HUKUM BISNIS Bisnis Indonesia, Kamis, 11 November 2010 4413 13 442 449 9 482 412 388 JJan an 3 395 95 399 3999 3 345 Feb Jumlah permohonan pendaftaran karya cipta dalam negeri Sep Ags Mar Jul Jun Apr Mei Pendaftaran karya cipta dari dalam negeri turun JAKARTA: Jumlah permohonan pendaftaran karya cipta dari dalam negeri selama 3 bulan terakhir cenderung menurun dari bulan ke bulan. Menurut data Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, selama September hanya tercatat sebanyak 345 permohonan pendaftaran dari dalam negeri. Angka tersebut menurun bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya mencapai 412 permohonan. (lihat grafis) Hak cipta mencakup hasil karya seni, sastra, ilmu pengetahuan dan program komputer. Undang Undang Hak Cipta (UU No. 19/2002) tidak mewajibkan pendaftaran. Akan tetapi sertifikat pendaftaran itu akan menjadi alat bukti yang kuat di pengadilan bila muncul sengketa kemudian. MEMENANGI BANDING: Sebuah mobil melintas di pintu masuk kantor pusat Merck & Co New Jersey, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu. Merck & Co yang merupakan perusahaan farmasi sekaligus unit dari ScheringPlough telah memenangi putusan pengadilan banding yaitu mengupayakan kembali pemblokiran Teva Pharmaceutical Industries Ltd dalam menjual obat generik untuk kanker otak Temodar hingga 2013. BLOOMBERG/EMILE WAMSTEKER PT Texmaco Jaya dimohonkan pailit PT Hanil Bakrie sempat melayangkan tiga kali surat teguran BISNIS/SU/ILHAM NESABANA Sumber: Ditjen HaKI KLAUSUL Yudi & BP Berau jajaki damai JAKARTA: Yudi Gunadi, pemilik Kapal Motor LCT AYU 5 dan BP Berau Ltd menjajaki peluang damai di luar pengadilan, meskipun sidang gugatannya belum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena masih menunggu kelengkapan kuasa hukum kedua belah pihak. Kuasa hukum BP Berau, Lusiani, kemarin mengatakan bahwa BP Berau telah membuka peluang damai dengan Yudi Gunadi. BP Berau, lanjut Lusiani memberikan kuasa kepada PT Chartiz Insurance Indonesia sebagai wakil dari para tergugat untuk maju bermediasi dengan Yudi Gunadi. Sementara itu kuasa hukum Chartiz, Ricardo Simanjuntak mengatakan saat ini pihaknya sedang mencari penyelesaian damai antara kedua belah pihak dengan mediasi di luar pengadilan. (BISNIS/08) OLEH ELVANI HARIFANINGSIH Bisnis Indonesia JAKARTA: PT Hanil Bakrie Finance Company, perusahaan pembiayaan yang izin usahanya dicabut Menteri Keuangan pada 2009, mengajukan permohonan pailit terhadap PT Texmaco Jaya Tbk. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, kemarin, mulai menggelar sidang perdana perkara permohonan pailit yang terdaftar di bawah No.71/PAILIT/2010/PN. NIAGA.JKT.PST tersebut. Akan tetapi, termohon pailit maupun kuasanya tidak hadir di persidangan, sehingga majelis hakim yang dipimpin Nani Indra- wati memutuskan menunda sidang hingga 15 November mendatang, dengan agenda pemanggilan termohon pailit. Kuasa hukum PT Hanil Bakrie, Alba Sukmahadi, menyebutkan bahwa permohonan pailit itu diajukan pihaknya karena Texmaco Jaya mempunyai kewajiban utang kepada perusahaan itu, berdasarkan Perjanjian Jual Beli Piutang, Akta No.2 tertanggal 6 Januari 2003. Kemudian, menurut Alba, dilakukan perubahan perjanjian antara kedua pihak, sebagaimana yang tertuang dalam Akta No.33 tertanggal 28 Februari 2010. Sesuai dengan perubahan perjanjian itu, di mana atas sisa outstanding sebesar US$3,2 juta diberikan potongan sebesar 47,5%, sehingga kewajiban yang tersisa menjadi US$1,68 juta, dengan jangka waktu sampai 15 Februari 2007. “Sehingga kewajiban utang Texmaco Jaya telah jatuh waktu pada 15 Februari 2007. Hingga saat ini debitur tidak melakukan pembayaran kewajiban utang sebagaimana seharusnya dan beberapa kali telah melakukan pembayaran dengan bilyet giro yang tidak dapat dikliringkan,” katanya. Kewajiban Texmaco Kewajiban Texmaco Jaya, lanjutnya, terhitung sebesar US$1,63 juta per tanggal 31 Juli 2010, di mana PT Hanil Bakrie disebut-sebut telah memberikan surat teguran atau somasi atas utang yang jatuh tempo itu kepada perusahaan tersebut. Sebelum mengajukan permohonan pailit melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, tuturnya, PT Hanil Bakrie sudah sempat melayangkan tiga kali surat teguran yang pada intinya meminta PT Aryaputra mohon perlindungan ke MA OLEH SUTAN ERIES ADLIN Bisnis Indonesia JAKARTA: PT Aryaputra Teguharta mengajukan permohonan perlindungan hukum dan pemeriksaan kejanggalan kepada Mahkamah Agung (MA) dalam penerbitan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 079/2007. Eks pada 10 Oktober 2007. Direktur PT Aryaputra Teguharta (APT), Irwan Susanto, mengungkapkan bahwa penetapan PN Jakarta Pusat menyatakan putusan Peninjauan Kembali No 240 PK/Pdt/2006 tertanggal 20 Februari 2007 tidak dapat dilaksanakan (non executable). “PN Jakarta Pusat telah menerbitkan penetapan No. 079 /2007 secara tidak patut, tidak berdasarkan hukum dan rasa keadilan karenanya penetapan itu harus dibatalkan,” tulis Irwan dalam suratnya kepada Ketua Mahkamah Agung tertanggal 4 November seperti yang diperoleh Bisnis. PT Aryaputra melihat beberapa kejanggalan antara lain proses penetapan itu dilakukan secara kilat dan tidak wajar yang jelasjelas menyalahi aturan yang ditetapkan dalam Buku II Pedoman Pelaksaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, terbitan MA 2003. “Khususnya dalam hal penunjukan hakim yang akan memeriksa dan memutus serta mengenai panggilan terhadap para pihak.” Menurut Irwan, proses penerbitan Penetapan 079 itu hanya dalam hitungan beberapa jam sehingga patut diperiksa oleh MA. “Pertanyaannya, kapan Ketua PN Jakarta Pusat menetapkan atau menunjuk hakim yang akan memeriksa permohonan para termohon eksekusi, kapan berkas tersebut dipelajari oleh hakim yang bersangkutan, kapan juru sita PN Jakarta Pusat melakukan pemanggilan,” tulis Irwan. Peninjauan Kembali MA No 240 PK/Pdt/2006 terkait dengan sengketa PT Aryaputra dengan antara lain PT BFI Finance Indonesia Tbk (d/h PT Bunas Finance Indonesia) selaku tergugat I, Francis Lay Sioe Hoe (tergugat VI), Cornellius Henry Kho (tergugat VI), dan Yan Pieter Wangkau (tergugat VIII). Sengketa saham Sengketa tersebut menyangkut peralihan 32,3% saham milik PT Aryaputra pada PT BFI Finance Indonesia. MA dalam putusannya menyatakan PT Aryaputra merupakan pemilik sah atas saham PT Aryaputra, menghukum tergugat I, tergugat VI, tergugat VII dan tergugat VIII secara bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk mengembalikan dan menyerahkan saham PT APT kepada penggugat terhitung sejak putusan perkara itu mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus sengketa saham gadai itu bermula saat PT Ongko Multicorpora (OM) mengadakan perjanjian Domestic Recourse Factory dan Financial Leasing (perjanjian pokok) sejak 1997 hingga 1998 dengan BFI Finance Indonesia (dulu bernama PT Bunas Finance International yang masih merupakan Grup Ongko). Anak perusahaan Grup Ongko meminjam sebesar Rp749 miliar kepada BFI dengan jaminan 111.804.732 lembar saham PT APT dan 98.388.180 lembar saham PT OM pada 1 Juni 1999. Karena tak kunjung melunasi utangnya, pada 11 Mei 2001 saham PT APT dan saham PT OM dialihkan oleh manajemen BFI Finance Indonesia kepada The Law Debenture Trust Corporation Plc, perusahaan yang mewakili sejumlah kreditur asing BFI Finance. PT Asuransi Harta Aman ajukan banding OLEH ELVANI HARIFANINGSIH Bisnis Indonesia JAKARTA: PT Asuransi Harta Aman Pratama Tbk mengajukan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara antara perusahaan itu melawan PT Pelayaran Manalagi, terkait dengan sengketa pembayaran klaim kebakaran kapal. “Tentu saja kami ajukan banding. Pernyataannya [banding] sudah didaftarkan kira-kira seminggu setelah putusan,” ujar Efendi Sinaga, kuasa hukum Asuransi Harta Aman, saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin. Effendi menyebutkan bahwa upaya hukum itu diajukan karena pihaknya keberatan dengan putusan majelis, termasuk mengenai putusan soal ganti kerugian atas potential loss yang dijatuhkan oleh hakim. Akan tetapi, dia belum mau menjelaskan secara rinci mengenai alasan banding tersebut. Dia menyebutkan pihaknya akan menyampaikan secara detail mengenai keberatan atas putusan itu pada saat mengajukan memori banding nantinya. Seperti yang diberitakan sebelumnya, PT Pelayaran Manalagi melayangkan gugatan secara perdata terhadap PT Asuransi Harta Aman, terkait dengan sengketa pembayaran klaim asuransi kebakaran kapal milik perusahaan itu. Dalam gugatan yang didaftarkan di bawah register No. 52/ PDT.G/2010/PN.JKT.PST, penggugat menuntut tergugat untuk membayar ganti rugi US$843.200. Jumlah tuntutan sebesar itu berasal dari nilai klaim US$1,2 juta dikurangi dengan biaya penjualan bangkai kapal US$356.800. Ganti rugi Selain menuntut pembayaran sisa klaim asuransi, penggugat juga meminta pengadilan agar menghukum tergugat membayar ganti rugi atas potential loss kurun waktu 2007-2009 yang nilainya mencapai Rp14,306 miliar. Dalam sidang pembacaan putusan yang dipimpin oleh majelis hakim F. X. Jiwo Santoso, beberapa waktu lalu, hakim menyatakan penggugat berhasil membuktikan adanya ingkar janji (wanprestasi) yang dilakukan tergugat. Sehingga, tergugat dihukum membayar ganti rugi US$843.200, ganti kerugian atas potential loss kurun waktu 2007-2009 yang nilainya mencapai Rp14,306 miliar, dan bunga 6% per tahun dari US$843.200. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan perjanjian asuransi Marine Hull and Machinary Policy yang berlaku 1 tahun, terhitung sejak 31 Oktober 2005, yang ditandatangani oleh kedua pihak adalah sah. Tergugat terbukti wanprestasi atau ingkar janji kepada penggugat dalam memenuhi kewajiban pembayaran klaim asuransi, sebagaimana yang diperjanjikan dalam perjanjian asuransi tersebut. PT Texmaco untuk memenuhi kewajibannya. Akan tetapi, sambungnya, surat-surat PT Hanil Bakrie itu tidak ditanggapi dan tidak dibayar oleh perusahaan yang sudah tidak beroperasi lagi itu. Texmaco Jaya, urainya, dalam surat tertanggal 16 Agustus 2010 dan 3 September 2010 tidak membantah jumlah kewajibannya kepada PT Hanil Bakrie. Untuk terpenuhinya syarat-syarat permohonan pailit sesuai UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT Hanil Bakrie menyertakan kreditur lainnya, yakni PT Koexim BDN Finance (PT Koexim Mandiri Finance) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Sementara itu, Bisnis sudah mencoba untuk menghubungi Masyhud Ali yang merupakan penasihat senior Group Texmaco untuk dimintai komentarnya atas permohonan pailit ini, tetapi telepon seluler yang bersangkutan tidak aktif. Bisnis juga mencoba menghubungi Andi Saddawero, Direktur PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) untuk dimintai komentarnya, tetapi sambungan ke telpon selularnya tidak dijawab dan pesan singkat Bisnis belum dibalas. Menurut catatan Bisnis, permohonan pailit yang diajukan oleh PT Hanil Bakrie terhadap krediturnya bukan pertama kali ini dilakukan sejak izin usaha pembiayaan perusahaan itu dicabut Menteri Keuangan pada 2009. Sebelumnya, PT Hanil Bakrie juga pernah mengajukan permohonan pailit terhadap PT Argo Intan Griyatama dan para penjaminnya, tetapi permohonan pailit tersebut tidak dikabulkan oleh pengadilan. (08) ([email protected])