kandungan vitamin c dan organoleptik selai jambu biji dengan

advertisement
KANDUNGAN VITAMIN C DAN ORGANOLEPTIK SELAI JAMBU
BIJI DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA
ROSELLA DAN BUAH BELIMBING WULUH
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Program Studi Pendidikan Biologi
Disusun oleh :
QURROTA A’YUNI
A 420 102 014
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
KANDUNGAN VITAMIN C DAN ORGANOLEPTIK SELAI JAMBU
BIJI DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA
ROSELLA DAN BUAH BELIMBING WULUH
Qurrota A’yuni, A420102014, Program Studi Biologi, Fakultas Keguruan
dan Ilmu pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 11
halaman.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui organoleptik dan kandungan
vitamin C pada selai jambu biji yang ditambahkan ekstrak kelopak bunga
rosella dan buah belimbing wuluh. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan menguji organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur, dan daya terima)
dan menguji kandungan vitamin C. Penelitian ini menggunakan metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan pola rancangan
faktorial yaitu dengan dua faktor. Faktor I adalah berat buah belimbing
wuluh yaitu B1 (25 g), B2 (50 g), dan B3 (75 g). Faktor II adalah berat kelopak
bunga rosella yaitu R1 (25 g), R2 (50 g), dan R3 (75 g). Hasil penelitian
menunjukan bahwa kandungan vitamin C tertinggi pada perlakuan B 3R3 yaitu
selai jambu biji dengan penambahan 75 g belimbing wuluh dan 75 g kelopak
bunga rosella sebesar 158,06 mg. Semakin banyak penambahan berat kelopak
bunga rosella maka kandungan vitamin C selai jambu biji akan semakin
tinggi, sedangkan belimbing wuluh tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan. Hasil organoleptik yang paling disukai oleh responden yaitu pada
perlakuan B2R1 yaitu selai jambu biji dengan penambahan 50 g belimbing
wuluh dan 25 g bunga rosella dengan warna merah, aroma sedap, rasa asam
manis dan memiliki tekstur yang kental.
Kata kunci : selai jambu biji, ekstrak kelopak bunga rosella, belimbing
wuluh,kandungan vitamin C, dan organoleptik.
A. PENDAHULUAN
Jambu biji merupakan tanaman sub tropis yang mudah ditemukan dan
buahnya banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang manis dan
segar. Jambu biji mengandung vitamin C yaitu sebanyak 87 mg/100 g
(Hadisaputra, 2012). Kandungan pektin dalam jambu biji cukup tinggi
sehingga dapat digunakan untuk bahan pembuat gel atau jeli. Manfaat pektin
adalah
untuk menurunkan kolesterol yaitu mengikat kolesetrol dan asam
empedu dalam usus serta membantu pengeluarannya (Wirakusumah, 2002).
Selai adalah salah satu jenis makanan awetanberupa sari buah atau buahbuahan yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan dimasak hingga kental
atau berbentuk setengah padat. Buah-buahan yang dipilih untuk dijadikan
bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang sudah matang, tetapi tidak
terlalu matang dan rasanya sedikit asam. Syarat pembuatan selai yang baik
antara lain adalah mengandung asam yang berguna untuk mengentalkan selai
dan menurunkan pH. Jadi semakin banyak kandungan asam yang dikandung
oleh buah yang digunakan dalam pembuatan selai maka semakin baik pula
selai yang dihasilkan. Asam yang menjadi salah satu syarat dalam pembuatan
selai ini banyak terkandung dalam buah belimbing wuluh.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) tumbuh baik di daerah tropis dan
memiliki buah yang rasanya masam karena mengandung asam sitrat sebesar
92,6-133,8 mEq/100 g. Buah belimbing wuluh juga mengandung vitamin C,
yaitu sebanyak 25 mg/100 g (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan
RI,1996). Belimbing wuluh jumlahnya sangat melimpah dan berharga murah,
namun tidak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Jadi untuk meningkatkan
daya simpan dan daya jual yang tinggi, buah belimbing wuluh diolah menjadi
bahan tambahan dalam pembuatan selai. Buah belimbing wuluh juga kaya
vitamin C sehingga berfungsi untuk meningkatkan kandungan vitamin C pada
selai.
Syarat dalam pembuatan selai selanjutnya adalah pektin, yaitu zat yang
berfungsi untuk mengentalkan selai. Salah satu tanaman yang mengandung
senyawa pektin adalah kelopak bunga rosella, yaitu sebanyak 3,19% (Mardiah
dkk, 2009). Kelopak bunga rosella juga mengandung vitamin C yang cukup
tinggi, yaitu sebesar 214,68 mg/100 g (Maryani dan Lusi, 2005). Namun
tanaman ini belum banyak dimanfaatkan, sehingga kelopak bunga rosella
diolah sebagai bahan tambahan dalam pembuatan selai.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mencoba
melakukan kajian tentang “Kandungan Vitamin C dan Organoleptik Selai
Jambu Biji dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dan
Buah Belimbing Wuluh”.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014. Pembuatan selai ini
dilakukan di Laboratorium Biologi FKIP UMS, uji vitamin C dilakukan di
Laboratorium Gici FIK UMS, dan organoleptik dilakukan di Kampus I UMS.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor,
yaitu berat buah belimbing wuluh dan berat kelopak bunga rosella. Dalam
penelitian ini terdapat 9 perlakuan dengan 3 kali ulangan.
Faktor I adalah berat buah belimbing wuluh (B), terdiri dari:
: penambahan belimbing wuluh 25 g/ 250 g bahan dasar
: penambahan belimbing wuluh 50 g/ 250 g bahan dasar
: penambahan belimbing wuluh 75 g/ 250 g bahan dasar
Faktor II adalah berat kelopak bunga rosella (R), terdiri dari:
: penambahan ekstrak kelopak bunga rosella 25 g/ 250 g bahan dasar
: penambahan ekstrak kelopak bunga rosella 50 g/ 250 g bahan dasar
: penambahan ekstrak kelopak bunga rosella 75 g/ 250 g bahan dasar
(Nurkhasanah, 2013)
Adapun tabel rancangan percobaan sebagai berikut:
Tabel 1. Rancangan Percobaan
R
B
B1
Keterangan:
: penambahan25 g buah belimbing wuluh dan penambahan 25 g kelopak
bunga rosella.
: penambahan25 g buah belimbing wuluh dan penambahan 50 g kelopak
bunga rosella.
: penambahan25 g buah belimbing wuluh dan penambahan 75 g kelopak
bunga rosella.
: penambahan50 g buah belimbing wuluh dan penambahan 25 g kelopak
bunga rosella.
: penambahan50 g buah belimbing wuluh dan penambahan 50 g kelopak
bunga rosella.
: penambahan50 g buah belimbing wuluh dan penambahan 75 g kelopak
bunga rosella.
: penambahan75 g buah belimbing wuluh dan penambahan 25 g kelopak
bunga rosella.
: penambahan75 g buah belimbing wuluh dan penambahan 50 g kelopak
bunga rosella.
: penambahan75 g buah belimbing wuluh dan penambahan 75 g kelopak
bunga rosella.
Teknik pengumpulan data dengan menguji kandungan vitamin C dan
organoleptik pada selai jambu biji. Analisis data menggunakan uji statistik
kruskal-wallis.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil penelitian
Tabel 2. Kandungan Vitamin C Selai Jambu Biji dengan Penambahan Ekstrak
Kelopak Bunga Rosella dan Buah Belimbing Wuluh
Perlakuan
Rata-rata
kandungan
vitamin C
(mg)
Penilaian Kualitas Selai Jambu Biji dengan Organoleptik
Warna
Aroma
Rasa
B1R1
24,23*
Cukup
merah
Sedap
Manis
B1R2
59,36
Merah
Sedap
Manis
B1R3
121,73
Merah
Sedap
B2R1
33,16
Merah
Sedap
B2R2
65,6
Merah
Sedap
B2R3
131,06
Sangat
merah
Sedap
B3R1
42,4
Merah
Sedap
B3R2
73,67
B3R3
158,06**
Sangat
merah
Sangat
merah
Cukup
sedap
Cukup
sedap
Asam
Manis
Asam
Manis
Asam
Manis
Asam
Manis
Asam
Manis
Asam
Asam
Tekstur
Cukup
kental
Cukup
kental
Sangat
kental
Daya
Terima
Suka
Suka
Suka
Kental
Suka
Kental
Suka
Sangat
kental
Suka
Kental
Suka
Sangat
kental
Sangat
kental
Cukup
suka
Cukup
suka
2. Pembahasan
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan vitamin C
tertinggi yaitu pada perlakuan B3R3 (penambahan belimbing wuluh 75 g
dan ekstrak kelopak bunga rosella 75 g) sebesar 158,06 mg. Kandungan
vitamin C terendah yaitu pada perlakuan B1R1 (penambahan belimbing
wuluh 25 g dan ekstrak kelopak bunga rosella 25 g) sebesar 24,23 mg. Hal
ini menunjukan bahwa perbedaan dosis penambahan belimbing wuluh dan
ekstrak kelopak bunga rosella berpengaruh terhadap kandungan vitamin C
selai jambu biji. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 1 di bawah
ini:
B3R3
B3R2
B3R1
B2R3
B2R2
B2R1
B1R3
B1R2
Kadar Vitamin C
B1R1
Kadar vitamin C (mg)
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Perlakuan
Gambar 4.1 Histogram Kandungan Vitamin C Selai Jambu Biji dengan
Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dan Buah Belimbing Wuluh
Berdasarkan uji statistik non parametrik tipe Kruskal Wallis, pada
penambahan buah belimbing wuluh menunjukkan bahwa nilai probabilitas
(Asymp. Sig) 0,276 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima
artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara penambahan dosis
belimbing wuluh terhadap kandungan vitamin C selai jambu biji. Hal ini
disebabkan pada bunga rosella mempunyai kandungan vitamin C yang
cukup tinggi, yaitu 214,68 mg per 100 g bahan (Maryani dan Kristiana,
2005).
Pada penambahan ekstrak kelopak bunga rosella menunjukkan
bahwa nilai probabilitas (Asymp. Sig) 0,000 < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak artinya ada pengaruh yang signifikan pada
penambahan dosis ekstrak kelopak bunga rosella terhadap kandungan
vitamin C selai jambu biji. Hal ini disebabkan pada buah belimbing wuluh
mempunyai kandungan vitamin C yang lebih sedikit dibandingkan bunga
rosella, yaitu 25 mg per 100 g bahan (Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI, 1996). Kandungan vitamin C pada belimbing wuluh yang
rendah ini menyebabkan penambahan buah belimbing wuluh tidak terlalu
berpengaruh pada kenaikan kandungan vitamin C selai jambu biji. Selain
itu, vitamin C akan mudah rusak apabila terkena panas.
Hasil organoleptik warna berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa
selai yang memiliki warna merah muda adalah pada perlakuan B1R1.
Warna merah terdapat pada perlakuan B1R2, B1R3, B2R1, B2R2, dan B3R1,
sedangkan selai yang berwarna merah tua yaitu pada perlakuan B3R2 dan
B3R3. Hal ini disebabkan rosella mengandung pigmen antosianin yang
menghasilkan warna merah. Pigmen antosianin ini dapat berfungsi sebagai
antioksidan (Rahayu, 2011). Warna selai akan semakin merah seiring
dengan penambahan dosis rosella yang semakin tinggi.
Penilaian aroma (Tabel 2) menunjukkan bahwa pada perlakuan
B1R1, B1R2, B1R3, B2R1, B2R2, B2R3, dan B3R1 memiliki aroma yang
sedap. Hal ini disebabkan jambu biji dan belimbing wuluh memiliki aroma
yang enak, karena pada umumnya buah-buahan memiliki aroma khas yang
enak dan digemari oleh masyarakat. Sedangkan pada perlakuan B3R2 dan
B3R3 memiliki aroma yang cukup sedap. Hal ini dikarenakan penambahan
dosis rosella yang lebih tinggi, sehingga aroma khas buah-buahan tertutupi
atau tidak menonjol.
Penilaian rasa (Tabel 2) menunjukkan bahwa selai yang memiliki
rasa manis adalah pada perlakuan B1R1 dan B1R2. Hal ini disebabkan
karena dosis penambahan belimbing wuluh yang rendah, sehingga selai
cenderung terasa manis daripada asam. Rasa asam manis didapatkan dari
perlakuan B1R3, B2R1, B2R2, B2R3, dan B3R1. Hal ini disebabkan campuran
yang pas antara rasa manis dan asam pada selai. Sedangkan pada
perlakuan B3R2 dan B3R3 menghasilkan rasa yang asam. Hal ini
disebabkan dosis penambahan belimbing wuluh lebih tinggi daripada
perlakuan lainnya, sehingga menimbulkan rasa asam yang lebih kuat. Rasa
pada selai akan semakin asam seiring dengan penambahan dosis belimbing
wuluh yang semakin tinggi. Rasa asam buah belimbing wuluh ini berasal
dari asam sitrat dan asam oksalat (Maryani dan Lusi, 2004).
Penilaian tekstur (Tabel 2) menunjukkan bahwa selai yang memiliki
tekstur cukup kental adalah pada perlakuan B1R1 dan B1R2. Hal ini
disebabkan karena dosis penambahan rosella yang rendah, sehingga selai
tidak terlalu kental. Selai bertekstur kental didapatkan dari perlakuan B3R2,
B2R1, B2R2, dan B3R1. Hal ini disebabkan karena penambahan rosella dan
belimbing wuluh yang tidak terlalu banyak, sehingga kandungan pektin
pada selai tidak berlebihan. Sedangkan pada perlakuan B1R3, B2R3, dan
B3R3 menghasilkan tekstur yang sangat kental. Hal ini disebabkan dosis
penambahan rosella lebih tinggi daripada perlakuan lainnya, sehingga
menimbulkan tekstur yang lebih kental. Kelopak bunga rosella
mengandung pektin sebesar 3,19% (Mardiah dkk, 2009).
Dari hasil penelitian ini (Tabel 2) didapatkan 2 macam nilai daya
terima oleh panelis, yaitu cukup suka dan suka. Berdasarkan Tabel 2
menunjukkan bahwa pada perlakuan B1R1, B1R2, B1R3, B2R1, B2R2, B2R3,
dan B3R1 memiliki daya terima suka. Hal ini disebabkan karena dosis
penambahan belimbing wuluh dan rosella yang tidak terlalu tinggi,
sehingga selai yang dihasilkan berwarna merah, beraroma sedap, kental,
dan mempunyai rasa asam manis. Pada perlakuan B2R3 dan B3R3 memiliki
daya terima cukup suka. Hal ini disebabkan karena penambahan rosella
dan belimbing wuluh yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya,
sehingga selai yang dihasilkan berwarna terlalu merah, beraroma cukup
sedap, terlalu kental, dan mempunyai rasa asam manis.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa penambahan ekstrak kelopak bunga rosella bengaruh
terhadap kandungan vitamin C selai jambu biji, sedangkan belimbing wuluh
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kandungan vitamin C
selai jambu biji. Penambahan ekstrak kelopak bunga rosella dan buah
belimbing wuluh berpengaruh terhadap hasil organoleptik selai jambu biji,
dengan selai yang paling disukai panelis adalah selai dengan warna merah,
beraroma sedap, rasanya asam manis, dan teksturnya kental.
Saran untuk penelitian ini adalah buah-buahan yang digunakan sebagai
bahan pembuatan selai sebaiknya dalam keadaan segar agar menghasilkan
selai dengan warna dan aroma yang baik. Penambahan bunga rosella
sebaiknya tidak terlalu banyak agar tekstur selai tidak terlalu kental. Untuk
penelitian selanjutnya, disarankan untuk memakai kontrol dalam rancangan
percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hadisaputra, Denny Indra Praja. 2012. Super Foods. Yogyakarta: Flash Books.
Mardiah, Sawarni, Ashadi R. W. dan Rahayu A. 2009. Budi Daya dan
Pengolahan Rosela Si Merah Segudang Manfaat. Jakarta: PT Agromedia
Pustaka.
Maryani, Herti dan Lusi Kristiana. 2004. Tanaman Obat untuk Influenza. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Maryani, Herti dan Lusi Kristiana. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosela. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Nurkhasanah, 2013. “Uji Organoleptik dan Kandungan Vitamin C pada
Pembuatan Selai Belimbing Wuluh dengan Penambahan Buah Kersen
dan Bunga Rosella” (Skripsi S-1 ProgdiBiologi). Surakarta: FKIP UMS.
Rahayu, Liswidyawati. 2011. Tepung Rosela (Cara Pembuatan dan Peluang
Bisnisnya). Bandung: Amali Book.
Wirakusumah, Emma, S,. 2002. Buah dan Sayur untuk Terapi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Download