bab ii tinjauan pustaka

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan
Pengertian Persediaan
2.1.1
Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan jasa ataupun
perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan,
para pengusaha akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaannya pada suatu
waktu tidak dapat memenuhi keinginan para langganannya.
Menurut Freddy Rangkuti mengemukakan bahwa:
“Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang barang milik
perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam satu periode usaha tertentu atau
persediaan barang-barang masih dalam pengerjaan/proses produksi ataupun
persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses
produksi.”
(2007:1)
Menurut Agus Sartono mengemukakan bahwa:
“Persediaan merupakan barang-barang atau bahan yang masih bersisa
yang akan segera dijual, digunakan atau diproses dalam periode normal
perusahaan.”
(2002:443)
Sedangkan pengertian persediaan menurut Warren Reeve Fess yang
diterjemahkan oleh Aria Farahmita, Amanugrahani dan Taufik Hendrawan
bahwa:
“Persediaan digunakan untuk mengindikasikan (1) barang dagang yang
disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan, dan (2) bahan
yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu.”
(2005:440)
12
13
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persediaan
adalah bahan-bahan yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat
di perusahaan untuk proses produksi, serta barang jadi atau produk yang
disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap
waktu.
Tujuan Persediaan
2.1.2
Dalam perusahaan seperti perusahaan manufaktur dan perusahaan dagang
memiliki persediaan yang beraneka ragam jenisnya, sehingga persediaan memiliki
tujuan. Tujuan persediaan menurut Freddy Rangkuti (2007 : 7) terdiri dari :
1. Batch Stock/Lot Size Inventory
2. Fluctuations Stock
3. Anticipation Stock
Adapun uraian dari tujuan persediaan adalah sebagai berikut :
1. Batch Stock/Lot Size Inventory, persediaan yang diadakan karena kita
membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah
yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat ini.
2. Fluctuation Stock, persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3. Anticipation Stock, persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang
terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau
penjualan atau permintaan yang meningkat.
14
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
persediaan,
maka
perusahaan
dapat
melakukan
efisiensi
produksi
dan
penghematan
biaya angkut, dapat menghadapi fluktuasi permintaan konsumen
yang tidak dapat diramalkan atau tidak beraturan serta untuk mengatasi jumlah
pesanan yang telah diramalkan sebelumnya.
Jenis Persediaan
2.1.3
Umumnya jenis persediaan yang terdapat pada perusahaan manufaktur
menurut Lukman Syamsudin (2005 : 281) mengelompokkan jenis persediaan
menjadi tiga kelompok, yaitu :
Perusahaan manufaktur memiliki tiga jenis persediaan, yaitu:
1. Persediaan bahan baku
2. Persediaan barang dalam proses
3. Persediaan barang pembantu
Secara garis besar dalam perusahaan yang bergerak di dalam industri
pabrik (manufaktur), persediaan diklasifikasikan berdasarkan tahapan dalam
proses produksi. Karena itu jenis-jenis persediaan menurut Freddy Rangkuti
(2007 : 8) terdiri dari :
1. Persediaan Bahan Baku (raw material stock)
2. Persediaan Komponen-Komponen Rakitan (purchased parts/components)
3. Persediaan Bahan Pembantu atau Penolong (supplies stock)
4. Persediaan Barang Setengah Jadi (work in process stock)
5. Persediaan Barang Jadi (finished good stock)
15
Adapun uraian dari jenis-jenis persediaan adalah sebagai berikut :
1. Persediaan bahan baku (raw material stock), yaitu persediaan barang-
yang digunakan dalam proses produksi.
barang berwujud, seperti besi, kayu serta komponen-komponen lainnya
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components),
yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen
yang diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit
menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies stock), yaitu
persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi
tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang setengah jadi (work in process stock), yaitu persediaan
barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam
proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih
perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished good stock), yaitu persediaan barangbarang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk
dijual atau dikirim pada langganan.
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa setiap jenis persediaan
memiliki karakteristik tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Persediaan
ditujukan untuk mengantisipasi kebutuhan permintaan. Permintaan ini meliputi,
persediaan bahan baku, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir
16
bahan-bahan pembantu atau pelengkap, dan komponen-komponen lain yang
menjadi bagian keluaran produk perusahaan.
2.1.4 Fungsi-fungsi Persediaan
Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai
penting persediaan. Fungsinya antara lain :
fungsi
a) Fungsi Decoupling
Fungsi
penting
persediaan
adalah
memungkinkan
operasi-operasi
perusahaan baik internal dan eksternal mempunyai kebebasan. Persediaan
decoupling ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan
langganan tanpa tergantung pada supplier.
b) Fungsi Economic Lot Sizing
Persediaan
lot
size
ini
perlu
mempertimbangkan
penghematan
penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih
murah, dsb), karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas
yang lebih besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena
besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi dan resiko, dsb ).
c) Fungsi Antisipasi
Perusahaan
sering menghadapi
fluktuasi
permintaan
yang
dapat
diperkirakan atau diramalkan berdasarkan pengalaman atau data-data masa
lalu. Disamping itu, perusahan juga sering menghadapi ketidakpastian
jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang barang selama
periode pemesanan kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan
17
ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (Safety Inventories). Pada
kenyataannya, persediaan pengaman merupakan pelengkap fungsi
decoupling. Persediaan antisipasi ini penting agar proses produksi tidak
terganggu.
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa setiap fungsi persediaan
memiliki
arti masing-masing untuk meningkatkan persediaan perusahaan. Dari
kepuasan para pelanggan, melakukan penghematan atau potongan, sampai
mulai
memperkirakan atau meramalkan masa depan berdasarkan pengalaman atau datadata dari masa lalu.
2.1.5 Sifat-sifat Persediaan
Dalam pembahasan diuraikan sifat persediaan, menurut Agoes Sukrisno
(2007:205) sifat persediaan adalah :
1. Biasanya merupakan aktiva lancar (current assets), karena masa
perputarannya biasanya kurang atau sama dengan satu tahun.
2. Merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan dagang dan
industri.
3. Mempunyai pengaruh yang besar terhadap neraca dan perhitungan rugi
laba, karena kesalahan dalam menentukan dalam menentukan persediaan
pada akhir periode akan mengakibatkan kesalahan dalam jumlah aktiva
lancar dan total aktiva, harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih,
taksiran pajak penghasilan, pembagian deviden dan rugi laba ditahan,
kesalahan tersebut akan terbawa ke laporan keuangan periode berikutnya.
18
Dari uraian di atas sifat-sifat persediaan merupakan aktiva lancar yang
jumlahnya besar dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap neraca dan
perhitungan
laba rugi.
2.2 Biaya
2.2.1 Pengertian Biaya
Menurut Mulyadi dikemukakan bahwa :
“Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuj tujuan
tertentu.”
(2009 : 8)
Menurut Mursyidi mengemukakan bahwa :
“Biaya adalah suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta
lainnya untuk mencapai tujuan, baik yang dapat dibebankan saat ini maupun pada
saat yang akan datang.”
(2008 : 14)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya adalah
suatu pengorbanan yang diukur dalam satuan uang yang dikeluarkan untuk
mencapai tujua, baik dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan
datang.
2.2.2 Biaya Persediaan
Dalam menentukan besarnya jumlah pembelian yang optimal ini kita
hanya memperhatikan besarnya variabel dari penyediaan persediaan tersebut, baik
yang dibeli atau disimpan maupun biaya variabel yang sifat perubahanya
19
berlawanan dengan perubahan jumlah inventory tersebut. Biaya-biaya yang harus
dipertimbangkan yaitu:
a. Biaya Penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas
biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan.
Biaya penyimpanan perperiode akan semakin besar apabila kuantitas
bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin
tinggi. Yang termasuk dalam biaya penyimpanan adalah:

biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin
ruangan, dan sebagainya)

biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternative pendapatan
atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.

biaya keuangan

biaya perhitungan fisik

biaya asuransi persediaan

biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan

biaya penanganan persediaan
Untuk menentukan jumlah biaya penyimpanan per tahun kita dapat
menetukan dengan cara :
Q
xC
2
Keterangan:
Q
= kebutuhan per pesanan
C
= biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)
20
Menurut Freddy Rangkuti (2007 : 17) Biaya penyimpanan persediaan
biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Untuk
perusahaan-perusahaan
manufacturing biasanya, biaya penyimpanan rata-rata
konsisten sekitar 25 persen.
b. Menurut Eddy Herjanto (2008 : 207) Biaya pemesanan atau pembelian
merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan
pemesanan bahan/barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai
tersediaanya barang di gudang. Setiap kali suatu bahan dipesan, organisasi
menanggung biaya pemesanan (order costs atau procurement costs).
Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi:

pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi

upah

biaya telepon

pengeluaran surat menyurat

biaya pengepakan dan penimbangan

biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan

biaya pengiriman ke gudang

biaya utang lancar
21
Untuk menentukan jumlah pemesanan yang optimal kita dapat menetukan
dengan cara :
 Biaya pemesanan per tahun :
= frekuensi pesanan x biaya pesan
D
xO
Q
D = jumlah kebutuhan barang (unit/tahun)
O
= biaya pemesanan
Q
= kebutuhan per pesanan
Menurut T. Hani Handoko (2005 : 337) secara normal, biaya pesanan
(diluar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan
bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap
kali pesan, jumlah pesanan perperiode turun, maka biaya perpesanan total akan
turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode adalah sama dengan jumlah
pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang dikeluarkan setiap
kali pesan.
c. Biaya penyiapan (manufacturing) hal ini terjadi apabila barang-barang
tidak dibeli tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik, perusahaan
menghadapi biaya penyiapan (setup costs) untuk memproduksi komponen
tertentu. Biaya ini terdiri dari:

Biaya mesin-mesin menganggur

Biaya penyiapan tenaga kerja langsung

Biaya scheduling
22

Biaya ekspedisi
Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode sama
dengan
biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode.
2.3 Pengendalian Persediaan
2.3.1 Pengertian Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan dalam suatu perusahaan sangat diperlukan karena
dapat menentukan kemajuan suatu perusahaan dan agar bahan yang ada dalam
suatu perusahaan tidak terlalu banyak sehingga menimbulkan kerugian dan tidak
terlalu sedikit sehingga perusahaan tidak kehilangan penjualan atau laba yang di
dapat. Pengertian pengendalian persediaan menurut William K. Carter dan
Milton F. Usry yang diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait dan Herman Wibowo
yaitu :
“Pengendalian persediaan dapat dicapai melalui organisasi fungsional,
pelimpahan tanggung jawab dan bukti-bukti dokumenter yang diperoleh pada
berbagai tahapan produksi. Ada dua tingkat pengendalian persediaan yaitu
pengendalian unit dan pengendalian uang.”
(2005 : 266)
Sedangkan pengendalian persediaan menurut Sofjan Assauri yaitu :
“Suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan
part (bahan baku dan barang jadi) sehingga perusahaan dapat melindungi
kelancaran proses produksi penjualan dan kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan
perusahaan lebih efektif dan efisien.”
(2004 : 176)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada 2 tingkat
pengendalian persediaan yang penting untuk mengamankan persediaan terutama
23
dalam penentuan dan pengaturan jumlahnya serta untuk menjaga kelancaran
proses produksi.
2.3.2 Tujuan Pengendalian Persediaan
Tujuan pengendalian persediaan menurut Sofjan Assauri (2004:177)
sebagai berikut:
adalah
a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat
mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
b. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak
terlalu besar.
c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini
berakibat pada biaya pemesanan menjadi besar.
Adapun menurut Lukas (2003:405) dalam bukunya Manajemen Keuangan,
tujuan dari manajemen persediaan adalah mengadakan persediaan yang
dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan pada biaya yang minimum.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat
dari barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang
minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.
Pengendalian persediaan yang dijalankan memiliki tujuan utama yaitu
untuk menjaga persediaan agar tetap berada pada tingkat yang optimal sehingga
24
diperoleh penghematan untuk persediaan tersebut. Tujuan dari pengendalian
persediaan yang lainnya yaitu :
1. Memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat.
2. Menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses
produksi.
3. Mempertahankan dan apabila mungkin meningkatkan penjualan serta laba
perusahaan.
4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan serta rush order dapat
dihindari, karena dapat mengakibatkan total biaya pemesanan menjadi
besar.
5. Menjaga agar penyimpanan dalam gudang tidak besar-besaran, karena
akan mengakibatkan total biaya penyimpanan menjadi besar.
2.4 Jumlah Pesanan Optimal (Economic Order Quantity)
Setiap perusahaan harus dapat menentukan lebih dahulu besarnya
persediaan bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah barang jadi
yang direncanakan dalam suatu periode tertentu. Hal ini penting untuk menjaga
agar tidak ada kekurangan bahan baku, sehingga dapat menghentikan proses
produksi yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena tidak dapat
memenuhi permintaan pelanggan atau konsumen terhadap barang jadi.
Salah satu cara yang digunakan adalah mengadakan pengaturan
pemesanan bahan baku secara ekonomis dengan metode atau teknik yang dikenal
25
dengan jumlah pesanan optimal (economic order quantity). Jumlah pesanan
optimal ini bertujuan untuk menentukan jumlah pesanan yang paling ekonomis
sesuai
dengan jumlah kebutuhan dengan biaya yang paling minimal. Untuk lebih
jelasnya berikut beberapa pendapat tentang pengertian jumlah pesanan optimal.
Menurut William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista menyatakan
bahwa:
“Jumlah pesanan optimal adalah jumlah persediaan yang dipesan pada
suatu waktu yang meminimalkan biaya persediaan tahunan dari biaya
penyimpanan dan biaya pemesanan.”
(2009:314)
Menurut Mursyidi menjelaskan bahwa Economic Order Quantity (EOQ)
adalah:
“Jumlah persediaan sama dengan jumlah pemakaian (usage) ditambah
pemakaian sisa (idle). Persediaan sisi ini yang nantinya menjadi cadangan bagi
setiap kenaikan permintaan secara tiba-tiba”.
(2008 : 172)
Jadi jumlah pesanan optimal (Economic Order Quantity) adalah jumlah
kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya minimal, atau sering
dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.
Maka EOQ 
2 DO
C
Keterangan:
D
= jumlah kebutuhan barang (unit/tahun)
O
= biaya pemesanan
C
= biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)
26
2.4.1 Syarat Penerapan Economic Order Quantity (EOQ)
Penerapan EOQ pada perusahaan akan lebih optimal apabila terlebih
dahulu
perusahaan mengetahui apakah metode EOQ adalah metode yang cocok
diterapkan di perusahaan atau tidak. Menurut Mursyidi (2008:172), model EOQ
dapat diterapkan dengan beberapa asumsi sebagai berikut:
a. Ada kuantitas yang tetap sama pada setiap pemesanan kembali (reorder
point)
b. Permintaan, biaya pemesanan, carrying cost dan purchases-lead time
(jangka waktu pemesanan sampai bahan diterima) dapat diketahui atau
diprediksi dengan baik dan tepat.
c. Biaya pembelian per unit tidak terpengaruh/terhubung oleh jumlah yang
dipesan.
Dalam buku Manajemen Operasi (2004:11), Schroeder menyebutkan
bahwa asumsi-asumsi EOQ adalah sebagai berikut:
a.
Tingkat permintaan adalah konstan, berulang-ulang, dan diketahui.
b.
Tenggang waktu pesanan konstan dan diketahui.
c.
Tidak diperbolehkan adanya kehabisan stok.
d.
Bahan dipesan atau diproduksi dalam suatu partai atau tumpukan, dan
seluruh partai ditempatkan ke dalam persediaan dalam satu waktu.
e.
Suatu struktur biaya spesifik digunakan sebagai berikut : biaya satuan unit
adalah konstan, dan tidak ada potongan yang diberikan untuk pembelian
yang banyak.
27
f.
Biaya pengadaan bergantung secara linier pada tingkat persediaan ratarata. Ada biaya pemesanan atau persiapan yang tetap untuk setiap partai,
yang bebas dari jumlah satuan di dalam partai tersebut.
g.
Satuan barang merupakan produk tunggal, tidak ada interaksi dengan
produk lain.
Persediaan Pengamanan (Safety Stock)
2.4.2
Dalam mengurangi unsur ketidakpastian penggunaan bahan baku dalam
perusahaan, dapat dilakukan dengan membuat persediaan pengaman. Menurut
Freddy Rangkuti (2007:10) mengemukakan pengertian Persediaan Pengamanan
(safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau
menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out).
Menurut Eddy Herjanto untuk menghitung stok pengaman (safety stock)
dengan rumus :
Safety Stock = (Pemakaiaan Maksimum – Pemakaiaan Rata-rata) x Lead Time
(2008 : 249)
2.4.3 Lead Time (Masa Menunggu)
Menurut Freddy Rangkuti (2007 : 94) “Lead Time adalah jangka waktu
sejak dilakukannya pemesanan sampai saat datangnya bahan baku yang dipesan
dan siap untuk digunakan dalam proses produksi.” Dalam masa ini perusahaan
harus menghitung jumlah kebutuhan bahan selama periode tersebut.
28
2.4.4 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Jumlah persediaan yang menandai saat harus dilakukan pemesanan ulang
sedemikian
rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan
adalah tepat waktu (di mana persediaan diatas persediaan pengaman sama dengan
nol) disebut sebagai titik pemesanan ulang (reorder point, ROP). Titik ini
menandakan
bahwa pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan
persediaan
yang telah digunakan. Jika ROP ditetapkan terlalu rendah, persediaan
akan habis sebelum persediaan pengganti diterima sehingga poduksi dapat
terganggu atau permintaan pelanggan tidak dapat dipenuhi. Namun, jika titik
pemesanan ulang ditetapkan terlalu tinggi maka persediaan baru datang sementara
persediaan di gudang masih banyak. Keadaan ini mengakibatkan pemborosan
biaya dan investasi yang berlebihan.
Menurut Hasen & Mowen yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan
Deny Amos Kwary (2005:474) menjelaskan bahwa titik pemesanan kembali
adalah waktu dimana sebuah pesanan baru harus dilakukan (persiapan dimulai).
Menurut Freddy Rangkuti (2007:93) menjelaskan bahwa titik pemesanan
kembali adalah jumlah pemesanan kembali termasuk permintaan yang diinginkan
atau dibutuhkan selama masa tenggang.
Menurut Eddy Herjanto (2007 : 248) bahwa titik pemesanan ulang
biasanya ditetapkan dengan cara menambahkan penggunaan selama waktu
tenggang dengan persediaan pengaman, atau dalam bentuk rumus sebagai berikut
:
ROP = (d x L) + SS
29
Dimana :
ROP
= titik pemesanan kembali
d = tingkat kebutuhan per unit waktu
L
= waktu tenggang
SS
= persediaan pengaman”
Faktor-faktor
yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah :
1. Lead Time. Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara bahan baku
dipesan hingga sampai diperusahaan. Lead time ini akan mempengaruhi
besarnya bahan baku yang digunakan selama masa lead time, semakin
lama lead time maka akan semakin besar bahan yang diperlukan selama
masa lead time.
2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.
3. Persediaan Pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan bahan
minimum
yang harus
dimiliki
oleh perusahaan untuk
menjaga
kemungkinan keterlambatan datangnya bahan baku, sehingga tidak terjadi
stagnasi.
Menurut Riyanto (2007:84) menerangkan mengenai keterkaitan antara
hubungan reorder point, safety stock dan economic order quantity yang disajikan
dalam gambar 2.1
30
Persediaan
(dalam unit)
EOQ
Reorder Point
Penggunaan
lead time
selama
Jumlah stock
pada waktu
material yang
dipesan datang
0
Safety Stock
Waktu
Gambar 2.1 Grafik Hubungan antara Reorder Point, Safety Stock dan EOQ
Dari gambar di atas bahwa pemesanan harus dilakukan pada saat titik
pemesanan kembali, namun jika perusahaan terlambat melakukan pemesanan
ulang maka perusahaan terpaksa menggunakan persediaan dari safety stock
selama persediaan yang dipesan belum datang.
Download