BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan lingkungan yang menjadi tempat terlibatnya individu yang saling berinteraksi. Dalam interaksi antar individu ini baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa lainnya, terjadi proses dan peristiwa psikologi. Peristiwa dan proses psikologi ini sangat perlu untuk dipahami dan dijadikan landasan oleh para guru dalam memperlakukan para siswa secara tepat. Dalam kegiatan pembelajaran, para pendidik sangat diharapkan memiliki atau menguasai pengetahuan psikologi pendidikan yang sangat memadai agar dapat mendidik para siswa melalui proses belajar mengajar yang berdaya guna dan berhasil guna.1 Pembelajaran terjadi ketika pengalaman menyebabkan perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku individu. Perubahan itu bisa disengaja atau tanpa sengaja, untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk, benar atau salah, sadar atau tidak sadar. Menurut pandangan behavioral secara umum berasumsi bahwa hasil pembelajaran adalah perubahan pada perilaku, dan menekankan efek kejadian eksternal pada individu.2 1 M. Dalyono, Psikologi pendidikan (Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2001), hlm. 19. Anita Woolfolk, Educational Psychology: Active Learning Edition, terjemahan Helly Prajitno S. dan Sri Mulyantini S. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 304. 2 1 2 Di dalam pembelajaran, tentu tidak lepas dari proses belajar. Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.3 Salah satu yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar ini ialah penggunaan metode yang diterapkan oleh guru maupun orang tua dalam mendidik. Metode bermakna cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.4 Banyak sekali metode pembelajaran yang dapat diterapkan oleh pendidik atau orang tua. Salah satunya ialah metode hadiah dan hukuman atau reward and punishment. Metode hadiah dan hukuman dapat digunakan untuk memperkuat perilaku positif dan melemahkan perilaku negatif. Sebagaimana dalam teori belajar behavioristik, hadiah dan hukuman juga dapat digunakan untuk memperkuat dan melemahkan respon positif atau respon negatif (menurut teori S-R bond), terutama hukuman yang akan menimbulkan negatif respons dan hadiah menimbulkan positive respons.5 3 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 59. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1995), hlm. 39. 5 Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 187. 4 3 Hukuman di dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja menjatuhkan orang lain. Secara umum disepakati bahwa hukuman merupakan ketidaknyamanan (suasana tidak menyenangkan) dan perlakuan yang buruk atau jelek.6 Dalam sejarah dapat disaksikan, bahwa Rasulullah SAW juga menggunakan metode hadiah dan hukuman kepada sahabat. Nabi Muhammad SAW mengakui pendidik dan peserta didik pencari ilmu pengetahuan, sebagai rahmat yang akan mendapat ganjaran Allah SWT. Selanjutnya hukuman dalam Islam termasuk salah satu alat untuk mendidik umat agar selalu melaksanakan syari’at Islam, melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Hal ini tergambar dalam hadits Rasulullah SAW: ، َواضْ ِربُىهُ ْم َعلَ ْيهَا َوهُ ْم أَ ْبنَا ُء َع ْش ٍر، َُمرُوا أَوْ ال َد ُك ْم بِالصَّال ِة َوهُ ْم أَ ْبنَا ُء َسب ِْع ِسنِين ) اج ِع ( رواه ابى داود َ َوفَرِّ قُىا بَ ْينَهُ ْم فِي ْال َم ِ ض Artinya: “Perintahkanlah anak-anakmu shalat ketika usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya saat mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (H.R. Abu Dawud). Berdasarkan hadits di atas, meskipun hukuman dengan menggunakan pukulan, akan tetapi harus memperhatikan prinsip 6 Abdurrahman Mas’ud, Reward and Punishment dalam Pendidikan Islam (Jurnal Media, Edisi 28, Th. IV, November, 1999), hlm. 23. 4 pendidikan yang bertujuan agar anak jera dan beralih kepada tindakan mulia.7 Pemberian hukuman sebenarnya merupakan cara lain dalam mendidik anak, jika pendidikan tidak bisa lagi dilakukan dengan cara memberikan nasehat, arahan, kelembutan, ataupun suri tauladan. Tetapi perlu diingat bahwa hukuman ada beberapa macam dan bukan hanya dengan memukul.8 Memang hukuman dengan memukul adalah hal yang diterapkan dalam Islam. Tetapi ini dilakukan pada tahap terakhir, setelah nasihat. Tata cara yang tertib ini menunjukkan bahwa pendidik tidak boleh menggunakan yang lebih keras jika yang lebih ringan sudah bermanfaat. Sebab, pukulan adalah hukuman yang paling berat, tidak boleh menggunakannya kecuali jika dengan jalan lain sudah tidak bisa.9 Kasus menghukum siswa dengan kekerasan sering kita jumpai dalam dunia pendidikan. Seperti kasus murid kelas IV sekolah dasar (SD) di kawasan Demang Lebar Daun, Kota Palembang menjadi korban kekerasan hukuman yang dilakukan gurunya. Peristiwa itu terjadi pada Jumat (5/9/2014) pukul 10.00 WIB. Ketika itu, korban dan temantemannya bermain kertas pada saat pelajaran Matematika. 10 Ada juga 7 Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm. 92-93. 8 Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak, terjemahan Gazira Abdi Ummah (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm.110. 9 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, terjemahan Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 321. 10 http://www.merdeka.com/peristiwa/main-kertas-murid-sd-di-palembang-ditamparguru-hingga-memar.html. Diakses, 29 April 2016. 5 seorang guru berinisial FM di salah satu SD di Kota Medan dilaporkan ke Polresta Medan oleh Fatimah ibu dari salah satu pelajar di sekolah tersebut. FM diduga melakukan tindak kekerasan terhadap DG (14) siswa kelas 6 di sekolah itu hanya karena terlambat masuk kelas. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu 9 April 2016 kemarin.11 Dari kasus kekerasan dalam pembelajaran tersebut, nampak adanya ketidakpahaman guru dalam memperbaiki perilaku negatif siswa. Sejatinya, hukuman merupakan metode alternatif setelah nasehat dan tauladan tidak dapat memperbaikinya. Bahkan, hukuman fisik hanya boleh dilakukan sebagai alternatif terakhir dan tidak diperbolehkan sampai melukai siswa. Yang harus dipahami ialah, hukuman dalam teori belajar behavioristik merupakan penekan untuk melemahkan tingkah laku negatif yang bisa dilakukan dengan banyak cara, dan bukan dengan hukuman fisik hingga melukai peserta didik. Sedangkan hukuman dalam Pendidikan Islam ialah sebagai tuntunan dan perbaikan, bukan sebagai hardikan atau balas dendam.12 Selain metode hukuman, pemberian hadiah atau reward juga diakui dalam dunia pendidikan. Hadiah merupakan bentuk motivasi sebagai penghargaan atas perilaku yang sesuai. Pemberian hadiah ini bertujuan untuk memberikan penguat (reinforcement) terhadap perilaku yang baik. Reinforcement (penguat) lazim dipahami sebagai suatu yang berarti reward (hadiah), tetapi dalam psikologi istilah ini 11 memang http://www.pos-metro.com/2016/04/astaga-cuma-karna-terlat-masuk-kelas.html. Diakses, 29 April 2016. 12 M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terjemahan Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990), hlm. 153. 6 memiliki makna khusus. Reinforcement adalah konsekuensi yang memperkuat perilaku yang mengikutinya.13 Sehingga perilaku yang diikuti oleh reinforcement atau reward akan diperkuat dan cenderung diulangi lagi pada masa yang akan datang. Akan tetapi , agar sebuah penguat (reinforcement) yang diberikan kepada seseorang dapat meningkatkan perilaku-perilakunya yang sesuai, maka perlu memahami jenis-jenis reinforcement yang disukai atau diperlukan oleh orang yang akan diberi reinforcement. 14 Terkadang seorang guru kurang memperhatikan teknis pemberian hadiah atau penguat. Banyak kita jumpai adanya ketidakpahaman seorang guru mengenai teknis pemberian penguat, misalnya terlalu berlebihan dalam memberikan hadiah, kurang memperhatikan jadwal penguatan yang tepat, salah memilih jenis penguat atau hadiah kepada siswa, dan lain sebagainya, sehingga pemberian hadiah menjadi tidak efektif dalam pembelajaran. Dari uraian di atas, kiranya perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai konsep pemberian hadiah dan hukuman dalam teori belajar behavioristik serta bagaimana relevansi konsep tersebut dengan pendidikan Islam, sehingga dapat diketahui kesesuaian konsep yang ditawarkan. Dari latar belakang tersebut penulis mengangkat judul skripsi “KONSEP PEMBERIAN HADIAH (REWARD) DAN HUKUMAN (PUNISHMENT) DALAM TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM” 13 Anita Woolfolk, Op. Cit., hlm. 304. Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2010), hlm. 71. 14 7 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) dalam teori belajar behavioristik? 2. Bagaimana konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) dalam Pendidikan Islam? 3. Bagaimana relevansi antara konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) dalam teori belajar behavioristik dengan Pendidikan Islam? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: a. Untuk memahami konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) dalam teori belajar behavioristik dan pendidikan Islam. b. Untuk mengetahui relevansi antara konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) dalam teori belajar behavioristik dengan Pendidikan Islam. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat bagi kajian dan pengembangan ilmu pendidikan antara lain sebagai acuan 8 penelitian yang lebih luas mengenai pandangan teori belajar behavioristik tentang konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) serta relevansi dan penerapannya dalam Pendidikan Islam. b. Manfaat praktis 1) Bagi Penulis Untuk menambah dan memperluas wawasan keilmuan bagi penulis dalam bidang pendidikan Islam, khususnya dalam hal metode pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) sebagai salah satu alat mencapai tujuan pendidikan yang di kaji dari teori belajar behavioristik. 2) Bagi Pendidik a. Agar pendidik mengetahui secara benar tentang penggunaan hadiah (reward) dan hukuman (punishment) sebagai metode dan alat dalam mendidik. b. Pendidik dapat menggunakan metode ini secara tepat, baik dari segi intensitas penggunaan maupun ketentuan penggunaannya. 3) Bagi Peserta didik Agar peserta didik mengetahui tujuan penggunaan metode hukuman dan hadiah bukan semata-mata sebagai imbalan atas perbuatan baik atau buruk akan tetapi sebagai bentuk pembinaan terhadap individu. 9 4) Bagi pembaca Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) baik dari pandangan teori belajar behavioristik maupun penerapannya dalam Pendidikan Islam. E. Tinjauan Pustaka 1. Analisis Teori Dalam pengertian yang luas pembelajaran terjadi ketika pengalaman menyebabkan perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku individu. Para teoritisi behavioral menekankan peran stimuli lingkungan dalam pembelajaran dan mengfokuskan pada perilaku atau respons-respons yang dapat diobservasi. Dalam teori belajar behaviorisme secara umum berasumsi bahwa hasil pembelajaran adalah perubahan pada perilaku, dan menekankan pada efek kejadian eksternal pada individu. Beberapa behavioris awal seperti J.B. Watson mengambil posisi radikal bahwa karena berpikir, intensi, dan kejadian mental internal lain tidak dapat dilihat atau diteliti secara taat- asas ilmiah.15 Teori belajar behavioristik dikemukakan oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini sering disebut “contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R Pshycologists”. Mereka berpendapat bahwa 15 Anita Woolfolk, Op. Cit., hlm. 303-304. 10 tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reiforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.16 Selain J.B. Watson, dua diantara peneliti awal yang terpenting dalam teori belajar perilaku adalah Ivan Pavlov dan Edward Thorndike. Di antara para peneliti kemudian hari, B. F. Skinner dianggap penting karena studi-studinya tentang hubungan perilaku dan konsekuensi. Dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Pendidikan (Teori dan Praktik)”, Robert E. Slavin menjelaskan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran perilaku meliputi peran konsekuensi, tindakan penguatan (reinforcer), dan tindakan penghukuman (punisher). Tindakan penguatan (reiforcer) didefinisikan sebagai setiap konsekuensi yang memperkuat (meningkatkan frekuensi) perilaku.17 Menurut Jeanne Ellis Ormrod dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Pendidikan (Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang)”, penguat adalah setiap konsekuensi yang meningkatkan frekuensi perilaku tertentu, terlepas dari apakah orang-orang menganggap konsekuensi itu menyenangkan atau tidak. Penguat muncul dalam segala bentuk dan ukuran, dan penguat-penguat yang berbeda-beda itu efektif bagi pembelajar-pembelajar yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pemikiran para ahli perilaku dan yang paling terkenal adalah 16 M. Dalyono, Op. Cit., hlm. 30. Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik, terjemahan Marianto Samosir (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hlm. 183-184. 17 11 B.F Skinner melalui teori kondisioning operant (operant conditioning). Prinsip dasar kondisioning operant yaitu sebuah respons diperkuat dan karenanya mungkin akan terjadi lagi, ketika respons tersebut diikuti oleh sebuah stimulus yang menguatkan (penguat).18 Menurut pandangan behavioral yang dikutip dari buku berjudul “Educational Psychology” karya Anita Woolfolk, reinforcer (penguat) adalah konsekuensi yang memperkuat perilaku yang mengikutinya. Sebagian psikolog mengatakan bahwa reinforcer memuaskan kebutuhan, sementara yang lain percaya bahwa reinforcer mengurangi ketegangan atau menstimulasi sebuah bagian di otak. 19 Pengertian istilah reinforcer (penguat) di atas dapat kita pahami sebagai sebuah reward (hadiah). Dalam pendidikan Islam, istilah reinforcer (penguat) dapat dipahami sebagai ganjaran atau imbalan. Menurut Hasan Langgulung, istilah ganjaran digunakan diberbagai ayat Al-Qur’an yang bermakna sesuatu yang diperoleh seseorang dalam hidup ini atau dihari akhirat sebab ia telah mengerjakan amal saleh.20 Dalam bahasa Arab “ganjaran” diistilahkan dengan “tsawab” yang berarti “pahala, upah, dan balasan”. Di dalam Al-Qur’an, kata “tsawab” selalu diterjemahkan kepada balasan yang baik.21 18 Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, terjemahan Wahyu Indiyati, dkk. (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 431-433. 19 Anita Woolfolk, Op. Cit., hal. 309. 20 Hasan Langgulung, Op. Cit., hlm. 41. 21 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 125. 12 Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pendidikan, Teori dan Praktis”, maksud dari ganjaran adalah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. 22 Dari sini dapat dipahami bahwa pemberian ganjaran atau imbalan diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Yakni hadiah bagi yang patuh dan menunjukkan perbuatan baik. Dalam psikologi, reward (hadiah) dapat dipahami sebagai reinforcement (penguat). Sebuah reinforcer (penguat) adalah konsekuensi yang memperkuat perilaku yang mengikutinya. Berbeda dengan reward, menurut Anita Woolfolk, punishment (hukuman), adalah konsekuensi untuk mengurangi atau menekan perilaku. Perilaku yang diikuti punisher itu kurang berkemungkinan untuk diulangi dalam situasi-situasi serupa di masa yang akan datang.23 Beberapa perilaku yang tidak sesuai memerlukan penanganan segera. Ketika strategi lain tidak dapat diterapkan atau tidak efektif, hukuman bisa menjadi alternatifnya. Menurut Ormrod, hukuman (punishment) adalah suatu konsekuensi yang menurunkan frekuensi respons yang mengikutinya.24 Robert E. Slavin juga mendefinisikan konsekuensi yang melemahkan perilaku disebut tindakan penghukuman (punisher). 22 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 182. 23 Anita Woolfolk, Op. Cit., hlm. 311. 24 Jeanne Ellis Ormrod, Op. Cit., hlm. 454. 13 Sebagaimana dengan tindakan penguatan, keefektifan tindakan penghukuman tidak dapat diasumsikan tetapi harus diperlihatkan.25 Dalam bahasa Arab “hukuman” diistilahkan dengan “iqab”. Kata iqab bisa juga berarti balasan. Allah berfirman dalam Q.S. AlAnfal ayat 13: Artinya: “(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaanNya”. (Q.S. Al-Anfal: 13).26 Berdasarkan ayat di atas, tidak ada yang lebih tepat dihukum dari pada orang-orang yang menentang perintah-Nya. 27 Kata iqab juga ditujukan kepada balasan dosa sebagai akibat dari perbuatan jahat manusia. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, “iqab” berarti imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari peserta didik.28 25 26 Robert E. Slavin, Op. Cit., hlm. 190. Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah (Semarang : CV. Asy – Syifa’, 1992), hlm. 76. 27 Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi (Semarang: CV Toha Putra,1992), hlm. 341. 28 Armai Arief, Op. Cit., hlm. 129. 14 Hukuman merupakan akibat dari tindakan yang tidak dapat diterima orang lain. 29 Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah dalam bukunya yang berjudul “Teori-teori Pendidikan Berdasarkan AlQur’an”, hukuman dijatuhkan atas orang yang melakukan perbuatan jahat tertentu.30 Sedangkan menurut Ahmadi dan Uhbiyati dalam bukunya menyebutkan bahwa punishment (hukuman) adalah suatu perbuatan, dimana kita secara sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain, yang baik dari segi kejasmanian maupun dari segi kerohanian orang lain itu mempunyai kelemahan bila dibandingkan dengan diri kita, dan oleh karena itu maka kita mempunyai tanggung jawab untuk membimbingnya dan melindunginya.31 Bila pendidikan diartikan sebagai usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang baik dan mencegah potensi-potensi yang buruk, maka tepatlah ganjaran dan hukuman sebagai alatnya. 32 Dalam teori belajar behavioristik, hukuman berbeda dengan penguatan. Pada hukuman, sebuah perilaku dilemahkan. Sedangkan pada penguatan, sebuah perilaku dikuatkan.33 29 Tim Pustaka Familia, Mempertimbangkan Hukuman Pada Anak (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 55-56. 30 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an, terjemahan Arifin dan Zainuddin (Jakarta: Rhineka Cipta, 1990), hlm. 225. 31 Abu Ahmadi dan Abu Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 150. 32 Hasan Langgulung, Op. Cit., hlm. 45. 33 Laura A. King, Psikologi Umum, terjemahan Brian Marwendsy (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), hlm. 365. 15 2. Tinjauan Penelitian Relevan Bila di hubungkan dengan beberapa penelitian skripsi sebelumnya, peneliti menemukan beberapa tulisan yang relevan dengan tema yang diangkat oleh peneliti, diantaranya: Skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dengan Metode Ganjaran (reward) Dan Hukuman (punishment) Kelas II Di SD Negeri 01 Kaibahan Kesesi Pekalongan” karya Indah Kusuma Dewi, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, STAIN Pekalongan, tahun 2013. Penelitian tersebut berisi tentang deskripsi dan analisis tentang upaya meningkatkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI dengan metode ganjaran dan hukuman. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh dari metode ganjaran dan hukuman dalam meningkatkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI.34 Selanjutnya skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Ganjaran dan Hukuman Terhadap Prestasi Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di MIS Ma'arif NU Kebonsari Karangdadap Pekalongan” yang disusun oleh Khasan Mukmin, mahasiswa Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam di STAIN Pekalongan, tahun 2014. Skripsi tersebut berisi tentang pengaruh metode ganjaran dan hukuman 34 Indah Kusuma Dewi, “Upaya Peningkatan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dengan Metode Ganjaran (Reward) Dan Hukuman (Punishment) Kelas II Di SD Negeri 01 Kaibahan Kesesi Pekalongan”, Skripsi Sarjana Pendidikan (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010), hlm. VII. 16 terhadap prestasi siswa dalam mata pelajaran aqidah akhlak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ganjaran dan hukuman dapat memotivasi siswa untuk lebih berusaha dalam meningkatkan prestasi belajarnya.35 Tema yang relevan dengan judul skripsi penulis juga terlihat pada skripsi yang berjudul “Implikasi Metode Imbalan dan Hukuman Terhadap Kejiwaan Anak (Kajian Pendidikan Islam)” yang disusun oleh Rachmawati dari Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, STAIN Pekalongan, tahun 2010. Skripsi tersebut berisi mengenai implikasi metode imbalan dan hukuman terhadap kejiwaan anak dalam perspektif Pendidikan Islam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode imbalan dan hukuman memberikan dampak atau pengaruh positif terhadap perilaku anak dan mengarahkan anak untuk memperbaiki sikap dan kepribadian serta semangat belajar sehingga prestasinya baik. 36 Dari beberapa skripsi tersebut, terlihat adanya persamaan dan perbedaan dengan tema yang diangkat oleh penulis. Persamaannya terletak pada pembahasan mengenai pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) sebagai suatu metode dalam pembelajaran. Akan tetapi, pada penelitian-penelitian sebelumnya, beberapa peneliti 35 Khasan Mukmin, “Pengaruh Metode Ganjaran dan Hukuman Terhadap Prestasi Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di MIS Ma'arif NU Kebonsari Karangdadap Pekalongan”, Skripsi Sarjana Pendidikan (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010), hlm. VII. 36 Rachmawati, “Implikasi Metode Imbalan dan Hukuman Terhadap Kejiwaan Anak (Kajian Pendidikan Islam)”, Skripsi Sarjana Pendidikan (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010), hlm. VII. 17 membahas mengenai hadiah (reward) dan hukuman (punishment) dalam perspektif pendidikan Islam dan lebih bersifat implikatif di instansi baik sekolah maupun pondok pesantren. Sedangkan, penelitian ini lebih menekankan pada konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) secara teoritik yang dikaji dari sudut pandang psikologi, khususnya dalam pandangan teori belajar behavioristik. Kemudian dikaji pula tentang bagaimana relevansi konsep tersebut jika ditinjau dari segi pendidikan Islam. Sehingga, dari penelitianpenelitian tersebut, terlihat jelas dimana letak dan posisi penelitian ini di antara penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. 3. Kerangka Berpikir Pembelajaran terjadi ketika pengalaman menyebabkan perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku individu. Para teoritisi behavioral menekankan peran stimuli lingkungan dalam pembelajaran dan mengfokuskan pada perilaku atau respons-respons yang dapat diobservasi. Dalam teori belajar behavioristik secara umum berasumsi bahwa hasil pembelajaran adalah perubahan pada perilaku, dan menekankan pada efek kejadian eksternal pada individu. Penganut aliran behavioris berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reiforcement) dari lingkungan sebagai sebuah stimulus. Penguatan menurut teori belajar behavioristik merupakan setiap konsekuensi yang memperkuat 18 sebuah perilaku. Dalam pendidikan Islam, istilah penguat sering dipahami sebagai sebuah ganjaran. Ganjaran adalah penghargaan yang diberikan kepada anak didik atas prestasi, ucapan dan tingkah laku. Ada banyak istilah yang dipergunakan untuk mendefinisikan sebuah hadiah (reward) dalam pendidikan. Penguat (reinforcement) dalam teori belajar behavioristik dan ganjaran (tsawab) dalam pendidikan Islam merupakan alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Penghargaan ini dapat kita pahami sebagai sebuah hadiah (reward) yang merupakan stimulus dalam rangka membentuk respons positif yaitu memperkuat perilaku positif dalam belajar. Selain pemberian hadiah, hukuman juga digunakan sebagai metode pembelajaran atau alat untuk pendidikan. Dalam teori belajar behavioristik, punishment (hukuman), merupakan stimulus untuk mengurangi atau menekan perilaku. Perilaku yang diikuti punisher itu kurang berkemungkinan untuk diulangi dalam situasi-situasi serupa di masa yang akan datang. Perilaku yang ditekan adalah perilaku-perilaku negatif dalam sebuah pembelajaran. Beberapa perilaku yang tidak sesuai memerlukan penanganan segera. Ketika strategi lain tidak dapat diterapkan atau tidak efektif, hukuman bisa menjadi alternatifnya menurut filosof Islam, hukuman itu dilakukan bila keadaan memaksa, dan pukulan tidak digunakan kecuali sesudah diberi peringatan, ancaman dan mediator (perantara) untuk memberi nasehat, dengan 19 maksud merangsang pengaruh yang diharapkan dalam jiwa anak-anak itu. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa punishment (hukuman) merupakan bentuk pemberian nestapa atau perbuatan yang tidak menyenangkan kepada peserta didik atas perbuatan yang dianggap melanggar ketentuan yang berlaku dengan tujuan untuk menekan dan memperlemah perilaku agar ia tidak lagi mengulangi pelanggaran. Sebagai sebuah alat pendidikan, metode pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) sangat diperlukan untuk sarana pembentukan perilaku yang diinginkan dalam pembelajaran. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena dasar yang dihasilkan adalah data deskriptif dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang ditulis berasal dari sumber data yang diamati agar mudah dipahami.37 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penelitian studi pustaka (library research) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur yang diteliti 37 Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan Aliran dan Tokoh Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hlm. 150. 20 tidak terbatas pada buku-buku, tetapi juga berupa bahan-bahan dokumentasi.38 3. Sumber Data a. Sumber Primer, yaitu buku-buku pokok yang mengkaji tentang pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) menurut pandangan teori belajar behavioristik yaitu: 1. Buku karya Anita Woolfolk terjemahan Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto “Educational Psychology: Active yang berjudul Learning Edition”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). 2. Buku karya Robert E. Slavin terjemahan Marianto Samosir yang berjudul “Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik”, (Jakarta: Indeks, 2008). 3. Buku karya Jeanne Ellis Ormrod terjemahan Wahyu indiyati, dkk. yang berjudul “Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang”, (Jakarta: Erlangga, 2008). Sedangkan dalam bidang pendidikan Islam, penulis mengambil sumber penelitian dari buku yang mengkaji tentang konsep pemberian ganjaran dan hukuman dalam pendidikan Islam yaitu: 1. Buku berjudul “Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an” karya Abdurrahman Shaleh Abdullah terjemahan oleh H.M. Arifin dan Zainuddin, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1990). 38 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), hlm. 9. 21 2. Buku berjudul “Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam” karya Abdurrahman An-Nahlawi terjemahan oleh Herry Noer Ali, (Bandung: CV Diponegoro, 1996). 3. Buku berjudul “Pendidikan Anak dalam Islam” karya Abdullah Nasih Ulwan terjemahan oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007). b. Sumber Sekunder yaitu berbagai literatur yang berhubungan dan relevan dengan objek penelitian, baik berupa buku, majalah, artikel, tabloid, website, multiply dan blog di internet.39 G. Sistematika Penulisan Sebagai upaya untuk gambaran terkait penelitian ini, maka perlu kiranya ada sistematika penulisan. Sistematika penulisan tersebut terdiri dari lima bab, yaitu bab I, bab II, bab III, bab IV, dan bab V. Bab I: Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II: Kajian mengenai konsep pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) dalam teori belajar behavioristik, berisi tentang teori belajar behavioristik, konsep pemberian hadiah dan hukuman dalam teori belajar behavioristik. 39 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek (Jakarta: Rhineka Cipta, 2006), hlm. 231. 22 Bab III: Kajian mengenai konsep pemberian hadiah dan hukuman dalam pendidikan Islam, berisi tentang hakikat pendidikan Islam, hadiah dan hukuman dalam pendidikan Islam. Bab IV: Analisis konsep hadiah (reward) dan hukuman (punishment) dalam teori belajar behavioristik dan relevansinya dengan pendidikan Islam, berisi tentang analisis konsep hadiah dan hukuman dalam teori belajar behavioristik dan pendidikan Islam, analisis relevansi antara konsep hadiah dan hukuman dalam teori belajar behavioristik dengan pendidikan Islam, analisis kelebihan dan kelemahan metode hadiah dan hukuman, analisis implikasi pendekatan behavioristik, dan analisis kekuatan dan kelemahan teori belajar behavioristik (perilaku). Bab V: Penutup, yang berisi saran dan kesimpulan dari penelitian ini.