POLA KOMUNIKASI DOKTER TERHADAP

advertisement
POLA KOMUNIKASI DOKTER
TERHADAP PASIEN DALAM PROSES PENYEMBUHAN
DI KLINIK MAKMUR JAYA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Komunikasi Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Putri Rachmania
NIM: 106054002030
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
POLA KOMUNIKASI DOKTER
TERHADAP PASIEN DALAM PROSES PENYEMBUHAN
DI KLINIK MAKMUR JAYA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat Meraih
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Putri Rachmania
206051104346
Di bawah bimbingan
Dra. Musfirah Nurlaily, MA.
NIP: 1971041222000032
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
ABSTRAK
Putri Rackmania
“POLA KOMUNIKASI DOKTER TERHADAP PASIEN DALAM PROSES
PENYEMBUHAN DI KLINIK MAKMUR JAYA”
Komunikasi dan pengaruhnya terhadap proses penyembuhan pasien adalah
komunikasi yang melibatkan dua individu yang berbeda, dan disebut sebagai
komunikasi antar pribadi. Komunikasi menjadi piranti utama dalam bagi dokter
untuk menyampaikan pesan dan keinginan dokter terhadap pasien ataupun
sebaliknya. Komunikasi menjadi mediator bagi dokter dalam menyampaikan
simbol-simbol atau arti yang dimaksudkan oleh dunia kesahatan dalam mencapai
tujuan yang diinginkan pasien, yaitu penyembuhan. Komunikasi digunakan
sebagai alat pendekatan sosial oleh dokter demi mencapai satu stabilitas objektif
dari obyek penelitian untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dokter. Oleh sebab
itu, komunikasi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dokter dan pasien yang
dapat berpengaruh pada proses penyembuhan yang tengah dilakukan. Dengan
demikian, peranan lembaga pelayanan menjadi penting untuk menyelaraskan
komunikasi sebagai alat yang dapat memberikan perubahan terhadap prilaku,
pandangan, dan budaya masyarakat sebagai obyek yang dilayani (pasien).
Tujuan dari penelitian ini adalah; untuk mengetahui pola komunikasi
dalam upayanya memberikan dampak penyembuhan. Mengetahui bagaimana
penerapan komunikasi dalam proses penyembuhan. Mendapatkan satu pola
komunikasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan. Tujuan lain, untuk
mengetahui peran penting komunikasi sebagai media yang mampu mempengaruhi
proses kesembuhan pasien. Selain itu, adalah untuk mengetahui pendekatanpendekatan sosial komunikasi yang diciptakan oleh Klinik Makmur Jaya.
Metodologi penelitian karya ilmiah ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif menurut Taylor yang dikutip oleh Lexsi J.
Moleong, adalah “prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan pola komunikasi
dokter terhadap proses penyembuhan pasien di Klinik Makmur Jaya adalah
komunikasi berperan sangat signifikan dalam proses penyembuhan pasien,.
Pendekatan-pendekatan komunikasi pada penerapannya mampu sangat
berpengaruh terhadap perubahan psikologi dan perilaku pasien yang sedang
menjalani proses pengobatan,
Dengan demikian, Pola Komunikasi Dokter Terhadap Proses
Penyembuhan Pasien adalah untuk mengupayakan perubahan sikologis dan
perilaku pasien terhadap apa yang terjadi didalam diri mereka sendiri. Bahwa,
selain dokter, pasien juga harus berperan aktif, memahami, dan bertanggung
jawab terhadap kesembuhan diri mereka. Dan komunikasi dalam hal ini mencoba
mambangun, mengembangkan, dan membina hubungan keduanya secara
responsif terhadap problem sosial apa pun yang tengah mereka hadapi.
i
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmatNya,
Zat Yang Maha menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik
jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun
yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas sang
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam
yang terlena maupun terjaga atas sunnahnya.
Alhamdulillahirrabil ‘alamin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada
Allah SWT atas segala rahmat dan pertolonganNya, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolonganNya tidaklah mungkin penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak
akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik
secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya,
sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Dr. Arief Subhan, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembantu Dekan Bidang
Akademik Bapak Drs Wahidin Saputra, MA. Pembantu Dekan Bidang
Administrasi Umum dan Keuangan Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA., serta
Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Bapak Drs. Study Rizal LK., MA.
2.
Ibu Hj. Asriati Jamil, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Koordinator Teknis
Program Non Reguler, Ibu Hj. Musfirah Nurlaily, MA., selaku Sekretaris
Program Non Reguler.
3.
Dosen Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) angkatan 2007. Serta
Bapak/Ibu Dosen Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
ii
iii
yang telah mengarahkan, mendidik, membimbing, dan memberikan ilmu
yang sangat bermanfaat untuk hidup penulis.
4.
Ibu Dra. Musfirah Nurlaily, MA., sebagai Dosen Pembimbing skripsi, yang
tidak pernah menutup pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan
memberikan semangat dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
5.
Seluruh karyawan Perpustakaan Utama UIN Jakarta, dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Konunikasi UIN Jakarta.
6.
Dokter Ayat Rahayu yang telah bersedia meluangkan waktu. Dan para
fasilitator buku-buku tentang komunikasi dan kesehatan, yang memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelami buku-buku tentang komunikasi
(umum dan khusus) dokter terhadap pasien, tanpa batas waktu
7.
Karyawan dan Staff Klinik Makmur Jaya yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan observasi dan dan wawancara.
8.
Bapakku yang terkasih, Budi Marwoto dan Ibunda tercinta Rosmilawati, yang
telah memberikan terkasih kebebasan untuk memilih jalan hidup, hampir
setiap nafas yang terlewati ini penulis merasakan lantunan doa yang begitu
kuat, semoga pintu Rahman dan RahimNya Allah senantiasa dibukakan bagi
kesabaran dan pengorbanamu. Amin.
9.
Adik-adikku tercinta, Rosafina Shabira, Raniah Farah Nadhifa, dan Irsya
Budi, yang telah banyak memberikan keluasan waktu dan yang selalu
menciptakan ketenangan dalam rumah yang menjadi surga bagi keluarga.
Terima kasih atas doa dan dukungan yang terucap maupun tidak.
10. Teman-teman KPI Program Non Reguler angkatan 2006 atas keakraban dan
kerja sama di masa-masa kita masih sempat selalu berkumpul, dan temanteman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Hanya ucapan
terima kasih yang bisa saya sampaikan.
iv
11. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan
kepada penulis baik secara moril maupun materil, penulis ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya, hanya Allahlah yang dapat membalasnya.
Ciputat, 15 Februari 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………………10
C. Tujuan dan Manfaat penelitian……………………………………..10
D. Metodologi penelitian……………………………………………....11
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………....15
F. Sistemetika penulisan……………………………………………….16
BAB II LANDASAN KOMUNIKASI
A. Komunikasi……………………………………………………...…18
1. Pengertian……………………………………………………...18
2. Unsur-unsur Komunikasi………………………………………21
3. Fungsi Komunikasi……………………………………………26
B. Pola Komunikasi………….………………………………….........28
C. Pola Komunikasi Antar Pribadi…………………………………...32
D. Hubungan Dokter dengan Pasien………………………………….41
BAB III GAMBARAN UMUM KLINIK MAKMUR JAYA
A. Profil Klinik Makmur Jaya……………………………………........48
B. Sejarah Berdirinya Klinik Makmur Jaya…………………………...48
C. Sarana dan Prasarana……………………………………………….52
D. Dokter dan Tenaga Medis………………………………………….53
v
vi
BAB IV HASIL TEMUAN dan ANALISA DATA
A. Pola Komunikasi Dokter dan Pasien di Klinik Makmur Jaya………55
B. Penerapan Komunikasi Terhadap Pasien di Klinik Makmur Jaya….66
C. Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Media Klinik Makmur Jaya Dalam
Meningkatkan Kesembuhan Pasien……….………………………..71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di beberapa negara, menunjukkan bahwa adanya hari-hari produktif yang
hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years (DALY's) yang disebabkan oleh
masalah kesehatan. Sementara kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Atas dasar ini, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan
yang utuh (holistik), dari unsur “badan” (organobiologik), “jiwa” (psiko-edukatif),
dan “sosial” (sosio-kultural), yang tidak dititik beratkan pada “penyakit” saja,
tetapi pada kualitas hidup yang terdiri dari “kesejahteraan” dan “produktivitas
sosial ekonomi. Dengan demikian, kesehatan adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang, dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.1
Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan
memperhatikan semua segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya
dengan manusia lain. Untuk mendapatkan kesehatan jiwa, maka perlu ada
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata untuk seluruh
masyarakat. Pembangunan kesehatan Indonesia beberapa dekade yang lalu harus
diakui relatif berhasil, terutama pembangunan infrastruktur pelayanan kesehatan
yang telah menyentuh sebagian besar wilayah kecamatan dan pedesaan. Namun
1
Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995-2000 di beberapa negara (Eropa,
Amerika,
Afrika,
dan
Asia),
dalam
http://kesmas.depkes.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id
=61&Itemid=79.
(diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 19:00).
1
2
keberhasilan yang sudah dicapai belum dapat menuntaskan problem kesehatan
masyarakat secara menyeluruh, bahkan sebaliknya tantangan sektor kesehatan
cenderung semakin meningkat.2
Transisi epidemiologis, yang di tandai dengan semakin berkembangnya
penyakit degeneratif dan penyakit tertentu yang belum dapat diatasi sepenuhnya
(seperti TBC, DHF dan malaria); hal ini merupakan sebagian tantangan kesehatan
di masa depan. Tantangan lainnya yang harus ditanggulangi antara lain adalah
meningkatnya masalah kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, masalah obatobatan; dan perubahan dalam bidang ekonomi, kependudukan, pendidikan, sosial
budaya; dan dampak globalisasi yang akan memberikan pergaruh terhadap
perkembangan keadaan kesehatan masyarakat. Karena kesehatan merupakan
kebutuan yang sangat mendasar secara fisik maupun dalam hal psikis. Kesehatan
sangat esensial untuk mencapai berbagai tujuan, sebab dengan kesehatan manusia
dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa adanya satu hambatan.3
Berdasarkan penjelasan di atas sangat diperlukan upaya agar masalah
kesehatan di masa depan dapat ditanggulangi dengan baik sehingga mencapai
kualitas kesehatan masyarakat yang diinginkan. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan antara lain meliputi pengembangan organisasi dan manajemen
pelayanan kesehatan, pengembangan institusi pendidikan, peningkatan orientasi
penelitian dan peningkatan partisipasi masyarakat. Pengembangan organisasi
pelayanan kesehatan merupakan suatu keharusan. Pendekatan organisasi birokrasi
yang selama ini berlaku dan bersifat sangat hirarkis (top down) atau sentralistis
2
Ibid.
Media
Indonesia;
Wajah
Buram
Keseshatan
Bangsa
Kita.
http://www.aidsindonesia.or.id. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 18:30).
3
3
haruslah dirubah menjadi suatu tatanan organisasi pelayanan yang lebih
mengutamakan pendekatan psikologis komunikasi yang lebih efektif, mudah, dan
menumbuhkembangkan kesadaran menjaga kesehatan.4
Keberhasilan pembangunan kesehatan yang telah dicapai pada berapa
bidang (terutama pembangunan sarana fisik) merupakan suatu hal yang tidak
dapat dipungkiri. Namun berdampingan dengan keberhasilan yang ada, banyak
fakta menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan kesehatan tidak kalah
besarnya. Salah satu faktor sulitnya mencapai prestasi optimum organisasi
pelayanan adalah organisasi kesehatan dianggap terlalu elit (birokratis) dan ruwet
(mahal) bagi masyarakat.5
Hal ini menimbulkan kematian inisiatif dan menghidupkan sikap pasif,
sehingga sekat antara masyarakat dengan organisasi kesehatan menjadi semakin
lebar. Fenomena ini harus segera dirubah melalui pengembangan organisasi dan
manajemen agar lebih siap menghadapi tantangan di masa depan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pengembangan
organisasi adalah suatu proses sadar dan terencana untuk mengembangkan
kemampuan suatu organisasi sehingga mampu mencapai suatu tingkat optimum
prestasi dan efisiensi, efektifitas, dan kesehatan organisasi. Pengembangan
manajemen ditekankan pada upaya memperbaiki pengetahuan dan keterampilan
para pimpinan dan paramedis.
Dengan demikian, pengembangan organisasi kesehatan harus mengacu
pada strategi reedukasi dan normatif yang ditujukan untuk mempengaruhi sistem
4
Ibid.
Paper Surya utama; Upaya Menghadapi Masalah Kesehatan Di Masa Depan, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, dalam surya_utamablogspot. (diambil pada
hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam 18:35).
5
4
kepercayaan, nilai, dan sikap dalam organisasi sehingga dapat beradaptasi lebih
baik terhadap akselerasi laju perubahan teknologi lingkungan industri dan
lingkungan masyarakat umumnya. Pengembangan organisasi mencakup pula
penataan kembali organisasi formal yang sering mulai, diperlancar dan diperkuat
oleh perubahan normatif dan perilaku. Salah satu yang harus menjadi
pertimbangan organisasi kesehatan (Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, dan lain
sebagainya) adalah otonomi organisasi dalam hal pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat.6
Efisiensi
dan
efektifitas
pelayanan
merupakan
sasaran
utama
pengembangan organisasi birokrasi pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
menjamin kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara terus menerus.
Dengan demikian otonomi sebagai perwujudan pengembangan organisasi
haruslah direncanakan dan dilaksanakan dengan benar dan sungguh-sungguh,
untuk menciptakan suatu organisasi pelayanan kesehatan yang siap menghadapi
tantangan untuk menyelesaikan masalah kesehatan agar senantiasa berkembang
(terutama di daerah-daerah). Pengembangan organisasi pelayanan kesehatan yang
dilakukan harus dapat menghilangkan berbagai penyimpangan perilaku birokrasi
kesehatan yang tidak bermoral, seperti tidak efisien, tidak efektif, korupsi, kolusi,
dan mengabaikan kualitas pelayanan.
Upaya pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan
kesehatan maupun pembangunan bidang lainnya yang terkait dengan kesehatan
masyarakat antara lain dilakukan dengan meningkatkan kuantitas sumber daya
manusia melalui perencanaan kebutuhan dan peningkatan kualitas melalui jalur
6
Ibid.
5
pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan dapat terbentuk manusia (tenaga
medis) yang berkualitas, mampu memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk mendukung pembangunan
seluruh sektor kehidupan msyarakat. Dengan demikian pendidikan merupakan
wahana dan sekaligus cara untuk membangun manusia baik sebagai insan maupun
sebagai sumber daya pembangunan.7
Pentingnya sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan syarat utama
pengembangan organisasi kesehatan, upaya untuk mendorong terciptanya
organisasi pelayanan kesehatan yang mampu mencapai dan mempertahankan
prestasi, menghendaki sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan
kualitas sumberdaya manusia dari organisasi pelayanan kesehatan, haruslah
diantisipasi oleh institusi pendidikan kesehatan masyarakat. Artinya, jika
organisasi pelayanan kesehatan telah siap untuk melaksanakan pengembangan
organisasi dan manajemen sebagai antisipasi untuk menghadapi tantangan
kesehatan masyarakat yang semakin kompleks; maka institusi pendidikan
kesehatan masyarakat juga harus melakukan pengembangan organisasi dan
manajemen untuk menghadapi tantangan kesehatan yang semakin kompleks. 8
Institusi pendidikan kesehatan masyarakat harus mampu menciptakan
ilmuan dan praktisi kesehatan yang dapat menopang pengembangan organisasi
dan manajemen pelajaran kesehatan yang dapat membantu memecahkan masalah
kesehatan masyarakat. Selain itu, peran serta masyarakat merupakan syarat mutlak
untuk mencapai keberhasilan pembangunan. Hal ini menegaskan bahwa
7
Ibid.
http://indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=7660&Itemid=
821. (diambil pada tanggal 12, jam: 20:30. 2011).
8
6
partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan menempati posisi yang
sangat penting. Pandangan bahwa masyarakat adalah semata-mata objek
pembangunan harus diganti dengan menempatkan masyarakat sebagai bagian dari
pelaku (subjek) pembangunan.9
Masyarakat harus ikut serta dalam proses pembangunan kesehatan sesuai
kondisinya. Situasi dan kondisi masyarakatlah yang seharusnya menentukan
secara objektif tingkat posisi partisipasinya dalam proses pembangunan; bukan
keputusan sepihak birokrasi yang selalu cenderung menafikan potensi masyarakat
yang pada akhirnya sering menempatkan masyarakat sebagai objek pembangunan.
Jika tidak ada pemahaman yang sama (antara dokter dengan pasien), maka
masyarakat Indonseia akan selalu berada dalam sebuah dunia yang saling tarik
menarik, dunia yang menghisap habis energi kebaikan, kebenaran dan kejujuran
menjadi energi yang sangat negatif. Dan masyarakat akan menjadi pribadi-pribadi
yang akan kehilangan diri, tidak produktif, dan perangkat penghubung
(komunkasi) yang memadai.
Dan untuk membangun semua hal di atas, maka dibutuhkan sebuah
jembatan atau instrumen yang dapat mengkomunikasikan hal-hal terkait.
Instrumen tersebut adalah komunikasi, pola komunikasi, dan strategi pelaksanaan
komunikasi. Komunikasi menjadi penting sebagai alur transformasi pendidikan
dan informasi agar tidak semakin rumit. Oleh karenanya, sebuah sistem
komunikasi sangat diperlukan untuk melancarkan mekanisme kerja organisasi
kesehatan (kedokteran) yang ada. Pola komunikasi sangat membantu dalam
memudahkan pencapaian tujuan dari sistem kesehatan yang hendak mencapai
9
Ibid.
7
kesamaan dan keserasian dalam pembangunan. Komunikasi dapat dijadikan
pedoman dalam proses interaksi antar individu dan kelompok di masyarakat.
Dalam
kehidupan,
komunikasi
merupakan
rumusan
baru
meskipun
pelaksanaannya secara implisit telah dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari.10
Untuk mendapatkan satu sistem (pola) komunikasi yang bekerja selaras
dengan organisasi kesehatan agar mampu memberikan
dampak positif
(penyembuhan, kesadaran, ketenangan) terhadap perkembangan kesahatan
masyarakat. Maka, perlu adanya peranan lembaga kesehatan11 dan dokter yang
mampu menggunakan komunikasi sebagai perangkat (alat atau media) pelayanan
yang paling efektif dan efisien untuk mengetahui kebutuhan dan mendapatkan
keluhan masyarakat.
Dalam hubungan ini, perangkat (sarana dan prasarana) kesehatan berperan
penting bagi manusia untuk menemukan kembali kebugaran (kesehatan) jiwa
raganya dalam kehidupan sehari-hari. Klinik atau sejenis, merupakan salah satu
faktor pendukung manusia yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan manusia
akan kesehatan. Sarana-sarana di atas adalah wadah sosial yang secara langsung
berhadapan dengan kebutuhan masyarakat. Klinik menjadi salah satu organisasi
sosial masyarakat yang mengandaikan adanya hubungan (komunikasi) sosial yang
seimbang dan searah, karena antara masyarakat dengan wadah sosial (kesehatan)
tersebut selalu akan memiliki hubungan timbal-balik (feedback), saling
membutuhkan satu sama lain.
10
11
Ibid.
Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, Posyandu dan lain sebagainya.
8
Sedangkan komunikasi merupakan kebutuhan dasar (kodrati/asali)
manusia sebagai prasyarat mutlak bagi perkembangan manusia, baik sebagai
individu, kelompok, maupun bermasyarakat. Dengan komunikasi, manusia dapat
menyampaikan perasaan, pikiran, pendapat, sikap dan informasi kepada
sesamanya secara timbal balik. Misalnya, komunikasi yang digunakan di dalam
kedokteran, seorang dokter dituntut memiliki pola komunikasi yang baik, lancar,
dan dapat dipahami oleh pasien. Komunikasi yang mudah dimengerti merupakan
salah satu keahlian yang harus dikuasai oleh seorang dokter. Keahlian dalam
komunikasi sangat menentukan keberhasilan seorang dokter dalam mengarahkan
atau menyelesaikan permasalahan sosial (kesehatan) masyarakat sebagai penderita
(pasien).12
Akan menjadi tidak mudah bagi dokter dalam melakukan identifikasi
mengenai permasalahan kesehatan masyarakat apabila tidak memiliki kecerdasan
(kelebihan) dalam mengkomunikasikan gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien,
atau menjelaskan secara logika (masyarakat awam), sebab-akibat dari suatu
penyakit (berat) yang dialami. Di dalam sistem komunikasi kedokteran, ada
beberapa unsur komunikasi yang dibangun atas dasar saling percaya, keterbukaan,
kejujuran, dan pengertian akan kebutuhan pasien, harapan, dan juga kepentingan
dari masing-masing. Komunikasi harus berlangsung dalam kedudukan yang
setara. Memiliki cukup pengertian yang sama-sama dipahami.13
Tidak ada pembatas yang membedakan, adanya kepercayaan dan
kesepakatan bahwa komunikasi merupakan pertukaran informasi yang saling
12
http://fasilitator-masyarakat.org/index.php?pg=artikel_detail&id=190. Peranan Pekerja
Sosial Dalam Pendampingan, (diambil pada tanggal 12, jam: 20:30. 2011).
13
Ibid.
9
menguntugkan satu sama lain. Dengan adanya hubungan yang dilandasi saling
percaya serta saling mengerti akan kebutuhan masing-masing, maka pasien akan
dengan mudah memberikan keterangan dari gejala yang dirasakan, sehingga
dokter sebagai tenaga medis yang melayani kebutuhan pasien dapat mengarahkan
kebutuhan pasien pada solusi yang dapat meringankan problem kesehatan pasien.
Komunikasi efektif juga dibutuhkan dalam kerangka kerja kesehatan dan
kedokteran, efektif dalam arti, komunikasi yang selalu terkait pada keluhan
pasien, sehingga kendala dapat diatasi secara spesifik dan cepat. Jika ada opini
yang menyatakan bahwa komunikasi yang dikembangkan dengan cara-cara yang
lebih efektif dapat menyita waktu, adalah menjadi tugas ilmu kesehatan modern
untuk mengembangkan metodologi atau sistem dan pola komunikasi yang lebih
efektif bagi dunia kesehatan, misalnya, menggunakan simbol-simbol (verbal dan
non-verbal) yang lebih sederhana agar supaya dapat secara luas mencegah hal-hal
negatif yang ditimbulkan oleh kesalahan pengertian dan penerimaan komunikasi
antara kedua belah pihak.
Dari berbagai permasalahan di atas, penulis ingin menuangkan
problematika kehidupan sosial masyarakat dalam bernegara (kesehatan) juga
berbangsa (komunikasi) ke dalam satu karya tulis yang berjudul; “POLA
KOMUNIKASI
DOKTER
TERHADAP
PASIEN
PENYEMBUHAN DI KLINIK MAKMUR JAYA”.
DALAM
PROSES
10
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan yang akan diteliti, maka penelitian ini
akan dibatasi pada : “Pola Komunikasi Dokter Terhadap Pasien Dalam Proses
Penyembuhan.”
Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di sini penulis
memberikan perumusan, antara lain: Bagaimana Pola Komunikasi Dokter
Terhadap Pasien dalam Proses Penyembuhan di Klinik Makmur Jaya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan memahami latar belakang seperti di atas, maka dalam penelitian
karya ilmiah ini, terdapat beberapa tujuan yang mendasar dan manfaat/kegunaan
dari penelitian tersebut. Adapun tujuannya, antara lain:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk
mengetahui
pola
komunikasi
dokter
terhadap
pasien
dilaksanakan di Klinik Makmur Jaya.
b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi dokter terhadap
proses penyembuhan pasien.
c. Dan terakhir, mendapatkan informasi tentang bagaimana pentingnya
komunikasi bagi dokter dan pasien dalam kehidupan sosial
masyarakat.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis: Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan
disiplin ilmu dalam Komunikasi Penyiaran Islam.
11
b. Kegunaan Praktis: Sebagai bahan masukan bagi pengelola Klinik
Makmur Jaya tentang pola komunikasi di dalam melakukan pelayanan
terhadap pasien (masyarakat) demi terciptanya kesehatan yang
optimal.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Untuk
penelitian
ini
penulis
menggunakan
penelitian
kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.
Kirk dan Miller memberikan pengertian penelitian kualitatif sebagai tradisi
penelitian yang tergantung pada pengamatan sesuai dengan orang-orang di sekitar
objek penelitian dalam bahasa dan peristilahan sendiri.14
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengeksplorasi dan mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial,
dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah
dan unit yang diteliti.15
Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti melakukan penelitian
dengan menguraikan fakta-fakta yang didapat di lapangan berdasarkan hasil dari
penelitian lapangan (field research) yang kemudian diolah, dikaji dan dianalisis
agar dapat menghasilkan suatu kesimpulan.
14
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2009), edisi revisi cet. Ke 26, h. 3.
15
Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS dan Jaenal Aripin, M.Ag, Metodologi Penelitian
Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 13.
12
2. Sumber Data
Adapun sumber data pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
data primer dan data sekunder.
Data Primer diperoleh melalui proses penelitian langsung dari partisipan
atau sasaran penelitian, yaitu data yang berasal dari pasien yang berkunjung atau
berobat di Klinik Makmur Jaya, pengelola atau pengurus Klinik, dan pimpinan
Klinik.
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau
dokumen yang terkait dengan penelitian dari lembaga yang diteliti ataupun
referensi dan buku-buku dari perpustakaan.
1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Klinik Makmur Jaya, Jl. Kertamukti no. 84A,
Ciputat Tangerang Selatan Banten. Penelitian ini dilakukan bulan November 2010
sampai pada Februari 2011.
Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah karena tempat tersebut
mudah diakses oleh peneliti, dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang
membuat penulis melakukan penelitian di lokasi tersebut.
2. Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang objektif, penulis menggunakan teknik:
a. Observasi, adalah pengamatan langsung dengan menggunakan seluruh
panca indera (melihat, mendengar, dan merasakan)16 dan pencatatan
16
Indriati Yulistiani, Ragam Penelitian Kualitatif: Penelitian Lapangan, (Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik: UI, 2001), h. 16.
13
secara sistematis gejala-gejala yang terjadi di lapangan penelitian,17
yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan
pelayanan pasien, yaitu proses komunikasi (prosedur) dokter dengan
pasien serta kegiatan pengurus (dokter dan tenaga medis) di Klinik
Makmur Jaya. Dalam melakukan observasi tersebut, keberadaan
penulis diketahui oleh pengelola, tutor, dan pasien.
b. Wawancara adalah salah satu alat untuk mengumpulkan (memperoleh)
informasi langsung tentang beberapa jenis data18, yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian sehingga dapat menemukan data atau
keterangan mengenai kegiatan pelayanan Klinik Makmur Jaya. Dalam
penelitian ini penulis mewawancarai pimpinan Klinik, tenaga medis,
pengurus, dan pasien yang berkunjung (berobat) di Klinik Makmur
Jaya atau unsur-unsur yang berhubungan dengan penelitian atau
berkaitan dengan permasalahan yang ingin digali.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen dan pustaka sebagai bahan analisis dalam
penelitian ini. Yang memfokuskan masalah mengenai pola komunikasi
dokter terhadap pasien. Kajian dokumen ini seperti didefinisikan oleh
Barelson (1952, dalam Guba dan Lincoln, 1981:240) 19 sebagai teknik
penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis,
dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi.
17
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi aksara, 1998). Cet. Ke-2 h. 54.
18
Sutrisno Hadi, “Metodologi Research,” Jogjakarta: Andi Offset, 1983), hal. 49.
19
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, h. 220.
14
3. Subjek dan Objek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan subjek
dan objek penelitian ini adalah dokter dan pasien yang menurut peneliti dapat
memberikan data dan informasi tentang bagaimana pola komunikasi dokter
terhadap pasien memberikan dampak kesembuhan terhadap proses masa
penyembuhan di Klinik Makmur Jaya.
Dalam mencari data peneliti mewawancarai Pimpinan dari Klinik Makmur
Jaya sekaligus dokter, yaitu Dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad. M. Kes, beberapa staf
(perawat) Klinik Makmur Jaya, yaitu, Novi Anggraini, dan Sulistia Velasiva,
peneliti juga mewawancarai beberapa pasien Klinik Makmur Jaya yang
berkunjung ke Klinik Makmur Jaya, yaitu Fenny, Zaskyah, Ilham, Reza Fahlevi.
4. Teknik Analisis Data
Yakni menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber dengan
hasil yang diperoleh dari pengamatan peneliti secara langsung di lapangan.
Analisis data adalah proses penyusunan data agar bisa ditafsirkan, dan
memberikan makna. Model analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah
teknik analisis deskriptif. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sasaran
penelitian ini adalah kegiatan analisis data yang meliputi kegiatan reduksi data,
reduksi yaitu menganalisa sesuatu secara keseluruhan kepada bagian-bagiannya
atau menjelaskan tahap akhir dari proses perkembangan sebelumnya yang lebih
sederhana.20
20
A. Pius Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya:
Arkola,1994) Cet. ke-1.
15
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang
akan penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Skripsi berjudul ”Pola
Komunikasi Dokter Dalam Proses Penyembuhan Pasien di Klinik Yasmin” 2007,
yang disusun oleh Bani, UHAMKA. Skripsi berisi mengenai pola komunikasi
melalui pendekatan psikologi dan therapy sebagai upaya memberikan stimulasi
dalam proses penyembuhan terhadap pasien.
Kedua, skripsi yang berjudul “Komunikasi Dokter dan Pasien dalam
Pelayanan Medis di Rumah Sakit UIN”, 2010, yang disusun oleh Susanti. Skripsi
ini berisi tentang peran komunikasi yang diterapkan Rumah Sakit UIN sebagai
media pelayanan yang dapat memberikan dampak pada proses kesembuhan jiwa
maupun pikiran dari pasien, tentang bagaimana pola komunikasi dokter dalam
mendiagnosa pasien agar mendapatkan kesembuhan, dan tidak takut mengahadapi
problem kesehatan.
Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai pola komunikasi dokter
terhadap pasien dalam proses penyembuhan di Klinik Makmur Jaya. Fokus Klinik
tersebut adalah memberikan pelayanan kesehatan dengan cara-cara dialogis.
Fokus penulis pada skripsi ini adalah pola komunikasi dokter terhadap pasien
yang mempengaruhi proses penyembuhan yang ada di Klinik Makmur Jaya.
16
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan masalah dalam penelitian ini, penulis
berusaha
membuat
sistematika
khusus
dengan
jalan
mengelompokkan
berdasarkan kesamaan dan hubungan masalah yang ada. Sistematika skripsi ini
dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (Lima) bab, dan masing-masing bab
akan dibagi lagi menjadi su-sub bab, yaitu sebagai berikut;
BAB I
Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metodologi
Penelitian,
Tinjauan
Pustaka,
dan
Sistematika
Penulisan.
BAB II
Landasan Komunikasi yang mencakup: Pengertian Komunikasi,
Unsur-unsur Komunikasi, Fungsi Komunikasi, Pola Komunikasi,
Pola Komunikasi Antar Pribadi, dan Hubungan Dokter dengan
Pasien.
BAB III
Gambaran Umum Klinik Makmur Jaya yang membahas tentang;
Profil Klinik Makmur Jaya, Sejarah Singkat Klinik Makmur Jaya,
Sarana dan Prasarana, Dokter dan Tenaga Medis..
BAB IV
Hasil penelitian terdiri dari: Pola Komunikasi Dokter dan Pasien di
Klinik Makmur Jaya, Penerapan Komunikasi Terhadap Pasien di
Klinik Makmur Jaya, Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Media
17
Klinik Makmur Jaya dalam Meningkatkan Kesembuhan Pasien,
dan segala hal yang terkait atau berhubungan dengan penelitian
yang tengah dilakukan.
BAB V
Penutup, yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran, dan kritik.
DAFTAR PUSTAKA
18
BAB II
LANDASAN KOMUNIKASI
A. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Secara etimologis, istilah komunikasi (communication) berasal dari bahasa
Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama
di sini maksudnya adalah sama makna.1 Komunikasi akan terjadi atau
berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.
Kesamaan
bahasa
yang
dipergunakan
dalam
percakapan
belum
tentu
menimbulkan kesamaan makna.2 Dengan kata lain, memahami satu bahasa tidak
mengandaikan pemahaman akan makna yang dimaksudkan. Dan percakapan
dapat dikatakan komunikatif apabila kedua belah pihak, selain mengerti bahasa
yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang diperbincangkan.
Pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah, dalam
arti kata bahwa komunikasi minimal harus mengandung makna, kesamaan makna
antara dua pihak yang terlibat. Karena kegiatan komunikasi tidak hanya bersifat
informatif, agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu orang lain
bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau
kegiatan, dan lain-lain.3
1
Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), h. 6.
2
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), cet. Ke-22, h. 9.
3
Ibid, h. 9.
18
19
Kata komunikasi menjadi salah satu kata yang paling sering digunakan
dalam percakapan baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Para ahli
telah melakukan berbagai upaya untuk mendefinisikan komunikasi, namun
membangun suatu definisi tunggal mengenai komunikasi terbukti tidak mungkin
dilakukan dan mungkin juga tidak terlalu bermanfaat. Frank Dance (1970)4
melakukan terobosan penting dalam upayanya memberikan klarifikasi terhadap
pengertian komunikasi. Ia mengklasifikasikan teori komunikasi yang banyak itu
berdasarkan sifat-sifatnya.
Dance mengajukan sejumlah elemen dasar yang digunakan untuk
membedakan komunikasi. Ia menemukan tiga hal yang disebutnya dengan
“diferensiasi konseptual kritis” (critical conceptual differentiation) yang
membentuk dimensi dasar teori komunikasi yang terdiri atas: 1) Dimensi level
observasi, komunikasi yang bersifat sangat luas (inclusive). Misalnya, definisi
komunikasi yang menyatakan komunikasi adalah: proses yang menghubungkan
bagian-bagian terputus dari dunia hidup satu sama lainnya;5
2) Dimensi kesengajaan, adalah komunikasi yang dikemukakan para ahli
yang hanya memasukkan faktor pengiriman dan penerimaan pesan yang memiliki
kesengajaan atau maksud tertentu (purposeful), misalnya: komunikasi adalah
situasi dimana sumber mengirimkan pesan kepada penerima dengan sengaja untuk
mempengaruhi tingkah laku penerima.
4
Theodore Clevenger Jr, Can One Not Communicate? A Conflict of Model,
Communication Studies, dalam Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, (New
Jersey: Wadsworth Publication, 1991), h. 6.
5
Terjemahan yang lebih sederhana, komunikasi adalah proses yang menghubungkan
antara berbagai makhluk hidup di dunia untuk saling memberikan pemahaman dan pengertian di
antara satu sama lain.
20
Sedangkan yang tidak memerlukan kesengajaan atau maksud tertentu
misalnya; komunikasi yang membuat dua atau beberapa orang memahami apa
yang menjadi monopoli satu atau beberapa orang lainnya); dan 3) Dimensi
penilaian
normatif,
adalah
komunikasi
yang
memasukkan
pernyataan
keberhasilan atau keakuratan (accuracy), misalnya, menganggap proses
komunikasi selalu berakhir dengan kesuksesan. Karena komunikasi adalah
pertukaran verbal dari pemikiran dan gagasan, asumsi ini diyakini bahwa
pemikiran atau gagasan itu selalu berhasil dipertukarkan.
Secara terminologi, menurut Carl I Hovland6 adalah: Upaya yang
sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi
serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi Hovland, menunjukkan bahwa
yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi,
melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik
(public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan
peranan yang amat penting. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah
proses mengubah perilaku orang lain.
Sedangkan menurut Charles H. Cooley yang dikutip oleh Djoenaesih,
(1991 :15)7 mengemukakan konsep komunikasi, menurut definisnya yakni:
mekanisme yang mengadakan hubungan antara manusia mengembangkan semua
lambang dari pkiran bersama dengan arti yang menyertainya dan melalui
keleluasaan yang menyediakan tepat pada waktunya. Definisi lain seperti yang
6
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 9-10.
Tommy Suprapto dan Fahrianoor, Komunikasi Penyuluhan; Dalam Teori dan Praktek,
(Jogjakarta: Arti Bumi Intaran, 2004), cet. I, h. 2.
7
21
dikemukakan oleh Moor8 (1993: 78), yaitu penyampaian pengertian antar
individu. Menurutnya semua manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan
maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan dan pengalaman kepada orang lain. Wilbur
Schramm, menjelaskan komunikasi adalah proses saling berbagi informasi secara
bersama.9
Berdasarkan beberapa uraian tentang definisi dan pengertian komunikasi
tersebut di atas, jika disimpulkan, maka dapat digeneralisasi secara tegas, bahwa
komunikasi adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk simbol atau lambang
yang melibatkan dua orang atau lebih yang terdiri atas pengirim (komunikator)
dan penerima (komunikan) dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama
mengenai masalah atau persoalan masing-masing pihak.
2. Unsur-unsur Komunikasi
Komunikasi telah di definisikan sebagai usaha penyampaian pesan antar
manusia, dari pengertian komunikasi tersebut, tampak adanya sejumlah komponen
komunikasi yang pada dasarnya merupakan suatu persyaratan terjadinya proses
komunikasi, yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa?
kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel?
to whom? with what effect?). (Lasswell 1960)10. Lasswell mencoba menjelaskan
enam unsur komunikasi, yang diantaranya adalah:
8
Ibid, h. 3.
D. Lawrence Kincaid dan Wilbur Schramm, Azas-azas Komunikasi antar Manusia.
Penerjemah Agus Setiadi (Jakarta: LP3ES bekerja sama dengan East-West Communication
Institute, 1977), h. 6.
10
Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, h. 16-17.
9
22
1. Who? (siapa atau sumber atau komunikator)
Sumber atau komunikator adalah pelaku utama atau pihak yang
mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi
(berbicara atau menulis), bisa seorang individu, kelompok, organisasi (surat kabar,
radio, televisi, film11) dan lain sebagainya. Dalam proses komunikasi ini, arus
pesan tidak hanya datang dari satu arah saja yaitu dari sumber ke sasaran,
melainkan ada suatu proses interaktif dan konvergen. Ini berarti komunikator dan
komunikan bisa berganti peran (karena ada proses feedback yang terjadi).
Ada beberapa ciri yang dilakukan komunikator dalam melakukan
kegiatannya, sesuai dengan situasi yang dihadapi. Ciri-cirinya dapat dibedakan
dalam beberapa model seperti:12
a. Komunikator yang membangun: 1) Mau mendengar pendapat orang
lain; 2) Saling pengertian; 3) Mengadakan komunikasi timbal balik;
dan 4) Menganggap orang lain memiliki pikiran yang lebih baik.
b. Komunikator yang mengendalikan: 1) Pendapatnya dianggap paling
baik; dan 2) Meninginkan komunikasi satu arah saja.
c. Komunikator yang melepaskan diri: 1) Banyak menerima; 2) Merasa
rendah diri; 3) Lebih suka mendengar; dan 4) Suka melempar
tanggung jawab.
d. Komunikator yang menarik diri: 1) Bersifat pesimis; 2) Suka melihat
keadaan seadanya; dan 3) Jarang memberikan buah pikiran.
11
A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat (Jakarta: PT. Bina Aksara,
1986), h. 12.
12
Ibid, h. 13-14.
23
2. Says What? (pesan)
Adapun yang dimaksud pesan dalam proses komunikasi adalah suatu
informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima.13 Pesan dapat berupa verbal
atau non-verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber.
Pesan verbal dapat berupa tulisan, seperti: surat, buku, majalah, memo, sedangkan
secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka, melalui telepon, radio dan
sebagainya. Sedangkan pesan non verbal dapat berupa isyarat, gerakan badan,
ekpresi muka dan nada suara.14
Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai panduan
pikiran dan perasaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, imbauan,
anjuran, dan lain sebagainya. Pesan dapat disampaikan secara panjang, tetapi
perlu diperhatikan dan diarahkan pada tujuan dari komunikasi.15 Adapun pesan
yang dianggap berhasil disampaikan oleh komunikator harus memenuhi beberapa
syarat sebagai berikut:16 a) Pesan direncanakan secara baik serta sesuai dengan
kebutuhan pembaca; b) Pesan menggunakan bahasa yang dimengerti; dan c)
Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima (kepuasan).
Pendapat lain mengatakan syarat-syarat pesan harus memenuhi:17 a)
Umum, Berisikan hal-hal umum dan mudah dipahami; b) Jelas dan gamblang,
tidak samar-samar, agar tidak salah tafsir; c) Bahasa yang jelas, menggunakan
istilah yang mudah dipahami; d) Positif; e) Seimbang, agar tidak berubah makna;
dan f) Penyesuaian dengan keinginan komunikan.
13
Anri Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 17.
Ibid., h. 18.
15
Onong Uchyana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), cet. Ke-6, h. 4.
16
Ibid., h. 15.
17
Ibid., h. 15-16.
14
24
3. In Which Channel? (saluran atau media)
Adapun yang dimaksud media di sini adalah saluran yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima.18 Wahana atau alat untuk
menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima)
baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung, menyangkut semua
peralatan mekanik. Tanpa saluran (media), pesan-pesan tidak dapat menyebar
secara cepat dan luas.19
Dengan demikian media dapat dibedakan menjadi dua, yaitu media massa
(surat kabar, majalah, radio, televisi) dan media personal (surat, telepon,
telegram).20 Pada dasarnya komunikasi yang sering dilakukan dapat berlangsung
menurut dua saluran, yaitu: 1) Saluran formal (resmi), mengikuti garis wewenang
dari suatu organisasi (dari tingkat paling tinggi ke tingkat paling bawah atau dari
bawah ke tingkat atas). Juga terdapat saluran yang bersifat mendatar (horisontal).
Saluran yang dipakai dalam berkomunikasi dapat terjadi 3 arah, yaitu: ke atas, ke
bawah, dan ke samping (disebut tiga dimensi);21 dan 2) Saluran informal (tidak
resmi) Saluran informasi ini berbentuk dari kabar angin yang timbul karena orang
ingin mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan dirinya, kelompoknya dan
lain-lain.22
18
I.B. Mantra, Komunikasi, (Jakarta: DepKes RI {Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat}, 1994), h. 3.
19
Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 7.
20
Onong Uchyana Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 10.
21
A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyaraka, h. 17.
22
Ibid., h. 18.
25
4. To Whom? (untuk siapa atau penerima)
Komunikan atau penerima pesan adalah orang yang menjadi sasaran
kegiatan komunikasi. Komunikasi atau penerima pesan bisa bertindak sebagai
pribadi atau orang banyak. 23 Komunikasi atau penerima pesan dapat dibedakan
menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut:24 1) Individu (sasaran tunggal); 2) Group
(kelompok), yang dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: a) Kelompok kecil (small
group) yaitu sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam
suatu pertemuan yang bersifat tatap muka;25 b) Kelompok besar (large group)
adalah sekumpulan orang banyak (di sebuah lapangan); dan 3) Organisasi
(kumpulan sistem) yang berusaha mencapai tujuan tertentu.
5. With What Effect? (dampak atau efek)
Dampak atau efek dari suau komunikasi, yakni sikap atau tingkah laku
orang sebagai komunikan, sesuai atau tidak dengan yang diinginkan oleh
komunikator. Efek yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya,
yakni:26 1) Dampak Kognitif, meningkatnya intelektual; 2) Dampak Afektif,
menimbulkan perasaan tertentu (misalnya, iba, terharu, sedih dan sebagainya; dan
3) Dampak Behavioral, dampak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.
23
YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: Gramedia, 1998), h. 71
Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss, Human Communication; Konteks-konteks Komunikasi,
Penerjemah Deddy Mulyana (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 164.
25
Onong Uchyana Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 72.
26
A.W. Widjaja, Komunikasi dan hubungan Masyarakat, h. 20.
24
26
6. Umpan Balik (feed back)
Umpan balik (feed back) adalah tanggapan (reaksi) dari penerima kepada
pengirim. Kemudian dapat pula timbul tanggapan atau reaksi kembali dari
pengirim kepada penerima. Maka terjadilah komunikasi timbal balik. Dengan
adanya umpan balik inilah yang menjadikan komunikasi menjadi dinamis.27
Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi, sebab ia
menentukan berlanjutnya atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan. 28
Umpan balik dapat berwujud verbal dan non-verbal.29 Secara verbal misalnya
dengan menggunakan bahasa, sedangkan secara non-verbal misalnya dengan
isyarat.
3. Fungsi Komunikasi
Dalam kajian ilmu komunikasi banyak ahli mengemukakan pendapatnya
tentang fungsi-fungsi komunikasi. Dari berbagai pendapat yang berkembang,
misalnya pendapat Harold D. Laswell (1948)30, yang secara terperinci fungsifungsi komunikasi31 dikemukakan sebagai berikut: 1) Penjajagan (pengawasan
lingkungan); 2) Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari msyarakat; dan
3) Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.
27
Sutarto, Dasar-dasar Komunikasi Administrasi, (Yogyakarta: Duta Wacana University
Press, 1991), h. 46.
28
Onong Uchyana Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 14.
29
A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi; Pengantar Studi, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002),
h. 45.
30
Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 27.
31
Paul Lazarfeld dan Robert K Merton mengemukakan fungsi komunikasi antara lain
penganugerahan status (status conferral), pengukuhan norma-norma, mengakhlakkan (ethcizing),
Jhon Vivian dalam bukunya The Media of Mass Comunication (1991) menyebutkan; (1) providing
information, (2) providing entertainment, (3) helping to persuade, dan (4) contributing to social
cohesion {mendorong kohesi sosial}. (Nurudin, 2010).
27
Charles R. Wright (1988)32 menambahkan satu fungsi, yakni entertaiment
(hiburan) yang menunjukan pada tindakan-tindakan komunikatif yang terutama
sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek
instrumental
yang
dimilikinya.
Fungsi
pengawasan
yang
menunjukkan
pengumpulan dan distribusi informasi baik di dalam maupun di luar masyarakat
tertentu. Tindakan menghubungkan bagian-bagian meliputi interpretasi informasi
mengenai lingkungan dan pemakainnya untuk berperilaku dalam reaksinya
terhadap peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian. Adapun fungsi warisan sosial
berfokus pada pengetahuan, nilai dan norma sosial.
Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak hanya
diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan
kelompok mengenai tukar menujar data, fakta, dan ide, maka fungsi komunikasi
dalam tiap sistem sosial adalah sebagai berikut: 33 (a) Informasi, pengumpulan,
penyimpanan, penyebaran (berita, data, gambar, fakta dan pesan, opini dan
komentar);
(b)
Sosialisasi
(pemasyarakatan),
Penyediaan
sumber
ilmu
pengetahuan yang memungkinkan orang sadar akan fungsi sosial, sehingga ia
dapat aktif di dalam masyarakat; (c) Motivasi, Mendorong orang menentukan
pilihannya dan keinginannya; (d) Perdebatan dan diskusi, saling menukar fakta;
(e) Pendidikan: Pengalihan ilmu pengetahuan; (f) Memajukan kebudayaan; (g)
Hiburan; (h) Integrasi, menyediakan berbagai pesan yang diperlukan, agar saling
kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain.
dari beberapa pendapat.
32
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h.
33
Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 27-28.
16.
28
B. Pola Komunikasi
Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku. Sehubungan dengan
kenyataan bahwa komunikasi adalah suatu yang tidak bisa dipisahkan dari
aktivitas seorang manusia34. Maka, ilmu komunikasi adalah bagian dari ilmu
sosial. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa sistem komunikasi menjadi
subsistem dari sistem sosial Indonesia.35 Artinya, corak sistem komunikasi dalam
masyarakat Indonesia akan sangat ditentukan oleh corak, bentuk dan keragaman
masyarakat Indonesia itu sendiri. 36
Dalam komunikasi dikenal pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku
manusia dalam berkomunikasi. Ditinjau dari pola yang dilakukan, ada beberapa
jenis yang dikemukakan. Beberapa sarjana Amerika membagi pola komunikasi
menjadi lima, yakni komunikasi antar pribadi (interpersonal communication),
komunikasi kelompok kecil (small group communication), komunikasi organisasi
(organizational communication), komunikasi massa (mass communication) dan
komunikasi publik (public communication).37 Istilah pola komunikasi biasa
disebut sebagai model, yaitu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang
berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan secara bersama. Joseph A.
Devito membagi pola komunikasi menjadi empat, yakni komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan komunikasi massa. 38
34
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, h. 26-27.
Ibid, h. 6.
36
Ibid, h. 7.
37
Ibid, h. 27-28.
38
Ibid, h. 28
35
29
Pola komunikasi yang menjadi fokus penulis dalam menyusun karya tulis
ini adalah, dibatasi pada pola komunikasi antar pribadi. Namun, guna
membedakan pola komunikasi yang berkembang di dunia (khususnya di
Indonesia) saat ini, penulis akan coba membahas secara ringkas, beberapa pola
komunikasi yang ada, antara lain komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi
kelompok dan komunikasi massa. Beberapa pola komunikasi tersebut, nyata telah
mampu membentuk sebuah arus komunikasi tersendiri. Sementara “komunikasi
antarpribadi” akan penulis bahas secara terpisah demi kesempurnaan (kebutuhan)
karya tulis yang ini. Pola-pola komunikasi tersebut antara lain:
a. Komunikasi dengan Diri Sendiri
Menurut Hafied Changara,39 dalam buku ilmu Komunikasi (28:2000),
terjadinya
proses
komunikasi
ini
karena
adanya
seseorang
yang
menginterpretasikan sebuah objek dan dipikirkannya. Objek tersebut bisa
berwujud benda, informasi, alam, peristiwa, pengalaman, atau fakta yang
dianggap berati bagi manusia. Berbagai objek tersebut bisa terjadi pada diri
sendiri dan di luar manusia. Kemudian objek itu diberi arti, diinterpretasikan
berdasarkan pengalaman yang berpengaruh pada sikap dan perilaku dirinya. Oleh
karena masing-masing orang berbeda dalam memberi interpretasi dan kepekaan
diri, maka masing-masing orang berbeda pula dalam proses penentuan tindakan
apa yang akan dilakukan.
Ada tanda-tanda umum, dimana komunikasi dengan diri sendiri dapat
dibedakan, yaitu; 1) keputusan merupakan hasil berpikir atau hasil usaha
39
Ibid, h. 30.
30
intelektual; 2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; 3)
keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh
ditangguhkan atau dilupakan (Rakhmat, 1999).
b. Komunikasi Kelompok
Sesuatu dikatakan komunikasi kelompok karena, pertama, proses
komunikasi hal mana pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang kepada
khalayak dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka. Kedua, komunikasi
berlangsung kontinyu dan bisa dibedakan mana sumber dan mana penerima. Hal
ini menyebabkan komunikasi sangat terbatas sehingga umpan baliknya juga tidak
leluasa karena waktu terbatas dan khalayak relatif besar. Ketiga, pesan yang
disampaikan terencana (dipersiapkan) dan bukan spontanitas untuk segmen
khalayak tertentu.40
Dalam komunikasi kelompok kita mengenal seminar, diskusi panel,
pidato, simposium, forum, curahsaran, rapat akbar, pentas seni tradisional di desa,
pengarahan dan ceramah dengan khalayak besar. Dengan kata lain komunikasi
sosial antara tempat, situasi, dan sasarannya jelas. 41
c. Komunikasi Massa
Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media
massa. Jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media
40
41
Ibid.
Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 7.
31
communication).42 Para ahli komunikasi membatasi pengertian komunikasi massa
pada komunikasi dengan menggunakan media massa, misalnya surat kabar,
majalah, radio, televisi, atu film.43 Sehubungan dengan itu, dalam berbagai
literatur sering dijumpai istilah mass communications (pakai s) selain mass
communication (tanpa s). Arti mass communications sama dengan mass media
atau dalam bahasa Indonesia media massa. Sedangkan yang dimaksud dengan
mass communication adalah proses, yakni proses komunikasi melalui media
massa.
Seperti ditegaskan di atas, media massa dalam cakupan pengertian
komunikasi massa adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film.44
Menurut Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) 45 dalam bukunya
Introducing Mass Communication. Sesuatu bisa dikatakan komunikasi massa jika
mencakup; 1) Peralatan modern; 2) Berbagi pengertian dengan jutaan orang46; 3)
Pesan adalah publik. Artinya, diidapatkan oleh banyak orang (bukan untuk
sekelompok orang); 4) Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi
formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan; 5) Komunikasi massa dikontrol
oleh gate keeper (pentapis informasi). Artinya, pesan yang disampaikan atau
dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut; dan, 6)
Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda.
42
Hal ini berbeda dengan pendapat ahli psikologi sosial yang menyatakan bahwa
komunikasi massa tidak selalu menggunakan media massa. Menurut mereka pidato di hadapan
sejumlah orang banyak di sebuah lapangan, misalnya, asal menunjukan perilaku massa (mass
behavior), itu dapat dikatakan komunikasi massa. (Onong U. Effendy, 2009:20).
43
Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 20.
44
Ibid.
45
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, h. 35-36.
46
Anonomitas audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan jenis
komunikasi ini dengan yang lain.
32
C. Pola Komunikasi Antar Pribadi
Menurut sifatnya komunikasi antar persona dibedakan menjadi dua, yakni
komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil
(small communication group). Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang
berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui
tiga bentuk percakapan, wawancara, dan dialog. Adapun komunikasi kelompok
kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih
secara tatap muka, dan anggota-anggotanya berinteraksi satu sama lain.47
Contoh di atas dikatakan sebagai komunikasi antar pribadi. Sebab
pertama, anggotanya terlibat dalam proses komunikasi tatap muka. Kedua,
pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong karena peserta bebas berbicara
disebabkan kedudukannya relatif sama. Dengan kata lain tidak ada pembicara
tunggal yang mendominasi. Ketiga, sumber dan penerima sulit dibedakan dan
diidentifikasi. Antar anggota saling mempengaruhi satu sama lain.48
Sebagai sebuah komunikasi tatap muka, tujuan komunikasi antarpribadi
adalah untuk49: 1) Mengenal diri sendiri dan orang lain; 2) Mengetahui dunia luar;
3) Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna; 4) Mengubah sikap
dan perilaku; 5) Bermain dan mencari hiburan; dan 6) Membantu orang lain
(Widjaja, 2000). Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial di mana
orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana
diungkapkan oleh Devito yang dikutip oleh Alo Liliweri dalam buku Komunikasi
Antar Pribadi, bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-
47
Ibid, h. 31-32.
Ibid, h. 31
49
Ibid.
48
33
pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan
efek dan umpan balik yang langsung. 50
Asumsi dasar komunikasi antar pribadi adalah bahwa setiap orang yang
berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya,
yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksi. Jika menurut
persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka itu
merupakan suatu pertanda bagi komunikator, komunikasinya berhasil. Menurut
Gerald R. Miller dan Mark Steinberg, ada tiga tingkatan analisis yang digunakan
dalam melakukan prediksi, yaitu tingkat kultural, tingkat sosiologis, dan tingkat
psikologis.51
Tiap tingkat dapat dibedakan oleh jenis data yang digunakan dalam
melakukan prediksi. Tingkatan-tingkatan analisis dikaitkan dengan jumlah
informasi yang diperoleh pada tiap tingkatan. Jika komunikasi makin mengarah ke
tingkat individu, maka makin banyak informasi yang diperlukan. Pada umumnya
dalam interaksi komunikasi, individu akan bergerak dari tingkat kultural ke
sosiologis dan akhirnya ke tingkat psikologis.
a. Analisis Pada Tingkat Kultural
Pada analisis tingkat kultural, guna mencapai efek yang diharapkan,
komunikator dalam melakukan prediksi paling tidak harus mengerti dan
memahami kultur, terutama yang bersifat imaterial dari pihak yang diajak
berkomunikasi. Dengan mengenali atau menguasai kultur yang imaterial (bahasa
50
Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h. 12.
M. Budyatna dan Nina Mutmainnah, Komunikasi Antar Pribadi, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2004), h. 1-4.
51
34
dan adat istiadat) seseorang mampu berkomunikasi dengan pihak lain secara baik.
Yang diperlukan untuk dapat berkomunikasi dengan pihak lain adalah adanya
persamaan kultur.
Bila tidak memiliki persamaan kultur, maka pelaku komunikasi mampu
memahami kultur pihak lain (bahasa) sebagai alat komunikasi. Selain itu,
penguasaan norma dan adat istiadat pihak lain sangat membantu untuk kelancaran
proses dan interaksi komunikasi. Prediksi mengenai efek komunikasi yang
diharapkan pada tingkatan kultural ini akan mengalami kegagalan, bila
mengabaikan pengalaman atau kultur pihak lain. Hal ini juga disebabkan oleh
pemaksaan pengalaman komunikator kepada komunikan. Terutama bila
komunikator berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda kultur.
b. Analisis Pada Tingkat Sosiologis
Apabila komunikator melakukan prediksi mengenai reaksi komunikan
terhadap pesan yang ia sampaikan berdasarkan keanggotaan komunikan dalam
kelompok sosial tertentu, maka dapat dikatakan bahwa komunikator melakukan
prediksi pada tingkat sosiologis. Keanggotaan kelompok terdiri dari mereka yang
memiliki kesamaan karakteristik tertentu. Sama halnya dengan keanggotaan
seseorang dalam kultur tertentu, maka anggota kelompok menampilkan pula polapola perilaku dan nilai-nilai yang membedakannya dengan kelompok lain. Para
anggota dalam kelompok atau suatu kultur tertentu harus menaati norma-norma
dan nilai-nilai tertentu yang dikenakan kepadanya.
Adapun yang membedakan antara kelompok dengan kultur adalah pada
segi jumlah. Pada umumnya, jumlah anggota kelompok lebih kecil daripada
35
anggota dalam kultur tertentu. Para anggota dari suatu kultur tertentu dapat
menjadi anggota dari berbagai kelompok. Namun, prediksi terhadap reaksi
komunikan pada tingkat sosiologis mengandung kelemahan, karena prediksi yang
dilakukan hanya menyangkut aspek nilai dan norma yang dianut oleh suatu
kelompok yang dijadikan obyek prediksi. Oleh karena itu, ketelitian dalam
melakukan prediksi terhadap suatu kelompok merupakan suatu keharusan.
c. Analisis Pada Tingkat Psikologis
Apabila prediksi yang dibuat komunikator terhadap reaksi komunikan
sebagai akibat menerima suatu pesan yang didasarkan pada analisis pengalaman
individual yang unik dari komunikan, maka dapat dikatakan komunikator
melakukan prediksi pada tingkat psikologis. Dua atau lebih individu yang
seringkali melakukan interaksi komunikasi yang mendasarkan prediksinya
terhadap satu sama lain dengan menggunakan data psikologis ini menunjukkan
bahwa mereka telah mengerti dengan baik karakteristik yang unik dan kepribadian
masing-masing dan bukan hanya sekedar mengenal satu sama lain dengan atribut
kultural atau peran psikologis.
Tiap individu mempunyai kepribadian dan watak yang tidak pernah sama
dengan yang lain, dan ini merupakan hasil tempaan atau terbentuk berdasarkan
pengalaman masa lalu. Apabila dua individu satu sama lain bisa saling mengerti
serta memahami kepribadian dan watak masing-masing, dapat dikatakan bahwa
satu sama lain berkomunikasi melakukan prediksi atas data psikologis. Namun,
analisis pada tingkatan psikologis memiliki hambatan berupa kecenderungan
36
komunikator untuk melihat orang lain pada pola yang terbentuk pada diri
komunikator berdasarkan pengalaman kontak dengan orang-orang sebelumya.
Prediksi pada tingkatan psokologis memerlukan analisis yang cermat dan
hati-hati mengenai perilaku seseorang dan tidak boleh dikaitkan dengan perilaku
orang lain yang pernah melakukan kontak dengan komunikan sebelumnya. Pada
tingkat ini, dalam melakukan prediksi, komunikator melakukan generalisasi
rangsangan, yakni mencari kesamaan di antara para pelaku komunikasi lain.
Komunikasi antar pribadi jauh lebih jarang dilakukan daripada komunikasi non
antar pribadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: a) Butuh waktu
lama (mengenal watak pribadi masing-masing): b) kecenderungan memilih
tingkat kultural dan sosiologis dalam melakukan prediksi pertama terhadap reaksi
komunikan; dan c) kemampuan individu yang berbeda untuk berkomunikasi.
Hubungan komunikasi antar pribadi maupun non antar pribadi dapat
dibedakan berdasarkan tiga hal, yaitu: 1) Norma yang mengatur hubungan; 2)
Kriteria untuk menentukan hubungan; dan 3) Tingkat kebebasan individu. Pada
setiap bentuk komunikasi memperlihatkan adanya gaya-gaya kognitif tertentu
yang dimiliki oleh seseorang. Gaya kognitif tersebut dapat menentukan arah
perkembangan komunikasi menuju ke arah komunikasi antar pribadi atau justru
menghambatnya. Dalam proses komunikasi antarpribadi, di mana individu
berusaha membangun (membentuk) keyakinan dan sikapnya tentang dunia
sekitarnya dan cara-cara ia memproses dan memberikan reaksi terhadap informasi
yang masuk (diterimanya).
Gaya kognitif yang menunjukkan toleransi rendah dalam komunikasi
terdiri dari otoriter dan dogmatis. Hal tersebut berakibat pada hilangnya
37
kesempatan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi yang penuh arti.
Sedangkan orang yang bersifat dogmatis cenderung melakukan suatu generalisasi
yang salah. Adapun gaya kognitif yang positif dapat membantu pencapaian tahap
komunikasi antar pribadi yang empati. Empati terjadi jika dua individu saling
mengenali kebutuhan satu sama lain dan memberikan respon terhadap hal
tersebut. Proses empati meliputi dua tahap, yaitu:52 1) Pengempati yang prospektif
harus mampu membedakan secara tepat bahwa cara-cara bermotivasi dan bersikap
setiap individu akan berbeda dengan individu lainnya; dan 2) Pembedaan secara
tepat harus diikuti oleh perilaku yang diinginkan atau bermanfaat bagi mereka
yang menjadi objek suatu prediksi.
Umunya, tahap pertama tersebut berhasil dilewati oleh komunikator, tetapi
kebanyakan mengalami kegagalan pada tahap kedua. Hal ini disebabkan oleh
persepsi komunikator yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau
bermanfaat bagi komunikan. Proses empati dapat dilihat dari segi transaksional
yang melibatkan empat unsur penting yaitu, 1) rangsangan yang memaksa
seseorang untuk melakukan suatu tindakan; 2) mengarahkan perilaku, yang sering
diartikan dengan isyarat; 3) Respon, yaitu perilaku yang diakibatkan oleh isyarat;
dan 4) imbalan, sebagai akibat dari respon tertentu. Dan hal terpenting yang harus
dilakukan oleh komunikator adalah mengembangkan kemampuan membedakan
isyarat.53 Kecakapan empati juga harus didukung oleh konsep diri (self concept)
yang positif agar proses komunikasi tersebut berjalan lancar, karena salah satu ciri
dari konsep diri yang positif adalah keterbukaan.54
52
Ibid., h. 5.14.
Ibid., h. 15.
54
Ibid., h. 16.
53
38
Adapun untuk melihat tingkat keterbukaan dan kesadaran tentang self
(diri), dapat digunakan model Johari Window. Model ini mengatakan bahwa
manusia terdiri dari empat self, yaitu: open (aspek diri yang kita ketahui dan juga
diketahui oleh orang lain), blind (aspek diri yang tidak kita ketahui tapi diketahui
oleh orang lain), hidden (aspek diri kita yang tersembunyi dari orang lain, dan
hanya kitas sendiri yang mengetahuinya), dan unknown (aspek diri kita yang tidak
diketahui oleh siapapun baik oleh diri kita sendiri maupun orang lain). Masingmasing self saling bergantung satu sama lain, karena perubahan pada satu daerah
self akan menimbulkan perubahan di tempat lainnya. 55
Aspek lain yang menjadi ciri dari tercapainya tahap komunikasi antar
pribadi selain self concept adalah perilaku komunikasi di mana individu
menyampaikan informasi tentang dirinya kepada orang lain secara sengaja dan
sukarela. Biasanya, informasi yang diungkapkan adalah yang bersifat sangat
pribadi.56 Perilaku ini memiliki berbagai dimensi, yaitu, ukuran (kualitas positif
atau negatif), kecermatan dan kejujuran, tujuan, dan keintiman. Sedangkan faktorfaktor yang mempengaruhi adalah efek diadik, ukuran audience, topik yang
dibahas, kualitas, jenis kelamin, rasa dan kebangsaan, usia, serta mitra. Meskipun
amat positif bagi keberhasilan komunikasi antar pribadi, tetapi perilaku ini jarang
dilakukan individu. Terdapat hambatan yang sering menghalangi individu untuk
melakukannya, di antaranya adalah kekhawatiran akan hukuman dan pengetahuan
diri.57
55
Ibid., 7.4.5.6.
Ibid., h. 11.
57
Ibid., h. 19-20.
56
39
Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan self
disclosure, antara lain adalah: motivasi, ketepatan, membuka kesempatan untuk
respon yang terbuka, kejelasan dan kelangsungan sikap orang lain, dan
mempertimbangkan kemungkinan timbulnya masalah. Adapun sebagai mitra, ada
beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu58: 1) Mendengar secara efektif dan aktif;
2) Mendukung pembicara; 3) Memperkuat perilaku; 4) Menjaga kerahasiaan; dan
5) Tidak menggunakan penyingkapan diri yang dilakukan seseorang sebagai
senjata untuk melawannya. Proses munculnya konsep diri dan perilaku diri
merupakan upaya untuk meningkatkan arah hubungan komunikasi menjadi
komunikasi antar pribadi yang ditandai dengan meningkatnya keintiman antara
komunikator dengan komunikan.
Proses meningkatnya keintiman dalam hubungan tersebut diistilahkan
dengan penetrasi sosial, yang memiliki dua anggapan. Pertama, interaksi yang
bersifat antar pribadi mengalami kemajuan (perkembangan) secara bertahap,
Altman dan Taylor menyatakan bahwa ada empat tahap perkembangan yang
berkaitan dengan anggapan pertama, yaitu:59 1) Orientasi ; berisi komunikasi yang
impersonal (mengemukakan informasi yang umum); 2) Menuju pertukaran afektif
(bergerak ke tahap yang lebih dalam); 3) Pertukaran afektif (memusatkan
perasaan pada tingkat yang lebih dalam) dan 4) Pertukaran stabil atau tetap
(ditandai oleh derajat keintiman yang tinggi, para partisipan berhak untuk
memprediksikan perilaku mitranya dan memberikan respon).
58
59
Ibid.
Ibid., h. 9.4.
40
Kedua, peningkatan dari suatu hubungan sangat bergantung kepada jumlah
dan sifat dari imbalan (reward) dan biaya (cost). Pada setiap hubungan yang
dikembangkan, individu selalu mempertimbangkan kemungkinan yang muncul
berdasarkan imbalan dan biaya dari hubungan tersebut. Imbalan mengacu pada
kenikmatan, kepuasan, dan imbalan yang dinikmati oleh seseorang. Adapun biaya
mengacu pada faktor yang menghambat, seperti kegelisahan atau hal-hal yang
memalukan. Dalam proses penetrasi sosial perlu dilihat struktur kepribadian
individu, yakni kumpulan dan gagasan, perasaan, dan emosi individu tentang
dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan (dunia luar). Struktur kepribadian
individu memiliki dua dimensi, yaitu : dimensi luas dan dimensi dalam. Dimensi
luas memiliki dua aspek kategori luas dan frekuensi luas. Kategori luas adalah
daerah-daerah umum yang berisi aspek-aspek tertentu, seperti keluarga.60
Frekuensi luas adalah aspek-aspek yang khusus dalam kategori luas,
seperti ukuran keluarga atau hubungan antara anggota keluarga. Salah satu aspek
penting dalam hal ini adalah luas waktu, yaitu jumlah waktu yang digunakan
dalam suatu interaksi.61 Dimensi kedalam (depth) dari kepribadian menyebutkan
bahwa struktur kepribadian berlapis-lapis, dari yang paling permukaan hingga
yang paling dalam (intim). Dalam interaksi, setiap orang bergerak dari hal-hal
yang impersonal ke bagian kepribadian yang makin dalam secara timbal balik.62
Setiap hubungan tidak selalu makin intim atau mengalami proses
penetrasi. Hal yang sebaliknya juga bisa terjadi, yang dikenal sebagai depenetrasi.
Suatu hubungan bisa melemah dan putus dengan proses yang merupakan
60
Ibid., h. 9.10-9.11.
Ibid., h. 9.11.
62
Ibid.
61
41
pembalikan dari penetrasi. Dalam depenetrasi, hubungan bergerak dari tingkat
yang akrab ke tingkat yang tidak akrab atau dari tingkat pribadi ke tingkat yang
impersonal sifatnya. Tingkat melemah (putusnya hubungan) diprediksikan sebagai
fungsi dari sifat imbalan dan biaya dalam suatu hubunga. Jika suatu hubungan
antar pribadi diprediksikan tidak menghasilkan keuntungan, maka peluang
putusnya suatu hubungan makin besar dibandingkan jika hubungan tersebut
menguntungkan. Begitu pula sebaliknya, yaitu bahwa semakin besar keuntungan
yang diperoleh dalam suatu hubungan antar pribadi, maka makin besar peluang
suatu hubungan diteruskan.
D. Hubungan Dokter dengan Pasien
1. Komunikasi antara Dokter dengan Pasien sebagai bentuk Hubungan
Komunikasi Antar Pribadi
Pada hakekatnya, hubungan antar dokter dengan pasien tidak dapat terjadi
tanpa melalui komunikasi, termasuk dalam pelayanan medis, komunikasi
merupakan proses timbal balik yang berkesinambungan yang menyangkut dua
pihak.63 Pihak-pihak yang bersangkutan secara bergantian berperan menjadi
pemberi informasi (pembicara/komunikator) dan penerima informasi (penerima).
Secara umum, dalam berkomunikasi orang berusaha menyampaikan pandangan,
perasaan dan harapannya kepada orang lain. Komunikasi ini dapat terjadi antara
dua individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Hal-hal seperti
ini dapat menimbulkan kerancuan dalam proses komunikasi, sehingga pesan yang
63
Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik;
Persetujuan dalm Hubungan Dokter dan Pasien; Suatu Tinjauan Yuridis, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1999), h. 47.
42
ingin disampaikan oleh kedua belah pihak tidak dapat mencapai sasaran seperti
yang diharapkan.
Menurut Persons yang dikutip oleh Solita Sarwono dalam buku Sosiologi
Kesehatan, bahwa antara dokter dengan pasien berada dalam sistem emosional :
sakit, bingung, takut, depresif atau bahkan pasien sudah tidak dapat
berkomunikasi karena dalam keadaan tidak sadar.64 Berdasarkan keterangan
tersebut, jelas terlihat bahwa hubungan dokter dengan pasien dapat berbeda-beda
sifatnya, dan untuk setiap model diperlukan teknik komunikasi yang berbeda pula.
Jika dokter dan paramedis tidak memperhitungkan hal ini, maka komunikasi
dengan pasien tidak akan efektif dan optimal.
Hal-hal yang dapat menghambat komunikasi antara dokter dan paramedis
dengan pasien, antara lain adalah:65 1) penggunaan sombol (istilah-istilah medis
atau ilmiah yang diartikan secara berbeda, tidak dimengerti oleh pasien); 2)
Pseudo-komunikasi (tetap berkomunikasi dengan perbedaan persepsi atau
pemahaman tentang hal yang dibicarakan). Karakter-karakter dokter yang tidak
tepat dapat menghambat terjalinnya komunikasi secara baik dengan pasien
(masyarakat). Antara lain, perbedaan status sosial, harapan masyarakat terhadap
kemampuan dokter serta kecenderungan sikap otoriter, terutama dalam mengatasi
penyebaran penyakit akut. Selain itu, di Indonesia seringkali dokter ditempatkan
di daerah yang keadaan sosial dan budayanya tidak sama dengan latar belakang
sosial budaya dokter.
64
65
Ibid., h. 46.
Ibid., h. 48.
43
Dengan demikian kesulitan berkomunikasi akan bertambah, sebab dokter
tidak menguasai bahasa setempat dan tidak mnegenal budaya masyarakat dimana
ia ditempatkan. Untuk itu diperlukan kemauan untuk mempelajari bahasa dan
budaya masyarakat setempat, agar dokter tidak dianggap orang lain (asing) oleh
penduduk asli. Sehingga komunikasi dengan masyarakat (pasien) dapat menjadi
lebih baik dan lancar.
2. Peran Dokter dalam Proses Penyembuhan
Dalam melakukan perannya sebagai seorang yang memiliki kopetensi
untuk mengobati orang-orang yang sakit, dokter melaksanakan beberapa fungsi
utama, sebagai berikut:66 a) Menerapkan peraturan umum atau khusus yang harus
ditaati oleh pasien; b) Membina interaksi dengan pasien secara luas dan membaur,
atau terbatas pada fungsinya sebagai dokter; c) Melibatkan emosi atau perasaan
dan bersikap netral dalam hubungannya dengan pasien. Mengutamakan
kepentingan diri sendiri atau kepentingan bersama; dan d) Memandang manusia
berdasarkan kualitas atau prestasinya.
Pengetahuan dan keterampilan khusus dalam penyembuhan penyakit yang
dimiliki oleh dokter menjadikannya mendapat kepercayaan dari pasien untuk
melakukan tindakan yang dalam situasi biasa tidak dapat diterima oleh norma
sosial, misalnya memeriksa bagian tubuh yang paling pribadi. Meskipun dokter
menganggap dirinya serba tahu, kebanyakan pasien, apalagi pasien yang sangat
66
Solita Sarwono, Sosiologi Kesehatan; Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997), h. 42.
44
percaya kepada keahliannya, akan menganggap dokter sebagai orang yang tahu
tentang segala hal dan dapat menyembuhkan segala penyakit. 67
Dalam kenyataannya, di lapangan, tugas dokter kadang-kadang memaksa
mereka untuk memperlakukan pasiennya secara berbeda, tergantung dari tingkat
sosial pasien.68 Misalnya, jika seseorang yang status sosialnya lebih tinggi
mengalami gangguan kesehatan di kediamannya, dokter akan dengan mudah
meluang waktu datang ke rumah tersebut untuk mengobati gangguan kesahatan
orang-orang kaya. Berbanding terbalik dengan orang-orang yang berstatus sosial
rendah, masyarakat biasa diminta bahkan harus datang sendiri ke rumah sakit, bila
ingin berobat (sembuh).
Hal ini menunjukan bahwa dokter tidak lagi bersikap netral dalam
menggunakan tanggung jawab, dokter lebih menggunakan afeksinya. Kesuksesan
dokter dalam menangani keluhan pasien tidak saja terletak pada hasil pendidikan
dan kemahirannya dalam bidang kedokteran, melainkan ditentukan oleh unsurunsur pribadi dokter itu sendiri dan harapan atau pandangan pasien dan
masyarakat yang dilayaninya. 69 Peran dokter dalam hubungannya dengan pasien
dapat dikategorikam menurut intensitas harmoni atau adanya konflik antara kedua
belah pihak. Menurut Parsons, meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama,
yaitu kesembuhan si pasien, hubungan antara dokter dengan pasien bersifat
asimetris.70
Dalam hal ini, dokter mempunyai kedudukan yang lebih kuat atau lebih
tinggi karena pengetahuannya di bidang medis, sedangkan si pasien biasanya
67
Ibid., h. 43.
Ibid., h. 44.
69
Ibid., h. 45.
70
Ibid., h. 46.
68
45
awam dalam bidang itu serta sangat membutuhkan pertolongan dokter. Pada
dasarnya ada tiga pola dasar hubungan dokter dengan pasien, yaitu;
a.
Pola dasar hubungan aktif-pasif
Secara historis, hubungan ini paling dikenal dan merupakan pola klasik
sejak profesi kedokteran mulai mengenal kode etik yaitu sejak zaman Hipokrates,
sekitar 25 abad yang lalu.71 Hubungan aktif-pasif terjadi bilamana pasien berada
dalam kondisi yang bereaksi atau turut berperan serta dalam relasi itu. Dalam hal
ini pasien benar-benar merupakan obyek yang hanya menerima apa saja yang
diberikan dokter kepadanya.72 Secara sosial, hubungan ini bukanlah hubungan
yang sempurna, karena hubungan ini menandakan hubungan satu arah, yaitu, dari
dokter kepada pasien, sehingga pihak yang lain tidak dapat melakukan fungsi dan
peran secara aktif. Dalam keadaan tertentu, pasien tidak dapat berbuat sesuatu,
hanya berlaku sebagai resipien atau penerima belaka, seperti pada waktu pasien
diberi anestesi atau narkose ketika pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri atau
koma dan pada waktu pasien diber pertolongan darurat setelah kecelakaan.
Berdasarkan contoh tersebut, pasien sekedar menjadi penerima pelayanan,
tidak dapat memberikan respon dan tidak dapat menyampaikan satu pesan.
Hubungan aktif-pasif ini juga dapat terlihat pada hubungan orang tua dengan
anaknya yang masih kecil yang hanya menerima semua hal yang dilakukan orang
tua terhadapnya. Anak tidak dapat memberikan respon atau berperan aktif
sehingga seluruh interaksi hanya bergantung pada orang tua.
71
Benyamin Lumentu, Pasien; Citra, Peran dan Perilaku; Tinjauan Fenomena Sosial,
(Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 46
72
Solita Sarwono, Sosiologi Kesehatan, h. 46.
46
b.
Pola dasar hubungan membimbing-kerja sama
Pola dasar ini ditemukan pada sebagian besar hubungan pasien dengan
dokter, yakni, bila keadaan penyakit pasien tidak terlalu berat, misalnya penyakit
infeksi dan berbagai penyakit akut lainnya. 73 Dalam hal ini, walaupun pasien
sakit, ia tetap sadar dan tetap memiliki perasaan dan kemauan pribadi. Hubungan
tersebut serupa dengan hubungan orang tua dengan anak remaja. Orang tua
memberi nasehat dan membimbing, sedangkan anak yang sudah remaja akan
bekerja sama dengan mengikuti nasehat dan bimbingan orang tuanya. Hubungan
membimbing-kerja sama ini, sama juga dengan hubungan pimpinan perusahaan
dengan pegawai, yang satu memberikan bimbingan, yang lain bekerja sama
sebagai suatu respon aktif. Adapun yang membedakan kedua pihak dalam
hubungan ini ialah adanya kekuasaan yang dimiliki pihak yang satu (pengetahuan
kedokteran, kepemimpinan) dan kemampuan atau kemauan yang dimiliki pihak
lain untuk menuruti (nasehat atau bimbingan).74
c.
Pola dasar hubungan saling berperan serta
Secara filosofis, pola ini berdasarkan pada pendapat bahwa semua manusia
memiliki hak dan martabat yang sama. Hubungan ini lebih berdasar pada struktur
sosial yang demokratis dan yang merupakan perjuangan hidup bagi sebagian besar
umat manusia sepanjang masa.75 Pola hubungan ini terjadi antar dokter dengan
pasien yang ingin memelihara kesehatannya, yakni pada waktu pemeriksaan
medis (medical check up) misalnya, atau dengan pasien berpenyakit menahun
73
Benyamin Lumentu, Pasien, h. 73.
Ibid., h. 74.
75
Ibid.
74
47
(kronis) seperti penyakit gula, jantung koroner, dan sebagainya. Dalam hubungan
semacam ini, pasien dapat menceritakan pengalamannya sendiri berkaitan dengan
penyakitnya dan pengobatan yang tepat.76 Dalam ketiga jenis ini, perilaku dokter
dapat sangat berlainan, dan akibatnya bagi kesembuhan pasien dapat dinilai baik
dan kurang baik. Tergantung bagaimana sikap dan perilaku dokter memahami
peran, tanggung jawab, dan komunikasinya terhadap pasien.
76
Ibid., h. 75.
48
BAB III
GAMBARAN UMUM KLINIK MAKMUR JAYA
A. Profil Klinik Makmur Jaya
Nama Lembaga
: Klinik Makmur Jaya
Akte Notaris
: No. Tanggal Desember 200
Alamat
: Jl. Kertanukti No. 84A Ciputat Tangsel
(Depan Kampus 2 UIN).
Telp.
: 021 - 742 1146
B. Sejarah Berdirinya Klinik Makmur Jaya
Klinik Makmur Jaya berdiri pada tahun 2007 oleh Yayasan UIN Syarif
Hidayahtullah, karena proses pendirian klinik mensyaratkan adanya yayasan yang
menaunginya sebagai bentuk pengejahwantahan peraturan pemerintah. Yayasan
Makmur merupakan wadah untuk membantu para dokter yang ingin mendirikan
klinik, tetapi belum memiliki yayasan sebagai wadahnya. Oleh karena itu,
Yayasan UIN tidak hanya menaungi Klinik Makmur Jaya saja, tetapi juga
menaungi Rumah Sakit UIN. Yayasan UIN dipimpin langsung oleh Rektor UIN
yang kemudia memberikan hak kepada dr. Ayat Rahayu untuk mendirikan Klinik
Makmur Jaya di kawasan Ciputat pada bulan maret 2007.
Pada tanggal 03 Maret 2008, Klinik Makmur Jaya baru memperoleh izin
oprasional dengan status izin operasional sementara. Izin tetap untuk
menyelenggarakan Klinik Makmur Jaya akhirnya keluar pada tanggal 15
September 2008 dengan surat pengesahan Akta Pendirian Klinik Makmur Jaya,
48
49
dengan No. NPWP : 02.879.988.0-045.000. Dan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, No : MJ-724.AHA.01.04. Tahun 2008.1
1. Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI KLINIK MAKMUR JAYA 2
Managemen
Administrasi
Dan
Keuangan
Apotik
Akses
Obat-obatan
Poli Umum
Poli Gigi
Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Sp. Radiologi
2. Visi dan Misi
Sejak Klinik Makmur Jaya berdiri Mei 2007, Klinik Makmur Jaya
memiliki visi, misi dan tujuan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan teknis
operasional di Klinik Makmur Jaya. Visi Klinik Makmur Jaya yaitu Klinik yang
menjadi pilihan utama masyarakat sekitar dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan dengan bertumpu pada terwujudnya kesehatan masyarakat.
1
Klinik Makmur Jayadan AKTA NOTARIS Klinik Makmur Jaya, Tahun 2009, h. 1.
Hasil Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 1 Februari 2011, di
Klinik Makmur Jaya.
2
50
Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan dokter dan paramedis
yang bertanggung jawab terhadap perwujudan visi Klinik Makmur Jaya, yaitu :3
Menjadi klinik swasta yang melayani pengobatan dasar dan promosi
kesehatan masyarakat dengan pendekatan kasih sayang dan empati, serta dengan
biaya terjangkau dan murah sesuai kemampuan sosial-ekonomi masyarakat.
Misinya. menjadi klinik pengobatan terdepan terutama dalam melayani pasien
tidak mampu, pasien ekonomi lemah, dan pasien dengan sistem asuransi
kesehatan. menjadi klinik dengan pendekatan dokter keluarga khususnya pasien
asuransi kesehatan. menjadi klinik dengan pengobatan dasar yang mampu
melayani pasien rawat jalan yang tidak perlu rawat inap. menjadi klinik perujukan
bagi pengobatan lanjutan yang diperlukan dengan perawatan ke Rumah Sakit.
Secara umum, tujuan pembangunan Klinik Makmur Jaya adalah
terwujudnya visi dan misi yang mandiri tertumpu pada potensi pendapatan Klinik
Makmur Jaya.
3. Unit Program dan Kerja Sama
Klinik Makmur Jaya telah melayani pasein dalam waktu 24 jam dengan
dokter jaga yang siap di tempat; baik bagi pasien umum atau peserta ASKES,
Jamsostek. Suatu hal yang memiliki nilai lebih bagi peserta ASKES-Jamsostek
adalah waktu pelayanan yang tidak terbatas, baik setiap hari kerja atau hari libur.
bila dahulu dibatasi pada jam tertentu dan harus antri lama, sekarang bisa lebih
lenggang waktunya atau tidak terlalu antri.
3
Dr Ayat Rahay Blogspot.com. (diambil pada tanggal 17 Januari 2011, jam 18:20).
51
Diakui oleh dokter Ayat Rahayu bahwa secara tidak langsung Klinik
Makmur Jaya tidak memiliki kerjasama dengan Rumah Sakit Umum manapun,
namun Klinik Makmur Jaya memiliki akses ke Rumah Sakit sekita untuk menjadi
Rumah Sakit rujukan, semisal Rumah Sakit UIN dan Fatmawati.4
Namun lebih lanjut, dalam perkembangan waktu Klinik Makmur Jaya
memiliki hubungan kerjasama dengan PT ASKES, JAMSOSTEK dan merupakan
terobosan baru yang dilakukan sebagai bentuk pro-pasien atau peserta yang lebih
baik dari sebelumnya. hal ini sesuai dengan visi dan misi dari klinik makmurjayayang menjadikan pasien bukan sebagai objek tapi sebagai patner, subjek dalam
sistem pelayanan kesehatan. diharapkan dengan interaksi klinik-pasien-asuransi
terjadi secara baik dengan dimensi timbal-balik, maka tujuan-masing masing
dapat tercapai.arti sehat menjadi tidak sekedar mengobati yang sakit secara fisik,
tetapi juga dalam arti psikis, sosial-ekonomi, sistem pengolahan kesehatan yang
baik. mudah-mudahan klinik makmurjaya menjadi bagian dalam solusi kesehatan
masyarakat seterusnya.
Secara khusus, tugas pokok Klinik Makmur Jaya adalah melaksanakan
upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu
dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya-upaya yang
terbaik bagi masyarakat sekitar.
Adapun Program lain semacam Pengobatan Gratis (Bakti Sosial) juga
menjadi fokus perhatian Klinik Makmur Jaya, misalnya; 1) Program Kesehatan
4
Wawancara pribadi dengan Dr. Ayat Rahayu di Klinik Makmur Jaya, pada hari Rabu
Tanggal 23 Februari 2011.
52
Terjangkau Ekonomi-Lemah; 2) Program Kesehatan Komunikasi, Edukasi, dan
Informasi; 3) Program Kesehatan CSR (Coorporation Social Responsibility); dan
4) Program Peningkatan SDM, ALkes (Alat Kesehatan), dan Sasaran program.
Dari berbagai unit program di atas, hasil yang telah dicapai adalah
bertambahnya jumlah peserta askes, Jamsostek, dan Bluedot. Kemudian
terpenuhinya sarana dan prasarana Klinik Makmur Jaya semacam ALkes dan juga
meningkatnya Sumber Daya Manusia (SDM).
C. Sarana dan Prasarana
Klinik Makmur Jaya beroperasi dengan berbagai sarana dan prasaran yang
ada, dan sudah menjadi kewajiban bagi Klinik Makmur Jaya untuk menyediakan
sarana umum maupun khusus bagi pasien dan masyarakat. Adapun sarana dan
prasarana Klinik atau lebih tepat disebut fasilitas pelayanan tersebut adalah:
1. Dokter Umum
2. Dokter Gigi
3. Konsultasi Radiologi
4. Pemeriksaan USG
5. Apotik
Sementara yang menjadi fokus utama Klinik Makmur Jaya adalah Poli
Umum dan Poli Gigi. Dengan pelayanan 24 jam untuk Poli Umum (Dokter
Umum) dan Apotik. Sedangkan untuk Poli Gigi hanya beroperasi sampai pukul
22.00 (10 malam).
53
Adapun yang menjadi sasaran Klinik Makmur Jaya dalam melayani
masyarakat adalah masyarakat umum, peserta askes, dan Jamsostek. Dilihat dari
visi-misi maupun tujuan Klinik Makmur Jaya agar terjangkau oleh lapisan
masyarakat bawah dan menengah, maka biaya pengobatan di Klinik Makmur Jaya
dengan rata Rp. 35.000, termasuk obat dan jasa dokter.
Jika dikalkulasi pengunjung per-minggu yang mengunjungi Klinik
Makmur Jaya, baik untuk berobat maupun untuk berkonsultasi rata-rata, 50%
orang dewasa, datang dengan maksud berobat dan konsultasi, sedangkan orang
tua sebanyak 30% yang berobat dan sedikit yang berkonsultasi, dan 20% anakanak dengan maksud untuk berobat.
D. Dokter dan Tenaga Medis
Secara regular dokter Klinik Makmur Jaya ada 4 (empat) orang dokter
umum dan 2 (dua) orang dokter gigi. Namun, jika dijumlahkan secara keseluruhan
dokter, pramedis, staff pengurus yang bertugas di Klinik Makmur Jaya kurang
lebih ada 12 orang. Dengan komposisi 8 (delapan) orang wanita dan 4 (empat)
orang laki-laki.
Staff sekaligus Paramedis yang bertugas di Klinik Makmur Jaya sebanyak
6 (enam) orang. Dengan memaksimalkan jumlah dokter, paramedis, dan staff
kepenggurusan Klinik, diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan pengunjung
yang bermaksud untuk berobat maupun berkonsultasi di Klinik Makmur Jaya.
Dokter Klinik Makmur Jaya memiliki harapan agar Klinik Makmur Jaya
dapat terjangkau oleh masyarakat bawah dan menengah, baik dari segi biaya dan
waktu maupun pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Klinik. Meski diakui
54
oleh dokter Ayat Rahayu sebagai penggelola Klinik Makmur Jaya, bahwa yang
mungkin menghambat kegiatan Klinik ke depan akan diusahakan agar sekecil
mungkin diminimalisir.
Misalnya, sarana gedung Klinik yang masih bukan menjadi milik sendiri
(atau disewa), dan pendukung lain semacam tempat yang strategis, sehingga dapat
dijangkau secara baik dan cepat. Maka komunikasi yang dibangun oleh dokter
terhadap pengunjung (pasien) Klinik Makmur Jaya adalah komunikasi empati,
dua arah, secara verbal, fisik, psikis, maupun spiritual. 5
5
Dari hasil wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu, di Klinik Makmur Jaya pada
tanggal 1 Februari 2011.
55
BAB IV
HASIL TEMUAN dan ANALISA DATA
A. Pola Komunikasi Dokter dan Pasien di Klinik Makmur Jaya
Pada dasarnya pola komunikasi dicirikan oleh sejumlah atribut tertentu.
Pemahaman atas atribut-atribut itu besar artinya bagi peningkatan pengertian
dalam memahami komunikasi dan prosesnya. Terjadinya komunikasi tidak dapat
dihindari, sebab hampir tidak ada orang yang mampu menghindarkan diri dari
aktivitas bermasyarakat. Orang selalu berusaha mencari interaksi sosial. Di saat
interaksi terjadi, komunikasi tidak dapat dihindari dan akan menimbulkan kontak
sosial.
Jika terjadi kontak sosial segala atribut harus dapat memberikan
pemahaman atau pengertian terhadap komunikasi yang sedang dilaksanakan.
Pertemuan antara dokter dan pasien meniscayakan adanya suatu
komunikasi bila masing-masing mampu mengadakan transformasi pesan. Salah
satu bentuk komunikasi yang terjadi ketika adanya wawancara pengobatan. Sebab
wawancara pengobatan ini merupakan hal yang sangat penting dalam peristiwa
pertemuan antara dokter dan pasien, termasuk di Klinik Makmur Jaya. Semua
perilaku dalam peristiwa komunikasi yang berlangsung memiliki potensi sebagai
pesan,
sebab komunikasi
merupakan transaksional
yang efektif
untuk
menyampaikan tujuan dan maksud. Sebab pasien yang diperiksa oleh dokter dan
paramedis bukan merupakan makhluk pasif, bukan perantara (host) yang tidak
bertenaga, bukan mesin, dan bukan pula merupakan benda-benda non-aktif,
pasien adalah makhluk aktif, dengan dan untuk siapa dokter dan paramedis
bekerja mengatasi penyakit.
55
56
Sebagai konsep yang merujuk pada proses interaksi tak terputus dari
sejumlah variabel yang tidak terhitung. Pola komunikasi yang dibangun antara
dokter dengan pasein di klinik Makmur Jaya adalah komunikasi tanpa putus yang
saling mempengaruhi perilaku, perasaan, pandangan satu sama lain. Karena
komunikasi tidak dapat berdiri sendiri. Apabila dikaitkan dengan proses persuasif,
kita dapat mengatakan bahwa komunikasi dokter dan pasien terjadi sebab faktorfaktor dan konteks yang determinan di dalam satu pihak yang memerlukan umpan
balik (tanggapan).
Sebagaimana dikatakan oleh dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad. M. Kes., sebagai
dokter sekaligus pengelola (pimpinan) Klinik Makmur Jaya:
“Bahwa komunikasi yang dibangun antara dokter dengan pasien di Klinik
Makmur Jaya adalah komunikasi yang memberikan perhatian lebih, dalam
arti lebih dari apa yang diperkirakan oleh pasien…sehingga pasien mau
memberikan keluhan mereka, melebihi dari apa yang diinginkan oleh
dokter atau paramedis…”1
Proses komunikasi dokter dengan pasien di Klinik Makmu Jaya dimulai
ketika pasien memasuki ruang pemeriksaan, meskipun dokter mengetahui gejala
penyakit yang diderita oleh pasien berdasarkan informasi yang didapatkan dari
paramedis yang menginverisasi data pasien yang berkunjung, dokter menanyakan
keluhan penyakit, seperti dengan ucapan : “keluhannya apa?”. Pertanyaan tersebut
diajukan setelah dokter mempersilahkan pasien duduk di kursi yang telah tersedia
di ruang pemeriksaan, kemudian dokter memeriksa tekanan darah dan denyut
jantung pasien.2
1
Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di
Klinik Makmur Jaya.
2
Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di
Klinik Makmur Jaya.
57
Informasi awal yang didapat tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan
diagnosa dan penentuan tindakan medis yang diperlukan dalam pengobatan
pasien. Setelah dokter melakukan hal tersebut, dokter akan menanyakan kepada
pasien untuk mengerjakan langkah-langkah penyembuhan terhadap penyakit yang
didertia.
Komunikasi yang diberlakukan dokter terhadap pasien secara efektif di
atas, menandakan bahwa komunikasi yang diterapkan stidaknya telah (harus)
melalui empat tahap komunikasi, yaitu; pengumpulan fakta (fact finding) oleh
paramedis,
komunikasi
dengan
pasien,
perencanaan
langkah-langkah
penyembuhan, kemudian evaluasi. Di dalam pengumpulan fakta, paramedis
sebelumnya mencari data dan fakta mengenai keluhan dan potensi (keadaan)
penyakit pasien. Kemudian dengan data dan fakta pasien dokter membuat
perencanaan langkah-langkah penyembuhan. Lalu langkah beringkutnya, dokter
mengevaluasi penyakit dan pengobatan sesuai kebutuhan pasien.
Efek positif dari komunikasi yang dibangun di Klinik Makmur Jaya,
didapatkan dari prosedur yang ditempuh melalui perhatian, kepentingan,
keinginan, keputusan, dan tindakan dari kedua pihak. Dalam prakteknya, dokter
membangkitkan perhatian pasien agar terfokus pada keadaan yang dialami,
sehingga timbul kepentingan pasien untuk benar-benar mengungkapkan keluhan
yang dirasakan. Tahap berikutnya, dokter mengembangkan keinginan pasien
terhadap penyakit pasien dan juga terhadap keinginan dokter sebagai penerima
keluhan. Kemudian pada tahap selanjutnya pasien dan dokter memutuskan satu
keputusan yang akan melahirkan tindakan3.
3
Hasil wawancara. misalnya, pasien yang memiliki penyakit kronis, tidak mampu
berobat atau alasan lainnya, dan cenderung tidak berani (menutup-nutupi) melakukan pengobatan
58
Jumlah pasien yang berkunjung ke Klinik Makmur Jaya setiap hari, antara
7 hingga 15 orang, yang berkunjung, beberapa untuk berobat, kemudian ada juga
yang hanya ingin konsultasi. Waktu yang tersedia untuk melakukan wawancara
pengobatan untuk masing-masing pasien yang berobat dibutuhkan waktu selama
10 hingga 15 menit. Dari waktu yang telah ditentukan tersebut, dokter
mendapatkan data awal tentang keluhan pasien yang akan dijadikan dasar pijakan
untuk menganalisa penyakit dan hubungan antara pribadi yang terjadi dalam
proses pengobatan antara dokter dengan pasien di Klinik Makmur Jaya.
Dalam wawancara pengobatan, dokter sedapat mungkin menghindari
konflik antara dokter dengan pasien (misalnya tidak menyinggung perasaan atau
hal-hal yang sensitive), terutama terkait dengan proses penyembuhan yang akan
dijalankan. Dokter berusaha menyenangkan pasien untuk memberikan rasa aman
(akrab) agar apa yang ingin dikeluhkan bisa diungkapkan. Karena komunikasi
antara dua pribadi merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan
pengobatan yang akan dilakukanr. Maka seminim mungkin dokter tidak membuat
kesalahan dengan salah memberika pertanyaan yang tidak dimengerti.
Sebagaimana diungkapkan oleh dr Ayat Rahayu :
“Di dalam wawancara pengobatan atau diagnosa penyakit, dokter atau
paramedis yang menjalankan tugas tersebut melakukan wawancara dengan
baik, yang berhubungan dengan tugas, peran dan fungsi, serta tanggung
jawabnya. Tidak menyinggung perasaan atau hal-hal yang sensitif yang
dapat membuat pasien tertutup…”4
yang lebih jauh, meka tugas dokter, melalui komunikasi untuk membangkitkan semangat pasien
bahwa segala penyakit pasti bisa disembuhkan, maka dokter Klinik akan menganjurkan pasien
untuk dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Sebab alasan pasien sangat beragam, karena kekurangan
biaya, keadaan yang bertilak belakang, atau ketakutan pada prosedural yang rumit.
4
Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di
Klinik Makmur Jaya.
59
Dari apa yang diungkapkan oleh dokter diatas, bahwa omunikasi yang
dibangun secara baik oleh dokter dan paramedis di Klinik Makmur Jaya,
menciptakan hubungan yang harmonis antar dokter dan pasien. Keberhasilan
komunikasi ini bila ditinjau dari segi keilmuan, maka tidak terlepas dari unsurunsur komunikasi yang ada di dalamnya, yang diterap di Klinik Makmur Jaya.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, dalam hubungannya dengan kegiatan
komunikasi yang melibatkan dua individu, antara dokter dan pasien sebagai
sasaran yang bisa bertukar peran ini, dokter harus bersedia menerima reaksi
pasien, tidak bersikap selektif dalam menimbang kebutuhan dan keluhan pasien,
kemampuan dokter dalam memberikan informasi sebagai bahan (pesan) yang
akan
dikomunikasikan.
Dokter
sebagai
komunikator,
harus
mampu
mengorelasikan keinginan dan keluhan pasien secara sistematis, kemudian
mengembangkannya hingga menjadi suatu proses (solusi) penyembuhan.
Sebagaimana dikatakan oleh Dr. Ayat Rahayu:
“Bahwa seorang dokter sebagai komunikator yang baik tentunya harus
mempunyai sifat yang menunjang jalannya komunikasi dengan pasien,
misalnya: pengenalan diri, kepercayaan (credibility), daya tarik
(attractive), kekuatan (power), dan yang dibutuhkan dokter untuk
membangun komunikasi yang baik, ya…., keterampilan berkomunikasi,
keterampilan berbicara, menulis, mendengar, membaca. Selain itu dokter
harus mempunyai sikap (attitudes) yang baik dan bertanggung jawab,
walaupun pendidikan dan tingkat sosial berbeda, sikap yang wajar dan
sama sejajar harus yang ditampakkan, karena sikap ini penting untuk
menghantarkan informasi sesuai dengan yang diinginkan oleh kedua
pihak…jika sikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain buruk maka
pesan penting yang seharusnya diterima oleh pasien (receiver).”5
Dengan demikian, terjadinya pola komunikasi yang seimbang antara kedua
belah pihak, dokter dan pasien, harus didukung oleh sikap dan kepentingan yang
5
Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di
Klinik Makmur Jaya.
60
sama. Sehingga proses komunikasi mendapatkan feedback yang dapat
memberikan dampak terhadap proses penyembuhan pasien, sesuai keinginan
dokter.
Ada beberapa pola komunikasi yang dilaksanakan di Klinik Makmur Jaya
dalam proses penyembuhan pasien, antara lain sebagai berikut:
1. Komunikasi Antar Diri Sendiri
Pada umumnya, pemahaman yang lebih tentang komunikasi terletak pada
hakekat fungsional manusia itu sendiri terhadap dirinya sendiri. Diri manusia
memiliki peran paling penting dalam proses penyembuhan, sebab pribadi manusia
itu sendiri tidak terlepas dari proses komunikasi antar dirinya sendiri. dalam hal
ini proses penyembuhan berkaitan dengan persoalan interpretasi pribadi manusia
itu sendiri terhadap diri pribadinya. Efek komunikasi antar diri sendiri akan
berpengaruh pada proses komunikasi antar pribadi.
Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu :
“Peran diri pasien itu sendiri juga menentukan bagaimana berjalannya
proses komunikasi terhadap penyembuhan, bagaimanapun peran dan
fungsi dokter terhadap penyembuhan tidak akan berarti, jika komunikasi
antar diri sendiri tidak berjalan dengan baik, pasien harus memahami apa
yang sedang dirasakan oleh dirinya, kemudian komunikasi meningkat
pada dua pribadi (dokter dan pasien), yang disebut komunikasi antar
pribadi…”6
Oleh karenanya, diri pribadi pasien diarahkan untuk memahami dirinya
berdasarkan pengalaman yang mempengaruhi sikap dan perilakunya. Sehingga
pengalam dan perilaku tersebut dapat memberikan efek yang juga mempengaruhi
proses penyembuhan pasien. Komunikasi sebagai mediator dalam proses
6
Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di
Klinik Makmur Jaya.
61
penyembuhan menjadi alat pasien dan juga dokter untuk mengetahui diri mereka
sendiri. Dalam konteks inilah komunikasi tidak hanya persoalan medis, tetapi juga
menyangkut aspek perawatan mental pasien, sehingga pasien memiliki keinginan
untuk sembuh dan bersikap positif terhadap dirinya sendiri.
Zaskyah, salah satu pasien Klinik Makmur Jaya, mengatakan :
“Pengobatan di Klinik Makmur Jaya, terasa nyaman, karena dokter dan
perawatnya ramah dan enak diajak ngobrol…dalam proses pengobatan,
dokternya sangat perhatian, baik, kadang humoris…ada juga nasehatnasehat keagamaan dan mental, ya, untuk penyadaran dirilah…setidaknya
saya lebih perhatian juga terhadap kesehatan diri saya sendiri…”7
Sehingga dalam melakukan proses penyembuhan, dokter berkomunikasi
secara interaktif dan efektif, sehingga dapat mempengaruhi persepsi pasien
terhadap diri mereka sendiri. Dokter menginginkan pasien memiliki penilaian
yang baik terhadap diri mereka, paling tidak memiliki kesan bahwa dokter
konsisten dengan tujuan pelayanan, yaitu, memberikan efek kesembuhan terhadap
penyakit yang sedang dialami pasien.
2. Komunikasi Antar Pribadi
Proses komunikasi yang melibatkan dua orang adalah komunikasi dua
pribadi yang berbeda dan harus sama-sama dikenali, yaitu diri dokter dan diri
pasien. Meskipun bukan hal mudah untuk dilakukan. Dalam hal ini, ada dua jenis
informasi yang digunakan Klinik Makmur Jaya untuk mencapai tujuan
komuniaksi antar pribadi tersebut, yaitu : 1) Menyusun mekanisme untuk
mendapatkan hal-hal yang ingin diketahui dan apa yang diharapkan pasien
melalui komunikasi (dengan keluhannya); 2) Memahami tujuan pasien, sehingga
7
Wawancara pribadi dengan pasien pada tanggal 4 Februari 2011, jam 11:30, di Klinik
Makmur Jaya.
62
langkah-langkah untuk penyembuhan dapat dievaluasi dengan kesungguhan dan
akurasi prediksi penyembuhan pasien. 8
Ketika dokter atau paramedis bertemu dengan pasien, sejumlah pertanyaan
diberikan untuk mendiagnosa pasien, sejumlah jawaban pasien menjadi acuan
lebih lanjut dalam proses penyembuhan. Dalam proses diagnosa, Dokter berusaha
mempengaruhi keadaan, perasaan, dan perilaku pasien terhadap yang dialaminya.
Pola komunikasi ini adalah usaha dokter mengurangi ketidakpastian yang
dirasakan pasien. Upaya ini pada dasarnya merupakan proses pemaknaan, yaitu
menghilangkan makna-makna yang tidak sesuai dengan pengertian pasien.
Terkait dengan komunikasi antar dua pribadi yang berbeda yang saling
mempengaruhi satu sama lain, ada satu proses perbandingan sosial sebagai
perbandingan antara diri dokter, pasien satu dengan pasien lain.
Fenny salah satu pasien mengatakan :
“Saya suka datang ke Klinik Makmur Jaya karena banyak yang ingin
dikomunikasikan, saya banyak mendapatkan informasi seperti melakukan
evaluasi diri, mengetahui diri sendiri…selain itu juga, saya dapat
memahami orang lain, setidak-tidaknya berusaha memahami apa yang
menjasi keinginan dokter dari perilaku kita sebagai pasien…” 9
Komunikasi yang digunakan dokter ini sebagai alat bagi pasien
mengetahui bagaimana menilai dirinya sendiri (self esteem). Walaupun
perbandingan sosial cenderung membandingkan dengan yang setara yang ada
pada dirinya. Artinya orang cenderung tidak melakukan evaluasi diri secara
objektif. Pengaruhnya terhadap diri pribadi adalah suatu ukuran kualitas yang
8
Wawancara pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu tanggal 3 Februari 2011, jam 13:30, di
Klinik Makmur Jaya.
9
Wawancara pribadi dengan pasien pada tanggal 4 Februari 2011, jam 13:30, di Klinik
Makmur Jaya.
63
memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang
berbeda dengan individu lainnya.
Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu :
“Bahwa pengalaman dalam kehidupan membentuk diri pribadi setiap
orang, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang dan telah
terjadi pada diri pribadinya dan orang lain. Kesadaran terhadap diri pribadi
ini pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya
sendiri dan apa yang sedang dialaminya...”10
Dalam hal ini, terdapat satu proses analisa yang dilakukan oleh dokter
Klinik Makmur Jaya, pada tingkatan psikologis yang diasosiasikan dengan
interpretasi dan pemberian makna terhadap orang atau objek tertentu, yang
dikenal dengan persepsi. Adanya objek eksternal yang dapat ditangkap oleh
indera, menjadikan informasi dapat diinterpretasi, meskipun pada dasarnya,
persepsi tidak lebih dari sekedar pengetahuan mengenai apa yang tampak sebagai
realitas pasien. Realitas yang dipersepsikan adalah yang paling jelas, pribadi,
penting dan terpercaya bagi pasien. Persepsi dilakukan oleh dokter
sebagai
individu yang mempersepsi (penerima keluhan), bukan pasien sebagai objek
(yang memiliki keluhan).
Maka dalam hal ini, apa yang mudah menurut dokter belum tentu mudah
bagi pasien, atau apa yang jelas menurut dokter mungkin terasa membingungkan
bagi pasien. Dalam konteks inilah dokter perlu memahami sifat pasien. Dokter
mempersepsikan hanya yang diinginkan atas dasar sikap, nilai dan keyakinan
yang ada dalam diri dokter, dan mengabaikan karakteristik yang berlawanan
dengan keyakinan atau nilai yang dokter miliki, yang menjadi kebutuhan pasien.
10
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 4 Februari 2011, jam 13:30,
di Klinik Makmur Jaya.
64
Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu :
“Di dalam menarik kesimpulan tentang apa yang dibutuhkan pasien,
dokter harus menarik kesimpulan melalui suatu proses yang logis. Karena
interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi biasanya kensimpulan atas
dasar informasi yang tidak lengkap, artinya dokter mempersepsikan makna
dengan
melompat pada satu kesimpulan yang tidak sepenuhnya
didasarkan atas data sesungguhnya dari pasien, tapi hanya berdasar
penangkapan indra yang terbatas, melalui diagnosa…”11
Pengaruhnya dapat menjadi tidak akurat, karena bisa mengandung
kesalahan dalam kadar tertentu. Hal ini dapat terjadi apabila jarak dokter dengan
pasiennya berjauhan, maka peran dan fungsi komunikasi yang dapat
mempengaruhinya jelas dibutuhkan untuk memberi satu kesimpulan yang
dibutuhkan pasien. Meski, persepsi tidak pernah objektif, namun dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi bagi dokter, karena sebagian interpretasi dilakukan
berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan pribadi
yang digunakan untuk memberi makna pada objek yang dipersepsi, dampak dari
hal ini, bisa menimbulkan hubungan baik atau sebaliknya.
Di antara kedua pihak yang sedang menjalankan proses komunikasi,
pengaruh persepsi merupakan proses awal yang dilalui individu sebagai stimuli
yang datang dari luar. Secara sederhana hal dapat dikatakan sebagai proses saling
pengaruh-mempengaruhi individu dalam melakukan kontak atau hubungan dalam
proses pengobatan.
Komunikasi yang saling mempengaruhi, mengembangkan makna yang
dirasa ke dalam aktivitas. Artinya, dokter belajar memberikan makna pada
persepsi pasien yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan perasaan,
tindakan dan tujuan. Satu hal pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa
11
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 4 Februari 2011, jam 13:30,
di Klinik Makmur Jaya.
65
atau komunikasi (simbol). Dengan kemampuan bahasa, dokter dan pasien dapat
menangkap stimulasi yang diberikan. Maka, pengaruh dari pola komunikasi yang
dibangun bisa dikatakan berhasil.
Dalam tahap ini, dokter menciptakan struktur, stabilitas, dan makna
komunikasi yang dapat mempengaruhi proses kesembuhan pasien yang ditangani.
Meski dalam sehari-harinya, dokter menerima begitu banyak masukan pesann,
misalnya keluhan pasien, selain pengetahuan yang dipelajari, dokter juga
menerima pesan lain seperti reaksi dan respon pasien (verbal dan non-verbal),
dari kondisi kursi yang diduduki, intonasi suara pasien, ataupun bahasa pasien
yang terbata-bata. Semua stimulus ini secara bersamaan akan ikut mempengaruhi
proses kegiatan yang diciptakan dari komunikasi antar pribadi.
Namun demikian, dalam praktiknya tidak mungkin dokter mengolah
semua masukan pesan yang diterima. Dengan kata lain, dokter melakukan
penyeleksian terhadap semua stimulus yang diterima dengan proses penyeleksian
secara cepat (biasanya dalam beberapa detik saja).
Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu :
“Kami menerima begitu banyak keluhan…keluhannya pasien sangat
beragam, dari penyakit, ekonomi, perasaan, tertekan, kurang percaya diri,
dan lain sebagainya. Di dalam hal ini, kami sebagai dokter harus mampu
menciptakan stabilitas, struktur dan makna komunikasi yang dapat
mempengaruhi kesembuhan pasien, dari banyaknya pesan, kami harus
memutuskan apa yang terbaik, yang menjadi kebutuhan pasien secara
cepat…”12
Keputusan menyeleksi semua masukan pesan berhubungan dengan
pemahaman dokter terhadap perilaku dan persepsi pasien. Ini berarti bahwa
komunikasi yang dilakukan dalam wawancara pengobatan mempunyai pengaruh
12
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 4 Februari 2011, jam 13:30,
di Klinik Makmur Jaya.
66
pada proses pemberian pengobatan. Prinsip stimulus respon dari komunikasi
merupakan suatu prinsip sederhana, dimana efek merupakan satu reaksi terhadap
stimuli tertentu. Dengan demikian, dokter mengharapkan keterkaitan antara pesan
yang diberikan dengan reaksi yang ada pada perilaku dan persepsi pasien.
Untuk mempengaruhi proses penyembuhan, dokter mendidistribusikan
pesan secara sistematik. Sehingga secara serempak pesan mempengaruhi pasien.
Dari perilaku dan persepsi yang tampak tersebut, maka dokter mengambil satu
kesimpulan untuk dikomunikasikan dengan kebutuhan atau keinginan pasien.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang diterapkan oleh dokter di
Klinik Makmur Jaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses
penyembuhan pasien.
B. Penerapan Komunikasi Terhadap Pasien di Klinik Makmur Jaya
Tindak komunikasi dalam pola komunikasi antar pribadi berkaitan dengan
pemahaman mengenai peristiwa komunikasi yang terjadi didalamnya, seperti
apakah pesan komunikator sudah diterima dengan benar oleh komunikan atau
sebaliknya
(misalnya,
pasien
menyampaikan
keluhan
kepada
dokter),
memungkinkan tujuan komunikasi yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai
dengan hasil yang diharapkan. Ini hanya satu contoh sederhana untuk
memperlihatkan bahwa komunikasi merupakan aspek penting dalam suatu
hubungan.
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi meliputi
komunikasi vertikal, komunikasi diagonal, dan komunikasi horisontal, Masingmasing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas.
67
Masing-masing memiliki fungsi : misalnya dalam komunikasi vertikal, Pemberian
atau penyimpanan
instruksi kerja,
mengapa
tugas
perlu dilaksanakan,
Penyampaian informasi mengenai peraturan yang berlaku.
Di Klinik Makmur Jaya, misalnya, fungsi arus komunikasi dari staf ke
pimpinan atau dokter adalah untuk menyampaikan informasi tentang pekerjaan
ataupun tugas yang sudah dilaksanakan, atau untuk menyampaikan persoalanpersoalan yang tidak dapat diselesaikan, untuk menyampaikan saran-saran
maupun keluhan. Kemudian fungsi komunikasi horizontal yaitu, untuk
memperbaiki koordinasi tugas, upaya pemecahan masalah, saling berbagi
informasi, upaya pemecahan konflik, dan membina hubungan melalui kegiatan
bersama.
Sebagaimana diungkapkan oleh Novi Anggraini, salah satu staf pengurus
di Klinik Makmur Jaya:
“Di sini kami sebagai staf pengurus juga berhak memberikan saran
maupun keluhan yang berkaitan dengan Klinik Makmur Jaya, tidak hanya
pasien yang menjadi fokus kerja…kami sebagai pengurus juga wajib
mengkomunikasikan diri kami dan pekerjaan, tugas, masalah atau konflik
yang terjadi…kami menjaga agar hubungan lebih dekat, dapat
memecahkan masalah, dan mendapatkan solusi dari tugas yang kami
jalankan…”13
Dalam pembahasan pola komunikasi yang diterapkan di Klinik Makmur
Jaya, ada dua unsur yang mendapatkan perhatian dokter, yaitu: 1) kognitif, dokter
dalam hal ini menggunakan unsur yang mewakili penggunaan lambang-lambang
(symbols) untuk mencapai kesamaan makna komunikasi dalam berbagi informasi;
2) perilaku, perilaku pasien dijadikan sebagai komunikasi verbal atau simbolik
dimana dokter berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada pasien.
13
Wawancara pribadi dengan staf pengurus pada tanggal 7 Februari 2011, jam 13:30, di
Klinik Makmur Jaya.
68
Dari kedua unsur di atas menandakan bahwa komunikasi adalah adanya
satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut
bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Perilaku (wawancara) lebih
praktis, karena tujuan dokter adalah untuk mempengaruhi penerima (pasien
sebagai receiver) agar lebih aktif dalam menerima pesan yang disampaikan. Satu
respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (dokter atau sender) dari setiap
pesan yang disampaikannya.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh dokter Ayat Rahayu :
“Antara kognitif dan perilaku…kami melihat bahwa perilaku lebih unggul
untuk membentuk satu kesimpulan pasien, walaupun semetara waktu. Jika
pemaknaan lambing-lambang tidak dapat dimengerti maka kita dapat
melihatnya pada perilaku…” 14
Dengan memahami perilaku pasien, dokter dapat membangun hubungan
yang lebih erat dengan pasien atau yang lebih jauh dari hal itu, misalnya keluarga
pasien atau masyarakat umum lainya. Hal ini diharapkan, agar masyarakat sebagai
pasien tidak canggung, dan mau mengutarakan keluhan-keluhan serta persoalanpersoalan yang dihadapi oleh mereka. Sehingga pada tahap ini, dokter sedapat
mungkin mendengarkan keluhan pasien dengan seksama, baik keluhan-keluhan
yang berhubungan dengan penyakit maupun persoalan yang menyangkut
kehidupan pribadi pasien.
Sehingga dalam pelayanan medis, dokter tidak hanya dituntut memiliki
kemampuan dan keterampilan intelektual serta profesional, tetapi juga memiliki
kemampuan dan keterampilan berkomunikasi dalam menyampaikan informasi
mengenai kesehatan yang dibutuhkan, baik oleh individu maupun oleh
14
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 7 Februari 2011, jam 14:00,
di Klinik Makmur Jaya.
69
masyarakat. Proses komunikasi ini, diawali oleh dokter (source) baik kepada
individu ataupun masyarakat yang berusaha berkunjung ke Klinik Makmur Jaya,
langkah-langkah yang dilakukan, sebagaimana diutarakan oleh dokter Ayat
Rahayu, sebagai berikut:
“Yang dilakukan dokter adalah memilih seperangkat informasi untuk
dikomunikasikan, kemudian menciptakan suatu pesan yang dapat
diterjemahkan, misalnya dari tanda atau lambang baik melalui bahasa
lisan, tulisan, dan perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah
atau gambar-gambar dan lain sebagainya…”15
Penerapan komunikasi di Klinik Makmur Jaya, adalah upaya dokter
bagaimana memberikan pelayanan dan fungsi sosial yang melibatkan berbagai
pihak, dalam hal ini adalah dokter dan masyarakat sebagai pasien. Klinik Makmur
Jaya dapat dikatakan sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (informationprocessing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu masyarakat
berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan lebih
tepat dalam mendapatkan solusi dari apa yang mereka inginkan. Adapun
keharusan atau kewajiban memberikan informasi dikaitkan dengan kemampuan
dan keterampilan dokter untuk berkomunikasi.
Dalam hal ini, pasien dan masyarakat berhak menerima informasi tanpa
diminta tentang segala sesuatu mengenai dirinya serta berhak menerima jawaban
dari pertanyaan yang diajukan (dalam hal apapun); masyarakat sebagai pihak yang
dilayani tidak boleh dirugikan dalam hal memberikan pelayanan, baik medis
maupun non-medis. Memberikan informasi yang didapat memungkinkan setiap
anggota masyarakat dapat melaksanakan aktivitasnya secara lebih pasti. Pada
15
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 7 Februari 2011, jam 14:00,
di Klinik Makmur Jaya.
70
dasarnya, adalah informasi yang dibutuhkan oleh semua masyarakat yang
mempunyai persoalan dalam kehidupan sehari-harinya.
Selian hal di atas, fungsi komunikasi ini berkaitan dengan peraturanperaturan yang berlaku dalam suatu organisasi kedokteran. Pada Klinik Makmur
Jaya, misalnya; atasan atau orang yang berada dalam tataran manajemen, mereka
memiliki
kewenangan
untuk
mengendalikan
semua
informasi
yang
disampaikan. Kewenangan memberi instruksi atau perintah, dan ditempatkan pada
lapis atas supaya perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak
bergantung pada; keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah, kekuatan
pimpinan dalam memberi sanksi, kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai
seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi, dan tingkat kredibilitas pesan yang
diterima bawahan. Berkaitan dengan pesan, pada dasarnya berorientasi pada
kerja, artinya, pasien membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang
tindakan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Berdasarkan hal tersebut, dokter bukan hanya melaksanakan pekerjaan
melayani atau memberikan pertolongan semata-mata, tetapi juga melaksanakan
pekerjaan profesi (ahli) yang terikat pada suatu kode etik. Karena pasien sebagai
komunikan memiliki tingkat ekspektasi yang tinggi terhadap hasil komunikasi
dengan dokter sebagai komunikator. Baik dalam menyampaikan pesan (tentang
penyakit maupun hal lain, seperti memberikan nasehat atau semangat untuk
kesembuhan pasien).
71
C. Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Media Klinik Makmur Jaya Dalam
Memberikan Penyembuhan Terhadap Pasien
Berbagai aspek yang dibahas di atas menegaskan bahwa suatu proses
komunikasi secara fisik terlihat sederhana, namun jika dilihat dari pola, fungsi,
dan pengaruh komunikasi yang terjadi, maka komunikasi adalah sesuatu yang
sangat rumit.
Komunikasi antarpribadi bukanlah sesuatu yang mudah dan
sederhana. Oleh karenanya, hubungan antara dokter dengan pasien merupakan
hubungan antar pribadi yang rumit.
Hasil penelitian yang penulis lakukan di Klinik Makmur Jaya menunjukan
bahwa yang menjadi dasar proses penyebuhan pasien adalah hubungan dokter
dengan pasien yang terletak pada wawancara (komunikasi) pengobatan. Keadaan
seperti ini mencerminkan bagaimana pengaruh komunikasi begitu sangat penting
dalam menentukan kesembuhan pasien. Karenanya, berkaitan dengan pola
komunikasi yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasien tersebut, maka
Klinik Makmur Jaya menggunakan komunikasi sebagai media yang dapat
menjebatani hubungan dokter dengan pasien melalui tiga cara, diantaranya:
Pertama, komunikasi digunakan secara objektifitas, yang menekankan
prinsip standarisasi dan konsistensi kerja kesehatan. Dalam hal ini, pasien
dipandang dalam bentuk dan struktur yang secara individual adalah pasien (objek)
atau hal yang ingin diketahui dan diteliti, pendekatan komunikasi ini digunakan
sebagai metode eksperimen. Melalui metode ini dokter secara sengaja
(mengetahui respon balik jika ditanyakan hal-hal yang sifatnya rahasia dan
pribadi) melakukan suatu percobaan terhadap pasien-pasien yang diobatinya.
72
Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu :
“Bahwa pendekatan ilmiah perlu dilakukan terhadap pasien sebagai obyek
pengobatan, dengan pendekatan ini, dokter berusaha mendapatkan data
atau apapun yang dibutuhkan dalam proses pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di dunia kesehatan dari hasil proses penyembuhan
pasien…”16
Tujuannya adalah untuk mengukur ada tidaknya pengaruh atau hubungan
sebab-akibat di antara dua variabel atau lebih, dengan mengontrol pengaruh dari
variabel lain. Prosedur yang umum dilakukan adalah dengan cara memberikan
atau mengadakan suatu perlakuan khusus kepada pasien (objek), baik dampak
atau pengaruhnya.
Contoh yang diberikan dokter Ayat Rahayu adalah sebagai berikut:
“5 (lima) orang pasien diberi nasehat (resep tertentu) X, sementara 5
(lima) orang pasien lainnya tidak. Setelah kurun waktu tertentu
dibandingkan ada tidaknya perbedaan di antara dua kelompok pasien
tersebut. Kalau ternyata terdapat perbedaan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa perbedaan tersebut terjadi karena pengaruh dari nasehat (resep
tertentu) X tersebut...”17
Pemahaman ini didasarkan pada kesimpulan bahwa stimuli komunikasi
menciptakan efek atau dampak terhadap kesembuhan, sehingga dokter dapat
menduga atau memperkirakan adanya hubungan erat antara isi pernyataan
(nasehat) dan reaksi pasien.
Kedua, komunikasi sepihak, hal ini bertujuan untuk memahami tanggapan
pasien dan hasil temuan dokkter pada individu pasien. Dokter memfokuskan
perhatian terhadap pasien sebagai bagian dari dirinya. Pendekatan komunikasi ini
dilakukan sebagai bentuk partisipasi (observasi). Melalui pendekatan ini, dokter
16
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 9 Februari 2011, jam 10:00,
di Klinik Makmur Jaya.
17
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 9 Februari 2011, jam 10:00,
di Klinik Makmur Jaya.
73
dapat mengamati sikap dan perilaku pasien dengan membaur dan melibatkan diri
secara aktif di lingkungan masyarakat sekitar.
Sebagaimana diungkapkan dokter Ayat Rahayu:
“Membangun komunikasi secara aktif ketika ada kegiatan-kegiatan sosial,
ikut dalam aktivitas yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri, hubungan
baik itu kan sudah diperoleh melalui wawancara atau tanya jawab saat
proses berlangsungnya pengobatan selama pasien berkunjung ke Klinik
Makmur Jaya...”18
Terkait dengan hal di atas, diungkapkan pula oleh Ilham, salah satu pasien
Klinik Makmur Jaya :
“Saya sering datang berobat atau sekedar konsultasi tentang hal yang saya
alami…kadang dokter sering juga menanyakan keadaan saya dan keluarga
ketika berobat, kalau ngobrolnya lama, kadang kerja, tempat tinggal,
kondisi masyarakat juga ditanyakan…” 19
Ketiga, pola komunikasi digunakan untuk memahami tingkah laku pasien.
Yang diperlukan adalah mengamati pasien secara cermat dan akurat. Untuk hal
ini, pengamatan dilakukan seobjektif mungkin agar hasilnya dapat berlaku umum
dan tidak bersifat kasus. Karena menurut dokter Ayat, pasien adalah manusia yang
aktif, memiliki daya pikir, berprinsip terhadap nilai-nilai tertentu, serta sikapnya
dapat berubah-ubah sewaktu-waktu. Karenanya, selain pengukuran yang cermat
dan akurat diperlukan terhadap kondisi dan tingkah laku pasien yang jadi objek
pengamatan
Dari ketiga hal ini, maka esensi komunikasi antara dokter dengan pasien
akan terfokus pada hubungan komunikasi antar individu, kelanjutan dari hal ini
18
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 9 Februari 2011, jam 10:00,
di Klinik Makmur Jaya.
19
Wawancara pribadi dengan pasien pada tanggal 9 Februari 2011, jam 11:30, di Klinik
Makmur Jaya.
74
didasarkan pada perubahan sikap pasien sebagai ukuran bagi perubahan kesehatan
yang ada pada pasien.
Sebagaimana dikatakan oleh dokter Ayat Rahayu :
“Bahwa hal-hal yang berkaitan dengan sikap dan pikiran menjadi fokus
utama untuk melihat dan mengkaji perkembangan perilaku pasien…sejak
komunikasi terjalin diantara dokter dan pasien, perubahan perilaku
menjadi awal dalam mengembangkan pengobatan, baru kemudian
memasukan norma-norma yang berlaku dalam dunia kedokteran…” 20
Dari hal di atas, dapat dikatakan bahwa komunikasi tidak hanya memiliki
pengaruh
terhadap
individu
pasien,
tetapi
juga
mempengaruhi
kultur,
pengetahuan, norma serta nilai-nilai dari suatu masyarakat. Dengan demikian,
karakteristik komunikasi dokter yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan
pasien pada dasarnya diukur dan berlangsung melalui pendekatan-pendekatan
komunikasi yang dibangun secara utuh dan sempurna berdasarkan tujuan akhir
dari komunikasi tersebut.
20
Wawancara pribadi dengan Dr Ayat Rahayu pada tanggal 9 Februari 2011, jam 11:30,
di Klinik Makmur Jaya.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pola Komunikasi yang digunakan dalam proses penyembuhan di Klinik
Makmur Jaya adalah pola komunikasi antarpribadi. Pola komunikasi
antarpribadi bagi dokter Klinik Makmur Jaya, adalah komunikasi yang
memiliki peranan yang signifikan bagi proses penyembuhan pasien, karena
berpengaruh langsung dengan pola perubahan dan sikap-perilaku pasien
dalam menghadapi keadaan yang dirasakan.
2. Pola komunikasi dokter terhadap pasien merupakan kegiatan komunikasi
dengan berbagai pendekatan, yang menghubungkan bagian-bagian tertentu
antara satu sama lain. Pendekatan secara emosional, empati, maupun rasa
simpati seorang dokter terhadap pasien menjadi dasar bagi penyembuhan
pasien.
3. Komunikasi antarpribadi bagi Klinik Makmur Jaya adalah media bagi
dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien serta
jembatan untuk mengembangkan pengetahuan tentang kepribadian
manusia. Sehingga pemahaman dokter terhadap perilaku, mental, dan
pikiran pasien dapat menjadi sarana pendukung untuk membangun dunia
kesehatan maupun penyembuhanan pasien itu sendiri.
75
76
B. Saran-Saran
Peranan yang cukup signifikan, yang diperankan oleh Klinik Makmur Jaya
sebagaimana yang diuraikan dalam penulisan karya ilmiah ini, pada prinsipnya
harus dilaksanakan seoptimal mungkin, agar pelayanan mampu menjadi jembatan
bagi masyarakat dalam meningkatkan aktifitasnya sehrai-hari. Namun penulis
menyadari bahwa peranan ini tidak serta merta membuat setiap lembaga
pelayanan sosial menyalah gunakan kewenangannya, untuk itu penulis
mengharapkan ada strategi-strategi katau upaya yang lebih optimal untuk lebih
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
Untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pelayanan pasien dalam proses
penyembuhan, komunikasi harus disampaikan dengan mudah, tidak dengan
simbol-simbol atau angka-angka yang sulit dipahami oleh masyarakat awam.
Maka transformasi pengetahuan harus lebih diupayakan peningkatannya melalui
komunikasi yang lebih meningkatkan pemahaman masyarakat.
Walaupun
pengaruh
komunikasi
cukup
penting
dalam
proses
penyembuhan pasien. Hendaknya dokter dan paramedis mencoba mencari hal-hal
baru untuk mendukung komunikasi antara dokter terhadap pasien agar masyarakat
mampu mengupayakan peningkatan kesehatan secara sadar dan mandiri. Selain
itu, pemanfaatan terhadap komunikasi, hendaknya tidak hanya digunakan sebagai
sarana untuk mendiagnosa penyakit pasien, akan tetapi juga harus dimanfaatkan
sebagai sarana untuk menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia
kesehatan, misalnya obat-obatan yang dibutuhkan.
Komunikasi tidak hanya penting untuk mendukung proses penyembuhan
pasien di dunia kesehatan, tetapi juga mampu menjadi sarana utama untuk
77
memahami berbagai kondisi masyarakat sosial secara umum, maupun berbagai
kondisi yang tengah dialami oleh pasien secara khusus. Komunikasi dapat
menjadi perangkat atau penghubung bagi lembaga-lembaga sosial yang
memberikan pelayanan masyarakat, guna mendapatkan gambaran fisik maupun
non-fisik bagi lembaga pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Ass. Djamalul, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: Gema Insani
Press, 1996.
Bachtiar. Wardi, Metode Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997, cet.
Pertama.
Budyatna. M. dan Nina Mutmainnah, Komunikasi Antar Pribadi, Jakarta:
Universitas Terbuka, 2004.
Clevenger Jr. Theodore, Can One Not Communicate? A Conflict of Model,
Communication Studies, dalam Stephen W. Littlejohn, Theories of Human
Communication, New Jersey: Wadsworth Publication, 1991
Effendy. Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, PT Remaja
Rosdakarya : Bandung, 2009, cet. Ke-22.
, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, cet. Ke-6.
Gunadi. YS., Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: Gramedia, 1998.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Jogjakarta: Andi Offset, 1983.
Kincaid. D. Lawrence dan Wilbur Schramm, Azas-azas Komunikasi antar
Manusia. Penerjemah Agus Setiadi, Jakarta: LP3ES bekerja sama dengan
East-West Communication Institute, 1977.
Komalawati. Veronica, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik;
Persetujuan dalm Hubungan Dokter dan Pasien; Suatu Tinjauan Yuridis,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Liliweri. Alo, Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.
Lumentu. Benyamin, Pasien; Citra, Peran dan Perilaku; Tinjauan Fenomena
Sosial, Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Mantra. I.B., MPH, Komunikasi, Jakarta: DepKes RI (Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat), 1994.
Moloeng, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2009, edisi revisi cet. Ke 26.
Muhammad. Anri, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, PT RajaGrafindo Persada : Jakarta, 2010,
cet. Ke-V.
Partanto, Pius, A dan Al-Barry, Dahlan, M., Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:
Arkola,1994.
Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss, Human Communication; Konteks-konteks
Komunikasi, Penerjemah Deddy Mulyana, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000.
Sarwono. Solita, Sosiologi Kesehatan; Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997.
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006.
Sutarto, Dasar-dasar Komunikasi Administrasi, Yogyakarta: Duta Wacana
University Press, 1991.
Tommy Suprapto dan Fahrianoor, Komunikasi Penyuluhan; Dalam Teori dan
Praktek, Arti Bumi Intaran : Jogjakarta, 2004, cet. I.
Usman, Husaini. dan Setiadi Akbar, Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: Bumi aksara, 1998.
Widjaja. A. W., Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: PT. Bina
Aksara, 1986.
, Ilmu Komunikasi; Pengantar Studi, Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002.
Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: PT Grasindo, 2000.
Yulistiani, Indriati. Ragam Penelitian Kualitatif: Penelitian Lapangan, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: UI, 2001.
Sumber Lain :
Ahmad Mulyana, M.Si., Memahami Diri dan orang lain Dalam komunikasi Antar
pribadi. http://www.morrisan.web.id/Memahami Diri dan orang lain
Dalam komunikasi Antar pribadi, (diambil pada tanggal 25 November
2010).
………,dalam Teori Komunikasi (2008), Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap
Individu, http://www.morrisan.web.id/ Pengaruh Komunikasi Massa
Terhadap Individu (diambil pada tanggal 25 November 2010).
Hasil Wawancara Pribadi dengan Dokter Ayat Rahayu, dokter Klinik (umum dan
gigi), paramedis sekaligus staff pengurus Klinik, maupun pengunjung
(pasien) yang ada di Klinik Makmu Jaya.
http://www.morrisan.web.id/upaya merumuskan definisi mengenai komunikasi,
(diambil pada hari Jum’at tanggal 26 November 2010, pukul 21.30).
Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995-2000 di beberapa negara
(Eropa,
Amerika,
Afrika,
dan
Asia),
dalam
http://kesmas.depkes.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id
=61&Itemid=79. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011, jam
19:00).
Media
Indonesia;
Wajah
Buram
Keseshatan
Bangsa
Kita.
http://www.aidsindonesia.or.id. (diambil pada hari senin tanggal 11
Januari 2011, jam 18:30).
Paper Surya utama; Upaya Menghadapi Masalah Kesehatan Di Masa Depan,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, dalam
surya_utamablogspot. (diambil pada hari senin tanggal 11 Januari 2011,
jam 18:35).
http://indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=7660&It
emid=821. (diambil pada tanggal 12, jam: 20:30. 2011).
Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, Posyandu dan lain sebagainya.
1
http://fasilitator-masyarakat.org/index.php?pg=artikel_detail&id=190. Peranan
Pekerja Sosial Dalam Pendampingan, (diambil pada tanggal 12, jam:
20:30. 2011).
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya yang bernama:
Nama
: Putri Rachmania
Status
: Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jurusan
: Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)
Semester
: VIII (Delapan)
Dengan ini menerangkan bahwa saya sedang menyelesaikan penelitian di Klinik
Makmur Jaya yang berjudul:
“POLA KOMUNIKASI DOKTER TERHADAP PASIEN DALAM PROSES
PENYEMBUHAN DI KLINIK MAKMUR JAYA; Study Kasus pada Klinik
Makmur Jaya di Kertamukti Ciputat Tangsel”
Untuk keperluan skripsi ini saya mohon kesediaan dari Bapak/Ibu/Saudara/i
meluangkan waktu untuk wawancara. Dan atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i
meluangkan waktu untuk wawancara seyogyanya saya ucapkan terima kasih.
Semoga hasil wawancara ini dapat membantu penyelesaian skripsi saya.
Wassalam
(Putri Rachmania)
PEDOMAN WAWANCARA
DENGAN PIMPINAN KLINIK MAKMUR JAYA
Data Singkat Informan
Nama
Umur
Jabatan
Tanggal Wawancara
Tempat Wawancara
: Ayat Rahayu, Sp. Rad. M. Kes.
: 38 Tahun
: Pimpinan dan dokter Klinik Makmur Jaya
: 18 Desember 2010
: Klinik Makmur Jaya
1. Bagaimana sejarah berdirinya Yayasan Kumala ini?
Klinik Makmur Jaya berdiri pada tahun 2007 sebagai bentuk upaya kita
membantu serta meningkatakan kesehatan masyarakat..
2. Apa yang menjadi tujuan utama dari Yayasan Kumala ini?
Tujuan dari berdirinya Klinik Makmur Jaya adalah menjadi Klinik pilihan
masyarakat sekitar dalam pelayanan kesehatan yang mandiri.
3. Apa saja yang visi dan misi Yayasan Kumala ini?
Klinik Makmur Jaya memiliki visi dan misimenjadi Klinik Swasta yang
melayani pengobatan kesehatan masyarakat dengan pendekatan kasih saying
dan empati, serta dengan biaya terjangkau (murah) sesuai kamampuan sosialekonomi masyarakat.
4. Berapa jumlah dokter, paramedis, dan pengurus di Klinik Makmur Jaya?
Dokter ada 2 orang, selain saya ada juga dokter Ari Setiawan. Sementara
paramedis ada sekitar 2 orang. Sedangkan pengurus berjumah 2 orang.
Masing-masing tugas diberlakukan secara bergantian…karena waktu
operasinya 24 jam, maka kerja dibagi menjadi siang malam.
5. Berapa jumlah poli yang ada di Klinik Makmur Jaya?
Ada Poli Umum, Poli Gigi, dan Spesialisasi Radiologi
6. Bagaimana pola komunikasi yang terbangun antara dokter dan pasien di
Klinik Makmur Jaya?
Bahwa komunikasi yang dibangun antara dokter dengan pasien di Klinik
Makmur Jaya adalah komunikasi yang memberikan perhatian lebih, dalam
arti lebih dari apa yang diperkirakan oleh pasien…sehingga pasien mau
memberikan keluhan mereka, melebihi dari apa yang diinginkan oleh dokter
atau paramedis.
7. Kapan pola komunikasi dirasakan sangat berperan bagi proses penyembuhan
pasien?
Di dalam wawancara pengobatan atau diagnosa penyakit, dokter atau
paramedis yang menjalankan tugas tersebut melakukan wawancara dengan
baik, yang berhubungan dengan tugas, peran dan fungsi, serta tanggung
jawabnya. Tidak menyinggung perasaan atau hal-hal yang sensitif yang dapat
membuat pasien tertutup.
8. Hal apa saja yang dibutuhkan dokter dalam proses wawancara untuk
mendiagnosa pasien, dok?
Bahwa seorang dokter sebagai komunikator yang baik tentunya harus
mempunyai sifat yang menunjang jalannya komunikasi dengan pasien,
misalnya: pengenalan diri, kepercayaan (credibility), daya tarik (attractive),
kekuatan (power), dan yang dibutuhkan dokter untuk membangun komunikasi
yang baik, ya…., keterampilan berkomunikasi, keterampilan berbicara,
menulis, mendengar, membaca dan bernalar.
9. Selain hal-hal di atas, ada tidak hal-hal lain yang menyangkut teknis,
misalnya, untuk dipersipkan, dok?
Selain itu, masalah teknis, mungkin catatan atau alat-alat tulis saja…yang
paling penting dokter harus mempunyai sikap (attitudes) yang baik dan
bertanggung jawab, walaupun pendidikan dan tingkat sosial berbeda, sikap
yang wajar dan sama sejajar harus yang ditampakkan, karena sikap ini
penting untuk menghantarkan informasi sesuai dengan yang diinginkan oleh
kedua pihak…jika sikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain buruk
maka pesan penting yang seharusnya diterima oleh pasien (receiver) tidak
sepenuhnya diterima karena pergeseran nilai kepentingan ataupun yang
lainnya.
10. Hal apa saja yang diperhatikan selain keluhan pasien dalam komunikasi atau
wawancara pengobatan, dok?
Antara kognitif dan perilaku…kami melihat bahwa perilaku lebih unggul
untuk membentuk satu kesimpulan pasien, walaupun semetara waktu. Jika
pemaknaan lambing-lambang tidak dapat dimengerti maka kita dapat
melihatnya pada perilaku.
11. Selain komunikasi secara langsung, saat berhadapan dengan pasien alat-alat
kesehatan kan cenderung pake angka atau yang lain, semacam tanda atau
simbol dipertunjukan ke pasien apa tidak, dok?
Yang dilakukan dokter adalah memilih seperangkat informasi untuk
dikomunikasikan, kemudian menciptakan suatu pesan yang dapat
diterjemahkan, misalnya dari tanda atau lambang baik melalui bahasa lisan,
tulisan, dan perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau
gambar-gambar dan lain sebagainya.
12. Sejauhmana peran diri pribadi pasien terhadap proses penyembuhan dirinya,
dok?
Peran diri pasien itu sendiri juga menentukan bagaimana berjalannya proses
komunikasi terhadap penyembuhan, bagaimanapun peran dan fungsi dokter
terhadap penyembuhan tidak akan berarti, jika komunikasi antar diri sendiri
tidak berjalan dengan baik, pasien harus memahami apa yang sedang
dirasakan oleh dirinya, kemudian komunikasi meningkat pada dua pribadi
(dokter dan pasien), yang disebut komunikasi antar pribadi.
13. Hal apa saja yang mendukung proses penyembuhan pasien melalui
komunikasi, dok?
Hal yang mendukung adalah, pengalaman dan pendidikan. Bahwa
pengalaman dalam kehidupan membentuk diri pribadi setiap orang, tetapi
setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang dan telah terjadi pada
diri pribadinya dan orang lain. Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada
dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri
dan apa yang sedang dialaminya. Hal ini, menjadi hal utama yang
mendukung respon dokter atau pasien itu sendiri dalam mempercepat proses
kesembuhan penyakitnya.
14. Bagaimana cara dokter menyimpulkan penyakit, dan keinginan pasien dalam
proses penyembuhan dengan komunikasi?
Di dalam menarik kesimpulan tentang apa yang dibutuhkan pasien, dokter
harus menarik kesimpulan melalui suatu proses yang logis. Karena
interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi biasanya kensimpulan atas
dasar informasi yang tidak lengkap, artinya dokter mempersepsikan makna
dengan melompat pada satu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan
atas data sesungguhnya dari pasien, tapi hanya berdasar penangkapan indra
yang terbatas, melalui diagnosa.
2. Apakah keluhan pasien tidak menganggu kestabilan berpikir dokter, misalnya
dengan masalah pribadi, mungkin, dok?
Kami menerima begitu banyak keluhan…memang keluhan pasien sangat
beragam, dari penyakit, ekonomi, perasaan, tertekan, kurang percaya diri,
dan lain sebagainya. Di dalam hal ini, kami sebagai dokter harus mampu
menciptakan stabilitas, struktur
dan makna komunikasi yang dapat
mempengaruhi kesembuhan pasien, dari banyaknya pesan, kami harus
memutuskan apa yang terbaik, yang menjadi kebutuhan pasien secara cepat .
3. Sejauhmana peran komunikasi dalam proses kesembuhan pasien, menurut
dokter?
Peran penting komunikasi terhadap proses penyembuhan pasien tidak
terlepas dari peran seorang dokter, bagaimana peran dan fungsi dokter
terhadap penyampaian komunikasi agar sesuai dengan keadaan pasien,
memahami apa yang sedang dirasakan pasien, dan juga mengerti apa yang
menjadi keinginan pasien.
4. Selain komunikasi, dok., adakah hal lain semacam tindakan-tindakan tertentu,
misalnya?
Tindakan yang dilakukan oleh kami dalam proses penyembuhan pasien tidak
jauh dari pendekatan-pendekatan yang bersifat komunikasi, simpati, nasehat,
dan lain-lain semacamnya…Bahwa upaya penyembuhan pasien dengan
komunikasi ditentukan oleh bagaimana gaya komunikasi yang disampaikan
agar dapat mempengaruhi situasi yang berdampak pada kesembuhan pasien.
Gaya komunikasi sangat berperan dalam keberhasilan komunikasi terhadap
proses penyembuhan pasien, komunikasi yang santun dan membangun lebih
berperan bila dibandingkan dengan menganggap pasien sebagai obyek dari
komoditas...gaya komunikasi mengindikasikan bahwa dokter mampu
mengendalikan diri dan kepetingannya di atas kepetingan pasien yang
menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
5. Sejauhmana komunikasi dipandang efektif bagi proses penyembuhan pasien,
menurut dokter?
Komunikasi sejauh ini efektif. Bahwa komunikasi akan lebih efektif jika kami
sedang melakukan pengobatan dengan pasien yang memiliki pendidikan,
pengalaman, dan juga bertanggung jawab terhadap kesembuhannya…tujuan
komunikasi yang dilakukan antara dokter dan pasien adalah untuk
memberikan perintah dan pengontrolan terhadap proses penyembuhan
pasien.
6. Proses penyembuhan pasien yang dilakukan dengan pendekatan komunikasi,
apa bisa disebut dengan pendekatan ilmiah, dok?
Di dalam dunia kesehatan, komunikasi untuk mendapatkan data dari keluhan
pasien itu penting dan merupakan hal yang utama…ilmiah apa tidaknya, yang
jelas kami melakukannya dengan cara-cara ilmu pengetahuan…Bahwa
pendekatan ilmiah perlu dilakukan terhadap pasien sebagai obyek
pengobatan, dengan pendekatan ini, dokter berusaha mendapatkan data atau
apapun yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan pasien.
7. Pengaruhnya pada perkembangan kesembuhan pasien, dok?
Sangat berpengaruh, terutama pada sikap dan mental pasien…Bahwa hal-hal
yang berkaitan dengan psikologis menjadi fokus utama untuk melihat dan
mengkaji perkembangan perilaku pasien…sejak komunikasi terjalin diantara
dokter dan pasien, perubahan perilaku menjadi awal dalam mengembangkan
pengobatan, baru kemudian memasukan norma=norma yang berlaku dalam
dunia kedokteran.
Data Singkat Informan
Nama
Umur
Jabatan
Tanggal Wawancara
Tempat Wawancara
: Novi Anggraini
: 22 Tahun
: Staf pengurus dan paramedis
: 19 Desember 2010
: Klinik Makmur Jaya
1. Sudah berapa lama Mbak di sini?
Sudah satu tahun, mbak.
2. Mbak, tinggalnya di mana?
Di sekitar sini, di belakang MP (Madrasah Pembangunan).
3. Sebelum menjadi staf pengurus di Klinik Makmur Jaya, mbak kerja atau
kuliah?
Kuliah tahap ahir di Kedokteran UIN.
4. Bagaimana Klinik Makmur Jaya, menurut Mbak,?
Yang saya rasakan bagus dan nyaman mbak. Klinik Makmur Jaya sangat
membantu masyarakat sekitar yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
Apalagi Klinik Makmur Jaya jam kerjanya selama 24 jam, ya…, sangat
membatu aja, mbak.
5. Apakah ada kendala yang mbak rasakan dengan jam kerja Klinik Makmur
Jaya?
Di Klinik Makmur Jaya semua sudah terstruktur atau teratur, masalah jam
kerja tidak ada kendala karena kita memakai sistem roling, ada yang masuk
siang dan ada yang kebagian jam kerja pada malam hari.
6. Bagaimana penerapan atau proses komunikasi dokter dengan pasien yang
mbak amati di Klinik Makmur Jaya?
Yang saya rasakan baik-baik saja…antara dokter dan pasien tidak yang
menghambat…mungkin karena sama-sama tau apa yang menjadi tugas dan
peran masing-masing mbak…jadi lancar dan akrab aja.
7. Pola komunikasi yang diterapkan di Klinik Makmur Jaya, menurut Mbak?
Di sini kami sebagai staf pengurus juga berhak memberikan saran maupun
keluhan yang berkaitan dengan Klinik Makmur Jaya, tidak hanya pasien yang
menjadi fokus kerja…kami sebagai pengurus juga wajib mengkomunikasikan
diri kami dan pekerjaan, tugas, masalah atau konflik yang terjadi…kami
menjaga agar hubungan lebih dekat, dapat memecahkan masalah, dan
mendapatkan solusi dari tugas yang kami jalankan.
8. Ada tidak, pengaruh komunikasi yang berdampak pada kesembuhan penyakit
pasien, menurut mbak?
Menurut saya ada mbak…walaupun tidak bisa diukur sejauhmana tingkat
keberhasilannya secara cepat, namun secara perlahan ada perubahan yang
terjadi baik dari segi mental maupun perilaku pasien…pasien yang datang
berkunjung selain berobat, mereka juga senang berkonsultasi di sini. Dan
saya pikir itu memberikan nilai positif bagi Klinik Makmur Jaya. Karena
komunikasi yang dibangun oleh dokter terhadap pasiennya sangat baik.
9. Pendekatan yang dilakukan dengan komunikasi seperti apa, mbak?
Ya…pendekatan secara sikologis, komunikasi yang laksanakan memberikan
dampak perubahan terhadap tindakan penyembuhan yang diinginkan
pasien…bisa melalui nasehat, dialog atau dokter membuat jadwal berkunjung
ke rumah-rumah pasien yang ditangani oleh Klinik Makmur Jaya.
Data Singkat Informan
Nama
Umur
Jabatan
Tanggal Wawancara
Tempat Wawancara
: Fenny
: 20 Tahun
: Pasien Klinik Makmur Jaya
: 19 Desember 2010
: Klinik Makmur Jaya
1. Seberapa sering mbak berkunjung ke Kilinik Makmur Jaya?
Kalau berobat tak tentu juga. Pas kalau sakit-sakit aja…tapi kalau Cuma
konsultasi dengan dokter di sini kadang dua minggu sekali atau seminggu
sekali.
2. Hal apa saja yang dikonsultasikan, mbak?
Yaaa, hal-hal pribadi aja. Yang menyakut dengan kesehatan wanita ataupun
beban pikiran aja mbak.
3. Memang mbak sakit apa, sehingga rutin berkonsultasi ke Klinik Makmur
Jaya?
Alergi mbak.
4. Apa saja yang didapat oleh mbak selama berkonsultasi?
Dapat berkomuniaksi soal kesehatan dengana dokter…nambah pengetahuan
dan pengalaman juga.
5. Bagaimana perhatian dokter terhadap penyakit pasien di Klinik Makmur Jaya?
Saya ke Klinik Makmur Jaya karena banyak yang ingin dikomunikasikan,
saya banyak mendapatkan informasi untuk melakukan evaluasi diri,
mengetahui diri sendiri…selain itu juga, saya dapat memahami orang lain,
setidak-tidaknya berusaha memahami apa yang menjasi keinginan dokter dari
perilaku kita sebagai pasien.
6. Menurut mbak, komunikasi yang dibangun dengan dokter bagaimana, ada
perubahan tidak, terhadap proses penyembuhan mbak?
Buat saya pribadi ada pengaruhnya…dapat nasehat atau resep-resep obat
dari dokter di Klinik Makmur Jaya sangat membantu, selain meringankan
beban pikiran dan mental, kesembuhan yang ada pada diri saya juga ada
yang berubah… yang saya rasakan sedikit tidaknya ada…itu saya pribadi lho,
mbak. Gak tau orang lain.
7. Kinerja dokter di Klinik Makmur Jaya, menurut mbak?
Bagus dan bersahabat…perhatian dan nasehat-nasehat yang membangun
yang sering dimunculkan.
8. Pelaksanaan komunikasinya bagaimana mbak?
Komunikasi atau diskusi aja…dokter menanyakan hal-hal yang berkaitan
dengan penyakit yang saya rasakan…tapi selain itu, dokter juga menanyakan
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan keluarga…
9. Harapan mbak ke depan untuk Klinik Makmur Jaya, bagaimana?
Adanya peningkatan dari segi pelayanan, dalam arti pasien yang tidak
mampu
diberikan
pelayanan
yang
memadai
dan
gratis....hehehe…bertambahnya kepercayaan masyarakat sekitar terhadap
Klinik Makmur Jaya aja.
Data Singkat Informan
Nama
Umur
Jabatan
Tanggal Wawancara
Tempat Wawancara
: Zaskyah
: 20 Tahun
: Pasien Klinik Makmur Jaya
: 19 Desember 2010
: Klinik Makmur Jaya
1. Mbak sering berkunjung ke Klinik Makmur Jaya?
Sering, gak juga sih. Kalau sakit-sakit aja atau ada keperluan lain.
2. Keperluan lain misalnya apa, mbak?
Konsultasi mengenai kesehatan aja.
3. Selain berobat di Klinik Makmur Jaya, di mana mbak biasanya berobat?
Selain di sini, yaaa, di Rumah Sakit UIN atau Fatmawati. Kalau bareng
keluarga aja kadang-kadang ke Fatmawati.
4. Menurut mbak, Klinik Makmur Jaya, bagaiamana?
Yaaa, walaupun kecil tapi bersih…enaknya membuka pelayanan selama 24
jam.
5. Menurut mbak, komunikasi mbak dengan dokter di sini bagaimana?
Baik-baik aja…bersahabat dan nyaman…mungkin karena tugas dokter yang
memang harus begitu kali mbak...
6. Bentuk komunikasi yang dilakukan seperti apa, mbak?
Semacam diskusi Tanya jawab aja…tentang masalah kesahatan dan resepresep obat yang dibutuhkan oleh saya atau pasien lainnya.
7. Komunikasi yang dibangun apa sebatas di Klinik Makmur Jaya aja, atau ada
hal lain atau waktu-waktu tertentu?
Yaaa, yang saya alami sih, Cuma sebatas di Klinik aja…tapi dokter atau
paramedis di sini sering juga menanyakan hal-hal diluar yang saya
konsultasikan.
8. Hal yang ditanyakan seperti apa mbak?
Kebiasaan saya di rumah atau sama teman-teman saya...kadang juga pola
hidup dan pola makan serta cara saya bergaul di masyarakat sekitar.
9. Hal itu, positif apa negative, menurut mbak?
Mmmm...negatif sih gak juga…tapi kadang gak ngerti aja.
10. Gak ngerti terhadap pertanyaan dokter apa tehadap jawaban yang diberikan
dokter untuk mbak?
Gak ngerti aja, kalau maksud saya konsultasi yang lain tapi dapatnya
pertanyaan atau nasehat lainnya….apalagi kalau dengar nama obat atau
resep-resep dokter…nasehatnya juga pake istilah Inggris atau apa gitu…ada
yang saya pahami ada juga yang tidak.
11. Tapi, bagaimana cara komunikasi dan pengobatan yang selama ini Mbak
rasakan di Klinik Makmur Jaya?
Pengobatan di Klinik Makmur Jaya, terasa nyaman, karena dokter dan
perawatnya ramah dan enak diajak ngobrol…dalam proses pengobatan,
dokternya sangat perhatian, baik, dan kadang humoris…ada juga nasehatnasehat keagamaan dan mental, ya, untuk penyadaran dirilah…setidaknya
saya lebih perhatian juga terhadap kesehatan dan lain sebagainya.
12. Harapan mbak untuk Klinik Makmur Jaya dan dokternya apa?
Harapanya…ke depan lebih baik dan bagus aja…oh ia, kalau memberikan
saran atau resep supaya ditulis dengan jelas…atau dijelaskan dengan bahasa
yang mudah dimengerti aja…soalnya susah bahasanya pake bahasa yang
aneh.
Data Singkat Informan
Nama
Umur
Jabatan
Tanggal Wawancara
Tempat Wawancara
: Reza
: 25 Tahun
: Pasien Klinik Makmur Jaya
: 19 Desember 2010
: Klinik Makmur Jaya
1. Reza sering dating untuk berobat di sini?
Baru 3 kali ma ini, mbak.
2. Memang sebelum ini, mas Reza berobat kemana?
Di Rumah Sakit UIN.
3. Mas Reza tinggal di mana?
Kertamukti mbak, di situ dekat.
4. Mas Reza mau berobat apa konsultasi?
Berobat mbak.
5. Sakit apa, mas. Kan dekat, kok baru 3 kali?
Demam aja. Yaaa, sakitkan gak setiap hari, mbak.
6. Menurut mas Reza, Klinik Makmur Jaya, bagaimana?
Baguslah...jadi bisa dekat, tinggal lurus aja…gak usah jauh-jauh ke Rumah
Sakit UIN…di sini juga lumayan nyaman tidak ribet.
7. Selama masa Reza berobat di Klinik Makmur Jaya, apa yang mas Reza
rasakan, misalnya, dokternya baik, ramah, atau berkomunikasinya lancar,
menunjukan perhatian ke mas Reza atau yang lainya?
Yang saya rasakan sih enak-enak aja. Dokternya ramah dan enak diajak
ngobrol. Dokter sih lancar-lancar aja kalau lagi nanya-nanya mah.
8. Yang ditanya soal apa saja mas?
Soal penyakit yang dirasakan.
9. Peran dokter terhadap kesembuhan mas, menurut mas bagaimana?
Yaaa, dokter pentinglah mbak. Sedikit banyak dokter yang saya rasakan
sangat membantu saya dalam berobat.
10. Selain berobat, apa dokter sering menasehati mas untuk menjaga kesahatan
atau yang lainnya?
Dokter pasti memberikan nasehat pada saya, misalnya menjaga lebih baik
daripada mengobati…yaaa, bertanggung jawab terhadap diri sendiri untuk
menjaga kesehatan.
Data Singkat Informan
Nama
Umur
Jabatan
Tanggal Wawancara
Tempat Wawancara
: Ilham
: 20 Tahun
: Pasien Klinik Makmur Jaya
: 19 Desember 2010
: Klinik Makmur Jaya
1. Sudah berapa kali mas Ilham berkunjung ke sini?
Lebih dari lima kali lah.
2. Mas Ilham tinggal di mana?
Di belakang Pasca UIN.
3. Mas Ilham ke sini untuk berobat apa konsultasi?
Berobat aja, mbak.
4. Sakit apa mas?
Sakit panas.
5. Kalau mas Ilham sudah lebih dari lima kali berobat ke sini, menurut mas
Ilham Klinik Makmur Jaya, bagaimana?
Bagaimana apanya, mbak.
6. Bagaimana dokter dan pelayanan yang dirasakan mas Ilham yang diberikan
oleh Klinik Makmur Jaya?
Baguslah, seperti klinik-klinik lain juga. Tapi di sini lebih nyaman dan
gampang aja. Tidak ribet dan tidak lama, harus menunggu giliran berjam-jam
gitu, mbak.
7. Sebelum-sebelumnya, hal apa saja yang ditanyakan dokter terhadap mas Ilham
jika sedang berhadapan?
Yaaa, tentang penyakit yang dirasakan, mbak.
8. Hal lain?
Saya sering datang berobat atau sekedar konsultasi tentang hal yang saya
alami…kadang dokter sering juga menanyakan tempat tinggal, keluarga, dan
kondisi sosial masyarakat.
9. Seperti apa, mas?
Yaaa, seperti keadaan masyarakat atau tetangga menurut saya pribadi
bagaimana…misalnya kalau mereka mengalami sakit yang sama seperti yang
saya rasakan…apakah mereka berobat atau beli obat warung gitu, mak.
10. Menurut mas Ilham, hal yang ditanyakan positif apa negatif?
Tidak juga sih, malah bagus…berarti dokter perhatian sama masyarakat
sekitar…tapi saya gak taulah kenapa.
11. Menurut mas Ilham, nasehat yang diberikan dokter terhadap mas Ilham
bagaimana, dampaknya buat penyembuhan mas Ilham berpengaruh apa tidak?
Saya sih senang aja, mbak…karena saya gak ma terus-terusan sakit…buat
saya pribadi sih…ada…walaupun tidak langsung sembuh…yaaa, nasehat
dokter Klinik Makmur Jaya memberikan keringanan pikiran, mbak. Sehingga
memberikan kepercayaan diri bahwa sakit pasti ada obatnya.
Download