32 FUNGSI DAN MAKNA SASTRA LISAN BANJAR MAHALABIU

advertisement
FUNGSI DAN MAKNA SASTRA LISAN BANJAR MAHALABIU
THE FUNCTION AND MEANING OF BANJAR’S ORAL LITERATURE, MAHALABIU
Hestiyana
Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan
Jalan Jenderal A.Yani Km 32,2 Loktabat Banjarbaru 70712, Kalimantan Selatan
Pos-el: [email protected]
(Makalah diterima tanggal 30 April 2014—Disetujui tanggal 19 Mei 2014)
Abstrak: Penelitian ini membahas fungsi dan makna sastra lisan Banjar mahalabiu dengan tujuan untuk
mendeskripsikan fungsi dan makna sastra lisan Banjar mahalabiu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini berwujud teks-teks kalimat atau kumpulan
mahalabiu dari informan yang tinggal di daerah Alabio Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan
Selatan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik observasi teks. Pengumpulan
data diperoleh dengan mengumpulkan, membaca dan mengklasifikasikan fungsi dan makna sastra lisan Banjar
mahalabiu. Dalam teknik analisis data digunakan analisis deskriptif, yaitu dengan menganalisis satu per satu
mahalabiu tersebut sesuai dengan fungsi dan maknanya. Dalam penelitian ini ditemukan lima jenis fungsi sastra
lisan Banjar mahalabiu yang digunakan, yaitu: 1) fungsi mahalabiu untuk menguji kepandaian seseorang; 2) fungsi
mahalabiu untuk meramal; 3) fungsi mahalabiu sebagai bagian dari upacara perkawinan; 4) fungsi mahalabiu
untuk mengisi waktu pada saat bergadang menjaga jenazah; dan 5) fungsi mahalabiu untuk melebihi orang lain.
Dalam makna sastra lisan Banjar mahalabiu, ditemukan empat jenis makna yang digunakan, yaitu: 1) homonim; 2)
homofon; 3) pengurangan frasa; dan 4) komen tidak serasi dengan topik.
Kata-kata Kunci: fungsi, makna, sastra lisan Banjar, mahalabiu.
Abstract: This study discusses the function and meaning of Banjar’s oral literature mahalabiu with the aim to
describe the function and meaning of Banjar’s oral literature mahalabiu. The method used in this research is
descriptive qualitative approach. Sources of data in this study intangible texts mahalabiu sentence or set of
informants who lived in the area Alabio Hulu Sungai Utara, South Kalimantan Province. Data collection techniques
in this study is to use observation techniques text. The collection of data is obtained by collecting, reading and
classify the function and meaning of oral literature mahalabiu Banjar. Data analysis techniques used in the
descriptive analysis, by analyzing one by one mahalabiu accordance with the function and meaning. In the present
study found five types of oral literature Banjar mahalabiu functions are used, namely: 1) mahalabiu function that
tests a person's intelligence; 2) mahalabiu function to predict; 3) mahalabiu function as part of the wedding
ceremony; 4) mahalabiu function to fill the time while staying up guarding the corpse; 5) mahalabiu function to be
able to exceed the others. Within the meaning of Banjar mahalabiu oral literature, discovered four types of meaning
are used, namely: 1) homonyms; 2) homophones; 3) reduction of the phrase, and 4) the comments are not in
harmony with the topic.
Keywords: functions, meanings, Banjar’s oral literature, Mahalabiu
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sastra merupakan cerminan situasi dan
kondisi serta adat istiadat suatu masyarakat.
Membicarakan tentang sastra tidak terlepas
dari perkembangan dan pertumbuhan sastra
daerah, khususnya sastra lisan. Setiap daerah
memiliki sastra lisan yang disampaikan dari
32
mulut ke mulut secara turun temurun. Sastra
daerah yang berbentuk lisan merupakan
warisan kebudayaan yang perlu dipelihara
dan dilestarikan. Setiap sastra lisan daerah
mempunyai nilai-nilai luhur yang harus
dipelihara dan dilestarikan. Dalam sastra
lisan terkandung ajaran moral yang
mencakup seluruh persoalan hidup dan
kehidupan masyarakat.
Fungsi dan Makna ... (Hestiyana)
Salah satu sastra lisan masyarakat
Banjar adalah mahalabiu. Sastra lisan
mahalabiu ini disampaikan dalam bahasa
Banjar yang dituturkan dari mulut ke mulut.
Bahasa Banjar merupakan bahasa yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan.
Mahalabiu ini merupakan salah satu bentuk
cerita humor yang mempunyai fungsi dan
makna dalam masyarakat Banjar. Mahalabiu
dituturkan dengan tujuan untuk sekadar
humor ataupun mengecoh lawan bicara.
Mahalabiu berasal dari kata Halabiu
(nama sebuah kota) yang mendapat prefiks
ma- sehingga menjadi mahalabiu. Dalam
bahasa Banjar, salah satu fungsi prefiks maadalah membentuk kata kerja yang bermakna
‘mempunyai sifat seperti yang ada pada kata
dasar’. Jadi, mahalabiu berarti orang yang
mempunyai sifat seperti orang Halabiu.
Beberapa informan mengatakan bahwa kata
mahalabiu mungkin pula berasal dari kata
mahala ‘tanggung’ dan biu (bentuk singkat
Halabiu).
Jadi, mahalabiu bermakna
ungkapan kata/frase/kalimat/wacana yang
tidak selesai atau tanggung dan mengandung
makna konotatif
sehingga orang yang
mendengar ungkapan mahalabiu harus
berpikir sepenuh daya baru dapat menebak
makna sesungguhnya (Effendi, 2012: 21).
Dalam mahalabiu terkandung cerita
humor yang dituturkan masyarakat Banjar
yang senang membuat cerita-cerita lucu atau
berteka-teki. Biasanya mahalabiu dituturkan
seseorang tidak sembarang tempat. Dengan
kata lain, mahalabiu yang dituturkan oleh
seseorang kepada orang lain harus
mempertimbangkan faktor lingkungan sosial
dan budaya setempat. Dalam sastra lisan
mahalabiu terdapat makna ganda atau
kalimat-kalimat yang dituturkan memiliki
makna yang ditafsirkan dengan maksud lain
dibalik ucapan tersebut. Dengan demikian,
mahalabiu merupakan salah satu jenis sastra
lisan Banjar yang mempunyai makna ganda
atau ditafsirkan dengan maksud lain.
Penelitian mengenai mahalabiu hingga
saat ini jumlahnya masih sedikit. Penelitian
tentang mahalabiu yang pernah dilakukan
adalah Eksistensi Sastra Lisan Mahalabiu
bagi Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan
oleh Rustam Effendi (2012). Penelitian ini
membahas bentuk, latar penuturan, dan
fungsi mahalabiu bagi masyarakat Banjar.
Dari hasil penelitian ini diperoleh dua bentuk
mahalabiu, yaitu: (a) cerita lucu dan (b)
kalimat atau
frase pendek. Penuturan
mahalabiu yang mempertimbangkan dua
aspek, yaitu: (a) latar tempat, waktu, situasi,
dan (b) penutur dan kawan tutur. Kemudian,
mahalabiu efektif sebagai alat pemertahanan
bahasa Banjar dan sebagai media kritik
sosial. Bahasa Banjar yang digunakan dalam
mahalabiu sedikit sekali dipengaruhi bahasa
daerah lain atau bahasa Indonesia, baik
dilihat dari pemakaian kosa kata maupun
kaidah kalimat.
Pengkajian terhadap fungsi dan makna
sastra lisan Banjar mahalabiu merupakan
sarana yang tepat untuk pelestarian nilai-nilai
luhur dan norma-norma dalam masyarakat
yang sekarang ini sudah banyak dilupakan,
serta berguna untuk perkembangan sastra
lisan itu sendiri. Dalam pelestarian sastra
lisan mahalabiu harus dilakukan suatu kajian
dalam
usaha
untuk
menggali
dan
mengembangkan sastra daerah. Atas dasar
itu, timbul ketertarikan penulis untuk
mengetahui secara mendalam mengenai
mahalabiu.
Sekarang ini, sastra lisan mahalabiu
sudah jarang dituturkan, terutama oleh
generasi muda. Padahal, sastra lisan
mahalabiu mempunyai nilai-nilai kearifan
lokal yang perlu kita pelihara dan lestarikan.
Pelestarian sastra lisan mahalabiu sangat
penting karena mahalabiu hanya tersimpan
dalam ingatan orang tua yang semakin hari
semakin berkurang. Hal inilah yang juga
melatarbelakangi penelitian ini dilakukan
karena mengingat keberadaan sastra lisan
mahalabiu yang semakin punah sehingga
perlu suatu kajian mengenai fungsi dan
makna sastra lisan Banjar mahalabiu.
33
BÉBASAN, Vol. 1, No. 1, edisi Juni 2014: 32—40
Perumusan Masalah
Masalah yang dibahas pada penelitian ini,
yaitu:
1. Bagaimana fungsi sastra lisan Banjar
mahalabiu?
2. Bagaimana makna sastra lisan Banjar
mahalabiu?
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan fungsi dan makna sastra
lisan Banjar mahalabiu.
KAJIAN TEORI
Sastra Lisan
Sastra lisan merupakan bagian kebudayaan
masyarakat pendukungnya yang diwariskan
secara turun temurun dan dituturkan dari
mulut ke mulut. Tuloli (Amir, 2013: 43)
menyatakan bahwa sastra lisan adalah salah
satu gejala kebudayaan yang terdapat pada
masyarakat terpelajar dan yang belum
terpelajar. Sastra lisan harus dibicarakan
dalam
hubungan
dengan
pencerita,
penceritaan,
dan
pendengar
atau
penontonnya. Selanjutnya, Tuloli (Amir,
2013: 44) mengatakan bahwa sastra lisan
berubah sesuai dengan dinamika masyarakat
pemiliknya.
Usaha
pelestarian
perlu
dilaksanakan karena perubahan kepunahan
sastra lisan tidak akan pernah berhenti. Jika
sastra lisan hilang atau punah, kekayaan
budaya di dalamnya akan punah pula atau
berubah.
Menurut Danandjaya (2002: 21--22),
tradisi lisan adalah yang bentuknya memang
murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor
yang termasuk ke dalam kelompok besar ini
antara lain, (a) bahasa rakyat (folk speech)
seperti logat, julukan, pangkat tradisional,
dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan
tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan
pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti
teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun,
gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat,
seperti mite, legenda, dan dongeng, dan (f)
nyanyian rakyat.
34
Endraswara
(2013:
151)
mengemukakan bahwa sastra lisan adalah
karya yang penyebarannya disampaikan dari
mulut ke mulut secara turun temurun. Ciriciri sastra lisan, yakni: (1) lahir dari
masyarakat yang polos, belum melek huruf,
dan bersifat tradisional; (2) menggambarkan
budaya milik kolektif tertentu, yang tak jelas
siapa penciptanya; (3) lebih menekankan
aspek khayalan, ada sindiran, jenaka, dan
pesan mendidik; (4) sering melukiskan tradisi
kolektif tertentu. Di samping ciri-ciri
tersebut, ada ciri lain yang agak umum,
yakni:
(1)
sastra
lisan
banyak
mengungkapkan kata-kata atau ungkapanungkapan klise dan (2) sastra lisan sering
bersifat menggurui.
Hutomo (1991: 3--4) menyatakan
bahwa sastra lisan memiliki ciri, antara lain:
1) penyebarannya melalui mulut, maksudnya
ekspresi budaya yang disebarkan baik dari
segi waktu maupun ruang melalui mulut; 2)
lahir dari masyarakat yang masih bercorak
desa, masyarakat di luar kota, atau
masyarakat yang belum mengenal huruf; 3)
menggambarkan ciri-ciri budaya satu
kelompok masyarakat; 4) bercorak puitis; 5)
terdiri dari berbagai versi; 6) tidak
mementingkan fakta atau kebenaran, lebih
menekankan pada aspek khayalan, fantasi
yang tidak diterima oleh masyarakat modern,
tetapi mempunyai fungsi di masyarakat, dan
7) menggunakan bahasa lisan setiap hari.
Fungsi dan Makna
Sastra lisan mempunyai fungsi dalam
kehidupan masyarakat, untuk hiburan. Amir
(2013: 34) mengemukakan bahwa fungsi
sastra lisan sebagai hiburan atau membuat
masyarakat terhibur. Endraswara (2013: 157)
mengatakan bahwa sastra lisan memang kaya
makna dan menghibur sekaligus mengasah
otak penikmat. Di samping memuat makna
dan fungsi hiburan, sastra lisan juga memuat
aspek-aspek sindiran.
Alan Dundes (Danandjaya, 2002: 45)
mengemukakan fungsi yang dibagi menjadi
lima, yaitu: (1) untuk menguji kepandaian
Fungsi dan Makna ... (Hestiyana)
seseorang, (2) untuk meramal, (3) sebagai
bagian dari upacara perkawinan, (4) untuk
mengisi waktu pada saat bergadang menjaga
jenazah, dan (5) untuk dapat melebihi orang
lain.
Makna berhubungan dengan tuturan
kata maupun kalimat yang dituturkan. Setiap
individu memiliki kemampuan untuk berpikir
dan menelaah makna sesuai dengan
kemampuan serta kapasitas kognitif atau
muatan informasi yang dimilikinya. Oleh
karena itu, makna tidak akan sama atas setiap
individu walaupun objek yang dihadapinya
sama. Hal ini terjadi karena cara dan proses
berpikir setiap individu berbeda sehingga
akan menghasilkan keragaman dalam
pembentukan makna yang berbeda pula.
Pembentukan makna yang berbeda dalam diri
individu ditentukan oleh faktor-faktor dalam
diri individu tersebut, seperti sistem nilai,
kepercayaan, dan sikap.
Pengertian dari ‘makna’ sendiri
sangatlah beragam. Rahyono (2012: 14)
mengatakan bahwa istilah makna mengacu
pada ‘makna’ yang dihasilkan oleh kata atau
rangkaian kata-kata yang disampaikan dalam
kalimat. Unsur lingual kalimat (kata atau
rangkaian kata-kata) berperan secara mandiri
dalam menyatakan makna tanpa dipengaruhi
oleh maksud si penutur. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Lyons (Djajasudarma,
1993: 5) mengatakan bahwa mengkaji makna
atau memberikan makna suatu kata ialah
memahami kajian kata tersebut yang
berkenaan
dengan
hubungan-hubungan
makna yang membuat kata tersebut berbeda
dari kata-kata lain.
Hal senada disampaikan Kosasih
(2004: 167) bahwa makna berarti suatu kata
atau isi pembicaraan atau pikiran. Jadi,
kalau kita ingin mencari makna suatu kata,
kita harus mencari maksud dan mengenal
ciri-ciri atau karakter yang terkandung pada
kata
tersebut.
Pateda (2001: 79)
mengemukakan bahwa istilah makna
merupakan kata-kata dan istilah yang
membingungkan. Makna tersebut selalu
menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.
Ullman (Pateda, 2001: 82) mengemukakan
bahwa makna adalah hubungan antara makna
dengan pengertian. Waridah, (Effendi, 2012:
22) mengatakan untuk menganalisis konteks
makna, digunakan hubungan antarmakna
yang dibagi menjadi empat, yakni homonim,
homofon, pengurangan frasa, dan komen
tidak serasi dengan topik.
Dari pengertian para ahli bahasa di
atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang
pengertian makna sangat sulit ditentukan
karena setiap pemakai bahasa memiliki
kemampuan dan cara pandang yang berbeda
dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Berkaitan dengan objek yang
akan dibahas, metode ini bertujuan untuk
mengumpulkan, mengklasifikasikan, dan
menganalisis data sehingga diperoleh
gambaran menyeluruh tentang fungsi dan
makna sastra lisan Banjar mahalabiu.
Sumber data dalam penelitian ini berwujud
teks-teks kalimat atau kumpulan mahalabiu
dari informan yang tinggal di daerah Alabio,
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi
Kalimantan Selatan.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik observasi teks. Pengumpulan data
diperoleh dengan mengumpulkan, membaca
dan mengklasifikasikan fungsi dan makna
sastra lisan Banjar mahalabiu. Dalam teknik
analisis data digunakan analisis deskriptif,
yaitu dengan menganalisis satu per satu
mahalabiu tersebut sesuai dengan fungsi dan
maknanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fungsi Mahalabiu
Dalam menganalisis fungsi mahalabiu
digunakan
analisis
Alan
Dundes
(Danandjaya, 2002: 45) yang membagi
menjadi lima, yaitu: (1) untuk menguji
kepandaian seseorang, (2) untuk meramal,
35
BÉBASAN, Vol. 1, No. 1, edisi Juni 2014: 32—40
(3) sebagai bagian dari upacara perkawinan,
(4) untuk mengisi waktu pada saat bergadang
menjaga jenazah, dan (5) untuk dapat
melebihi orang lain. Berikut hasil analisis
fungsi mahalabiu.
(1) Fungsi mahalabiu untuk menguji
kepandaian seseorang.
Mahalabiu berfungsi juga untuk menguji
kepandaian seseorang. Mahalabiu sering
dijadikan sarana untuk mengetahui sejauh
mana lawan bicara mampu menjawab atau
berpikir bila ada orang yang menuturkan
mahalabiu.
Contoh:
a) Kanapanah burung ngitu langsung mati?
“Kenapa ya burung itu langsung mati?”
Pada kalimat di atas, fungsi mahalabiu
untuk menguji kepandaian seseorang dengan
menuturkan kalimat mahalabiu yang seakanakan bertanya kenapa burung itu langsung
mati. Orang yang mendengar akan bingung
menjawab, mungkin burung tersebut mati
karena diterkam binatang lain. Padahal orang
yang menuturkan kalimat mahalabiu tersebut
tidak bertanya tetapi hanya memberitahu
bahwa burung tersebut mati terkena busur
panah. Fungsi mahalabiu ini untuk menguji
kepandaian orang yang mendengar kalimat
mahalabiu tersebut.
b) Napa hayam bisa makan, hintalu kada
bisa makan?
“Kenapa ayam bisa makan, telur tidak
bisa makan?”
Pada kalimat di atas, fungsi mahalabiu
dituturkan oleh seseorang juga untuk menguji
kepandaian orang yang mendengar kalimat
tersebut. Kalimat tersebut seakan-akan
bertanya kenapa ayam bisa makan, telur tidak
bisa makan. Orang yang mendengar akan
mengira kalau seseorang hanya bisa makan
ayam, tetapi tidak bisa makan telur. Padahal
maksud dituturkannya kalimat mahalabiu
tersebut bahwa ayam bisa makan sedangkan
36
telur tidak bisa makan karena ayam adalah
benda hidup sedangkan telur benda mati.
(2) Fungsi mahalabiu untuk meramal
Mahalabiu juga dapat dikatakan mempunyai
fungsi untuk meramal. Mahalabiu yang
dituturkan bertujuan untuk memprediksi
kejadian yang akan datang.
Contoh:
Jar habar tahun kaina di Danau Panggang
kada kawa basapida mutur.
“Kabarnya tahun nanti di Danau Panggang
tidak bisa bersepeda motor.”
Kalimat di atas dituturkan oleh
seseorang seakan-akan untuk meramal bahwa
kabarnya tahun depan di Danau Panggang
tidak bisa bersepeda motor. Orang yang
mendengar kalimat mahalabiu tersebut
dituturkan akan mengira bahwa tahun depan
di daerah Danau Panggang
tidak bisa
menggunakan sepeda motor atau tidak
diperbolehkan menggunakan sepeda motor.
Padahal, maksud kalimat mahalabiu tersebut
dituturkan bahwa Danau Panggang tidak bisa
menggunakan
sepeda
motor
karena
merupakan nama suatu daerah, bukan
manusia yang bisa menggunakan sepeda
motor.
(3) Fungsi mahalabiu sebagai bagian dari
upacara perkawinan
Mahalabiu berfungsi sebagai bagian dari
upacara perkawinan. Mahalabiu yang
dituturkan bertujuan untuk memberikan
nasihat bagi seseorang yang ingin
melangsungkan perkawinan.
Contoh:
a) Bila nikah batis dahulu lah!
“Bila nikah kaki lebih dulu ya.”
Pada kalimat di atas, fungsi mahalabiu
dituturkan oleh seseorang untuk memberikan
nasihat
dengan
menuturkan
kalimat
mahalabiu. Orang yang mendengar tentu
Fungsi dan Makna ... (Hestiyana)
akan bingung kenapa bila nikah kaki yang
lebih dulu. Padahal maksud si penutur
tersebut hanya memberikan nasihat kalau
menikah harus dilatih ijab kabulnya terlebih
dahulu. Dalam bahasa Banjar, kata batis
yang dimaksudkan adalah ba-tis ‘dites’.
b) Kalau sudah handak kawin, jangan talalu
badadai di muka rumah kalau pina awak
ikam jadi karing!
“Kalau sudah mau kawin, jangan terlalu
berjemur di depan rumah kalau badanmu
menjadi kering.”
Pada kalimat di
atas,
fungsi
mahalabiu yang diucapkan seseorang kepada
lawan bicaranya
sebenarnya merupakan
sebuah nasihat. Kalimat mahalabiu tersebut
merupakan kalimat perintah yang dituturkan
kepada
seorang
gadis
yang
akan
melangsungkan pernikahan. Secara harfiah,
bukan berjemur tetapi sikap yang terlalu
terbuka, terlalu menampakkan diri, dan suka
berada di luar rumah untuk berkumpulkumpul.
(4) Fungsi mahalabiu untuk mengisi waktu
pada saat bergadang menjaga jenazah
Mahalabiu berfungsi untuk mengisi waktu
pada saat bergadang menjaga jenazah.
Kalimat mahalabiu ini dituturkan dengan
tujuan mengurangi kesedihan keluarga
ataupun kerabat yang ditinggalkan.
Contoh:
a) Samalam ada urang balanggaran
mati, kapala wan tangannya tapisah.
“Kemarin ada orang bertabrakan
meninggal, kepala dan tangannya
dunia. Padahal maksud dari mahalabiu
tersebut bahwa kepala dan tangan seseorang
memang letaknya terpisah meskipun tidak
terjadi tabrakan dan tidak meninggal dunia.
b) Gara-gara mati hari Jumahat, tangan
sidin kadada.
“Gara-gara meninggal hari Jumat, tangan
beliau tidak ada.”
Pada kalimat di atas, fungsi mahalabiu
juga untuk mengisi waktu pada saat
bergadang menjaga jenazah. Orang yang
mendengar kalimat mahalabiu tersebut akan
menyangka bahwa gara-gara meninggal hari
Jumat maka tangan orang yang meninggal
tidak ada. Padahal maksud dari kalimat
mahalabiu tersebut bahwa orang yang
meninggal tentu tangannya kadada ‘ke atas
dada’, bukan menyatakan tangannya yang
tidak ada. Kalimat tersebut dituturkan
sebagai bahan untuk mengisi waktu pada saat
bergadang menjaga jenazah.
(5) Fungsi mahalabiu untuk dapat melebihi
orang lain
Fungsi mahalabiu juga untuk dapat melebihi
orang lain. Fungsi mahalabiu ini dapat
dikatakan untuk mengecoh lawan bicara
sehingga orang yang mendengar kalimat
mahalabiu tersebut tidak mengetahui
jawabannya.
Contoh:
a) Kanapa yu di Halabiu binatang
kada diharamakan, itik haja
diharamakan?
“Kenapa ya di Halabiu binatang
tidak diharamkan, itik saja
diharamkan?”
babi
nang
babi
yang
terpisah.”
Pada kalimat di atas, fungsi mahalabiu
sebagai bahan untuk mengisi waktu pada saat
bergadang menjaga jenazah. Orang yang
mendengar kalimat tersebut tentu akan
terkejut mendengarnya. Pendengar akan
mengira gara-gara bertabrakan kepala dan
tangan orang yang tertabrak terpisah hingga
menyebabkan orang tersebut meninggal
Pada kalimat di atas, fungsi mahalabiu
untuk dapat melebihi orang lain serta
mengecoh orang yang mendengar bahwa
sebenarnya di daerah Halabiu (Alabio), babi
tidak dieramkan tetapi itik saja yang
dieramkan. Dalam mahalabiu, orang yang
mendengar kalimat tersebut tentu akan
kebingungan mendengarnya. Orang yang
mendengar kalimat tersebut akan mengira
37
BÉBASAN, Vol. 1, No. 1, edisi Juni 2014: 32—40
bahwa babi tidak diharamkan bagi
masyarakat di Halabiu (Alabio) yang
mayoritas penduduknya beragama Islam dan
hanya itik yang diharamkan. Padahal maksud
kalimat mahalabiu tersebut adalah untuk
memberitahu bahwa babi berkembang biak
dengan cara melahirkan, sedangkan cara itik
berkembang biak dengan bertelur dan agar
menetas telur harus dierami terlebih dulu.
b) Kanapa lah hujan sing labatan tapi tajau
sidin kada baisi, tangguk haja nang
baisi?
“Kenapa ya hujan sangat lebat, belanga
beliau tidak berisi, tangguk yang berisi?”
Pada kalimat di atas, fungsi mahalabiu
untuk melebihi orang lain serta sedikit
mengecoh orang yang mendengar bahwa
sebenarnya hujan sangat lebat dan beliau
tidak memiliki belanga untuk menampung air
hujan. Dalam bahasa Banjar, kata baisi
memiliki makna ganda, yaitu baisi bermakna
memiliki. Orang yang mendengar kalimat
mahalabiu ini akan bingung kenapa belanga
tidak berisi air padahal hujan sangat lebat.
Malah tangguk yang berisi air yang hanya
terbuat dari anyaman bilah-bilah bambu yang
renggang. Penutur mahalabiu tersebut
sebenarnya bertujuan untuk melebihi orang
lain atau dia tidak ingin kalimat mahalabiu
yang
disampaikannya
langsung
bisa
dipahami orang lain.
Makna Mahalabiu
Dalam
menganalisis
konteks
makna
mahalabiu digunakan analisis hubungan
antarmakna Waridah, (Effendi, 2012: 22)
yang dibagi menjadi empat, yaitu: homonim,
homofon, pengurangan frasa, dan komen
tidak serasi dengan topik.
(1) Homonim
Homonim berasal dari kata homas yang
berarti sejenis atau sama dan onoma yang
berarti nama. Jadi, homonim adalah kata-kata
yang bentuk dan cara pelafalannya sama
tetapi memiliki makna berbeda. Berikut
38
contoh
penggunaan
mencakup homonim.
mahalabiu
yang
Contoh:
Kai unda kada suah kasulitan duit.
“Kakek saya tidak pernah kesulitan uang.”
Dalam bahasa Banjar makna kata
kasulitan memiliki dua pengertian, pertama,
kasulitan yang memiliki makna mengalami
kesulitan atau kesusahan dan kedua,
kasulitan yang mempunyai makna ada
sesuatu yang terselip di gigi (makanan). Pada
makna pertama, orang yang mendengar
kalimat mahalabiu tersebut akan berpikiran
bahwa kakeknya tidak pernah kesulitan uang.
Orang yang mendengar akan mengira bahwa
kakeknya seorang yang kaya raya karena
tidak pernah kesulitan uang. Sedangkan pada
makna kedua, orang yang mendengar kalimat
tersebut dituturkan akan mengira bahwa
kakeknya tidak pernah terselip uang di
giginya. Kalimat mahalabiu tersebut
dituturkan dengan maksud bahwa kasulitan
bermakna ada sesuatu yang terselip di gigi
yang berbentuk makanan sehingga tidak
pernah kesulitan uang.
Jadi, pada kalimat mahalabiu di atas
terdapat kata kasulitan yang bentuk dan
cara pelafalannya sama, tetapi maknanya
berbeda.
(2) Homofon
Homofon merupakan kata yang cara
pelafalannya sama, tetapi penulisan dan
maknanya
berbeda.
Berikut
contoh
mahalabiu yang mencakup homofon.
Contoh:
Sidin manukar itik di Halabiu talu ikung
samaliar haja.
“Beliau membeli itik di Halabiu tiga ekor
semeliar.”
Dalam bahasa Banjar makna kata
samaliar memiliki dua pengertian, pertama
samaliar yang memiliki makna semiliar atau
uang yang berjumlah semiliar (1 miliar).
Kedua, makna kata samaliar (sama liar) yang
Fungsi dan Makna ... (Hestiyana)
memiliki makna sama tidak jinak. Makna
pertama, mungkin orang yang mendengar
kalimat mahalabiu tersebut dituturkan
berpikir kalau beliau membeli tiga ekor
itik dengan harga 1 miliar. Kemudian,
makna kedua, orang yang mendengar kalimat
mahalabiu
tersebut
dituturkan
akan
berpikiran bahwa beliau membeli tiga ekor
itik yang sama liar (tidak jinak).
Jadi, pada kalimat mahalabiu di atas
terdapat kata samaliar yang
cara
pelafalannya sama, tetapi penulisan dan
maknanya berbeda.
(3) Pengurangan Frasa
Makna
mahalabiu
yang
termasuk
pengurangan frasa merupakan kalimat
mahalabiu yang dibentuk dengan cara
mengurangi atau menghilangkan unsur kata
yang berfungsi sebagai subjek, predikat,
objek, dan keterangan. Berikut contoh
penggunaan mahalabiu yang mencakup
pengurangan frasa.
Contoh:
Paman tempe ngitu maulah tempe bajajak.
“Paman tempe itu membuat tempe berinjak.”
Pada kalimat mahalabiu di atas
terdapat pengurangan frasa yang berfungsi
sebagai keterangan. Pada klausa maulah
tempe bajajak, orang yang mendengar tentu
akan mengira kalau membuat tempe itu
berinjak
atau
diinjak-injak
dengan
menggunakan kaki. Seharusnya kalimat
tersebut ditambahkan keterangan paman
tempe ngitu maulah tempe bajajak di lantai.
Jadi, kalimat mahalabiu yang dimaksudkan
paman tempe ngitu maulah tempe bajajak
adalah berinjak di lantai atau berpijak di
lantai bukan membuat tempe yang diinjakinjak.
(4) Komen tidak serasi dengan topik
Dalam bahasa Banjar, mahalabiu di sini
dibagi
menjadi
dua
bagian
yang
berkedudukan sebagai topik dan bagian yang
lain berkedudukan sebagai komen. Pada
kalimat mahalabiu, topik selalu terdapat pada
bagian awal kalimat. Topik biasanya berupa
kata/frasa/klausa mengandung informasi
yang sudah diketahui oleh lawan bicara,
sedangkan komen mengandung informasi
yang baru dan belum diketahui oleh lawan
bicara. Berikut contoh mahalabiu yang
mencakup komen tidak serasi dengan topik.
Contoh:
Lawas ai sudah ban sapida mutur ngini
miris, inya ampunnya kada mau ditambal.
“Lama sudah ban sepeda motor ini bocor,
dia yang punya tidak mau ditambal.”
Pada kalimat mahalabiu di atas, topik
mahalabiu lawas ai sudah ban sapida mutur
ngini miris sudah diketahui atau dimengerti
oleh pendengar. Akan tetapi, komen
inya ampunnya kada mau ditambal ini tidak
berhubungan dengan topik karena dia yang
punya tidak mau ditambal. Komen
mahalabiu tersebut tentu membuat orang
yang mendengar akan kebingungan karena
dia atau siapa pun tidak akan mau ditambal.
Padahal maksud sebenarnya adalah dia yang
memiliki sepeda motor tersebut tidak ingin
menambal ban sepeda motornya.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan data penelitian yang telah dikaji
terhadap fungsi dan makna sastra lisan
Banjar mahalabiu dapat disimpulkan bahwa
terdapat lima jenis fungsi sastra lisan Banjar
mahalabiu yang digunakan, yaitu: 1) fungsi
mahalabiu untuk menguji kepandaian
seseorang; 2) fungsi mahalabiu untuk
meramal; 3) fungsi mahalabiu sebagai bagian
dari upacara perkawinan; 4) fungsi
mahalabiu untuk mengisi waktu pada saat
bergadang menjaga jenazah; dan 5) fungsi
mahalabiu untuk melebihi orang lain.
Dalam makna sastra lisan Banjar
mahalabiu, ditemukan empat jenis makna
yang digunakan, yaitu: 1) homonim; 2)
homofon; 3) pengurangan frasa; dan 4)
komen tidak serasi dengan topik.
39
BÉBASAN, Vol. 1, No. 1, edisi Juni 2014: 32—40
Saran
Dari hasil penelitian fungsi dan makna sastra
lisan
Banjar
mahalabiu,
disarankan
melakukan penelitian tentang sastra lisan
mahalabiu yang lebih mendalam lagi.
Karim, Yurni, dkk. 2013. Semantik Bahasa
Indonesia Teori dan Latihan.
Tangerang: Pustaka Mandiri.
Kosasih, E. 2004. Intisari Bahasa dan Sastra
Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Leech,
DAFTAR PUSTAKA
Geoffrey.
2003. Semantik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aminuddin. 1998. Semantik: Pengantar
Studi Tentang Makna. Bandung:
Sinar Baru.
Mugeni, Muhammad, dkk. 2008. Kamus
Indonesia-Banjar Dialek Kuala.
Banjarbaru: Grafika Wangi Kalimantan.
Amir,
Lisan
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal.
Bandung: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia. Bandung: Rineka
Cipta
Rahyono, FX. 2012. Studi Makna. Jakarta:
Penaku.
Adriyetti. 2013. Sastra
Indonesia. Yogyakarta: Andi.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1999. Semantik 2:
Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
Refika Aditama.
--------------------------------. 2012. Semantik
1: Makna Leksikal & Gramatikal.
Bandung: Refika Aditama.
Djanandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia,
Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
Jakarta: Grafiti Press.
Effendi, Rustam. 2012. “Eksistensi Sastra
Lisan Mahalabiu bagi Masyarakat
Banjar Kalimantan Selatan” dalam
LITERA, Volume 11, Nomor 2.
Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi
Penelitian
Sastra
Epistemologi,
Model,
Teori,
dan
Aplikasi.
Yogyakarta: Buku Seru.
Hapip, Abdul Djebar. 2001. Kamus Banjar
Indonesia. Banjarmasin: Grafika
Wangi Kalimantan.
Hutomo, Saripan Sadi. 1991. Mutiara Yang
Terlupakan: Pengantar Studi Lisan.
Jawa Timur: Hiski.
40
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi
Sastra
Peranan
Unsur-unsur
Kebudayaan dalam Proses Kreatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Download