567 PERLAKUAN PEMBERIAN KOMPOS

advertisement
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
PERLAKUAN PEMBERIAN KOMPOS TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI
KELAPA SAWIT
Composting Treatment In Increasing Of Oil Palm Production
Via Yulianti, Jefrey M. Muis dan Widia Siska
BPTP Sumatera Barat
Jl. Raya Padang-Solok Km.40, Sukarami, Solok, Sumatera Barat, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Di Sumatera Barat terdapat 354.445 ha lahan kelapa sawit, 175.543 ha diantaranya
merupakan perkebunan rakyat dan baru seluas 130.200 ha yang telah berproduksi. Kondisi
ini cenderung bertambah 2% setiap tahunnya. Masalahnya, pada tahun 2011 produktivitas
kelapa sawit menurun sebesar 11% dari tahun sebelumnya. Salah satu yang menjadi
penyebabnya adalah terjadinya degradasi lahan sehingga produktivitasnya menurun. Hal
tersebut dapat diatasi salah satunya dengan menggunakan prinsip budidaya pertanian
ramah lingkungan. Konsep minim atau tanpa limbah dalam introduksi teknologi integrasi
tanaman dengan ternak yang dilakukan memberikan hasil yang optimal. Produk ikutan
tanaman kelapa sawit bermanfaat untuk sumber pakan ternak. Limbah kotoran sapi dapat
diolah menjadi kompos untuk perbaikan struktur tanah di lahan kelapa sawit. Kegiatan ini
dilakukan di kebun percobaan Sitiung BPTP Sumatera Barat dengan perlakuan pemberian
tanpa pupuk kompos sebagai kontrol, pemberian pupuk kompos dibenamkan di sekeliling
tanaman kelapa sawit 3 karung/ pohon dan pupuk kompos dalam karung (3 karung/pohon)
di sekelilingnya. Produksi TBS buah segar kelapa sawit juga meningkat dengan pemberian
tambahan pupuk organik yakni sebesar 48% apabila pupuk organik diletakkan di
permukaan tanah sekitar pohon sawit dan sebesar 45% apabila pupuk dibenam di sekitar
pohon kelapa sawit.
Kata kunci: kompos, produksi TBS buah segar, kesuburan lahan perkebunan, unsur hara
Abstract
In West Sumatera, there is 354.445 ha of oil palm area, 175.543 ha belong to
farmers and about 130.200 ha has produced. It‘s condition tends to increase 2% every year.
However, in 2011 productivity declined by 11% from the previous year. Degradation of
land fertility is one of causes so that decreasing of soil productivity. This one can be
overcome by using the principle of green agriculture. The concept of minimal or zero
waste in the introduction of technology integration with crops-livestock that made optimal
results. Product of palm oil plants useful for livestock feed source. Catle manure can be
processed into compost for soil structure improvement in oil palm land. This activity is
carried out in the Sitiung experimental farm of Agricultural Technology Research
Institution in West Sumatra with the provision of treatment as a control without compost,
compost fertilizer buried around 3 sacks of palm plants / trees and compost in sacks (3
sacks / tree) around it. Fresh fruit branch production increased with the additional
provision of organic fertilizer which is equal to 48% of control when it put in near soil
surface of palm trees and stocked approximately 45% when fertilizer planted around the
palm trees.
Keywords: compost, fresh fruit branch production, plantation land fertility, soil nutrient.
567
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting
karena manfaatnya yang cukup besar sebagai sumber bahan pangan dan energi. Karena
peran tersebut sehingga memiliki kontribusi yang nyata dalam menunjang kesejahteraan
ekonomi dan sosial bagi Indonesia dan negara produsen lainnya. Alasan itulah yang
menyebabkan perkembangan lahan kelapa sawit dari tahun ke tahun cenderung mengalami
peningkatan. Contoh kasus di Sumatera Barat, peningkatan luas lahan berkisar 2% setiap
tahunnya. Data sensus luasan lahan kelapa sawit tahun 2011 mencapai 354.445 ha. Dari
total luasan itu, 175.543 ha diantaranya merupakan perkebunan rakyat. Akan tetapi secara
kumulatif sejak tahun 2007 meningkat rata-rata sebesar 13,63% atau seluas 154.484 ha
(BPS, 2012).
Pertambahan luasan lahan yang cenderung meningkat ternyata tidak diimbangi oleh
kenaikan produktivitasnya. Salah satu penyebabnya adalah kondisi kesuburan tanah yang
teralu jenuh oleh pupuk anorganik. Kasus yang terjadi pada tahun 2011, rata-rata produksi
kelapa sawit di Sumatera Barat menurun sebesar 8% dari tahun sebelumnya (Kementan,
2014). Oleh karena begitu pentingnya komoditas kelapa sawit bagi sebagian besar pelaku
usaha perkebunan, terutama yang dikelola oleh rakyat, maka perlu ada upaya antisipasi
agar usahatani kelapa sawit tetap berlangsung dengan produktivitas yang tinggi.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah memberi arahan mengenai konsep
pertanian ramah lingkungan. Untuk pengembangan budidaya kelapa sawit ramah
lingkungan, Gingold et. al. (2012) menyebutkan bahwa ke depannya pengembangan
kelapa sawit akan diprioritaskan pada lahan terdegradasi yang masih berpotensi cukup
tinggi sehingga tidak akan lagi menggunakan lahan-lahan hutan untuk penanamannya.
Bamualim et. al. (2012) menyatakan dalam upaya untuk memperbaiki struktur tanah pada
lahan kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara mengintroduksi teknologi integrasi
tanaman kelapa sawit dengan ternak. Secara terintegrasi, limbah kelapa sawit, baik yang
berupa hijauan ataupun limbah bekas pengolahannya dapat dijadikan sumber pakan,
misalnya pakan untuk sapi. Sedangkan limbah kotoran sapi serta urin dapat dijadikan
sumber pupuk organik untuk menunjang pertumbuhan tanaman kelapa sawit.
Hasil penelitian Mawardi et. al., ( 2012) menunjukkan bahwa uji laboratorium
kompos dari bahan kotoran sapi mengandung unsur N, P, K, C-Organik, C/N yang
berbeda-beda (Tabel 1). Kemudian ketika pupuk organik ini diaplikasikan pada tanaman
kelapa sawit, akan memacu peningkatan pertumbuhan produksinya rata-rata sebesar 28,7%
dibandingkan dengan produktivitas petani yang kurang memperhatikan masalah
pemupukan ini.
Tabel 1. Hasil uji laboratorium kompos kotoran sapi
No. Pengamatan
Nilai (%)
1. N
1,23
2. P
0,30
3. K
1,63
4. C-organik
21,13
5. C/N
17,18
568
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Yusuf dan Hasibuan (2012), bahwa di
dalam kompos kotoran sapi juga mengandung unsur hara mikro lain seperti Mn, Zn, Fe,
dan Cu dengan besaran masing-masing < 0,001 mg/L, 0,90%, < 0,003 mg/L, dan < 0,001
mg/L. Melalui upaya menambahkan pupuk organik di sekitar tanaman, diharapkan mampu
menyediakan unsur hara yang lebih sehingga dapat dipergunakan untuk proses
pertumbuhan tanaman. Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian Kusuma (2012) yang
menyatakan bahwa pupuk kandang, terutama yang berasal dari hewan dengan jenis pakan
yang kompleks sangat mempengaruhi kandungan unsur P dan K.
Di beberapa daerah di Sumatera Barat, pemberian kompos dilakukan dengan cara
diletakkan di atas permukaan tanah tanpa dibenamkan. Namun, belum ada penelitian yang
membuktikan pengaruh metode pemberian kompos yang lebih baik. Pemberian kompos
dengan cara dibenamkan di sekitar tanaman membutuhkan energi lebih karena petani harus
membuat rorak untuk pembenaman kompos. Sehingga, ketika ada metode yang lebih
praktis tanpa mengurangi produksi akan menjadi alternatif lain dalam upaya meningkatkan
efisiensi dalam pemupukan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, penelitian mengenai pengaruh cara pemberian
pupuk kompos kotoran sapi yang berbeda, dapat menghasilkan metode pemberian yang
tepat dalam upaya meningkatkan produksi kelapa sawit. Hipotesis awal (H0) dari penelitian
ini adalah tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pohon kelapa sawit yang diberi
kompos dengan cara dibenamkan dengan kompos di dalam karung yang diletakkan di
sekitar pohon kelapa sawit. Sementara hipotesis satu (H1), terdapat perbedaan yang nyata
antara pohon kelapa sawit yang diberi kompos dengan cara dibenamkan dengan kompos di
dalam karung yang diletakkan di sekitar pohon kelapa sawit.
METODE PENELITIAN
Penelitian terintegrasi tanaman kelapa sawit dan ternak sapi selama tahun 20122013 dilaksanakan di salah satu unit kebun percobaan BPTP Sumatera Barat di Sitiung
Kabupaten Dharmasraya. Kegiatan difokuskan pada pemanfaatan kotoran sapi sebagai
kompos untuk tanaman kelapa sawit yang sudah berproduksi.
Pembuatan kompos dilakukan dengan cara mencampurkan kotoran sapi sebanyak 1
ton dengan kadar air 50-60%, kemudian dicampur dengan abu sekam (100 kg), dolomit (10
kg), urea (2,5 kg) serta Trichoderma/ stardek (2,5 kg) Pengomposan diproses secara aerob
selama 21 hari dengan masa pembalikan setiap 7 hari. Setelah semua proses selesai,
kompos siap diaplikasikan pada tanaman sampel. Bahan dasar untuk pembuatan kompos
diperoleh dari 12 ekor sapi. Setiap ekor sapi dewasa rata-rata menghasilkan limbah padat
sebanyak 12-15 kg dan urin 3-5 liter dalam sehari. Sehingga total kotoran sapi yang
dihasilkan berkisar 144-180 kg/ hari.
Untuk mengetahui pengaruh teknik pemberian kompos terhadap produktivitas
kelapa sawit dilakukan melalui: Pemilihan 30 individu berdasarkan keseragaman umur
tanaman (TM 1) yaitu kira-kira 4 tahun. Masing-masing individu diberi dosis sesuai
dengan yang tertera pada (Tabel 2) dengan perlakuan (A) tanpa kompos sebanyak 10
individu; (B) 10 individu mendapat tambahan kompos yang dimasukkan kedalam karung
dan ditempatkan dipermukaan tanah saja; dan (C) 10 individu yang ke dua mendapat
tambahan kompos dengan cara dibenamkan. Kompos diberikan pada Bulan Maret dan
569
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
pengamatan produksi dilakukan pada pertengahan Mei. Parameter yang diamati adalah
jumlah dan bobot tandan buah segar (TBS) yang dipanen dari ketiga perlakuan tersebut.
Kemudian, data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan uji t-hitung (Mattjik dan
Sumertajaya, 2002).
Tabel 2. Dosis Pupuk Anorganik dan kompos yang diberikan pada tanaman
Jenis Pupuk Dosis Pupuk Dosis Pupuk
(kg/ha)
(kg/pohon)
NPK Phonska
270
2
Urea
67,5
0,5
KCl
67,5
0,5
SP36
67,5
0,5
Dolomit
270
2
Kompos
12.150
90
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keragaan Jumlah TBS Buah Segar
Hasil penelitian dengan memberi perlakuan pupuk organik memperlihatkan bahwa
jumlah TBS kelapa sawit lebih banyak dibandingkan dengan kontrol (A), yaitu 158 buah/
ha untuk perlakuan pupuk organik yang dibiarkan dalam karung di sekitar pohon (B), dan
207 buah/ha untuk perlakuan pupuk organik yang dibenamkan di sekitar pohon (C).
Meskipun secara umum, di luar hasil percobaan pada tahun 2013 mengalami penurunan,
namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit yang diberi
perlakuan dengan pupuk organik lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan tanaman
kontrol. (Gambar 1). Penurunan produksi di tahun 2013 diduga disebabkan oleh tingkat
kematangan kompos yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kompos yang diberikan pada
tahun 2012 berbeda dengan yang diberikan tahun 2013.
Gambar 1. Jumlah TBS kelapa sawit sampel.pengkajian tahun 2012-2013
B. Keragaan Bobot TBS
Pada pengukuran bobot TBS kelapa sawit per hektar, bobot TBS kelapa sawit yang
diberi perlakuan pupuk organik (B dan C) hasilnya lebih tinggi dari tanpa pupuk organik
(A). Meskipun jumlah TBS buah kelapa sawit dari perlakuan C lebih besar dari perlakuan
570
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
B, namun setelah ditimbang hasil dari perlakuan B lebih besar dari perlakuan C (Gambar
2).
Gambar 2. Bobot TBS buah segar kelapa sawit (kg/ha) sampel.pengkajian tahun 20122013
Berdasarkan hasil percobaan ini, produksi TBS kelapa sawit yang diberi kompos
lebih tinggi dari produksi kelapa sawit tanpa kompos sebesar 30 – 60%. Tingginya
produksi menjadi indikator bahwa tanaman mendapatkan hara yang cukup setelah
penambahan kompos, sehingga diduga ada peningkatan unsur hara dalam tanah yang
disebabkan oleh kandungan C-organiknya. Selanjutnya kandungan unsur N yang tinggi
ternyata mampu mempengaruhi peningkatan jumlah daun sehingga mengoptimalkan
proses fotosintesis tanaman (Elisabeth et. al., 2014). Kecenderungan peningkatan ini
sejalan dengan hasil penelitian Assmann et. al., (2013) yang mengungkapkan bahwa pupuk
organik memberi pengaruh terhadap peningkatan kandungan C-organik dan N tanah
masing-masing sebesar 3,65 – 4,94 mg/ha/tahun dan 216 – 272 kg/ha/tahun. Sementara itu,
hasil penelitian Costa et. al., (2013) juga menunjukkan bahwa kandungan P tersedia dalam
tanah akan meningkat dengan menambahkan pupuk kotoran sapi (kompos) dalam tanah.
Unsur P ini berperan dalam meningkatkan bobot buah pada tanaman. Namun jika hanya
kompos saja yang diberikan tidak akan mempengaruhi produksi kelapa sawit jika
dibandingkan dengan individu tanaman yang diberikan pupuk anorganik saja (Arsyad et.
al., 2012). Sehingga kombinasi keduanya dapat meningkatkan hasil menjadi lebih optimal.
Struktur tanah yang membaik akibat penambahan kompos akan mempermudah
akar kelapa sawit menembus ke dalam tanah. Hal ini dibuktikan dengan system perakaran
yang lateral yang dimiliki oleh kelapa sawit ini akan memudahkan akar mencari sumber
hara dan dengan mudah dapat menembusnya . Sementara kompos yang juga berperan
sebagai amelioran mampu meningkatkan pH tanah menjadi relatif stabil antara 5-6.
Kondisi ini mampu menciptakan hara secara makro dan mikro serta mikroba yang baik
tersedia di sekitar perakaran tanaman. Kompos yang baik adalah yang memiliki C/N rasio
yang rendah (<20), karena hal itu dapat meningkatkan kadar N, K2O, P2O5, Ca dan S
tersedia dalam tanah sehingga dapat meningkatkan produksi (Wigena et. al., 2009).
Hasil uji t hitung membandingkan pengaruh kompos di permukaan tanah dengan
pemberian kompos dengan cara dibenamkan di sekitar pohon kelapa sawit selebar
kanopinya terhadap produksi, dengan selang kepercayaan 95% dan α = 0,05, nilai p value
571
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
yang ditampilkan adalah 0,772. Menurut Matjik dan Sumertajaya (2002), apabila p value
lebih kecil dari nilai α, maka H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan yang nyata antara
pohon kelapa sawit yang diberi kompos dengan cara dibenamkan dengan kompos di dalam
karung yang diletakkan di sekitar pohon kelapa sawit. Sebaliknya, apabila p value lebih
besar dari nilai α, maka H0 diterima, artinya cara pemberian kompos tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap produksi kelapa sawit. Dikarenakan p value lebih besar dari
α, maka H0 diterima, artinya cara pemberian kompos tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap produksi kelapa sawit. Hal ini desebabkan oleh akar tanaman yang dekat
permukaan tanah mampu bergerak ke sumber hara dengan menembus karung kompos.
Dengan demikian, untuk efeisiensi dalam pemupukan, pemberian dapat dilakukan
dengan cara meletakkan dipermukaan tanah di sekitar pohon. Cara seperti ini lebih praktis
digunakan oleh petani.
KESIMPULAN
Pupuk organik berperan sebagai amelioran yang dapat meningkatkan keterserapan
hara dalam tanah pada tanaman kelapa sawit. Kandungan unsur hara di dalamnya
membantu memberikan suplai hara selain dari yang disuplai oleh pupuk anorganik.
Interaksi keduanya dapat meningkatkan produksi TBS buah segar kelapa sawit. Namun,
teknik pemberian kompos tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi
kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad AR, H. Junaedi dan Y. Parni, 2012. Pemupukan Kelapa Sawit Berdasarkan Potensi
Produksi untuk Meningkatkan Hasil TBS Buah Segar (TBS) pada Lahan Marginal
Kumpeh. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Volume 14, Nomor 1, Januari– Juni
2012. Hal: 29-36
Assmann, JM et. al., 2013. Soil Carbon and Nitrogen Stocks and Fractions in a LongTermintegrated Crop–Livestock System under No-Tillage in Southern Brazil.
Agriculture, Ecosystems and Environment -4551; P: 8
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Provinsi
Sumatera Barat, 2012. Sumatera Barat dalam Angka. Padang, Sumatera Barat.
Bamualim, A.M., dkk. 2012. Optimalisasi Produktivitas Sapi Potong Melalui Integrasi
Tanaman – Ternak Menunjang Produksi Daging Nasional. Laporan akhir
pengkajian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Kementerian
Pertanian
Costa, S.E.V.G.A., et al., Impact of an Integrated No-Till Crop–Livestock System on
Phosphorus Distribution, Availability and Stock. Agriculture, Ecosystems and
Environment (2013), http://dx.doi.org/10.1016/j.agee.2013.12.001
Elisabeth, D.W., Muji S. dan Ninuk H.
(http://karyailmiah.fp.ub.ac.id/bp/files/jurnal/PENGARUH%20PEMBERIAN%20
BERBAGAI%20KOMPOSISI%20BAHAN%20ORGANIK%20PADA%20PERTU
MBUHAN%20DAN%20HASIL%20TANAMAN%20BAWANG%20MERAH.pdf
diakses 14 Maret 2014)
572
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
Gingold, B. dkk, 2012. Working Paper: Panduan Mengidentifikasi Lahan Terdegradasi
untuk Budidaya Kelapa Sawit Ramah Lingkungan. World Research Institut
Kusuma, ME, 2012. Pengaruh Beberapa Jenis Pupuk Kandang Terhadap Kualitas Bokashi.
Jurnal Ilmu Hewani Tropika vol 1 No 2 Desember 2012
Mattjik, A. A. dan I M. Sumertajaya, 2002. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press.
Hal: 45
Mawardi, Edy dkk., 2012. Model Pengembangan Pertanian Pedesaan Melalui Inovasi di
Kabupaten Pasaman Barat. Laporan akhir pengkajian, Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Kementerian Pertanian
Statistik Pertanian Kementerian Pertanian, 2014. Data produksi kelapa sawit tahun 2000 –
2019. (http://pertanian.go.id, diakses 8 Maret 2014)
Wigena, I.G.P., Sudradjat, Santun R.P. Sitorus dan H. Siregar, 2009. Karakterisasi Tanah
dan Iklim serta Kesesuaiannya untuk Kebun Kelapa Sawit Plasma di Sei Pagar,
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Tanah dan Iklim No. 30, Desember
2009. Hal: 1-16
Yusuf, M.A dan A. Hasibuan, 2012. Pemanfaatan Limbah Padat dan Cair Sapi untuk
Pupuk di Perkebunan Kelapa Sawit. Majalah Sawit Media. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. Edisi 5/IX/2012. September 2012. Hal: 30-32
573
Download