potensi arang aktif

advertisement
POTENSI ARANG AKTIF
DAUN DAN RANTING AKASIA (Acacia mangium Willd.)
SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP ION Pb(II)
Mudmainah1, Sofia Anita2, Itnawita2
1
Mahasiswa Program S1 Kimia
Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia
[email protected]
2
ABSTRACT
Many acacia plant grow in University of Riau campus, Panam, Pekanbaru as cover
crops. It is necessary to cut the acacia branches as, it is one of some plants that is easy to
fall, it resulted so many wastes from these plants, such as leaves and branches. The
wastes can be used as activated charcoal. The acacia’s leaves were carbonized at 300oC
in 30 minutes and 500oC for the branches in a hour, to get activated charcoal using 5%
Na2CO3 as an activator. In this experiment, the activated charcoal was used as the
adsorbent of lead and was analyzed by atomic absorption spectrophotometer. The
characterization results showed that the activated charcoal acacia’s leaves was better
than the branches. Both of the activated charcoal had been standarized based of SNI 063730-1995. However, for Iodium and Methylene blue the adsorption has not standarded
of the activated charcoal. The adsorption efficiency of activated charcoal leaves and
branches was higher than charcoal leaves and branches it self.
Keyword : Acacia mangium Willd., Adsorben, Timbal
ABSTRAK
Akasia banyak tumbuh di area kampus Universitas Riau, Panam, Pekanbaru sebagai
pohon pelindung. Pohon akasia merupakan salah satu tanaman yang kurang kokoh,
supaya pohon ini tidak mudah roboh maka perlu pemangkasan pada dahan, sehingga
banyak limbah yang dihasilkan dari tanaman ini, seperti daun dan ranting. Salah satu
pemanfaatannya adalah dijadikan sebagai arang aktif. Untuk mendapatkan Arang aktif,
daun akasia dikarbonisasi pada suhu 300oC selama 30 menit dan ranting pada suhu
500oC selama 1 jam, diaktivasi menggunakan aktivator Na2CO3 5%. Pada penelitian ini
arang aktif digunakan sebagai adsorben terhadap ion timbal dalam larutan yang
dianalisis menggunakan spektrofotometer absorpsi atom. Hasil karakterisasi
menunjukkan bahwa arang aktif daun lebih baik dibandingkan arang aktif ranting
akasia. Ke dua arang aktif tersebut berdasarkan SNI 06-3730-1995 telah memenuhi
standar arang aktif untuk kandungan air dan abu. Namun, daya serap terhadap iodium
dan metilen biru belum memenuhi standar arang aktif. Efisiensi penjerapan terhadap ion
timbal, arang aktif daun dan ranting akasia lebih tinggi dibandingkan arang daun dan
ranting akasia.
Kata kunci : Acacia mangium Willd., Adsorben, Timbal.
1
PENDAHULUAN
Akasia (Acacia mangium Willd.)
dapat juga di sebut mangium, merupakan
salah satu jenis pohon yang mempunyai
pertumbuhan yang cepat dan merupakan
salah satu jenis pohon yang dapat
digunakan sebagai hutan tanaman
industri di Asia dan Pasifik. Keunggulan
dari jenis akasia ini selain kualitas
kayunya yang baik juga mempunyai
kemampuan adaptasi yang baik terhadap
berbagai jenis tanah dan lingkungan
(Krisnawati dkk., 2011).
Akasia banyak tumbuh di area
taman kampus Universitas Riau, Panam,
Pekanbaru. Di samping akasia digunakan
sebagai hutan tanaman industri akasia
dapat juga digunakan sebagai pohon
pelindung. Akasia merupakan pohon
yang memiliki akar yang kurang kokoh,
terlebih jika memiliki dahan yang
rimbun akan mudah roboh apabila
terkena angin atau gangguan dari
lingkungan sekitar. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu dilakukan pemangkasan
pada dahan-dahan (Krisnawati dkk.,
2011).
Pemanfaatan akasia saat ini telah
mengalami peningkatan dan semakin
luas, baik untuk kayu serat (pulp dan
kertas), kayu pertukangan, maupun
sebagai bahan bakar. Berbagai penelitian
telah dilakukan untuk menunjang
perluasan pemanfaatan akasia dalam
bentuk kayu utuh, partikel, serat ataupun
turunan kayu. Bahkan ada yang
menyebutkan akasia dapat menjadi
peluang yang bisa dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan arang. Menurut
penelitian yang dilakukan Waseem dkk.
(2014) menunjukkan bahwa daya serap
daun akasia sebagai biosorben pada ion
kadmium mencapai 80,05% pada pH 5,
dan pada ion timbal hampir 100% pada
pH 4.
Menurut Widowati dkk. (2008)
salah satu logam berat yang menjadi
pendonor dalam penurunan kualitas
hidup manusia yaitu timbal. Timbal
banyak digunakan dalam industri seperti
industri baterai, cat atau pewarna dan
keramik. Timbal memiliki potensi
dampak
pencemaran
terhadap
lingkungan (tanah, air dan udara), serta
timbal merupakan salah satu polutan
yang sangat berbahaya bagi tubuh baik
dalam bentuk cair, gas maupun aerosol
(Waseem
dkk.,
2014).
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001, kadar maksimum cemaran timbal
dalam perairan sebesar 0,03 ppm. Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode
untuk
meminimalisir
terjadinya
pencemaran timbal pada lingkungan.
Salah satu metode yang dapat
digunakan adalah adsorpsi, hal ini
ditinjau dari kemudahan metode dan
biaya yang dibutuhkan relatif murah.
Adsorben yang paling banyak digunakan
untuk menjerap logam berat adalah
arang aktif. Hal ini dikarenakan arang
aktif memiliki ruang pori sangat banyak
dengan ukuran tertentu yang dapat
menangkap partikel-pertikel yang akan
diserap (Irmanto dan Suyata, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, maka
melakukan penelitian untuk mengkaji
lebih lanjut mengenai potensi arang aktif
dari daun dan ranting akasia (Acacia
mangium Willd.) sebagai adsorben
terhadap timbal. Arang akasia diaktivasi
menggunakan aktivator Na2CO3 5%,
Penggunaan Na2CO3 sebagai bahan
aktivator
karena
selain
mudah
didapatkan dan dijual bebas, senyawa
Na2CO3 juga larut sempurna dalam air
serta
jika
terurai
tidak
akan
menghasilkan oksida logam. Senyawa
Na2CO3 dapat menurunkan kadar logam
Fe, Mn dan Pb pada larutan (Pari, 2004).
2
METODE PENELITIAN
a. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada
penelitian ini adalah Spektrofotometer
Serapan Atom (Shimadzu tipe 7000),
Spektrofotometer UV-Vis (V-1100D
Spectrophotometer),
lampu
katoda
cekung Pb, furnace (Gallenkamp Muffle
Furnace Size), hot plate (PMC 502
series), desikator, oven, kertas whatman
No. 42, ayakan dengan ukuran 100 dan
120 mesh, lumpang dan alu dan
peralatan gelas lainnya.
b. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan adalah
daun dan ranting akasia, akuades, asam
nitrat pekat, larutan iodium, metilen biru,
amilum, Na2CO3, Pb(NO3)2, KIO3,
Na2S2O3, H2SO4, KI 10%, KH2PO4,
Na2HPO4.
c. Teknik
pengambilan
penanganan sampel daun
ranting akasia
dan
dan
matahari, kemudian dipotong kecil-kecil,
sampel daun dan ranting akasia yang
telah
kering
masing-masing
dikarbonisasi pada suhu 300oC selama
30 menit pada daun akasia dan suhu
500oC selama 1 jam pada ranting akasia
menggunakan
furnace,
selanjutnya
sampel dihaluskan dengan lumpang dan
diayak dengan ayakan bertingkat dengan
ukuran partikel 100 dan 120 mesh.
e. Aktivasi kimia pada arang daun
dan ranting akasia
Arang daun dan ranting akasia
dengan ukuran 100 mesh ditimbang
masing-masing 10 gram, kemudian
direndam kedalam 100 mL larutan
aktivator natrium karbonat 5%, lalu
distirer selama 15 menit dan didiamkan
selama 24 jam. Selanjutnya arang
disaring menggunakan kertas saring
Whatman No. 42, dan dicuci dengan
akuades hingga pHnya netral. Kemudian
masing-masing
arang
tersebut
dikeringkan dalam oven pada suhu
105oC selama 24 jam.
f. Penentuan kandungan air
Sampel akasia yang digunakan
untuk penelitian ini adalah sampel daun
dan ranting akasia basah yang tumbuh di
area kampus Universitas Riau, Panam
Pekanbaru. Pohon diambil di 3 titik
lingkungan yang diambil secara acak
atau random sampling yaitu di
lingkungan FMIPA, FKIP dan Faperi.
Setiap lingkungan diambil masingmasing satu pohon dan setiap pohon
diambil 2 bagian yaitu daun dan ranting.
d. Proses karbonisasi
ranting akasia
daun
dan
Daun dan ranting akasia dicuci
dan dijemur dengan bantuan cahaya
Tahap pengujian kandungan air
untuk arang aktif daun dan ranting akasia
dilakukan
dengan
cara,
cawan
dipanaskan dengan oven selama 30
menit pada suhu 105oC setelah itu
dimasukkan ke dalam desikator selama
15 menit dan ditimbang hingga beratnya
konstan. Masing-masing arang aktif
ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam cawan yang sudah
konstan, kemudian dimasukkan dalam
oven yang telah diatur suhunya 105oC
selama 30 menit. Sampel diangkat dan
disimpan di dalam desikator selama 15
menit. Perlakuan tersebut dilakukan
3
berulang-ulang hingga diperoleh berat
konstan.
g. Penentuan kandungan abu
Penentuan
kandungan
abu,
krusibel dipanaskan di dalam oven pada
suhu 105oC selama 30 menit dan
didinginkan dalam desikator selama 15
menit, ditimbang hingga beratnya
konstan. Masing-masing sampel arang
aktif ditimbang sebanyak 1 gram
dimasukkan dalam krusibel yang telah
konstan. Kemudian sampel dipanaskan
di dalam furnace pada suhu 800oC
selama 3 jam. Selanjutnya dimasukkan
ke dalam desikator selama 15 menit dan
timbang. Dengan perlakuan yang sama,
diulang hingga diperolah berat konstan.
h. Adsorpsi sampel terhadap iodium
Masing-masing sampel arang
aktif dipanaskan dalam oven pada suhu
1050C selama 1 jam, selanjutnya
dimasukkan ke dalam desikator selama
30 menit. Masing-masing sampel
ditimbang 0,5 gram, ditambahkan 50 mL
larutan iodium
0,1 N,
diaduk
menggunakan magnetik stirer selama 15
menit kemudian didiamkan selama 15
menit. Lalu diambil 5 mL filtrat
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N.
Jika dalam pentitrasian warna kuning
telah samar ditambahkan 1 mL larutan
amilum 1%. Proses titrasi diulang
kembali hingga warna biru hilang.
i. Adsorpsi sampel terhadap larutan
metilen biru
Masing-masing sampel arang
aktif sebanyak 0,5 gram dimasukkan
kedalam
Erlenmeyer
ditambahkan
metilen biru dengan konsentrasi 100
ppm sebanyak 50 mL. Campuran diaduk
dengan magnetik stirrer selama 15
menit. Filtrat yang diperoleh diukur
absorbansinya pada panjang gelombang
optimum.
j. Adsorpsi ion timbal menggunakan
arang daun dan ranting akasia
tanpa aktivasi serta arang aktif
daun dan ranting akasia dengan
metoda SSA.
Masing-masing sampel arang
aktif ditimbang sebanyak 0,5 gram dan
ditambahkan 50 mL larutan Pb(NO3)2
5,58 ppm, didiamkan selama 24 jam.
Selanjutnya diambil bagian yang jernih
dengan cara disaring dengan kertas
whatman No. 42, setiap filtrate dianalisis
dengan spektrofotometer serapan atom
(SSA) pada panjang gelombang 283,3
nm.
k. Analisis Data
Analisis data hasil pengukuran
potensi arang aktif daun dan ranting
akasia terhadap logam timbal akan
dianalisis secara statistik dengan uji t
berpasangan (paired sampel statistics)
dengan
menggunakan
tingkat
kepercayaaan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Hasil penjerapan arang
akasia tanpa aktivasi dan arang
aktif akasia terhadap timbal
Hasil karakterisasi arang aktif
daun dan ranting akasia yang telah
diaktivasi dengan Na2CO3 5% seperti
kandungan air, kandungan abu, daya
serap terhadap iodium dan daya serap
terhadap metilen biru, dapat dilihat pada
Tabel 1.
4
Tabel 1. Hasil penjerapan arang ranting dan daun akasia tanpa aktifasi serta arang
aktif daun dan ranting akasia setelah aktivasi.
Sampel
Kandungan
Kandungan
arang aktif
R.aL1
R.aL2
R.aL3
D.aL1
D.aL2
D.aL3
SNI
Air (%)
4,42
4,49
5,03
4,69
4,64
4,19
≤ 15
Abu (%)
05,63
10,23
02,72
03,17
02,76
01,86
≤ 10
Daya serap
Terhadap iodium
(mg/g)
194,16
205,97
200,38
291,87
327,40
315,85
≥ 750
Daya serap
terhadap metilen
biru (m2/g)
12,17
06,74
07,27
35,09
35,73
45,97
≥ 120
Ket. R.aL1= Arang aktif ranting di lingkungan FMIPA, R.aL2= Arang aktif ranting di lingkungan
FKIP, R.aL3= Arang aktif ranting di lingkungan Faperi, D.aL1= Arang aktif daun di
lingkungan FMIPA, D.aL2= Arang aktif daun di lingkungan FKIP, D.aL3= Arang aktif daun
di lingkungan Faperi.
Penetapan
kandungan
air
bertujuan untuk mengetahui sifat
higroskopis arang aktif yang diperoleh,
semakin tinggi kandungan air pada suatu
arang akan menurunkan hasil penjerapan
dan begitu juga sebaliknya, arang aktif
yang memiliki kandungan air tinggi poripori permukaan adsorben arang aktif
tersebut sudah diisi dengan molekul air
sehingga sedikit ruang untuk adsorbat.
Data
dari
hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa arang aktif daun
akasia di lingkungan Faperi 4,19%
merupakan hasil karakterisasi kandungan
air yang terbaik dibandingkan yang
lainnya, hal ini dapat diamati pada Tabel
1. Peningkatan kandungan air selain
disebabkan terjadinya higroskopisitas
arang aktif terhadap uap air dari udara
juga disebabkan terjadinya pengikatan
molekul air oleh enam atom karbon
arang aktif yang telah diaktivasi (Pari
dkk., 1996).
Penetapan
kandungan
abu
bertujuan untuk mengetahui kandungan
mineral/logam yang terkandung dalam
arang aktif. Secara keseluruhan arang
aktif daun akasia di lingkungan Faperi
sebesar
1,86%
merupakan
hasil
karakterisasi kandungan abu yang
terbaik dari yang lainnya. Tingginya
kandungan abu pada penelitian ini
diduga dipengaruhi oleh tempat tumbuh
pohon akasia seperti terdapatnya
pembuangan
sampah,
saluran
pembuangan air (selokan) dan dekat
dengan jalan masuk dan keluar
kendaraan. Ranting memiliki kandungan
abu yang tinggi dibandingkan daun
karena ranting mengandung lebih banyak
bahan anorganik.
Penetapan daya serap arang aktif
terhadap iodium bertujuan untuk
mengetahui kemampuan arang aktif
untuk menyerap larutan berwarna
dengan ukuran molekul kurang dari 10 Å
atau 1 nm. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa arang aktif daun
akasia di lingkungan FKIP 327,40 mg/g
merupakan hasil karakterisasi daya serap
terhadap
iodium
yang
tertinggi
dibandingkan yang lainnya. Besarnya
daya serap arang aktif terhadap iodium
menggambarkan
juga
banyaknya
struktur mikropori yang terbentuk.
Rendahnya daya serap arang aktif ini
dapat disebabkan oleh rusaknya atau
erosi dinding pori karbon, sedikitnya
5
struktur mikropori yang terbentuk dan
kurang dalam (Pari dkk., 2000).
Penetapan daya serap arang aktif
terhadap metilen biru bertujuan untuk
mengetahui kemampuan arang aktif
untuk menyerap larutan berwarna
dengan ukuran molekul kurang dari 15 Å
atau 1,5 nm. Pada penelitian ini arang
aktif daun akasia di lingkungan Faperi
diperoleh 45,97 m2/g merupakan hasil
karakterisasi daya serap terhadap metilen
biru yang tertinggi dibanding yang
lainnya. Tinggi rendahnya daya serap
arang aktif terhadap metilen biru
menunjukkan ukuran pori-pori yang
terbentuk (Achmad, 2011). Hasil
penetapan daya serap terhadap metilen
biru menunjukkan bahwa pori-pori yang
terbentuk pada kedua arang aktif kurang
efektif jika digunakan untuk menyerap
molekul berukuran lebih besar dari 15 Å
atau 1,5 nm.
Hasil daya serap arang daun dan
ranting akasia tanpa aktivasi serta arang
aktif daun dan ranting akasia yang telah
diaktivasi dengan Na2CO3 5% terhadap
timbal, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil penjerapan arang ranting dan daun akasia tanpa aktifasi serta arang
aktif daun dan ranting akasia setelah aktivasi.
Sampel arang
Rata-rata % efisiensi penjerapan
D.ta
95.70
D.a
98.32
R.ta
95.94
R.a
98.93
Ket. D.ta = Daun tanpa aktivasi, D.a = Daun setelah aktivasi R.ta = Ranting tanpa aktivasi, R.a =
Ranting setelah aktivasi.
Tabel 2 di atas memperlihatkan
hasil daya serap arang tanpa aktivasi dan
arang aktif akasia. Data menunjukkan
bahwa daya serap arang aktif daun
akasia lebih tinggi dibandingkan arang
daun akasia tanpa aktivasi terhadap
timbal, diperoleh hasil penjerapan
masing-masing yaitu 98,32% dan
95,70%, dan daya serap arang aktif
ranting
akasia
merupakan
hasil
penjerapan yang tertinggi dibandingkan
arang ranting akasia tanpa aktivasi
terhadap timbal, yaitu 98,93% dan
95,94%. Hal ini dikarenakan Na2CO3 5%
dapat melarutkan pengotor yang
menutupi pori dengan optimal sehingga
pori yang terbentuk dapat menjerap
timbal dengan baik.
Penjerapan
terhadap
logam
timbal lebih tinggi pada bagian ranting
dikarenakan pada ranting terdapat
banyaknya selulosa dan lignin yang
terpecah menjadi karbon sehingga poripori pada arang aktif ranting akasia lebih
besar dan banyak dibandingkan daun.
Suhu karbonisasi 500oC arang aktif
ranting akasia merupakan suhu yang
paling cepat untuk merubah selulosa dan
lignin menjadi unsur karbon (Pari,
2004). Menurut Purwitasari (2011)
karbon merupakan bahan organik
penyusun dinding sel-sel batang. Kayu
secara umum disusun oleh selulosa,
lignin dan bahan ekstraktif yang
sebagian besar disusun dari unsur
karbon. Demikian juga kadar karbon
pada bagian pangkal batang memiliki
kadar karbon paling besar dan semakin
ke bagian ujung batang dan bagian
pohon lainnya seperti cabang, ranting
lalu ke daun kadar karbon semakin kecil.
Pohon menyerap karbon melalui daun
6
dalam proses fotosintesis dan hasilnya
langsung disebar keseluruh bagian
pohon yang lain. Dibandingkan daun,
ranting merupakan bagian pohon yang
dapat menyimpan lebih banyak karbon.
Daya serap terhadap iodium
menunjukkan banyaknya mesopori dan
mikropori, sedangkan pada metilen biru
menunjukkan banyaknya makropori
pada arang aktif (Anjelia, 2010).
Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan daya
serap iodium lebih tinggi dibandingkan
metilen biru. Hal ini menunjukkan
bahwa ukuran pori arang aktif daun dan
ranting akasia tidak lebih dari 10-20 Å
yang menandakan adanya mesopori dan
mikropori pada arang aktif daun dan
ranting akasia.
Timbal merupakan unsur yang
memiliki jari-jari yang cukup kecil yaitu
0,18 nm atau 1,8 Å, semakin kecil
ukuran jari-jari maka ukuran partikel
juga semakin kecil sehingga dalam hal
ini timbal jauh lebih mudah masuk ke
dalam pori-pori. Arang aktif ranting
akasia memiliki efisiensi penjerapan
yang lebih tinggi dibanding arang aktif
daun akasia, hal ini diduga pada arang
aktif ranting akasia mempunyai pori-pori
jauh lebih banyak dan lebih kecil
dibandingkan arang aktif daun akasia.
Data hasil penelitian daya serap
arang daun dan ranting akasia tanpa
aktivasi serta arang aktif daun dan
ranting akasia terhadap ion timbal tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan
yaitu nilai thitung= 3,150 < ttabel 4,303
dengan nilai signifikansi 0,088. Begitu
juga untuk arang ranting akasia tanpa
aktivasi dan arang aktif ranting akasia
terhadap ion timbal tidak berbeda secara
signifikan dengan nilai thitung= 1,633 <
ttabel 4,303 dengan nilai signifikansi
0,244. Hal ini berarti bahwa aktivator
Na2CO3 5% tidak berpengaruh nyata.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat
disimpulkan
bahwa
hasil
karakterisasi berdasarkan SNI 06-37301995 menunjukkan arang aktif daun
akasia merupakan arang aktif kualitas
terbaik dibandingkan arang aktif ranting
akasia, namun dari kedua arang aktif ini
belum memenuhi standar SNI 06-37301995. Untuk potensi arang aktif daun
dan ranting akasia sebagai adsorben
terhadap timbal dalam larutan efisiensi
penjerapan pada arang aktif daun akasia
98,32% merupakan hasil penjerapan
yang terbaik dibandingkan arang daun
tanpa aktivasi 95,70% dengan nilai
signifikansi 0,088. Arang aktif ranting
akasia 98,93% relatif baik terhadap
logam timbal dibandingkan arang
ranting akasia tanpa aktivasi 95,94%
dengan nilai signifikansi 0,244.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A. 2011. Pembuatan, Pencirian
dan Uji Daya Adsorpsi Arang
aktif dari Kayu Meranti Merah
(Shorea sp). Skripsi, Institut
Pertanian Bogor.
Irmanto dan Suyata. 2009. Penurunan
Kadar Amonia, Nitrit dan Nitrat
Limbah Cair Industri Tahu
Menggunakan Arang Aktif dari
Ampas Kopi. Molekul. Vol. 4
(2): 105-114.
Krisnawati, H., M. Kallio dan M.
Kannien. 2011. Acacia mangium
Willd. Ekologi, Silvikultur dan
Produktivitas. CIFOR, Bogor,
Indonesia.
Pari, G. 2004. Kajian Struktur Arang
Aktif dari Arang Serbuk Gergaji
7
Kayu sebagai Adsorben Emisi
Formaldehid
Kayu
Lapis.
Disertasi.
Institut
Pertanian
Bogor, Bogor.
Pari,
G. 2011. Pengaruh Selulosa
Terhadap Struktur Karbon Arang
Bagian 1: Pengaruh Suhu
Karbonisasi. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. Vol. 29 (1): 33-45.
Pari, G., Hendra,D., dan Pasaribu R.A.
2006. Pengaruh Lama Waktu
Aktivasi dan Konsentrasi Asam
Fosfat Terhadap Mutu Arang
Aktif Kulit Kayu Acacia
mangium. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. Vol. 24 (1): 33-46.
Pari, G., Tjutju, N. dan Hartoyo. 2000.
Kemungkinan
Pemanfaatan
Arang
Aktif
Kulit
Kayu
Acaciamangium Willd untuk
Pemurnian
Minyak
Kelapa
Sawit. Buletin Penelitian Hasil
Hutan, Pusat Litbag Hasil
Hutan. Vol. 8 (1): 40-53.
Purwitasari, H. 2011. Model Persamaan
Alometrik Biomassa dan Karbon
Pohon Akasia Mangium
(Acacia
mangium
Willd.).
Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran
Lingkungan. RINEKA CIPTA,
Surabaya.
Sunardi
dan
Nurliana.
2008.
Pemanfaatan Arang Aktif Sekam
Padi dengan Aktivator Natrium
Karbonat (Na2CO3) 5% untuk
Mengurangi Kadar Besi (Fe)
dalam Air Ledeng. Jurnal Hutan
Tropis Borneo. (23): 99-104.
Wasem, S., M.I. Din, S. Nasir dan A.
Rasool. 2014. Evaluation of
Acacia Nilotica as a Non
Convensional
Low
Cost
Biosorben for the Elimination of
Pb(II) and Cd(II) Ions from
Aqueous Solutions. King Saud
University Arabian Journal of
Chemistry. Vol. 7: 1091-1098.
Widowati, W., Sastiono, A., dan
Rumumpuk, R.J.2008.
Efek
Toksik Logam Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran.
Andi: Yogyakarta.
8
Download