POLA KOMUNIKASI DOKTER TERHADAP PASIEN DALAM PROSES PENYEMBUHAN DI KLINIK MAKMUR JAYA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Sos.I) Oleh: Putri Rachmania NIM: 106054002030 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI) FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H POLA KOMUNIKASI DOKTER TERHADAP PASIEN DALAM PROSES PENYEMBUHAN DI KLINIK MAKMUR JAYA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: Putri Rachmania 206051104346 Di bawah bimbingan Dra. Musfirah Nurlaily, MA. NIP: 1971041222000032 JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI) FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H ABSTRAK Putri Rackmania “POLA KOMUNIKASI DOKTER TERHADAP PASIEN DALAM PROSES PENYEMBUHAN DI KLINIK MAKMUR JAYA” Komunikasi dan pengaruhnya terhadap proses penyembuhan pasien adalah komunikasi yang melibatkan dua individu yang berbeda, dan disebut sebagai komunikasi antar pribadi. Komunikasi menjadi piranti utama dalam bagi dokter untuk menyampaikan pesan dan keinginan dokter terhadap pasien ataupun sebaliknya. Komunikasi menjadi mediator bagi dokter dalam menyampaikan simbol-simbol atau arti yang dimaksudkan oleh dunia kesahatan dalam mencapai tujuan yang diinginkan pasien, yaitu penyembuhan. Komunikasi digunakan sebagai alat pendekatan sosial oleh dokter demi mencapai satu stabilitas objektif dari obyek penelitian untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dokter. Oleh sebab itu, komunikasi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dokter dan pasien yang dapat berpengaruh pada proses penyembuhan yang tengah dilakukan. Dengan demikian, peranan lembaga pelayanan menjadi penting untuk menyelaraskan komunikasi sebagai alat yang dapat memberikan perubahan terhadap prilaku, pandangan, dan budaya masyarakat sebagai obyek yang dilayani (pasien). Tujuan dari penelitian ini adalah; untuk mengetahui pola komunikasi dalam upayanya memberikan dampak penyembuhan. Mengetahui bagaimana penerapan komunikasi dalam proses penyembuhan. Mendapatkan satu pola komunikasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan. Tujuan lain, untuk mengetahui peran penting komunikasi sebagai media yang mampu mempengaruhi proses kesembuhan pasien. Selain itu, adalah untuk mengetahui pendekatanpendekatan sosial komunikasi yang diciptakan oleh Klinik Makmur Jaya. Metodologi penelitian karya ilmiah ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif menurut Taylor yang dikutip oleh Lexsi J. Moleong, adalah “prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati. Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan pola komunikasi dokter terhadap proses penyembuhan pasien di Klinik Makmur Jaya adalah komunikasi berperan sangat signifikan dalam proses penyembuhan pasien,. Pendekatan-pendekatan komunikasi pada penerapannya mampu sangat berpengaruh terhadap perubahan psikologi dan perilaku pasien yang sedang menjalani proses pengobatan, Dengan demikian, Pola Komunikasi Dokter Terhadap Proses Penyembuhan Pasien adalah untuk mengupayakan perubahan sikologis dan perilaku pasien terhadap apa yang terjadi didalam diri mereka sendiri. Bahwa, selain dokter, pasien juga harus berperan aktif, memahami, dan bertanggung jawab terhadap kesembuhan diri mereka. Dan komunikasi dalam hal ini mencoba mambangun, mengembangkan, dan membina hubungan keduanya secara responsif terhadap problem sosial apa pun yang tengah mereka hadapi. i ii KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmatNya, Zat Yang Maha menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas sang Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang terlena maupun terjaga atas sunnahnya. Alhamdulillahirrabil ‘alamin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolonganNya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolonganNya tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembantu Dekan Bidang Akademik Bapak Drs Wahidin Saputra, MA. Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA., serta Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Bapak Drs. Study Rizal LK., MA. 2. Ibu Hj. Asriati Jamil, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Koordinator Teknis Program Non Reguler, Ibu Hj. Musfirah Nurlaily, MA., selaku Sekretaris Program Non Reguler. 3. Dosen Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) angkatan 2007. Serta Bapak/Ibu Dosen Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah ii iii yang telah mengarahkan, mendidik, membimbing, dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat untuk hidup penulis. 4. Ibu Dra. Musfirah Nurlaily, MA., sebagai Dosen Pembimbing skripsi, yang tidak pernah menutup pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan memberikan semangat dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Seluruh karyawan Perpustakaan Utama UIN Jakarta, dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Konunikasi UIN Jakarta. 6. Dokter Ayat Rahayu yang telah bersedia meluangkan waktu. Dan para fasilitator buku-buku tentang komunikasi dan kesehatan, yang memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelami buku-buku tentang komunikasi (umum dan khusus) dokter terhadap pasien, tanpa batas waktu 7. Karyawan dan Staff Klinik Makmur Jaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan observasi dan dan wawancara. 8. Bapakku yang terkasih, Budi Marwoto dan Ibunda tercinta Rosmilawati, yang telah memberikan terkasih kebebasan untuk memilih jalan hidup, hampir setiap nafas yang terlewati ini penulis merasakan lantunan doa yang begitu kuat, semoga pintu Rahman dan RahimNya Allah senantiasa dibukakan bagi kesabaran dan pengorbanamu. Amin. 9. Adik-adikku tercinta, Rosafina Shabira, Raniah Farah Nadhifa, dan Irsya Budi, yang telah banyak memberikan keluasan waktu dan yang selalu menciptakan ketenangan dalam rumah yang menjadi surga bagi keluarga. Terima kasih atas doa dan dukungan yang terucap maupun tidak. 10. Teman-teman KPI Program Non Reguler angkatan 2006 atas keakraban dan kerja sama di masa-masa kita masih sempat selalu berkumpul, dan temanteman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Hanya ucapan terima kasih yang bisa saya sampaikan. iv 11. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, hanya Allahlah yang dapat membalasnya. Ciputat, 15 Februari 2011 Penulis v DAFTAR ISI ABSTRAK……………………………………………………………………i KATA PENGANTAR……………………………………………………….ii DAFTAR ISI………………………………………………………………….v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………..1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………………10 C. Tujuan dan Manfaat penelitian……………………………………..10 D. Metodologi penelitian……………………………………………....11 E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………....15 F. Sistemetika penulisan……………………………………………….16 BAB II LANDASAN KOMUNIKASI A. Komunikasi……………………………………………………...…18 1. Pengertian……………………………………………………...18 2. Unsur-unsur Komunikasi………………………………………21 3. Fungsi Komunikasi……………………………………………26 B. Pola Komunikasi………….………………………………….........28 C. Pola Komunikasi Antar Pribadi…………………………………...32 D. Hubungan Dokter dengan Pasien………………………………….41 BAB III GAMBARAN UMUM KLINIK MAKMUR JAYA A. Profil Klinik Makmur Jaya……………………………………........48 B. Sejarah Berdirinya Klinik Makmur Jaya…………………………...48 C. Sarana dan Prasarana……………………………………………….52 D. Dokter dan Tenaga Medis………………………………………….53 v vi BAB IV HASIL TEMUAN dan ANALISA DATA A. Pola Komunikasi Dokter dan Pasien di Klinik Makmur Jaya………55 B. Penerapan Komunikasi Terhadap Pasien di Klinik Makmur Jaya….66 C. Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Media Klinik Makmur Jaya Dalam Meningkatkan Kesembuhan Pasien……….………………………..71 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di beberapa negara, menunjukkan bahwa adanya hari-hari produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years (DALY's) yang disebabkan oleh masalah kesehatan. Sementara kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Atas dasar ini, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik), dari unsur “badan” (organobiologik), “jiwa” (psiko-edukatif), dan “sosial” (sosio-kultural), yang tidak dititik beratkan pada “penyakit” saja, tetapi pada kualitas hidup yang terdiri dari “kesejahteraan” dan “produktivitas sosial ekonomi. Dengan demikian, kesehatan adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang, dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.1 Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Untuk mendapatkan kesehatan jiwa, maka perlu ada terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata untuk seluruh masyarakat. Pembangunan kesehatan Indonesia beberapa dekade yang lalu harus diakui relatif berhasil, terutama pembangunan infrastruktur pelayanan kesehatan yang telah menyentuh sebagian besar wilayah kecamatan dan pedesaan. Namun 1 Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995-2000 di beberapa negara (Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia), dalam http://kesmas.depkes.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id =61&Itemid=79. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 19:00). 1 2 keberhasilan yang sudah dicapai belum dapat menuntaskan problem kesehatan masyarakat secara menyeluruh, bahkan sebaliknya tantangan sektor kesehatan cenderung semakin meningkat.2 Transisi epidemiologis, yang di tandai dengan semakin berkembangnya penyakit degeneratif dan penyakit tertentu yang belum dapat diatasi sepenuhnya (seperti TBC, DHF dan malaria); hal ini merupakan sebagian tantangan kesehatan di masa depan. Tantangan lainnya yang harus ditanggulangi antara lain adalah meningkatnya masalah kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, masalah obatobatan; dan perubahan dalam bidang ekonomi, kependudukan, pendidikan, sosial budaya; dan dampak globalisasi yang akan memberikan pergaruh terhadap perkembangan keadaan kesehatan masyarakat. Karena kesehatan merupakan kebutuan yang sangat mendasar secara fisik maupun dalam hal psikis. Kesehatan sangat esensial untuk mencapai berbagai tujuan, sebab dengan kesehatan manusia dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa adanya satu hambatan.3 Berdasarkan penjelasan di atas sangat diperlukan upaya agar masalah kesehatan di masa depan dapat ditanggulangi dengan baik sehingga mencapai kualitas kesehatan masyarakat yang diinginkan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain meliputi pengembangan organisasi dan manajemen pelayanan kesehatan, pengembangan institusi pendidikan, peningkatan orientasi penelitian dan peningkatan partisipasi masyarakat. Pengembangan organisasi pelayanan kesehatan merupakan suatu keharusan. Pendekatan organisasi birokrasi yang selama ini berlaku dan bersifat sangat hirarkis (top down) atau sentralistis 2 Ibid. Media Indonesia; Wajah Buram Keseshatan Bangsa Kita. http://www.aidsindonesia.or.id. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 18:30). 3 3 haruslah dirubah menjadi suatu tatanan organisasi pelayanan yang lebih mengutamakan pendekatan psikologis komunikasi yang lebih efektif, mudah, dan menumbuhkembangkan kesadaran menjaga kesehatan.4 Keberhasilan pembangunan kesehatan yang telah dicapai pada berapa bidang (terutama pembangunan sarana fisik) merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Namun berdampingan dengan keberhasilan yang ada, banyak fakta menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan kesehatan tidak kalah besarnya. Salah satu faktor sulitnya mencapai prestasi optimum organisasi pelayanan adalah organisasi kesehatan dianggap terlalu elit (birokratis) dan ruwet (mahal) bagi masyarakat.5 Hal ini menimbulkan kematian inisiatif dan menghidupkan sikap pasif, sehingga sekat antara masyarakat dengan organisasi kesehatan menjadi semakin lebar. Fenomena ini harus segera dirubah melalui pengembangan organisasi dan manajemen agar lebih siap menghadapi tantangan di masa depan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pengembangan organisasi adalah suatu proses sadar dan terencana untuk mengembangkan kemampuan suatu organisasi sehingga mampu mencapai suatu tingkat optimum prestasi dan efisiensi, efektifitas, dan kesehatan organisasi. Pengembangan manajemen ditekankan pada upaya memperbaiki pengetahuan dan keterampilan para pimpinan dan paramedis. Dengan demikian, pengembangan organisasi kesehatan harus mengacu pada strategi reedukasi dan normatif yang ditujukan untuk mempengaruhi sistem 4 Ibid. Paper Surya utama; Upaya Menghadapi Masalah Kesehatan Di Masa Depan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, dalam surya_utamablogspot. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 18:35). 5 4 kepercayaan, nilai, dan sikap dalam organisasi sehingga dapat beradaptasi lebih baik terhadap akselerasi laju perubahan teknologi lingkungan industri dan lingkungan masyarakat umumnya. Pengembangan organisasi mencakup pula penataan kembali organisasi formal yang sering mulai, diperlancar dan diperkuat oleh perubahan normatif dan perilaku. Salah satu yang harus menjadi pertimbangan organisasi kesehatan (Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, dan lain sebagainya) adalah otonomi organisasi dalam hal pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.6 Efisiensi dan efektifitas pelayanan merupakan sasaran utama pengembangan organisasi birokrasi pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menjamin kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara terus menerus. Dengan demikian otonomi sebagai perwujudan pengembangan organisasi haruslah direncanakan dan dilaksanakan dengan benar dan sungguh-sungguh, untuk menciptakan suatu organisasi pelayanan kesehatan yang siap menghadapi tantangan untuk menyelesaikan masalah kesehatan agar senantiasa berkembang (terutama di daerah-daerah). Pengembangan organisasi pelayanan kesehatan yang dilakukan harus dapat menghilangkan berbagai penyimpangan perilaku birokrasi kesehatan yang tidak bermoral, seperti tidak efisien, tidak efektif, korupsi, kolusi, dan mengabaikan kualitas pelayanan. Upaya pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan kesehatan maupun pembangunan bidang lainnya yang terkait dengan kesehatan masyarakat antara lain dilakukan dengan meningkatkan kuantitas sumber daya manusia melalui perencanaan kebutuhan dan peningkatan kualitas melalui jalur 6 Ibid. 5 pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan dapat terbentuk manusia (tenaga medis) yang berkualitas, mampu memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk mendukung pembangunan seluruh sektor kehidupan msyarakat. Dengan demikian pendidikan merupakan wahana dan sekaligus cara untuk membangun manusia baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan.7 Pentingnya sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan syarat utama pengembangan organisasi kesehatan, upaya untuk mendorong terciptanya organisasi pelayanan kesehatan yang mampu mencapai dan mempertahankan prestasi, menghendaki sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari organisasi pelayanan kesehatan, haruslah diantisipasi oleh institusi pendidikan kesehatan masyarakat. Artinya, jika organisasi pelayanan kesehatan telah siap untuk melaksanakan pengembangan organisasi dan manajemen sebagai antisipasi untuk menghadapi tantangan kesehatan masyarakat yang semakin kompleks; maka institusi pendidikan kesehatan masyarakat juga harus melakukan pengembangan organisasi dan manajemen untuk menghadapi tantangan kesehatan yang semakin kompleks. 8 Institusi pendidikan kesehatan masyarakat harus mampu menciptakan ilmuan dan praktisi kesehatan yang dapat menopang pengembangan organisasi dan manajemen pelajaran kesehatan yang dapat membantu memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Selain itu, peran serta masyarakat merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan pembangunan. Hal ini menegaskan bahwa 7 Ibid. http://indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=7660&Itemid= 821. (diambil pada tanggal 12, jam: 20:30. 2011). 8 6 partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan menempati posisi yang sangat penting. Pandangan bahwa masyarakat adalah semata-mata objek pembangunan harus diganti dengan menempatkan masyarakat sebagai bagian dari pelaku (subjek) pembangunan.9 Masyarakat harus ikut serta dalam proses pembangunan kesehatan sesuai kondisinya. Situasi dan kondisi masyarakatlah yang seharusnya menentukan secara objektif tingkat posisi partisipasinya dalam proses pembangunan; bukan keputusan sepihak birokrasi yang selalu cenderung menafikan potensi masyarakat yang pada akhirnya sering menempatkan masyarakat sebagai objek pembangunan. Jika tidak ada pemahaman yang sama (antara dokter dengan pasien), maka masyarakat Indonseia akan selalu berada dalam sebuah dunia yang saling tarik menarik, dunia yang menghisap habis energi kebaikan, kebenaran dan kejujuran menjadi energi yang sangat negatif. Dan masyarakat akan menjadi pribadi-pribadi yang akan kehilangan diri, tidak produktif, dan perangkat penghubung (komunkasi) yang memadai. Dan untuk membangun semua hal di atas, maka dibutuhkan sebuah jembatan atau instrumen yang dapat mengkomunikasikan hal-hal terkait. Instrumen tersebut adalah komunikasi, pola komunikasi, dan strategi pelaksanaan komunikasi. Komunikasi menjadi penting sebagai alur transformasi pendidikan dan informasi agar tidak semakin rumit. Oleh karenanya, sebuah sistem komunikasi sangat diperlukan untuk melancarkan mekanisme kerja organisasi kesehatan (kedokteran) yang ada. Pola komunikasi sangat membantu dalam memudahkan pencapaian tujuan dari sistem kesehatan yang hendak mencapai 9 Ibid. 7 kesamaan dan keserasian dalam pembangunan. Komunikasi dapat dijadikan pedoman dalam proses interaksi antar individu dan kelompok di masyarakat. Dalam kehidupan, komunikasi merupakan rumusan baru meskipun pelaksanaannya secara implisit telah dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.10 Untuk mendapatkan satu sistem (pola) komunikasi yang bekerja selaras dengan organisasi kesehatan agar mampu memberikan dampak positif (penyembuhan, kesadaran, ketenangan) terhadap perkembangan kesahatan masyarakat. Maka, perlu adanya peranan lembaga kesehatan11 dan dokter yang mampu menggunakan komunikasi sebagai perangkat (alat atau media) pelayanan yang paling efektif dan efisien untuk mengetahui kebutuhan dan mendapatkan keluhan masyarakat. Dalam hubungan ini, perangkat (sarana dan prasarana) kesehatan berperan penting bagi manusia untuk menemukan kembali kebugaran (kesehatan) jiwa raganya dalam kehidupan sehari-hari. Klinik atau sejenis, merupakan salah satu faktor pendukung manusia yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan manusia akan kesehatan. Sarana-sarana di atas adalah wadah sosial yang secara langsung berhadapan dengan kebutuhan masyarakat. Klinik menjadi salah satu organisasi sosial masyarakat yang mengandaikan adanya hubungan (komunikasi) sosial yang seimbang dan searah, karena antara masyarakat dengan wadah sosial (kesehatan) tersebut selalu akan memiliki hubungan timbal-balik (feedback), saling membutuhkan satu sama lain. 10 11 Ibid. Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, Posyandu dan lain sebagainya. 8 Sedangkan komunikasi merupakan kebutuhan dasar (kodrati/asali) manusia sebagai prasyarat mutlak bagi perkembangan manusia, baik sebagai individu, kelompok, maupun bermasyarakat. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan perasaan, pikiran, pendapat, sikap dan informasi kepada sesamanya secara timbal balik. Misalnya, komunikasi yang digunakan di dalam kedokteran, seorang dokter dituntut memiliki pola komunikasi yang baik, lancar, dan dapat dipahami oleh pasien. Komunikasi yang mudah dimengerti merupakan salah satu keahlian yang harus dikuasai oleh seorang dokter. Keahlian dalam komunikasi sangat menentukan keberhasilan seorang dokter dalam mengarahkan atau menyelesaikan permasalahan sosial (kesehatan) masyarakat sebagai penderita (pasien).12 Akan menjadi tidak mudah bagi dokter dalam melakukan identifikasi mengenai permasalahan kesehatan masyarakat apabila tidak memiliki kecerdasan (kelebihan) dalam mengkomunikasikan gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien, atau menjelaskan secara logika (masyarakat awam), sebab-akibat dari suatu penyakit (berat) yang dialami. Di dalam sistem komunikasi kedokteran, ada beberapa unsur komunikasi yang dibangun atas dasar saling percaya, keterbukaan, kejujuran, dan pengertian akan kebutuhan pasien, harapan, dan juga kepentingan dari masing-masing. Komunikasi harus berlangsung dalam kedudukan yang setara. Memiliki cukup pengertian yang sama-sama dipahami.13 Tidak ada pembatas yang membedakan, adanya kepercayaan dan kesepakatan bahwa komunikasi merupakan pertukaran informasi yang saling 12 http://fasilitator-masyarakat.org/index.php?pg=artikel_detail&id=190. Peranan Pekerja Sosial Dalam Pendampingan, (diambil pada tanggal 12, jam: 20:30. 2011). 13 Ibid. 9 menguntugkan satu sama lain. Dengan adanya hubungan yang dilandasi saling percaya serta saling mengerti akan kebutuhan masing-masing, maka pasien akan dengan mudah memberikan keterangan dari gejala yang dirasakan, sehingga dokter sebagai tenaga medis yang melayani kebutuhan pasien dapat mengarahkan kebutuhan pasien pada solusi yang dapat meringankan problem kesehatan pasien. Komunikasi efektif juga dibutuhkan dalam kerangka kerja kesehatan dan kedokteran, efektif dalam arti, komunikasi yang selalu terkait pada keluhan pasien, sehingga kendala dapat diatasi secara spesifik dan cepat. Jika ada opini yang menyatakan bahwa komunikasi yang dikembangkan dengan cara-cara yang lebih efektif dapat menyita waktu, adalah menjadi tugas ilmu kesehatan modern untuk mengembangkan metodologi atau sistem dan pola komunikasi yang lebih efektif bagi dunia kesehatan, misalnya, menggunakan simbol-simbol (verbal dan non-verbal) yang lebih sederhana agar supaya dapat secara luas mencegah hal-hal negatif yang ditimbulkan oleh kesalahan pengertian dan penerimaan komunikasi antara kedua belah pihak. Dari berbagai permasalahan di atas, penulis ingin menuangkan problematika kehidupan sosial masyarakat dalam bernegara (kesehatan) juga berbangsa (komunikasi) ke dalam satu karya tulis yang berjudul; “POLA KOMUNIKASI DOKTER TERHADAP PASIEN PENYEMBUHAN DI KLINIK MAKMUR JAYA”. DALAM PROSES 10 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Mengingat luasnya pembahasan yang akan diteliti, maka penelitian ini akan dibatasi pada : “Pola Komunikasi Dokter Terhadap Pasien Dalam Proses Penyembuhan.” Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di sini penulis memberikan perumusan, antara lain: Bagaimana Pola Komunikasi Dokter Terhadap Pasien dalam Proses Penyembuhan di Klinik Makmur Jaya? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dengan memahami latar belakang seperti di atas, maka dalam penelitian karya ilmiah ini, terdapat beberapa tujuan yang mendasar dan manfaat/kegunaan dari penelitian tersebut. Adapun tujuannya, antara lain: 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pola komunikasi dokter terhadap pasien dilaksanakan di Klinik Makmur Jaya. b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi dokter terhadap proses penyembuhan pasien. c. Dan terakhir, mendapatkan informasi tentang bagaimana pentingnya komunikasi bagi dokter dan pasien dalam kehidupan sosial masyarakat. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis: Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan disiplin ilmu dalam Komunikasi Penyiaran Islam. 11 b. Kegunaan Praktis: Sebagai bahan masukan bagi pengelola Klinik Makmur Jaya tentang pola komunikasi di dalam melakukan pelayanan terhadap pasien (masyarakat) demi terciptanya kesehatan yang optimal. D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Untuk penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati. Kirk dan Miller memberikan pengertian penelitian kualitatif sebagai tradisi penelitian yang tergantung pada pengamatan sesuai dengan orang-orang di sekitar objek penelitian dalam bahasa dan peristilahan sendiri.14 Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.15 Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti melakukan penelitian dengan menguraikan fakta-fakta yang didapat di lapangan berdasarkan hasil dari penelitian lapangan (field research) yang kemudian diolah, dikaji dan dianalisis agar dapat menghasilkan suatu kesimpulan. 14 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), edisi revisi cet. Ke 26, h. 3. 15 Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS dan Jaenal Aripin, M.Ag, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 13. 12 2. Sumber Data Adapun sumber data pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui proses penelitian langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yaitu data yang berasal dari pasien yang berkunjung atau berobat di Klinik Makmur Jaya, pengelola atau pengurus Klinik, dan pimpinan Klinik. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang terkait dengan penelitian dari lembaga yang diteliti ataupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan. 1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Klinik Makmur Jaya, Jl. Kertamukti no. 84A, Ciputat Tangerang Selatan Banten. Penelitian ini dilakukan bulan November 2010 sampai pada Februari 2011. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah karena tempat tersebut mudah diakses oleh peneliti, dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang membuat penulis melakukan penelitian di lokasi tersebut. 2. Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang objektif, penulis menggunakan teknik: a. Observasi, adalah pengamatan langsung dengan menggunakan seluruh panca indera (melihat, mendengar, dan merasakan)16 dan pencatatan 16 Indriati Yulistiani, Ragam Penelitian Kualitatif: Penelitian Lapangan, (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: UI, 2001), h. 16. 13 secara sistematis gejala-gejala yang terjadi di lapangan penelitian,17 yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan pelayanan pasien, yaitu proses komunikasi (prosedur) dokter dengan pasien serta kegiatan pengurus (dokter dan tenaga medis) di Klinik Makmur Jaya. Dalam melakukan observasi tersebut, keberadaan penulis diketahui oleh pengelola, tutor, dan pasien. b. Wawancara adalah salah satu alat untuk mengumpulkan (memperoleh) informasi langsung tentang beberapa jenis data18, yang berkaitan dengan permasalahan penelitian sehingga dapat menemukan data atau keterangan mengenai kegiatan pelayanan Klinik Makmur Jaya. Dalam penelitian ini penulis mewawancarai pimpinan Klinik, tenaga medis, pengurus, dan pasien yang berkunjung (berobat) di Klinik Makmur Jaya atau unsur-unsur yang berhubungan dengan penelitian atau berkaitan dengan permasalahan yang ingin digali. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen dan pustaka sebagai bahan analisis dalam penelitian ini. Yang memfokuskan masalah mengenai pola komunikasi dokter terhadap pasien. Kajian dokumen ini seperti didefinisikan oleh Barelson (1952, dalam Guba dan Lincoln, 1981:240) 19 sebagai teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis, dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. 17 Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi aksara, 1998). Cet. Ke-2 h. 54. 18 Sutrisno Hadi, “Metodologi Research,” Jogjakarta: Andi Offset, 1983), hal. 49. 19 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, h. 220. 14 3. Subjek dan Objek Penelitian Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan subjek dan objek penelitian ini adalah dokter dan pasien yang menurut peneliti dapat memberikan data dan informasi tentang bagaimana pola komunikasi dokter terhadap pasien memberikan dampak kesembuhan terhadap proses masa penyembuhan di Klinik Makmur Jaya. Dalam mencari data peneliti mewawancarai Pimpinan dari Klinik Makmur Jaya sekaligus dokter, yaitu Dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad. M. Kes, beberapa staf (perawat) Klinik Makmur Jaya, yaitu, Novi Anggraini, dan Sulistia Velasiva, peneliti juga mewawancarai beberapa pasien Klinik Makmur Jaya yang berkunjung ke Klinik Makmur Jaya, yaitu Fenny, Zaskyah, Ilham, Reza Fahlevi. 4. Teknik Analisis Data Yakni menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber dengan hasil yang diperoleh dari pengamatan peneliti secara langsung di lapangan. Analisis data adalah proses penyusunan data agar bisa ditafsirkan, dan memberikan makna. Model analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sasaran penelitian ini adalah kegiatan analisis data yang meliputi kegiatan reduksi data, reduksi yaitu menganalisa sesuatu secara keseluruhan kepada bagian-bagiannya atau menjelaskan tahap akhir dari proses perkembangan sebelumnya yang lebih sederhana.20 20 A. Pius Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,1994) Cet. ke-1. 15 E. Tinjauan Pustaka Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Skripsi berjudul ”Pola Komunikasi Dokter Dalam Proses Penyembuhan Pasien di Klinik Yasmin” 2007, yang disusun oleh Bani, UHAMKA. Skripsi berisi mengenai pola komunikasi melalui pendekatan psikologi dan therapy sebagai upaya memberikan stimulasi dalam proses penyembuhan terhadap pasien. Kedua, skripsi yang berjudul “Komunikasi Dokter dan Pasien dalam Pelayanan Medis di Rumah Sakit UIN”, 2010, yang disusun oleh Susanti. Skripsi ini berisi tentang peran komunikasi yang diterapkan Rumah Sakit UIN sebagai media pelayanan yang dapat memberikan dampak pada proses kesembuhan jiwa maupun pikiran dari pasien, tentang bagaimana pola komunikasi dokter dalam mendiagnosa pasien agar mendapatkan kesembuhan, dan tidak takut mengahadapi problem kesehatan. Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai pola komunikasi dokter terhadap pasien dalam proses penyembuhan di Klinik Makmur Jaya. Fokus Klinik tersebut adalah memberikan pelayanan kesehatan dengan cara-cara dialogis. Fokus penulis pada skripsi ini adalah pola komunikasi dokter terhadap pasien yang mempengaruhi proses penyembuhan yang ada di Klinik Makmur Jaya. 16 F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan masalah dalam penelitian ini, penulis berusaha membuat sistematika khusus dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kesamaan dan hubungan masalah yang ada. Sistematika skripsi ini dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (Lima) bab, dan masing-masing bab akan dibagi lagi menjadi su-sub bab, yaitu sebagai berikut; BAB I Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan. BAB II Landasan Komunikasi yang mencakup: Pengertian Komunikasi, Unsur-unsur Komunikasi, Fungsi Komunikasi, Pola Komunikasi, Pola Komunikasi Antar Pribadi, dan Hubungan Dokter dengan Pasien. BAB III Gambaran Umum Klinik Makmur Jaya yang membahas tentang; Profil Klinik Makmur Jaya, Sejarah Singkat Klinik Makmur Jaya, Sarana dan Prasarana, Dokter dan Tenaga Medis.. BAB IV Hasil penelitian terdiri dari: Pola Komunikasi Dokter dan Pasien di Klinik Makmur Jaya, Penerapan Komunikasi Terhadap Pasien di Klinik Makmur Jaya, Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Media 17 Klinik Makmur Jaya dalam Meningkatkan Kesembuhan Pasien, dan segala hal yang terkait atau berhubungan dengan penelitian yang tengah dilakukan. BAB V Penutup, yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran, dan kritik. DAFTAR PUSTAKA 18 BAB II LANDASAN KOMUNIKASI A. Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.1 Komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan belum tentu menimbulkan kesamaan makna.2 Dengan kata lain, memahami satu bahasa tidak mengandaikan pemahaman akan makna yang dimaksudkan. Dan percakapan dapat dikatakan komunikatif apabila kedua belah pihak, selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang diperbincangkan. Pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi minimal harus mengandung makna, kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Karena kegiatan komunikasi tidak hanya bersifat informatif, agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.3 1 Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 6. 2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. Ke-22, h. 9. 3 Ibid, h. 9. 18 19 Kata komunikasi menjadi salah satu kata yang paling sering digunakan dalam percakapan baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Para ahli telah melakukan berbagai upaya untuk mendefinisikan komunikasi, namun membangun suatu definisi tunggal mengenai komunikasi terbukti tidak mungkin dilakukan dan mungkin juga tidak terlalu bermanfaat. Frank Dance (1970)4 melakukan terobosan penting dalam upayanya memberikan klarifikasi terhadap pengertian komunikasi. Ia mengklasifikasikan teori komunikasi yang banyak itu berdasarkan sifat-sifatnya. Dance mengajukan sejumlah elemen dasar yang digunakan untuk membedakan komunikasi. Ia menemukan tiga hal yang disebutnya dengan “diferensiasi konseptual kritis” (critical conceptual differentiation) yang membentuk dimensi dasar teori komunikasi yang terdiri atas: 1) Dimensi level observasi, komunikasi yang bersifat sangat luas (inclusive). Misalnya, definisi komunikasi yang menyatakan komunikasi adalah: proses yang menghubungkan bagian-bagian terputus dari dunia hidup satu sama lainnya;5 2) Dimensi kesengajaan, adalah komunikasi yang dikemukakan para ahli yang hanya memasukkan faktor pengiriman dan penerimaan pesan yang memiliki kesengajaan atau maksud tertentu (purposeful), misalnya: komunikasi adalah situasi dimana sumber mengirimkan pesan kepada penerima dengan sengaja untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. 4 Theodore Clevenger Jr, Can One Not Communicate? A Conflict of Model, Communication Studies, dalam Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, (New Jersey: Wadsworth Publication, 1991), h. 6. 5 Terjemahan yang lebih sederhana, komunikasi adalah proses yang menghubungkan antara berbagai makhluk hidup di dunia untuk saling memberikan pemahaman dan pengertian di antara satu sama lain. 20 Sedangkan yang tidak memerlukan kesengajaan atau maksud tertentu misalnya; komunikasi yang membuat dua atau beberapa orang memahami apa yang menjadi monopoli satu atau beberapa orang lainnya); dan 3) Dimensi penilaian normatif, adalah komunikasi yang memasukkan pernyataan keberhasilan atau keakuratan (accuracy), misalnya, menganggap proses komunikasi selalu berakhir dengan kesuksesan. Karena komunikasi adalah pertukaran verbal dari pemikiran dan gagasan, asumsi ini diyakini bahwa pemikiran atau gagasan itu selalu berhasil dipertukarkan. Secara terminologi, menurut Carl I Hovland6 adalah: Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi Hovland, menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Sedangkan menurut Charles H. Cooley yang dikutip oleh Djoenaesih, (1991 :15)7 mengemukakan konsep komunikasi, menurut definisnya yakni: mekanisme yang mengadakan hubungan antara manusia mengembangkan semua lambang dari pkiran bersama dengan arti yang menyertainya dan melalui keleluasaan yang menyediakan tepat pada waktunya. Definisi lain seperti yang 6 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 9-10. Tommy Suprapto dan Fahrianoor, Komunikasi Penyuluhan; Dalam Teori dan Praktek, (Jogjakarta: Arti Bumi Intaran, 2004), cet. I, h. 2. 7 21 dikemukakan oleh Moor8 (1993: 78), yaitu penyampaian pengertian antar individu. Menurutnya semua manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan dan pengalaman kepada orang lain. Wilbur Schramm, menjelaskan komunikasi adalah proses saling berbagi informasi secara bersama.9 Berdasarkan beberapa uraian tentang definisi dan pengertian komunikasi tersebut di atas, jika disimpulkan, maka dapat digeneralisasi secara tegas, bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk simbol atau lambang yang melibatkan dua orang atau lebih yang terdiri atas pengirim (komunikator) dan penerima (komunikan) dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama mengenai masalah atau persoalan masing-masing pihak. 2. Unsur-unsur Komunikasi Komunikasi telah di definisikan sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia, dari pengertian komunikasi tersebut, tampak adanya sejumlah komponen komunikasi yang pada dasarnya merupakan suatu persyaratan terjadinya proses komunikasi, yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?). (Lasswell 1960)10. Lasswell mencoba menjelaskan enam unsur komunikasi, yang diantaranya adalah: 8 Ibid, h. 3. D. Lawrence Kincaid dan Wilbur Schramm, Azas-azas Komunikasi antar Manusia. Penerjemah Agus Setiadi (Jakarta: LP3ES bekerja sama dengan East-West Communication Institute, 1977), h. 6. 10 Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, h. 16-17. 9 22 1. Who? (siapa atau sumber atau komunikator) Sumber atau komunikator adalah pelaku utama atau pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi (berbicara atau menulis), bisa seorang individu, kelompok, organisasi (surat kabar, radio, televisi, film11) dan lain sebagainya. Dalam proses komunikasi ini, arus pesan tidak hanya datang dari satu arah saja yaitu dari sumber ke sasaran, melainkan ada suatu proses interaktif dan konvergen. Ini berarti komunikator dan komunikan bisa berganti peran (karena ada proses feedback yang terjadi). Ada beberapa ciri yang dilakukan komunikator dalam melakukan kegiatannya, sesuai dengan situasi yang dihadapi. Ciri-cirinya dapat dibedakan dalam beberapa model seperti:12 a. Komunikator yang membangun: 1) Mau mendengar pendapat orang lain; 2) Saling pengertian; 3) Mengadakan komunikasi timbal balik; dan 4) Menganggap orang lain memiliki pikiran yang lebih baik. b. Komunikator yang mengendalikan: 1) Pendapatnya dianggap paling baik; dan 2) Meninginkan komunikasi satu arah saja. c. Komunikator yang melepaskan diri: 1) Banyak menerima; 2) Merasa rendah diri; 3) Lebih suka mendengar; dan 4) Suka melempar tanggung jawab. d. Komunikator yang menarik diri: 1) Bersifat pesimis; 2) Suka melihat keadaan seadanya; dan 3) Jarang memberikan buah pikiran. 11 A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986), h. 12. 12 Ibid, h. 13-14. 23 2. Says What? (pesan) Adapun yang dimaksud pesan dalam proses komunikasi adalah suatu informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima.13 Pesan dapat berupa verbal atau non-verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber. Pesan verbal dapat berupa tulisan, seperti: surat, buku, majalah, memo, sedangkan secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka, melalui telepon, radio dan sebagainya. Sedangkan pesan non verbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekpresi muka dan nada suara.14 Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai panduan pikiran dan perasaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, imbauan, anjuran, dan lain sebagainya. Pesan dapat disampaikan secara panjang, tetapi perlu diperhatikan dan diarahkan pada tujuan dari komunikasi.15 Adapun pesan yang dianggap berhasil disampaikan oleh komunikator harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:16 a) Pesan direncanakan secara baik serta sesuai dengan kebutuhan pembaca; b) Pesan menggunakan bahasa yang dimengerti; dan c) Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima (kepuasan). Pendapat lain mengatakan syarat-syarat pesan harus memenuhi:17 a) Umum, Berisikan hal-hal umum dan mudah dipahami; b) Jelas dan gamblang, tidak samar-samar, agar tidak salah tafsir; c) Bahasa yang jelas, menggunakan istilah yang mudah dipahami; d) Positif; e) Seimbang, agar tidak berubah makna; dan f) Penyesuaian dengan keinginan komunikan. 13 Anri Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 17. Ibid., h. 18. 15 Onong Uchyana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-6, h. 4. 16 Ibid., h. 15. 17 Ibid., h. 15-16. 14 24 3. In Which Channel? (saluran atau media) Adapun yang dimaksud media di sini adalah saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima.18 Wahana atau alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung, menyangkut semua peralatan mekanik. Tanpa saluran (media), pesan-pesan tidak dapat menyebar secara cepat dan luas.19 Dengan demikian media dapat dibedakan menjadi dua, yaitu media massa (surat kabar, majalah, radio, televisi) dan media personal (surat, telepon, telegram).20 Pada dasarnya komunikasi yang sering dilakukan dapat berlangsung menurut dua saluran, yaitu: 1) Saluran formal (resmi), mengikuti garis wewenang dari suatu organisasi (dari tingkat paling tinggi ke tingkat paling bawah atau dari bawah ke tingkat atas). Juga terdapat saluran yang bersifat mendatar (horisontal). Saluran yang dipakai dalam berkomunikasi dapat terjadi 3 arah, yaitu: ke atas, ke bawah, dan ke samping (disebut tiga dimensi);21 dan 2) Saluran informal (tidak resmi) Saluran informasi ini berbentuk dari kabar angin yang timbul karena orang ingin mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan dirinya, kelompoknya dan lain-lain.22 18 I.B. Mantra, Komunikasi, (Jakarta: DepKes RI {Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat}, 1994), h. 3. 19 Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 7. 20 Onong Uchyana Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 10. 21 A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyaraka, h. 17. 22 Ibid., h. 18. 25 4. To Whom? (untuk siapa atau penerima) Komunikan atau penerima pesan adalah orang yang menjadi sasaran kegiatan komunikasi. Komunikasi atau penerima pesan bisa bertindak sebagai pribadi atau orang banyak. 23 Komunikasi atau penerima pesan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut:24 1) Individu (sasaran tunggal); 2) Group (kelompok), yang dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: a) Kelompok kecil (small group) yaitu sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka;25 b) Kelompok besar (large group) adalah sekumpulan orang banyak (di sebuah lapangan); dan 3) Organisasi (kumpulan sistem) yang berusaha mencapai tujuan tertentu. 5. With What Effect? (dampak atau efek) Dampak atau efek dari suau komunikasi, yakni sikap atau tingkah laku orang sebagai komunikan, sesuai atau tidak dengan yang diinginkan oleh komunikator. Efek yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yakni:26 1) Dampak Kognitif, meningkatnya intelektual; 2) Dampak Afektif, menimbulkan perasaan tertentu (misalnya, iba, terharu, sedih dan sebagainya; dan 3) Dampak Behavioral, dampak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. 23 YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: Gramedia, 1998), h. 71 Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss, Human Communication; Konteks-konteks Komunikasi, Penerjemah Deddy Mulyana (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 164. 25 Onong Uchyana Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 72. 26 A.W. Widjaja, Komunikasi dan hubungan Masyarakat, h. 20. 24 26 6. Umpan Balik (feed back) Umpan balik (feed back) adalah tanggapan (reaksi) dari penerima kepada pengirim. Kemudian dapat pula timbul tanggapan atau reaksi kembali dari pengirim kepada penerima. Maka terjadilah komunikasi timbal balik. Dengan adanya umpan balik inilah yang menjadikan komunikasi menjadi dinamis.27 Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan. 28 Umpan balik dapat berwujud verbal dan non-verbal.29 Secara verbal misalnya dengan menggunakan bahasa, sedangkan secara non-verbal misalnya dengan isyarat. 3. Fungsi Komunikasi Dalam kajian ilmu komunikasi banyak ahli mengemukakan pendapatnya tentang fungsi-fungsi komunikasi. Dari berbagai pendapat yang berkembang, misalnya pendapat Harold D. Laswell (1948)30, yang secara terperinci fungsifungsi komunikasi31 dikemukakan sebagai berikut: 1) Penjajagan (pengawasan lingkungan); 2) Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari msyarakat; dan 3) Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya. 27 Sutarto, Dasar-dasar Komunikasi Administrasi, (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1991), h. 46. 28 Onong Uchyana Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 14. 29 A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi; Pengantar Studi, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 45. 30 Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 27. 31 Paul Lazarfeld dan Robert K Merton mengemukakan fungsi komunikasi antara lain penganugerahan status (status conferral), pengukuhan norma-norma, mengakhlakkan (ethcizing), Jhon Vivian dalam bukunya The Media of Mass Comunication (1991) menyebutkan; (1) providing information, (2) providing entertainment, (3) helping to persuade, dan (4) contributing to social cohesion {mendorong kohesi sosial}. (Nurudin, 2010). 27 Charles R. Wright (1988)32 menambahkan satu fungsi, yakni entertaiment (hiburan) yang menunjukan pada tindakan-tindakan komunikatif yang terutama sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya. Fungsi pengawasan yang menunjukkan pengumpulan dan distribusi informasi baik di dalam maupun di luar masyarakat tertentu. Tindakan menghubungkan bagian-bagian meliputi interpretasi informasi mengenai lingkungan dan pemakainnya untuk berperilaku dalam reaksinya terhadap peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian. Adapun fungsi warisan sosial berfokus pada pengetahuan, nilai dan norma sosial. Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menujar data, fakta, dan ide, maka fungsi komunikasi dalam tiap sistem sosial adalah sebagai berikut: 33 (a) Informasi, pengumpulan, penyimpanan, penyebaran (berita, data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar); (b) Sosialisasi (pemasyarakatan), Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang sadar akan fungsi sosial, sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat; (c) Motivasi, Mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya; (d) Perdebatan dan diskusi, saling menukar fakta; (e) Pendidikan: Pengalihan ilmu pengetahuan; (f) Memajukan kebudayaan; (g) Hiburan; (h) Integrasi, menyediakan berbagai pesan yang diperlukan, agar saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain. dari beberapa pendapat. 32 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h. 33 Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 27-28. 16. 28 B. Pola Komunikasi Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku. Sehubungan dengan kenyataan bahwa komunikasi adalah suatu yang tidak bisa dipisahkan dari aktivitas seorang manusia34. Maka, ilmu komunikasi adalah bagian dari ilmu sosial. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa sistem komunikasi menjadi subsistem dari sistem sosial Indonesia.35 Artinya, corak sistem komunikasi dalam masyarakat Indonesia akan sangat ditentukan oleh corak, bentuk dan keragaman masyarakat Indonesia itu sendiri. 36 Dalam komunikasi dikenal pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku manusia dalam berkomunikasi. Ditinjau dari pola yang dilakukan, ada beberapa jenis yang dikemukakan. Beberapa sarjana Amerika membagi pola komunikasi menjadi lima, yakni komunikasi antar pribadi (interpersonal communication), komunikasi kelompok kecil (small group communication), komunikasi organisasi (organizational communication), komunikasi massa (mass communication) dan komunikasi publik (public communication).37 Istilah pola komunikasi biasa disebut sebagai model, yaitu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan secara bersama. Joseph A. Devito membagi pola komunikasi menjadi empat, yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan komunikasi massa. 38 34 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, h. 26-27. Ibid, h. 6. 36 Ibid, h. 7. 37 Ibid, h. 27-28. 38 Ibid, h. 28 35 29 Pola komunikasi yang menjadi fokus penulis dalam menyusun karya tulis ini adalah, dibatasi pada pola komunikasi antar pribadi. Namun, guna membedakan pola komunikasi yang berkembang di dunia (khususnya di Indonesia) saat ini, penulis akan coba membahas secara ringkas, beberapa pola komunikasi yang ada, antara lain komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Beberapa pola komunikasi tersebut, nyata telah mampu membentuk sebuah arus komunikasi tersendiri. Sementara “komunikasi antarpribadi” akan penulis bahas secara terpisah demi kesempurnaan (kebutuhan) karya tulis yang ini. Pola-pola komunikasi tersebut antara lain: a. Komunikasi dengan Diri Sendiri Menurut Hafied Changara,39 dalam buku ilmu Komunikasi (28:2000), terjadinya proses komunikasi ini karena adanya seseorang yang menginterpretasikan sebuah objek dan dipikirkannya. Objek tersebut bisa berwujud benda, informasi, alam, peristiwa, pengalaman, atau fakta yang dianggap berati bagi manusia. Berbagai objek tersebut bisa terjadi pada diri sendiri dan di luar manusia. Kemudian objek itu diberi arti, diinterpretasikan berdasarkan pengalaman yang berpengaruh pada sikap dan perilaku dirinya. Oleh karena masing-masing orang berbeda dalam memberi interpretasi dan kepekaan diri, maka masing-masing orang berbeda pula dalam proses penentuan tindakan apa yang akan dilakukan. Ada tanda-tanda umum, dimana komunikasi dengan diri sendiri dapat dibedakan, yaitu; 1) keputusan merupakan hasil berpikir atau hasil usaha 39 Ibid, h. 30. 30 intelektual; 2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; 3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan (Rakhmat, 1999). b. Komunikasi Kelompok Sesuatu dikatakan komunikasi kelompok karena, pertama, proses komunikasi hal mana pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang kepada khalayak dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka. Kedua, komunikasi berlangsung kontinyu dan bisa dibedakan mana sumber dan mana penerima. Hal ini menyebabkan komunikasi sangat terbatas sehingga umpan baliknya juga tidak leluasa karena waktu terbatas dan khalayak relatif besar. Ketiga, pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan) dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu.40 Dalam komunikasi kelompok kita mengenal seminar, diskusi panel, pidato, simposium, forum, curahsaran, rapat akbar, pentas seni tradisional di desa, pengarahan dan ceramah dengan khalayak besar. Dengan kata lain komunikasi sosial antara tempat, situasi, dan sasarannya jelas. 41 c. Komunikasi Massa Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa. Jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media 40 41 Ibid. Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 7. 31 communication).42 Para ahli komunikasi membatasi pengertian komunikasi massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi, atu film.43 Sehubungan dengan itu, dalam berbagai literatur sering dijumpai istilah mass communications (pakai s) selain mass communication (tanpa s). Arti mass communications sama dengan mass media atau dalam bahasa Indonesia media massa. Sedangkan yang dimaksud dengan mass communication adalah proses, yakni proses komunikasi melalui media massa. Seperti ditegaskan di atas, media massa dalam cakupan pengertian komunikasi massa adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film.44 Menurut Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) 45 dalam bukunya Introducing Mass Communication. Sesuatu bisa dikatakan komunikasi massa jika mencakup; 1) Peralatan modern; 2) Berbagi pengertian dengan jutaan orang46; 3) Pesan adalah publik. Artinya, diidapatkan oleh banyak orang (bukan untuk sekelompok orang); 4) Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan; 5) Komunikasi massa dikontrol oleh gate keeper (pentapis informasi). Artinya, pesan yang disampaikan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut; dan, 6) Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. 42 Hal ini berbeda dengan pendapat ahli psikologi sosial yang menyatakan bahwa komunikasi massa tidak selalu menggunakan media massa. Menurut mereka pidato di hadapan sejumlah orang banyak di sebuah lapangan, misalnya, asal menunjukan perilaku massa (mass behavior), itu dapat dikatakan komunikasi massa. (Onong U. Effendy, 2009:20). 43 Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 20. 44 Ibid. 45 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, h. 35-36. 46 Anonomitas audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan jenis komunikasi ini dengan yang lain. 32 C. Pola Komunikasi Antar Pribadi Menurut sifatnya komunikasi antar persona dibedakan menjadi dua, yakni komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil (small communication group). Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara, dan dialog. Adapun komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dan anggota-anggotanya berinteraksi satu sama lain.47 Contoh di atas dikatakan sebagai komunikasi antar pribadi. Sebab pertama, anggotanya terlibat dalam proses komunikasi tatap muka. Kedua, pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong karena peserta bebas berbicara disebabkan kedudukannya relatif sama. Dengan kata lain tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi. Ketiga, sumber dan penerima sulit dibedakan dan diidentifikasi. Antar anggota saling mempengaruhi satu sama lain.48 Sebagai sebuah komunikasi tatap muka, tujuan komunikasi antarpribadi adalah untuk49: 1) Mengenal diri sendiri dan orang lain; 2) Mengetahui dunia luar; 3) Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna; 4) Mengubah sikap dan perilaku; 5) Bermain dan mencari hiburan; dan 6) Membantu orang lain (Widjaja, 2000). Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh Devito yang dikutip oleh Alo Liliweri dalam buku Komunikasi Antar Pribadi, bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan- 47 Ibid, h. 31-32. Ibid, h. 31 49 Ibid. 48 33 pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. 50 Asumsi dasar komunikasi antar pribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksi. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka itu merupakan suatu pertanda bagi komunikator, komunikasinya berhasil. Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinberg, ada tiga tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu tingkat kultural, tingkat sosiologis, dan tingkat psikologis.51 Tiap tingkat dapat dibedakan oleh jenis data yang digunakan dalam melakukan prediksi. Tingkatan-tingkatan analisis dikaitkan dengan jumlah informasi yang diperoleh pada tiap tingkatan. Jika komunikasi makin mengarah ke tingkat individu, maka makin banyak informasi yang diperlukan. Pada umumnya dalam interaksi komunikasi, individu akan bergerak dari tingkat kultural ke sosiologis dan akhirnya ke tingkat psikologis. a. Analisis Pada Tingkat Kultural Pada analisis tingkat kultural, guna mencapai efek yang diharapkan, komunikator dalam melakukan prediksi paling tidak harus mengerti dan memahami kultur, terutama yang bersifat imaterial dari pihak yang diajak berkomunikasi. Dengan mengenali atau menguasai kultur yang imaterial (bahasa 50 Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h. 12. M. Budyatna dan Nina Mutmainnah, Komunikasi Antar Pribadi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004), h. 1-4. 51 34 dan adat istiadat) seseorang mampu berkomunikasi dengan pihak lain secara baik. Yang diperlukan untuk dapat berkomunikasi dengan pihak lain adalah adanya persamaan kultur. Bila tidak memiliki persamaan kultur, maka pelaku komunikasi mampu memahami kultur pihak lain (bahasa) sebagai alat komunikasi. Selain itu, penguasaan norma dan adat istiadat pihak lain sangat membantu untuk kelancaran proses dan interaksi komunikasi. Prediksi mengenai efek komunikasi yang diharapkan pada tingkatan kultural ini akan mengalami kegagalan, bila mengabaikan pengalaman atau kultur pihak lain. Hal ini juga disebabkan oleh pemaksaan pengalaman komunikator kepada komunikan. Terutama bila komunikator berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda kultur. b. Analisis Pada Tingkat Sosiologis Apabila komunikator melakukan prediksi mengenai reaksi komunikan terhadap pesan yang ia sampaikan berdasarkan keanggotaan komunikan dalam kelompok sosial tertentu, maka dapat dikatakan bahwa komunikator melakukan prediksi pada tingkat sosiologis. Keanggotaan kelompok terdiri dari mereka yang memiliki kesamaan karakteristik tertentu. Sama halnya dengan keanggotaan seseorang dalam kultur tertentu, maka anggota kelompok menampilkan pula polapola perilaku dan nilai-nilai yang membedakannya dengan kelompok lain. Para anggota dalam kelompok atau suatu kultur tertentu harus menaati norma-norma dan nilai-nilai tertentu yang dikenakan kepadanya. Adapun yang membedakan antara kelompok dengan kultur adalah pada segi jumlah. Pada umumnya, jumlah anggota kelompok lebih kecil daripada 35 anggota dalam kultur tertentu. Para anggota dari suatu kultur tertentu dapat menjadi anggota dari berbagai kelompok. Namun, prediksi terhadap reaksi komunikan pada tingkat sosiologis mengandung kelemahan, karena prediksi yang dilakukan hanya menyangkut aspek nilai dan norma yang dianut oleh suatu kelompok yang dijadikan obyek prediksi. Oleh karena itu, ketelitian dalam melakukan prediksi terhadap suatu kelompok merupakan suatu keharusan. c. Analisis Pada Tingkat Psikologis Apabila prediksi yang dibuat komunikator terhadap reaksi komunikan sebagai akibat menerima suatu pesan yang didasarkan pada analisis pengalaman individual yang unik dari komunikan, maka dapat dikatakan komunikator melakukan prediksi pada tingkat psikologis. Dua atau lebih individu yang seringkali melakukan interaksi komunikasi yang mendasarkan prediksinya terhadap satu sama lain dengan menggunakan data psikologis ini menunjukkan bahwa mereka telah mengerti dengan baik karakteristik yang unik dan kepribadian masing-masing dan bukan hanya sekedar mengenal satu sama lain dengan atribut kultural atau peran psikologis. Tiap individu mempunyai kepribadian dan watak yang tidak pernah sama dengan yang lain, dan ini merupakan hasil tempaan atau terbentuk berdasarkan pengalaman masa lalu. Apabila dua individu satu sama lain bisa saling mengerti serta memahami kepribadian dan watak masing-masing, dapat dikatakan bahwa satu sama lain berkomunikasi melakukan prediksi atas data psikologis. Namun, analisis pada tingkatan psikologis memiliki hambatan berupa kecenderungan 36 komunikator untuk melihat orang lain pada pola yang terbentuk pada diri komunikator berdasarkan pengalaman kontak dengan orang-orang sebelumya. Prediksi pada tingkatan psokologis memerlukan analisis yang cermat dan hati-hati mengenai perilaku seseorang dan tidak boleh dikaitkan dengan perilaku orang lain yang pernah melakukan kontak dengan komunikan sebelumnya. Pada tingkat ini, dalam melakukan prediksi, komunikator melakukan generalisasi rangsangan, yakni mencari kesamaan di antara para pelaku komunikasi lain. Komunikasi antar pribadi jauh lebih jarang dilakukan daripada komunikasi non antar pribadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: a) Butuh waktu lama (mengenal watak pribadi masing-masing): b) kecenderungan memilih tingkat kultural dan sosiologis dalam melakukan prediksi pertama terhadap reaksi komunikan; dan c) kemampuan individu yang berbeda untuk berkomunikasi. Hubungan komunikasi antar pribadi maupun non antar pribadi dapat dibedakan berdasarkan tiga hal, yaitu: 1) Norma yang mengatur hubungan; 2) Kriteria untuk menentukan hubungan; dan 3) Tingkat kebebasan individu. Pada setiap bentuk komunikasi memperlihatkan adanya gaya-gaya kognitif tertentu yang dimiliki oleh seseorang. Gaya kognitif tersebut dapat menentukan arah perkembangan komunikasi menuju ke arah komunikasi antar pribadi atau justru menghambatnya. Dalam proses komunikasi antarpribadi, di mana individu berusaha membangun (membentuk) keyakinan dan sikapnya tentang dunia sekitarnya dan cara-cara ia memproses dan memberikan reaksi terhadap informasi yang masuk (diterimanya). Gaya kognitif yang menunjukkan toleransi rendah dalam komunikasi terdiri dari otoriter dan dogmatis. Hal tersebut berakibat pada hilangnya 37 kesempatan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi yang penuh arti. Sedangkan orang yang bersifat dogmatis cenderung melakukan suatu generalisasi yang salah. Adapun gaya kognitif yang positif dapat membantu pencapaian tahap komunikasi antar pribadi yang empati. Empati terjadi jika dua individu saling mengenali kebutuhan satu sama lain dan memberikan respon terhadap hal tersebut. Proses empati meliputi dua tahap, yaitu:52 1) Pengempati yang prospektif harus mampu membedakan secara tepat bahwa cara-cara bermotivasi dan bersikap setiap individu akan berbeda dengan individu lainnya; dan 2) Pembedaan secara tepat harus diikuti oleh perilaku yang diinginkan atau bermanfaat bagi mereka yang menjadi objek suatu prediksi. Umunya, tahap pertama tersebut berhasil dilewati oleh komunikator, tetapi kebanyakan mengalami kegagalan pada tahap kedua. Hal ini disebabkan oleh persepsi komunikator yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau bermanfaat bagi komunikan. Proses empati dapat dilihat dari segi transaksional yang melibatkan empat unsur penting yaitu, 1) rangsangan yang memaksa seseorang untuk melakukan suatu tindakan; 2) mengarahkan perilaku, yang sering diartikan dengan isyarat; 3) Respon, yaitu perilaku yang diakibatkan oleh isyarat; dan 4) imbalan, sebagai akibat dari respon tertentu. Dan hal terpenting yang harus dilakukan oleh komunikator adalah mengembangkan kemampuan membedakan isyarat.53 Kecakapan empati juga harus didukung oleh konsep diri (self concept) yang positif agar proses komunikasi tersebut berjalan lancar, karena salah satu ciri dari konsep diri yang positif adalah keterbukaan.54 52 Ibid., h. 5.14. Ibid., h. 15. 54 Ibid., h. 16. 53 38 Adapun untuk melihat tingkat keterbukaan dan kesadaran tentang self (diri), dapat digunakan model Johari Window. Model ini mengatakan bahwa manusia terdiri dari empat self, yaitu: open (aspek diri yang kita ketahui dan juga diketahui oleh orang lain), blind (aspek diri yang tidak kita ketahui tapi diketahui oleh orang lain), hidden (aspek diri kita yang tersembunyi dari orang lain, dan hanya kitas sendiri yang mengetahuinya), dan unknown (aspek diri kita yang tidak diketahui oleh siapapun baik oleh diri kita sendiri maupun orang lain). Masingmasing self saling bergantung satu sama lain, karena perubahan pada satu daerah self akan menimbulkan perubahan di tempat lainnya. 55 Aspek lain yang menjadi ciri dari tercapainya tahap komunikasi antar pribadi selain self concept adalah perilaku komunikasi di mana individu menyampaikan informasi tentang dirinya kepada orang lain secara sengaja dan sukarela. Biasanya, informasi yang diungkapkan adalah yang bersifat sangat pribadi.56 Perilaku ini memiliki berbagai dimensi, yaitu, ukuran (kualitas positif atau negatif), kecermatan dan kejujuran, tujuan, dan keintiman. Sedangkan faktorfaktor yang mempengaruhi adalah efek diadik, ukuran audience, topik yang dibahas, kualitas, jenis kelamin, rasa dan kebangsaan, usia, serta mitra. Meskipun amat positif bagi keberhasilan komunikasi antar pribadi, tetapi perilaku ini jarang dilakukan individu. Terdapat hambatan yang sering menghalangi individu untuk melakukannya, di antaranya adalah kekhawatiran akan hukuman dan pengetahuan diri.57 55 Ibid., 7.4.5.6. Ibid., h. 11. 57 Ibid., h. 19-20. 56 39 Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan self disclosure, antara lain adalah: motivasi, ketepatan, membuka kesempatan untuk respon yang terbuka, kejelasan dan kelangsungan sikap orang lain, dan mempertimbangkan kemungkinan timbulnya masalah. Adapun sebagai mitra, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu58: 1) Mendengar secara efektif dan aktif; 2) Mendukung pembicara; 3) Memperkuat perilaku; 4) Menjaga kerahasiaan; dan 5) Tidak menggunakan penyingkapan diri yang dilakukan seseorang sebagai senjata untuk melawannya. Proses munculnya konsep diri dan perilaku diri merupakan upaya untuk meningkatkan arah hubungan komunikasi menjadi komunikasi antar pribadi yang ditandai dengan meningkatnya keintiman antara komunikator dengan komunikan. Proses meningkatnya keintiman dalam hubungan tersebut diistilahkan dengan penetrasi sosial, yang memiliki dua anggapan. Pertama, interaksi yang bersifat antar pribadi mengalami kemajuan (perkembangan) secara bertahap, Altman dan Taylor menyatakan bahwa ada empat tahap perkembangan yang berkaitan dengan anggapan pertama, yaitu:59 1) Orientasi ; berisi komunikasi yang impersonal (mengemukakan informasi yang umum); 2) Menuju pertukaran afektif (bergerak ke tahap yang lebih dalam); 3) Pertukaran afektif (memusatkan perasaan pada tingkat yang lebih dalam) dan 4) Pertukaran stabil atau tetap (ditandai oleh derajat keintiman yang tinggi, para partisipan berhak untuk memprediksikan perilaku mitranya dan memberikan respon). 58 59 Ibid. Ibid., h. 9.4. 40 Kedua, peningkatan dari suatu hubungan sangat bergantung kepada jumlah dan sifat dari imbalan (reward) dan biaya (cost). Pada setiap hubungan yang dikembangkan, individu selalu mempertimbangkan kemungkinan yang muncul berdasarkan imbalan dan biaya dari hubungan tersebut. Imbalan mengacu pada kenikmatan, kepuasan, dan imbalan yang dinikmati oleh seseorang. Adapun biaya mengacu pada faktor yang menghambat, seperti kegelisahan atau hal-hal yang memalukan. Dalam proses penetrasi sosial perlu dilihat struktur kepribadian individu, yakni kumpulan dan gagasan, perasaan, dan emosi individu tentang dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan (dunia luar). Struktur kepribadian individu memiliki dua dimensi, yaitu : dimensi luas dan dimensi dalam. Dimensi luas memiliki dua aspek kategori luas dan frekuensi luas. Kategori luas adalah daerah-daerah umum yang berisi aspek-aspek tertentu, seperti keluarga.60 Frekuensi luas adalah aspek-aspek yang khusus dalam kategori luas, seperti ukuran keluarga atau hubungan antara anggota keluarga. Salah satu aspek penting dalam hal ini adalah luas waktu, yaitu jumlah waktu yang digunakan dalam suatu interaksi.61 Dimensi kedalam (depth) dari kepribadian menyebutkan bahwa struktur kepribadian berlapis-lapis, dari yang paling permukaan hingga yang paling dalam (intim). Dalam interaksi, setiap orang bergerak dari hal-hal yang impersonal ke bagian kepribadian yang makin dalam secara timbal balik.62 Setiap hubungan tidak selalu makin intim atau mengalami proses penetrasi. Hal yang sebaliknya juga bisa terjadi, yang dikenal sebagai depenetrasi. Suatu hubungan bisa melemah dan putus dengan proses yang merupakan 60 Ibid., h. 9.10-9.11. Ibid., h. 9.11. 62 Ibid. 61 41 pembalikan dari penetrasi. Dalam depenetrasi, hubungan bergerak dari tingkat yang akrab ke tingkat yang tidak akrab atau dari tingkat pribadi ke tingkat yang impersonal sifatnya. Tingkat melemah (putusnya hubungan) diprediksikan sebagai fungsi dari sifat imbalan dan biaya dalam suatu hubunga. Jika suatu hubungan antar pribadi diprediksikan tidak menghasilkan keuntungan, maka peluang putusnya suatu hubungan makin besar dibandingkan jika hubungan tersebut menguntungkan. Begitu pula sebaliknya, yaitu bahwa semakin besar keuntungan yang diperoleh dalam suatu hubungan antar pribadi, maka makin besar peluang suatu hubungan diteruskan. D. Hubungan Dokter dengan Pasien 1. Komunikasi antara Dokter dengan Pasien sebagai bentuk Hubungan Komunikasi Antar Pribadi Pada hakekatnya, hubungan antar dokter dengan pasien tidak dapat terjadi tanpa melalui komunikasi, termasuk dalam pelayanan medis, komunikasi merupakan proses timbal balik yang berkesinambungan yang menyangkut dua pihak.63 Pihak-pihak yang bersangkutan secara bergantian berperan menjadi pemberi informasi (pembicara/komunikator) dan penerima informasi (penerima). Secara umum, dalam berkomunikasi orang berusaha menyampaikan pandangan, perasaan dan harapannya kepada orang lain. Komunikasi ini dapat terjadi antara dua individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Hal-hal seperti ini dapat menimbulkan kerancuan dalam proses komunikasi, sehingga pesan yang 63 Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik; Persetujuan dalm Hubungan Dokter dan Pasien; Suatu Tinjauan Yuridis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), h. 47. 42 ingin disampaikan oleh kedua belah pihak tidak dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan. Menurut Persons yang dikutip oleh Solita Sarwono dalam buku Sosiologi Kesehatan, bahwa antara dokter dengan pasien berada dalam sistem emosional : sakit, bingung, takut, depresif atau bahkan pasien sudah tidak dapat berkomunikasi karena dalam keadaan tidak sadar.64 Berdasarkan keterangan tersebut, jelas terlihat bahwa hubungan dokter dengan pasien dapat berbeda-beda sifatnya, dan untuk setiap model diperlukan teknik komunikasi yang berbeda pula. Jika dokter dan paramedis tidak memperhitungkan hal ini, maka komunikasi dengan pasien tidak akan efektif dan optimal. Hal-hal yang dapat menghambat komunikasi antara dokter dan paramedis dengan pasien, antara lain adalah:65 1) penggunaan sombol (istilah-istilah medis atau ilmiah yang diartikan secara berbeda, tidak dimengerti oleh pasien); 2) Pseudo-komunikasi (tetap berkomunikasi dengan perbedaan persepsi atau pemahaman tentang hal yang dibicarakan). Karakter-karakter dokter yang tidak tepat dapat menghambat terjalinnya komunikasi secara baik dengan pasien (masyarakat). Antara lain, perbedaan status sosial, harapan masyarakat terhadap kemampuan dokter serta kecenderungan sikap otoriter, terutama dalam mengatasi penyebaran penyakit akut. Selain itu, di Indonesia seringkali dokter ditempatkan di daerah yang keadaan sosial dan budayanya tidak sama dengan latar belakang sosial budaya dokter. 64 65 Ibid., h. 46. Ibid., h. 48. 43 Dengan demikian kesulitan berkomunikasi akan bertambah, sebab dokter tidak menguasai bahasa setempat dan tidak mnegenal budaya masyarakat dimana ia ditempatkan. Untuk itu diperlukan kemauan untuk mempelajari bahasa dan budaya masyarakat setempat, agar dokter tidak dianggap orang lain (asing) oleh penduduk asli. Sehingga komunikasi dengan masyarakat (pasien) dapat menjadi lebih baik dan lancar. 2. Peran Dokter dalam Proses Penyembuhan Dalam melakukan perannya sebagai seorang yang memiliki kopetensi untuk mengobati orang-orang yang sakit, dokter melaksanakan beberapa fungsi utama, sebagai berikut:66 a) Menerapkan peraturan umum atau khusus yang harus ditaati oleh pasien; b) Membina interaksi dengan pasien secara luas dan membaur, atau terbatas pada fungsinya sebagai dokter; c) Melibatkan emosi atau perasaan dan bersikap netral dalam hubungannya dengan pasien. Mengutamakan kepentingan diri sendiri atau kepentingan bersama; dan d) Memandang manusia berdasarkan kualitas atau prestasinya. Pengetahuan dan keterampilan khusus dalam penyembuhan penyakit yang dimiliki oleh dokter menjadikannya mendapat kepercayaan dari pasien untuk melakukan tindakan yang dalam situasi biasa tidak dapat diterima oleh norma sosial, misalnya memeriksa bagian tubuh yang paling pribadi. Meskipun dokter menganggap dirinya serba tahu, kebanyakan pasien, apalagi pasien yang sangat 66 Solita Sarwono, Sosiologi Kesehatan; Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997), h. 42. 44 percaya kepada keahliannya, akan menganggap dokter sebagai orang yang tahu tentang segala hal dan dapat menyembuhkan segala penyakit. 67 Dalam kenyataannya, di lapangan, tugas dokter kadang-kadang memaksa mereka untuk memperlakukan pasiennya secara berbeda, tergantung dari tingkat sosial pasien.68 Misalnya, jika seseorang yang status sosialnya lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan di kediamannya, dokter akan dengan mudah meluang waktu datang ke rumah tersebut untuk mengobati gangguan kesahatan orang-orang kaya. Berbanding terbalik dengan orang-orang yang berstatus sosial rendah, masyarakat biasa diminta bahkan harus datang sendiri ke rumah sakit, bila ingin berobat (sembuh). Hal ini menunjukan bahwa dokter tidak lagi bersikap netral dalam menggunakan tanggung jawab, dokter lebih menggunakan afeksinya. Kesuksesan dokter dalam menangani keluhan pasien tidak saja terletak pada hasil pendidikan dan kemahirannya dalam bidang kedokteran, melainkan ditentukan oleh unsurunsur pribadi dokter itu sendiri dan harapan atau pandangan pasien dan masyarakat yang dilayaninya. 69 Peran dokter dalam hubungannya dengan pasien dapat dikategorikam menurut intensitas harmoni atau adanya konflik antara kedua belah pihak. Menurut Parsons, meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu kesembuhan si pasien, hubungan antara dokter dengan pasien bersifat asimetris.70 Dalam hal ini, dokter mempunyai kedudukan yang lebih kuat atau lebih tinggi karena pengetahuannya di bidang medis, sedangkan si pasien biasanya 67 Ibid., h. 43. Ibid., h. 44. 69 Ibid., h. 45. 70 Ibid., h. 46. 68 45 awam dalam bidang itu serta sangat membutuhkan pertolongan dokter. Pada dasarnya ada tiga pola dasar hubungan dokter dengan pasien, yaitu; a. Pola dasar hubungan aktif-pasif Secara historis, hubungan ini paling dikenal dan merupakan pola klasik sejak profesi kedokteran mulai mengenal kode etik yaitu sejak zaman Hipokrates, sekitar 25 abad yang lalu.71 Hubungan aktif-pasif terjadi bilamana pasien berada dalam kondisi yang bereaksi atau turut berperan serta dalam relasi itu. Dalam hal ini pasien benar-benar merupakan obyek yang hanya menerima apa saja yang diberikan dokter kepadanya.72 Secara sosial, hubungan ini bukanlah hubungan yang sempurna, karena hubungan ini menandakan hubungan satu arah, yaitu, dari dokter kepada pasien, sehingga pihak yang lain tidak dapat melakukan fungsi dan peran secara aktif. Dalam keadaan tertentu, pasien tidak dapat berbuat sesuatu, hanya berlaku sebagai resipien atau penerima belaka, seperti pada waktu pasien diberi anestesi atau narkose ketika pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri atau koma dan pada waktu pasien diber pertolongan darurat setelah kecelakaan. Berdasarkan contoh tersebut, pasien sekedar menjadi penerima pelayanan, tidak dapat memberikan respon dan tidak dapat menyampaikan satu pesan. Hubungan aktif-pasif ini juga dapat terlihat pada hubungan orang tua dengan anaknya yang masih kecil yang hanya menerima semua hal yang dilakukan orang tua terhadapnya. Anak tidak dapat memberikan respon atau berperan aktif sehingga seluruh interaksi hanya bergantung pada orang tua. 71 Benyamin Lumentu, Pasien; Citra, Peran dan Perilaku; Tinjauan Fenomena Sosial, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 46 72 Solita Sarwono, Sosiologi Kesehatan, h. 46. 46 b. Pola dasar hubungan membimbing-kerja sama Pola dasar ini ditemukan pada sebagian besar hubungan pasien dengan dokter, yakni, bila keadaan penyakit pasien tidak terlalu berat, misalnya penyakit infeksi dan berbagai penyakit akut lainnya. 73 Dalam hal ini, walaupun pasien sakit, ia tetap sadar dan tetap memiliki perasaan dan kemauan pribadi. Hubungan tersebut serupa dengan hubungan orang tua dengan anak remaja. Orang tua memberi nasehat dan membimbing, sedangkan anak yang sudah remaja akan bekerja sama dengan mengikuti nasehat dan bimbingan orang tuanya. Hubungan membimbing-kerja sama ini, sama juga dengan hubungan pimpinan perusahaan dengan pegawai, yang satu memberikan bimbingan, yang lain bekerja sama sebagai suatu respon aktif. Adapun yang membedakan kedua pihak dalam hubungan ini ialah adanya kekuasaan yang dimiliki pihak yang satu (pengetahuan kedokteran, kepemimpinan) dan kemampuan atau kemauan yang dimiliki pihak lain untuk menuruti (nasehat atau bimbingan).74 c. Pola dasar hubungan saling berperan serta Secara filosofis, pola ini berdasarkan pada pendapat bahwa semua manusia memiliki hak dan martabat yang sama. Hubungan ini lebih berdasar pada struktur sosial yang demokratis dan yang merupakan perjuangan hidup bagi sebagian besar umat manusia sepanjang masa.75 Pola hubungan ini terjadi antar dokter dengan pasien yang ingin memelihara kesehatannya, yakni pada waktu pemeriksaan medis (medical check up) misalnya, atau dengan pasien berpenyakit menahun 73 Benyamin Lumentu, Pasien, h. 73. Ibid., h. 74. 75 Ibid. 74 47 (kronis) seperti penyakit gula, jantung koroner, dan sebagainya. Dalam hubungan semacam ini, pasien dapat menceritakan pengalamannya sendiri berkaitan dengan penyakitnya dan pengobatan yang tepat.76 Dalam ketiga jenis ini, perilaku dokter dapat sangat berlainan, dan akibatnya bagi kesembuhan pasien dapat dinilai baik dan kurang baik. Tergantung bagaimana sikap dan perilaku dokter memahami peran, tanggung jawab, dan komunikasinya terhadap pasien. 76 Ibid., h. 75. 48 BAB III GAMBARAN UMUM KLINIK MAKMUR JAYA A. Profil Klinik Makmur Jaya Nama Lembaga : Klinik Makmur Jaya Akte Notaris : No. Tanggal Desember 200 Alamat : Jl. Kertanukti No. 84A Ciputat Tangsel (Depan Kampus 2 UIN). Telp. : 021 - 742 1146 B. Sejarah Berdirinya Klinik Makmur Jaya Klinik Makmur Jaya berdiri pada tahun 2007 oleh Yayasan UIN Syarif Hidayahtullah, karena proses pendirian klinik mensyaratkan adanya yayasan yang menaunginya sebagai bentuk pengejahwantahan peraturan pemerintah. Yayasan Makmur merupakan wadah untuk membantu para dokter yang ingin mendirikan klinik, tetapi belum memiliki yayasan sebagai wadahnya. Oleh karena itu, Yayasan UIN tidak hanya menaungi Klinik Makmur Jaya saja, tetapi juga menaungi Rumah Sakit UIN. Yayasan UIN dipimpin langsung oleh Rektor UIN yang kemudia memberikan hak kepada dr. Ayat Rahayu untuk mendirikan Klinik Makmur Jaya di kawasan Ciputat pada bulan maret 2007. Pada tanggal 03 Maret 2008, Klinik Makmur Jaya baru memperoleh izin oprasional dengan status izin operasional sementara. Izin tetap untuk menyelenggarakan Klinik Makmur Jaya akhirnya keluar pada tanggal 15 September 2008 dengan surat pengesahan Akta Pendirian Klinik Makmur Jaya, 48 49 dengan No. NPWP : 02.879.988.0-045.000. Dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No : MJ-724.AHA.01.04. Tahun 2008.1 1. Struktur Organisasi STRUKTUR ORGANISASI KLINIK MAKMUR JAYA 2 Managemen Administrasi Dan Keuangan Apotik Akses Obat-obatan Poli Umum Poli Gigi Spesialis Dokter Umum Dokter Gigi Sp. Radiologi 2. Visi dan Misi Sejak Klinik Makmur Jaya berdiri Mei 2007, Klinik Makmur Jaya memiliki visi, misi dan tujuan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan teknis operasional di Klinik Makmur Jaya. Visi Klinik Makmur Jaya yaitu Klinik yang menjadi pilihan utama masyarakat sekitar dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dengan bertumpu pada terwujudnya kesehatan masyarakat. 1 Klinik Makmur Jayadan AKTA NOTARIS Klinik Makmur Jaya, Tahun 2009, h. 1. Hasil Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 1 Februari 2011, di Klinik Makmur Jaya. 2 50 Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan dokter dan paramedis yang bertanggung jawab terhadap perwujudan visi Klinik Makmur Jaya, yaitu :3 Menjadi klinik swasta yang melayani pengobatan dasar dan promosi kesehatan masyarakat dengan pendekatan kasih sayang dan empati, serta dengan biaya terjangkau dan murah sesuai kemampuan sosial-ekonomi masyarakat. Misinya. menjadi klinik pengobatan terdepan terutama dalam melayani pasien tidak mampu, pasien ekonomi lemah, dan pasien dengan sistem asuransi kesehatan. menjadi klinik dengan pendekatan dokter keluarga khususnya pasien asuransi kesehatan. menjadi klinik dengan pengobatan dasar yang mampu melayani pasien rawat jalan yang tidak perlu rawat inap. menjadi klinik perujukan bagi pengobatan lanjutan yang diperlukan dengan perawatan ke Rumah Sakit. Secara umum, tujuan pembangunan Klinik Makmur Jaya adalah terwujudnya visi dan misi yang mandiri tertumpu pada potensi pendapatan Klinik Makmur Jaya. 3. Unit Program dan Kerja Sama Klinik Makmur Jaya telah melayani pasein dalam waktu 24 jam dengan dokter jaga yang siap di tempat; baik bagi pasien umum atau peserta ASKES, Jamsostek. Suatu hal yang memiliki nilai lebih bagi peserta ASKES-Jamsostek adalah waktu pelayanan yang tidak terbatas, baik setiap hari kerja atau hari libur. bila dahulu dibatasi pada jam tertentu dan harus antri lama, sekarang bisa lebih lenggang waktunya atau tidak terlalu antri. 3 Dr Ayat Rahay Blogspot.com. (diambil pada tanggal 17 Januari 2011, jam 18:20). 51 Diakui oleh dokter Ayat Rahayu bahwa secara tidak langsung Klinik Makmur Jaya tidak memiliki kerjasama dengan Rumah Sakit Umum manapun, namun Klinik Makmur Jaya memiliki akses ke Rumah Sakit sekita untuk menjadi Rumah Sakit rujukan, semisal Rumah Sakit UIN dan Fatmawati.4 Namun lebih lanjut, dalam perkembangan waktu Klinik Makmur Jaya memiliki hubungan kerjasama dengan PT ASKES, JAMSOSTEK dan merupakan terobosan baru yang dilakukan sebagai bentuk pro-pasien atau peserta yang lebih baik dari sebelumnya. hal ini sesuai dengan visi dan misi dari klinik makmurjayayang menjadikan pasien bukan sebagai objek tapi sebagai patner, subjek dalam sistem pelayanan kesehatan. diharapkan dengan interaksi klinik-pasien-asuransi terjadi secara baik dengan dimensi timbal-balik, maka tujuan-masing masing dapat tercapai.arti sehat menjadi tidak sekedar mengobati yang sakit secara fisik, tetapi juga dalam arti psikis, sosial-ekonomi, sistem pengolahan kesehatan yang baik. mudah-mudahan klinik makmurjaya menjadi bagian dalam solusi kesehatan masyarakat seterusnya. Secara khusus, tugas pokok Klinik Makmur Jaya adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya-upaya yang terbaik bagi masyarakat sekitar. Adapun Program lain semacam Pengobatan Gratis (Bakti Sosial) juga menjadi fokus perhatian Klinik Makmur Jaya, misalnya; 1) Program Kesehatan 4 Wawancara pribadi dengan Dr. Ayat Rahayu di Klinik Makmur Jaya, pada hari Rabu Tanggal 23 Februari 2011. 52 Terjangkau Ekonomi-Lemah; 2) Program Kesehatan Komunikasi, Edukasi, dan Informasi; 3) Program Kesehatan CSR (Coorporation Social Responsibility); dan 4) Program Peningkatan SDM, ALkes (Alat Kesehatan), dan Sasaran program. Dari berbagai unit program di atas, hasil yang telah dicapai adalah bertambahnya jumlah peserta askes, Jamsostek, dan Bluedot. Kemudian terpenuhinya sarana dan prasarana Klinik Makmur Jaya semacam ALkes dan juga meningkatnya Sumber Daya Manusia (SDM). C. Sarana dan Prasarana Klinik Makmur Jaya beroperasi dengan berbagai sarana dan prasaran yang ada, dan sudah menjadi kewajiban bagi Klinik Makmur Jaya untuk menyediakan sarana umum maupun khusus bagi pasien dan masyarakat. Adapun sarana dan prasarana Klinik atau lebih tepat disebut fasilitas pelayanan tersebut adalah: 1. Dokter Umum 2. Dokter Gigi 3. Konsultasi Radiologi 4. Pemeriksaan USG 5. Apotik Sementara yang menjadi fokus utama Klinik Makmur Jaya adalah Poli Umum dan Poli Gigi. Dengan pelayanan 24 jam untuk Poli Umum (Dokter Umum) dan Apotik. Sedangkan untuk Poli Gigi hanya beroperasi sampai pukul 22.00 (10 malam). 53 Adapun yang menjadi sasaran Klinik Makmur Jaya dalam melayani masyarakat adalah masyarakat umum, peserta askes, dan Jamsostek. Dilihat dari visi-misi maupun tujuan Klinik Makmur Jaya agar terjangkau oleh lapisan masyarakat bawah dan menengah, maka biaya pengobatan di Klinik Makmur Jaya dengan rata Rp. 35.000, termasuk obat dan jasa dokter. Jika dikalkulasi pengunjung per-minggu yang mengunjungi Klinik Makmur Jaya, baik untuk berobat maupun untuk berkonsultasi rata-rata, 50% orang dewasa, datang dengan maksud berobat dan konsultasi, sedangkan orang tua sebanyak 30% yang berobat dan sedikit yang berkonsultasi, dan 20% anakanak dengan maksud untuk berobat. D. Dokter dan Tenaga Medis Secara regular dokter Klinik Makmur Jaya ada 4 (empat) orang dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi. Namun, jika dijumlahkan secara keseluruhan dokter, pramedis, staff pengurus yang bertugas di Klinik Makmur Jaya kurang lebih ada 12 orang. Dengan komposisi 8 (delapan) orang wanita dan 4 (empat) orang laki-laki. Staff sekaligus Paramedis yang bertugas di Klinik Makmur Jaya sebanyak 6 (enam) orang. Dengan memaksimalkan jumlah dokter, paramedis, dan staff kepenggurusan Klinik, diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan pengunjung yang bermaksud untuk berobat maupun berkonsultasi di Klinik Makmur Jaya. Dokter Klinik Makmur Jaya memiliki harapan agar Klinik Makmur Jaya dapat terjangkau oleh masyarakat bawah dan menengah, baik dari segi biaya dan waktu maupun pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Klinik. Meski diakui 54 oleh dokter Ayat Rahayu sebagai penggelola Klinik Makmur Jaya, bahwa yang mungkin menghambat kegiatan Klinik ke depan akan diusahakan agar sekecil mungkin diminimalisir. Misalnya, sarana gedung Klinik yang masih bukan menjadi milik sendiri (atau disewa), dan pendukung lain semacam tempat yang strategis, sehingga dapat dijangkau secara baik dan cepat. Maka komunikasi yang dibangun oleh dokter terhadap pengunjung (pasien) Klinik Makmur Jaya adalah komunikasi empati, dua arah, secara verbal, fisik, psikis, maupun spiritual. 5 5 Dari hasil wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu, di Klinik Makmur Jaya pada tanggal 1 Februari 2011. 55 BAB IV HASIL TEMUAN dan ANALISA DATA A. Pola Komunikasi Dokter dan Pasien di Klinik Makmur Jaya Pada dasarnya pola komunikasi dicirikan oleh sejumlah atribut tertentu. Pemahaman atas atribut-atribut itu besar artinya bagi peningkatan pengertian dalam memahami komunikasi dan prosesnya. Terjadinya komunikasi tidak dapat dihindari, sebab hampir tidak ada orang yang mampu menghindarkan diri dari aktivitas bermasyarakat. Orang selalu berusaha mencari interaksi sosial. Di saat interaksi terjadi, komunikasi tidak dapat dihindari dan akan menimbulkan kontak sosial. Jika terjadi kontak sosial segala atribut harus dapat memberikan pemahaman atau pengertian terhadap komunikasi yang sedang dilaksanakan. Pertemuan antara dokter dan pasien meniscayakan adanya suatu komunikasi bila masing-masing mampu mengadakan transformasi pesan. Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi ketika adanya wawancara pengobatan. Sebab wawancara pengobatan ini merupakan hal yang sangat penting dalam peristiwa pertemuan antara dokter dan pasien, termasuk di Klinik Makmur Jaya. Semua perilaku dalam peristiwa komunikasi yang berlangsung memiliki potensi sebagai pesan, sebab komunikasi merupakan transaksional yang efektif untuk menyampaikan tujuan dan maksud. Sebab pasien yang diperiksa oleh dokter dan paramedis bukan merupakan makhluk pasif, bukan perantara (host) yang tidak bertenaga, bukan mesin, dan bukan pula merupakan benda-benda non-aktif, pasien adalah makhluk aktif, dengan dan untuk siapa dokter dan paramedis bekerja mengatasi penyakit. 55 56 Sebagai konsep yang merujuk pada proses interaksi tak terputus dari sejumlah variabel yang tidak terhitung. Pola komunikasi yang dibangun antara dokter dengan pasein di klinik Makmur Jaya adalah komunikasi tanpa putus yang saling mempengaruhi perilaku, perasaan, pandangan satu sama lain. Karena komunikasi tidak dapat berdiri sendiri. Apabila dikaitkan dengan proses persuasif, kita dapat mengatakan bahwa komunikasi dokter dan pasien terjadi sebab faktorfaktor dan konteks yang determinan di dalam satu pihak yang memerlukan umpan balik (tanggapan). Sebagaimana dikatakan oleh dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad. M. Kes., sebagai dokter sekaligus pengelola (pimpinan) Klinik Makmur Jaya: “Bahwa komunikasi yang dibangun antara dokter dengan pasien di Klinik Makmur Jaya adalah komunikasi yang memberikan perhatian lebih, dalam arti lebih dari apa yang diperkirakan oleh pasien…sehingga pasien mau memberikan keluhan mereka, melebihi dari apa yang diinginkan oleh dokter atau paramedis…”1 Proses komunikasi dokter dengan pasien di Klinik Makmu Jaya dimulai ketika pasien memasuki ruang pemeriksaan, meskipun dokter mengetahui gejala penyakit yang diderita oleh pasien berdasarkan informasi yang didapatkan dari paramedis yang menginverisasi data pasien yang berkunjung, dokter menanyakan keluhan penyakit, seperti dengan ucapan : “keluhannya apa?”. Pertanyaan tersebut diajukan setelah dokter mempersilahkan pasien duduk di kursi yang telah tersedia di ruang pemeriksaan, kemudian dokter memeriksa tekanan darah dan denyut jantung pasien.2 1 Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 2 Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 57 Informasi awal yang didapat tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan diagnosa dan penentuan tindakan medis yang diperlukan dalam pengobatan pasien. Setelah dokter melakukan hal tersebut, dokter akan menanyakan kepada pasien untuk mengerjakan langkah-langkah penyembuhan terhadap penyakit yang didertia. Komunikasi yang diberlakukan dokter terhadap pasien secara efektif di atas, menandakan bahwa komunikasi yang diterapkan stidaknya telah (harus) melalui empat tahap komunikasi, yaitu; pengumpulan fakta (fact finding) oleh paramedis, komunikasi dengan pasien, perencanaan langkah-langkah penyembuhan, kemudian evaluasi. Di dalam pengumpulan fakta, paramedis sebelumnya mencari data dan fakta mengenai keluhan dan potensi (keadaan) penyakit pasien. Kemudian dengan data dan fakta pasien dokter membuat perencanaan langkah-langkah penyembuhan. Lalu langkah beringkutnya, dokter mengevaluasi penyakit dan pengobatan sesuai kebutuhan pasien. Efek positif dari komunikasi yang dibangun di Klinik Makmur Jaya, didapatkan dari prosedur yang ditempuh melalui perhatian, kepentingan, keinginan, keputusan, dan tindakan dari kedua pihak. Dalam prakteknya, dokter membangkitkan perhatian pasien agar terfokus pada keadaan yang dialami, sehingga timbul kepentingan pasien untuk benar-benar mengungkapkan keluhan yang dirasakan. Tahap berikutnya, dokter mengembangkan keinginan pasien terhadap penyakit pasien dan juga terhadap keinginan dokter sebagai penerima keluhan. Kemudian pada tahap selanjutnya pasien dan dokter memutuskan satu keputusan yang akan melahirkan tindakan3. 3 Hasil wawancara. misalnya, pasien yang memiliki penyakit kronis, tidak mampu berobat atau alasan lainnya, dan cenderung tidak berani (menutup-nutupi) melakukan pengobatan 58 Jumlah pasien yang berkunjung ke Klinik Makmur Jaya setiap hari, antara 7 hingga 15 orang, yang berkunjung, beberapa untuk berobat, kemudian ada juga yang hanya ingin konsultasi. Waktu yang tersedia untuk melakukan wawancara pengobatan untuk masing-masing pasien yang berobat dibutuhkan waktu selama 10 hingga 15 menit. Dari waktu yang telah ditentukan tersebut, dokter mendapatkan data awal tentang keluhan pasien yang akan dijadikan dasar pijakan untuk menganalisa penyakit dan hubungan antara pribadi yang terjadi dalam proses pengobatan antara dokter dengan pasien di Klinik Makmur Jaya. Dalam wawancara pengobatan, dokter sedapat mungkin menghindari konflik antara dokter dengan pasien (misalnya tidak menyinggung perasaan atau hal-hal yang sensitive), terutama terkait dengan proses penyembuhan yang akan dijalankan. Dokter berusaha menyenangkan pasien untuk memberikan rasa aman (akrab) agar apa yang ingin dikeluhkan bisa diungkapkan. Karena komunikasi antara dua pribadi merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pengobatan yang akan dilakukanr. Maka seminim mungkin dokter tidak membuat kesalahan dengan salah memberika pertanyaan yang tidak dimengerti. Sebagaimana diungkapkan oleh dr Ayat Rahayu : “Di dalam wawancara pengobatan atau diagnosa penyakit, dokter atau paramedis yang menjalankan tugas tersebut melakukan wawancara dengan baik, yang berhubungan dengan tugas, peran dan fungsi, serta tanggung jawabnya. Tidak menyinggung perasaan atau hal-hal yang sensitif yang dapat membuat pasien tertutup…”4 yang lebih jauh, meka tugas dokter, melalui komunikasi untuk membangkitkan semangat pasien bahwa segala penyakit pasti bisa disembuhkan, maka dokter Klinik akan menganjurkan pasien untuk dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Sebab alasan pasien sangat beragam, karena kekurangan biaya, keadaan yang bertilak belakang, atau ketakutan pada prosedural yang rumit. 4 Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 59 Dari apa yang diungkapkan oleh dokter diatas, bahwa omunikasi yang dibangun secara baik oleh dokter dan paramedis di Klinik Makmur Jaya, menciptakan hubungan yang harmonis antar dokter dan pasien. Keberhasilan komunikasi ini bila ditinjau dari segi keilmuan, maka tidak terlepas dari unsurunsur komunikasi yang ada di dalamnya, yang diterap di Klinik Makmur Jaya. Dalam kaitannya dengan hal di atas, dalam hubungannya dengan kegiatan komunikasi yang melibatkan dua individu, antara dokter dan pasien sebagai sasaran yang bisa bertukar peran ini, dokter harus bersedia menerima reaksi pasien, tidak bersikap selektif dalam menimbang kebutuhan dan keluhan pasien, kemampuan dokter dalam memberikan informasi sebagai bahan (pesan) yang akan dikomunikasikan. Dokter sebagai komunikator, harus mampu mengorelasikan keinginan dan keluhan pasien secara sistematis, kemudian mengembangkannya hingga menjadi suatu proses (solusi) penyembuhan. Sebagaimana dikatakan oleh Dr. Ayat Rahayu: “Bahwa seorang dokter sebagai komunikator yang baik tentunya harus mempunyai sifat yang menunjang jalannya komunikasi dengan pasien, misalnya: pengenalan diri, kepercayaan (credibility), daya tarik (attractive), kekuatan (power), dan yang dibutuhkan dokter untuk membangun komunikasi yang baik, ya…., keterampilan berkomunikasi, keterampilan berbicara, menulis, mendengar, membaca. Selain itu dokter harus mempunyai sikap (attitudes) yang baik dan bertanggung jawab, walaupun pendidikan dan tingkat sosial berbeda, sikap yang wajar dan sama sejajar harus yang ditampakkan, karena sikap ini penting untuk menghantarkan informasi sesuai dengan yang diinginkan oleh kedua pihak…jika sikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain buruk maka pesan penting yang seharusnya diterima oleh pasien (receiver).”5 Dengan demikian, terjadinya pola komunikasi yang seimbang antara kedua belah pihak, dokter dan pasien, harus didukung oleh sikap dan kepentingan yang 5 Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 60 sama. Sehingga proses komunikasi mendapatkan feedback yang dapat memberikan dampak terhadap proses penyembuhan pasien, sesuai keinginan dokter. Ada beberapa pola komunikasi yang dilaksanakan di Klinik Makmur Jaya dalam proses penyembuhan pasien, antara lain sebagai berikut: 1. Komunikasi Antar Diri Sendiri Pada umumnya, pemahaman yang lebih tentang komunikasi terletak pada hakekat fungsional manusia itu sendiri terhadap dirinya sendiri. Diri manusia memiliki peran paling penting dalam proses penyembuhan, sebab pribadi manusia itu sendiri tidak terlepas dari proses komunikasi antar dirinya sendiri. dalam hal ini proses penyembuhan berkaitan dengan persoalan interpretasi pribadi manusia itu sendiri terhadap diri pribadinya. Efek komunikasi antar diri sendiri akan berpengaruh pada proses komunikasi antar pribadi. Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu : “Peran diri pasien itu sendiri juga menentukan bagaimana berjalannya proses komunikasi terhadap penyembuhan, bagaimanapun peran dan fungsi dokter terhadap penyembuhan tidak akan berarti, jika komunikasi antar diri sendiri tidak berjalan dengan baik, pasien harus memahami apa yang sedang dirasakan oleh dirinya, kemudian komunikasi meningkat pada dua pribadi (dokter dan pasien), yang disebut komunikasi antar pribadi…”6 Oleh karenanya, diri pribadi pasien diarahkan untuk memahami dirinya berdasarkan pengalaman yang mempengaruhi sikap dan perilakunya. Sehingga pengalam dan perilaku tersebut dapat memberikan efek yang juga mempengaruhi proses penyembuhan pasien. Komunikasi sebagai mediator dalam proses 6 Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 61 penyembuhan menjadi alat pasien dan juga dokter untuk mengetahui diri mereka sendiri. Dalam konteks inilah komunikasi tidak hanya persoalan medis, tetapi juga menyangkut aspek perawatan mental pasien, sehingga pasien memiliki keinginan untuk sembuh dan bersikap positif terhadap dirinya sendiri. Zaskyah, salah satu pasien Klinik Makmur Jaya, mengatakan : “Pengobatan di Klinik Makmur Jaya, terasa nyaman, karena dokter dan perawatnya ramah dan enak diajak ngobrol…dalam proses pengobatan, dokternya sangat perhatian, baik, kadang humoris…ada juga nasehatnasehat keagamaan dan mental, ya, untuk penyadaran dirilah…setidaknya saya lebih perhatian juga terhadap kesehatan diri saya sendiri…”7 Sehingga dalam melakukan proses penyembuhan, dokter berkomunikasi secara interaktif dan efektif, sehingga dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap diri mereka sendiri. Dokter menginginkan pasien memiliki penilaian yang baik terhadap diri mereka, paling tidak memiliki kesan bahwa dokter konsisten dengan tujuan pelayanan, yaitu, memberikan efek kesembuhan terhadap penyakit yang sedang dialami pasien. 2. Komunikasi Antar Pribadi Proses komunikasi yang melibatkan dua orang adalah komunikasi dua pribadi yang berbeda dan harus sama-sama dikenali, yaitu diri dokter dan diri pasien. Meskipun bukan hal mudah untuk dilakukan. Dalam hal ini, ada dua jenis informasi yang digunakan Klinik Makmur Jaya untuk mencapai tujuan komuniaksi antar pribadi tersebut, yaitu : 1) Menyusun mekanisme untuk mendapatkan hal-hal yang ingin diketahui dan apa yang diharapkan pasien melalui komunikasi (dengan keluhannya); 2) Memahami tujuan pasien, sehingga 7 Wawancara pribadi dengan pasien pada tanggal 4 Februari 2011, jam 11:30, di Klinik Makmur Jaya. 62 langkah-langkah untuk penyembuhan dapat dievaluasi dengan kesungguhan dan akurasi prediksi penyembuhan pasien. 8 Ketika dokter atau paramedis bertemu dengan pasien, sejumlah pertanyaan diberikan untuk mendiagnosa pasien, sejumlah jawaban pasien menjadi acuan lebih lanjut dalam proses penyembuhan. Dalam proses diagnosa, Dokter berusaha mempengaruhi keadaan, perasaan, dan perilaku pasien terhadap yang dialaminya. Pola komunikasi ini adalah usaha dokter mengurangi ketidakpastian yang dirasakan pasien. Upaya ini pada dasarnya merupakan proses pemaknaan, yaitu menghilangkan makna-makna yang tidak sesuai dengan pengertian pasien. Terkait dengan komunikasi antar dua pribadi yang berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain, ada satu proses perbandingan sosial sebagai perbandingan antara diri dokter, pasien satu dengan pasien lain. Fenny salah satu pasien mengatakan : “Saya suka datang ke Klinik Makmur Jaya karena banyak yang ingin dikomunikasikan, saya banyak mendapatkan informasi seperti melakukan evaluasi diri, mengetahui diri sendiri…selain itu juga, saya dapat memahami orang lain, setidak-tidaknya berusaha memahami apa yang menjasi keinginan dokter dari perilaku kita sebagai pasien…” 9 Komunikasi yang digunakan dokter ini sebagai alat bagi pasien mengetahui bagaimana menilai dirinya sendiri (self esteem). Walaupun perbandingan sosial cenderung membandingkan dengan yang setara yang ada pada dirinya. Artinya orang cenderung tidak melakukan evaluasi diri secara objektif. Pengaruhnya terhadap diri pribadi adalah suatu ukuran kualitas yang 8 Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 9 Wawancara pribadi dengan pasien pada tanggal 4 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 63 memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu : “Bahwa pengalaman dalam kehidupan membentuk diri pribadi setiap orang, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang dan telah terjadi pada diri pribadinya dan orang lain. Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri dan apa yang sedang dialaminya...”10 Dalam hal ini, terdapat satu proses analisa yang dilakukan oleh dokter Klinik Makmur Jaya, pada tingkatan psikologis yang diasosiasikan dengan interpretasi dan pemberian makna terhadap orang atau objek tertentu, yang dikenal dengan persepsi. Adanya objek eksternal yang dapat ditangkap oleh indera, menjadikan informasi dapat diinterpretasi, meskipun pada dasarnya, persepsi tidak lebih dari sekedar pengetahuan mengenai apa yang tampak sebagai realitas pasien. Realitas yang dipersepsikan adalah yang paling jelas, pribadi, penting dan terpercaya bagi pasien. Persepsi dilakukan oleh dokter sebagai individu yang mempersepsi (penerima keluhan), bukan pasien sebagai objek (yang memiliki keluhan). Maka dalam hal ini, apa yang mudah menurut dokter belum tentu mudah bagi pasien, atau apa yang jelas menurut dokter mungkin terasa membingungkan bagi pasien. Dalam konteks inilah dokter perlu memahami sifat pasien. Dokter mempersepsikan hanya yang diinginkan atas dasar sikap, nilai dan keyakinan yang ada dalam diri dokter, dan mengabaikan karakteristik yang berlawanan dengan keyakinan atau nilai yang dokter miliki, yang menjadi kebutuhan pasien. 10 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 4 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 64 Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu : “Di dalam menarik kesimpulan tentang apa yang dibutuhkan pasien, dokter harus menarik kesimpulan melalui suatu proses yang logis. Karena interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi biasanya kensimpulan atas dasar informasi yang tidak lengkap, artinya dokter mempersepsikan makna dengan melompat pada satu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan atas data sesungguhnya dari pasien, tapi hanya berdasar penangkapan indra yang terbatas, melalui diagnosa…”11 Pengaruhnya dapat menjadi tidak akurat, karena bisa mengandung kesalahan dalam kadar tertentu. Hal ini dapat terjadi apabila jarak dokter dengan pasiennya berjauhan, maka peran dan fungsi komunikasi yang dapat mempengaruhinya jelas dibutuhkan untuk memberi satu kesimpulan yang dibutuhkan pasien. Meski, persepsi tidak pernah objektif, namun dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi dokter, karena sebagian interpretasi dilakukan berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan pribadi yang digunakan untuk memberi makna pada objek yang dipersepsi, dampak dari hal ini, bisa menimbulkan hubungan baik atau sebaliknya. Di antara kedua pihak yang sedang menjalankan proses komunikasi, pengaruh persepsi merupakan proses awal yang dilalui individu sebagai stimuli yang datang dari luar. Secara sederhana hal dapat dikatakan sebagai proses saling pengaruh-mempengaruhi individu dalam melakukan kontak atau hubungan dalam proses pengobatan. Komunikasi yang saling mempengaruhi, mengembangkan makna yang dirasa ke dalam aktivitas. Artinya, dokter belajar memberikan makna pada persepsi pasien yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan perasaan, tindakan dan tujuan. Satu hal pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa 11 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 4 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 65 atau komunikasi (simbol). Dengan kemampuan bahasa, dokter dan pasien dapat menangkap stimulasi yang diberikan. Maka, pengaruh dari pola komunikasi yang dibangun bisa dikatakan berhasil. Dalam tahap ini, dokter menciptakan struktur, stabilitas, dan makna komunikasi yang dapat mempengaruhi proses kesembuhan pasien yang ditangani. Meski dalam sehari-harinya, dokter menerima begitu banyak masukan pesann, misalnya keluhan pasien, selain pengetahuan yang dipelajari, dokter juga menerima pesan lain seperti reaksi dan respon pasien (verbal dan non-verbal), dari kondisi kursi yang diduduki, intonasi suara pasien, ataupun bahasa pasien yang terbata-bata. Semua stimulus ini secara bersamaan akan ikut mempengaruhi proses kegiatan yang diciptakan dari komunikasi antar pribadi. Namun demikian, dalam praktiknya tidak mungkin dokter mengolah semua masukan pesan yang diterima. Dengan kata lain, dokter melakukan penyeleksian terhadap semua stimulus yang diterima dengan proses penyeleksian secara cepat (biasanya dalam beberapa detik saja). Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu : “Kami menerima begitu banyak keluhan…keluhannya pasien sangat beragam, dari penyakit, ekonomi, perasaan, tertekan, kurang percaya diri, dan lain sebagainya. Di dalam hal ini, kami sebagai dokter harus mampu menciptakan stabilitas, struktur dan makna komunikasi yang dapat mempengaruhi kesembuhan pasien, dari banyaknya pesan, kami harus memutuskan apa yang terbaik, yang menjadi kebutuhan pasien secara cepat…”12 Keputusan menyeleksi semua masukan pesan berhubungan dengan pemahaman dokter terhadap perilaku dan persepsi pasien. Ini berarti bahwa komunikasi yang dilakukan dalam wawancara pengobatan mempunyai pengaruh 12 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 4 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 66 pada proses pemberian pengobatan. Prinsip stimulus respon dari komunikasi merupakan suatu prinsip sederhana, dimana efek merupakan satu reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan demikian, dokter mengharapkan keterkaitan antara pesan yang diberikan dengan reaksi yang ada pada perilaku dan persepsi pasien. Untuk mempengaruhi proses penyembuhan, dokter mendidistribusikan pesan secara sistematik. Sehingga secara serempak pesan mempengaruhi pasien. Dari perilaku dan persepsi yang tampak tersebut, maka dokter mengambil satu kesimpulan untuk dikomunikasikan dengan kebutuhan atau keinginan pasien. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang diterapkan oleh dokter di Klinik Makmur Jaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses penyembuhan pasien. B. Penerapan Komunikasi Terhadap Pasien di Klinik Makmur Jaya Tindak komunikasi dalam pola komunikasi antar pribadi berkaitan dengan pemahaman mengenai peristiwa komunikasi yang terjadi didalamnya, seperti apakah pesan komunikator sudah diterima dengan benar oleh komunikan atau sebaliknya (misalnya, pasien menyampaikan keluhan kepada dokter), memungkinkan tujuan komunikasi yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan hasil yang diharapkan. Ini hanya satu contoh sederhana untuk memperlihatkan bahwa komunikasi merupakan aspek penting dalam suatu hubungan. Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi meliputi komunikasi vertikal, komunikasi diagonal, dan komunikasi horisontal, Masingmasing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. 67 Masing-masing memiliki fungsi : misalnya dalam komunikasi vertikal, Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja, mengapa tugas perlu dilaksanakan, Penyampaian informasi mengenai peraturan yang berlaku. Di Klinik Makmur Jaya, misalnya, fungsi arus komunikasi dari staf ke pimpinan atau dokter adalah untuk menyampaikan informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan, atau untuk menyampaikan persoalanpersoalan yang tidak dapat diselesaikan, untuk menyampaikan saran-saran maupun keluhan. Kemudian fungsi komunikasi horizontal yaitu, untuk memperbaiki koordinasi tugas, upaya pemecahan masalah, saling berbagi informasi, upaya pemecahan konflik, dan membina hubungan melalui kegiatan bersama. Sebagaimana diungkapkan oleh Novi Anggraini, salah satu staf pengurus di Klinik Makmur Jaya: “Di sini kami sebagai staf pengurus juga berhak memberikan saran maupun keluhan yang berkaitan dengan Klinik Makmur Jaya, tidak hanya pasien yang menjadi fokus kerja…kami sebagai pengurus juga wajib mengkomunikasikan diri kami dan pekerjaan, tugas, masalah atau konflik yang terjadi…kami menjaga agar hubungan lebih dekat, dapat memecahkan masalah, dan mendapatkan solusi dari tugas yang kami jalankan…”13 Dalam pembahasan pola komunikasi yang diterapkan di Klinik Makmur Jaya, ada dua unsur yang mendapatkan perhatian dokter, yaitu: 1) kognitif, dokter dalam hal ini menggunakan unsur yang mewakili penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna komunikasi dalam berbagi informasi; 2) perilaku, perilaku pasien dijadikan sebagai komunikasi verbal atau simbolik dimana dokter berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada pasien. 13 Wawancara pribadi dengan staf pengurus pada tanggal 7 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik Makmur Jaya. 68 Dari kedua unsur di atas menandakan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Perilaku (wawancara) lebih praktis, karena tujuan dokter adalah untuk mempengaruhi penerima (pasien sebagai receiver) agar lebih aktif dalam menerima pesan yang disampaikan. Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (dokter atau sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh dokter Ayat Rahayu : “Antara kognitif dan perilaku…kami melihat bahwa perilaku lebih unggul untuk membentuk satu kesimpulan pasien, walaupun semetara waktu. Jika pemaknaan lambing-lambang tidak dapat dimengerti maka kita dapat melihatnya pada perilaku…” 14 Dengan memahami perilaku pasien, dokter dapat membangun hubungan yang lebih erat dengan pasien atau yang lebih jauh dari hal itu, misalnya keluarga pasien atau masyarakat umum lainya. Hal ini diharapkan, agar masyarakat sebagai pasien tidak canggung, dan mau mengutarakan keluhan-keluhan serta persoalanpersoalan yang dihadapi oleh mereka. Sehingga pada tahap ini, dokter sedapat mungkin mendengarkan keluhan pasien dengan seksama, baik keluhan-keluhan yang berhubungan dengan penyakit maupun persoalan yang menyangkut kehidupan pribadi pasien. Sehingga dalam pelayanan medis, dokter tidak hanya dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan intelektual serta profesional, tetapi juga memiliki kemampuan dan keterampilan berkomunikasi dalam menyampaikan informasi mengenai kesehatan yang dibutuhkan, baik oleh individu maupun oleh 14 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 7 Februari 2011, jam 14:00, di Klinik Makmur Jaya. 69 masyarakat. Proses komunikasi ini, diawali oleh dokter (source) baik kepada individu ataupun masyarakat yang berusaha berkunjung ke Klinik Makmur Jaya, langkah-langkah yang dilakukan, sebagaimana diutarakan oleh dokter Ayat Rahayu, sebagai berikut: “Yang dilakukan dokter adalah memilih seperangkat informasi untuk dikomunikasikan, kemudian menciptakan suatu pesan yang dapat diterjemahkan, misalnya dari tanda atau lambang baik melalui bahasa lisan, tulisan, dan perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar dan lain sebagainya…”15 Penerapan komunikasi di Klinik Makmur Jaya, adalah upaya dokter bagaimana memberikan pelayanan dan fungsi sosial yang melibatkan berbagai pihak, dalam hal ini adalah dokter dan masyarakat sebagai pasien. Klinik Makmur Jaya dapat dikatakan sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (informationprocessing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu masyarakat berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan lebih tepat dalam mendapatkan solusi dari apa yang mereka inginkan. Adapun keharusan atau kewajiban memberikan informasi dikaitkan dengan kemampuan dan keterampilan dokter untuk berkomunikasi. Dalam hal ini, pasien dan masyarakat berhak menerima informasi tanpa diminta tentang segala sesuatu mengenai dirinya serta berhak menerima jawaban dari pertanyaan yang diajukan (dalam hal apapun); masyarakat sebagai pihak yang dilayani tidak boleh dirugikan dalam hal memberikan pelayanan, baik medis maupun non-medis. Memberikan informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat melaksanakan aktivitasnya secara lebih pasti. Pada 15 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 7 Februari 2011, jam 14:00, di Klinik Makmur Jaya. 70 dasarnya, adalah informasi yang dibutuhkan oleh semua masyarakat yang mempunyai persoalan dalam kehidupan sehari-harinya. Selian hal di atas, fungsi komunikasi ini berkaitan dengan peraturanperaturan yang berlaku dalam suatu organisasi kedokteran. Pada Klinik Makmur Jaya, misalnya; atasan atau orang yang berada dalam tataran manajemen, mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Kewenangan memberi instruksi atau perintah, dan ditempatkan pada lapis atas supaya perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada; keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah, kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi, kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi, dan tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan. Berkaitan dengan pesan, pada dasarnya berorientasi pada kerja, artinya, pasien membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang tindakan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Berdasarkan hal tersebut, dokter bukan hanya melaksanakan pekerjaan melayani atau memberikan pertolongan semata-mata, tetapi juga melaksanakan pekerjaan profesi (ahli) yang terikat pada suatu kode etik. Karena pasien sebagai komunikan memiliki tingkat ekspektasi yang tinggi terhadap hasil komunikasi dengan dokter sebagai komunikator. Baik dalam menyampaikan pesan (tentang penyakit maupun hal lain, seperti memberikan nasehat atau semangat untuk kesembuhan pasien). 71 C. Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Media Klinik Makmur Jaya Dalam Memberikan Penyembuhan Terhadap Pasien Berbagai aspek yang dibahas di atas menegaskan bahwa suatu proses komunikasi secara fisik terlihat sederhana, namun jika dilihat dari pola, fungsi, dan pengaruh komunikasi yang terjadi, maka komunikasi adalah sesuatu yang sangat rumit. Komunikasi antarpribadi bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana. Oleh karenanya, hubungan antara dokter dengan pasien merupakan hubungan antar pribadi yang rumit. Hasil penelitian yang penulis lakukan di Klinik Makmur Jaya menunjukan bahwa yang menjadi dasar proses penyebuhan pasien adalah hubungan dokter dengan pasien yang terletak pada wawancara (komunikasi) pengobatan. Keadaan seperti ini mencerminkan bagaimana pengaruh komunikasi begitu sangat penting dalam menentukan kesembuhan pasien. Karenanya, berkaitan dengan pola komunikasi yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasien tersebut, maka Klinik Makmur Jaya menggunakan komunikasi sebagai media yang dapat menjebatani hubungan dokter dengan pasien melalui tiga cara, diantaranya: Pertama, komunikasi digunakan secara objektifitas, yang menekankan prinsip standarisasi dan konsistensi kerja kesehatan. Dalam hal ini, pasien dipandang dalam bentuk dan struktur yang secara individual adalah pasien (objek) atau hal yang ingin diketahui dan diteliti, pendekatan komunikasi ini digunakan sebagai metode eksperimen. Melalui metode ini dokter secara sengaja (mengetahui respon balik jika ditanyakan hal-hal yang sifatnya rahasia dan pribadi) melakukan suatu percobaan terhadap pasien-pasien yang diobatinya. 72 Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu : “Bahwa pendekatan ilmiah perlu dilakukan terhadap pasien sebagai obyek pengobatan, dengan pendekatan ini, dokter berusaha mendapatkan data atau apapun yang dibutuhkan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di dunia kesehatan dari hasil proses penyembuhan pasien…”16 Tujuannya adalah untuk mengukur ada tidaknya pengaruh atau hubungan sebab-akibat di antara dua variabel atau lebih, dengan mengontrol pengaruh dari variabel lain. Prosedur yang umum dilakukan adalah dengan cara memberikan atau mengadakan suatu perlakuan khusus kepada pasien (objek), baik dampak atau pengaruhnya. Contoh yang diberikan dokter Ayat Rahayu adalah sebagai berikut: “5 (lima) orang pasien diberi nasehat (resep tertentu) X, sementara 5 (lima) orang pasien lainnya tidak. Setelah kurun waktu tertentu dibandingkan ada tidaknya perbedaan di antara dua kelompok pasien tersebut. Kalau ternyata terdapat perbedaan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena pengaruh dari nasehat (resep tertentu) X tersebut...”17 Pemahaman ini didasarkan pada kesimpulan bahwa stimuli komunikasi menciptakan efek atau dampak terhadap kesembuhan, sehingga dokter dapat menduga atau memperkirakan adanya hubungan erat antara isi pernyataan (nasehat) dan reaksi pasien. Kedua, komunikasi sepihak, hal ini bertujuan untuk memahami tanggapan pasien dan hasil temuan dokkter pada individu pasien. Dokter memfokuskan perhatian terhadap pasien sebagai bagian dari dirinya. Pendekatan komunikasi ini dilakukan sebagai bentuk partisipasi (observasi). Melalui pendekatan ini, dokter 16 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 9 Februari 2011, jam 10:00, di Klinik Makmur Jaya. 17 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 9 Februari 2011, jam 10:00, di Klinik Makmur Jaya. 73 dapat mengamati sikap dan perilaku pasien dengan membaur dan melibatkan diri secara aktif di lingkungan masyarakat sekitar. Sebagaimana diungkapkan dokter Ayat Rahayu: “Membangun komunikasi secara aktif ketika ada kegiatan-kegiatan sosial, ikut dalam aktivitas yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri, hubungan baik itu kan sudah diperoleh melalui wawancara atau tanya jawab saat proses berlangsungnya pengobatan selama pasien berkunjung ke Klinik Makmur Jaya...”18 Terkait dengan hal di atas, diungkapkan pula oleh Ilham, salah satu pasien Klinik Makmur Jaya : “Saya sering datang berobat atau sekedar konsultasi tentang hal yang saya alami…kadang dokter sering juga menanyakan keadaan saya dan keluarga ketika berobat, kalau ngobrolnya lama, kadang kerja, tempat tinggal, kondisi masyarakat juga ditanyakan…” 19 Ketiga, pola komunikasi digunakan untuk memahami tingkah laku pasien. Yang diperlukan adalah mengamati pasien secara cermat dan akurat. Untuk hal ini, pengamatan dilakukan seobjektif mungkin agar hasilnya dapat berlaku umum dan tidak bersifat kasus. Karena menurut dokter Ayat, pasien adalah manusia yang aktif, memiliki daya pikir, berprinsip terhadap nilai-nilai tertentu, serta sikapnya dapat berubah-ubah sewaktu-waktu. Karenanya, selain pengukuran yang cermat dan akurat diperlukan terhadap kondisi dan tingkah laku pasien yang jadi objek pengamatan Dari ketiga hal ini, maka esensi komunikasi antara dokter dengan pasien akan terfokus pada hubungan komunikasi antar individu, kelanjutan dari hal ini 18 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 9 Februari 2011, jam 10:00, di Klinik Makmur Jaya. 19 Wawancara pribadi dengan pasien pada tanggal 9 Februari 2011, jam 11:30, di Klinik Makmur Jaya. 74 didasarkan pada perubahan sikap pasien sebagai ukuran bagi perubahan kesehatan yang ada pada pasien. Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu : “Bahwa hal-hal yang berkaitan dengan sikap dan pikiran menjadi fokus utama untuk melihat dan mengkaji perkembangan perilaku pasien…sejak komunikasi terjalin diantara dokter dan pasien, perubahan perilaku menjadi awal dalam mengembangkan pengobatan, baru kemudian memasukan norma-norma yang berlaku dalam dunia kedokteran…” 20 Dari hal di atas, dapat dikatakan bahwa komunikasi tidak hanya memiliki pengaruh terhadap individu pasien, tetapi juga mempengaruhi kultur, pengetahuan, norma serta nilai-nilai dari suatu masyarakat. Dengan demikian, karakteristik komunikasi dokter yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan pasien pada dasarnya diukur dan berlangsung melalui pendekatan-pendekatan komunikasi yang dibangun secara utuh dan sempurna berdasarkan tujuan akhir dari komunikasi tersebut. 20 Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 9 Februari 2011, jam 11:30, di Klinik Makmur Jaya. 75 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pola Komunikasi yang digunakan dalam proses penyembuhan di Klinik Makmur Jaya adalah pola komunikasi antarpribadi. Pola komunikasi antarpribadi bagi dokter Klinik Makmur Jaya, adalah komunikasi yang memiliki peranan yang signifikan bagi proses penyembuhan pasien, karena berpengaruh langsung dengan pola perubahan dan sikap-perilaku pasien dalam menghadapi keadaan yang dirasakan. 2. Pola komunikasi dokter terhadap pasien merupakan kegiatan komunikasi dengan berbagai pendekatan, yang menghubungkan bagian-bagian tertentu antara satu sama lain. Pendekatan secara emosional, empati, maupun rasa simpati seorang dokter terhadap pasien menjadi dasar bagi penyembuhan pasien. 3. Komunikasi antarpribadi bagi Klinik Makmur Jaya adalah media bagi dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien serta jembatan untuk mengembangkan pengetahuan tentang kepribadian manusia. Sehingga pemahaman dokter terhadap perilaku, mental, dan pikiran pasien dapat menjadi sarana pendukung untuk membangun dunia kesehatan maupun penyembuhanan pasien itu sendiri. 75 76 B. Saran-Saran Peranan yang cukup signifikan, yang diperankan oleh Klinik Makmur Jaya sebagaimana yang diuraikan dalam penulisan karya ilmiah ini, pada prinsipnya harus dilaksanakan seoptimal mungkin, agar pelayanan mampu menjadi jembatan bagi masyarakat dalam meningkatkan aktifitasnya sehrai-hari. Namun penulis menyadari bahwa peranan ini tidak serta merta membuat setiap lembaga pelayanan sosial menyalah gunakan kewenangannya, untuk itu penulis mengharapkan ada strategi-strategi katau upaya yang lebih optimal untuk lebih meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pelayanan pasien dalam proses penyembuhan, komunikasi harus disampaikan dengan mudah, tidak dengan simbol-simbol atau angka-angka yang sulit dipahami oleh masyarakat awam. Maka transformasi pengetahuan harus lebih diupayakan peningkatannya melalui komunikasi yang lebih meningkatkan pemahaman masyarakat. Walaupun pengaruh komunikasi cukup penting dalam proses penyembuhan pasien. Hendaknya dokter dan paramedis mencoba mencari hal-hal baru untuk mendukung komunikasi antara dokter terhadap pasien agar masyarakat mampu mengupayakan peningkatan kesehatan secara sadar dan mandiri. Selain itu, pemanfaatan terhadap komunikasi, hendaknya tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk mendiagnosa penyakit pasien, akan tetapi juga harus dimanfaatkan sebagai sarana untuk menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia kesehatan, misalnya obat-obatan yang dibutuhkan. Komunikasi tidak hanya penting untuk mendukung proses penyembuhan pasien di dunia kesehatan, tetapi juga mampu menjadi sarana utama untuk 77 memahami berbagai kondisi masyarakat sosial secara umum, maupun berbagai kondisi yang tengah dialami oleh pasien secara khusus. Komunikasi dapat menjadi perangkat atau penghubung bagi lembaga-lembaga sosial yang memberikan pelayanan masyarakat, guna mendapatkan gambaran fisik maupun non-fisik bagi lembaga pelayanan. DAFTAR PUSTAKA Abidin Ass. Djamalul, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Bachtiar. Wardi, Metode Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997, cet. Pertama. Budyatna. M. dan Nina Mutmainnah, Komunikasi Antar Pribadi, Jakarta: Universitas Terbuka, 2004. Clevenger Jr. Theodore, Can One Not Communicate? A Conflict of Model, Communication Studies, dalam Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, New Jersey: Wadsworth Publication, 1991 Effendy. Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya : Bandung, 2009, cet. Ke-22. , Dinamika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, cet. Ke-6. Gunadi. YS., Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: Gramedia, 1998. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Jogjakarta: Andi Offset, 1983. Kincaid. D. Lawrence dan Wilbur Schramm, Azas-azas Komunikasi antar Manusia. Penerjemah Agus Setiadi, Jakarta: LP3ES bekerja sama dengan East-West Communication Institute, 1977. Komalawati. Veronica, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik; Persetujuan dalm Hubungan Dokter dan Pasien; Suatu Tinjauan Yuridis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999. Liliweri. Alo, Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. Lumentu. Benyamin, Pasien; Citra, Peran dan Perilaku; Tinjauan Fenomena Sosial, Yogyakarta: Kanisius, 1989. Mantra. I.B., MPH, Komunikasi, Jakarta: DepKes RI (Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat), 1994. Moloeng, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009, edisi revisi cet. Ke 26. Muhammad. Anri, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, PT RajaGrafindo Persada : Jakarta, 2010, cet. Ke-V. Partanto, Pius, A dan Al-Barry, Dahlan, M., Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola,1994. Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss, Human Communication; Konteks-konteks Komunikasi, Penerjemah Deddy Mulyana, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Sarwono. Solita, Sosiologi Kesehatan; Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997. Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Sutarto, Dasar-dasar Komunikasi Administrasi, Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1991. Tommy Suprapto dan Fahrianoor, Komunikasi Penyuluhan; Dalam Teori dan Praktek, Arti Bumi Intaran : Jogjakarta, 2004, cet. I. Usman, Husaini. dan Setiadi Akbar, Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi aksara, 1998. Widjaja. A. W., Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986. , Ilmu Komunikasi; Pengantar Studi, Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002. Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: PT Grasindo, 2000. Yulistiani, Indriati. Ragam Penelitian Kualitatif: Penelitian Lapangan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: UI, 2001. Sumber Lain : Ahmad Mulyana, M.Si., Memahami Diri dan orang lain Dalam komunikasi Antar pribadi. http://www.morrisan.web.id/Memahami Diri dan orang lain Dalam komunikasi Antar pribadi, (diambil pada tanggal 25 November 2010). ………,dalam Teori Komunikasi (2008), Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Individu, http://www.morrisan.web.id/ Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Individu (diambil pada tanggal 25 November 2010). Hasil Wawancara Pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu, dokter Klinik (umum dan gigi), paramedis sekaligus staff pengurus Klinik, maupun pengunjung (pasien) yang ada di Klinik Makmu Jaya. http://www.morrisan.web.id/upaya merumuskan definisi mengenai komunikasi, (diambil pada hari Jum’at tanggal 26 November 2010, pukul 21.30). Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995-2000 di beberapa negara (Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia), dalam http://kesmas.depkes.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id =61&Itemid=79. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 19:00). Media Indonesia; Wajah Buram Keseshatan Bangsa Kita. http://www.aidsindonesia.or.id. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 18:30). Paper Surya utama; Upaya Menghadapi Masalah Kesehatan Di Masa Depan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, dalam surya_utamablogspot. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 18:35). http://indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=7660&It emid=821. (diambil pada tanggal 12, jam: 20:30. 2011). Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, Posyandu dan lain sebagainya. 1 http://fasilitator-masyarakat.org/index.php?pg=artikel_detail&id=190. Peranan Pekerja Sosial Dalam Pendampingan, (diambil pada tanggal 12, jam: 20:30. 2011). Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya yang bernama: Nama : Putri Rachmania Status : Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Semester : VIII (Delapan) Dengan ini menerangkan bahwa saya sedang menyelesaikan penelitian di Klinik Makmur Jaya yang berjudul: “POLA KOMUNIKASI DOKTER TERHADAP PASIEN DALAM PROSES PENYEMBUHAN DI KLINIK MAKMUR JAYA; Study Kasus pada Klinik Makmur Jaya di Kertamukti Ciputat Tangsel” Untuk keperluan skripsi ini saya mohon kesediaan dari Bapak/Ibu/Saudara/i meluangkan waktu untuk wawancara. Dan atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i meluangkan waktu untuk wawancara seyogyanya saya ucapkan terima kasih. Semoga hasil wawancara ini dapat membantu penyelesaian skripsi saya. Wassalam (Putri Rachmania) PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PIMPINAN KLINIK MAKMUR JAYA Data Singkat Informan Nama Umur Jabatan Tanggal Wawancara Tempat Wawancara : Ayat Rahayu, Sp. Rad. M. Kes. : 38 Tahun : Pimpinan dan dokter Klinik Makmur Jaya : 18 Desember 2010 : Klinik Makmur Jaya 1. Bagaimana sejarah berdirinya Yayasan Kumala ini? Klinik Makmur Jaya berdiri pada tahun 2007 sebagai bentuk upaya kita membantu serta meningkatakan kesehatan masyarakat.. 2. Apa yang menjadi tujuan utama dari Yayasan Kumala ini? Tujuan dari berdirinya Klinik Makmur Jaya adalah menjadi Klinik pilihan masyarakat sekitar dalam pelayanan kesehatan yang mandiri. 3. Apa saja yang visi dan misi Yayasan Kumala ini? Klinik Makmur Jaya memiliki visi dan misimenjadi Klinik Swasta yang melayani pengobatan kesehatan masyarakat dengan pendekatan kasih saying dan empati, serta dengan biaya terjangkau (murah) sesuai kamampuan sosialekonomi masyarakat. 4. Berapa jumlah dokter, paramedis, dan pengurus di Klinik Makmur Jaya? Dokter ada 2 orang, selain saya ada juga dokter Ari Setiawan. Sementara paramedis ada sekitar 2 orang. Sedangkan pengurus berjumah 2 orang. Masing-masing tugas diberlakukan secara bergantian…karena waktu operasinya 24 jam, maka kerja dibagi menjadi siang malam. 5. Berapa jumlah poli yang ada di Klinik Makmur Jaya? Ada Poli Umum, Poli Gigi, dan Spesialisasi Radiologi 6. Bagaimana pola komunikasi yang terbangun antara dokter dan pasien di Klinik Makmur Jaya? Bahwa komunikasi yang dibangun antara dokter dengan pasien di Klinik Makmur Jaya adalah komunikasi yang memberikan perhatian lebih, dalam arti lebih dari apa yang diperkirakan oleh pasien…sehingga pasien mau memberikan keluhan mereka, melebihi dari apa yang diinginkan oleh dokter atau paramedis. 7. Kapan pola komunikasi dirasakan sangat berperan bagi proses penyembuhan pasien? Di dalam wawancara pengobatan atau diagnosa penyakit, dokter atau paramedis yang menjalankan tugas tersebut melakukan wawancara dengan baik, yang berhubungan dengan tugas, peran dan fungsi, serta tanggung jawabnya. Tidak menyinggung perasaan atau hal-hal yang sensitif yang dapat membuat pasien tertutup. 8. Hal apa saja yang dibutuhkan dokter dalam proses wawancara untuk mendiagnosa pasien, dok? Bahwa seorang dokter sebagai komunikator yang baik tentunya harus mempunyai sifat yang menunjang jalannya komunikasi dengan pasien, misalnya: pengenalan diri, kepercayaan (credibility), daya tarik (attractive), kekuatan (power), dan yang dibutuhkan dokter untuk membangun komunikasi yang baik, ya…., keterampilan berkomunikasi, keterampilan berbicara, menulis, mendengar, membaca dan bernalar. 9. Selain hal-hal di atas, ada tidak hal-hal lain yang menyangkut teknis, misalnya, untuk dipersipkan, dok? Selain itu, masalah teknis, mungkin catatan atau alat-alat tulis saja…yang paling penting dokter harus mempunyai sikap (attitudes) yang baik dan bertanggung jawab, walaupun pendidikan dan tingkat sosial berbeda, sikap yang wajar dan sama sejajar harus yang ditampakkan, karena sikap ini penting untuk menghantarkan informasi sesuai dengan yang diinginkan oleh kedua pihak…jika sikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain buruk maka pesan penting yang seharusnya diterima oleh pasien (receiver) tidak sepenuhnya diterima karena pergeseran nilai kepentingan ataupun yang lainnya. 10. Hal apa saja yang diperhatikan selain keluhan pasien dalam komunikasi atau wawancara pengobatan, dok? Antara kognitif dan perilaku…kami melihat bahwa perilaku lebih unggul untuk membentuk satu kesimpulan pasien, walaupun semetara waktu. Jika pemaknaan lambing-lambang tidak dapat dimengerti maka kita dapat melihatnya pada perilaku. 11. Selain komunikasi secara langsung, saat berhadapan dengan pasien alat-alat kesehatan kan cenderung pake angka atau yang lain, semacam tanda atau simbol dipertunjukan ke pasien apa tidak, dok? Yang dilakukan dokter adalah memilih seperangkat informasi untuk dikomunikasikan, kemudian menciptakan suatu pesan yang dapat diterjemahkan, misalnya dari tanda atau lambang baik melalui bahasa lisan, tulisan, dan perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar dan lain sebagainya. 12. Sejauhmana peran diri pribadi pasien terhadap proses penyembuhan dirinya, dok? Peran diri pasien itu sendiri juga menentukan bagaimana berjalannya proses komunikasi terhadap penyembuhan, bagaimanapun peran dan fungsi dokter terhadap penyembuhan tidak akan berarti, jika komunikasi antar diri sendiri tidak berjalan dengan baik, pasien harus memahami apa yang sedang dirasakan oleh dirinya, kemudian komunikasi meningkat pada dua pribadi (dokter dan pasien), yang disebut komunikasi antar pribadi. 13. Hal apa saja yang mendukung proses penyembuhan pasien melalui komunikasi, dok? Hal yang mendukung adalah, pengalaman dan pendidikan. Bahwa pengalaman dalam kehidupan membentuk diri pribadi setiap orang, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang dan telah terjadi pada diri pribadinya dan orang lain. Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri dan apa yang sedang dialaminya. Hal ini, menjadi hal utama yang mendukung respon dokter atau pasien itu sendiri dalam mempercepat proses kesembuhan penyakitnya. 14. Bagaimana cara dokter menyimpulkan penyakit, dan keinginan pasien dalam proses penyembuhan dengan komunikasi? Di dalam menarik kesimpulan tentang apa yang dibutuhkan pasien, dokter harus menarik kesimpulan melalui suatu proses yang logis. Karena interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi biasanya kensimpulan atas dasar informasi yang tidak lengkap, artinya dokter mempersepsikan makna dengan melompat pada satu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan atas data sesungguhnya dari pasien, tapi hanya berdasar penangkapan indra yang terbatas, melalui diagnosa. 2. Apakah keluhan pasien tidak menganggu kestabilan berpikir dokter, misalnya dengan masalah pribadi, mungkin, dok? Kami menerima begitu banyak keluhan…memang keluhan pasien sangat beragam, dari penyakit, ekonomi, perasaan, tertekan, kurang percaya diri, dan lain sebagainya. Di dalam hal ini, kami sebagai dokter harus mampu menciptakan stabilitas, struktur dan makna komunikasi yang dapat mempengaruhi kesembuhan pasien, dari banyaknya pesan, kami harus memutuskan apa yang terbaik, yang menjadi kebutuhan pasien secara cepat . 3. Sejauhmana peran komunikasi dalam proses kesembuhan pasien, menurut dokter? Peran penting komunikasi terhadap proses penyembuhan pasien tidak terlepas dari peran seorang dokter, bagaimana peran dan fungsi dokter terhadap penyampaian komunikasi agar sesuai dengan keadaan pasien, memahami apa yang sedang dirasakan pasien, dan juga mengerti apa yang menjadi keinginan pasien. 4. Selain komunikasi, dok., adakah hal lain semacam tindakan-tindakan tertentu, misalnya? Tindakan yang dilakukan oleh kami dalam proses penyembuhan pasien tidak jauh dari pendekatan-pendekatan yang bersifat komunikasi, simpati, nasehat, dan lain-lain semacamnya…Bahwa upaya penyembuhan pasien dengan komunikasi ditentukan oleh bagaimana gaya komunikasi yang disampaikan agar dapat mempengaruhi situasi yang berdampak pada kesembuhan pasien. Gaya komunikasi sangat berperan dalam keberhasilan komunikasi terhadap proses penyembuhan pasien, komunikasi yang santun dan membangun lebih berperan bila dibandingkan dengan menganggap pasien sebagai obyek dari komoditas...gaya komunikasi mengindikasikan bahwa dokter mampu mengendalikan diri dan kepetingannya di atas kepetingan pasien yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. 5. Sejauhmana komunikasi dipandang efektif bagi proses penyembuhan pasien, menurut dokter? Komunikasi sejauh ini efektif. Bahwa komunikasi akan lebih efektif jika kami sedang melakukan pengobatan dengan pasien yang memiliki pendidikan, pengalaman, dan juga bertanggung jawab terhadap kesembuhannya…tujuan komunikasi yang dilakukan antara dokter dan pasien adalah untuk memberikan perintah dan pengontrolan terhadap proses penyembuhan pasien. 6. Proses penyembuhan pasien yang dilakukan dengan pendekatan komunikasi, apa bisa disebut dengan pendekatan ilmiah, dok? Di dalam dunia kesehatan, komunikasi untuk mendapatkan data dari keluhan pasien itu penting dan merupakan hal yang utama…ilmiah apa tidaknya, yang jelas kami melakukannya dengan cara-cara ilmu pengetahuan…Bahwa pendekatan ilmiah perlu dilakukan terhadap pasien sebagai obyek pengobatan, dengan pendekatan ini, dokter berusaha mendapatkan data atau apapun yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan pasien. 7. Pengaruhnya pada perkembangan kesembuhan pasien, dok? Sangat berpengaruh, terutama pada sikap dan mental pasien…Bahwa hal-hal yang berkaitan dengan psikologis menjadi fokus utama untuk melihat dan mengkaji perkembangan perilaku pasien…sejak komunikasi terjalin diantara dokter dan pasien, perubahan perilaku menjadi awal dalam mengembangkan pengobatan, baru kemudian memasukan norma=norma yang berlaku dalam dunia kedokteran. Data Singkat Informan Nama Umur Jabatan Tanggal Wawancara Tempat Wawancara : Novi Anggraini : 22 Tahun : Staf pengurus dan paramedis : 19 Desember 2010 : Klinik Makmur Jaya 1. Sudah berapa lama Mbak di sini? Sudah satu tahun, mbak. 2. Mbak, tinggalnya di mana? Di sekitar sini, di belakang MP (Madrasah Pembangunan). 3. Sebelum menjadi staf pengurus di Klinik Makmur Jaya, mbak kerja atau kuliah? Kuliah tahap ahir di Kedokteran UIN. 4. Bagaimana Klinik Makmur Jaya, menurut Mbak,? Yang saya rasakan bagus dan nyaman mbak. Klinik Makmur Jaya sangat membantu masyarakat sekitar yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Apalagi Klinik Makmur Jaya jam kerjanya selama 24 jam, ya…, sangat membatu aja, mbak. 5. Apakah ada kendala yang mbak rasakan dengan jam kerja Klinik Makmur Jaya? Di Klinik Makmur Jaya semua sudah terstruktur atau teratur, masalah jam kerja tidak ada kendala karena kita memakai sistem roling, ada yang masuk siang dan ada yang kebagian jam kerja pada malam hari. 6. Bagaimana penerapan atau proses komunikasi dokter dengan pasien yang mbak amati di Klinik Makmur Jaya? Yang saya rasakan baik-baik saja…antara dokter dan pasien tidak yang menghambat…mungkin karena sama-sama tau apa yang menjadi tugas dan peran masing-masing mbak…jadi lancar dan akrab aja. 7. Pola komunikasi yang diterapkan di Klinik Makmur Jaya, menurut Mbak? Di sini kami sebagai staf pengurus juga berhak memberikan saran maupun keluhan yang berkaitan dengan Klinik Makmur Jaya, tidak hanya pasien yang menjadi fokus kerja…kami sebagai pengurus juga wajib mengkomunikasikan diri kami dan pekerjaan, tugas, masalah atau konflik yang terjadi…kami menjaga agar hubungan lebih dekat, dapat memecahkan masalah, dan mendapatkan solusi dari tugas yang kami jalankan. 8. Ada tidak, pengaruh komunikasi yang berdampak pada kesembuhan penyakit pasien, menurut mbak? Menurut saya ada mbak…walaupun tidak bisa diukur sejauhmana tingkat keberhasilannya secara cepat, namun secara perlahan ada perubahan yang terjadi baik dari segi mental maupun perilaku pasien…pasien yang datang berkunjung selain berobat, mereka juga senang berkonsultasi di sini. Dan saya pikir itu memberikan nilai positif bagi Klinik Makmur Jaya. Karena komunikasi yang dibangun oleh dokter terhadap pasiennya sangat baik. 9. Pendekatan yang dilakukan dengan komunikasi seperti apa, mbak? Ya…pendekatan secara sikologis, komunikasi yang laksanakan memberikan dampak perubahan terhadap tindakan penyembuhan yang diinginkan pasien…bisa melalui nasehat, dialog atau dokter membuat jadwal berkunjung ke rumah-rumah pasien yang ditangani oleh Klinik Makmur Jaya. Data Singkat Informan Nama Umur Jabatan Tanggal Wawancara Tempat Wawancara : Fenny : 20 Tahun : Pasien Klinik Makmur Jaya : 19 Desember 2010 : Klinik Makmur Jaya 1. Seberapa sering mbak berkunjung ke Kilinik Makmur Jaya? Kalau berobat tak tentu juga. Pas kalau sakit-sakit aja…tapi kalau Cuma konsultasi dengan dokter di sini kadang dua minggu sekali atau seminggu sekali. 2. Hal apa saja yang dikonsultasikan, mbak? Yaaa, hal-hal pribadi aja. Yang menyakut dengan kesehatan wanita ataupun beban pikiran aja mbak. 3. Memang mbak sakit apa, sehingga rutin berkonsultasi ke Klinik Makmur Jaya? Alergi mbak. 4. Apa saja yang didapat oleh mbak selama berkonsultasi? Dapat berkomuniaksi soal kesehatan dengana dokter…nambah pengetahuan dan pengalaman juga. 5. Bagaimana perhatian dokter terhadap penyakit pasien di Klinik Makmur Jaya? Saya ke Klinik Makmur Jaya karena banyak yang ingin dikomunikasikan, saya banyak mendapatkan informasi untuk melakukan evaluasi diri, mengetahui diri sendiri…selain itu juga, saya dapat memahami orang lain, setidak-tidaknya berusaha memahami apa yang menjasi keinginan dokter dari perilaku kita sebagai pasien. 6. Menurut mbak, komunikasi yang dibangun dengan dokter bagaimana, ada perubahan tidak, terhadap proses penyembuhan mbak? Buat saya pribadi ada pengaruhnya…dapat nasehat atau resep-resep obat dari dokter di Klinik Makmur Jaya sangat membantu, selain meringankan beban pikiran dan mental, kesembuhan yang ada pada diri saya juga ada yang berubah… yang saya rasakan sedikit tidaknya ada…itu saya pribadi lho, mbak. Gak tau orang lain. 7. Kinerja dokter di Klinik Makmur Jaya, menurut mbak? Bagus dan bersahabat…perhatian dan nasehat-nasehat yang membangun yang sering dimunculkan. 8. Pelaksanaan komunikasinya bagaimana mbak? Komunikasi atau diskusi aja…dokter menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penyakit yang saya rasakan…tapi selain itu, dokter juga menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan keluarga… 9. Harapan mbak ke depan untuk Klinik Makmur Jaya, bagaimana? Adanya peningkatan dari segi pelayanan, dalam arti pasien yang tidak mampu diberikan pelayanan yang memadai dan gratis....hehehe…bertambahnya kepercayaan masyarakat sekitar terhadap Klinik Makmur Jaya aja. Data Singkat Informan Nama Umur Jabatan Tanggal Wawancara Tempat Wawancara : Zaskyah : 20 Tahun : Pasien Klinik Makmur Jaya : 19 Desember 2010 : Klinik Makmur Jaya 1. Mbak sering berkunjung ke Klinik Makmur Jaya? Sering, gak juga sih. Kalau sakit-sakit aja atau ada keperluan lain. 2. Keperluan lain misalnya apa, mbak? Konsultasi mengenai kesehatan aja. 3. Selain berobat di Klinik Makmur Jaya, di mana mbak biasanya berobat? Selain di sini, yaaa, di Rumah Sakit UIN atau Fatmawati. Kalau bareng keluarga aja kadang-kadang ke Fatmawati. 4. Menurut mbak, Klinik Makmur Jaya, bagaiamana? Yaaa, walaupun kecil tapi bersih…enaknya membuka pelayanan selama 24 jam. 5. Menurut mbak, komunikasi mbak dengan dokter di sini bagaimana? Baik-baik aja…bersahabat dan nyaman…mungkin karena tugas dokter yang memang harus begitu kali mbak... 6. Bentuk komunikasi yang dilakukan seperti apa, mbak? Semacam diskusi Tanya jawab aja…tentang masalah kesahatan dan resepresep obat yang dibutuhkan oleh saya atau pasien lainnya. 7. Komunikasi yang dibangun apa sebatas di Klinik Makmur Jaya aja, atau ada hal lain atau waktu-waktu tertentu? Yaaa, yang saya alami sih, Cuma sebatas di Klinik aja…tapi dokter atau paramedis di sini sering juga menanyakan hal-hal diluar yang saya konsultasikan. 8. Hal yang ditanyakan seperti apa mbak? Kebiasaan saya di rumah atau sama teman-teman saya...kadang juga pola hidup dan pola makan serta cara saya bergaul di masyarakat sekitar. 9. Hal itu, positif apa negative, menurut mbak? Mmmm...negatif sih gak juga…tapi kadang gak ngerti aja. 10. Gak ngerti terhadap pertanyaan dokter apa tehadap jawaban yang diberikan dokter untuk mbak? Gak ngerti aja, kalau maksud saya konsultasi yang lain tapi dapatnya pertanyaan atau nasehat lainnya….apalagi kalau dengar nama obat atau resep-resep dokter…nasehatnya juga pake istilah Inggris atau apa gitu…ada yang saya pahami ada juga yang tidak. 11. Tapi, bagaimana cara komunikasi dan pengobatan yang selama ini Mbak rasakan di Klinik Makmur Jaya? Pengobatan di Klinik Makmur Jaya, terasa nyaman, karena dokter dan perawatnya ramah dan enak diajak ngobrol…dalam proses pengobatan, dokternya sangat perhatian, baik, dan kadang humoris…ada juga nasehatnasehat keagamaan dan mental, ya, untuk penyadaran dirilah…setidaknya saya lebih perhatian juga terhadap kesehatan dan lain sebagainya. 12. Harapan mbak untuk Klinik Makmur Jaya dan dokternya apa? Harapanya…ke depan lebih baik dan bagus aja…oh ia, kalau memberikan saran atau resep supaya ditulis dengan jelas…atau dijelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti aja…soalnya susah bahasanya pake bahasa yang aneh. Data Singkat Informan Nama Umur Jabatan Tanggal Wawancara Tempat Wawancara : Reza : 25 Tahun : Pasien Klinik Makmur Jaya : 19 Desember 2010 : Klinik Makmur Jaya 1. Reza sering dating untuk berobat di sini? Baru 3 kali ma ini, mbak. 2. Memang sebelum ini, mas Reza berobat kemana? Di Rumah Sakit UIN. 3. Mas Reza tinggal di mana? Kertamukti mbak, di situ dekat. 4. Mas Reza mau berobat apa konsultasi? Berobat mbak. 5. Sakit apa, mas. Kan dekat, kok baru 3 kali? Demam aja. Yaaa, sakitkan gak setiap hari, mbak. 6. Menurut mas Reza, Klinik Makmur Jaya, bagaimana? Baguslah...jadi bisa dekat, tinggal lurus aja…gak usah jauh-jauh ke Rumah Sakit UIN…di sini juga lumayan nyaman tidak ribet. 7. Selama masa Reza berobat di Klinik Makmur Jaya, apa yang mas Reza rasakan, misalnya, dokternya baik, ramah, atau berkomunikasinya lancar, menunjukan perhatian ke mas Reza atau yang lainya? Yang saya rasakan sih enak-enak aja. Dokternya ramah dan enak diajak ngobrol. Dokter sih lancar-lancar aja kalau lagi nanya-nanya mah. 8. Yang ditanya soal apa saja mas? Soal penyakit yang dirasakan. 9. Peran dokter terhadap kesembuhan mas, menurut mas bagaimana? Yaaa, dokter pentinglah mbak. Sedikit banyak dokter yang saya rasakan sangat membantu saya dalam berobat. 10. Selain berobat, apa dokter sering menasehati mas untuk menjaga kesahatan atau yang lainnya? Dokter pasti memberikan nasehat pada saya, misalnya menjaga lebih baik daripada mengobati…yaaa, bertanggung jawab terhadap diri sendiri untuk menjaga kesehatan. Data Singkat Informan Nama Umur Jabatan Tanggal Wawancara Tempat Wawancara : Ilham : 20 Tahun : Pasien Klinik Makmur Jaya : 19 Desember 2010 : Klinik Makmur Jaya 1. Sudah berapa kali mas Ilham berkunjung ke sini? Lebih dari lima kali lah. 2. Mas Ilham tinggal di mana? Di belakang Pasca UIN. 3. Mas Ilham ke sini untuk berobat apa konsultasi? Berobat aja, mbak. 4. Sakit apa mas? Sakit panas. 5. Kalau mas Ilham sudah lebih dari lima kali berobat ke sini, menurut mas Ilham Klinik Makmur Jaya, bagaimana? Bagaimana apanya, mbak. 6. Bagaimana dokter dan pelayanan yang dirasakan mas Ilham yang diberikan oleh Klinik Makmur Jaya? Baguslah, seperti klinik-klinik lain juga. Tapi di sini lebih nyaman dan gampang aja. Tidak ribet dan tidak lama, harus menunggu giliran berjam-jam gitu, mbak. 7. Sebelum-sebelumnya, hal apa saja yang ditanyakan dokter terhadap mas Ilham jika sedang berhadapan? Yaaa, tentang penyakit yang dirasakan, mbak. 8. Hal lain? Saya sering datang berobat atau sekedar konsultasi tentang hal yang saya alami…kadang dokter sering juga menanyakan tempat tinggal, keluarga, dan kondisi sosial masyarakat. 9. Seperti apa, mas? Yaaa, seperti keadaan masyarakat atau tetangga menurut saya pribadi bagaimana…misalnya kalau mereka mengalami sakit yang sama seperti yang saya rasakan…apakah mereka berobat atau beli obat warung gitu, mak. 10. Menurut mas Ilham, hal yang ditanyakan positif apa negatif? Tidak juga sih, malah bagus…berarti dokter perhatian sama masyarakat sekitar…tapi saya gak taulah kenapa. 11. Menurut mas Ilham, nasehat yang diberikan dokter terhadap mas Ilham bagaimana, dampaknya buat penyembuhan mas Ilham berpengaruh apa tidak? Saya sih senang aja, mbak…karena saya gak ma terus-terusan sakit…buat saya pribadi sih…ada…walaupun tidak langsung sembuh…yaaa, nasehat dokter Klinik Makmur Jaya memberikan keringanan pikiran, mbak. Sehingga memberikan kepercayaan diri bahwa sakit pasti ada obatnya.