13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Pengaruh Nematoda Entomopatogen dalam Perkembangan Meloidogyne spp. pada Tanaman Kedelai Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi suspensi JI nematoda entomopatogen dan gerusan Tenebrio spp. dapat menekan jumlah puru dan kepadatan Meloidogyne spp. dengan tingkat efikasi (TE) yang bervariasi tergantung macam perlakuan (Tabel 1). Aplikasi suspensi JI secara nyata lebih efektif dibandingkan dengan aplikasi suspensi gerusan Tenebrio spp. Tingkat konsentrasi yang diaplikasikan menentukan tingkat efikasi yang diperoleh. Aplikasi suspensi nematoda entomopatogen dalam dosis 500 JI, (TE 67,39 % untuk jumlah puru dan 68,27 % untuk kepadatan akhir) lebih efektif dibandingkan dengan dosis 250 JI (TE 56,38 % untuk jumlah puru dan 57,12 % untuk kepadatan akhir). Demikian juga aplikasi suspensi gerusan Tenebrio spp., enceran 10-2 lebih efektif (TE 42,4 % untuk jumlah puru dan 42,74 % untuk kepadatan akhir), dibandingkan dengan enceran 10-3 (TE 21,98 % untuk jumlah puru dan 24,87 % untuk kepadatan akhir). Tabel 1 Pengaruh nematoda entomopatogen dan gerusan Tenebrio spp. terhadap jumlah puru dan kepadatan akhir Meloidogyne spp. Puru Kepadatan akhir Perlakuan 1) Jumlah 2) Penekanan Penekanan Jumlah 2) 3) (%) (%) 3) Kontrol 269d 67937d GTM 10-2 155c 42,40 38904bc 42,74 -3 210c 21,98 51043c 24,87 NE 500 88a 67,39 21556a 68,27 NE 250 117ab 56,38 29132ab 57,12 GTM 10 1) GTM 10-2 = Gerusan Tenebrio spp. diencerkan 10-2, GTM 10-3 = Gerusan Tenebrio spp. diencerkan 10-3, NE 500 = 500 JI nematoda entomopatogen dan NE 250 = 250 JI nematoda entomopatogen 2) Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan α=5 3) Tingkat efikasi relatif terhadap kontrol; data tidak dianalisis Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, penekanan baik terhadap jumlah puru maupun kepadatan akhir Meloidogyne spp. dengan aplikasi suspensi 500 JI 14 paling efektif, dengan TE mencapai 67,39 %, tergolong cukup efektif, kemudian diikuti oleh 250 JI dengan TE mencapai 56,38 %, dan suspensi gerusan Tenebrio spp. 10-2 dan 10-3 dengan TE berturut-turut 42,4 % tergolong agak efektif dan 21,98 % tergolong tidak efektif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nematoda entomopatogen memiliki potensi sebagai agens pengendali hayati terhadap nematoda puru akar, Meloidogyne spp. pada tanaman kedelai dengan kriteria agak efektif hingga cukup efektif bila diaplikasikan dalam bentuk suspensi JI dan agak efektif hingga tidak efektif bila diaplikasikan dalam bentuk suspensi gerusan Tenebrio spp., semuanya tergantung konsentrasi yang diaplikasikan. Tabel 2 Pengaruh nematoda entomopatogen dan gerusan Tenebrio spp. terhadap bobot tanaman kedelai yang terinfeksi Meloidogyne spp. Perlakuan 1) Tajuk Akar Bobot (g) 2) Peningkatan Bobot (g) 2) Peningkatan bobot (%) 3) bobot (%)3) Kontrol 5,11a 1,81a GTM 10-2 7,16bc 40,11 1,98a 9,29 GTM 10-3 6,70ab 30,99 1,86a 2,50 NE 500 8,91c 74,16 3,01b 65,91 NE 250 8,57c 67,68 2,33a 28,43 1) GTM 10-2 = Gerusan Tenebrio spp. diencerkan 10-2, GTM 10-3 = Gerusan Tenebrio spp. diencerkan 10-3, NE 500 = 500 JI nematoda entomopatogen dan NE 250 = 250 JI nematoda entomopatogen 2) Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan α=5 3) Tingkat efikasi relatif terhadap kontrol; data tidak dianalisis Aplikasi suspensi JI nematoda entomopatogen dan gerusan Tenebrio spp. mampu meningkatkan bobot tajuk dan bobot akar tanaman kedelai yang terserang nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) dengan peningkatan yang sangat bervariasi dipengaruhi macam perlakuan (Tabel 2). Bobot tajuk pada perlakuan suspensi nematoda entomopatogen dalam dosis 500 JI (NE 500) dan 250 JI (NE 250) per pot nyata lebih tinggi, dengan peningkatan berturut-turut 74,16 dan 67,68 %, dibandingkan dengan perlakuan suspensi gerusan Tenebrio spp. dengan pengenceran 10-2 (GTM 10-2) dan 10-3 (GTM 10-3)dengan peningkatan berturutturut 40,11 % dan 30,99 %. Bobot akar juga meningkat namun dengan peningkatan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan bobot 15 tajuk, kecuali pada perlakuan suspensi nematoda entomopatogen dalam dosis 500 (NE 500) yang peningkatannya masih tergolong tinggi. 2. Pengaruh Bakteri Simbion terhadap Larva Meloidogyne spp. In Vitro Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa pada 48 jam setelah perlakuan suspensi bakteri simbion nematoda entomopatogen hasil isolasi dari Tenebrio spp. yang mati terinfeksi oleh nematoda entomopatogen bersifat letal terhadap L2 Meloidogyne spp. dengan tingkat mortalitas berkorelasi positif dengan konsentrasi bakteri, makin tinggi konsentrasi bakteri, tingkat mortalitas L2 Meloidogyne spp. makin tinggi (Gambar 1). Tingkat mortalitas L2 Meloidogyne spp. dengan aplikasi bakteri simbion dalam konsentrasi terendah (10-6) hingga tertinggi (10-1) mencapai 6 – 66 %. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa bakteri simbion memiliki peran sangat erat dengan penekanan serangan dan turunnya kepadatan Meloidogyne spp. pada tanaman kedelai uji. Berdasarkan hasil penelitian Samaliev et al. (2000), bakteri simbion nematoda entomopatogen dalam konsentrasi 2000 sel/ml dapat menekan jumlah puru akar yang disebabkan Meloidogyne spp. 70 Mortalitas (%) 60 50 40 30 20 10 0 -6 10 10‐6 -5 10 10‐5 ‐4 10 10‐4 -3 10 10‐3 -2 10 10‐2 -1 10 10‐1 ‐ Konsentrasi Bakteri Gambar 1 Tingkat mortalitas L2 dalam perlakuan konsentrasi bakteri simbion 16 Pembahasan Meloidogyne spp. dapat menjadi penyebab hambatan pertumbuhan tanaman seperti halnya pada tanaman kedelai kontrol dalam penelitian ini, seperti hasil penelitian Mishra dan Gaur (1981) menyebutkan bahwa Meloidogyne spp. dapat menjadi penyebab hambatan pertumbuhan tanaman kedelai hitam pada uji pot yang berisi tanah dengan kepadatan 1 larva nematoda/cm3 tanah. Hambatan pertumbuhan semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya kepadatan nematoda. Kinloch (1982) mengemukakan bahwa pertumbuhan tanaman berbanding terbalik dengan kepadatan populasi awal nematoda. Penekanan nematoda entomopatogen terhadap infeksi dan perkembangan Meloidogyne spp. serta peningkatan bobot tajuk dan akar tanaman diduga karena pengaruh bakteri simbion nematoda entomopatogen. Zat alelopati diproduksi oleh JI yang berasosiasi dengan bakteri bersifat toksin dan menjadi penolak serta antagonistik terhadap Meloidogyne spp. yang dapat mengurangi kepadatan populasi Meloidogyne spp. (Grewel et al. 1999; Hu et al. 1999; dan Jagdale et al. 2002). Selanjutnya menurut Dunphy & Webster (1998) nematoda entomopatogen berasosiasi dengan bakteri Xenorhabdus spp. dan Potorhabdus spp. yang memproduksi endotoksin mengandung pipopolisakarida yang bersifat polisiklik dan dapat membunuh atau memberikan efek pada berbagai stadia nematoda. Nematoda entomopatogen mengurangi kepadatan populasi Meloidogyne spp. setelah 15 hari, dan pada 30 hari setelah aplikasi dapat menekan lebih dari 50% nematoda puru akar. Selain itu, menurut Jagdale et al. (2002), unsur kimia yang diproduksi oleh bakteri dapat menyebabkan gangguan fisik (seperti tingkah laku atau orientasi) yang dapat mempengaruhi penetrasi L2 pada akar dan menurunkan kepadatan Meloidogyne spp. Fallon et al. (2003) melaporkan bahwa Steinernema feltiae dan S. riobrave ditemukan secara interseluler dalam korteks akar dari kacang-kacangan dapat menginfeksi nematoda puru akar. Berdasarkan data hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bakteri atau nematoda entomopatogen makin efektif menekan serangan dan kepadatan Meloidogyne spp. Penekanan tersebut sampai pada taraf tanaman dapat mempertahankan bobot tajuk dan akarnya.