Unduh file PDF ini - Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi

advertisement
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman 121-127
ISSN : 1410-0177
EFEKTIFITAS ANTIEMETIK PADA PASIEN YANG MENGGUNAKAN
SITOSTATIKA PASCA BEDAH PADA BERBAGAI JENIS KANKER DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
Hansen Nasif , Junaidi, Husni Muchtar
Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang Indonesia
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Mual dan muntah terjadi pada 70-80% pasien yang mengalami pengobatan kemoterapi
kanker. Efek samping tertinggi dari pengobatan kanker dapat menyebabkan kegagalan proses
dan hasil dari kemoterapi.
Penelitian ini bertujuan melihat efektifitas penggunaan antiemetik pada pasien yang
mendapat sitostatika pasca bedah pada berbagai jenis kanker di RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda observasi prospektif dengan
teknik pengambilan porposive sampling dari bulan maret-juni 2009.
Hasil penelitian di rumah sakit menunjukkan antiemetik yang banyak digunakan
adalah metoklopramid (tunggal) dan dalam bentuk kombinasi adalah metoklopramiddeksametason. Dari 11 orang pasien yang diamati, 1 orang tidak mengalami mual dan
muntah, 7 orang mengalami mual dan 3 orang mengalami mual dan muntah. Secara umum
antiemetik yang dipakai pada rumah sakit ini belum efektif mengatasi mual dan muntah.
Keyword: mual dan muntah, efek samping kemoterapi
PENDAHULUAN
Mual didefinisikan dengan kecenderungan
untuk muntah atau rasa yang muncul pada
daerah tenggorokan atau lambung pada
seorang individu yang menandakan
muntah akan segera muncul. Muntah
adalah mengeluarkan secara paksa isi perut
melalui mulut. Rasa mual ini sering lebih
menimbulkan stress daripada muntah
(Dipiro, 2006; Walker 1994)
Pada tahun 1983 Coates dan kawan
kawan melakukan interview kepada 99
orang pasien untuk menentukan efek
samping yang sering muncul pada pasien
kemoterapi, dimana muntah adalah hal
yang paling sering terjadi disusul oleh
mual, dan
rambut rontok. Kemudian
dilakukan penelitian oleh beberapa
kelompok peneliti, dan didapatkan mual
dan muntah masih berada pada peringkat
ketiga tertinggi dari efek samping
kemoterapi. Pada tahun 1993 dilakukan
lagi penelitian lagi dimana pada peringkat
pertama adalah mual sedangkan muntah
pada urutan kelima (Mullin & Beckwith,
2001).
Efek samping yang sering muncul
pada saat kemoterapi adalah mual, dengan
atau tanpa muntah. Zat-zat antineoplastik
berbeda-beda
kemampuannya
dalam
menyebabkan mual dan muntah. Nitrogen
mustard,
nitrosourea,
streptozotocin,
cisplatin, dan aktinomycin berpotensi
menimbulkan muntah yang tinggi dan
biasanya menimbulkan muntah pada
semua pasien. Doxorubicin, daunorubicin,
dan siklofosfamid bersifat emetogenik
sedang. Penggunaan fluourasil dan
metotrexat secara tunggal menimbulkan
121
Hansen N., et al.
anoreksia yang sangat parah. Penggunaan
5-fluouracil selama 5 hari dan dosis tinggi
metotreksat menimbulkan mual pada 50%
pasien. Zat-zat lain seperti klorambusil,
melphalan, dan busulfan menimbulkan
kecenderungan untuk muntah. Mual dan
muntah merupakan efek samping yang
menakutkan
bagi
penderita
dan
keluarganya sehingga kadang-kadang
penderita menolak pengobatan lanjutan
karena efek samping tersebut muncul
setelah pengobatan sitostatika berlangsung.
Akibat lebih lanjut dari muntah yang tidak
diobati atau mendapat pengobatan yang
adekuat pada penderita kanker, pada
umumnya keadaan yang lemah, nafsu
makan dan minum menurun, status gizi
yang kurang baik, dehidrasi, gangguan
elektrolit
dan
pneumonia
aspirasi
(Alsagoff-hood, 1995; Mullin & Beckwith,
2001).
Mual dan muntah yang berat dan
berulang sering terjadi pada pasien yang
melakukan kemoterapi. Hal ini tentu saja
sangat mengganggu pasien, begitu juga
dengan keluarga mereka. Umumnya pasien
yang tidak mengalami efek samping mual
dan muntah ini mempunyai kualitas hidup
yang lebih tinggi dibandingkan pasien
yang mengalaminya. Penelitian telah
membuktikan bahwa mual dan muntah
yang berat dan berulang menyebabkan
keadaan yang tidak menyenangkan dan
membahayakan bagi pasien (Mullin &
Beckwith, 2001).
Dokter
dan
perawat
sering
menganggap enteng masalah mual dan
muntah ini. Carelle dan kawan-kawan
melaporkan adaya pengaruh mual dan
muntah karena kemoterapi dengan mutu
hidup pasien walaupun tidak signifikan
(Grunberg and Ireland, 2005).
Tujuan utama terapi antiemetik
adalah mencegah mual dan muntah secara
sempurna, kenyamanan administrasi pada
pasien, meminimalkan waktu yang
dibutuhkan untuk perawatan dan mutu
hidup yang ditingkatkan. Informasi tentang
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
obat-obat pilihan untuk antiemetik pada
pasien yang menerima “Chemotherapyinduced nausea and vomiting”(CINV)
berubah cepat dan walaupun telah
ditemukan obat-obat antiemetik baru yang
telah diterima secara klinik, tetapi yang
dipakai biasanya tetap antiemetik yang
telah lama digunakan (Dipiro, 1997).
Penelitian mengenai antiemetik merupakan
bagian yang penting dilakukan untuk
mencegah gejala mual dan muntah pada
pasien kemoterapi kanker. Hal ini
demikian penting dilakukan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan selama 4
bulan (Maret-Juni 2009) di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.
Penelitian dilakukan dengan metoda
observasi prospektif dengan teknik
pengambilan porposive sampling.
Obat yang akan dievaluasi adalah
antiemetik yang digunakan oleh pasien
pasca bedah kanker yang mendapat terapi
sitostatika di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari
penelitian
yang
telah
dilakukaan didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Jumlah pasien yang diamati adalah
11 orang, 5 orang adalah penderita
kanker payudara, 3 orang kanker
ovarium dan 3 orang yang lain
adalah penderita kanker usus.
2. Penggunaan sitostatika berdasarkan
tingkat emetogeniknya adalah :
1. level 2 : 3 orang dengan
obat
yang
diberikan
fluourasil 500 mg
2. level 4 : 3 orang dengan
obat
yang
diberikan
fluourasil
750
mg122
Hansen N., et al.
siklofosfamide 600 mgmethotreksat 50 mg
3. level 5 : 5 orang dengan
obat yang diberikan adalah
a. Vincristin-DoksorubicinSikllofosfamide
600
mg,
b. Carboplatin 10 mgSiklofosfamid 600 mg
c. Siklofofamide
600Cisplatin
d. Fluourasil 750 mg,
siklofosfamide 600 mg,
doxorubicin 50 mg
3. Dari 11 orang yang diamati
1. 1 orang tidak merasakan
mual dan muntah
2. 7 orang masih merasa mual
3. 3 orang masih mual dan
muntah
4. Antiemetik yang banyak dipakai
adalah
1. antiemetik
tunggal
:
metoklopramid.
2. antiemetik kombinasi :
metoklopramid dan
deksametason.
Dari penelitian ini di dapatkan semua
berjenis kelamin perempuan. Pada CINV
mual dan muntah lebih sering terjadi pada
perempuan daripada laki-laki karena
pemberian zat-zat sitostatika. Wanita
mempunyai kecenderungan untuk mual
dan muntah 20%-30% lebih tinggi
dibandingkan
pria.
Alasan
yang
menyebabkan mereka lebih mudah mual
dan muntah ini belum diketahui secara
pasti. Perbedaan jenis kelamin ini tidak
terlalu
mempengaruhi
pemilihan
antiemetik
yang
digunakan
untuk
pencegahan mual dan muntah karena
kemoterapi (Mullin & Beckwith, 2001).
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
Antiemetik yang digunakan di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar
belum efektif mengatasi mual dan muntah
muntah akibat kemoterapi. Untuk kasus
emetogenik kuat level 5 dan 4 antiemetik
yang dianjurkan oleh literatur adalah
kombinasi antara deksametason dan
Antagonis reseptor 5 HT3. Sedangkan pada
sitostatika dengan efek emetogenik ringan
level 2 antiemetik yang dianjurkan adalah
deksametason. Untuk mengatasi mual dan
muntah yang diakibatkan oleh cisplatin
pola muntah level 5 dirumah sakit ini
digunakan
adalah
kombinasi
deksametason-metoklopramid.
Deksametason dapat mencegah mual dan
muntah
dengan
cara
menghambat
pembentukan prostaglandin. Prostaglandin
ini bisa memicu timbulnya muntah. Sejauh
pengamatan
yang peneliti lakukan
penggabungan 2 antiemetik ini tidak
efektif.
Disarankan
menggunakan
kombinasi
antara
deksametason
Antagonis reseptor 5 HT3.
Penggunaan
metoklopramid
sebagai profilaksis pada kemoterapi yang
menyebabkan mual dan muntah telah lama
digantikan
dengan
diperkenalkannya
“Selective Serotonin Receptor Inhibitors”
(SSRIs) di awal tahun 1990. Antiemetik ini
mempunyai
kemampuan
pencegahan
muntah yang lebih baik dan juga karena
dapat menurunkan toksisitas (efek
samping) bila kita bandingkan dengan
metoklopramid pada pemakaian oleh
pasien yang mendapatkan cisplatin
(Dipiro, 2005).
.
Penggunaan antagonis reseptor
serotonin
lebih
baik
dari
pada
metoklopramid
dapat
dilihat
dari
mekanisme kerja dari masing-masing zat,
dimana untuk metoklopramid berdasarkan
pelepasan asetilkolin secara tidak langsung
menginhibisi interneuron dan bertindak
sebagai
antagonist
reseptor
5-HT3
sedangkan
ondansetron,
granisetron,
dolasetron, dan palonosetron ( golongan
antagonis reseptor serotonin) langsung
123
Hansen N., et al.
bekerja mengantagonist reseptor 5-HT3
(Pasricha, 2001). Jadi daya antiemetik dari
antagonis reseptor serotonin lebih besar
daripada metoklopramid.
Antagonis
reseptor
serotonin
mempunyai efek samping berupa nyeri
kepala, obstipasi, rasa panas di muka
(flushes), konstipasi (Pasricha, 2001). Efek
yang ditimbulkan jauh lebih ringan
daripada metoklopramid.
Dosis antiemetik yang digunakan pada
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar sudah seuai dengan literatur
(Dipiro, 2005), pada metoklopramid 10 mg
sedangkan pada literature 10-20 mg, begitu
juga dengan deksametason, Pada literature
dosisnya 8-20 mg Dan pemakaian di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar juga 8 mg.
Jarak pemberian antiemetik
sebagai profilaksis mual dan muntah pada
kemoterapi kanker telah sesuai dengan
literature (Dipiro, 2005) yaitu 30- 60 menit
sebelum zat sitostatika diberikan,
Antiemetik setelah diberikan mencapai
kadar tertinggi pada plasma setelah 1-2
jam pemberian
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian ini dapat
disimpulkan :
1. Semua antiemetik yang digunakan
belum efektif untuk mengatasi
mual dan muntah.
2. Antiemetik yang paling banyak
digunakan di Rumah Sakit Umum
Daerah.
Dr.Achmad
Mochtar
Bukittinggi adalah metoklopramid
dan kombinasi antiemetik adalah
metoklopramid- deksametason.
3. Tidak
adanya
penggunaan
antagonis reseptor 5 HT3 yang
dipakai sebagai antiemetik.
SARAN
1. Perlu dipertimbangkan penggunaan
antagonis reseptor serotonin untuk
mengatasi mual dan muntah pada
pasien yang menerima sitostatika.
2. Menghitung tingkat emetogenik
dari zat stostatika sebagai dasar
penggunaan antiemetik.
124
Hansen N., et al.
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
Tabel 1. penggunaan antiemetik pada pemberian sitostatika berdasarkan jenis kanker
N Nama
o
1
No.
MR
NH
Jenis kanker
YR
SW
TM
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
Ca. mamae
Fluourasil 750 mg
Siklofosfamide 600 mg
Methotrexat 50 mg
(2)
(3)
(2)
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
(+)
(-)
Ca. mamae
Fluourasil 750 mg
Siklofosfamide 600 mg
Methotrexat 50 mg
(2)
(3)
(2)
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
(+)
(-)
Ca. mamae
Fluourasil 750 mg
Siklofosfamide 600 mg
Doxorubicin 50 mg
(2)
(3)
(3)
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
(+)
(-)
Ca.
mamae
Fluourasil 750 mg
Siklofosfamide 600 mg
Methotrexat 50 mg
(2)
(3)
(2)
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
(+)
(-)
Ca. ovarium
Vincristin
Doxorubicin 80 mg
Siklofosfamide 600 mg
(1)
(4)
(3)
(+)
(+)
Ca. Ovarium
carboplatin 10 mg
siklofosfamid 600 mg
(4)
(3)
(+)
(+)
Ca. Ovarium
Siklofosfamide 600 mg
Cisplatin 60 mg
(3)
(5)
(+)
(+)
Ca.usus
Fluourasil 500 mg
(2)
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
deksametason 8
mg/2 ml g/2 ml
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
deksametason
8 mg/2 ml
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
deksametason 8
mg/2 ml
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
(+)
(-)
Ca.usus
Fluourasil 500 mg
(2)
Primperan 10 mg/2
ml injeksi
(+)
(-)
Ca.usus
Fluourasil 500 mg
(2)
Primperan 10 mg/2
ml injeksideksametason 8
mg/2 ml
(-)
(-)
19143
6
5
MN
21070
7
6
AS
20522
9
7
PT
20609
3
8
LA
20612
3
9
SN
15626
0
1
0
YN
1
1
RK
18616
0
21504
0
Efek yang masih
dirasakan pasien
mual
muntah
(+)
(-)
(2)
(3)
(3)
19698
1
4
Jenis antiemetik
Fluourasil 750 mg
Siklofosfamide 600 mg
Doxorubicin 50 mg
17730
2
3
Tingkat
emetogenik
Ca. mamae
19321
6
2
Jenis obat sitostatika
125
Hansen N., et al.
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
Tabel 2. Distribusi jumlah pasien berdasarkan level emetogenik dari obat-obatan sitostatika
No
1
2
3
4
5
Level
emetogenik
Level 5
Obat sitostatika
Siklofosfamide 600 mg(3) Cisplatin 60 mg(5)
1
Level 4
Level 3
Level 2
Level 1
Vincristin-Doxorubicin 80 mg (4)-Siklofosfamide 600 mg(3)
carboplatin 10 mg (4) Siklofosfamide 600 mg (3).
Fluourasil 750 mg(2)-Siklofosfamide 600 mg(3)-Methotrexat 50 mg (2)
Fluourasil 500 mg(2)
-
1
1
5
3
-
DAFTAR PUSTAKA
Alsagoff-Hood. 1995. Kanker Paru dan Terapi
Paliatif.
Surabaya.
Airlangga
Universitas Press.
Andrijono. 2003. Sinopsis Kanker Ginekologi.
Jakarta.
Bristol
Myers
Squib
Ongkologi .
Anonim. 1998. Mual dan Muntah pada
Kanker, Majalah Ilmu Penyakit Dalam
Vol. 24, No. 2, FK Unair.
Anonim. 2000. Neraca. diakses tanggal 27
Februari
2004
dari
http://www.idionline.org.
Bradbur, R.
2004. Optimizing
Antiemetic
Therapy
for
Chemotherapy-induced Nausea and
Vomiting InetCE 146-000-01-005Ho7, diakses 8 juni 2009 dari www.
Inetce. Com/articles/pdf/146-000-01005-Ho7 pdf.
BNF org, 2006 British Nationl Formularium
52. London. The British Medical
Association
and
the
Royal
Pharmaceutical Society of Great
Britain.
Dalimartha, S., 1999, Ramuan Tradisional
untuk Pengobatan Kanker, Jakarta.
Swadaya Press
Jumlah
pasien
Dipiro,J.T. 1997. Pharmacotherapy Book Six
(3rd ed).United State. The McGrawHill Companies Inc.
Dipiro, J.T. 2006. Nausea and vomiting. Wells,
B.G., Dipiro,J.T., Schwinghammer,
T.L., & Hamilton, C.W (Eds.).
pharmacotherapy handbook (10th ed).
(pp 258-265). United State. The
McGraw-Hill Companies Inc.
Dipiro,J.T. & Taylor, A.T. 2005. Nausea and
vomiting. Dipiro, J.T. et al.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach (6th ed). United State. The
McGraw-Hill Companies Inc.
Fahmi, U., Syamsudin, N.A. 1993 “ perilaku
hidup sehat mengurangi resiko
kanker”, Jakarta yayasan kanker
Indonesia,
Feeney, K. 2007. Chemotheraphy induced
nausea and vomiting; preventation and
treament. Diakses tanggal 9 juni 2009
dari http: // www. Racgp. Org.au/ afp/
2007.09/200709 feeney pdf. CNN.
Ganiswara, G.S., Setiabudi, R., Suyatna, F.D.,
Purwantyastuti., & Nafrialdi. 1995,
Farmakologi dan Terapi Edisi IV.
Jakarta. Gaya baru
Grunberg, M, S & Ireland, A, 2005.
Epidemiology
of
chemotherapy
induced
nausea and vomiting,
advanced studies in nursing 2005;(3)1:
9-15.www. Jhasin. Com/ files/ articles/
pdf/ XASIN-3-1-p9-15.pdf.
126
Hansen N., et al.
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 1997, Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. .
Jeffery, H., Richard, D., & James-Chatgilaou,
G., 1998, Clinical Pharmacy : A
pratical Approach, The Society of
Hospital of Australia, Pharmacists of
Australia, page 360.
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan
Klinik Edisi kedelapan, Penerjemah:
Agoes, A. dkk. Jakarta. Salemba
Medika.
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
Saleh, A.Z. 2006. Kemoterapi. Aziz, M.F.,
Andrijono., & Saifuddin A.B(Eds.).
Onkologi ginekologi. Jakarta.Tridasa
printer.
Siregar, C.J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit :
Teori dan Penerapan. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siregar,
Sukardja, I.D.G., 2000, Ongkologi Klinik.
Surabaya. Airlangga Universitas Press.
Teahon,
Mullin, S. & Beckwith, C. 2001. Preventation
and management of chemotherapy
induced
nausea
and
vomiting
continuing part 1, education series
oncology/ imunology volume 36
january 2001, diakses 16 juni 2009
dari
http:
//
www.
Factscomparison.com/
assets
/hospitalpharm/ cinveres.pdf.
Mullin.S., & Beckwith,C. 2001. Preventation
and management of chemotherapy
induced nausea and vomiting, part 2,
education series oncology/ imunology
volume 36 march 2001, diakses 8 juni
2009
dari
http:
//
www.
Factscomparison.com/
assets
/hospitalpharm/ cinveres.pdf.
Pasricha, P.J. 2001. Tretment of disorders of
bowel motility and water flux;
anatiemetics, Agents used in biliary
and pancreatic desease. Brunton, L.L.,
Lazo, J.S., & Parker, K.L. Goodman &
Gillmans The Pharmacological Basic
of therapeutics 10th Ed. USA. Mc
Graw-Hill Medical Publish Division
Companies.
C.J.P., & Kumolosasi, E.2003.
Farmasi klinik & Penerapan. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
K.
2003.
Nausea
vomiting.Walker.R
Edwards.C(Eds.).Clinical
Therapeutics Third Edition.
York. Oxford University press.
and
&
And
New
Todd, M.W.1992. “ Drug Use Evaluation “,
in American Society of Hospital
Pharmacist
“
Special
Project
Division,Handbook of Institutional
Pharmacy Practice, 3th Ed. American
Society of Hospital Pharmacist
Inc.,Bethesda.
Winotopradjoko, M dkk. 2005.ISO indonesia
,informasi spesialite obat indonesia
volume 40-2005. Jakarta. P.T ISFI
Penerbitan.
Zainuddin, M. 1998 Metodologi Penelitian.
Surabaya. Universitas airlangga press.
Perwitasari, D.A. 2006. kajiaan penggunaan
antiemetika pada pasien kanker
dengan terapi sitostatika di rumah
sakit Yogyakarta, Diambil dari http :
mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/new.
127
Download