BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan daerah, kendala keterbatasan dana untuk melakukan investasi menjadi gejala umum hampir di semua daerah. Mengandalkan instrumen APBD ataupun APBN jelas tidak memadai untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi daerah. Apalagi beban anggaran pusat maupun daerah lebih banyak terserap untuk membiayai belanja aparatur. Sementara itu, alokasi investasi pembangunan belum mampu disediakan dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itulah upaya untuk menarik investor baik domestik maupun asing menjadi strategi penting bagi daerah untuk mempercepat proses pembangunan. Didukung dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah, pemerintahan memiliki kebebasan mengelola segala potensi daerah secara maksimal sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Otonomi daerah memberikan prospek yang menjanjikan dalam hal penanaman modal. Investasi merupakan salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi daerah. Investasi membuka peluang untuk mengembangkan potensi daerah sehingga mampu menciptakan persaingan positif antardaerah dalam rangka meraih peluang ekonomi. Dalam rangka dinamika ekonomi nasional dan global, serta implementasi otonomi daerah dan desentralisasi pengelolaan wilayah semakin meningkatkan persaingan antardaerah untuk menarik investasi sebagai bagian dari strategi pembangunan. Persaingan ini akan mendorong daerah untuk mengembangkan iklim usaha kondusif yang mampu menarik investor agar menanamkan modal mereka. Pemerintah daerah dapat merealisasikan visi dan misi serta rencanarencana pembangunan wilayah dengan menggerakkan kehadiran industriindustri andalan maupun kegiatan produksi dan perdagangan. Kegiatan investasi ini kemudian akan mendorong dan membantu pengembangan 1 kegiatan ekonomi daerah. Penanaman modal yang dilakukan oleh investor menjadi salah satu faktor yang meningkatkan ekonomi daerah. Peluangpeluang ekonomi yang tersedia kini semakin besar dan ini merupakan tantangan dalam perubahan-perubahan yang begitu cepat. Namun, semua ini sangat tergantung kepada kemampuan pemerintah daerah dalam berpikir, bersikap, bertindak kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan peluang-peluang tersebut. Tidak hanya kota-kota besar yang melakukan upaya pengembangan investasi, namun kota-kota kecil juga berkompetisi untuk meningkatkan ekonomi melalui investasi karena dengan datangnya investasi maka daerah memperoleh pendapatan. Demikian halnya dengan geliat atmosfir investasi di Kabupaten Banyumas yang semakin kian terasa. Berbagai pembangunan sudah marak dilakukan di beberapa sektor seperti properti, wisata, perhotelan, kuliner dan lain sebagainya. Menurut pengamatan, sebelum tahun 2008 pembangunan fisik dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyumas cenderung statis. Salah satu penyebabnya adalah Pemerintah Daerah Banyumas di periode sebelum tahun 2008 tidak menjadikan investasi di daerah sebagai program unggulan. Potensi investasi di Kabupaten Banyumas pada masa itu bisa dikatakan kurang dikembangkan. Aktivitas bisnis dan ekonomi hanya dikuasi oleh pihak-pihak atau investor tertentu saja. Padahal investasi di Kabupaten Banyumas memiliki prospek menguntungkan karena banyak potensi daerah di berbagai sektor yang dapat diolah dan dikembangkan. Oleh karena itu, Mardjoko selaku Bupati Banyumas terpilih di periode kepemimpinan tahun 2008-2013 memandang perlunya keterbukaan investasi di Kabupaten Banyumas. Program kebijakan bertajuk “Banyumas Pro Investasi” inilah yang deras digulirkan pada masa pemerintahannya. Dalam program kebijakan “Banyumas Pro Investasi”, Pemerintah Daerah Banyumas membuka peluang seluas-luasnya bagi investor untuk menanamkan dan mengembangkan modal di wilayah Kabupaten Banyumas. Melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kabupaten Banyumas 2 bertekad meningkatkan kualitas pelayanan perizinan yang cepat, sederhana, transparan dan berkepastian hukum. Demi terwujudnya pelayanan prima untuk mendukung iklim dan daya tarik penanaman modal di Kabupaten Banyumas. Terjadi peningkatan yang sangat signifikan dari realisasi investasi yang masuk mulai tahun 2008 hingga sekarang dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. Berikut peningkatan realisasi investasi dapat dilihat pada Tabel 1.1: Tabel 1.1. Realisasi Investasi di Kabupaten Banyumas (dalam ribuan) Tahun Jumlah Investasi 2007 159.338.703 2008 321.336.155 2009 164.762.436 2010 802.168.980 2011 157.261.245 2012 331.254.443 2013 451.223.655 Sumber : BPMPP Kabupaten Banyumas Dalam tabel realisasi investasi di atas dapat dilihat bahwa nilai investasi di Kabupaten Banyumas mengalami grafik naik dan turun. Terjadi interval peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2007 ke tahun 2008 yaitu pada masa peralihan kepemimpinan Bupati Mardjoko. Proses pelaksanaan kebijakan “Banyumas Pro Investasi” tentunya mengalami berbagai hambatan. Timbul pro dan kontra dalam pelaksanaan kebijakan ini. Mengingat kebijakan “Banyumas Pro Investasi” ini merupakan gebrakan baru yang diusung Bupati Mardjoko sebagai usaha mengembangkan potensi daerah Banyumas melalui keterbukaan terhadap investasi. Banyak pihak mengkritisi kebijakan ini dengan berbagai alasan. Berdasarkan survey yang dimuat harian Suara Merdeka tahun 2010, Bank Indonesia (BI) Semarang dan Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Jawa Tengah merilis hasil survey iklim investasi dan iklim usaha daerah. Dalam rilisnya, 3 BI dan BPMD Jawa Tengah menempatkan Kabupaten Banyumas sebagai Kabupaten yang memiliki daya saing investasi tertinggi. Namun ironisnya Kabupaten Banyumas yang menempati peringkat pertama daerah pro investasi menghadapi problem kemiskinan yang menurut survey menduduki peringkat ketiga jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Efek berganda dari investasi, yang diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja ternyata memerlukan proses yang panjang untuk sampai dinikmati kembali oleh rakyat dalam proses tersebut. Beberapa kalangan pun menyoroti kebijakan “Banyumas Pro Investasi” yang begitu deras digulirkan oleh pemerintahan Bupati Mardjoko adalah sesuatu hal yang terlalu dipaksakan dan terkesan mengada-ada. Hal ini dikarenakan batalnya salah satu rencana investasi bernilai besar di sektor industri, yaitu pendirian pabrik bioetanol. Padahal rencana ini menjadi salah satu janji program Bupati Mardjoko semasa pemilihan bupati. Kendalanya ada pada regulasi peraturan daerah yang berkaitan dengan tata ruang lahan yang kurang memadai. Berbagai pro dan kontra atas kebijakan tersebut menjadi tantangan khususnya bagi pemerintah daerah. Pemerintah Daerah Banyumas melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) sebagai koordinator di bidang penanaman modal dan pihak yang bertanggung jawab serta terlibat langsung dalam kebijakan Banyumas Pro Investasi, perlu menerapkan manajemen komunikasi yang tepat dalam mengembangkan berbagai potensi daerah yang ada untuk menarik investor di Kabupaten Banyumas. Melihat posisi pemerintah yang tidak hanya sebagai regulator, tetapi juga fund manager yang berfungsi sebagai koordinator, fasilitator dan stimulator dalam investasi pemerintah daerah dituntut untuk senantiasa membuat terobosan yang menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di daerah. Untuk menarik perhatian investor, diperlukan manajemen komunikasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas. Melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP), pemerintah daerah harus merancang berbagai upaya dalam menerapkan kebijakan “Banyumas 4 Pro Investasi”. Mengingat kebijakan ini merupakan gebrakan baru yang diterapkan, khususnya terkait terbukanya penanaman modal dan investasi di Kabupaten Banyumas. Komunikasi menentukan keberhasilan organisasi dalam menyampaikan pesan dan mensosialisikan programnya kepada stakeholder. Seluruh stakeholder yang berkaitan dengan jalannya kebijakan “Banyumas Pro Investasi” perlu menjadi perhatian pemerintah daerah dan BPMPP Kabupaten Banyumas. Dan keberhasilan komunikasi banyak ditentukan oleh manajemen komunikasi yang diterapkan dalam sebuah organisasi. Di lain pihak jika tidak ada manajemen komunikasi yang baik, efek dari proses komunikasi dapat menimbulkan dampak negatif pada pencapaian tujuan kebijakan organisasi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana manajemen komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Banyumas melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) terkait implementasi kebijakan “Banyumas Pro Investasi” untuk menarik investor tahun 2008-2013? 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana identifikasi permasalahan yang dilakukan Pemerintah Daerah Banyumas melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) terkait komunikasi kebijakan “Banyumas Pro Investasi” tahun 2008-2013? 2. Bagaimana program dan perencanaan komunikasi yang dilakukan terkait kebijakan “Banyumas Pro Investasi” oleh Pemerintah Daerah Banyumas tahun 2008-2013? 5 3. Bagaimana strategi komunikasi dalam penerapan kebijakan “Banyumas Pro Investasi” oleh Pemerintah Daerah Banyumas melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) tahun 2008-2013? 4. Apa saja hambatan dalam penerapan kebijakan “Banyumas Pro Investasi” tahun 2008-2013 oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP)? 1.4 Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian maka tujuan dari penelitian ini yaitu meneliti dan mengetahui manajemen komunikasi yang dilakukan Pemerintah Daerah Banyumas melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) untuk menarik investor dalam kebijakan “Banyumas Pro Investasi” tahun 2008-2013. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, sebagai berikut: 1.5.1 Manfaat Akademik Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengayaan khasanah ilmu komunikasi khususnya kajian manajemen komunikasi. Dalam konteks yang spesifik adalah mendapatkan pengetahuan bagaimana penerapan manajemen komunikasi yang dilakukan pemerintah dalam sebuah kebijakan. 1.5.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan rekomendasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas khususnya melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) terkait penerapan manajemen komunikasi untuk menarik investor di daerah melalui kebijakan “Banyumas Pro Investasi”. 6 1.6 Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang masalah peneliti mencoba menggunakan konsep manajemen komunikasi sebagai pintu masuk sebagai kerangka berpikir. Komunikasi dapat mencapai tujuan efektif apabila unsur-unsur yang ada dalam proses komunikasi dikelola sedemikian rupa dengan mengaitkan fungsi manajemen. Pendekatan manajemen komunikasi digunakan sebagai pijakan dalam mengimplementasikan kebijakan untuk menarik investor. Dalam rangka dinamika ekonomi nasional serta implementasi ekonomi daerah yang semakin meningkatkan persaingan antardaerah untuk menarik investasi sebagai bagian dari pembangunan. Untuk sebuah efektifitas pengorganisasian komunikasi perlu dilakukan manajemen dalam hal ini adalah komunikasi pemerintahan dengan prinsip terpadu, terarah dan tepat sasaran. Manajemen komunikasi yang tepat mampu memaksimalkan proses pengelolaan pertukaran pesan yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi. 1.6.1 Manajemen Komunikasi Pengertian dasar dari istilah manajemen cukup beragam. Menurut Mc.Farland (dalam Putra, 2008:19) asal kata manajemen adalah “maneggiare”, dari bahasa Italia yang berarti manangani atau to handle. Dalam koteks organisasi, manajemen bisa menjadi kompleks karena bisa terdapat banyak sumber daya . Pencapaian tujuan sebuah organisasi membutuhkan proses komunikasi yang harus dikelola secara efektif. Untuk itu manajemen dalam komunikasi dinilai penting dan memegang peranan besar dalam pencapaian tersebut. Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh lembaga atau organisasi. Menurut Suprapto (2011:139) manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi guna mempermudah tujuan, menjaga keseimbangan diantara tujuan yang saling bertentangan serta mencapai efisiensi dan efektifitas. Pencapaian tujuan sebuah organisasi membutuhkan pentahapan dalam proses komunikasi yang dikelola secara efektif. Untuk itu 7 manajemen dalam komunikasi dinilai penting dan memegang peranan besar dalam pencapaian tersebut. Manajemen akan berperan sebagai penggerak aktivitas komunikasi dalam usaha pencapaian tujuan. Senada dengan yang diungkapkan Keye (dalam Soedarsono, 2009:46) bahwa manajemen komunikasi menyiratkan penggunaan sumberdaya manusia dan teknologi secara optimal untuk menjalin hubungan antarmanusia. Untuk mencapai hal itu harus melalui berbagai tahapan atau proses komunikasi dengan pendekatan manajerial. Terdapat empat langkah manajemen komunikasi secara operasional yang mengacu pada pendekatan Cultip, Center dan Broom’s Planning and Management Method’s. Proses perumusan manajemen komunikasi secara umum dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut: Gambar 1.1. Cutlip, Center and Broom’s Planning and Management Method’s Defining Public Problems Planning and Programming Situation Analysis/Problem Statement Taking Action & Communicating Strategy General Context Defining terget public Reasoning of program implementation Budgeting and time table Implementation Evaluating the Program Assesment Method Communication Frequency Formality of communication Content and channel Sumber: Cutlip, Center and Broom (2006) Cutlip, Center dan Broom (2006:320) merumuskan proses manajemen komunikasi sebagai berikut: 8 a. Mendefinisikan problem. Langkah pertama ini mencakup penyelidikan dan memantau pengetahuan, opini, sikap dan perilaku pihak-pihak yang terkait dengan, dan dipengaruhi oleh tindakan dan kebijaksanaan organisasi. b. Perencanaan dan pemrograman. Informasi yang dikumpulkan dalam langkah pertama digunakan untuk membuat keputusan tentang program publik, strategi tujuan, tindakan dan komunikasi, taktik dan sasaran. Langkah ini akan mempertimbangkan temuan dari langkah dalam membuat kebijakan dalam organisasi. c. Mengambil tindakan dan berkomunikasi. Mengimplementasikan program aksi dan komunikasi yang didesain untuk mencapai tujuan spesifik untuk masing-masing publik dalam rangka mencapai tujuan program. d. Mengevaluasi program. Melakukan penelitian atas persiapan, implementasi dan hasil program. Penyesuaian akan dilakukan sembari program diimplementasikan dan didasarkan pada evaluasi atas umpan balik tentang bagaimana program itu berhasil atau tidak. Proses manajemen tidak terlepas dari strategi komunikasi. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mecapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 2000:32). 1.6.2 Komunikasi Pemerintahan Komunikasi pemerintahan terdiri dari dua kata yaitu komunikasi dan pemerintahan. Objek materiil komunikasi adalah perilaku manusia yang dapat merangkum perilaku individu, kelompok dan masyarakat. Sedangkan objek formalnya adalah situasi komunikasi yang mengarah pada perubahan sosial termasuk pikiran, perasaan, sikap dan perilaku individu, masyarakat dan pengaturan kelembagaan. 9 Komunikasi dimaksudkan untuk menyampaikan pesan, pengetahuan, perasaan dan pengalaman kepada orang lain. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila ada kesamaan makna dan bahasa. Seperti yang didefinisikan oleh Effendy (1997:10) bahwa komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas penyampaian pesan dan informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.Lebih khusus lagi bahwa komunikasi adalah proses merubah perilaku orang lain. Sedangkan ilmu pemerintahan sendiri didefinisikan oleh Musanef (1989:7) yaitu ilmu pengetahuan yang menyelidiki bagaimana sebaiknya hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah, dapat diukur sedemikian rupa sehingga dapat dihindari timbulnya berbagai pertentangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dan mengusahakan agar terdapat keserasian pendapat serta daya tindak efektif atau efisien dalam pemerintahan. Berdasarkan gabungan dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi pemerintahan adalah proses penyampaian ide-ide, gagasan-gagasan dan program pemerintah kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan negara yaitu kesejahteraan rakyat. Dalam konteks strategi, Baker (dalam Claywood, 1997:454) menyebutkan terdapat perbedaan mendasar aktivitas komunikasi antara institusi swasta dengan institusi pemerintah. Pemangku kepentingan dalam aktivitas komunikasi pemerintah sangat luas dan beragam baik itu internal maupun eksternal dan masyarakat luas, mereka juga mempunyai agenda yang berbeda-beda. Baker (dalam Claywood, 1997:456-457) menyebutkan terdapat empat pendekatan strategis komunikasi pemerintahan. Pertama, komunikasi politik yang bertujuan untuk mempersuasi dan mendapatkan legitimasi baik dalam maupun luar negeri mengenai rezim pemerintahan. Hal ini berimplikasi pada pengajuan anggaran, penegakan hukum dan kebijakan. Kedua, pelayanan informasi. Memberikan pelayanan informasi 10 kepada publik mengenai informasi penting tentang pemerintahan dan menyediakan fasilitas agar publik dapat mengakses informasi strategis. Ketiga, membangun dan mempertahankan citra positif institusi, tujuannya adalah untuk menginformasikan dan mempengaruhi publik agar memberikan dukungan positif baik jangka pendek maupun jangka panjang pada semua tingkat pemerintahan. Keempat, menghasilkan umpan balik dari masyarakat. Tujuannya untuk memastikan pemerintah mendapatkan informasi terbaru dan meminta masukan dalam proses pembuatan kebijakan dari masyarakat. Dalam hal ini pemerintah diasumsikan sebagai komunikator dan publik sebagai komunikan. Tetapi apabila merujuk pada komunikasi model sirkular, masyarakat pun dapat memberikan ide atau gagasan pada pemerintah atau sering disebut denganh proses umpan balik terhadap setiap kebijakan atau pesan yang dikeluarkan pemerintah terhadap rakyat. 1.6.3 Sosialisasi sebagai Aktivitas Komunikasi Sosialisasi merupakan salah satu tindakan nyata dari aktivitas komunikasi. Sosialisasi mempunyai definisi yang beragam. Sosialisasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengertian sebagai suatu proses interaksi untuk mengantarkan pesan-pesan yang diharapkan dapat dipahami dan diteraapkan oleh audiensnya. Kaitannya dengan penelitian ini, sosialisasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses interaksi yang terjadi antara Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) dengan targetnya dengan pesan-pesan yang bersangkutan dengan implementasi kebijakan yang baru diusung sebagai program. Sosialisasi mengacu pada proses komunikasinya. Pada dasarnya proses sosialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pihak pengantar pesan dan penerima pesan. Interaksi menjadi unsur penting dalam suatu aktivitas komunikasi. Oleh karena itu, proses sosialisasi dapat dipahami sebagai salah satu aktivitas dalam komunikasi. 11 Pada penelitian ini, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kabupaten Banyumas adalah pihak yang melakukan proses sosialisasi. Dimana dikomunikasikan perannya kepada sebagai targetnya pengolah dengan harapan pesan target untuk dapat memahami dan mengadopsi pesan-pesan yang disampaikan. 1.6.4 Investasi Daerah Investasi daerah yang dimaksud adalah investasi yang dilakukan oleh komponen pemerintah, masyarakat dan swasta (dunia usaha). Investasi merupakan penyaluran sumber dana yang ada sekarang dengan mengharapkan keuntungan di masa yang akan datang. Investasi ditujukan untuk memperoleh penghasilan pada jangka waktu tertentu, menambah nilai modal yang ditempatkan serta menjaga aset terhadap perkembangan harga-harga (Lipsey, 1995). Menurut Mankiw (2003) investasi oleh pemerintah dapat dilihat dari segi investasi fisik dan investasi nonfisik. Investasi fisik antara lain berupa pembangunan infrastruktur yang bertujuan menyediakan sarana dan prasarana bagi pertumbuhan perekonomian serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan investasi nonfisik adalah pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah berupa penyediaan layanan kesehatan dan peningkatan gizi masyarakat, penyediaan kesempatan pendidikan bagi anak usia sekolah, serta jaminan sosial lainnya. Disamping kedua bentuk investasi tersebut, bagi daerah yang mampu juga mengadakan investasi melalui pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau penyertaan modal pada dunia usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Investasi swasta di daerah sebenarnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan perekonomian daerah sekaligus pemerataan pendapatan masyarakat. Dengan banyak investasi swasta di daerah diharapkan 12 semakin bertambahnya lapangan kerja yang dapat menampung angkatan kerja. Peningkatan investasi daerah akan dapat terwujud jika di daerah terdapat potensi yang dapat “dijual” kepada para investor, baik itu berupa potensi sumber daya alam maupun potensi SDM. Selanjutnya hal yang sangat penting lagi adalah kemampuan daerah menjual potensi yang dimilikinya tersebut. Tujuan investasi pemerintah daerah adalah untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.Yang dimaksud dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya adalah: 1. Keuntungan berupa deviden, bunga, dan pertumbuhan nilai perusahaan yang mendapatkan investasi pemerintah sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu 2. Peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu 3. Peningkatan pemasukan pajak bagi negara/daerah sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi bersangkutan dan/atau 4. Peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi bersangkutan. Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan pasar bebas, persaingan antar daerah dalam menjual potensinya dan merebut investor akan semakin terbuka tidak hanya terhadap investor nasional tetapi juga internasional. Kesiapan daerah terutama SDM pengelola dan infrastuktur yang tersedia akan sangat mendukung dalam merebut para investor untuk bersedia menanamkan investasinya di daerah. Persaingan antar daerah dalam merebut investor harus dikembangkan dalam suasana persaingan dan kompetisi yang positif dan sehat. Berikut adalah model penelitian yang dirancang dalam penelitian ini berdasarkan kerangkat teori penelitian: 13 Gambar 1.2. Model Penelitian Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kebijakan “Banyumas Pro Investasi” Menarik Investor Analisis Situasi Strategi Komunikasi Aksi Komunikasi Pemahaman Institusi Tentang Kebijakan Target/Sasaran Publik Sosialisasi kebijakan Hambatan dalam Implementasi 1.7 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori dan model penelitian yang telah dirancang sebelumnya, peneliti menuangkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional beberapa konsep yang digunakaan dalam penelitian ini diharapkan dapat menggali lebih dalam terkait manajemen komunikasi yang dilakukan Pemda Banyumas melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP). Mulai dari pemahaman dari institusi akan kebijakan yang dapat digunakan sebagai analisis situasi, siapa yang menjadi target atau sasaran publik dari kebijakan sebagai strategi komunikasi yang diterapkan untuk 14 mencapai tujuan, sosialisasi sebagai aksi komunikasi dan hambatan yang ditemui dalam implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini yang dimaksud peneliti dengan pemahaman institusi tentang kebijakan adalah menganalis sejauh mana pemahaman pihak internal penyelenggara kebijakan terkait tujuan, visi dan misi kebijakan. Di dalam sebuah tujuan terkandung alasan mengapa sebuah kebijakan harus dijalankan dan solusi yang diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut. Campbell (dalam Cutlip, Center & Broom, 2009) menyatakan bahwa tujuan adalah idealistik dan inspirasional yang didesain untuk memberi pemahaman kepada pihak-pihak di dalam organisasi tentang arah organisasi. Tujuan merupakan dasar dalam menentukan langkah selanjutnya dalam kebijakan.Termasuk di dalamnya adalah bagaimana identifikasi target publik dalam kebijakan dan strategi komunikasi yang diterapkan dalam kebijakan. Yang dimaksud peneliti dengan identifikasi target publik dalam penelitian ini adalah bagimana pemetaan stakeholders atau publik-publik yang terkait dalam kebijakan. Hal itu nantinya akan berkaitan dengan strategi komunikasi. Memetakan target atau sasaran publik dalam sebuah kebijakan diperlukan dalam menyusun strategi komunikasi untuk mensosialisasikan kebijakan ini pada target publik dan menarik investor. Proses manajemen tidak terlepas dari strategi komunikasi. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Dalam penelitian ini yang dimaksud peneliti dengan menganalisis strategi komunikasi adalah paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Elemen dalam penerapan strategi komunikasi mencakup pemilihan media komunikasi serta pengelolaan pesan yang tepat dalam kebijakan. Sementara itu hambatan dalam implementasi kebijakan yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui segala kendala yang dihadapi penyelenggara kebijakan dalam menerapkan kebijakan. Baik itu hambatan secara umum maupun hambatan dalam komunikasi. 15 1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Penelitian Deskriptif Kualitatif Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kualitatif. Salah satu fungsi dari metode kualitatif adalah meneliti sesuatu dari segi prosesnya. Menurut Creswell (2003:1) penelitian kualitatif adalah sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambaran holistic lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah. Jenis deskriptif kualitatif diarahkan untuk mengetahui kondisi suatu objek pada masa kini sehingga deskripsi kualitatif sesuai digunakan untuk meneliti dan mendeskripsikan implementasi manajemen komunikasi Pemerintah Daerah Banyumas pada kebijakan “Banyumas Pro Investasi” dalam upaya menarik investor tahun 2008-2013. 1.8.2 Studi Kasus Studi kasus dipilih dalam penelitian ini karena mampu menggali masalah secara lebih mendalam dan mampu dianalisis dengan lebih baik sehingga diperoleh kesimpulan yang lebih baik. Penelitian ini menggunakan studi kasus instrumental karena kasus tidak menjadi minat utama tetapi kasus memainkan peranan suportif yang memudahkan pemahaman atas sesuatu yang lain (Stake, 2009:301). Kasus hanya dijadikan sebagai sarana untuk memahami hal lain di luar kasus tersebut, seperti membuktikan suatu teori yang telah ada sebelumnya (Daymon dan Holloway, 2008). Demikian halnya dalam penelitian ini bahwa kebijakan “Banyumas Pro Investasi” dijadikan sebagai sarana untuk memahami bagaimana penerapan manajemen komunikasi khususnya dalam usaha menarik investor daerah di Kabupaten Banyumas periode tahun 2008-2013. Oleh karena itu dianggap sesuai dengan kebutuhan dalam meneliti manajemen komunikasi terkait kebijakan “Banyumas Pro Investasi” secara khusus untuk menarik 16 investor yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Banyumas melalui BPMPP tahun 2008-2013. 1.8.3 ObjekPenelitian dan Informan Objek penelitian ini adalah Pemerintah Daerah khususnya Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kabupaten Banyumas selaku koordinator bidang investasi terkait dengan penerapan manajemen komunikasi untuk menarik investor olehPemerintah Daerah Banyumas. Informan dalam penelitian ini antara lain yaitu : a. Informan Primer 1. Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kabupaten Banyumas Tahun 2013-2018 2. Mantan Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kabupaten Banyumas Tahun 2008-2013 3. Bidang Promosi dan Kerjasama Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kabupaten Banyumas 4. Bidang Pengembangan dan Pengendalian Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kabupaten Banyumas b. Informan sekunder 1. Humas Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas 2. Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Banyumas 1.8.4 Teknik Pemilihan Informan Dalam menentukan informan peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Dengan teknik ini pengambilan subjek sebagai informan didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) Kabupaten Banyumas periode 2002013 dan periode 2013-2018 beserta staf di Bidang Promosi dan Kerjasama, serta Bidang Pengembangan dan Pengendalian dipilih sebagai informan karena peneliti menganggap bahwa mereka mampu memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan penelitian. Humas Kabupaten 17 Banyumas dan Ketua HIPMI Kabupaten Banyumas menjadi informan sekunder untuk melengkapi data yang berkaitan dengan penerapan manajemen komunikasi pemerintah daerah terkait dengan pihak ekternal yaitu pihak-pihak investor yang diwakilkan oleh Ketua HIPMI Kabupaten Banyumas. 1.8.5 Teknik Pengumpulan Data Empat sumber data yang dapat digunakan dalam studi kasus yaitu observasi/partisipasi, wawancara, dokumentasi dan artefak fisik (Wimmer dan Dominick, 2011:143). Namun penelitian ini peneliti hanya menggunakan tiga sumber data atau teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. a. Observasi Observasi dilakukan untuk memperoleh bukti yang membantu memahami konteks penelitian. Observasi memerlukan pencatatan, perekaman yang sistematik terhadap suatu kejadian dan perilaku informan. Observasi dilakukan untuk memperkaya data. Padapenelitian ini, observasi dilakukan dengan menggunakan media internet melalui website Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dan website Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP) dalam mensosialisasikan dan memberi informasi program “Banyumas Pro Investasi” kepada stakeholders atau publik-publik terkaitnya. Selain itu observasi dilakukan peneliti dengan berpartisipasi dan ikut menghadiri kegiatan yang dilaksanakan BPMPP Kabupaten Banyumas yang terkaitdengan investasi. Dengan ikut serta dalam beberapa kegiatan tersebut peneliti dapat mengamati lebih dalam elemen-elemen manajemen komunikasi dilakukan pemerintah daerah dan BPMPP Kabupaten Banyumas dalam penerapan kebijakan “Banyumas Pro Investasi”. 18 b. Wawancara Mendalam (In-depth interview) Dalam proses memperoleh data yang dibutuhkan, peneliti melakukan wawancara terhadap informan. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis wawancara mendalam (in-dept interview). Sebelum wawancara dilakukan, daftar pertanyaan dipersiapkan terlebih dahulu dengan mengacu pada kerangka teori dan tujuan penelitian. Pada prakteknya berlangsung wawancara tak terstruktur. Maksudnya adalah wawancara dengan sendirinya dapat berkembang, tidak terpatok hanya pada daftar wawancara yang telah disusun. Dengan demikian wawancara dapat berlangsung lebih luwes dan dapat mengeksplorasi data yang didapat dari informan. Peneliti melakukan wawancara selayaknya mengadakan perbincangan/obrolan seperti biasanya dengan informan. Hanya saja setiap perbincangan peneliti mendokumentasikannya dengan perekam suara (recorder). Wawancara tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan antara informan satu dengan informan lainnya. Sesuai dengan kesepakatan jadwal yang dibuat oleh peneliti dan informan. Sejak awal informan sudah mengetahui bahwa akan diwawancara mengenai manajemen komunikasi kebijakan “Banyumas Pro Investasi” yang diterapkan Pemda Banyumas undalam hal ini BPMPP Kabupaten Banyumas sebagai pelaksananya untuk menarik investor. Sesuai dengan kerangka konsep dan tujuan penelitian, acuan pertanyaan wawancara yaitu berkaitan dengan tujuan kebijakan, identifikasi publik yang menjadi sasaran, strategi komunikasi yang diterapkan dan hambatan yang ditemui dalam implementasi kebijakan “Banyumas Pro Investasi” Tahun 20082013. Dalam proses wawancara dengan informan, peneliti menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur di mana susunan pertanyaan dibuat dan ditanyakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan peneliti. Pertanyaan yang disusun peneliti sebagai acuan ternyata banyak berkembang saat terjun di lapangan. Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan 19 menganalisis website Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dan BPMPP Kabupaten Banyumas berkaitan dengan konten sosialisasi dan promosi kebijakan “Banyumas Pro Investasi”. c. Dokumentasi Pengumpulan data dengan dokumentasi dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen yang didapatkan dari subyek penelitian, studi pustaka melalui literatur yang relevan ataupun melalui surfing internet, arsip, foto, untuk melengkapi data penelitian. Dalamhalini, dokumentasi yang digunakanberupajurnalpenelitian, laporanpenelitian, tesis,blogdari internet yang berkaitandengan data-data yang dibutuhkandalampenelitian. Selain itu data-data tertulis yang dibutuhkan oleh peneliti yang digunakan sebagai dokumentasi maupun studi pustaka mengenai investasi di Kabupaten Banyumas terdapat di BPMPP. Demikian halnya dengan data-data tertulis yang berkaitan dengan jalannya kebijakan “Banyumas Pro Investasi” seperti dokumen Masterplan Pengembangan Investasi Kabupaten Banyumas 2008-2013 dan dokumen Informasi Penyelenggaraan Investasi Kabupaten Banyumas 2008-2013. Dokumendokumen tersebut sangat membantu peneliti menemukan data dan fakta mengenai kebijakan “Banyumas Pro Investasi”. Pada akhirnya semua data yang diperoleh tersebut akan diolah dan saling melengkapi untuk menjawab permasalahan penelitian. 1.8.6 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini dipandang perlu untuk melakukan pembatasan masalah secara operasional. Pembahasan akan difokuskan pada manajemen komunikasi Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas melalui BPMPP dalam kebijakan “Banyumas Pro Investasi”. Adapun manajemen komunikasi dalam penelitian ini dibatasi sebagai proses pemahaman kebijakan “Banyumas Pro Investasi” dari internal pihak pemerintah, identifikasi target publik kebijakan sebagai strategi komunikasi yang 20 diterapkan dalam impementasi kebijakan. Dalam hal ini terkait media yang dipilih dan pesan yang dikelola sebagai strategi komunikasi. Sosialisasi kebijakan sebagai aksi komunikasi untuk menarik investor. Serta yang terakhir adalah hambatan dalam implementasi kebijakan “Banyumas Pro Investasi” Topik penelitian yang diambil dan dibahas merupakan kejadian yang berlangsung dari April 2008 saat kebijakan “Banyumas Pro Investasi” mulai diluncurkan pada pemerintahan Mardjoko hingga Juni 2013. Peneliti melakukan penelitian mengenai manajemen komunikasi kebijakan “Banyumas Pro Investasi” dimulai pada bulan Juli 2014 hingga Oktober 2014. 21