Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 RASIO PENGGUNAAN PAKAN BUATAN DAN AMPAS TAHU YANG BERBEDA PADA PENDEDERAN BENIH IKAN NILA MERAH, Oreochromis niloticus Hidayat S. Suwoyo* dan Rachman Syah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl.Makmur Dg Sitakka, No.129 Maros, Sulawesi Selatan *Penulis untuk korespondensi, E-mail: [email protected] Abstrak Salah satu kelebihan ikan nila dibandingkan dengan jenis ikan konsumsi lainnya adalah kebiasaan memakan segala. Karena itu ikan nila relatif lebih hemat pakan dibandingkan dengan ikan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana rasio atau tingkat pemberian ampas tahu sebagai pakan alternatif yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan pada pendederan ikan nila. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Wadah penelitian 3 yang digunakan berupa hapa yang terbuat dari waring hitam berukuran 1 x 1 x 1 m sebanyak 8 unit. Hewan uji yang digunakan adalah benih ikan nila merah dengan berat rata-rata 0,834 ± 0,306 g/ekor ditebar dengan kepadatan 100 ekor/hapa. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing dengan 2 ulangan.yakni (A) 100% pakan buatan, (B) 75% pakan buatan + 25% ampas tahu, (C) 50% pakan buatan + 50% ampas tahu, (D) 25% pakan buatan + 75% ampas tahu. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari dengan dosis pemberian 3-5% dari bobot biomassa. Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian rasio pakan buatan dan ampas tahu berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan ikan nila yang pelihara. Sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan D (25% pakan buatan + 75% ampas tahu) yang berbeda nyata (P <0,05) dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan alternatif pada pendederan benih ikan nila. Kata kunci: ampas tahu, hapa, nila merah, pendederan Pengantar Ikan Nila merah (Oreochromis niloticus) merupakan komoditas perikanan yang memiliki sejumlah keunggulan seperti harga yang terjangkau, kandungan proteinnya yang tinggi (54,9757,49%), juga merupakan salah satu jenis ikan yang potensial dikembangkan, relatif tahan penyakit, adaptif terhadap lngkungan dan rasio konversi pakan yang rendah (0,8-1,2). Apalagi budidayanya relatif mudah dengan pertumbuhan yang relatif cepat. Selain itu kelebihan lain ikan nila bila dibandingkan dengan jenis ikan konsumsi lainnya adalah kebiasaan memakan segala. Karena itu ikan nila relatif lebih hemat pakan dibandingkan dengan ikan lainnya. Ikan nila merah juga tidak mengandung kolesterol sehingga aman untuk kesehatan jantung. Keunggulan ini membuat ikan nila relatif mudah diterima masyarakat dan memiliki peluang pasar yang sangat baik serta menjangkau semua segmen. Bahkan, permintaan bukan hanya dari pasar domestik, tapi juga manca negara,” dan sangat disukai masyarakat Singapura dan Jepang karena durinya relatif lebih sedikit serta warna tubuhnya menarik (Anonim, 2007). Budidaya nila merah telah banyak dilakukan baik secara monokultur maupun sistim polikultur dengan ikan atau udang (Cholik et al., 1990; Tonnek et al., 1993) dan dapat dibudidayakan di perairan payau, kolam air deras, sungai mengalir, danau alami, waduk buatan, sawah, tambak dan KJA di laut serta daerah pegunungan hingga ketinggian 800 meter diatas permukaan laut (Wiryanta et al., 2010). Ketersediaan pakan sangat erat kaitannya dengan proses budidaya perikanan. Pakan adalah bahan yang berasal dari jasad hewani dan nabati yang dapat di jadikan sebagai bahan makanan oleh suatu organisme, yang nantinya dapat di manfaatkan untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme yang memakannya. Bahan yang dapat di jadikan sebagai bahan pakan buatan dapat berasal dari pakan alami dan pakan buatan (Afrianto, 2005). Usaha budidaya ikan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang cukup dalam jumlah dan kualitasnya untuk mendukung kualitas yang maksimal. Faktor pakan Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN-11) - 1 PN-11 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14Juli 2012 menentukan biaya produksi mencapai 60% - 70% dalam usaha budidaya ikan. Sehingga perlu pengelolaan yang efektif dan efisien. Beberapa syarat bahan yang baik untuk diberikan adalah memenuhi kandungan gizi (protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) yang tinggi, tidak beracun, mudah diperoleh, mudah diolah dan bukan sebagai makanan pokok manusia (Handajani, 2008). Faktor pakan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Agar pertumbuhan tinggi, diperlukan pakan dalam kualitas dan jumlah yang memadai serta lingkungan yang baik. Pakan yang dimanfaatkan ikan pertama-tama digunakan untuk merawat tubuh dan memperbaiki organ- organ tubuh yang rusak, Setelah itu baru kelebihan makanan yang tersisa digunakan untuk pertumbuhan (Safruddin, 2003) Salah satu persyaratan suatu bahan dapat digunakan sebagai bahan baku pakan adalah ketersediaannya yang melimpah, harganya relatif murah, mudah dicerna oleh ikan, mempunyai kandungan nutrisi yang baik (protein) dan tidak berkompetisi dengan manusia. Ampas tahu dapat digunakan sebagai salah satu kandidat bahan baku pakan ikan. Ampas tahu merupakan hasil ikutan dari proses pembuatan tahu yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Ampas tahu memiliki nilai nutrisi yang baik dan digolongkan ke dalam bahan pakan sebagai sumber protein dengan kandungan proteinnya mencapai lebih dari 20% dan apabila diolah dan diawetkan, baik secara kering maupun secara basah dapat dimanfaatkan dan disimpan dalam waktu yang cukup lama (Tarmidi, 2008). Penggunaan ampas tahu sebagai pakan telah dilaporkan beberapa penelitian sebelumnya terutama untuk ternak dan unggas (Hernaman et al., 2007). Selain itu pemanfaatan ampas tahu sebagai pakan ikan juga telah dilaporkan oleh Mudawanah (2005) bahwa penggunaan ampas tahu yang ditepungkan dalam pelet sebanyak 30% tidak menghambat pertumbuhan benih ikan gurame. Haetami et al., (2006) melaporkan bahwa silase ampas tahu dapat digunakan dalam pakan benih ikan nila gift sampai 30% tanpa atau dengan penambahan suplemen asam amino. Hidayat (2010) mengemukakan bahwa ikan lele sangat menyukai pakan yang berbahan dasar ampas tahu karena pakan ini memiliki aroma yang sama dengan pakan buatan pabrik ternama (pakan buatan yang digemari ikan lele) dan juga kandungan proteinnya tinggi. Melati et al. (2010) melaporkan bahwa ampas tahu terfermentasi dapat mensubtitusi tepung kedele dalam formulasi pakan ikan patin sebesar 4,03% yang memberikan pertambahan bobot dan laju pertumbuhan spesifik yang tidak berbeda nyata. Suwoyo et al. (2012) juga telah melaporkan bahwa ampas tahu dan mie afkiran dapat digunakan sebagai pakan alternatif pada pendederan ikan nila merah. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan ampas tahu yang dkombinasikan dengan pakan buatan dengan rasio atau tingkat pemberian yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana rasio atau tingkat pemberian ampas tahu sebagai pakan alternatif yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan pada pendederan ikan nila merah di tambak. Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Wadah penelitian yang digunakan berupa hapa yang 3 terbuat dari waring hitam berukuran 1 x 1 x 1 m sebanyak 8 unit. Hewan uji yang digunakan adalah benih ikan nila merah dengan berat rata-rata 0,834 ± 0,306 g/ekor ditebar dengan kepadatan 100 ekor/hapa. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing dengan 2 ulangan: yakni perlakuan (A) 100% pakan buatan, (B) 75% pakan buatan + 25% ampas tahu, (C) 50% pakan buatan + 50% ampas tahu, (D) 25% pakan buatan + 75% ampas tahu. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari dengan dosis pemberian 3-5% dari bobot biomassa. Pemeliharaan ikan nila dilakukan selama 35 hari. Pengukuran panjang dan bobot hewan uji dilakukan setiap 7 hari menggunakan mistar (0,1 cm) dan timbangan elektrik dengan ketelitian 0,01 gram. Pertumbuhan mutlak diukur berdasarkan rumus Zonneveld (1991), pertumbuhan spesifik berdasarkan rumus Jauncey and Ross (1982) serta sintasan menggunakan rumus Effendie (1979). Pengamatan peubah kualitas air seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, dan alkalinitas dilakukan dua kali seminggu, sedangkan amoniak, nitrat, phosfat dan BOT diamati seminggu sekali. Pengaruh rasio penggunaan pakan buatan dan ampas tahu terhadap pertumbuhan dan sintasan benih nila merah dianalisis dengan menggunakan perangkat statistik (Program SPSS versi 16.00 ), sedangkan data kualitas air yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. 2 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN -11) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan Pertumbuhan adalah sebuah perubahan ukuran dari individu, biasanya meningkat serta dapat diukur dalam unit-unit panjang, berat atau energi (Wootton, 1995). Definisi sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Akan tetapi jika dilihat lebih lanjut sebenarnya pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks dimana banyak faktor mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Bahan yang berasal dari makanan akan digunakan oleh tubuh untuk metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai. Bahanbahan tidak berguna akan dikeluarkan dari tubuh melalui eksresi. Apabila terdapat bahan berlebih dari keperluan tersebut akan dibuat sel baru sebagai penambahan unit atau penggantian sel dari bagian tubuh. Secara keseluruhan resultantenya merupakan perubahan ukuran (Effendie, 1997), lebih lanjut dikatakan bahwa pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit dan faktor luar adalah makanan dan suhu perairan, pH dan salinitas air Hasil pengamatan performansi pertumbuhan benih ikan nila yang didederkan dengan pemberian rasio penggunaan pakan buatan dan ampas tahu yang berbeda disajikan pada Tabel 1. Pertumbuhan bobot rata-rata benih ikan nila merah yang didapatkan setelah didederkan selama 35 hari pada masing-masing perlakuan yakni perlakuan A (100% pakan buatan) berkisar antara 8,21-8,26 g/ekor, perlakuan B (75% pakan buatan + 25% ampas tahu) berkisar 7,20-8,22 g/ekor, perlakuan C (50% pakan buatan + 50 % ampas tahu berkisar 7,237,74 g/ekor dan perlakuan D (25% pakan buatan + 75% ampas tahu) berkisar 6,73 - 7,40 g/ekor merupakan pertumbuhan terendah alam penelitian ini. Hasil Analisis ragam rata-rata bobot ikan nila merah pada masing-masing perlakuan di akhir penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan buatan dengan kombinasi ampas tahu pada level yang berbeda berpengaruh tidak nyata (P > 0,05), terhadap pertumbuhan bobot benih ikan nila merah. Hasil ini menunjukkan bahwa ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang dapat mendukung pertumbuhan ikan nila. Hal ini disebabkan karena ampas tahu mengandung makro dan mikro nutrient yang dapat mendukung pertumbuhan benih ikan nila juga karena ikan nila merupakan jenis ikan pemakan segala yang dapat memanfaatkan pakan disekelilingnya. Menurut Tanwiriah et al., 2006 bahwa kandungan protein maupun zat nutrisi lainnya dari ampas tahu cukup baik, mengandung protein kasar 22,64%; lemak kasar 6,12%; serat kasar 22,65%; abu 2,62%; kalsium 0,04%; fosfor 0,06%; dan Gross Energi 4010 kkal/kg. (Tanwiriah et al., 2006). Pulungan et al. (1984) melaporkan bahwa ampas tahu mengandung NDF dan ADF yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan ampas tahu berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro seperti Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi & Patuan, 1983). Dengan komposisi tersebut, maka ampas tahu cukup baik dipakai sebagai bahan pakan sumber protein bagi ikan. Sayed (1999) mengemukakan bahwa untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan serta kelangsungan hidupnya ikan memerlukan pakan yang cukup dari segi kualitas dan kuantitas. Pakan yang bermutu baik, salah satunya ditentukan oleh kandungan gizi (protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral) dalam komposisi yang tepat (seimbang). Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung enceng gondok, tepung alfafa serta ampas tahu (Suwoyo et al., 2012) . Pemberian pakan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas tinggi sangat membantu pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus), jenis pakan yang di berikan untuk ikan berupa pakan alami bahan-bahan yang mudah di dapat, tetapi kandungan proteinnya tinggi, komposisinya terdiri tepung ikan 50%, tepung kedelai 25%, bungkil kedelai 20%, minyak ikan 3% dan vitamin di tambah dengan mineral secukupnya (Rukmana,1997). Salah satu kelebihan ikan nila dibandingkan dengan jenis ikan konsumsi lainnya adalah kebiasaan memakan segala. Karena itu ikan nila relatif lebih hemat pakan dibandingkan dengan Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN-11) - 3 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14Juli 2012 ikan lainnya (Wiryanta et al., 2010). Sementara hasil pengamatan yang dilakukan oleh Haetami (2009) bahwa silase ampas tahu dapat digunakan dalam pakan benih ikan nila gift sampai 30% tanpa atau dengan penambahan suplemen asam amino. Hasil penelitian Handajani (2004), pemanfaatkan bekatul fermentasi pada pakan ikan Nila sebagai substitusi tepung kedelai dapat digunakan sebesar 60% bekatul fermentasi dan 40% tepung kedelai. Nilai daya cerna yang dihasilkan sebesar 93,34%, daya cerna ini sudah cukup tinggi, karena pakan yang diberikan dapat tercerna dengan baik. Umumnya ikan membutuhkan protein dengan kadar berkisar 20% 60% sedangkan ikan Nila membutuhkan protein sekitar 27,19% - 35% untuk pertumbuhan optimal (Wee & Tuan, 1998). Kordi (1994) menambahkan bahwa pada padat penebaran yang cukup tinggi, ikan Nila harus diberikan pakan dengan kandungan protein 25% - 27%. Tabel 1. Performansi pertumbuhan benih nila merah (Oreochromis niloticus) pada rasio penggunaan pakan buatan dan ampas tahu dengan level yang berbeda. Rasio Pakan Buatan dan Ampas Tahu (B) 75% (C) 50% pakan (D) 25% pakan Peubah (A) 100% pakan buatan buatan + 50 % buatan + 75 % pakan buatan + 25 % ampas tahu ampas tahu ampas tahu 3 Ukuran Wadah (m ) 1x1x1 1x1x1 1x1x1 1x1x1 Lama pemeliharaan 35 35 35 35 (hari) Kepadatan 100 100 100 100 (ekor/hapa) 0,834±0,306 0,834±0,306 0,834±0,306 Berat awal (g) 0,834±0,306 7,065±0,474 7,710±0,721 7,485±0,361 Berat akhir (g) 8,235±0,035 a a a a 6,235 ± 0,474 Berat mutlak (g) 7,405 ± 0,035 6.88± 0,721 6,655 ± 0,361 Laju tumbuh harian a a a a 6,556 ± 0,217 6,362 ± 0,195 6,282 ± 0,167 6,115 ± 0,192 berat (%) * Nilai dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05) Laju pertumbuhan harian berfungsi untuk menghitung persentase pertumbuhan berat ikan per hari. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian rasio kombinasi pakan buatan dan ampas tahu dengan level berbeda sebesar 0-75%, tidak mempengaruhi laju pertumbuhan harian pada benih ikan nila merah. (P>0,05). Dari Tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa perlakuan yang memberikan laju pertumbuhan harian tertinggi dicapai pada perlakuan A pemberian pakan buatan 100% yang memiliki rata-rata pertumbuhan harian sebesar 6,556%, kemudian perlakuan rasio kombinasi pakan buatan 75% + 25% ampas tahu dengan laju pertumbuhan 6,362%. Selanjutnya kombinasi pakan buatan 50% dan ampas tahu 50% serta 25% pakan buatan + 75% ampas tahu dengan laju pertumbuhan masing-masing perlakuan sebesar 6,282% dan 6,115%. Sehingga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan pakan ikan antara lain: kandungan nutrisi suatu bahan pakan harus cukup sesuai dengan kebutuhan ikan, disukai oleh ikan, mudah dicerna dan jika dilihat dari nilai ekonominya pakan yang dihasilkan dari pemanfaatan ampas tahu terfermentasi mempunyai harga yang relatif lebih murah jika dibanding dengan penggunaan tepung kedelai, sehingga dengan pemanfaatan ampas tahu dapat menekan biaya produksi pakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Laining & Rachmansyah (2002) bahwa beberapa bahan baku dari limbah tersedia dan memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan pengganti diantaranya ampas tahu. Penggunaan bahan pengganti mampu menekan biaya pakan hingga 40%. Laju pertumbuhan harian benih ikan nila yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dari beberapa penelitian sebelumnya. Menurut KKP (2010) bahwa Nila dapat memanfaatkan plankton dan perifiton, serta dapat mencerna Blue Green Algae. Nila mempunyai pertumbuhan cepat, rataan pertumbuhan harian (Average Daily Growth-ADG) dapat mencapai 4,1 gram/hari. Nila mempunyai sifat omnivora. Suwoyo & Mangampa (2010) mendapatkan laju pertumbuhan berat ikan nila yang diperoleh pada penelitian pemanfaatan fermentasi ampas tahu sebagai pupuk organik berada pada kisaran 3,20 -4,17 %. Murtiati et al, (2010) melakukan pemeliharaan benih ikan nila ukuran 2-3 cm dengan sistem resirkulasi selama 40 hari pemeliharaan diperoleh 4 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN -11) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 laju pertumbuhan spesifik sebesar 5%. Gustiano et al. (2009) medapatkan petumbuhan mutlak ikan nila merah selama 30 hari pemeliharaan sebesar 2,8 ± 0,31g dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 0,09± 0,012 g/hari, sedangkan pada nila hitam diperoleh pertumbuhan mutlak sebesar 5,4 ± 0,84 dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 0,18 ± 0,032. Wiryanta et al., (2010) mengemukakan bahwa laju pertumbuhan beberapa jenis ikan nila antara lain nila BEST 4,85%, nila gesit 4,5% dan nila nirwana 3,93%. Hadisubroto (2001) memperoleh hasil 2 pendederan nila GIFT dengan berat awal 0,77-1,17 g/ekor, padat tebar 4-16 ekor/m dipelihara di sawah sebagai penyelang dengan pakan pellet selama 30 hari, beratnya bertambah menjadi 4,10-6,04 g/ekor. Hanif et al. (2007) melakukan pendederan benih ikan nila merah ukuran 5-8 3 cm dari berbagai sumber benih menggunakan hapa hitam berukuran 4 x 5 x 1 m yang 2 ditempatkan dalam kolam berukuran 300 m dengan padat tebar benih 500 ekor/hapa selama 110 hari pemeliharaan diperoleh laju pertumbuhan panjang berkisar 0,116-0,124 cm/hari dan pertumbuhan bobot berkisar 1,93-2,16 g/hari. Ukuran benih ikan nila dalam penelitian ini sudah cukup baik dan layak tebar di tambak maupun Keramba Jaring Apung. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Anonim (2011) bahwa ukuran benih ikan yang ditebar di tambak berukuran 8 – 12 cm atau ukuran berat 30 gram/ekor. Perbedaan laju pertumbuhan yang diperoleh ini disebabkan perbedaan ukuran awal, kepadatan ikan yang ditebar, jenis strain ikan, kualitas dan kuantitas pakan, lama pemeliharaan serta wadah/lokasi budidaya yang digunakan. Menurut Effendie (1979), pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh keturunan, jenis kelamin, umur, kepadatan, parasit dan penyakit serta kemampuan memanfaatkan makanan. Pertambahan berat badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, karena konsumsi pakan menentukan masukan zat nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya dipakai untuk pertumbuhan dan keperluan lainnya. Sintasan Hasil pengamatan rata-rata sintasan ikan nila merah (Oreochromis niloticus) selama penelitian disajikan pada Gambar 1. Sintasan ikan nila merah yang tertinggi diperoleh pada perlakuan (D) 25 % pakan buatan + 75% ampas tahu, yakni 99%, selanjutnya perlakuan (A) A) 100% pakan buatan dan (C) 50% pakan buatan + 50% ampas tahu, masing-masing memberikan sintasan sebesar 93% dan sintasan terendah pada perlakuan (B) 75% pakan buatan + 25% ampas tahu sebesar 91,5% Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rasio penggunaan pakan buatan dan ampas tahu berpengaruh (P < 0,05 ) terhadap sintasan ikan nila merah. Adanya kematian yang dijumpai pada semua perlakuan terjadi pada saat proses adaptasi awal saat penebaran benih di tambak. Menurut Listiyowati (2008) bahwa nilai sintasan dan bobot biomassa untuk semua strain ikan nila (red NIFI, NIRWANA, GESIT, GIFT), selain dipengaruhi oleh kadar salinitas juga oleh faktor lingkungan budidaya, maupun genetik ikan itu sendiri. Lebih lanjut Anonim (2008) menambahkan bahwa Ada beberapa faktor penyebab kegagalan dalam pendederan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah strain, kualitas air, persiapan kolam, tingkat kepadatan dan pemberian pakan. Strain sangat berpengaruh karena setiap strain mempunyai laju petumbuhan bervariasi. Strain unggul biasanya tahan terhadap penyakit dan membutuhkan kondisi yang ideal. Beberapa penelitian sebelumnya tentang pendederan ikan nila yakni Hanif et al., (2007) melakukan pendederan benih ikan nila merah 3 ukuran 5-8 cm dari sumber berbeda menggunakan hapa hitam berukuran 4 x 5 x 1 m yang 2 ditempatkan dalam kolam berukuran 300 m dengan padat tebar benih 500 ekor/hapa selama 110 hari pemeliharaan diperoleh sintasan benih berkisar 64,22-95,89%. Anonim (2007b) melaporkan hasil pendederan ikan nila ukuran kebul (lepas induk/ipukan) dengan padat tebar 2 300 ekor/m , yang dipelihara selama 12-15 hari, diberi pakan emulsi diperoleh benih berukuran 3-5 cm dengan sintasan berkisar 80-90%. Hasil penelitian Mutsla (2008) yang menggunakan limbah sisa ikan yang difermentasi menggunakan mikroba bakteri Lactobacillus sp, Bacillus subtilis dan ragi menjadi pasta ikan diberikan pada ikan nila dan dipelihara selama 15 hari memberikan performansi laju pertumbuhan sebesar 28,06% lebih baik dibanding kontrol (pakan pellet komersial) dengan sintasan mencapai 100%. Murtiati et al., (2010) melakukan pemeliharaan benih ikan nila ukuran 2-3 cm dengan sistem resirkulasi selama 40 hari pemeliharaan diperoleh tingkat kelangsungan hidup 70%, dan rasio konversi pakan sebesar 1,2. Sementara Wiryanta et al., (2010) memperoleh hasil pendederan ikan nila merah ukuran 22 3 cm, ditebar dengan kepadatan 75 ekor/m , beri pakan pellet halus dengan dosis 10% dari biomassa selama 10 hari pemeliharaan diperoleh benih ukuran 3-5 cm dengan sintasan sebesar 80%. Suwoyo & Mangampa (2010) memperoleh sintasan benih ikan nila merah pada Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN-11) - 5 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14Juli 2012 Sintasan Benih Ikan Nila (%) fase pendederan berkisar 69,67-82,33% dengan perlakuan aplikasi pupuk organik dari fermentasi ampas tahu Purbomartono (2008) memperoleh hasil penelitian pada pemeliharaan ikan nila merah yang dipuasakan dengan tidak dipuasakan bahwa ikan nila merah yang dipuasakan tidak menghasilkan efek pertumbuhan kompensatori maupun sintasan. Pertumbuhan terbaik diperoleh pada kontrol (diberi pakan setiap hari), baik terhadap pertambahan panjang, berat maupun laju pertumbuhan harian. Sedang perlakuan P1 (1 hari dipuasakan, 1 hari diberi pakan) dan kontrol menghasilkan sintasan yang sama. 100 98 96 94 92 90 A B C Perlakuan Rasio Kombinasi Pakan D Gambar 1. Rata-rata sintasan benih ikan nila merah (Oreochromis niloticus) pada perlakuan rasio penggunaan pakan buatan dan ampas tahu pada level berbeda selama 35 hari pemeliharaan. Kualitas Air Satu di antara beberapa faktor yang berpengaruh dalam kegiatan budidaya ikan dan organisme akuatik lainnya adalah kualitas air. Pada budidaya perairan, air merupakan media hidup utama organisme akuatik. Sifat air sangat fluktuatif dan tergantung pada sumber air untuk kegiatan budidaya, baik kandungan unsur haranya (nutrient) maupun bahan limbahnya (cemaran). Bila air budidaya tidak di kelola dengan baik, maka lingkungan organsime akuatik akan terganggu, misalnya timbulnya beberapa jenis penyakit. Air yang berkualitas baik adalah air yang memenuhi syarat untuk kehidupan yang layak bagi organisme akuatik. Melihat peran air yang sangat menentukan dalam keberhasilan budidaya, maka perlu di lakukan pemantuan kualitas air secara kontinyu (Sutrisyani & Rohani, 2009). Pertumbuhan ikan selain ditentukan oleh kualitas pakan, juga dipengaruhi oleh kondisi perairan tempat pemeliharaan. Kualitas air merupakan parameter kunci sebagai pendukung dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme akuatik. Hasil pengamatan terhadap beberapa peubah kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, amoniak, nitrat, phosfat dan BOT selama pemeliharaan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran nilai peubah kualitas air selama pemeliharaan. Peubah Kualitas Air Kisaran Kualitas Air o Suhu ( C) 29,8 – 30,5 pH 7,0 – 7,9 Salinitas (ppt) 2–5 Oksigen Terlarut (mg/l) 3,18 – 5,80 Alkalinitas (mg/l) 58,52 – 200,64 Penampilan ikan nila merah, baik sintasan maupun pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya yang kompleks, yaitu kualitas air. Hasil pengamatan terhadap peubah kualitas air yang diperoleh (Tabel. 2), terlihat bahwa kualitas air masih berada dalam kisaran yang layak bagi pertumbuhan dan sintasan ikan nila merah. Menurut Anonim (2010b) bahwa suhu air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan organisme serta 6 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN -11) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi organisme perairan. Suhu juga mempengaruhi oksigen terlarut dalam perairan. Suhu optimal untuk hidup ikan nila pada kisaran 14-38°C, secara alami ikan ini dapat memijah pada suhu 22-37°C namun suhu yang baik untuk perkembanganbiakannya berkisar 25-30°C. Derajat keasaman (pH) yang ditoleransi ikan nila antara 5-11, tetapi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal adalah pada kisaran pH 7-8. Kadar oksigen terlarut yang optimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah lebih dari 5 mg/l. Kadar garam air yang optimal untuk pemmbudidayaan ikan nila antara 0-35 ppt, oleh karena itu ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 dpl). Sebagai ikan yang tergolong euryhaline, ikan nila merah dapat dibudidayakan di perairan tawar, payau, dan laut. Namun demikian, pada perairan dengan kadar garam tinggi (> 29 ppt) ikan ini masih tumbuh baik, tetapi tidak dapat berkembang biak. Nila merah dapat o tumbuh baik pada lingkungan perairan yang bersuhu antara 27-33 C, kadar oksigen terlarut >3 mg/l, pH 7-8,3 dan alkalinitas 90-190 mg/l (Anonim, 2010a). Prihatma (2000) mengemukakan o bahwa suhu air yang optimal untuk ikan nila berkisar 25-30 C, kadar garam yang disukai antara 0-35 ppt, pH optimal 7,0–8,0 dan kecerahan air yang baik 20 -35 cm. Menurut Trobos (2010) o bahwa untuk pendederan nila, kualitas air yang ideal yaitu suhu 28-32 C, transparansi air 25-50 cm pada kedalaman kolam 75 cm, DO 3-7 mg/l dan pH 6,5-8,8. Haryono et al., (2001) mengemukakan bahwa kualitas air kolam yang diperoleh selama pemeliharaan ikan nila GIFT 0 yakni 28-32 C, oksigen terlarut 5-6 mg/L, kecerahan air > 40 cm dan warna air kehijauan. Menurut Wiryanta et al., (2010) bahwa beberapa syarat tempat hidup ikan nila adalah o suhu kolam atau perairan yang dapat ditolerir adalah 15-37 C dengan suhu optimum untuk o pertumbuhan nila adalah 25-30 C. Kadar oksigen terlarut lebih dari 3 mg/l. Derajat keasamanatau pH ideal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan nila adalah 7,0. Salinitas yang baik untuk pertumbuhan ikan nila di perairan payau adalah kurang dari 25 ppt, jika salinitasnya lebih tinggi akan mudah terserang penyakit. Tingkat kecerahan air berkisar 2540 cm, kandungan karbondioksida maksimum 5 mg/l, Kadar amonia kurang dari 0,1 mg/L, tingkat alkalinitas air pada kisaran 50-300 mg/l serta bebas dari pencemaran bahan kimia. Sucipto (2005) menambahkan bahwa persyaratan kualitas air untuk budidaya ikan nila (pada o kolam air tenang) adalah suhu 25-30 C, pH 6,5-8,5 , oksigen terlarut > 5 mg/l, amonia < 0,02 mg/L dan kecerahan air lebih dari 30 cm. Sementara hasil penelitian Ath-thar et al., (2009) mendapatkan bahwa pada salinitas 5 ppt memperlihatkan pertumbuhan panjang dan bobot ikan nila merah lebih baik dan berbeda nyata dari pada salinitas 0 ppt (tawar). Parameter kualitas air yang sangat berpengaruh terhadap ikan nila adalah Suhu air. Suhu sangat berpengaruh terhadap aktifitas saluran pencernaan benih ikan nila. Makanan alami yang berupa detritus dan fauna dasar selesai dicerna dalam waktu 1,68 jam pada suhu o o o 27 – 28 C dan 1,31 jam pada suhu 32-33 C. Pada suhu 27 – 28 C pakan zooplankton dapat dicernakan dalam waktu 2,2 jam. Ikan dapat mencernakan makanannya selama 2,5 – 3 jam o o pada suhu 30 C. Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila adalah 25–30 C. Ikan nila merupakan ikan yang tahan terhadap kekurangan oksigen terlarut dalam air, namun pertumbuhan ikan ini akan optimal jika kandungan oksigen terlarut lebih dari 3 ppm. Kandungan oksigen terlarut kurang dari 3 ppm dapat menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan akhirnya mati. Ikan nila mempunyai toleransi salinitas yang cukup luas, tetapi pertumbuhan ikan nila pada kadar garam lebih dari 30 ppt akan terhambat. Pada kadar garam yang tinggi ikan membutuhkan energi yang minim untuk osmoregulasi sehingga energi yang digunakan untuk pertumbuhan berkurang. Kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan nila dikolam berkisar antara 25-40 cm (Anonim, 2009). Kisaran kualitas air yang optimal untuk ikan nila (Oreochiomis sp.) pada ukuran 5 – 7 o cm, suhu antara 25 -30 C , DO 5 ppm, pH 6,5 – 8,5, dan batasan konsentrasi amoniak yang dapat mematikan ikan berada pada 0,1 – 0,3 mg/l (Arie, 1999). Menurut Boyd (1990) menyatakan bahwa konsentrasi beracun amonia terhadap kehidupan ikan air tawar untuk jangka waktu singkat adalah 0,7 sampai 2,4 mg/l. Sedangkan konsentrasi amonia yang aman bagi ikan menurut Wedemeyer (1996) adalah 0,01 mg/l. Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN-11) - 7 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14Juli 2012 Gambar 2. Fluktuasi kandungan nitrat (mg/l) selama pemeliharaan. Nitrat adalah salah satu bentuk nitrogen yang penting dalam perairan untk budidaya, karena merupakan bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh plankton (Boyd, 1992). Hasil pengamatan kandungan nitrat dalam petak tambak cenderung meningkat seiring dengan waktu pemeliharaan yakni berkisar 0,0566 – 0,1534 mg/l. Hasil pengamatan kandungan nitrat tersebut masih layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila merah. Menurut Effendi (2003) bahwa Nitrat adalah nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat-nitrogen melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Gambar 3 . Fluktuasi kandungan Amoniak (mg/l) selama pemeliharaan. Amoniak adalah anorganik-N terpenting yang harus diketahui kadarnya dilingkungan perairan atau tambak. Senyawa ini beracun bagi organisme pada kadar relatif rendah. Sumber utama amonia dalam tambak adalah ekskresi dari ikan maupun timbunan bahan organik dari sisa pakan dan plankton dan lumut yang mati. Ikan yang menggunakan protein sebagai sumber energi menghasilkan amonia dalan metabolismenya. Kadar protein pada pakan sangat mendukung akumulasi organik-N di tambak dan selanjutnya menjadi amonia setelah mengalami proses amonifikasi. Toksisitas amoniak meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Hasil pengamatan kandungan amoniak pada media pemeliharaan ikan nila berkisar antara 0,0261-0,5955 mg/l. Konsentrasi Amoniak air media pada semua perlakuan masih pada batas yang mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan nila. Menurut Boyd (1982) bahwa kandungan amoniak dalam air sebaiknya tidak melebihi 1,2 mg/l. 8 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN -11) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Gambar 4 . Fluktuasi kandungan Phosfat (mg/l) selama pemeliharaan. Posfat adalah bentuk fosfor merupakan unsur hara yang esensial bagi tumbuhan termasuk plankton sehingga dapat berpengaruh terhadap produktifitas perairan. Ketersediaan unsur hara posfat dalam air erat kaitannya dengan kandungan unsur hara posfat tanah. Posfat dalam tanah tambak akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Hasil pengamatan kandungan fosfat pada media pemeliharaan ikan nila berkisar antara 0,0236-0,2301 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut subur. Menurut Yushimura (1983) dalam Wardoyo (1979) mengatakan bahwa ortophosphat 0,051 – 0,1 mg/l tergolong perairan dengan tingkat kesuburan baik. Gambar 5 . Fluktuasi kandungan Bahan Organik Terlarut (mg/l) selama pemeliharaan. Bahan organik total menggambarkan kandungan bahan organik total dalam suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan koloid (Hariyadi et al., 1992) serta yang mengendap di dasar perairan. Bahan organik dalam suatu perairan budidaya dapat berasal dari sisa pakan, sisa metabolisme, pupuk, plankton yang mati dan beberapa sumber lainnya. Dalam perairan bahan organik secara tidak langsung berpengaruh pada organisme budidaya karena keberadaannya dapat mempengaruhi parameter kimia air lainnya sebagai bahan yang akan terdekomposisi baik secara aerob dan anaerob. Selain itu bahan organik juga merupakan faktor pendukung akan timbulnya jamur dan bakteri yang bersifat patogen. Hasil pengamatan kandungan bahan organik total dalam media pemeliharaan cenderung meningkat seiring dengan semakin lamanya pemeliharaan, yakni berkisar 21,58-30,11 mg/l. Meagung (2000) menyatakan bahwa proses penguraian bahan organik yang terlarut dalam air dapat menghabiskan oksigen dalam air. Kondisi ini akan menghasilkan senyawa tereduksi seperti CH4, H2S, NH3 dan senyawa tereduksi lainnya. Proses penguraian ini akan berjalan lancar dengan ketersediaan oksigen terlarut yang cukup. Kesimpulan dan Saran Pemberian pakan buatan dan ampas tahu dengan rasio/level berbeda pada pendederan ikan nila merah memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertumbuhan, namun berpengaruh nyata terhadap sintasan benih nila merah. Kualitas air yang diperoleh masih Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN-11) - 9 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14Juli 2012 dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan dan kehidupan ikan nila merah. Ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk mensubtitusi pakan buatan pada fase pendederan ikan nila merah di tambak. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada rekan-rekan teknisi, Baso. M dan Haryani, yang telah membantu dengan penuh tanggung jawab, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Penelitian ini dibiayai dari Anggaran Program Insentif Riset SiNas Kementerian Riset dan Teknologi Tahun Anggaran 2012. Daftar Pustaka Afrianto,E. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius. Yogyakarta. Anonim.2007.Budidaya ikan nila merah secara intensif. http://msyaban.wordpress.com/2007/10/29/budi-daya-ikan-nila-merah-secara-intensif/ (diakses 3 April 2010). Anonim. 2010a. Budidaya ikan nila merah. http://hobiikan.blogspot.com/2009/04/budidaya-ikannila-merah.html (diakses 3 April 2010). Anonim. 2010b. Ikan Nila. http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_nila. Diakses Mei 2010. Arie, U. 1999. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Nila Gift. Penebar Swadaya. Jakarta.128 hal. Ath-thar, M.H.F., V.T. Andri & R. Gustiano. 2009. Keragaan Benih ikan nila merah (Orechromis niloticus) BEST pada berbagai salinitas berbeda. Makalah disampaikan pada Forum Inovasi teknologi Akuakultut. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Surabaya, 23-25 Juni 2009. Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture.Elsevier Scientific Publishing Company. New York. Cholik, F. Rachmansyah, & S. Tonnek. 1990. Pengaruh padat penebaran terhadap produksi nila merah (Oreochromis niloticus) di KJA. J.Penel.Budidaya Pantai(8)2:57-62. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Indonesia. Jakarta. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm. Haetami, K., I. Susangka & I. Maulina. 2006. Suplementasi asam amino pada pelet yang mengandung silase ampas tahu dan implikasinya terhadap pertumbuhan benih ikan nila gift (Oreochromis niloticus). Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. Bandung. 33 hal. Handajani, H. 2004. Pengaruh Pemberian Bekatul Terfermentasi Dengan Rhizopus sp Sebagai Penyusun Pakan Ikan Terhadap Produktivitas Ikan Nila. Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian UMM. Malang. Handajani, H. 2008. Pengujian Tepung Azolla Terfermentasi Sebagai Penyusun Pakan Ikan Terhadap Pertumbuhan dan Daya Cerna Ikan Nila Gift (Oreochromis sp) Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian UMM. Malang. Hariyadi, S.I., I.N.N. Suryadiputra & B. Widigdo. 1992. Limnologi : Metoda Analisis Kualitas Air. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 58 hal. 10 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN -11) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Hanif, S., T. Yuniarti, L. Rahmi & Suroso. 2007. Uji performansi benih nila merah asal Jawa Tengah dan Yogyakarta. Jurnal Budidaya Air Tawar. Vol 4 (1) : 32-38. Haryono, J. Kohir, Syamsir & T. Erwanto. 2001. Pertumbuhan ikan nila GIFT yang diberi pakan dengan kandungan protein hewani berbeda. Laporan Teknis. Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati. Hlm : 55-60. Hernaman, I., A.Budiman, & B. Ayuningsih. 2007. Pengaruh Penundaan Pemberian Ampas Tahu pada Domba yang Diberi Rumput Raja Terhadap Konsumsi dan Kecernaan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. 9 hal. Hidayat, M.K. 2010. Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Dasar Alternatif Pakan Buatan Untuk Ikan Lele. Jurusan Perikanan. Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang. Kementerian Pertanian Indonesia. 2011. Budidaya ikan nila. www.m.epetani.deptan.go.id. Diakses 20 Juni 2012. Kordi, K.M.G.H. 2009. Pemeliharaan Ikan Nila di Kolam Air Deras. PT Perca. Jakarta. Listiyowati, N., D. Ariyanto & E. Kusrini. 2008. Keragaan pertumbuhan beberapa strain tilapia pada beberapa lingkungan budidaya. http://www.rcaprpb.com/UserFiles/File/Buku%20Tek%20Per%20Bddy/KERAGAAN%20TI LAPIA.pdf. Diakses Mei 2010. Melati, I., Z.I. Azwar & T. Kurniasih. 2010. Pemanfaatan Ampas Tahu Terfermentasi Sebagai Substritusi Tepung Kedelai Dalam Formulasi Pakan Ikan Patin. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. Hal. 713-719. Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi, Penebar Swadaya. Depok. Meagaung, W.M.W. 2000. Karakterisasi dan pengelolaan residu bahan organik pada dasar tambak udang intensif. Disertasi. Program Pasacasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.128 hal. Prihatman, K. 2000. Budidaya ikan Nila (Oreochromus niloticus). Proyek Pengambangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan- BAPPENAS. 14 hal. Pulungan, H., J.E. van Eys, & M. Rangkuti. 1984. Penggunaan ampas tahu sebagai makanan tambahan pada domba lepas sapih yang memperoleh rumput lapangan. Ilmu dan Peternakan. 1(7):331-335. Purbomartono, C., Hartoyo, & A. Kurniawan. 2008. Pertumbuhan kompensatori pada ikan nila merah (Oreochromis niloticus) dengan interval waktu pemuasaan yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tahun 2008. Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Rukmana R,1997. Ikan Nila. Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta. Sucipto, A. 2005. Broodstock management ikan mas dan nila. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar. Sukabumi. 19 halaman. Sumardi & L.P.S. Patuan. 1983. Kandungan Unsur-unsur Mineral Essensial dalam Limbah Pertanian dan Industri Pertanian di Pulau Jawa. Proceeding Seminar. Lembaga Kimia Nasional-LIPI, Bandung. Sutrisyani & S. Rohani. 2009. Analisis Kualitas Air Payau. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta Selatan. Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN-11) - 11 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14Juli 2012 Suwoyo. H.S. & M. Mangampa. 2010. Aplikasi fermentasi ampas tahu sebagai pupuk organik pada pendederan benih nila merah (oreochromis niloticus) dalam wadah terkontrol. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tahun 2010. Jurusan perikanan dan Ilmu Kelautan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suwoyo. H.S., S.R.H. Mulyaningrum & M. Mangampa. 2012. Pendederan Benih Nila Merah (Oreochromis Niloticus) Dengan Pemberian Kombinasi Pakan Berbeda. Makalah Dipresentasikan Pada Seminar Nasional Kelautan VIII Tahun 2012. Universitas Hangtuah. Surabaya. Safruddin, D. 2003. Pembesaran Ikan Karper Di Kolam Jaring Apung. Pengelolaan Pemberian Pakan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 26 hal. Tanwiriah, W., D. Garnida, & I.Y. Asmara. 2006. Pengaruh tingkat pemberian ampas tahu dalam ransum terhadap performan entok (Muscovy duck) pada periode pertumbuhan. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Bandung. 9 hlm. Tonnek, S., D.S. Pongsapan & Rachmansyah., 1993. Polikultur nila merah dan beronang dalam keramba jaring apung di laut. J.Penel.Budidaya Pantai (9)3:47-56. Wardoyo, S.T.H. 1979. Kriteria kualitas air untuk keperluan pertanian dan perikanan. Training Analisis Dampak Lingkungan PPLH, UNDP-PUSDI-PSL-IPN. Wiryanta, B.T.W., Sunaryo, Astuti & M.B. Kuniawan. 2010. Buku Pintar. Budidaya dan Bisnis Ikan Nila. AgroMedia Pustaka. 210 hal. Yunizal. 1986. Pengaruh Pengolahan Silase Ampas Tahu terhadap Pertumbuhan ayam broiler. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Zonneveld, N., E.A. Huisman & J.H. Boom. 1991. Prinsip prinsip Budidaya Ikan, Pustaka Utama. Gramedia. Jakarta 318 hal. Tanya Jawab Penanya : Arif Pertanyaan : Bagaimana harga pasaran pakan yang digunakan pada pemeliharaan penelitian? Jawab : Dengan pengurangan pakan buatan, diharapkan mampu menekan biaya pakan. Ada peluang segmen usaha tani, yaitu sintasan yang lebih baik dan harga yang lebih rendah. 12 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (PN -11)