POTENSI ARANG AKTIF DAUN DAN RANTING AKASIA (Acacia mangium Willd.) SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP ION Pb(II) Mudmainah1, Sofia Anita2, Itnawita2 1 Mahasiswa Program S1 Kimia Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia [email protected] 2 ABSTRACT Many acacia plant grow in University of Riau campus, Panam, Pekanbaru as cover crops. It is necessary to cut the acacia branches as, it is one of some plants that is easy to fall, it resulted so many wastes from these plants, such as leaves and branches. The wastes can be used as activated charcoal. The acacia’s leaves were carbonized at 300oC in 30 minutes and 500oC for the branches in a hour, to get activated charcoal using 5% Na2CO3 as an activator. In this experiment, the activated charcoal was used as the adsorbent of lead and was analyzed by atomic absorption spectrophotometer. The characterization results showed that the activated charcoal acacia’s leaves was better than the branches. Both of the activated charcoal had been standarized based of SNI 063730-1995. However, for Iodium and Methylene blue the adsorption has not standarded of the activated charcoal. The adsorption efficiency of activated charcoal leaves and branches was higher than charcoal leaves and branches it self. Keyword : Acacia mangium Willd., Adsorben, Timbal ABSTRAK Akasia banyak tumbuh di area kampus Universitas Riau, Panam, Pekanbaru sebagai pohon pelindung. Pohon akasia merupakan salah satu tanaman yang kurang kokoh, supaya pohon ini tidak mudah roboh maka perlu pemangkasan pada dahan, sehingga banyak limbah yang dihasilkan dari tanaman ini, seperti daun dan ranting. Salah satu pemanfaatannya adalah dijadikan sebagai arang aktif. Untuk mendapatkan Arang aktif, daun akasia dikarbonisasi pada suhu 300oC selama 30 menit dan ranting pada suhu 500oC selama 1 jam, diaktivasi menggunakan aktivator Na2CO3 5%. Pada penelitian ini arang aktif digunakan sebagai adsorben terhadap ion timbal dalam larutan yang dianalisis menggunakan spektrofotometer absorpsi atom. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa arang aktif daun lebih baik dibandingkan arang aktif ranting akasia. Ke dua arang aktif tersebut berdasarkan SNI 06-3730-1995 telah memenuhi standar arang aktif untuk kandungan air dan abu. Namun, daya serap terhadap iodium dan metilen biru belum memenuhi standar arang aktif. Efisiensi penjerapan terhadap ion timbal, arang aktif daun dan ranting akasia lebih tinggi dibandingkan arang daun dan ranting akasia. Kata kunci : Acacia mangium Willd., Adsorben, Timbal. 1 PENDAHULUAN Akasia (Acacia mangium Willd.) dapat juga di sebut mangium, merupakan salah satu jenis pohon yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan merupakan salah satu jenis pohon yang dapat digunakan sebagai hutan tanaman industri di Asia dan Pasifik. Keunggulan dari jenis akasia ini selain kualitas kayunya yang baik juga mempunyai kemampuan adaptasi yang baik terhadap berbagai jenis tanah dan lingkungan (Krisnawati dkk., 2011). Akasia banyak tumbuh di area taman kampus Universitas Riau, Panam, Pekanbaru. Di samping akasia digunakan sebagai hutan tanaman industri akasia dapat juga digunakan sebagai pohon pelindung. Akasia merupakan pohon yang memiliki akar yang kurang kokoh, terlebih jika memiliki dahan yang rimbun akan mudah roboh apabila terkena angin atau gangguan dari lingkungan sekitar. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pemangkasan pada dahan-dahan (Krisnawati dkk., 2011). Pemanfaatan akasia saat ini telah mengalami peningkatan dan semakin luas, baik untuk kayu serat (pulp dan kertas), kayu pertukangan, maupun sebagai bahan bakar. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan akasia dalam bentuk kayu utuh, partikel, serat ataupun turunan kayu. Bahkan ada yang menyebutkan akasia dapat menjadi peluang yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arang. Menurut penelitian yang dilakukan Waseem dkk. (2014) menunjukkan bahwa daya serap daun akasia sebagai biosorben pada ion kadmium mencapai 80,05% pada pH 5, dan pada ion timbal hampir 100% pada pH 4. Menurut Widowati dkk. (2008) salah satu logam berat yang menjadi pendonor dalam penurunan kualitas hidup manusia yaitu timbal. Timbal banyak digunakan dalam industri seperti industri baterai, cat atau pewarna dan keramik. Timbal memiliki potensi dampak pencemaran terhadap lingkungan (tanah, air dan udara), serta timbal merupakan salah satu polutan yang sangat berbahaya bagi tubuh baik dalam bentuk cair, gas maupun aerosol (Waseem dkk., 2014). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, kadar maksimum cemaran timbal dalam perairan sebesar 0,03 ppm. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk meminimalisir terjadinya pencemaran timbal pada lingkungan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah adsorpsi, hal ini ditinjau dari kemudahan metode dan biaya yang dibutuhkan relatif murah. Adsorben yang paling banyak digunakan untuk menjerap logam berat adalah arang aktif. Hal ini dikarenakan arang aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu yang dapat menangkap partikel-pertikel yang akan diserap (Irmanto dan Suyata, 2010). Berdasarkan uraian di atas, maka melakukan penelitian untuk mengkaji lebih lanjut mengenai potensi arang aktif dari daun dan ranting akasia (Acacia mangium Willd.) sebagai adsorben terhadap timbal. Arang akasia diaktivasi menggunakan aktivator Na2CO3 5%, Penggunaan Na2CO3 sebagai bahan aktivator karena selain mudah didapatkan dan dijual bebas, senyawa Na2CO3 juga larut sempurna dalam air serta jika terurai tidak akan menghasilkan oksida logam. Senyawa Na2CO3 dapat menurunkan kadar logam Fe, Mn dan Pb pada larutan (Pari, 2004). 2 METODE PENELITIAN a. Alat yang digunakan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu tipe 7000), Spektrofotometer UV-Vis (V-1100D Spectrophotometer), lampu katoda cekung Pb, furnace (Gallenkamp Muffle Furnace Size), hot plate (PMC 502 series), desikator, oven, kertas whatman No. 42, ayakan dengan ukuran 100 dan 120 mesh, lumpang dan alu dan peralatan gelas lainnya. b. Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan adalah daun dan ranting akasia, akuades, asam nitrat pekat, larutan iodium, metilen biru, amilum, Na2CO3, Pb(NO3)2, KIO3, Na2S2O3, H2SO4, KI 10%, KH2PO4, Na2HPO4. c. Teknik pengambilan penanganan sampel daun ranting akasia dan dan matahari, kemudian dipotong kecil-kecil, sampel daun dan ranting akasia yang telah kering masing-masing dikarbonisasi pada suhu 300oC selama 30 menit pada daun akasia dan suhu 500oC selama 1 jam pada ranting akasia menggunakan furnace, selanjutnya sampel dihaluskan dengan lumpang dan diayak dengan ayakan bertingkat dengan ukuran partikel 100 dan 120 mesh. e. Aktivasi kimia pada arang daun dan ranting akasia Arang daun dan ranting akasia dengan ukuran 100 mesh ditimbang masing-masing 10 gram, kemudian direndam kedalam 100 mL larutan aktivator natrium karbonat 5%, lalu distirer selama 15 menit dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya arang disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 42, dan dicuci dengan akuades hingga pHnya netral. Kemudian masing-masing arang tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam. f. Penentuan kandungan air Sampel akasia yang digunakan untuk penelitian ini adalah sampel daun dan ranting akasia basah yang tumbuh di area kampus Universitas Riau, Panam Pekanbaru. Pohon diambil di 3 titik lingkungan yang diambil secara acak atau random sampling yaitu di lingkungan FMIPA, FKIP dan Faperi. Setiap lingkungan diambil masingmasing satu pohon dan setiap pohon diambil 2 bagian yaitu daun dan ranting. d. Proses karbonisasi ranting akasia daun dan Daun dan ranting akasia dicuci dan dijemur dengan bantuan cahaya Tahap pengujian kandungan air untuk arang aktif daun dan ranting akasia dilakukan dengan cara, cawan dipanaskan dengan oven selama 30 menit pada suhu 105oC setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang hingga beratnya konstan. Masing-masing arang aktif ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang sudah konstan, kemudian dimasukkan dalam oven yang telah diatur suhunya 105oC selama 30 menit. Sampel diangkat dan disimpan di dalam desikator selama 15 menit. Perlakuan tersebut dilakukan 3 berulang-ulang hingga diperoleh berat konstan. g. Penentuan kandungan abu Penentuan kandungan abu, krusibel dipanaskan di dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit, ditimbang hingga beratnya konstan. Masing-masing sampel arang aktif ditimbang sebanyak 1 gram dimasukkan dalam krusibel yang telah konstan. Kemudian sampel dipanaskan di dalam furnace pada suhu 800oC selama 3 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan timbang. Dengan perlakuan yang sama, diulang hingga diperolah berat konstan. h. Adsorpsi sampel terhadap iodium Masing-masing sampel arang aktif dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam, selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Masing-masing sampel ditimbang 0,5 gram, ditambahkan 50 mL larutan iodium 0,1 N, diaduk menggunakan magnetik stirer selama 15 menit kemudian didiamkan selama 15 menit. Lalu diambil 5 mL filtrat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N. Jika dalam pentitrasian warna kuning telah samar ditambahkan 1 mL larutan amilum 1%. Proses titrasi diulang kembali hingga warna biru hilang. i. Adsorpsi sampel terhadap larutan metilen biru Masing-masing sampel arang aktif sebanyak 0,5 gram dimasukkan kedalam Erlenmeyer ditambahkan metilen biru dengan konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 mL. Campuran diaduk dengan magnetik stirrer selama 15 menit. Filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang optimum. j. Adsorpsi ion timbal menggunakan arang daun dan ranting akasia tanpa aktivasi serta arang aktif daun dan ranting akasia dengan metoda SSA. Masing-masing sampel arang aktif ditimbang sebanyak 0,5 gram dan ditambahkan 50 mL larutan Pb(NO3)2 5,58 ppm, didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya diambil bagian yang jernih dengan cara disaring dengan kertas whatman No. 42, setiap filtrate dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang 283,3 nm. k. Analisis Data Analisis data hasil pengukuran potensi arang aktif daun dan ranting akasia terhadap logam timbal akan dianalisis secara statistik dengan uji t berpasangan (paired sampel statistics) dengan menggunakan tingkat kepercayaaan 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil penjerapan arang akasia tanpa aktivasi dan arang aktif akasia terhadap timbal Hasil karakterisasi arang aktif daun dan ranting akasia yang telah diaktivasi dengan Na2CO3 5% seperti kandungan air, kandungan abu, daya serap terhadap iodium dan daya serap terhadap metilen biru, dapat dilihat pada Tabel 1. 4 Tabel 1. Hasil penjerapan arang ranting dan daun akasia tanpa aktifasi serta arang aktif daun dan ranting akasia setelah aktivasi. Sampel Kandungan Kandungan arang aktif R.aL1 R.aL2 R.aL3 D.aL1 D.aL2 D.aL3 SNI Air (%) 4,42 4,49 5,03 4,69 4,64 4,19 ≤ 15 Abu (%) 05,63 10,23 02,72 03,17 02,76 01,86 ≤ 10 Daya serap Terhadap iodium (mg/g) 194,16 205,97 200,38 291,87 327,40 315,85 ≥ 750 Daya serap terhadap metilen biru (m2/g) 12,17 06,74 07,27 35,09 35,73 45,97 ≥ 120 Ket. R.aL1= Arang aktif ranting di lingkungan FMIPA, R.aL2= Arang aktif ranting di lingkungan FKIP, R.aL3= Arang aktif ranting di lingkungan Faperi, D.aL1= Arang aktif daun di lingkungan FMIPA, D.aL2= Arang aktif daun di lingkungan FKIP, D.aL3= Arang aktif daun di lingkungan Faperi. Penetapan kandungan air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis arang aktif yang diperoleh, semakin tinggi kandungan air pada suatu arang akan menurunkan hasil penjerapan dan begitu juga sebaliknya, arang aktif yang memiliki kandungan air tinggi poripori permukaan adsorben arang aktif tersebut sudah diisi dengan molekul air sehingga sedikit ruang untuk adsorbat. Data dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa arang aktif daun akasia di lingkungan Faperi 4,19% merupakan hasil karakterisasi kandungan air yang terbaik dibandingkan yang lainnya, hal ini dapat diamati pada Tabel 1. Peningkatan kandungan air selain disebabkan terjadinya higroskopisitas arang aktif terhadap uap air dari udara juga disebabkan terjadinya pengikatan molekul air oleh enam atom karbon arang aktif yang telah diaktivasi (Pari dkk., 1996). Penetapan kandungan abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral/logam yang terkandung dalam arang aktif. Secara keseluruhan arang aktif daun akasia di lingkungan Faperi sebesar 1,86% merupakan hasil karakterisasi kandungan abu yang terbaik dari yang lainnya. Tingginya kandungan abu pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh tempat tumbuh pohon akasia seperti terdapatnya pembuangan sampah, saluran pembuangan air (selokan) dan dekat dengan jalan masuk dan keluar kendaraan. Ranting memiliki kandungan abu yang tinggi dibandingkan daun karena ranting mengandung lebih banyak bahan anorganik. Penetapan daya serap arang aktif terhadap iodium bertujuan untuk mengetahui kemampuan arang aktif untuk menyerap larutan berwarna dengan ukuran molekul kurang dari 10 Å atau 1 nm. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa arang aktif daun akasia di lingkungan FKIP 327,40 mg/g merupakan hasil karakterisasi daya serap terhadap iodium yang tertinggi dibandingkan yang lainnya. Besarnya daya serap arang aktif terhadap iodium menggambarkan juga banyaknya struktur mikropori yang terbentuk. Rendahnya daya serap arang aktif ini dapat disebabkan oleh rusaknya atau erosi dinding pori karbon, sedikitnya 5 struktur mikropori yang terbentuk dan kurang dalam (Pari dkk., 2000). Penetapan daya serap arang aktif terhadap metilen biru bertujuan untuk mengetahui kemampuan arang aktif untuk menyerap larutan berwarna dengan ukuran molekul kurang dari 15 Å atau 1,5 nm. Pada penelitian ini arang aktif daun akasia di lingkungan Faperi diperoleh 45,97 m2/g merupakan hasil karakterisasi daya serap terhadap metilen biru yang tertinggi dibanding yang lainnya. Tinggi rendahnya daya serap arang aktif terhadap metilen biru menunjukkan ukuran pori-pori yang terbentuk (Achmad, 2011). Hasil penetapan daya serap terhadap metilen biru menunjukkan bahwa pori-pori yang terbentuk pada kedua arang aktif kurang efektif jika digunakan untuk menyerap molekul berukuran lebih besar dari 15 Å atau 1,5 nm. Hasil daya serap arang daun dan ranting akasia tanpa aktivasi serta arang aktif daun dan ranting akasia yang telah diaktivasi dengan Na2CO3 5% terhadap timbal, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil penjerapan arang ranting dan daun akasia tanpa aktifasi serta arang aktif daun dan ranting akasia setelah aktivasi. Sampel arang Rata-rata % efisiensi penjerapan D.ta 95.70 D.a 98.32 R.ta 95.94 R.a 98.93 Ket. D.ta = Daun tanpa aktivasi, D.a = Daun setelah aktivasi R.ta = Ranting tanpa aktivasi, R.a = Ranting setelah aktivasi. Tabel 2 di atas memperlihatkan hasil daya serap arang tanpa aktivasi dan arang aktif akasia. Data menunjukkan bahwa daya serap arang aktif daun akasia lebih tinggi dibandingkan arang daun akasia tanpa aktivasi terhadap timbal, diperoleh hasil penjerapan masing-masing yaitu 98,32% dan 95,70%, dan daya serap arang aktif ranting akasia merupakan hasil penjerapan yang tertinggi dibandingkan arang ranting akasia tanpa aktivasi terhadap timbal, yaitu 98,93% dan 95,94%. Hal ini dikarenakan Na2CO3 5% dapat melarutkan pengotor yang menutupi pori dengan optimal sehingga pori yang terbentuk dapat menjerap timbal dengan baik. Penjerapan terhadap logam timbal lebih tinggi pada bagian ranting dikarenakan pada ranting terdapat banyaknya selulosa dan lignin yang terpecah menjadi karbon sehingga poripori pada arang aktif ranting akasia lebih besar dan banyak dibandingkan daun. Suhu karbonisasi 500oC arang aktif ranting akasia merupakan suhu yang paling cepat untuk merubah selulosa dan lignin menjadi unsur karbon (Pari, 2004). Menurut Purwitasari (2011) karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Kayu secara umum disusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Demikian juga kadar karbon pada bagian pangkal batang memiliki kadar karbon paling besar dan semakin ke bagian ujung batang dan bagian pohon lainnya seperti cabang, ranting lalu ke daun kadar karbon semakin kecil. Pohon menyerap karbon melalui daun 6 dalam proses fotosintesis dan hasilnya langsung disebar keseluruh bagian pohon yang lain. Dibandingkan daun, ranting merupakan bagian pohon yang dapat menyimpan lebih banyak karbon. Daya serap terhadap iodium menunjukkan banyaknya mesopori dan mikropori, sedangkan pada metilen biru menunjukkan banyaknya makropori pada arang aktif (Anjelia, 2010). Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan daya serap iodium lebih tinggi dibandingkan metilen biru. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pori arang aktif daun dan ranting akasia tidak lebih dari 10-20 Å yang menandakan adanya mesopori dan mikropori pada arang aktif daun dan ranting akasia. Timbal merupakan unsur yang memiliki jari-jari yang cukup kecil yaitu 0,18 nm atau 1,8 Å, semakin kecil ukuran jari-jari maka ukuran partikel juga semakin kecil sehingga dalam hal ini timbal jauh lebih mudah masuk ke dalam pori-pori. Arang aktif ranting akasia memiliki efisiensi penjerapan yang lebih tinggi dibanding arang aktif daun akasia, hal ini diduga pada arang aktif ranting akasia mempunyai pori-pori jauh lebih banyak dan lebih kecil dibandingkan arang aktif daun akasia. Data hasil penelitian daya serap arang daun dan ranting akasia tanpa aktivasi serta arang aktif daun dan ranting akasia terhadap ion timbal tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu nilai thitung= 3,150 < ttabel 4,303 dengan nilai signifikansi 0,088. Begitu juga untuk arang ranting akasia tanpa aktivasi dan arang aktif ranting akasia terhadap ion timbal tidak berbeda secara signifikan dengan nilai thitung= 1,633 < ttabel 4,303 dengan nilai signifikansi 0,244. Hal ini berarti bahwa aktivator Na2CO3 5% tidak berpengaruh nyata. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil karakterisasi berdasarkan SNI 06-37301995 menunjukkan arang aktif daun akasia merupakan arang aktif kualitas terbaik dibandingkan arang aktif ranting akasia, namun dari kedua arang aktif ini belum memenuhi standar SNI 06-37301995. Untuk potensi arang aktif daun dan ranting akasia sebagai adsorben terhadap timbal dalam larutan efisiensi penjerapan pada arang aktif daun akasia 98,32% merupakan hasil penjerapan yang terbaik dibandingkan arang daun tanpa aktivasi 95,70% dengan nilai signifikansi 0,088. Arang aktif ranting akasia 98,93% relatif baik terhadap logam timbal dibandingkan arang ranting akasia tanpa aktivasi 95,94% dengan nilai signifikansi 0,244. DAFTAR PUSTAKA Achmad, A. 2011. Pembuatan, Pencirian dan Uji Daya Adsorpsi Arang aktif dari Kayu Meranti Merah (Shorea sp). Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Irmanto dan Suyata. 2009. Penurunan Kadar Amonia, Nitrit dan Nitrat Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Arang Aktif dari Ampas Kopi. Molekul. Vol. 4 (2): 105-114. Krisnawati, H., M. Kallio dan M. Kannien. 2011. Acacia mangium Willd. Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. CIFOR, Bogor, Indonesia. Pari, G. 2004. Kajian Struktur Arang Aktif dari Arang Serbuk Gergaji 7 Kayu sebagai Adsorben Emisi Formaldehid Kayu Lapis. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pari, G. 2011. Pengaruh Selulosa Terhadap Struktur Karbon Arang Bagian 1: Pengaruh Suhu Karbonisasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 29 (1): 33-45. Pari, G., Hendra,D., dan Pasaribu R.A. 2006. Pengaruh Lama Waktu Aktivasi dan Konsentrasi Asam Fosfat Terhadap Mutu Arang Aktif Kulit Kayu Acacia mangium. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 24 (1): 33-46. Pari, G., Tjutju, N. dan Hartoyo. 2000. Kemungkinan Pemanfaatan Arang Aktif Kulit Kayu Acaciamangium Willd untuk Pemurnian Minyak Kelapa Sawit. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Pusat Litbag Hasil Hutan. Vol. 8 (1): 40-53. Purwitasari, H. 2011. Model Persamaan Alometrik Biomassa dan Karbon Pohon Akasia Mangium (Acacia mangium Willd.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. RINEKA CIPTA, Surabaya. Sunardi dan Nurliana. 2008. Pemanfaatan Arang Aktif Sekam Padi dengan Aktivator Natrium Karbonat (Na2CO3) 5% untuk Mengurangi Kadar Besi (Fe) dalam Air Ledeng. Jurnal Hutan Tropis Borneo. (23): 99-104. Wasem, S., M.I. Din, S. Nasir dan A. Rasool. 2014. Evaluation of Acacia Nilotica as a Non Convensional Low Cost Biosorben for the Elimination of Pb(II) and Cd(II) Ions from Aqueous Solutions. King Saud University Arabian Journal of Chemistry. Vol. 7: 1091-1098. Widowati, W., Sastiono, A., dan Rumumpuk, R.J.2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Andi: Yogyakarta. 8