Media Tanggol Hlm/klm lul ~JtW A--S , b /tPR.I L 2..RFv<t • • OLEH ILHAM KHOIRI Gusti Ayu Kadek Mumiasih (alrnarhumah) dan Edmondo Zanolini berpameran bersama dengan tajuk "Murni and Mondo" di Istituto Italiano di Cultura, Jakarta, 3-28 April ini. Kedua seniman yang berasal dari Bali dan Italia itu sama-sama mengulik persoalan tubuh dengan semangat pembebasan. Dalam pameran ini ditampilkan 13lukisan Murni dan 11 karya Mondo. Meski sama-sama mengangkat persoalan tubuh, kedua seniman yang menjadi pasangan hid up selama 14 tahun lebih itu punya sudut pandang yang berbeda. Mumi menguak tubuh sebagai ekspresi yang jujur dan menggugat, sedangkan Mondo mengarah pada pewacanaan. Sebagaimana sudah banyak dikenal, lukisan-Iukisan Murni langsung menyedot perhatian karena mengumbar bagian-bagian tubuh perempuan dan laki-Iaki yang selama ini ditabukan. Vagina, penis, payudara, bokong, paha, betis, mulut, lldah, atau angdigota tubuh lain-yang asosiasikan dengan urusan seks-digambar vulgar. tubuh intim itu diperbersama benda-benda lain dalam adegan khayali yang aneh. A1at kelamin perempuan, midilekatkan dengan bulu, paku, gunting, paruh burung, atau kupu-kupu. Kali lain, penis laki-Iaki bisa digubah bentuknya sehingga menyerupai telepon genggam, atau disandingkan dengan sepatu. Tangan perempullf1 kadang distilasi men- jadi mirip penis yang bengkak. Penggambaran dan permainan visual dengan anggota genital tubuh itu mengejutkan. Pada satu sisi, kita menangkap adanya kebencian pada tubuh sendiri akibat trauma mengerikan yang sullt dienyahkan. Pada saat bersamaan, muncul kesan tubuh itu jadi alat pemenuhan hasrat yang menikmatkan, bahkan menaklukkan. Ambilah contoh, lukisan perempuan yang mengempit gunting tepat pada vaginanya Karya ini langsung bisa mengundang kesan, betapa ada seorang perempuan hendak menjadikan alat kelaminnya serupa gunting yang bisa saja memotong kelamin laki-Iaki. Pada karya lain, muncul tangan perempuan yang memainkan telepon genggam yang bentuknya mirip penis. Bagaimana dengan Mondo? Lukisan-Iukisan seniman laki-Iaki ini juga banyak mengangkat tubuh. Dengan teknik lebih beragam, dia menempatkan tubuh dalam persoalan hubungan patriarkis antara laki-Iaki yang mendominasi dan perempuan yang • ~ ,- • Medlo Tenggel Hlm/klm • • • • • • ~----------------------------. - , KOMPAS/ I LHA M KHOIRJ • Lukisan berjudul "My Mom" karya I GAK MllI"illasih yang ditampilkan dalam Pameran "Murni and Mondo" di Istituto Ita).iano d1 Cultura, Jakarta, 3-28 April. Media •• Tanggal • Hlm/klm tertekan. Dia berbicara lebih umum dan agak berjarak. Dalam seri lukisan Under The Table, contohnya, Mondo menggambarkan seorang gadis yang duduk dengan punggung terteIruk di bawah meja Perempuan itu sulit bangkit karena terimpit papan meja yang keras. "Saya ingin mengkritik fenomena laki-laki yang selalu berkuasa dan perempuan yang kerap jadi korban," katanya. Pembebasan • Lalu, di mana letak semangat pembebasan dalam karya Murni? Pertama-tama, lukisan seniman otodidak ini menempatkan tubuh dengan otonomi yang utuh. Kedua, dia bebas berbagi cerita seputar trauma yang pemah mendera tubuhnya Di sini, proses melukis yang berulang-ulang sekaligus menjadi terapi bagi kesakitan hatinya Ketiga, lewat lukisannya, Murni seakan menebar ajakan agar perempllan menjadi lebih otonom terhadap tubuhnya sendirL Spirit ini cukup relevan di tengah kecenderungan umum perempuan sekarang yang nyaris kehilangan kontrol terhadap tubuhnya sendiri. Industri terus mendorong tubuh perempuan untuk memenuhi citra muda, seksi, dan indah jadi komoditas yang jual tinggi. Pen- • • • citraan yang menekankan sisi penampakan tubuh ini potensial menggerus otonomi perempuan sebagai individu yang UIlik. "Lukisan Murni tidak pas di~ lihat sebagai gambar pomo atau sensual, tetapi lebih menyerupaS gugatan sosial untuk melawan dominasi laki-Iaki," kata Jean Couteau, pengamat seni asal Perancis yang tinggal di Bali. ' Bagi dunia seni rupa Indonesia, karya-karya Murni seka; ligus juga jadi dokumentasi per; jalanan seorang seniman perem! puan yang berdamai dengan hi~ dupnya. Dalam umumya yang pendek, Murni menjalani hid up yang berat. Seni lukis membukakan jalan bagi perempuan ini untuk membebaskan dirinya . Murni lahir BaIj, tahun 1966: Dia pemah jadi korban kekerasan seksual saat bocah. Keluarganya yang miskin memboyong dia un: tuk bertransmigrasi ke Sulawesi Selatan, tetapi tidak berhasil. juga sempat ke Jakarta sebagai pembantu rumah tangga, dan kemudian kembali ke Bali. ' Murni pemah menikah, tetapi gagal. Hidupnya berangsur membaik setelah bertemu Mondo di Bali. Mondo akhimya menjadi pasangan hidup sekali~ pendukung kegiatan seni lukis perempuan itu. Murni akibat kanker rahim, Janllari Dia 2006lalu.