval IKM, Interval Konversi IKM ………..39 Tabel 4.1.1. Efisiensi input-oriented model…………………………41 Tabel 4.2.1. KMO and Bartlett’s Test ................................................... 51 Tabel 4.2.2. Reliability Statistics ........................................................... 51 Tabel 4.2.3. Pendidikan Responden .................................................... 53 Tabel 4.2.4. Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) terhadap Program JKA menurut Indikator...................................................... 55 Tabel 5.1 Biaya Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama ................. 61 vi DAFTAR LAMPIRAN Fishbone Diagram.................................................................................... 66 Kuesioner Indeks Kepuasan Masyarakat ................................................. 67 vii 1 BAB I PENDAHULUAN Masyarakat Aceh memiliki tingkat kualitas kesehatan yang sangat memprihatinkan Pasca konflik (1987 – 2005) dan tsunami (2004), Kesehatan sebagai investasi sangat berkaitan dengan Indeks Pembangunan Kesehatan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Tingkat kemiskinan yang tinggi menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang tergolong mahal. Banyak penelitian empiris yang menyatakan bahwa kesehatan berbanding terbalik dengan kemiskinan, dimana ada kemiskinan maka masalah kesehatan akan semakin nyata terjadi (Mote, 2008). Dengan demikian masalah pembangunan di Indonesia masih sangat kompleks. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masih rendah dan Indeks Kemiskinan Masyarakat masih tinggi. Program jaminan sosial merupakan amanah konstitusi UndangUndang Dasar (UUD) 1945. Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 1 disebutkan bahwa setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan, dan pada Pasal 34 ayat 3 dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak. Sejalan dengan UUD 1945, di dalam Undang-Undang No. 11 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 224 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap penduduk Aceh 2 mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sebagai perwujudan amanah di atas, Aceh sejak tanggal 1 Juni 2010 sampai sekarang telah melaksanakan program pelayanan kesehatan gratis oleh pemerintah Aceh dengan nama program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Program pelayanan gratis ini diberikan kepada seluruh masyarakat Aceh di rumah sakit umum dan puskesmas, yang belum memiliki jaminan kesehatan pemerintah lainnya, seperti Jamkesmas, Askeskin, Askes dan lainnya. Semua badan pelayanan kesehatan, baik komersial maupun organisasi nirlaba menggunakan sumber daya untuk menyediakan jenisjenis pelayanan kesehatan. Untuk melaksanakan program JKA maka pada tahun 2010 telah dianggarkan sejumlah Rp. 425 miliyar, tahun 2011 Rp. 400 milyar dan untuk tahun 2012 Rp. 419 milyar yang telah disahkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) (Serambi Indonesia, 7 Februari 2012). Lebih jauh, sebelum sejumlah dana sebagaimana tersebut di atas disahkan, debat publik dan politik mengemukan di tengah masyarakat tentang kemampuan pihak pemerintah untuk mengelola fungsi-fungsi pelayanan kesehatan dengan menggunakan sejumlah sarana dan prasarana secara efisien dan berkualitas? Fenomena ini sejalan dengan 3 pendapat Chang et al (2004) bahwa penambahan biaya pelayanan kesehatan akan menyebabkan debat publik dan politik karena kebutuhan akan akses kesehatan secara universal, maka perlu bagi pembuat kebijakan untuk mengontrol biaya rumah sakit. Biaya dan kualitas kesehatan adalah dua hal penting yang menjadi perhatian bagi penyedia dan pengambil kebijakan pelayanan kesehatan masyarakat, karena adanya hubungan positif dan juga dapat menimbulkan konflik diantaranya (Younis et al., 2005; Jiang et al., 2006). Oleh karena itu, keseimbangan antara alokasi biaya dan perbaikan kualitas menjadikannya suatu isu penting. Sejauh mana regulasi kesehatan dapat mempengaruhi efisiensi rumah sakit masih menjadi suatu pertanyaan hingga saat ini. Disatu sisi peningkatan kualitas kesehatan memerlukan biaya yang tinggi, dengan peningkatan biaya ini akankan tercapai efisiensi? Terdapatnya trade off untuk permasalahan ini (McKay dan Deily, 2005). Penilaian efisiensi, seberapa baik input digunakan untuk memberikan berbagai jenis pelayanan kesehatan, merupakan ukuran penting dari suatu kinerja (Chang, 2004). Penyedia program pelayanan kesehatan perlu untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang dapat mengurangi dan mengeliminasi ketidakefisienan program pelayanan kesehatan, sehingga peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan, dalam jangka waktu pendek, akan dapat mewujudkan universal coverage (sistem 4 jaminan kesehatan masyarakat semesta) (Chisholm and Evans, 2010). Penelitian Chang et al (2004) yang mengevaluasi pengaruh implementasi National Health Insurance (NHI) Program terhadap operasional efisiensi, menunjukkan rata-rata efisiensi rumah sakit di Taiwan mengalami penurunan setelah implementasi program NHI. Sejalan dengan riset di atas, studi Valdmanis et al (2008) yang menganalisis input-output di rumah sakit Amerika Serikat guna mengukur berbagai kebutuhan untuk meningkatkan kualitas maupun efisiensi, mendokumentasikan temuan berikut: (1) kualitas pelayanan dapat ditingkatkan dengan penambahan jumlah tenaga kerja dan tersedianya layanan kesehatan berteknologi canggih, (2) rumah sakit dengan kualitas yang tinggi juga memiliki nilai efisiensi yang tinggi, dibandingkan dengan dengan rumah sakit yang berkualitas rendah, maka kualitas pelayanan yang tinggi pada berbagai dimensi kesehatan tidak harus dicapai melalui biaya yang tinggi. Total Quality Manajemen (TQM), memungkinkan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas secara simultan melalui efisiensi. Sejak program JKA diluncurkan, setiap hari ratusan calon pasien pengguna JKA antri di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis. Membludaknya jumlah pasien ini menyebabkan pelayanan menjadi kurang optimal karena seringnya pasien 5 ditolak pihak RSUD karena tidak ada tempat tidur yang tersedia. Masyarakat pengguna JKA tidak diberikan pilihan atau bahkan tidak boleh memilih pelayanan kesehatan yang mereka kehendaki. Mereka hanya bisa pasrah tanpa tahu secara pasti apa yang menjadi hak dan kewajiban pengguna JKA, sehingga terjadi ketidakpastian dalam pelayanan. Masyarakat pengakses JKA merasa tidak puas dengan pelayanan yang ada. Hal ini bertentangan dengan indikator output yang tercantum dalam Manlak (pedoman pelaksanaan) JKA, yang mensyaratkan adanya survey kepuasan peserta dengan tingkat kepuasan minimal 75%. Pertanyaan yang mulai muncul sehubungan dengan pelayanan kesehatan gratis ini, apakah masyarakat telah paham cara mengakses pelayanan JKA? fasilitas apa saja yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat bila ingin menggunakan JKA? Di satu sisi, berkat program kesehatan gratis ini dapat mempercepat target pembangunan millennium (MDGs), yang dibuktikan dengan menurunnya secara signifikan angka kematian ibu melahirkan dan bayi ditahun 2010, begitu juga status gizi buruk pada balita juga menurun. Pada tahun 2011, angka penurunan itu diperkirakan lebih meningkat lagi (Serambi Indonesia, 7 Februari 2012; Harian Aceh, 10 Agustus 2011) Dengan munculnya berbagai keluhan masyarakat melalui media masa, maka perlu bagi Pemerintah Aceh untuk mengevaluasi kinerja pelaksanaan program JKA dari segi efisiensi dan juga tingkat kepuasan 6 masyarakat. Jika kondisi ini tidak direspon oleh pemerintah maka akan dapat menimbulkan citra yang kurang baik. Keberhasilan pelaksanaan suatu program nasional pemerintah merupakan titik relevan dalam keberlanjutannya ( Chang ,1998). Lebih jauh, evaluasi kinerja, baik itu efisiensi pelaksanaan maupun tingkat kepuasan masyarakat, dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan qanun. Hingga saat ini pelaksanaan program jaminan gratis ini belum diiringi dengan peraturan dan regulasi yang memadai untuk menjamin keberlangsungan program ini ke depan. Qanun untuk program jaminan kesehatan gratis sangatlah penting, agar program ini memiliki kekuatan publik dan politik yang memadai dalam implementasinya, karena masyarakat Aceh memiliki hak dan hingga saat ini masih membutuhkan pelayanan kesehatan gratis. Untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dan memberikan masukan yang konstruktif, dipandang perlu untuk dilakukan suatu penelitian tentang Analisis Efisiensi dan Kepuasan Pengguna terhadap Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). 1.1. Tujuan Penelitian Pemberlakuan pelayanan kesehatan gratis melalui program JKA pada 2010 bagi seluruh masyarakat di Aceh, baik kaya maupun miskin, dengan sistem asuransi diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas 7 kesehatan masyarakat. Namun demikian, payung hukum untuk menjamin keberlanjutan program ini belum tersedia. Tim yang terdiri dari unsur Dinkes Aceh, Dinkes dan Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten/Kota, serta unsur Setda Aceh, telah menyusun pedoman pelaksanaan (Manlak) program JKA. Tujuan penyusunan Manlak ini agar mekanisme pelaksanaan program tersebut oleh puskesmas dan RSU semakin baik. Namun demikian, sejauh ini belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat miskin. Hal tersebut ditandai dengan belum optimalnya pihak Puskemas dan RSUD di Propinsi NAD dalam menangani pasien JKA baik itu dari sisi administrasinya maupun pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu bagi Pemerintah Aceh untuk melakukan evaluasi, mengingat sejumlah dana telah dianggarkan, tetapi masyarakat Aceh merasa tidak puas dengan pelayanan JKA. Program ini juga belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat dikarenakan ketidakfahaman mereka atas prosedur pemanfaatan JKA. Berpijak pada paparan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk memberikan masukan bagi penyusunan Qanun Program Kesehatan Gratis Aceh. b. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pelaksanaan JKA. 8 c. Untuk mengetahui indeks kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan JKA. d. Untuk mengetahui tingkat pemahaman atas prosedur penggunaan program JKA oleh masyarakat Aceh. 2.2. Manfaat Penelitian Rasa antusias masyarakat untuk memanfaatkan program JKA, secara kasat mata dapat kita temukan di RSUZA Banda Aceh. Sebagai bahan perbandingan, sebelum adanya program JKA pasien rawat jalan RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh berjumlah sekitar 300-400 pasien per hari, tapi sejak adanya JKA, jumlah pasien melonjak menjadi 1.000-1.500 pasien per hari (Serambi Indonesia, 29 Maret 2011). Jika sebelumnya orang miskin malas ke rumah sakit untuk berobat, maka setelah program JKA ini diberlakukan orang miskin sangat antusias untuk mendatangi rumah sakit dan memeriksa kesehatannya. Aceh merupakan propinsi pertama di Indonesia yang memberikan jaminan kesehatan gratis bagi seluruh penduduknya melalui program JKA (Serambi Indonesia, 7 Februar1 2012). Melalui program JKA ini dapat mempercepat pembangunan MDG‟s yang mesti dicapai pada tahun 2015. Untuk memberlakukan program kesehatan gratis sebagi masyarakat Aceh diperlukan upaya yang berkelanjutan dan perencanaan yang matang serta 9 tersedianya Qanun Kesehatan Aceh. Tujuannya agar siapa saja yang menjadi Gubernur Aceh dapat melanjutkan dan mendukung sepenuhnya program pelayanan kesehatan gratis ini untuk masa 20-25 tahun yang akan datang. Qanun program pelayanan kesehatan gratis ini dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk mengoptimalkan pelaksanaan program JKA, dengan mempertimbangkan jumlah sarana dan prasarana kesehatan agar terciptanya tingkat efisiensi dan juga kualitas pelayanannya. Disatu sisi aspek informasi kepada masyarakat adalah salah satu masalah besar dalam pelaksanaan program JKA. Hal ini ditandai dari banyaknya pasien yang menikmati program ini, tetapi rujukannya tidak berdasarkan prosedur yang berlaku, dimana puskesmas seharusnya menjadi pintu masuk bagi masyarakat penerima manfaat JKA, akan tetapi masyarakat tidak melalui puskesmas. Implikasinya adalah jumlah pasien RSUD membludak. Dengan menyandarkan argumen pada fenomena sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu untuk dilakukan suatu penelitian pada Puskesmas di Propinsi NAD, yang akan menghasilkan: (1) Masukan bagi penyusunan Qanun Jaminan Kesehatan Gratis Aceh; (2) pengukuran efisiensi input-output sarana dan prasarana kesehatan dengan menggunakan DEA; dan (3) penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) 10 terhadap pelayanan program JKA berdasarkan 14 indikator seseuai dengan Kep. MENPAN No.25 Tahun 2004. Pengukuran efisiensi untuk menentukan arahan perbaikan produktifitas bagi decision making unit (DMU) yang tidak efisien. Peningkatan kinerja DMU ini dilakukan dengan memperbaiki tingkat input dan output sebagai dasar dalam alokasi dana kesehatan di dalam APBA. Penilaian masyarakat secara obyektif dan periodik terhadap perkembangan kinerja program jaminan kesehatan gratis ini dapat menjadi masukan dalam usaha meningkatkan pelayanan. Lebih jauh, dalam rangka pelaksanaan sosialisasi program JKA kepada masyarakat dalam usaha memberikan kepuasan, maka suatu buku saku yang menjelaskan prosedur pemanfataan program pelayanan kesehatan gratis juga perlu untuk dipersiapkan. 11 BAB II EFISIENSI DAN KEPUASAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN PEMERINTAH 2.1. Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi NAD Kesehatan merupakan salah satu hak azasi manusia, sebagaimana termaktub dalam UUD 1945, mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan yang sakit, dan berupaya mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup secara produktif sosial dan ekonomis. Hal ini melandasi pemikiran bahwa sehat adalah investasi. Sasaran pembangunan dalam MDG‟s untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan yang akan tercapai pada tahun 2015, sebagai satu paket tujuan terukur (Wikipedia Sasaran Pembangunan Millenium, 2000). Diantaranya adalah: - Menurunkan angka kematian anak Target untuk tahun 2015 adalah mengurangi dua pertiga tingkat kematian anak-anak balita - Meningkatkan kesehatan Ibu Target untuk tahun 2015 adalah mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan 12 Paradigma pembangunan kesehatan yang bersifat desentralisasi dan kebijakan otonomi daerah telah membuka peluang setiap daerah untuk mengatasi masalah kesehatan. Merujuk pada UU No.32 Tahun 2004 Pasal 13 dan Pasal 14 penanganan kesehatan merupakan urusan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dengan demikian, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota harus dapat memenuhi hak-hak konstitusional bagi seluruh warga masyarakatnya, yaitu dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat. (Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah, Depkes RI, 2008). Bentuk program pelayanan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) kepada masyarakat Aceh yang telah berjalan saat ini adalah Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). JKA memberikan pelayan gratis kepada seluruh masyarakat Aceh di rumah sakit umum dan puskesmas, demi teracapainya MDG‟s, tingkat IPM yang tinggi dan pencanangan universal coverage (sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat Semesta). JKA diperuntukkan untuk melayani kesehatan 3,8 juta penduduk dari 4,3 juta jiwa warga Aceh. Secara lebih khusus JKA diprioritaskan kepada 1,2 juta jiwa warga yang sampai kini belum mendapat jaminan kesehatan baik dari Askes, Jamkesmas dan asuransi kesehatan lainnya. Seperti yang tercantum dalam Manlak (Pedoman Pelaksanaan JKA Keputusan Gubernur 13 Aceh No.20/483/2010). Pergub Aceh nomor 56 tahun 2011 pasal 4 menyebutkan peserta JKA adalah seluruh penduduk Aceh, tidak termasuk: 1. Peserta Program Askes Sosial PT Askes (Persero) termasuk pejabat negara yang iurannya dibayar pemerintah, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 2. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Prosedur pelayanan program JKA di mulai dari Puskemas, apabila pasien termasuk dalam katagori gawat darurat maka dapat lansung ke Instalasi Gawat Darurat di RSUD. Baik rawat jalan tingkat pertama ataupun rawat inap tingkat pertama di berikan di Puskesmas. Untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjutan diberikan di RS yang bekerjasama dengan PT. Askes (Persero), dengan syarat pasien JKA harus membawa surat rujukan dari Puskesmas atau Dokter pribadi. 2.2. Efisensi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) Efisiensi selalu didefinisikan sebagai keseimbangan antara pengeluaran (input) dengan hasil akhir (output) (Palmer dan Togerson, 1999; Schwart et al., 2002). Efisiensi umumnya merujuk pada penggunaan minimum sejumlah input tertentu guna menghasilkan sejumlah output tertentu. Cara untuk meningkatkan efisiensi antara lain dengan (Ozcan, Y.A, 2008) : a. Meningkatkan output 14 b. Mengurangi input c. Atau jika kedua output dan input ditingkatkan, maka tingkat kenaikan untuk output harus lebih besar daripada tingkat kenaikan untuk input atau, d. Jika kedua output dan input diturunkan, laju penurunan untuk output harus lebih rendah daripada tingkat penurunan untuk input. Efisiensi di bidang kesehatan memiliki arti bahwa sebuah unit fasilitas kesehatan dituntut mampu memberikan produk kesehatan/kuantitas pada tingkat tertentu berdasarkan standar kualitas yang membatasinya, dengan menggunakan kombinasi minimum dari sumberdayanya. Mukesh Jain (2001) dalam Retno Wulansari (2010). Dalam upaya memaksimalkan pelayanan, maka harus mencapai target sehingga pengguna puas akan pelayanan kesehatan tersebut. Kemampuan dasar dan pengelolaan sumber daya dapat mencerminkan tingkat efisiensi pelayanan kesehatan di Provinsi tersebut (Ramadany dan Susilaningrum, 2010). Operasional kegiatan dapat dikatakan efisien jika memberikan output yang maksimum, apakah itu jumlah ataupun kualitas (Budi, 2010). Disatu sisi, alokasi biaya yang efisien diikuti dengan perbaikan kualitas secara simultan adalah hal yang sulit untuk dicapai, adanya trade off antara kualitas dan efisiensi (Litvak dan Long, 2000) dalam Chang 2010; Mc Key and Deily, 2005). Peningkatan pelayanan kesehatan memerlukan sumber daya manusia yang professional yang cukup, peralatan yang up to date, aplikasi penemuan terbaru, teknologi yang canggih, jumlah tempat tidur 15 yang cukup yang semuanya ini adalah biaya yang besar. (Shen, 2003; Valdmanis, 2008). Konsep efisiensi utama dapat dibagi menjadi empat (Ozcan, 2008; Budi, 2010), yaitu: 1. Efisiensi teknik Sebagai contoh rumah sakit A untuk pegobatan tumor otak menggunakan teknologi Gamma Knife. Rumah sakit A dapat menangani 80 kasus tumor otak dalam waktu 120 jam neurosurgeon. Pada bulan lalu, rumah sakit A hanya mampu melakukan 60 kasus dengan menggunakan waktu neurosurgeon 120 jam. Nilai efisiensi teknis yang terbaik untuk rumah sakit A 0,667 (80/120). Untuk penanganan 60 kasus, nilai efiiensi teknisnya adalah 0,75 (0,5/0.667). Rumah sakit A Kapasitas penanganan kasus setiap bulan Waktu neurosergeoan perjam Kasus yang ditangani setiap Bulan Nilai Efisiensi yang seharusnya tercapai Nilai Efisiensi A 80 120 60 0,667 0,5 2. Efisiensi skala Efisiensi skala dikaitkan pencapaian skala ekonomis dari unit tersebut dalam menjalankan operasinya. Masih seperti contoh di atas. Rumah sakit B tidak mempunyai teknologi Gamma-Knife menangani kasus pengobatan dengan teknik pembedahan standar dalam satu bulan dengan waktu neurosurgeon 180 h. Maka nilai efisiensi rumah sakit B adalah 0,167 (30/180). Perbandingan efisiensi rumah sakit A dengan B adalah 0,25 (0,167/0,667). Berdasarkan nilai efisiensi yang dapat dicapai rumah sakit A, maka rumah sakit B beroperasi pada tingkat efisiensi 33,33% secara 16 relative. Rumah sakit A Kapasitas penanganan kasus setiap bulan Waktu neurosergeoan perjam Kasus yang ditangani setiap Bulan Nilai Efisiensi yang seharusnya tercapai Nilai Efisiensi Nilai Efisiensi Skala A 80 120 60 0,667 0,5 - B 30 180 30 0,167 0,167 0,33 Perbedaan antara nilai efisiensi rumah sakit B dengan nilai pencapaian efisiensi terbaik rumah sakit A adalah 0,5 (0,667-0,167). Dengan demikian rumah sakit B tidak efisien secara teknis maupun skala. Tidak efisien dalam skala hanya dapat diatasi dengan mengadopsi teknologi atau proses produksi pelayanan kesehatan yang baru. Sedangakan, efisien secara teknis merupakan permasalan manajerial, dimana disyaratkan lebih banyak output yang dihasilkan atas sejumlah sumber daya tertentu. Walaupun rumah sakit A melakukan 80 pengobatan dalam sebulan, namun belum dapat dikatakan rumah sakit A efisien secara absolute kecuali dibandingkan dengan rumah sakit lain yang berteknologi tinggi sama. 3. Efisiensi Biaya Penilaian efisiensi dapat dengan menggunakan informasi biaya atau harga dari input ataupun output. Sabagai contoh, biaya pengunaan prosedur gamma-knife adalah $ 18,000 dan untuk biaya operasi konvensional adalah $ 35.000, penialain efisiensi untuk rumah sakit A dan B adalah: Rumah sakit A = (60*18.000)/120 = $ 9.000 Rumah sakit B = (30*35.000)/120 = $ 5.833,33 17 Diasumsikan bahwa waktu neurosurgeon dari pembedahan konvensional dan Gamma-Knife adalah sama. Rumah sakit A terlihat lebih efisien dibandingkan rumah sakit B. Jika rumah sakit B menggunakan 120h untuk menghasilkan setengah dari jumlah pengonatan rumah sakit A, nilai efisiensi biaya rumah sakit B akan menjadi $ 8.750 yang mengindikasikan efek dari harga output. 4. Efisiensi Alokatif Pada kondisi input ataupun output adalah bagian dari paket pelayanan kesehatan, pihak manajer kesehatan perlu mengkombinasikan sejumlah input untuk memberikan pelayanan secara efisien. Sebagai contoh, grup A,B dan C terdiri dari dokter dan perawat yang memberikan pelayan kesehatan kepada pasien. Biaya dokter $ 100 per jam, sedangkan biaya perawat adalah $ 60 perjam. Grup A terdiri dari 3 dokter dan 1 perawat. Grup B terdiri dari 2 dokter dan 2 perawat. Grup c terdiri dari 3 dokter dan 3 perawat. Diasumsikan ketiga grup tersebut memberikan pelayanan kesehatan masing-masing kepada 500 pasien selama satu minggu dengan waktu 8 jam perhari selama 5 hari (40 jam). Biaya input untuk masing-masing grup adalah: Input Grup A : [ (3*100) + (1*60)]*40 = $14.400 Input Grup B : [ (2*100) + (2*60)]*40 = $12.800 Input Grup C : [ (3*100) + (3*60)]*40 = $19.200 Output Grup A: $14.400/500 = $28,80 Output Grup B: $12.800/500 = $25,60 Output Grup C: $19.200/500 = $38,40 18 Grup A B C Dokter ($100/h) 3 2 3 Perawat ($60/h) 1 2 3 Biaya input Ouput Efisiensi $14.400 $12.800 $19.200 500 500 500 $28,80 $25,60 $38,40 Efisiensi Alokatif 0,88 1,00 0,67 Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah pengguaan dokter dan perawat dalam memberikan pelayanan tersebut sudah tepat. Apakah diperlukan adanya pembobotan terhadap penggunaan dokter dan perawat yang didasarkan besarnya konstribusi mereka terhadap output. Pembobotan ini dapat dianalisis dengan menggunakan DEA dalam berbagai analisis. Program asuransi di Taiwan (National Health Insurance) tidak dapat mengontrol biaya secara efektif dan memperbaiki kualitas pelayanan, dimana rumah sakit yang melayani program kesehatan NHI menghabiskan biaya yang telah dianggarkan oleh pemerintah dalam jumlah besar tanpa diiringi dengan peningkatan kualitas (Lu dan Hsiao, 2003 in Chang et al 2008). Penelitian MC Kay dan Deily (2005), menemukan bahwa kualitas juru rawat sebagai faktor utama penentu kualitas pelayanan kesehatan. Namun hasil penelitiannya tidak dapat memberikan jawaban sejauhmana kualitas juru rawat mempengaruhi kinerja apabila titik efisiensi dan kualitas dihubungkan. Penelitian Valdmanis et al (2008), menganalisis input-output di rumah sakit Amerika Serikat, untuk mengukur berbagai kebutuhan guna 19 meningkatkan kualitas maupun efisiensi. Hasil penelitiannya yaitu: perbedaan nilai kesenjangan input dapat digunakan sebagai dasar peningkatan kualitas. Kualitas pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan dengan menambahkan jumlah tenaga kerja. Peningkatan pengeluaran dan tersedianya layanan kesehatan dengan layanan teknologi yang canggih berhubungan erat dengan peningkatan kualitas pelayanan. Rumah sakit dengan kualitas yang tinggi juga memiliki nilai efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan umah sakit yang berkualitas rendah. Mereka juga menyimpulkan kualitas pelayanan yang tinggi pada berbagai dimensi kesehatan tidak harus dicapai melalui biaya yang tinggi. Interaksi antara biaya, efisiensi dan kualitas masih menjadi pembahasan hingga saat ini. Biaya yang dialokasikan dan perbaikan kualitas adalah suatu tujuan yang konsisiten yang memiliki hubungan yang positif. Peningkatan kualitas akan menggunakan sumber daya yang besar dan lebih baik. Total Quality Manajemen (TQM), memungkinkan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas secara simultan melalui efisiensi. H1: pelaksanaan program JKA efisien 2.3. Kepuasan Masyarakat terhadap Pelaksanaan Program JKA Program JKA yang mempunyai misi bukan hanya mengejar jumlah untuk dilayani, tapi juga kualitas pelayanan bagi masyarakat. Pelayanan rumah sakit maupun puskesmas diharapkan akan lebih optimal dengan 20 adanya bantuan pemerintah melalui program pembangunan Aceh sehat tersebut (VHR Media, Oktober 2010). Dalam upaya pencapaian misi program JKA, pemerintah telah mengalokasi anggaran untuk tahun 2010 sejumlah Rp. 425 miliyar, tahun 2011 Rp. 400 milyar dan untuk tahun 2012 Rp.416 milyar yang telah disahkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Dimana Alokasi dana program JKA untuk membiayai kegiatan pelayanan dan kegiatan penunjang setelah dikurangi dengan biaya operasional PT. Askes sebesar Rp. 18.738.962.291,- atau 4,47% dan 90% atau sebesar Rp. 360.234.933.939,- digunakan sebagai Dana Pelayanan Kesehatan Langsung dan 10% atau sebesar Rp. 40.026.103.771,digunakan sebagai Dana Pelayanan Kesehatan Tidak Lansung. Ketersedian jumlah sarana dan prasarana kesehatan sangat diperlukan untuk memberikan kinerja yang baik. Sejumlah permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program JKA. Diantaranya: menumpuknya pasien JKA di rumah sakit Zainoel Abidin Banda Aceh, Tumpang tindih daftar penerima manfaat dari sejumlah asuransi kesehatan Aceh, seperti, penerima manfaat Jamsostek, Jamkesmas, Askes dan JKA. Membludaknya jumlah pasien ini menyebabkan pelayanan menjadi kurang optimal, seringnya pasien ditolak pihak RSUD karena tidak ada tempat tidur yang tersisa. Sejak pemberlakuan JKA, RSUD Zainoel Abidin membutuhkan 70 tempat tidur dan 70 tenaga medis kontrak. Namun usulan penambahan penambahan tenaga medis dan tempat tidur senilai Rp 1,2 miliar ditolak 21 oleh panitia perumus anggaran DPR Aceh, membuat upaya peningkatan mutu pelayanan RSUD Zainoel Abidin terhambat. Penolakan ini dikarenakan keterbatasan dana (dr. Mohd Andalas SpOG, Harian Aceh, 10 Agustus 2011). Masyarakat pengakses JKA merasa tidak puas dengan pelayanan yang ada. Hal ini bertentangan dengan indikator output yang tercantum dalam Manlak JKA, yang mensyaratkan adanya survey kepuasan peserta dengan tingkat kepuasan minimal 75%. Pertanyaan yang mulai muncul sehubungan dengan pelayanan kesehatan gratis ini, apakah masyarakat telah paham cara mengakses pelayanan JKA? dan fasilitas apa saja yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat bila ingin menggunakan JKA? (Harian Aceh, 10 Agustus 2011) Munculnya berbagai keluhan masyarakat melalui media massa mengindikasikan pengelolaan sarana dan prasarana kesehatan belum dialokasikan secara efisien, dan masih kurangnya kualitas pelayanan kesehatan gratis ini, yang akan berpengaruh pada tingkat kepuasan masyarakat pengguna JKA. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/m.pan/2/2004 disebutkan: Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai 22 dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang "relevan”, “valid" dan "reliabel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat (IKM) sebagai berikut: 1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; 2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; 3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya); 4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; 5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; 23 6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; 7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; 8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; 9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; 10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; 11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; 12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; 14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Hasil penelitian Mote (2008) analisis IKM pada Puskesmas Ngesrep Semarang, menunjukkan dari 14 Indikator pelayanan yang diteliti terdapat 3 indikator dengan kategori tidak baik yaitu : kemampuan petugas pelayanan, kenyamanan lingkungan dan keamanan lingkungan. 11 indikator yang 24 lainnya berkategori baik dalam hal pelayanannya. Analisis terhadap kinerja birokrasi publik menjadi sangat penting atau dengan kata lain memiliki nilai yang amat strategis. Informasi mengenai kinerja aparatur dan faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap kinerja aparatur sangat penting untuk diketahui, sehingga pengukuran kinerja aparat hendaknya dapat diterjemahkan sebagai suatu kegiatan evaluasi untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya (Mote, 2008). H2: IKM pengguna program JKA terindikasi bagus 2.4. Pengukuran Efisiensi dengan Data Envelopment Analysis Efisiensi pada dasarnya adalah rasio antara output dan input (Ramadhany dan Susilaningrum, 2010). Efisiensi (produktivitas) = Input Output Perbandingan terbaik antara output dan input akan menghasilkan nilai efisiensi yang optimal. Pada badan pemerintah, efisiensi adalah sejauhmana input digunakan untuk memberikan pelayanan maksimal yang dapat dijadikan sebagai ukuran kinerja. Namun pengukuran kinerja secara tradisional, seperti return on investmen (ROI), residual income (RI) tidak ada. Selain itu, informasi harga juga sering rentan diberikan kepada para peneliti dan juga sering rentan pada besarnya variasi dan manipulasi 25 dibandingkan dengan data unit. Oleh karena itu, pengukuran efisiensi berdasarkan unit fisik input dan output dapat memberikan penilaian yang lebih baik dengan bias yang jauh dari biaya dan harga. Keterbatasan data biaya ini, maka dapat menggunakan non-parametric Data Envelopment Analysis (DEA) Chang et al (1998). Pendekatan DEA pertama kali dikembangkan secara teoritik oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun 1978. DEA pada dasarnya merupakan teknik berbasis pemrograman linear yang digunakan untuk mengukur kinerja relatif dari unit-unit organisasi dimana keberadaan beberapa (multiple) input dan output sulit untuk dibuat perbandingan. DEA mengidentifikasi secara relatif unit yang menggunakan input dalam memberikan output tertentu dengan cara yang paling optimal dan DEA menggunakan informasi ini untuk membentuk perbatasan (frontier) efisiensi dari data unit-unit organisasi yang tersedia. DEA menggunakan perbatasan efisien ini untuk menghitung efisiensi dari unit-unit organisasi lainnya yang tidak berada pada garis perbatasan yang efisien sehingga dapat memberikan informasi tentang unit-unit yang tidak menggunakan input secara efisien. Analisis DEA menggunakan teknik linear programming, dengan menganalisis perbandingan input dan output tiap-tiap unit kegiatan yang menjadi ukuran skalar efisiensi. Oleh karenanya DEA disebut analisis 26 decision making unit (DMU). Menurut Kumar dan Gulati (2008), dalam DEA efisiensi teknikal (ET) dapat dibagi dalam dua perspektif, (1) orientasi input yang memfokuskan kemungkinan untuk meminimumkan input dalam menghasilkan output, mempertimbangan (2) peningkatan orientasi output output, pada effisiensi tingkat input teknikal tertentu. Pengukuran effiseinsi teknikal ɵ 0output = aktual output / maksimum output yang memungkinkan ɵ 0input = minimum input yang memungkikan/ actual input DEA biasanya digunakan untuk mengukur efisisensi pelayananan yang diberikan oleh pemerintah, organisasi non profit maupun BUMN. Unit individual yang dianalisa ini didalam DEA disimbolkan sebagai DMU (Decision Making Unit) atau Unit pengambilan Keputusan. Dalam pendekatan DEA dikenal dua model pendekatan berdasar hubungan antara variabel input dengan outputnya yaitu model CRS (Constant Returns To Scale) yang dikemukakan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) serta model VRS (Variable Returns To Scale) yang dikembangkan oleh Banker (1984) dari model pendahulunya. Model dengan kondisi CRS mengindikasikan bahwa penambahan terhadap faktor produksi (input), tidak akan memberikan dampak pada tambahan produksi (ouput). Sedangkan model dengan kondisi VRS akan memperlihatkan bahwa penambahan sejumlah faktor produksi (input) akan memberikan peningkatan ataupun 27 penurunan kapasitas produksi (output). Asumsi batas (frontier) produksi CRS mendefinisikan total efisiensi teknis ke dalam bentuk peningkatan proporsi yang sama dalam output sebagai pencapaian usaha dari suatu organisasi yang mengkonsumsi sejumlah input dengan kuantitas yang sama, sedangkan asumsi batas produksi VRS mengukur efisiensi teknis murni akibat peningkatan output yang dapat diraih oleh suatu organisasi bila menggunakan input yang bersifat variabel. Perbandingan antara nilai efisiensi model CRS dengan VRS akan menghasilkan. Rumus Skala Efisiensi (SE) = * CRS * VRS Jika skala efisiensinya = 1 (100%) , maka perusahaan beroperasi dengan asumsi CRS, sedangkan jika sebaliknya perusahaan tersebut terkarakterisasi dengan asumsi VRS. Dengan memperbandingkan antara asumsi CRS dengan VRS maka apabila ukuran operasional dari suatu unit kerja semakin dikurangi atau diperbesar, nilai efisiensinya tetap akan turun. Unit kerja yang berada pada Skala Efisien adalah unit kerja yang beroperasi pada return to scale yang optimal. Skala Efisiensi ini akan menentukan apakah unit kerja tersebut berada pada skala ekonomis atau disekonomis, yaitu mampu menggambarkan kemampuan optimal unit kerja dalam memberdayakan sumberdayanya dalam menghasilkan keluaran 28 CRS efficient frontier sama dengan 1. Increasing return to scale (irs), berarti DMU dapat mencapai titik efisiensi dengan meningkatkan produksi (titik PAB garis vrs). Decreasing return to scale (drs), berarti pengurangan skala dapat meningkatkan efisiensi (titik BCQ garis vrs). Titik B, CRS=VRS pada DMU ini telah melakukan produksi secara optimal, apabila skala produksinya diubah maka akan terjadi ketidak efisiensienan, Kumar dan Gulati (2008). Menurut Wulansari (2010), Return to Scale (RTS) adalah suatu ciri dari fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara perbandingan perubahan semua input (dengan skala perubahan yang sama) terhadap perubahan output yang diakibatkannya. Terdapat 3 (tiga) kondisi keadaan 29 Return To Scale ini, yaitu : a. Jika λ=1 maka derajat perubahan keluaran sebagai hasil dari perubahan masukan disebut derajat perolehan tetap (constant returns to scale). Terjadi jika kenaikan output proporsional terhadap kenaikan input. b. Jika λ>1 maka derajat perubahan keluaran sebagai hasil dari perubahan masukan disebut derajat perolehan menaik (increasing returns to scale). Kondisi yang terjadi jika kenaikan output > kenaikan input. Increasing Returns to Scale dapat terjadi karena dengan meningkatnya skala operasi, terjadi : • • • Pembagian tugas yg lebih baik Spesialisasi tugas dan fungsi Penggunaan mesin-mesin khusus yg lebih produktif c. Jika λ<1 maka derajat perubahan keluaran sebagai hasil dari perubahan masukan disebut derajat perolehan menaik (decreasing returns to scale). Kondisi ini terjadi jika kenaikan output < kenaikan input. Decreasing Returns to Scale dapat terjadi karena meningkatnya skala operasi organisasi namun terjadi kesulitan dalam mengkoordinasikan berbagai aktivitas dengan baik dan efektif Return to scale berguna dalam membantu pihak manajemen untuk memberikan informasi yang paling baik guna pembuatan keputusan manajerial dengan data yang akurat dan tepat. Menurut Buchari (2009), dalam analisis efisiensi melihat: 1. Constan Return to Scale (CRS) atau model model Charnes, Cooper dan Rhodes a. CRS-I atau CCR-I: meningkatkan efisiensi dengan alternatif meminimalkan input dan cenderung menjaga output tetap b. CRS-O atau CCR-O: meningkatkan efisien dengan alternatif memaksimalkan output dan cenderung menjaga input tetap. 2. Variabel return to scale atau model Banker, Charnes and Cooper (BCC Model) a. VRS-I atau BCC-I: meningkatkan efisiensi dengan alternatif meminimalkan input dan cenderung menjaga output tetap. b. VRS-O atau BCC-O: yaitu meningkatkan efisiensi dengan 30 alternatif memaksimalkan cara output dan cenderung menjaga input tetap. Apabila perusahaan memiliki nilai efisiensi 1 hasil pengujian dengan CRS, maka perusahaan tersebut dikatakan efisien secara global, dan apabila diuji dengan VRS akan bernilai efisiensi juga (bernilai 1). Akan tetapi apabila hasil pengujian menggunakan metode VRS bernilai efisien atau bernilai 1, belum tentu efisiensi jika diuji dengan menggunakan metode CRS. Efisien secara VRS dikatakan efisien secara local, efisien secara CRS dikatakan efisien secara global. Apabila suatu entitas efisien secara local namun tidak efisien secara global, maka manajemen entitas tersebut efisien, akan tetapi skala operasionalnya tidak tepat. Menurut Buchari (2009), baik metode CRS dan VRS, kondisi untuk meningkatkan efisiensi dapat dilakukan dengan meminimumkan input dan meningkatkan output. Namun untuk kondisi yang sangat tidak efisien dari DMU, direkomendasikan dengan alternatif meningkatkan output dan menurunkan input secara smultan agar efisiensinya sama dengan frontier. Budi, (2010) DEA pada dasarnya membentuk garis batas (frontier) dengan menggunakan unti-unit yang efisen. 2.5. Roadmap Penelitian Program JKA adalah jaminan kesehatan gratis yang diberikan oleh pemerintah Aceh kepada masyarakatnya. JKA membantu tercapainya MDG‟s yang ditargetkan akan tercapai sebelum tahun 2015 melalui peingkatan kualitas kesehatan. Alokasi penambahan dana kesehatan untuk pelaksanaan program JKA ini sebesarnya Rp 425 miliar untuk tahun 2011, Rp 400 miliar untuk tahun 2012 dan Rp 419 miliar untuk tahun 2012. Sejumlah dana telah dialokasikan, namun pelaksanaan program JKA ini 31 memiliki berbagai masalah baik itu efisiensi pelaksanaan maupun kualitas pelayanan. Menurut penelitian Chang et al (2004), penilaian efisiensi, seberapa baik input digunakan untuk memberikan berbagai jenis pelayanan kesehatan, merupakan ukuran penting dari suatu kinerja. Keberhasilan pelaksanaan suatu program nasional pemerintah merupakan titik relevan dalam keberlanjutannya ( Chang ,1998). Chisholm dan Evans (2010) juga mendokumentasikan bahwa pemerintah sebagai penyedia program pelayanan kesehatan perlu untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang dapat mengurangi dan mengeliminasi ketidakefisienan program pelayanan kesehatan, sehingga peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan, dalam jangka waktu pendek, akan dapat mewujudkan universal coverage (sistem jaminan kesehatan masyarakat semesta) (Chisholm and Evans, 2010). Analisis sejauhmana program JKA mampu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat; tingkat efisiensi program JKA; dan tingkat kepuasaan masyarakat Aceh diharapkan dapat menjadi panduan dan benchmark dalam penyusunan rancangan Qanun Kesehatan Aceh, penyusunan buku saku prosedur penggunaan dan pemanfaatan program JKA dan juga acuan dalam rancangan pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Aceh ke depan. 32 BAB III METODE PENELITIAN Tolak ukur penilaian efisiensi pada penelitian ini adalah dengan perhitungan skala efisiensi berdasarkan rasio antara output terhadap input (return to scale) dengan pendekatan kuantitatif non parametrik. Tolak ukur penilaian kepuasan adalah dengan mendengarkan atau mengumpulkan persepsi dari responden mengenai kualitas pelayanan Puskesmas yang telah diterimanya. Sedangkan indikator-indikator yang digunakan sebagai pengukuran mengacu pada Kepmen PAN Nomor : KEP/25/M.PAN/2004. Untuk penilaian kepuasan dengan pendekatan pendekatan kuantitif deskriptif. Penilaian kepuasan ini juga menjadi landasan argumen untuk penyusunan buku saku prosedur penggunaan dan pemanfaatan program jaminan kesehatan gratis Aceh. 3.1. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah puskesmas rawat inap, karena Puskesmas sebagai pintu masuk layanan kesehatan gratis JKA dan sebagai pelayanan rawat inap tingkat pertama. Total Puskesmas RITP pada tahun 2012 di Provinsi NAD adalah 123 Puskesmas. Pada penelitian ini mengambil sampel bagian timur Provinsi NAD, dikarenakan jumlah Puskesmas di Provinsi NAD lebih banyak terdapat di wilayah timur dibandingkan wilayah tengah dan barat provinsi NAD. Jumlah puskesmas RITP untuk wilayah timur adalah 62 unit, untuk wilayah barat 31 unit dan untuk wilayah tengah 30 unit. Cluster random sampling akan dioperasikan dalam penelitian ini untuk mendapatkan sampel penelitian wilayah timur provinsi NAD, yang terdiri dari wilayah kabupaten/kota: 33 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Sabang Aceh Besar Pidie Pidie Jaya Bireuen Lhokseumawe Aceh Utara Aceh Timur Langsa Aceh Tamiang Pengukuran efisiensi pada penelitian ini menggunakan DEA. DEA adalah metode non parametrik dengan teknik berbasisi program linier, yang mengukur efisiensi unit organisasi berdasarkan decision making unit (DMU). DEA mengasumsikan bahwa tidak semua unit efisien, DEA mampu menganalisis lebih dari satu input dan/atau output yang menghasilkan nilai efisiensi tunggal untuk setiap penelitian, mengukur efisiensi komparatif dari unit operasi homogen (Budi, 2010; Kumar dan Gulati, 2008). Ukuran sampel pada penelitian ini sesuai dengan rule of thumb dalam analisis DEA. Cooper, et al (2007) dua aturan pengambilan sampel yang menjadi pilihan untuk analisis efisiensi berbasis DEA, dimana n ≥ max, yaitu: (1) m x s, atau (2) 3(m+s) n m s = Jumlah sampel (DMU) = Jumlah input = jumlah output Pada penelitian ini indikator output adalah jumlah pasien rawat inap, dan indikator input ada 6, yaitu: 1. Jumlah dokter pada tiap-tiap Puskesmas 2. Jumlah perawat pada tiap-tiap Puskesmas 3. Jumlah bidan Puskesmas pada tiap-tiap Puskesmas 34 4. Jumlah bidan desa pada pada tiap-tiap Puskesmas 5. Jumlah tempat tidur rawat inap pasien pada tiap-tiap Puskesmas 6. Jumlah ambulan pada tiap-tiap Puskesmas Berdasarkan rumus tersebut jumlah sampel minimum 6 atau 21 Puskesmas RITP. Maka analisis efisiensi pelaksanaan program JKA pada penelitian ini mengambil sample 32 puskesmas rawat inap tingkat pertama, yang tersebar di wilayah timur Propinsi NAD. Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) akan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dengan membagikan kuesioner kepada pasien pengguna pelayanan program JKA ini, yang pernah atau sedang melakukan rawat inap di Puskemas rawat inap. Kuesioner minimal dibagi kepada minimal 150 orang responden (Kepmen PAN No. 25 tahun 2004) dengan sampel diambil secara accidental sampling, yaitu pasien yang datang untuk berobat ke Puskesmas saat ditemui oleh peneliti, dan pasien tersebut pernah ataupun sedang menjalani rawat inap pada Puskesmas tersebut. 3.2. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan, penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data berikut: a. Wawancara terstruktur (structured interview) dengan pihak puskesmas dan masyarakat pengguna JKA. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman dari terhadap penerapan Manual Pelaksanaan (Manlak) JKA di lapangan. 35 b. Kuesioner (questioners), teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan gambaran ringkas dan komprehensive tentang kepuasan masyarakat akan pelayanan JKA. c. Arsip (archival). Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk mendapatkan data: (1) Jumlah sarana dan prasarana kesehatan (input); dan (2) jumlah pasien JKA selama priode Juni 2010 – Desember 2012(output). Sumber data arsip diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. Informasi harga sering rentan diberikan kepada para peneliti dan juga sering rentan pada besarnya variasi dan manipulasi dibandingkan dengan data unit. Oleh karena itu, pengukuran efisiensi berdasarkan unit fisik input dan output dapat memberikan penilaian yang lebih baik dengan bias yang jauh dari biaya dan harga. Keterbatasan data biaya ini, maka dapat menggunakan non-parametric Data Envelopment Analysis (DEA) Chang et al (1998). 3.3. Uji Instrumen Penelitian Kuesioner untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan JKA didasarkan pada 14 indikator (Kep.MENPAN No.25 Tahun 2004): 1. Prosedur pelayanan. 2. Persyaratan Pelayanan 3. Kejelasan petugas pelayanan 4. Kedisiplinan petugas pelayanan 5. Tanggung jawab petugas pelayanan 6. Kemampuan petugas pelayanan 7. Kecepatan pelayanan 8. Keadilan mendapatkan pelayanan 9. Kesopanan dan keramahan petugas 36 10. Kewajaran biaya pelayanan 11. Kepastian biaya pelayanan 12. Kepastian jadwal pelayanan 13. Kenyamanan lingkungan 14. Keamanan Pelayanan Menurut Davis dan Cosenza (2008), kualitas instrumen penelitian (kuesioner) dapat dievaluasi melalui uji validitas (factor analysis) dan uji reliabilitas. Pertanyaan yang dianggap valid (sah) dan reliable (handal) dapat digunakan untuk proses analisis data selanjutnya. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Sekaran, 2006). Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan analisis faktor. Menurut Kaiser (1974) dengan semua item pernyataan dinyatakan valid jika memiliki nilai MSA (Measure of Sampling Adequacy) di atas 0,50. Uji reliabilitas yang bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih. Dengan demikian alat pengukuran yang reliabel dapat mengukur secara stabil pada waktu yang berbeda dan dalam kondisi yang berbeda pula (Sekaran, 2006). untuk menguji kehandalan kuesioner digunakan Cronbach Alpha. Nunnally (1978) menyatakan suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha di atas 0,60. 37 3.4. Pengolahan Data dan Analisa Data 3.4.1. Skor efisiensi Setelah data terkumpulkan, langkah berikutnya adalah pengolahan dan analisa data. Menurut Yazar A. Oscan (2008), pengukuran efsiensi dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu analisis rasio, least-squares regression (LSR), total factor productivity (TFP), stochastic frontier analysis (SFA), dan data envelopment analysis (DEA). Pada penelitian ini analisa efisiensi menggunakan pengukuran DEA yang pengolahan data dengan berbantuan software DEAP Version 2.1 (Data Envelopment Analysis Program). Efisiensi (produktivitas) = Input Output Rumus Skala Efisiensi (SE) = * CRS * VRS Tabel 3.4.1. Tabel Rumus DEA Model CRS dan VRS Mode1 DEA berorientasi input Mode1 DEA berorientasi input CRS VRS Eff = Min ΣrViXij0 Eff= Max ΣrViXij0+ U0 Ui, Vi Ui, Vi s.t s.t ΣrUrYrj – ΣiViXij ≤ 0; vj ΣrUrYrj – ΣiViXij ≤ 0; vj ΣiUrYrj0 = 1 ΣiUrYrj0 = 1 Ur , Vi ≥ 0 ; r i Ur , Vi ≥ 0 ; r i Sumber: Ramanathan 2003 dalam Wulansari 2010 38 Dimana: yrj = jumlah output r yang diproduksi oleh puskesmas j, xij = jumlah input i yang digunakan oleh puskesmas j, ur = bobot yang diberikan kepada output r, (r = 1 ,..., t dan t adalah jumlah output), vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i = 1, ..., m dan m adalah jumlah input), n = jumlah puskesmas, j0 = puskesmas yang diberi penilaian 3.4.2. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Menurut Kep MENPAN No.25 Tahun 2004 dalam Mote (2008), teknik analisis data IKM dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai ratarata tertimbang masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan IKM terdapat 14 unsur atau indikator yang dikaji. Setiap unsur pelayanan mempunyai penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut : Bobot Nilai Rata Rata = Tertimbang Jumlah Bobot = 1 = 0,071 Jumlah Unsur 14 Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut: IKM = Total dari nilai persepsi Total Unsur yang terisi x Nilai Penimbang Guna mempermudah interpretasi nilai IKM yang berkisar 25 – 100, maka hasil penilaian masing-masing dikalikan 150. 39 Nilai IKM Unit Pelayanan X 25 Hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut : Tabel 3.4.2 Nilai Persepsi, Inteval IKM, Interval Konversi IKM No Nilai Interval Konversi IKM Mutu Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan 1 1,00 – 1,75 25 – 43.75 D Sangat Tidak Bagus 2 1,75 – 2,50 43.76 – 62.50 C Tidak Bagus 3 2,50 – 3,25 62.51 – 81.25 B Bagus 4 3,25 – 4,00 81.26 – 100.00 A Sangat Bagus Sementara itu untuk menentukan kinerja setiap sub indicator adalah dengan menetukan intervalnya terlebih dahulu. Rumus yang dipakai adalah: I= Range K Keterangan : I = Interval/Rentang Kelas. Range = Skor Tertinggi - Skor Terendah K = Banyaknya Kelas Kemudian untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini, digunakan Importance-Performance Analysis untuk melihat tingkat kesesuaian antara harapan dan kualitas pelayanan : a.Tingkat Kesesuaian Tki= xi x 100% yi 40 Keterangan : Tki = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian kualitas pelayanan. Yi = Skor penilaian kepentingan b. skor rata-rata x= xi n x= yi n Keterangan: X = Skor rata-rata tingkat kepuasan Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan n = Jumlah responden 14 indikator IKM tersebut diadopsi dari Kep MENPAN No.25 Tahun 2004, dalam bentuk kuesioner yang telah dirancang. Rancangan kuesioner tersebut dapat disesuaikan dengan lapangan penelitian. Oleh karena itu peneliti menyesuaikan 14 pertanyaan kuesioner tersebut dengan tempat penelitian, yaitu Puskesmas. Sebelum kuesioner tersebut disebarkan kepada pasien JKA, peneliti sebelumnya melakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Menurut Davis dan Cosenza (2008), kualitas instrumen penelitian (kuesioner) dapat dievaluasi melalui uji validitas (factor analysis) dan uji reliabilitas. Pertanyaan yang dianggap valid (sah) dan reliable (handal) dapat digunakan untuk proses analisis data selanjutnya. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat 41 mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Sekaran, 2006). Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan analisis faktor. Menurut Kaiser (1974) dengan semua item pernyataan dinyatakan valid jika memiliki nilai MSA (Measure of Sampling Adequacy) di atas 0,50. Uji reliabilitas yang bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih. Dengan demikian alat pengukuran yang reliabel dapat mengukur secara stabil pada waktu yang berbeda dan dalam kondisi yang berbeda pula (Sekaran, 2006). untuk menguji kehandalan kuesioner digunakan Cronbach Alpha. Nunnally (1978) menyatakan suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha di atas 0,60. 42 BAB IV ANALISIS EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA) PADA PUSKESMAS RAWAT INAP TINGKAT PERTAMA DI WILAYAH TIMUR PROVINSI NAD Bab ini membahas hasil pengolahan data yang berkenaan dengan pengujian kelima hipotesa yang telah dikemukakan pada bab 2. Pembahasan hipotesa 1 dengan menggunakan analisis efisiensi dengan menggunakan pengukuran Data Envelopment Analysis dengan menggunakan software DEAP 2.1. Pembahasan hipotesa 2 untuk analisis indeks kepuasaan masyarakat, menghitung skor kepuasaan masyarakat dengan menggunakan software MS Excell. 4.1. Analisis Efisiensi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). 4.1.1. Analisis Efisiensi Puskesmas Hasil analisis efisiensi dengan menggunakan pengukuran DEA, dengan 32 sampel Puskesmas rawat inap tingkat pertama yang terdapat di wilayah timur Provinsi NAD. Analisis efisiensi dengan menggunakan Software DEAP 2.1. Analisis efisiensi ini menggunakan variable output jumlah pasien JKA yang dirawat inap pada Puskesmas, berdasarkan realisasi anggarannya. Sedangkan untuk variable input adalah: (1) jumlah dokter, (2) jumlah juru rawat, (3) jumlah bidan puskesmas, (4) jumlah bidan desa, (5) jumlah tempat tidur pasien, (6) jumlah ambulan. Analisis efisiensi pada studi ini membahas analisis efisiensi teknik (technical efficiency) two-stage DEA method. Analisis efisiensi ini membahas efisiensi teknis dan efisiensi skala. Nilai efisiensi teknikal berdasarkan perhitungan vrste. Sedangkan efisiensi skala adalah hasil perbandingan: 43 Skala efisiensi = crste/vrste Argumentasi agar mencapai titik efisiensi (constant return to scale) maka: (1) dapat meminimumkan input dan cenderung menjaga output tetap, (2) dapat memaksimalkan output dan cenderung mempertahankan input tetap. Argumentasi ini dasar untuk mekasimumkan output atau meminimumkan input, yang selanjutnya memfokuskan pada angka output dan input slack serta angka input dan output target. Angka slack ini sebagai pertimbangan agar DMU mencapai titik batas efisiensi, dengan mengobservasi nilai input dan output target. Menurut Wardana (2013), input slack dapat didefinisikan sebagai berapa besar input yang dapat dikurangi secara proporsional agar DMU mencapai titik efisien dimana DMU paling efisien berada. Output slack adalah seberapa besar output yang dapat ditingkatkan secara proporsional agar DMU tersebut berada pada titik DMU yang paling efisien. Analisis efisiensi DEA menggunakan preferensi two-stage methode dengan pendekatan tradisional BCC dan CCR model, yang berorientasi input. DMU dengan nilai skor atau skala kurang dari satu dianggap tidak efisien dibandingkan dengan unit lain. Tabel 4.1.1 Efisiensi input-oriented model DMU/Puskesmas crste vrste Scale 1 0.232 1.000 0.232 irs 2 1.000 1.000 1.000 crs 3 0.014 1.000 0.014 irs 4 0.030 1.000 0.030 irs 5 0.134 1.000 0.134 irs 6 1.000 1.000 1.000 crs 7 0.867 1.000 0.867 irs 44 DMU/Puskesmas crste vrste Scale 8 0.364 1.000 0.364 irs 9 0.479 1.000 0.479 irs 10 0.398 0.762 0.522 irs 11 0.246 0.984 0.250 irs 12 0.042 1.000 0.042 irs 13 1.000 1.000 1.000 crs 14 0.010 1.000 0.010 irs 15 0.049 1.000 0.049 irs 16 0.067 1.000 0.067 irs 17 0.395 0.604 0.654 irs 18 0.429 1.000 0.429 irs 19 1.000 1.000 1.000 crs 20 0.280 1.000 0.280 irs 21 0.221 0.333 0.664 irs 22 0.055 1.000 0.055 irs 23 0.826 0.881 0.938 irs 24 1.000 1.000 1.000 crs 25 0.153 1.000 0.153 irs 26 0.398 1.000 0.398 irs 27 0.810 1.000 0.810 irs 28 0.474 1.000 0.474 irs 29 0.210 0.551 0.381 irs 30 0.164 1.000 0.164 irs 31 0.629 1.000 0.629 irs 32 0.845 1.000 0.845 irs mean 0.432 0.941 0.467 Hasil analisis DEA (table 3.1) dari 32 sampel Puskesmas rawat inap rata-rata-rata efisensi skala adalah 0.467, apabila efisiensi skala tidak tercapai berarti skala ekonomi tidak dapat dicapai pada semua tingkatan skala produksi. Efisiensi teknis (vrste) menunjukkan rata 0.941, yang mendekati angka efisiensi 1, efisiensi teknis ini menunjukkan efisiensi suatu 45 Puskesmas (DMU) dalam mengubah input menjadi output. Tidak efisien dalam skala dapat diatasi dengan mengadopsi teknologi atau proses pelayanan kesehatan yang baru. Efisiensi teknis merupakan permasalahan manajerial (Budi, 2010). Puskesmas yang bernilai efisiensi 1 pada metode VRS disebut sebagai perusahaan yang efisien secara lokal, akan tetapi Puskesmas ini belum tentu efisien jika diujikan pada metode CRS. Dalam arti, efisiensi skala dari sebuah DMU adalah rasio antara efisiensi dengan asumsi CRS terhadap efisiensi dengan asumsi VRS. Dari 32 sampel, hanya 6 Puskesmas tidak efisien secara teknis dan skala, 26 Puskesmas yang menunjukkan nilai efisien secara teknis, dari 26 Puskesmas tersebut hanya 5 Puskesmas yang menunjukkan efisien skala (skala 1.000). Untuk kelima Pusksmas ini kombinasi input dengan output yang dihasilkan telah tepat. Jumlah dokter, perawat, bidan Puskesmas, bidan desa, jumlah tempat tidur dan ambulan pada Puskesmas tersebut telah dapat menangani kasus rawat inap secara optimal. Puskesmas yang telah mencapai skala efisiensi (efisiensi skala 1= crs) adalah Puskesmas dengan no urut dan 2,6,13,19 dan 24. Sisanya, 26 Puskesmas dengan keterangan increasing retun to scale (irs), yang berarti Puskesmas tersebut harus dapat meningkatkan jumlah pasien rawat inap. Efisiensi teknis berfokus pada memaksimalkan output dengan meminimumkan input. Operasional Puskesmas yang tidak efisien ini, dikarenakan adanya slack. Menurut Ozkan Y.A (2008), slack pada analisis DEA ini menjelaskan kelebihan proporsi yang menyebabkan ketidakefisienan. Oleh karenanya pengurangan sejumlah input diikuti dengan sejumlah target output di perlukan agar mencapai target efisiensi (efficiency frontier). Puskesmas yang dapat menjadi acuan terbaik (peer) untuk efisiensi teknis bagi Puskesmas lainnya dibagian wilayah timur 46 Provinsi NAD adalah Puskesmas dengan nomor urut 14. 4.1.2. Analisis Slack dan Target Input-Output Pada analisis DEA akan diinformasikan sejumlah slack yang terjadi pada DMU (Puskesmas) yang tidak efisien, yang menggambarkan kelebihan porsi penyebab ketidakefisienan operasional. Menurut Kumar dan Gulati (2009), angka slack diperlukan untuk mendorong kegiatan mencapai titik frontier (target). Target poin didefinisikan dengan rumus xˆ * io o yˆ y Dimana: ro x s io S ro xˆ yˆ io ro * i * r i= 1,2,….,m r= 1,2,….s target input untuk Puskesmas target output untuk perusahaan Analisis ini dengan menggunakan DEA two-stage input orientation. menunjukkan input-output slack pada 16 Puskesmas. 6 Puskesmas dengan konidisi tidak efisien secara teknis dan skala, 10 Puskesmas efisien secara teknis tapi tidak efisien skala. 16 Puskesmas ini harus mencontoh Puskesmas lainnya dalam menjalankan kegiatan opersionalnya dalam memberikan pelayanan kesehatannya. Sisanya sebanyak 16 Puskesmas tidak terdapatnya slack input-output. Penggunan orientasi input diasumsikan pemerintah daerah Provinsi NAD lebih dapat mengontrol sarana dan prasarana kesehatan dibandingkan jumlah pasien JKA yang berobat ke Puskesmas RITP. Dengan kata lain, manajemen mampu menambah dan mengurangi input dengan mudah, di 47 bandingkan menambah dan mengurangi output (Budi, 2010). Hasil analisis menunjukkan slack output hanya terdapat pada Puskesmas No 3. Di satu sisi, hasil wawancara diperoleh informasi, minimnya jumlah pasien pada Puskesmas RITP yang menyebankan tidak efisien secara skala juga dikarenakan: (1) peraturan pemerintah, yang apabila pasien telah menjalani rawat inap lebih dari 3 (hari) di Puskesmas RITP dan belum sembuh juga, maka pasien tersebut dirujuk untuk menjalani rawat inap tingkat lanjutan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), (2) untuk ibu hamil yang berumur diatas 45 tahun dan beresiko tidak boleh melahirkan di Puskesmas, ibu hamil tersebut harus dirujuk untuk melahirkan pada RSUD, (3) sebagian besar pasien yang dirujuk ke RSUD karena membutuhkan tindakan operasi, sedangkan di Puskesmas RITP tidak tersedianya ruang, ahli bedah dan teknologi untuk melakukan operasi, (4) standar jumlah minimal tempat tidur pasien adalah 10 ranjang, dari data lapangan terdapat Puskesmas RITP yang jumlah tempat tidur pasien dibawah 10 ranjang. Keterbatasan diatas mengharuskan Puskesmas setempat untuk mengeluarkan surat rujukan kepada RSUD, hal ini salah satu penyebab membludaknya jumlah pasien pada RSUD. Dari hasil wawancara juga menginformasikan, pasien Puskesmas jumlahnya sangat tinggi pada tahun 2010 (JKA di sahkan pada tanggal 1 Juni 2010), ini dikarenakan banyak masyarakat berbondong-bondong memanfaat program kesehatan gratis pemerintah, yang dulunya bayar sekarang gratis. Jumlah pasien JKA yang sangat banyak ini yang dirujuk ke RSUD, menyebabkan banyak pasien yang tidak dapat ditangani, salah satunya karena keterbatasan jumlah tempat tidur di RSUD. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 DMU/ Puskesmas 3 4 3 3 1 4 3 2 4 3 3 2 3 1 3 3 2 2 4 2 3 3 3 5 1 2 5 2 2 3 3 2 0 0 -1 -1 -3 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -4 0 -3 0 0 -4 -4 0 -4 0 -3 -3 0 4 2 8 8 8 7 9 11 6 14 6 5 10 8 7 4 10 46 42 8 9 8 22 60 8 8 41 9 14 9 9 23 Input Target 0 0 -1 -3 -6 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 -4 0 0 -10 -5 -8 0 0 -36 -27 0 -10 -14 -2 -3 0 Input Slack Jumlah Perawat Input Target Input Slack Jumlah Dokter 11 5 10 10 4 8 8 14 10 13 8 8 15 3 12 22 8 32 70 5 7 11 22 21 3 5 7 6 7 7 7 3 Input Target 0 0 -32 -7 -2 0 0 0 0 -13 -2 0 0 0 0 0 0 0 0 -13 -35 -23 0 0 -30 -5 0 -16 0 -5 -8 0 Input Slack Jumlah Bidan Puskesmas 13 21 20 20 10 25 29 9 12 13 11 13 20 7 11 28 22 45 63 15 26 16 32 18 11 17 12 22 13 23 25 20 Input Target 0 0 -19 -11 -41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -5 0 0 -5 -11 -34 0 0 -6 -2 0 -3 0 -11 -5 0 Input Slack Jumlah Bidan Desa 15 9 6 6 9 14 8 10 4 6 9 3 6 9 4 8 9 8 28 9 8 5 12 15 8 9 17 8 9 8 8 18 Input Target 0 0 0 0 -2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -5 -1 0 0 0 -1 -23 0 -4 0 0 -2 0 Input Slack 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 Input Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Input Slack Jumlah tempat tidur Jumlah Ambulan Tabel 4.1.2 Slack dan Target Input-Output 166 681 315 315 90 1294 602 274 434 471 206 32 1513 4 29 44 537 329 2023 226 520 172 1184 1933 123 285 543 406 278 434 488 410 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Output Slack Jumlah Pasien RITP Output Target Puskesmas 14, 15 15, 14,7 7,14 13,24,14,15,7 9, 14, 1 19, 7,6,14,13 7, 14 7, 14 7, 14, 15 7, 24, 19, 13 7, 14 14, 7 14, 7 7,15,14,27,13 7, 14, 15 14, 7 - Acuan (peer) No 48 49 Hasil penelitian analisis efisiensi di Australia yang telah dilakukan oleh Drake and Howcroft (1994) dalam Avkiran dan Rowland (2006) yaitu, pada kondisi efisien (CRS), dapat diasumsikan unit kegiatan yang lebih besar lebih efisien dalam menkonversikan input ke output. Pengkombinasian, kenaikan jumlah input diharapkan dapat meningkatkan output. Studi Valdmanis et al. (2008) yang menganalisis input-output di rumah sakit Amerika Serikat guna mengukur berbagai kebutuhan untuk meningkatkan kualitas maupun efisiensi, mendokumentasikan temuan berikut: (1) kualitas pelayanan dapat ditingkatkan dengan penambahan jumlah tenaga kerja dan tersedianya layanan kesehatan berteknologi canggih, (2) rumah sakit dengan kualitas yang tinggi juga memiliki nilai efisiensi yang tinggi, dibandingkan dengan dengan rumah sakit yang berkualitas rendah. Sejalan dengan penelitian tersebut, dibandingkan dengan Puskesmas, RSUD lebih efisien dalam mengkonversikan input ke output, karena ketersediaan sumber daya dan teknologi yang lebih dibandingkan Puskesmas. Berdasarkan laporan pelaksanaan program JKA tahun 2012, realisasi biaya rawat inap tingkat lanjutan (RITL) yang pelayanannya di RSUD sebesar 37% atau sebesar Rp. 134.009.838.779,- sedangkan realisasi biaya rawat inap tingkat pertama (RITP) yang pelayanannya di Puskesmas RITP hanya sebesar 2% atau sebesar Rp. 5.933.733.600,-. Jelas bahwa pasien rawat inap banyak di layani di RSUD dibandingkan Puskesmas RITP. Efisiensi di bidang kesehatan yang berarti unit fasilitas kesehatan dituntut dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan standar kualitas yang terbatas. Alokasi biaya yang efisien diikuti dengan perbaikan kualitas secara simultan adalah hal yang sulit untuk dicapai, adanya trade off antara kualitas dengan efisiensi (Litvak dan Long, 2000) dalam Chang 2010; Mc 50 Key and Deily, 2005). Peningkatan pelayanan kesehatan memerlukan sumber daya manusia professional yang cukup, peralatan yang up to date, aplikasi penemuan terbaru, teknologi yang canggih, jumlah tempat tidur yang cukup yang semuanya ini adalah biaya yang besar (Shen, 2003; Valdmanis, 2008). Saat ini dengan segala keterbatasan input yang tersedia di RSUD dan Puskesmas, unit pelayanan tersebut juga harus dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal. 4.2. Analisis Kepuasan Pengguna Program JKA Sejauh mana pelaksanaan JKA dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat Aceh, dapat dianalisi dengan menggunakan angka Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM). Analisis IKM mengambil responden pasien JKA yang telah menggunakan pelayanan rawat inap atau sedang menggunakan pelayanan rawat inap pada Puskesmas RITP di wilayah timur provinsi NAD. Instrument penelitian untuk analisis IKM ini adalah kuesioner. Kuesioner ini ditujukan kepada responden, dengan mengisi kuesioner. Kuesioner IKM ini mengadopsi pedoman umum penyusunan indeks kepuasan masyarakat unit pelayanan instansi pemerintah berdasarkan KepMen Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Nomor 25 tahun 2004. Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan, yang dapat disesuaikan dengan unit yang diteliti. Untuk itu peneliti menambah unsur yang relevan sesuai dengan unit penelitian, yaitu unit pelayanan kesehatan Puskesmas. IKM ini digunakan sebagai tolak ukur dari kualitas pelayanan Puskesmas, sejauhmana Puskesmas tersebut dapat memberikan pelayanan minimal yang telah distandarkan oleh pemerintah. Melalui indikator-indikator pelayanan minimal ini dapat diketahui kepuasan masyarakat akan pelayanan jaminan kesehatan JKA di Puskesmas RITP. 51 Penelitian yang menggunakan instrument kuesioner sebelumnya perlu dievaluasi keabsahan dan kehandalan instrument penelitian tersebut melalui uji validitas (factor analysis) dan uji reliabilitas. Apabila pertanyaan yang dianggap valid (sah) dan reliable (handal) dapat digunakan untuk proses analisis selanjutnya. Suatu item valid jika memiliki factor loading lebih besar dari 0,50 (Kaiser dan Rice, 1974) dan instrument itu diatakan reliable atau cukup handal apabila memiliki Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60 (Nunnaly, 1978) Hasil pengujian validitas dan reliabilitas menunjukkan instrument IKM yang digunakan cukup valid dan handal, dengan nilai Kaiser’s MSA 0,796 (diatas 0,50) dan Cronbach’s Alpha 0,706 (diatas 0.60) Tabel 4.2.1 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Approx. Chi-Square Bartlett's Test of Sphericity df .796 436.073 91 Sig. .000 Tabel 4.2.2 Reliability Statistics Cronbach's Alpha .706 Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .787 N of Items 14 Setelah angka pengujian validitas dan reliabilitas cukup valid dan handal, langkah selanjutnya adalah menyebarkan kuesioner ke responden. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 300 kuesioner. Dari 300 kuesioner 52 tersebut, 193 kuesioner yang balik ke peneliti. 193 kuesioner tersebut hanya 170 kuesioner yang dapat di analisis, 23 kuesioner yang lainnya tidak dapat dianalisi karena ada beberapa item pertanyaan yang tidak terjawab. Menurut KepMen PAN No 25 Tahun 2004, untuk memenuhi akurasi hasil penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah populasi penerima layanan. 4.2.1. Analisis Indikator Kepuasan Masyarakat Prosedur pelayanan kesehatan peserta JKA berawal dari Puskesmas. Peserta yang sakit (pasien) harus datang ke Puskesmas beserta jaringannya dengan menunjukkan identitas peserta JKA, yaitu kartu JKA apabila belum memiliki kartu JKA dapat menggunakan KTP atau KK Aceh. Apabila hasil pemeriksaan dokter keluarga pada fasilitas kesehatan dasar (Puskesmas) dinyatakan peserta membutuhkan pelayanan kesehatan lebih lanjut baik rawat jalan maupun rawt inap, maka pasien tersebut dirujuk ke fasilitas kesehatan lanjutan milik pemerintah. Tingkat pendidikan pada responden penelitian ini sebagian besar tamatan SMA ke atas, kemungkinan besar dapat memahami prosedur penggunaan layanan kesehatan JKA ini. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan pengguna JKA yang tamatan SD agak sulit untuk memahami prosedur pelayanan program JKA ini. 53 Pendidikan SD SLTP SMA D3 S1 S2 Total Tabel 4.2.3 Pendidikan Responden Jumlah Responden 27 29 54 34 24 2 170 Persen 15.88 17.06 31.76 20.00 14.12 1.18 100.00 54 Peserta JKA yang butuh rawat inap berhak mendapatkan seluruh pelayanan kesehatan di kelas III sesuai kebutuhan medis. Untuk pelayanan obat peserta JKA mengacu pada Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan Daftar Obat Tabahan (DOT). Berdasarkan pedoman pelaksanaan JKA, mensyaratkan adanya survey kepuasaan peseta, dengan tingkat kepuasaan minimal 75% (Serambi Indonesia 7 Februari 2012; Harian Aceh, 10 Agustus 2011. Untuk itu PT. Askes memberikan pelayanan pengaduan sehubungan pelaksanaan program kesehatan ini, yang terdiri dari: - PT. Askes : Toll Free 0800 11 27537 dan Hallo Askes 500 400 Dinas Kesehatan Aceh di Unit Pengaduan dan Hubungan Masyrakat Sekretariat JKA Rumah Sakit Puskesmas Indeks kepuasaan masyarakat akan pelayanan Puskesmas RITP di wilayah timur Provinsi NAD menunjukkan nilai 61,24 yang berarti mutu pelayanannya bernilai C. Keluhan masyarakat akan pelayanan kesehatan program JKA yang menjadi berita pada berbagai media masa, ini di karenakan ratusan pasien antri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di RSUD, sehingga banyak pasien tidak mendapatkan pelayanan secara optimal. Sebagai bahan perbandingan, sebelum adanya program JKA pasien rawat jalan RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh berjumlah sekitar 300400 pasien per hari, tapi sejak adanya JKA, jumlah pasien melonjak menjadi 1.000-1.500 pasien per hari (Serambi Indonesia, 29 Maret 2011). Oleh karena itu, perlu bagi pemerintah Aceh untuk mengevaluasi kembali pengelolaan sarana dan prasarana kesehatan yang telah tersedia agar dapat beroperasi secara efisien, dan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal sehingga masyarakat puas akan pelayanan kesehatan ini baik di Puskesmas maupun di RSUD. 55 Terdapat 14 indikator IKM, dari 14 indikator ini 9 indikator yang mutu pelayananannya masih kurang baik (C), sedangkan 5 indikator lainnya telah dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pasien. Secara rinci ini dapat dilihat pada table 4.3 Tabel 4.2.4 Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)Terhadap Program JKA menurut Indikator No. 1 2 3 4 Indikator IKM Kemudahan prosedur pelayanan Kesamaan persyaratan pelayanan Kejelasan dan kepastian tim medis Kedisiplinan tim medis Ratarata 2,44 Mutu Pelayanan Keterangan C Kurang Mudah C Kurang sesuai B Kurang Jelas C Kurang Disiplin B Bertanggung jawab B Mampu C Kurang cepat C Kurang Adil B Sopan dan ramah B 2,35 2,5 2,48 Tim medis yang bertanggung jawab Kemampuan tim medis memberikan pelayanan yang baik Kecepatan pelayanan 2,64 Pelayanan yang adil (tidak pilih kasih) Kesopanan dan keramahan tim medis Kewajaran biaya pelayanan 2,4 Kesesuaian biaya 2,42 2,34 C 13 Waktu pelaksanaan pelayanan Kenyamanan Wajar Kadang-kadang sesuai Kadang-kadang sesuai 2,45 C Kurang nyaman 14 Keamanan 2,5 C Kurang aman 2,45 C 5 6 7 8 9 10 2,6 2,23 2,6 2,6 11 12 C Rerata 56 Untuk mengetahui nilai indeks unit pelayanan dihitung dengan cara sebagai berikut: (2,44 x 0,071) + (2,35 x 0,071) + (2,5 x 0,071) + (2,48 x 0,071) (2,64 x 0,071) + (2,6 x 0,071) + (2,33 x 0,071) + (2,4 x 0,071) (2,6 x 0,071) + (2,6 x 0,071) + (2,42 x 0,071) + (2,34 x 0,071) (2,45 x 0,071) + (2,5 x 0,071) = Nilai indeks adalah 2,45 Untuk mengetahui nilai IKM = Nilai Indeks x Nilai Dasar = 2,45 X 25 = 61.23 Jumlah pasien pengunjung Puskesmas sejak pemberlakuan jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum adanya program JKA. Puskesmas dituntut untuk melayani pasien secara optimal dengan sumber daya tertentu, sehingga kendala dan hambatan ini menyebabkan kualitas pelayanan tidak optimal. Indikator IKM yang telah bagus adalah: (a) Kejelasan dan kepastian tim medis, (b) Tim medis yang bertanggung jawab, (c) Kemampuan tim medis memberikan pelayanan yang baik, (d) Kesopanan dan keramahan tim medis, (e) Kesopanan dan keramahan tim medis, (e) Kewajaran biaya pelayanan. Hendaknya 5 indikator ini tetap dipertahankan, sedangkan 9 indikator lainnya perlu di analisa kembali untuk tindakan perbaikan. Hasil wawancara dengan beberapa pengguna program JKA, salah satu ketidaknyamanan dan ketidakamanan saat berobat di Puskesmas, seperti waktu yang lama di pengambilan nomor kartu maupun panggilan pemeriksaan oleh dokter, kursi diruang tunggu yang jumlahnya terbatas, kamar kecil di Puskesmas yang tidak bersih, tidak adanya pihak penjaga keamanan karena mereka kuatir sepeda motor mereka tidak aman. Hasil wawancara dengan pihak pegawai Puskesmas, dimana pelayanan pada Puskesmas melalui sistem dan prosedur yang telah ditetapkan, seperti pada sistem pengambilan kartu berobat. Kadang-kadang 57 pasien datang ke Puskesmas tidak membawa kartu berobat, maka pegawai Puskesmas perlu waktu yang lama untuk mencari kartu catatan riwayat berobat pasien. Untuk itu pengambilan kartu berobat Puskesmas perlu computer, untuk mencatat data pasien dan tempat penyimpanan kartu pasien. Pihak Puskesmas sebagai pegawai pemerintah harus mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sebagai contoh sederhana misalnya, permasalahan kedisiplinan, mereka hendaknya harus tepat waktu. Kemampuan mereka memberikan pelayanan yang baik ini, akan menggambarkan kinerja pemerintahan daerah yang baik. Peran pegawai Puskesmas ini juga akan menentukan kesukseskan universal coverage dan berdampak pada peningkatan Indek Pembangunan Manusia di Provinsi Aceh. 58 BAB V Kesimpulan Dan Saran 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu: 1. Sejak diberlakukan Jaminan Kesehatan Aceh 1 Juni 2010, seluruh masyarakat Aceh mendapat pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan RSUD. Peserta yang sakit harus mendatangi pertama sekali fasilitas kesehatan tingkat pertama/dasar di Puskesmas beserta jaringannya, apabila tidak dapat ditangani di Puskesmas maka pasien tersebut dirujuk ke RSUD tingkat kabupaten/kota atau Provinsi. Namun sebagian besar pasien ditangani di RSUD, ini dikarenakan tidak mampunya Puskesmas menangani pasien, karena keterbatasan sumber daya di Puskesmas. Berdasarkan laporan pelaksanaan program JKA tahun 2012, realisasi biaya rawat inap tingkat lanjutan (RITL) yang pelayanannya di RSUD sebesar 37% atau sebesar Rp. 134.009.838.779,- sedangkan realisasi biaya rawat inap tingkat pertama (RITP) yang pelayanannya di Puskesmas RITP hanya sebesar 2% atau sebesar Rp. 5.933.733.600,. Jelas bahwa pasien rawat inap banyak di layani di RSUD dibandingkan Puskesmas RITP. 2. Hasil analisis efisiensi 32 sampel pada penelitian, hanya 6 Puskesmas tidak efisien secara teknis dan skala, 26 Puskesmas yang menunjukkan nilai efisien secara teknis, dari 26 Puskesmas tersebut hanya 5 Puskesmas yang menunjukkan efisien skala. Untuk kelima Puskesmas ini kombinasi input dengan output yang 59 dihasilkan telah tepat. Jumlah dokter, perawat, bidan Puskesmas, bidan desa, jumlah tempat tidur dan ambulan pada Puskesmas tersebut telah dapat menangani kasus rawat inap secara optimal. Sisanya, 26 Puskesmas dengan efisiensi teknik. 3. Tidak efisien dalam skala dapat diatasi dengan mengadopsi teknologi atau proses pelayanan kesehatan yang baru, efisiensi ini disebut juga efisien secara global. Sedangkan efisien teknis disebut juga efisien secara lokal. Efisien secara teknis erat kaitan dengan permasaahan manajerial local, berarti manajemen Puskesmas tersebut telah mampu menangani permasalahan lokalnya dengan menggunakan peralatan medis dan teknologi yang memadai. Efisiensi secara teknis disarankan untuk lebih banyak output yang dihasilkan atas sumber daya tertentu. Pada penelitian ini 26 Puskesmas efisien secara teknis, yang berarti permasalahan manajerial Puskesmas telah dapat tertangani. 4. Pada tahun 2014 nanti akan diberlakukan jaminan kesehatan pemerintah JKN dan JKA secara bersamaan. JKN yang bersumber dari APBN akan menanggung 2,1 jiwa penduduk miskin Aceh. Selebihnya, sekitar 2,3 juta jiwa penduduk Aceh yang belum ada jaminan kesehatan akan ditanggung oleh JKA, dengan demikian pelaksanaan JKN dan JKA ini akan mempercepat terwujudnya universal coverage. 5. Program JKA harus tetap berlanjut dan dilaksanakan sampai 20252030 atau 5-10 tahun setelah 2020, dibawah payung hukum Peraturan Gubernur Aceh Nomor 56 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh (MANLAK JKA). 6. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan JKN berdasarakan INA CBGs, sedangkan JKA masih berdasarkan MANLAK JKA revisi 2012. Untuk itu perlu adanya singkronisasi dalam pelaksanaan 60 kedua jaminan kesehatan tersebut di tahun 2014. 7. Analisis indek kepuasaan masyarakat akan pelayanan kesehatan menunjukkan nilai C. Pengguna program JKA ini harus mengikuti sistem dan prosedur yang telah ditetapkan. Peserta JKA yang tidak memahami ataupun mematuhi peraturan ini akan menjadi memberatkan dalam menjalani prosedur ini. Bagi medis, para medis dan pegawai Puskesmas agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada pengguna pelayanan kesehatan pemerintah. Disatu sisi, adanya trade off antara kualitas dengan efisiensi. Alokasi biaya yang efisien diikuti dengan perbaikan kualitas secara simultan adalah hal yang sulit untuk dicapai (Litvak dan Long, 2000) dalam Chang 2010; Mc Key and Deily, 2005). Hasil analisis pada penelitian ini 81% Puskesmas, telah beroperasi efisien secara teknis. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka beberapa saran sehubungan dengan operasional Jaminan Kesehatan Aceh, yaitu: 1. Puskesmas sebagai pintu masuk pelayanan kesehatan peserta JKA, diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan secara efisien. Sehubungan dengan Puskesmas yang efisiensi skalanya belum tercapai, maka perlu mengadopsi teknologi atau proses pelayanan kesehatan yang baru. Dari hasil wawancara dengan beberapa dokter yang dinas di RSUD, beberapa saran sehubungan dengan kegiatan operasional Puskesmas yang dapat dipertimbangkan, yaitu: a. Puskesmas harus dapat memeriksa pasien dengan teliti, menegakkan diagnosa dan memilah pasien secara tepat. Apabila hasil tersebut dilakukan dengan teliti, maka : (i). pasien dapat ditangani secara tepat, (ii) dapat menghemat 61 biaya, karena besaran tarif pelayanan kesehatan JKA di Puskesmas jelas lebih kecil dibandingkan RSUD. Tarif rawat inap di Puskesmas perhari Rp 80.000,- sedangkan di RSUD Rp 125.000 – Rp 200.000 perhari (table 6.1). Sehingga realisasi biaya RITP bisa mencapai jauh di atas 2%, dan realisasi biaya RITL bisa menurun dibawah 37% Tabel 5.1 Biaya Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama No Kelas Rumah Sakit Ruang Perawatan Tarif per Hari 1 Kelas A Kelas III Rp. 200.000 2 Kelas B Kelas III Rp. 175.000 3 Kelas C Kelas III Rp. 150.000 4 Kelas D Kelas III Rp. 125.000 Sumber Manlak JKA 2012 b. Puskesmas harus mampu memberikan pelayanan operasi kecil yang dapat ditangani oleh dokter umum. Operasi kecil seperti operasi lifoma (lemak kecil), kutil, luka robek karena kecelakaan ataupun kena benda tajam. c. Tersedianya kamar operasi mini, lampu operasi dan alat-alat penunjang operasi. 5.3. Keterbatasan Penelitian 1. Analisis efisiensi pada penelitian ini, hanya menganalisis 6 indikator input (jumlah dokter, jumlah perawat, jumlah bidan puskesmas, jumlah bidan desa, jumlah tempat tidur pasien, jumlah ambulan) terhadap indikator output pasien JKA yang menjalani rawat inap, sedangkan Puskesmas RITP juga melayani pasien rawat jalan dan 62 rawat inap pengguna jaminan kesehatan ASKES, Jamkesmas dan Jampersal secara sekaligus. 2. Analisis efisiensi pada penelitian dengan menggunakan analisis DEA. DEA adalah pedekatan yang berbasis non parametrik yang tidak mempertimbangkan tingkat kesalahan (error term). 63 DAFTAR PUSTAKA Askes, PT., 2012. Laporan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) tahun 2012. PT. Askes (Persero) Cabang Banda Aceh. Askes., dan Pemda Aceh,. 2012. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh. Dinas Kesehatan Aceh. Buchary, C,. 2009. Usulan Rerangka Kerja Peningkatan Efisiensi Manajerial Relatif PT. Asuransi Umum Bumiputeramuda 967 terhadap Pesaing. Thesis. Fakulats Ekonomi. Universitas Indonesia Avkiran, N.K. , and Rowlan, Terry. 2006. How to Better Indentify the True Managerial Performamance: State of the art using DEA. Omega. Budi, Daniel Setyo. 2010. Pengukuran Efisiensi Relatif: Tinjauan dan Literatur. Thesis Fakulats Ekonomi. Universitas Indonesia Chang HH .1998. Determinants Of Hospital Efficiency: The Case Of Central Government-Owned Hospitals in Taiwan. Omega, 26.2.: 307-317. Chang. H.H, Cheng MA, Das S .2004.Hospital ownership and operating efficiency: Evidence from Taiwan. Eur. J. Oper. Res., 159: 512-27. Chisholm, Dan., and Evans, David B., .2010. Improving Health System Efficiency as A Means of Moving Toward Universal Coverage. Wold Healht Report. Coelli, T., D. Rao, C. O‟Donnel, and G. Battese. 2005. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis, 2d Edition. New York: Springer Cooper, W.W., Seiford, L.M. & Tone, K. 2007. Data Envelopment Analysis: A Comprehensive Text with Models, Applications, References and DEA-Solver Software (Second Edition). New York: Springer Science + Business Media. Davis, Duane and R.M. Cosenza. 2008. Business Reaserch For Decision Making. Wadsworth Publishing Company, Belmont, California. Donaldson L .2001. The contingency theory of organizations. London: Sega. Harian Aceh Media,. 10 Agustus 2011 64 Jiang HJ, Friedman B, Begun JW .2006.Factors associated with highquality/low-cost hospital performance. J. Health Care Finance., 32.3.: 39-52. Kumar, Sunil., and Gulati, Rachita., 2008). An Examination of Technical, Pure Technical and Scale Efficients in Indian Public Sector Banks using Data Envelopment Analysis. Eurasian Journal of Bussiness and Economics 33-69 Kaiser, H.F. 1974. Little Jiffy, Mark IV. Educational and Psychology Measurement, Vol 34. Hal. 111-117. Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah Keputusan Gubernur Aceh No.20/483/2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh Li Chang, Li ., and Lan ,Yu,Wen., 2008. Has the National Health Insurance Scheme Improved hospital efficiency in Taiwan? Identifying factors that affects its efficiency. African Journal of Business Management Vol. 4.17., pp. 3752-3760 McKay, N., and M. Deily. 2005. „Comparing High- and Low-Performing Hospitals under Risk-Adjusted Excess Mortality and Cost Inefficiency. Health Care Management Review 30: 347–60. Mote, Frederik., 2008. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat .Ikm. Terhadap Pelayanan Publik Di Puskesmas Ngesrep Semarang. Thesis. UDIP Nunnally, Jum C. 1978. Psychometric Theory, 2nd ed. McGrow-Hill. Ozcan,Y.A., 2008. Health Care Benchmarking and Performance Evaluation. Newyork Springer Peraturan Gubernur Aceh Nomor 56 tahun Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh 2011 Tentang Pedoman Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Ramadany, Rizqiyanti dan Susilaningrum, Desti,. 2009. Analisis tingkat efisiensi Pelayanan Kesehatan di tiap Kabupaten se Jawa Timur dengan Metode Data Envelopmnet Analiysis. http://www.google.com/ search 65 Wardana, Sandi Kusuma., dan Djumahir., (2013). Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan dengan Pendekatan non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA). www.google.com Wulansari, Retno,. 2010. Efisiensi Relative Operasional PuskesmasPuskesmas di Semarang. http://www.google.com/ search Schwartz JB, Guilkey DK, Racelis R .2002.. Decentralization, allocative efficiency and health service outcomes in the Philippines. Working Paper no. WP-01-36, Measure Evaluation Project. Chapel Hill, NC: University of North Carolina Sekretariat Kabinet Repblik Indonesia (Setkab)., 2013., Universal Coverage Serambi Indonesia Media,. 2011. 7 Februari Harian Aceh Media, . 2011. 10 Agustus Serambi Indonesia Media,. 2012. 7 Februari Serambi Indonesia Media, 2013 12 September. Syahrul., Memahami JKA dan JKN Sekaran, Uma. 2006. Research Methode For Business, 4e. John Wiley & Sons Inc. Shen YC .2003. The Effect of Financial Pressure on The Quality of Care in Hospitals. J. Health Econ., 22: 243-69. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Undang-undang Jaminan Kesehatan NAsional Perpres_no_12_2013 Valdmanis, Vivian G. , Rosko, Michael D. and Ryan L. Mutter. 2008. Hospital Quality, Efficiency, and Input Slack Differentials. Health Research and Educational Trust VHR Media,. 2010. Oktober Younis M, Rivers PA, Fottler MD ,. 2005. The Impact of HMO and Hospital Competition on Hospital Costs. J. healthcare Finance, 31.4.: 60-74. 66 LAMPIRAN 67 KUESIONER INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT Mohon kesediannya untuk mengisi kuesioner ini sesuai dengan yang anda rasakan selama menggunakan layanan PUKESMAS Unit: Umur Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Pekerjaan Utama 1. Laki-laki 1. SD Kebawah 2. SLTP 1. Tani 2. PNS Tahun 2. Perempuan 3. SMA 4. Diploma 3. Wirausaha / Usahawan 4. Pelajar / Mahasiswa 1. Bagaimana menurut Saudara tentang kemudahan prosedur untuk mendapatkan pelayanan di PUSKESMAS ini? A B C D Tidak mudah Kurang mudah Mudah Sangat mudah 2. Bagaimana pendapat Saudara tentang kesamaan persyaratan pelayanan dengan jenis pelayanannya? A Tidak sesuai B Kurang sesuai C Sesuai D Sangat sesuai 3. Bagaimana pendapat Saudara tentang kejelasan dan kepastian para tim Dokter, Perawat dan Petugas dalam memberikan pelayanan di Puskesmas ini: A Tidak jelas B Kurang jelas C Jelas D Sangat jelas 4. Bagaimana pendapat Saudara tentang kedisiplinan Dokter, Perawat dan Petugas dalam memberikan pelayanan ? A Tidak disiplin B Kurang disiplin 5. S-1 6. S-2 ke Atas 5. 6. Pegawai Swasta ...................... 8. Apakah para tim Dokter, Perawat dan Petugas berlaku Adil (pilih kasih ) dalam memberikan pelayanan? A Tidak adil B Kurang adil C Adil D Sangat Adil 9. Bagaimana pendapat Saudara tentang kesopanan dan keramahan para tim Dokter, Perawat dan Petugas dalam memberikan pelayanan? A Tidak sopan dan ramah B Kurang sopan dan ramah C Sopan dan ramah D Sangat sopan dan ramah 10. Bagaimana pendapat Saudara tentang kewajaran biaya untuk mendapatkan pelayanan? A Tidak wajar B Kurang wajar C Wajar D Sangat wajar 11. Apakah biaya yang dibayarkan sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan? A Selalu tidak sesuai B Kadang-kadang sesuai 68 C Disiplin D Sangat disiplin 5. Apakah Dokter, Perawat dan Petugas bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan ? A Tidak bertanggung jawab B Kurang bertanggung jawab C Bertanggung jawab D Sangat bertanggung jawab 6. Apakah Dokter, Perawat dan Petugas pada PUSKESMAS ini mampu memberikan pelayanan dengan baik ? A B C D Tidak mampu Kurang mampu Mampu sangat mampu 7. Bagaimana pendapat Saudara tentang kecepatan pelayanan di PUSKESMAS ini ? A B C D Tidak cepat Kurang cepat Cepat Sangat cepat C Banyak sesuainya D Selalu sesuai 12. Apakah waktu pelaksanaan pelayanan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan / dijanjikan? A Selalu tidak tepat/sesuai B Kadang-kadang tepat/sesuai C Banyak tepatnya/sesuainya D Selalu tepat/sesuai 13. Bagaimana pendapat Saudara tentang kenyamanan dilingkungan unit PUSKESMAS ini: A Tidak nyaman B Kurang nyaman C Nyaman D sangat aman 14. Bagaimana pendapat Saudara tentang keamanan pelayanan di unit PUSKESMAS ini? A B C D Tidak arnan Kurang aman Aman Sangat aman Saran : Terima kasih atas kesedian anda mengisi kuesioner ini, masukan anda sangat berharga bagi kami .