BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Jepang Populer atau pop culture Jepang merupakan kombinasi besar subyek yang mendefinisikan Jepang modern. Fenomena pop culture atau budaya pop di Jepang modern selama beberapa tahun belakangan ini cukup terkemuka sehingga membuat Jepang menjadi sorotan dunia. Selain sebagai negara maju dan modern yang pantas dianggap sebagai panutan oleh negara-negara lain, Jepang juga dikenal sebagai negara yang memiliki keunikan tersendiri atas budayanya yang kental. Seiring dengan berjalannya waktu, berkembanglah pop culture sebagai salah satu dampak dari terbukanya Jepang dalam modernisasi, dalam dunia yang semakin mengglobal. Budaya pop yang merupakan jenis budaya yang berkembang di Jepang mulai disukai dunia, tidak hanya di Asia namun juga mencapai negara-negara barat seperti Eropa dan Amerika. Jepang bergerak menjadi sebuah negara yang terkenal tidak hanya didasarkan pada perekonomian semata, namun juga tren budaya populer mereka. Berakhirnya Perang Dunia II, industrialisasi, pengaruh barat atau westernisasi, didukung dengan adanya globalisasi serta kemajuan teknologi khususnya dalam komunikasi digital seperti internet, telah membentuk budaya Jepang kontemporer. Budaya pop kontemporer Jepang merupakan kombinasi dari anime, manga, fashion, musik Jepang populer, dan lain-lain. Budaya pop Jepang tersebut memang saling berkaitan satu dengan lainnya. Anime, misalnya dapat dilahirkan dari adaptasi suatu manga tertentu, maupun sebaliknya, sama halnya dengan video games. Musik Jepang populer atau Jpop, misalnya dapat dikenal dengan penggunaan original soundtrack (ost.) pada suatu anime atau video games, yang akhirnya disukai para audiens. Selain itu, karakter unik serta pakaian atau kostum dari anime, manga, maupun video games juga disukai penggemar, yang akhirnya menciptakan kreasikreasi baru seperti cosplay, doujinshi1 atau fan art2. Anime sendiri mulai mendapatkan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1 Istilah Jepang untuk karya yang diterbitkan sendiri, biasanya majalah, manga atau novel. Dōjinshi seringkali berupa karya amatir, meskipun beberapa seniman profesional berpartisipasi sebagai cara untuk mempublikasikan materi di luar industri biasa. ! 1! audiens massa dengan debut dari serial TV mingguan yang diciptakan oleh mangaka (komikus) jenius, Osamu Tezuka. Ia merilis "Tetsuwan Atom" atau “Mighty Atom” pada tahun 1963, yang merupakan serial TV anime pertama. Serial ini kemudian diadaptasi sebagai "Astro Boy" dalam bahasa Inggris. Serial TV anime ini juga merupakan serial animasi Jepang pertama yang ditayangkan di Amerika di stasiun NBC di seluruh Amerika Serikat pada tahun 19643. Pada tahun 1990an, film animasi Jepang AKIRA dan Ghost in the Shell menjadi populer di kalangan anak muda di Amerika Utara, Eropa dan Asia. Hal tersebut juga merupakan periode di mana masyarakat global mulai melihat budaya pop Jepang sebagai sesuatu yang "keren". Anime serta budaya populer Jepang secara umum, memiliki kekuatan untuk melampaui batas-batas negara, bahasa serta perbedaan agama. Dalam wacana politik internasional yang kontemporer, globalisasi memberikan suatu paradigma baru. Kutipan McGray dalam Gross National Cool, bahwa “Japan has become one of a handful of perfect globalization nations (along with the United States)” in cultural terms, and that “Japan’s growing cultural presence has created a mighty engine of national cool”4. Globalisasi memiliki andil dalam pemasaran maupun mempopulerkan pop culture di dunia, dengan adanya revolusi di bidang teknologi komunikasi, khususnya internet. Dalam hal ini, Japanese pop culture secara general, mendapat pengakuan global seiring dengan terjadinya perubahan tren yang cepat dalam lingkup domestik dan pasar global. Jejak khas dan dampak kolektif di tingkat dunia saat ini telah diakui sebagai Japanimation5, yang selanjutnya mempertegas anime sebagai istilah atas animasi Jepang yang berhasil menjadi ‘merek’ global, dimana keberadaannya diterima dengan baik di global market. Hal ini tidak hanya memberikan contoh yang menonjol dari adanya hubungan antara budaya yang ditransfer dalam dunia yang kontemporer, tetapi juga menunjukkan suatu perubahan signifikan dalam budaya populer yang dikenal juga !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 2 Karya seni yang dibuat oleh penggemar karya fiksi (media yang umumnya visual seperti komik, film, acara televisi atau video game) dan berasal dari karakter atau aspek lain dari hal itu. Karya seni ini tidak diciptakan atau secara khusus dibuat untuk commissioned atau endorsed kepada pencipta atau artists dimana karya seni itu berasal. 3 Kelts, Roland. (2007). JAPANAMERICA, How Japanese Pop Culture Has Invaded the U.S. New York: PALGRAVE MACMILLAN 4 McGray 2002: 53 5 ANIMENEWSNETWORK, Japanimation (online), 2012, http://www.animenewsnetwork.com/encyclopedia/lexicon.php?id=46 diakses tanggal 20 Mei 2012. ! 2! melalui istilah global “Cool Japan”6 dari budaya pop Jepang tersebut. Ketertarikan masyarakat di beberapa negara di dunia terhadap budaya pop Jepang cukup terbukti, sejalan dengan popularitas anime dan manga di seluruh dunia. Ketenaran anime dan manga berkembang sangat cepat, khususnya dalam komunitas fandom yang dalam pengaplikasiannya dikenal melalui cosplay. Istilah cosplay (costume play) atau dalam bahasa Jepang “kosupure” ( ) merupakan bentuk singkat dari kombinasi dari kata-kata dalam bahasa Jepang "Costume" ( ) dan "play" ( )7. Cosplay sendiri pertama kali dicetuskan oleh Nobuyuki Takahashi, seorang penulis dan pendiri dari Studio Hard publishing company pada majalah-majalah di Jepang tahun 1984 saat mengunjungi konvensi science fiction WorldCon di Los Angeles8. Sebagian besar fans terlibat dalam ekspresi unik performatif yang diekstrak dari anime maupun manga fandom. Disebut cosplay, karena penggemar berdandan sebagai karakter favorit mereka dan memamerkan kostum. Kegiatan mengekspresikan diri dan seni membuat kostum berdasarkan karakter favorit seseorang diangkat dari budaya pop Jepang; anime, manga maupun video games. Seringkali, cosplayer terdapat pada konvensi-konvensi anime dan science-fiction di Jepang dan seluruh dunia. Cosplay ialah subkultur yang berkembang pesat dalam anime fandom dan merupakan contoh yang mengejutkan dari dedikasi seseorang terhadap suatu objek. Pada tingkat yang lebih besar, fandom menawarkan hal baru bagi penggemar modern sehingga fenomena tersebut menjadi penting. Menurut anggota mailing list Miyazaki, sebuah kelompok internasional penggemar karya-karya Hayao Miyazaki, (salah satu animator terbesar Jepang) fandom memenuhi peran: “What I think the various fan subcultures do is provide a space for community. They allow people of diverse background and experience to form bonds around a common interest. They let people know that they are not alone !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 6 Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) mempromosikan Cool Japan Strategy Promotion Program untuk mengembangkan pangsa pasar global dalam industri budaya, secara intensif membantu UKM dalam mengembangkan pasar luar negeri di sektor-sektor seperti content, fashion, food, regional products, traditional culture dan craftsmanship. Tiga belas proyek telah dipilih dan tiga dari mereka (fokus pada makanan di Tohoku, fashion dan content) yang diluncurkan di Singapura, sebagai tempat trend-setting di Asia Tenggara. 7 Winge, 2006, p. 67 8 Emily Bastian, HYPER JAPAN’s resident cosplay expert (online), 2012, http://hyperjapan.co.uk/watch/all-about-cosplay.html diakses tanggal 20 Mei 2012. ! 3! in their likes and their passions. Fan subcultures provide the sense of belonging that used to be common among most American communities and families prior to the 1980s. Today kids are raised by daycares and public schools. Parents are too busy working and building careers to devote significant time for family building and family life. Kids are just one of the many entries on the day planner. . . . Fan subcultures help to provide a space for community where people can come and be accepted for who they are. In a society as fragmented as America has become, fan subcultures can provide an oasis for the weary soul.9” Satu hal paling jelas dalam titik persimpangan antara dunia nyata dan dunia fantasi yang dimunculkan dalam cosplay, tidak diragukan lagi merupakan bagian dari budaya Jepang yang populer dewasa ini, sesuatu yang tak terpisahkan dari dunia anime dan manga sebagai instrumen soft power Jepang yang populer. Dengan kata lain, cosplay adalah bentuk konsumsi performatif dimana seseorang menggunakan pakaian dan tubuhnya sendiri untuk bermetamorfosis, dalam arti, menjadi sebuah karakter10. Sejak tahun 2005, cosplayers (cosplay fandom) dari seluruh dunia bersaing setiap tahun di kompetisi World Cosplay Summit di Nagoya, Jepang. WCS awalnya dimulai sebagai pertemuan sekelompok cosplayers dari berbagai negara pada tahun 2003, dan unsur kompetisi ditambahkan kemudian. Selanjutnya dukungan diturunkan dari stasiun televisi Aichi dan kementerian pemerintah Jepang, yang melihat hal tersebut sebagai cara yang bagus untuk memperkenalkan "Cool Japan" bagi anak muda di negaranegara lain. Disamping itu, fakta bahwa fans "berupaya untuk menghidupkan kembali dan mewujudkan 'katarsis' momen-momen emosi, lama setelah pengalaman emosi yang asli telah berlalu, menyiratkan semacam sisa psikologis yang mendalam" di dalam objek penggemar itu sendiri11. Dalam hal ini, terkait dengan perkembangan budaya pop Jepang, keberadaan cosplay meningkatkan rasa keterikatan (sense of belonging to fan community) khususnya dalam anime fandom, menciptakan cosplay sebagai subkultur Jepang modern. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 9 Napier, Susan. ―The World of Anime Fandom" Mechademia 1 (2006): pp. 47, Project MUSE. Tisch Library, Medford, MA. 17 Apr. 2010 <http://muse.jhu.edu/> 10 Hills, Matt. Fan Cultures. New York: Palgrave Macmillan, pp. 158 11 Ibid, pp. 42. ! 4! Di seluruh dunia, penggemar cosplay berkumpul di konvensi untuk berbagi apresiasi dan kecintaan mereka untuk anime dan manga12. Cosplay dimulai sebagai tontonan massa yang terkenal dalam konvensi untuk semua pecinta anime dan manga. Cosplay pertama muncul sekitar pertengahan 1980-an sebagai satu-satunya wadah bagi para penggemar untuk bergaya di depan umum. Komunitas penggemar cosplay mulai sering terlihat di Jepang, khususnya Akihabara dan Harajuku, sebagai kiblat baru fashion setiap hari Minggu13. Dimulai oleh sekelompok juru kamera amatir di akhir 1990-an, acara cosplay pertama diselenggarakan dan disebut Tokyo Cosplay Character Show. Sekarang, acara tersebut terus berjalan dua kali sebulan, dengan lebih dari dua ribu peserta reguler. Cosplay telah menjadi lebih diterima, terbuka untuk masyarakat biasa dan menyebar secara internasional dengan adanya Comiket ( 14 /Comic Market) di Tokyo Big Sight, Odaiba dua kali setiap tahun . Cosplay, merupakan subkultur yang berkembang pesat dalam anime fandom khususnya dan merupakan contoh dari dedikasi seorang fan terhadap suatu objek budaya pop Jepang, seperti anime dan manga. Keterikatan antara cosplay dan objek budaya pop tersebut turut memberikan kontribusi terhadap promosi budaya pop Jepang sebagai subkultur Jepang modern, khususnya dalam area diplomasi budaya Jepang. Hal tersebut kiranya dapat membantu meningkatkan esensi budaya pop dalam diplomasi budaya pop di arena global, dengan nilai tambah tidak hanya dalam segi perekonomian, namun juga sekaligus mempromosikan citra Jepang di mata internasional dengan budaya pop Jepang, bahwa budaya tersebut berpotensi menjadi “cultural global export” dalam upaya mendukung trend-setter “budidaya” subkultur Jepang modern. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis pun mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 12 McCarthy 1993; Napier 2001; Poitras 2001 TheJapanTimes, HARAJUKU (online), 2012, http://www.japantimes.co.jp/text/nn20110201i1.html, diakses tanggal 20 Mei 2012. 14 JAPAN TODAY, Odaiba set for world’s largest 'doujinshi' manga gathering (online), 2012, http://www.japantoday.com/category/lifestyle/view/odaiba-gets-set-for-the-world%E2%80%99slargest-doujinshi-manga-gathering diakses tanggal 20 April 2013 13 ! 5! “Bagaimana Jepang menggunakan cosplay sebagai instrumen diplomasi budaya di arena global?” C. Landasan Konseptual 1. Globalisasi Dalam era maupun masa sekarang ini, telah terjadi perubahan-perubahan ekonomi dan sosial yang berkombinasi dengan pembentukan “kesalinghubungan” regional dan global yang unik, yang lebih ekstensif dan intensif dibandingkan dengan periode sebelumnya, yang menantang dan membentuk kembali komunitas politik, dan secara spesifik, negara modern.15 Perubahan-perubahan yang dimaksudkan, berangkat dari pemahaman globalisasi sebagai suatu transformasi ruang organisasi dari hubunganhubungan dan transaksi sosial yang dinilai berdasarkan tingkat extensity, intensity, velocity, dan dampaknya yang membawa aliran-aliran transkontinental atau interregional dan jaringan aktifitas, interaksi, dan penggunaan kekuasaan16. "Globalisasi" sendiri diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam hal ini, meskipun globalisasi mempunyai akar historis yang panjang, tetapi mempunyai besaran, intensitas, !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 15 David Held, 2000, “Regulating Globalization? The Reinvention Politics”, International Sociology, Vol.15 (2): 394-408,hlm.397 16 Held, et.al. 1999, op. cit. hlm.16 ! 6! kecepatan, dan dampak yang sangat berbeda dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Globalisasi berkembang dalam segala aspek dimana selain globalisasi mempengaruhi aspek politik, ekonomi, dan sosial, globalisasi juga memicu terbentuknya globalisasi budaya seiring dengan perkembangan zaman. Perkembangan interaksi kultural terjadi dengan adanya dukungan dari kemajuan teknologi serta perkembangan media massa. Hal ini secara cepat telah mengubah cultural landscapes of belonging secara mendasar, dan dengan demikian mensituasikan identitas nasional dan kepemilikan secara berbeda dan meningkatkan nationality sebagai bingkai baru atas referensi nilai-nilai dan kesadaran (yang juga mengarah pada sebuah tantangan) organisisme dan esensialisme dari identitas nasional17. Globalisasi pada hakikatnya yaitu proses yang ditimbulkan dari suatu kegiatan yang dampaknya berkelanjutan melampaui batas-batas kebangsaan. Mengingat bahwa dunia ditandai oleh kemajemukan (pluralitas) budaya maka globalisasi sebagai proses juga ditandai sebagai suatu peristiwa yang terjadi di seluruh dunia secara lintas budaya yang sekaligus mewujudkan proses saling memengaruhi antarbudaya. 18 Di dunia yang telah mengglobal ini, kebudayaan saling berinteraksi dan bersentuhan satu sama lain, serta mulai diaplikasikan secara global. Dalam konteks kebudayaan, anime yang semakin dikenal baik secara nasional maupun internasional, dapat diterima oleh masyarakat karena memenuhi kriteria dalam dimensi kultural, salah satunya ialah munculnya nilai baru yang terhomogenisasi menjadi suatu gaya hidup, yang pada perkembangannya dibantu oleh peran media sebagai salah satu pendorong penyebaran anime sebagai salah satu produk pop culture Jepang, dan pada perkembangannya, cosplay di dunia. 2. Budaya Pop Budaya ini biasanya disebut sebagai teks-teks budaya. Kata ”pop” diambil dari kata ”populer”. Terhadap istilah ini Williams memberikan empat makna yakni: banyak disukai orang; jenis kerja rendahan; karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang; budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 17 Ibid, pp. 171 Lintas Berita, Pengertian Globalisasi (online), 2011, http://www.lintasberita.com/Dunia/BeritaDunia/pengertian-globalisasi, diakses tanggal 21 Mei 2012. 18 ! 7! sendiri 19 . Mendefinisikan "budaya" dan "populer", pada dasarnya adalah konsep yang masih diperdebatkan. Namun selanjutnya, dalam buku berjudul Handbook of Japanese Popular Culture oleh Hidetoshi Kato, dijelaskan lebih lanjut bahwa budaya populer dalam bahasa Jepang disebut taishuu bunka atau “budaya massa”. Selain taishuu bunka, juga dikenal minshuu bunka atau “budaya rakyat”, serta minzoku bunka atau “budaya bangsa”. Namun keduanya menurut Kato kurang tepat untuk mendeskripsikan istilah budaya populer20. Maka dari itu, budaya ini merupakan suatu bentuk budaya yang banyak disukai oleh masyarakat, tidak hanya masyarakat Jepang saja namun juga disukai masyarakat dari negara-negara lain diluar Jepang. Dalam berbagai jenis budaya populer, orang Jepang menuangkan kreativitasnya yang tinggi dan ditunjang dengan kualitas yang sangat baik21. Budaya populer Jepang juga mencakup unsur kehidupan, mimpi, dan segala relevansinya yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Tema-tema khas kehidupan masyarakat Jepang dari segala dimensi tersebut kemudian diangkat ke dalam anime dan manga, yang memberi ciri khas tersendiri. Cinta kasih, kebaikan dan keburukan, hubungan manusia dengan alam, serta mimpi akan masa depan merupakan beberapa hal yang sering diangkat dan disisipkan dalam anime dan manga sebagai produk dari budaya pop itu sendiri, yang berujung pada apresiasi dari fandom yang ekspresif dalam fenomena cosplay. 3. Diplomasi Publik Dalam dunia yang semakin kontemporer, hubungan antar manusia pun semakin kompleks dengan menguatnya opini publik terhadap kebijakan luar negeri suatu negara. Adanya proses demokratisasi seperti kebebasan berekspresi di berbagai negara juga turut mempengaruhi perkembangan globalisasi di dunia. Pada awal abad ke-21, terdapat sekitar 60 negara di dunia meliputi kawasan Eropa, Asia, dan Amerika Latin berada dalam proses demokratisasi dan kemudian menunjukkan tren global22. Konsep diplomasi publik memiliki dua implikasi, dimana publik sebagai objek, dalam arti publik !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 19 Williams, 1983: 237 Hidetoshi Kato, Handbook of Japanese Popular Culture, (Westport: Greenwood Press, 1989), xvii 21 Timothy J. Craig (ed), Japan Pop! Inside the World of Japanese Popular Culture, (New York: M.E. Sharpe, 2000),6 22 Samuel P. Huntington, 1992, The Third Wave:Democatization in the Late Twentieth Century, University of Oklahoma Press 20 ! 8! di negara lain adalah objek atau tujuan dari diplomasi negara. Implikasi kedua, diplomasi sebagai subjek, dalam arti publik domestik ikut serta dalam aktivitas diplomasi pemerintah. Dalam dunia yang mengglobal, kini diplomasi tidak hanya didominasi oleh negara. Telah terjadi perubahan sifat diplomasi yang mana diplomasi mengarah pada manajemen hubungan antar negara dan aktor hubungan internasional yang lain 23 . Dengan perkembangan teknologi, informasi, transportasi dalam kompleksitas hubungan antar manusia maka diplomasi publik menjadi semakin penting. Kamus Hubungan Internasional menyebutkan bahwa diplomasi publik didefinisikan sebagai usaha sebuah negara untuk memengaruhi opini publik di negara lain dengan menggunakan beberapa instrumen, seperti film, pertukaran budaya, radio, dan televisi24. Diplomasi dapat dikenal sebagai instrumen kebijakan politik yang digunakan oleh negara dalam berhubungan dengan aktor negara dan non-negara dalam memahami budaya serta perilaku dalam mengatur hubungan untuk memengaruhi opini publik maupun mencapai kepentingan tertentu. Diplomasi tradisional yang identik dengan penggunaan hard power, sangat berbeda dengan diplomasi publik yang kini menggunakan soft power dalam menarik dan membuka pintu “trust” pihak lain, yaitu dengan kebudayaan, pendidikan, maupun ekonomi. Budaya merupakan salah satu poin penting dalam diplomasi publik Jepang. “Public diplomacy... deals with the influence of public attitudes on the formation and execution of foreign policies. It encompasses dimensions of international relations beyond traditional diplomacy; the cultivation by governments of public opinion in other countries; the interaction of private groups and interests in one country with those of another; the reporting of foreign affairs and its impact on policy; communication between those whose job is communication, as between diplomats and foreign correspondents; and the processes of inter-cultural communications.25” 4. Soft Power !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 23 Barston,R.P,1997,Modern Diplomacy,Pearson Education,England,hal.1 U.S.Department of State,1987,Dictionary of International Relations Terms,hal.85 25 Edward R. Murrow Center of Public Diplomacy,the Fletcher School,Tufts University website 24 ! 9! Dalam bukunya, Profesor Joseph S. Nye dari Universitas Harvard menjelaskan konsep soft power. Istilah ‘soft’ disini diartikan sebagai ‘lunak’ atau ‘halus’. Power sendiri, menurut Joseph Nye adalah “The dictionary tells us that power is the capacity to do things. At most general level, power means the ability to get the outcomes one wants. The dictionary also tells us that power means having the capabilities to affect the behavior of others to make those things happen. So more specifically, power is the ability to influence the behavior of others to get the outcomes one wants.”26 Sebagai kebalikan dari pendekatan hard power yang cenderung menggunakan cara kekerasan (coercive) seperti penggunaan kekuatan militer, soft power menawarkan instrumen yang lebih bersahabat dan tidak memaksa (consensual) serta persuasive dalam mengejar kepentingan nasionalnya. Nye mengatakan bahwa instrumen ini bersifat ‘attractive’ atau memikat sehingga suatu negara dapat mencapai kepentingan nasionalnya tanpa melalui paksaan, namun unsur ketertarikan atau appeal lah yang dapat diterima oleh negara. Diantara instrumen soft power yaitu ideologi, teknologi, pendidikan, dan kebudayaan. Jadi soft power dapat didefinisikan sebagai “the ability to get what you want through attraction rather than through coercion or payments”27. Dengan demikian, dalam meraih kepentingan nasionalnya negara tidak dapat bertindak sendirian. Aktor-aktor non-negara lainnya seperti agen-agen swasta, institusi keagamaan dan pendidikan, serta perusahaan transnasional yang bergerak dalam bisnis perdagangan, komunikasi dan informasi, seni, maupun budaya sangat dibutuhkan. Soft power banyak digunakan dalam diplomasi publik. Dalam pemerintahan Jepang sendiri, soft power merupakan sebuah cara untuk “exercise international leadership through economic power and cultural assets (soft power) rather than arms and military power, the development of a world class “highly reliable society” founded on solid information security deserves to be regarded as the foremost national strategy”28. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 26 Joseph Nye, 2004, op.cit., hlm. 1 27 Nye,2004,Soft Power:The Means to Success in World Politics METI(Ministry of Economy, Trade and Industry),2006. 28 ! 10! D. Hipotesis Dengan menggunakan empat konsep seperti telah dijelaskan di atas, penulis mengajukan hipotesis berikut : Adanya perkembangan budaya pop Jepang di era globalisasi masa ini, berpengaruh dalam cara berpikir baru diplomasi publik yaitu dalam diplomasi budaya pop. Cosplay sebagai instrumen baru dari budaya pop Jepang dalam globalized world, turut meningkatkan appeal atau daya tarik khusus akan budaya pop Jepang di dunia. E. Metode Penulisan Penulisan skripsi disini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan (library research). Untuk itu penulis mengambil referensi berupa buku-buku literatur, bulletin-buletin, jurnal-jurnal, pdf, dokumentasi-dokumentasi atau catatan, koran, majalah, serta informasi-informasi yang di dapat dari web-site di internet dan referensi-referensi lain, yang kesemuanya dianggap relevan dengan tujuan penulisan. Data yang diperoleh dari studi kepustakaan dikumpulkan, diseleksi, dan dievaluasi untuk kemudian dideskripsikan dalam bentuk uraian-uraian. Untuk menganalisis data dipergunakan analisis kualitatif. ! 11! Istilah analisis kualitatif yang dimaksudkan disini adalah jenis penelitian yang informasi atau temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya29. Di dalam rancangan penelitian kualitatif, fokus kajian penelitian atau pokok soal yang hendak diteliti, mengandung penjelasan mengenai dimensidimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta yang kelak dibahas secara mendalam dan tuntas. Dengan menyertakan landasan konseptual yang dipandang relevan diharapkan dapat membantu memahami atau menjelaskan fenomena sosial yang diteliti. Kemudian informasi atau data terkait dengan fenomena sosial tersebut yang dikumpulkan dan dianalisis secara kualitatif. Sumber informasi lainnya yang akan diperoleh dari artikel maupun berita-berita mass media, hasil-hasil penelitian maupun tulisan terdahulu, kebijakan pemerintah, data statistik, dan sebagainya, juga akan dianalisis dan ditelusuri melalui studi kepustakaan30. F. Sistematika Penulisan Skripsi ini akan terdiri dari empat bagian. Setelah bagian Pendahuluan, bagian kedua yaitu pemaparan tentang diplomasi publik Jepang dalam ranah budaya populer. Bagian ketiga, perkembangan Japanese popular culture cosplay di arena global. Skripsi akan diakhiri dengan bagian keempat yakni Penutup, yang berisikan kesimpulan serta inferensi yang bisa didapat. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 29 Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. 30 Bungin,Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. ! 12!