9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kanker Serviks a

advertisement
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Kanker Serviks
a. Pengertian Kanker Serviks
Kanker leher rahim atau yang disebut kanker serviks
merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim
yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina)
(Shadine, 2012, p.113). Kanker leher rahim muncul karena adanya
pertumbuhan sel yang tidak normal sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada leher rahim atau mengahalangi leher rahim
(Maharani, 2012, p.77).
Gambar 2.1 Organ Reproduksi Wanita
Sumber : http://belajarpsikologi.com/organ-reproduksi-wanita.
9
10
Selama terjadi perubahan sel, pengobatan yang tepat akan
segera dapat menghentikan sel-sel yang abnormal tersebut sebelum
berubah menjadi sel kanker. Perkembangan kanker serviks termasuk
penyakit yang cukup lama karena masa preinvasif (pertumbuhan selsel abnormal sebelum menjadi keganasan) sehingga apabila penderita
yang berhasil mendeteksinya sejak dini, dapat melakukan berbagai
langkah untuk mengatasi terjadinya kanker serviks pada dirinya
(Tilong, 2012, p.16).
b. Jenis-jenis Kanker Serviks
Ada dua jenis kanker serviks utama kanker serviks, yaitu karsinoma sel
skuamosa dan adenokarsinoma. Sekitar 8-10 jenis kasus kanker serviks
adalah karsinoma sel skuamosa (sel-sel yang menutupi permukaan
serviks) dan sisanya adalah adenokarsinoma (dimulai pada sel-sel
kelenjar yang membuat lendir) (Indah, 2010, p.54).
c.
Faktor-faktor Penyebab Kanker Serviks
Maharani (2012, p.78) menyatakan hingga sekarang, belum
diketahui secara pasti perihal penyebab kanker leher rahim atau
kanker serviks. Namun, terdapat kaitan yang cukup erat antara kanker
serviks dengan infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
Menurut Setiati (2009, p.6) faktor-faktor penyebab kanker
kanker serviks antara lain adalah sebagai berikut :
11
1. Bahan kimia
Zat nikotin yang dikandung tembakau mempunyai kecenderungan
mempengaruhi selaput lendir mulut rahim sehingga membuatnya
rentan terhadap sel-sel kanker.
2. Virus
Beberapa virus berkaitan erat dengan perubahan sel normal
menjadi sel kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab kanker
atau virus onkogenik. Virus yang dapat menyebabkan kanker
serviks adalah virus Human Papilloma Virus (HPV).
3. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan oleh kelenjar tubuh yang
berfungsi untuk pengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput
tertentu. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian
hormon
tertentu
secara
berlebihan
dapat
menyebabkan
peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker, seperti kanker
serviks.
d. Faktor Pemicu Kanker serviks
Kanker serviks juga dapat dipicu oleh tiga faktor :
1. Faktor Alamiah
Faktor alamiah adalah faktor-faktor yang secara alami terjadi pada
seseorang dan memang tidak bisa untuk mencegahnya. Orang
yang termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks
12
adalah usia diatas 35 tahun. Semakim tua seseorang wanita, makin
tinggi risiko terkena kanker serviks (Shanty, 2011).
2. Faktor kebersihan
a) Keputihan yang dibiarkan secara terus-menerus tanpa diobati.
ada dua macam keputihan, yaitu yang normal dan yang tidak
normal. Keputihan yang normal bila lendir berwarna bening,
tidak berbau, dan tidak gatal. Bila salah satu saja dari ketiga
syarat tersebut tidak terpenuhi, berarti keputihan itu tidak
normal (Shanty, 2011, p.72).
b) Penyakit Menular Seksual
PMS merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual (Shanty, 2011, p.73).
c) Pemakaian pembalut yang mengandung bahan dioksin
Dioksin merupakan bahan pemutih yang digunakan untuk
memutihkan pembalut hasil daur ulang dari bahan bekas,
misalnya krayon, kardus (Shanty, 2011, p.73).
d) Membasuh kemaluan dengan air yang tidak bersih, misalnya di
toilet-toilet umum yang tidak terawat. Air yang tidak bersih
banyak dihuni oleh kuman-kuman (Shanty, 2011, p.73).
3. Faktor pilihan
a) Berhubugan seksual pertama kali diusia terlalu muda
b) Berganti-ganti partner seks
c) Memiliki banyak anak (lebih dari 5 orang)
13
d) Tidak melakukan pap smear secara rutin (Shanty, 2011, p.73).
e. Faktor Risiko Kanker Serviks
Menurut Nurwijaya (2010, p.34) faktor risiko kanker
serviks adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi virus HPV
dan faktor lain yang memudahkan terjadinya kanker serviks atau
meningkatkan risiko menderita kanker serviks.
Ada beberapa faktor lain yang memicu timbulnya risiko
terserang kanker serviks seperti berikut ini :
1) Riwayat Keluarga
Seseorang yang mempunyai riwayat keluarga dengan kanker
serviks mempunyai risiko yang sangat besar untuk menderita
kanker serviks (Tilong, 2012, p.33).
2) Sering mencuci vagina dengan antiseptik yang tidak dianjurkan
oleh Dokter.
Terlalu sering menggunakan antiseptikuntuk mencuci vagina dapat
memicu kanker serviks. Dengan mencuci terlalu sering maka dapat
menyebabkan iritasi di serviks. Iritasi ini akan merangsang
terjadinya perubahan sel yang akhirnya berubah menjadi kanker
(Sukaca, 2009, p. 42).
3) Kebiasaan Merokok
Menurut Nurwijaya (2010, p.36-37) bahan-bahan kimia yang
ditemukan dalam rokok setelah terhisap melalui paru-paru dapat
14
terdistribusi luas ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Zat nikotin
yang dikandung tembakau mempunyai kecenderungan
mempengaruhi selaput lendir mulut rahim sehingga membuatnya
rentan terhadap sel-sel kanker.
4) Pemakaian bedak pada vagina
Sering menaburi vagina dengan bedak dapat menimbulkan iritasi
sehingga dapat menimbulkan kanker serviks (Tilong, 2012, p.34).
5) Perilaku seks
Faktor-faktor risiko kanker serviks yang berhubungan erat dengan
perilaku, meliputi :
a) Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia muda.
b) Pasangan seksual lebih dari satu (multipartner sex), meskipun
telah memakai kondom (Sukaca, 2009, p.47-48).
6) Penggunaan pil KB yang terlalu lama
Maharani (2012, p.82) Selain para perempuan yang terinfeksi
HPV, perempuan yang juga menggunakan pil-pil pengontrol
kelahiran untuk jangka waktu yang lama, misalnya lebih dari lima
tahun atau lebih bisa lebih berisiko menderita kanker serviks.
7) Penggunaan hormon estrogen bagi wanita yang telah menopause
tidak sesuai aturan (Tilong, 2012, p.34).
8) Gangguan sistem kekebalan tubuh
Menurut Sukaca (2009, p. 38) wanita yang terkena gangguan
kekebalan tubuh atau kondisi imunosupresi (penurunan kekebalan
15
tubuh) dapat terjadi peningkatan terjadinya kanker leher rahim.
Pada wanita imunokompromise (penurunan kekebalan tubuh)
seperti transplantasi ginjal dan HIV, dapat mengakselerasi
(mempercepat) pertumbuhan sel kanker dari noninvasif menjadi
invasif (tidak ganas menjadi ganas).
9) Paritas
Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah
melahirkan bayi yang dapat hidup atau vaibel. Paritas yang
berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang
atau jarak persalinan terlampau dekat. Sebab dapat menyebabkan
perubahan sel-sel abnormal pada serviks (Sukaca, 2009, p.46).
10) Usia
Para wanita yang rawan menderita kanker serviks biasanya berusia
antara 35-50 tahun, terutama yang aktif seksual sebelum usia 16
tahun (Tilong, 2012, p.16).
f. Patofisiologi Kanker Serviks
Menurut Shadine (2012, p. 14) kanker mulut ditandai
dengan tumbuhnya sel-sel pada mulut rahim yang tidak lazim
(abnormal). Sebelum menjadi sel-sel kanker, terjadi beberapa
perubahan yang dialami oleh sel-sel tersebut selama bertahun-tahun.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa yang menyababkan
kanker serviks adalah Human Papilloma Virus atau HPV. Diantara
sekian jenis virus HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks ialah
16
tipe 16 dan 18. Perjalanan infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks
memakan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 10-20 tahun. Akan
tetapi, proses penginfeksian ini sering kali tidak disadari oleh para
penderita karena proses HPV kemudian menjadi prakanker yang
sebagian besar berlangsung tanpa gejala (Tilong, 2012, p.13-14).
Sukaca (2009, p.27-28) proses terjadinya kanker leher
rahim dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang
menjadi seldisplastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia
berat dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian
berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS
dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi
karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma
in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
g. Tanda dan Gejala Kanker Serviks
Perubahan awal yang terjadi pada sel leher rahim tidak
selalu merupakan suatu tanda-tanda kanker. Perdarahan vagina yang
tidak normal, yaitu perdarahan yang terjadi diantara periode-periode
teratur menstruasi, perdarahan setelah hubungan seks, penyemprotan
air, atau pemeriksaan lapisan dari bagian tubuh diantara pinggul,
periode-periode menstruasi yang berlangsung lebih lama dan lebih
berat dari pada ssebelumnya dan perdarahan setelah menopause
(Maharani, 2012, p.83).
17
h. Gambaran Klinis Kanker Serviks
Menurut Tilong (2012, p.19) Apabila kanker serviks sudah
menyebar ke panggul, pasien akan menderita keluhan nyeri punggung,
hambatan dalam berkemih serta pembesaran ginjal. Berikut ini adalah
gambaran klinis kanker serviks:
1) Perdarahan rahim yang abnormal
2) Siklus menstruasi yang abnormal
3) Perdarahan diantara dua siklus menstruasi (pada wanita yang masih
mengalami menstruasi)
4) Perdarahan vagina atau spotting pada wanita setelah masa
menopause
5) Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang
berusia di atas 40 tahun)
6) Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
7) Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pascamenopause)
8) Nyeri atau sulit untuk berkemih
9) Nyeri saat melakukan hubungan seksual
10) Kotoran vagina yang meningkat
11) Nyeri pada pelvis
Berbagai infeksi atau masalah kesehatan lain juga dapat
menyebabkan gejala-gejala kanker serviks. Hanya Dokter yang dapat
memastikannya. Seorang wanita yang memiliki gejala-gejala tersebut
18
sebaiknya memberi tahu Dokter sehingga bisa sisiagnosis dan dirawat
sedini mungkin (Maharani, 2012).
i. Stadium Kanker Serviks
Menurtu Sukaca (2009, p.65-66) sistem yang umumnya
digunakan untuk pembagian stadium kanker serviks adalah sistem
yang diperkenalkan oleh International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO). Pada sistem ini, angka romawi 0 sampai IV
menggambarkan stadium kanker. Semakin besar angkanya, maka
kanker semakin serius dan dalam tahap lanjut.
Gambar 2.2 Stadium Kanker Serviks
Sumber : http://2.bp.blogspot.com/stadium+serviks.jpg
Stadium kanker serviks ditentukan melalui pemeriksaan
klinik dan sebaiknya pemeriksaan dilakukan di bawah pengaruh
anestesia umum. Penentuan stadium ini harus mempunyai hubungan
19
dengan kondisi klinis, didukun oleh bukti-bukti klinis dan sederhana
(Aziz, 2006, p.446).
Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks
Stadium
0
I
IA
IA1
IA2
IB
IB1
IB2
II
IIA
IIB
III
IIIA
IIIB
IV
IVA
IVB
Penyebaran Kanker
Stadium ini disebut juga carsinoma in situ (CIS). Tumor
masih dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks.
Kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum
menyebar kemanapun.
Karsinoma mikroinvasif
Dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop.
Kedalaman invasi stroma ≤ 3 mm dan perluasan
horizontal ≤ 7 mm.
Dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop.
Kedalaman invasi stroma > 3 mm tapi tidak > 5 mm dan
perluasan horizontal ≤ 7 mm.
Secara klinis sudah diduga adanya tumor mikroskopik
labih dari IA2
Dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang.
Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm.
Dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang.
Ukuran lebih besar dari 4 cm.
Kanker berada di bagian dekat serviks tapi tidak sampai
dinding panggulatau 1/3 bawah vagina.
Kanker meluas sampai keatas vagina, tapi belum
menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina.
Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan
serviks, namun belum sampai ke dinding pangggul.
Kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina
dan serviks sepanjang dinding panggul. Mungkin dapt
menghambat aliran urin ke kandung kemih.
Kanker menyebar 1/3 bagian bawah vaginatapi tidak
sampai ke dinding panggul
Kanker menyebar ke dinding panggul
Pada stadium ini kanker telah menyebar ke bagian lain
tubuh, seperti kandung kemih, rektum atau paru-paru.
Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung
kemih dan rektum.
Kanker telah menyebar ke organ tubuh yang lebih jauh,
seperti paru-paru.
Sumber : Rasjidi (2009, p.68).
20
j. Pemeriksaan Kanker Serviks
Menurut Sukaca (2009, p. 102-109) Berikut ini adalah
beberapa pemeriksaan yang dilakukan oleh Dokter jika mempunyai
gejala kanker serviks.
1) Kolposkopi
Kolposkopi
merupakan
suatu
pemeriksaan
untuk
melihat
permukaan leher rahim. Pemeriksaan ini menggunakan mikroskop
berkekuatan rendah yang memperbesar permukaan leher rahim.
Perbesarannya dari 10-40 kali dari ukuran normal. Ini dapat
membantu mengidentifikasi area permukaan leher rahim yang
menunjukkan ketidaknormalan.
2) Vagina Inflamation Self Test Card
Vagina Inflamation Self Test Card adalah alat pendeteksian yang
dapat menjadi “warning sign” yang ditest dengan alat ini adalah
tingkat keasaman (pH). Test ini cukup akurat sebab pada umunya
apabila seorang wanita terkena infeksi myom, kista bahkan kanker
serviks, kadar pHnya tinggi. Dengan begitu maka melalui test ini
paling tidak wanita dapat mengetahui kondisi vagina mereka.
3) Kolpomikroskopi
Kolpomikroskopi adalah pemerikasaan yang bergabung dengan
pap smear. Kolpomikroskopi dapat melihat hapusan vagina (pap
smear) dengan pembesaran sampai 200 kali.
21
4) Sitologi
Sitologi adalah pemeriksaan untuk mendeteksi lesi secara dini.
Sejak kanker masih dalam tingkat displasia dan NIS. Ketelitian
sitologi melebihi 90% bila dilakukan dengan baik.
k. Pencegahan Kanker Serviks
Menurut Sukaca (2009, p.111-112) pencegahan displasia
atau pra kanker adalah mencegah sebelum datangnya kanker leher
rahim. Banyak sekali yang dapat kita lakukan. Hal ini dapat dilakukan
dengan pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Berikut ini
adalah cara menghindari displasia kanker leher rahim :
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah sebuah pencegahan terhadap etiologi
(penyebab) kanker. Pencegahan primer ini dilakukan pada orang
yang sehat (bebas kanker). Hal ini untuk menghindari faktor risiko
yang dapat dikontrol. Cara-cara penceghan primer adalah sebagai
berikut :
a) Hindari merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena
kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak
merokok.
Zat
yang
terkandung
dalam
nikotin
akan
mempermudah selaput sel lendir sel-sel tubuh bereaksi.
Sedangkan isi daerah serviks adalah lendir. Dengan begitu
22
risiko untuk berkembang sel yang abnormal akan semakin
mudah.
b) Hindari hubungan seksual terlalu dini
Pada umunya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita
tersebut berusia 20 tahun ke atas. Seorang wanita yang rawan
terkena kanker adalah yang menjalin hubungan seks pada usia
remaja atau paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun
karena sel-sel mukosa pada serviks belum matang.
c) Makanlah makanan yang mengandung vitamin C, Beta Karoten
dan Asam Folat
Vitamin C, beta karoten dan asam folat dapat memperbaiki atau
memperkuat mukosa serviks. Kekurangan vitamin C, beta
karoten dan asam folat bisa menyebabkan timbulnya kanker
serviks. Beta karoten banyak terdapat dalam wortel, vitamin C
terdapat dalam buah-buahan berwarna oranye, sedangkan asam
folat terdapat dalam makanan hasil laut.
d) Jangan mencuci vagina terlalu sering
Terlalu sering mencuci vagina ternyata dapat menimbulkan
gejala kanker serviks. Mencuci vagina walau dengan antiseptik
atau deodorant mampu menibulkan iritasi di serviks. Jika
pencucian itu terlalu sering maka dapat menimbulkan iritasi
berlebihan. Dengan begitu maka akan merangsang terjadinya
perubahan sel. Pada akhirnya dapat berubah menjadi kanker.
23
e) Jangan menaburi bedak di sekitar vagina
Pada usia subur sering terjadi ovulasi dan pada ovulasi terjadi
perlukaan di ovarium. Partikel bedak yang masuk akan
menempel pada luka tersebut dan merangsang bagian luka
untuk berubah sifat menjadi kanker.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan dengan
cara:
a) Pap smear
Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang
diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah
mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi
dari sel tersebut. Perubahan sel-sel leher rahim yang terdeteksi
secara dini akan memungkinkan beberapa tindakan pengobatan
diambil sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel
kanker.
b) Ispeksi Visual Asam Asetat (IVA)
IVA merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher
rahim sedini mungkin. Alat ini begitu sederhana sebab saat
pemeriksaan tidak perlu ke laboratorium.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier untuk mencegah timbulnya komplikasi kanker.
Komplikasi apa yang mungkin akan timbul akan dapat diantisipasi
24
kalau mengetahui kanker itu, patologi serta epidemiologinnya.
Pencegahan Tersier dapat dilakukan dengan:
a) Vaksin HPV dan screening
Upaya pencegahan pada kanker serviks berupa vaksinasi dan
deteksi dini sangat penting dilakukan karena dapat membantu
menurunkan angka prevalensi kanker serviks. Vaksin HPV
terbukti efektif terhadap lesi pra-kanker
yang dihubungkan
dengan HPV tipe ke-16 dan 18 (dua tipe penyebab utama 70%
kasus kanker serviks).
b) Vaksin menggunakan AS04
Tidak semua teknologi vaksin itu sama. Banyak sekali jenis
vaksin yang sekarang digunakan untuk pencegahan kanker
serviks. Ada sistem terbaru dari vaksin yang dapat merangsang
tubuh menjadi kuat dan stabil. Ada sebuah terobosan baru
bahwa sistem ajuvan nomor 4 (AS04) dapat merespon tubuh
dibandingkan dengan sistem vaksin yang lain. Ajuvan tersebut
bisa berlaku seperti boster, yang sangat berguna membantu
membentuk respon kekebalan yang lebih tinggi.
l. Pengobatan Kanker Serviks
Pengobatan kanker leher rahim ditentukan oleh berat ringan
penyakit atau stadium. Umumnya pada stasium awal tindakan operasi
menjadi pilihan pertama. Pemilihan modalitas pengobatan lain seperti
penyinaran dan pemberian sitostatika (kemoterapi) dilakukan pada
25
kasus yang lanjut atau khusus. Ada juga tindakan pengobatan berupa
gabungan yang terdiri dari operasi dan radiasi, operasi dan kemoterapi,
radiasi dan kemoterapi, atau operasi, radiasi dan kemoterapi (Shadine,
2012, p.152-153).
Menurut
Sukaca
(2009,
p.138-149)
beberapa
cara
pengobatan kanker serviks antara lain:
1) Terapi Radiasi
Terapi radiasi atau sering disebut dengan radioterapi dapat
digunakan untuk mengobati kanker leher rahim. Pengobatan ini
menggunakan sinar pengion. Namun bisa juga menggunakan
gelombang panas (hyperthermia). Gelombang panas ini digunakan
untuk mendapatkan respon radiasi yang lebih baik untuk tumortumor tertentu.
2) Biopsi
Pengobatan dengan biopsi adalah pengobatan dengan cara operasi.
Dengan
biopsi
dapat
ditemukan
atau
ditentukan
jenis
karsinomanya. Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul
tampak suatu pertumbuhan atau luka serviks, atau jika Pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
3) Konisasi
Konisasi adalah cara mengakat jaringan yang mengandung selaput
lendir serviks dan epitel gepeng serta kelenjarnya. Konisasi
dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak
26
tampak kelainan-kelainan yang jelas. Konisasi ini dapat dilakukan
dengan pisau atau alat khusus dan jangan dengan alat hot cones.
Konisasi mencakup ekso dan endoserviks. Konisasi dapat
diarahkan dengan kolposkopi atau test Schiller.
4) Histerektomi
Histerektomi merupakan sebuah operasi pengangkatan kandungan
(rahim, uterus) seorang wanita. Hal ini sangat disayangkan sebab
setelah menjalani histerektomi seorang wanita tidak mungkin lagi
untuk hamil dan mempunyai anak. Operasi ini sangatlah berbahaya
dan merupakan pilihan berat bagi seorang wanita. Sebab tindakan
medis ini menyebabkan kemandulan. Ada 3 macam tipe
histerektomi, yaitu:
a) Histerektomi total (lengkap)
Pada tipe ini, uterus diangkat bersama mulut rahim. Teknik ini
paling banyak dilakukan. Penderita masih dapat terkena kanker
leher rahim, sehingga masih perlu pemeriksaan Pap smear
secara rutin.
b) Histerektomi subtotal (parsial)
Hanya mengangkat bagian atas uterus sedangkan mulut rahim
dibiarkan ditempatnya.
c) Histerektomi radikal
Histerektomi radikal adalah hanya mengangkat uterus, mulut
rahim, bagian atas vagina dan jaringan penyangga yang ada
27
disekitarny. Jenis ini biasanya dilakukan pada beberapa kasus
kanker.
d) Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral
Histerektomi
dan
salfingo-ooforektomi
bilateral
yaitu
pengangkatan uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopi dan
kedua ovarium. Pengankatan ovarium menyebabkan keadaan
seperti menopause.
5) LSH
LSH adalah Histerektomi Supraservikal Laparaskopi. LSH tidak
menggunakan irisan pada bagian atas vagina, tetapi hanya irisan
pada perut. Melalui irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus
kemudian dipotong-potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar
melalui lubang laparoskop.
6) Kemoterapi
Kemoterapi adalah sebuah pengobatan yang bersifat adjuvant atau
paliatif. Sel yang aktif membelah dapat diperkecil dengan obatobatan sitostatika. Obat-obatan sitostatika bekerja pada salah satu
atau beberapa fase dari siklus sel. Dengan begitu maka
memerlukan pengobatan yang berulang.
7) Terapi biologis
Terapi biologis adalah pengobatan dengan menggunakan zat-zat
untuk memperbaiki kekebalan tubuh dalam melawan penyakit.
28
Pengobatan ini dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke
tubuh lain.
2. Kontrasepsi Oral
a. Pengertian Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga
bersifat permanen (Prawirohardjo, 2008; p. 534).
Kontrasepsi oral adalah kontrasepsi berupa pil atau obat
yang berbentuk tablet berisi hormon estrogen dan progesteron
(Anggraini, 2011, p.142).
b. Jenis-jenis Kontrasepsi Oral
1) Pil Oral Kombinasi (POK)
a) Pengertian Pil Oral Kombinasi
Menurut Anggraini (2011, p.142-143) pil oral kombinasi
adalah pil kontrasepsi yang mencegah terjadinya ovulasi dan
mempunyai efek lain terhadap traktus genitalis, seperti
menimbulkan perubahan-perubahan pada lendir serviks, pada
motilas tuba fallopi dan uterus.
(1) Estrogen dalam POK, yang digunakan adalah 2 senyawa
estrogen : Ethinyl estradiol (EE), Mestranol (diubah
dihepar menjadi EE yang aktif). Dosis yang umum
digunakan saat ini adalah : 1,2-1,4 x lebih kuat dari pada
mestranol.
29
(2) Progestin dalam POK, senyawa progestin yang dipakai saat
ini adalah :
Tabel 2.2 Progestin dalam Pil Oral Kombinasi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Kelompok Norethingrome
Norethindrone
Norethindrone Asetat
Ethynodiol Diasetat
Lynsestrenol
Norethynodrel
Kelompok Nosgetrel
Nosgestrel
Levonorgestrel
Desogestrel
Gestodene
Dosis progestin dari kelompok nosgestrel lebih baik
dalam mengontrol perdarahan irreguler dibandingkan dengan
progestin dari kelompok norethindrane.
b) Jenis Pil Oral Kombinasi
Menurut Handayani (2010, p.99) jenis kontrasepsi oral
kombinasi antara lain :
(1) Monofasik : Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen/ progestin dalam dosis
yang sama, dengan7 tablet tanpa hormon aktif estrogen/
progestin, jumlah dan porsi hormonnya konstan setiap hari.
(2) Bifasik : Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen/ progestin, dengan 2
dosis berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif. Dosis hormon
bervariasi setiap hari.
(3) Trifasik : Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen/ progestin, dengan 3
30
dosis berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif. Dosis dan
hormon bervariasi setiap hari
c) Cara kerja Pil Oral Kombinasi
Menurut Anggraini (2011, p.143) cara kerja kontrasepsi oral
kombinasi yaitu :
(1) Menekan ovulasi
(2) Mencegah implantasi
(3) Lendir serviks mengental sehingga sulit dilalui oleh sperma.
d) Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur dengan
sendirinya akan terganggu pula
e) Keuntungan Pil Oral Kombinasi
Menurut Anggraini (2011, p.143-144) keuntungan dari
kontrasepsi oral kombinasi antara lain:
(1) Memiliki efektifitas bila digunakan setiap hari
(2) Risiko terhadap kesehatan sangat kecil
(3) Tidak mengganggu hubungan seksual
(4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid
berkurang (mencegah anemia) dan tidak terjadi nyeri haid.
(5) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih
ingin menggunakan untuk mencegah kehamilan
(6) Dapat digunakan usia remaja hingga menopause
(7) Mudah dihentikan setiap saat
(8) Kesuburan segera kembali setelah pengguaan pil dihentikan
31
(9) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat
(10) Membantu mencegah : kehamilan ektopik, kanker
ovarium, kenker endometrium, kista ovarium, penyakit
radang panggul, kelainan jinak payudara, disminorhea dan
acne.
f) Keterbatasan/kekurangan Pil Oral Kombinasi
Handayani (2010, p.100) kekurangan pil oral kombinasi antara
lain :
(1) Mahal dan membosankan karena digunakan setiap hari
(2) Mual, 3 bulan pertama
(3) Pusing
(4) Nyeri payudara
(5) Kenaikan berat badan
(6) Tidak mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS)
(7) Tidak boleh untuk ibu yang menyusui
(8) Dapat meningkatkan tekanan darah sehingga risiko strok.
g) Indikasi Pil Oral Kombinasi
Indikasi/ yang boleh menggunakan, pada prinsipnya semua ibu
boleh menggunakan pil, seperti:
(1) Usia reproduksi
(2) Telah memiliki anak ataupun belum
(3) Gemuk atau kurus
(4) Setelah melahirkan dan tidak menyusui
32
(5) paska keguguran
(6) anemia karena haid berlebihan
(7) riwayat kehamilan ektopik
(8) siklus haid tidak teratur
(9) kelainan payudara jinak
(10) kencing manis tanpa kompilkasi pada ginjal, pembuluh
darah, mata dan syaraf (Handayani, 2011, p.100).
h) Kontra indikasi/ yang tidak boleh menggunakan POK
Menurut Handayani (2010, p.101) kontraindikasi penggunaan
kontrasepsi oral kombinasi yaitu:
(1) Absolut
(a) Trombophlebitis, serebrovaskuler (pernah dan sedang)
(b) Jantung iskemik/ arteri koroner
(c) Karsinoma payudara
(d) Kehamilan
(e) Tumor hepar, ikterus/ hepatitis
(f) Perdarahan abnormal dari genetalia tana sebab
(g) Neoplasma,
hiperlipidemia
(Handayani, 2010, p.100-101).
(2) Relatif kuat
(a) Sakit kepala hebat
(b) Hipertensi
(c) Diabetes mellitus
(kongenital/
famimial)
33
(d) Penyakit kantong empedu yang aktif
(e) Rencana operasi besar elektif dalam 4 mmg yad/
memerlukan immobilisasi.
(f) Tungkai bawah di gips dalam waktu yang lama
(g) Umur >40 tahun disertai riwayat kardiovaskuler
(h) Umur 35 tahun perokok berat (>15 batang perhari)
(i) Myoma uteri
(j) Epilepsi
i) Cara penggunaan Pil Oral Kombinasi
Handayani (2010, p.101-102) cara penggunaan kontrasepsi oral
kombinasi antara lain :
(1) Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada waktu
yang sama
(2) Pil pertama dimulai hari pertama siklus haid ini sangat
dianjurkan
(3) Bila paket 28 pil habis mulai minum dari paket yang baru,
paket 21 pil habis sebaiknya tunggu 1 minggu baru minum
pil dari paket yang baru
(4) Bila muntah dalam waktu 2 jam, minum pil lain atau
gunakan kontrasepsi lain
(5) Pil oral bukan barier mekanis terhadap penularan PHS dan
tidak melindungi akseptor terhadap virus HIV
34
(6) Bila lupa minu 1 pil setelah ingat segera minum pil yang
lupa dan minumlah pil untuk hari ini seperti biasa
(7) Bila lupa 2 pil setalah ingat segara minum 2 pil hari itu dan
2 pil lagi hari berikutnya. Dampaknya spotting lebih besar,
gunakan kondom/ abstinens sampai terjadi haid
(8) Lupa minum 3 pil berturut-turut/ lebih hentikan pemakaia,
gunakan metode lain bila ingin menggunakan pil lagi
tunggu menstruasi dan gunakan dari kemasan yang baru
j) Waktu penggunaan minum pil:
(1) Setiap saat asalkan ibu tidak hamil
(2) Hari pertama-hari ke-7 siklus haid
(3) Boleh menggunakan pada hari ke-8, perlu menggunakan
metode kontrasepsi yang lain sampai hari ke 14 atau tidak
melakukan hubungan seksual
(4) Setelah melahirkan : setelah 6 bulan pemberian ASI
eksklusif, setelah 3 bulan dan tidak menyusui, paska
keguguran
(5) Bila berhenti menggunakan kontrasepsi injeksi, dan ingin
menggantikan dengan pil kombinasi, pil dapat segera
diberikan tanpa perlu menunggu haid
35
2) Mini Pil/ Pil Progetin
a) Pengertian Mini Pil
Mini pil adalah merupakan pil kontrasepsi yang
berisi hormon sintesis progesteron (Handayani, 2010, p.103).
Menurut Anggranini (2011, p.145) mini pil adalah
pil kontrasepsi yang mengandung progestin saja, tanpa
estrogen. Dosis progestinnya kesil yaitu 0,5 mg atau kurang.
Mini pil bukan menghambat ovulasi karena selama memakan
pil mini ini kadang-kadang masih dapat terjadi. Kandungan
progestin yang terdapat didalam mini pil terdiri dari 2 golongan
yaitu :
(1) Analog progesteron
(a) Chlormadinone asetat
(b) Megastrol asetat
Namun keduanya tidak dipakai lagi karena dapat
menyebabkan benjolan/ nodule payudara pada binatang
percobaan anjing beagle
(2) Derivat testosterona (ig-norsteroids), ditemukan 1970-1n
dan digunakan sampai sekarang
(a) Norethindrone
(b) Norgestrel
(c) Ethynodiol
(d) Lynestrenol
36
b) Jenis Mini Pil
Mini pil ada dua jenis, yaitu :
(1) Kemasan dengan isi 35 pil : 300 mg levonorgestrel atau 350
mg norethindrone
(2) Kemasan dengan isi 28 pil : 75 mg nosgetrel (Anggraini,
2011, P.146).
c) Cara kerja Mini Pil
Anggraini (2011, p.146) cara kerja kontrasepsi mini pil antara
lain :
(1) Mensegah terjadinya ovulasi pada beberapa siklus
Pencegahan ovulasi disebabkan gangguan pada sekresi
hormon LH oleh kelenjar hypophyse, sehingga tidak terjadi
puncak mid-siklus
(2) Perubahan mobilitas tuba
Perubahan mobilitas tuba sehingga fertilisasi terganggu
karena transpor ovum melalui saluran tuba mungkin di
percepat sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
fertilisasi
(3) Perubahan dalam endometrium
Mini pil mengganggu berkembangnya siklus endometrium
sehingga endometrium berada dalam fase yang salah atau
menunjukkan sifat-sifat ireguler atau atrofis, sehingga
37
endometrium tidak dapat menerima ovum yang telah
dibuahi.
(4) Perubahan lendir serviks
Progestin
mencegah
penipisan
lendir
serviks
pada
pertengahan siklus sehingga lendir serviks tetap kental dan
sedikit yang dapat menghambat penetrasi sperma
(5) Perubahan dalam fungsi corpus luteum
Corpus
luteum
berfungsi
abnormal
dimana
sekresi
progesteron sangat sedikit sekali sehingga tidak terjadi
kontrasepsi normal atau implantasi
d) Efektivitas Mini Pil
Sangat efektif 98,5%. Pengguna jangan sampai lupa 1 atau 2
pil, jangan sampai muntah, diare, karena kemungkinan
terjadinya kehamilan sangat besar (Handayani, 2010, p.104).
e) Keuntungan Mini Pil
Handayani (2010, p.104), keuntungan dari kontrasepsi mini pil
yaitu:
(1) Keuntungan kontraseptif
(a) Sangat efektif bila digunakan secara benar
(b) Tidak mengganggu hubungan seksual
(c) Tidak berpengaruh terhadap pemberian ASI
(d) Segera bisa kembali ke kondisi kesuburan bila
dihentikan
38
(e) Tidak mengandung estrogen
(2) Keuntungan non kontrasepsi
(a) Bisa mengurangi kram haid
(b) Bisa mengurangi perdarahan haid
(c) Bisa memperbaiki kondisi anemia
(d) Memberi perlindungan terhadap kanker endometrium
(e) Mengurangi keganasan penyakit payudara
(f) Mengurangi kehamilan ektopik
(g) Memberi perlindungan terhadap beberapa penyebab
PID
f) Kelemahan Mini Pil
Anggranini (2011, p.147) kelemahan kontrasepsi mini pil,
antara lain:
(a) Hampir 30-60% mengalami gangguan haid (perdarahan
sela, berat/ spotting, amenore)
(b) Peningkatan atau penurunan berat badan
(c) Harus digunakan setiap hari pada waktu yang sama
(d) Bila lupa 1 pil saja, kegagalam menjadi lebih besar
(e) Peyudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatis
(f) Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi, yaitu 4 dari 100
kehamilan diduga, mini pil mengganggu motilitas tuba
sehingga memicu implantsi lebih awal, blastokis tidak
sampai ketempat implantaasinya diendometrium
39
(g) Efektifitasnya menjadi rendah bila digunakan bersamaan
dengan obat tubercolusis atau obat epilepsi
(h) Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual atau
HIV/AIDS
(i) Hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan didaerah
muka), tetapi sangat jarang terjadi
g) Indikasi Mini Pil
Anggranini (2011, p.147) yang boleh menggunakan/ indikasi
kontrasepsi pil yaitu:
(1) Usia reprosduksi
(2) Telah memiliki anak atau belum
(3) Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat efektif
selama periode menyusui
(4) Paska persalinan dan tidak menyusui
(5) Paska keguguran
(6) Perokok segala usia
(7) Mempunyai tekanan darah tinggi (selama <180/110 mmHg)
atau dengan masalah pembekuan darah
(8) Tidak boleh menggunakan estrogen atau lebih senang tidak
menggunakan estrogen
h) Kontra indikasi Mini Pil
Anggranini (2011, p.147) yang tidak boleh menggunakan/
kontraindikasi kontrasepsi pil yaitu
40
(1) Hamil atau diduga hamil
(2) Perdarahan pervaginam yang jelas penyebabnya
(3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid
(4) Menggunakan obat tubercolusis (rifampisin) atau obat
untuk epilepsi (fetinon dan barbiturat)
(5) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara
(6) Sering lupa menggunaka pil
(7) Mioma uterus, karena progestin memicu pertumbuhan
mioma uterus
(8) Riwayat stroke, karena progentin menyebabkan spasma
pembuluh darah
i) Cara penggunaan Mini Pil
Handayani (2010, p.105-106) cara penggunaan pil progestin
antara lain :
(1) Minumlah pil pertama pada hari yang pertama masa haid
(2) Jika memulai minum pil setelah hari pertama masa haid,
tetapi belum hari ke 7, gunakan metode penunjang untuk 48
jam berikutnya
(3) Habiskan semua pil dalam kemasan tersebut. Mulai dengan
kemasan baru lagi pada hari setelah meminum pil terakhir
dari kemasan terdahulu
41
(4) Jika muntah dalam waktu 30 menit setelah minum pil,
minumlah 1 pil lagi atau gunakan metode penunjang jika
akan berhubungan seks selama 48 jam berikutnya
(5) Jika lupa minum 1 pil atau lebih, harus segera minum pil
berikutnya bila ingat. Gunakan metode penunjang bila akan
berhubungan seks selama 48 berikutnya
(6) Jika tidak mengalami haid sebanyak 2 kali atau lebih, harus
pergi ke klinik untuk memeriksakan apakah hamil. Jangan
berhenti minum pil kecuali jika sudah tahu bahwa hamil
j) Waktu minum Mini Pil
Handayani, 2010, p.105-106) waktu yang tepat untuk
menggunakan atau minum kontrasepsi mini pil yaitu:
(1) Setiap saat merasa yakin tidak hamil
(2) Hari pertama sampai hari ke 5 siklus menstruasi
(3) Bila menggunakan setelah hari ke 5 gunakan metode
kontrasepsi lain untuk 2 hari, atau tidak melakukan
hubungan seksual selama 2 hari
(4) Postpartum 6 minggu dan 6 bulan
(5) Pasca aborsi (segera)
(6) Ganti cara
3. Penggunaan Kontasepsi Pil pada Usia Perimenopause
Perimenopause
dibagi
atas
pra
dan
pascamenopause.
Memberikan kontrasepsi hormonal seperti pil pada usia ini perlu hari-hati
42
keran pada usia tersebut mulai muncul penyakit-penyakit lain yang lazim
ditemukan, seperti hipertensi, kegemukan, yang semua ini merupakan
faktor risiko untuk pemberian pil. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa
pemberian pil kontrasepsi pada usia >35 tahun banyak juga nilai
positifnya, seperti jumlah darah haid menjadi berkurang (Baziad, 2008,
p.161).
4. Mortalitas Pada penggunaan Kontrasepsi hormonal Pil
Angka mortalitas meningkat pada wanita pemakai kontrasepsi
hormonal pil. Tingginya mortalitas erat kaitannya dengan lama
penggunaan, usia pasien, dosis estrogen yang digunakan, serta ada
tidaknya faktor risiko. Penggunaan pada usia <35 tahun sangat kecil
ditemukan komplikasi, dibandingkan penggunaan pada usia >35 tahun.
Pada wanita usia <35 tahun yang tidak merokok, risiko mortalitas selama
penggunaan pil adalah 1:77.000, sedangkan pada yang merokok adalah
1:10.000. pada kelompok usia 35-44 tahun yang tidak merokok, risikonya
1:6.700, pada yang merokok 1:2.000. pada usia >45 tahun yang tidak
merokok, risikonya 1:2.500, pada yang merokok 1:500 (Baziad, 2008,
p.64).
Mortalitas yang berkaitan dengan keganasan dijumpai lebih
rendah pada penggunaan kontrasepsi hormonal pil. Kontrasepsi pil
memiliki efek protektif terhadap terjadinya kanker korpus uteri dan kanker
ovarium. Angka kejadian kanker serviks sedikit meningkat dan
peningkatan ini erat kaitannya dengan lama penggunaan pil kontrasepsi.
43
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, maka untuk menurunkan
angka mortalitas tidak perlu kiranya terlebih dahulu mengenal berbagai
faktor risiko seorang wanita, seperti melakukan anamnesis yang baik,
mengenal berbagai kontraindikasi serta melakukan kontrol yang teratur
(Baziad, 2008, p.65).
5. Pengaruh Kontrasepsi Pil terhadap Terjadinya Neoplasia Serviks
Pemberian pil kontrasepsi dapat menyebabkan hipersekresi
kelenjar endoservikal serta proliferasi kelanjar endoservikal. Keadaan ini
terutama disebabkan oleh komponen gestagen yang terdapat didalam pil
kontrasepsi. Selain itu gestagen juga menyebabkan metaplasia dan
displasia epitel portio dan selaput lendir dari endoserviks. Terdapat
informasi bahwa kejadian kanker serviks termasuk stadium prakankernya
sedikit meningkat di bawah pengaruh pil kontrasepsi. Kontrasepsi
hormonal pil meningkatkan risiko kanker serviks bagi wanita dengan
HPV. Diduga gestagen memicu efek karsinogenik dari HPV (Baziad,
2008, p.90).
44
B. Kerangka Teori
Berdasarkan teori di atas disusun kerangka teori sebagai berikut:
Faktor Penyebab kanker serviks :
1.
2.
3.
4.
5.
Bahan kimia
Virus HPV
Hormon
usia diatas 35 tahun
Keputihan yang dibiarkan
secara terus-menerus tanpa
diobati.
6. Pemakaian pembalut yang
mengandung bahan dioksin
7. Membasuh kemaluan dengan
air yang tidak bersih
Faktor Risiko kanker serviks :
1. Riwayat Keluarga
2. Sering
mencuci
vagina
dengan antiseptik
3. Kebiasaan Merokok
4. Pemakaian bedak pada vagina
5. Perilaku seks
6. Penggunaan pil KB yang
Stadium Kanker
Servik
terlalu lama
7. Penggunaan hormon estrogen
bagi wanita yang telah
menopause tidak sesuai aturan
8. Gangguan sistem kekebalan
tubuh
9. Paritas
Skema 2.3 Kerangka Teori
Sumber : modifikasi Shadine (2012), Maharani (2012), Tilong (2012), Sukaca (2009), Indah
(2010), Rasjidi (2009)
45
C. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Lama
Penggunaan
Kontasepsi oral pada
wanita usia lebih dari 35
tahun
Stadium Kanker
Serviks
Skema 2.4 Kerangka Konsep
D. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan lama penggunaan kontrasepsi oral pada wanita
usia lebih dari 35 tahun dengan stadium kanker serviks di RSUD Kota
Semarang.
Download