Persepsi tentang Kesehatan Diri dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Berobat Ke Dukun Cilik Ponari Putriyani Universitas Ahmad Dahlan Jl. Kapas 9, Semaki Yogyakarta. Telp. (0274) 563515, 511829 Abstract Health is an important factor that is needed to carry out daily activities. Various methods are used to obtain health, such as the use of modern medicine and traditional medicine. In early 2009, the media in Indonesia, many carried stories about a little boy named Muhammad Ponari believed to cure various diseases by dipping a stone into the water. Information is rapidly spreading in the community, so there are hundreds of people who queued to get treatment every day. Basically, the government has developed a policy that all levels of society to seek treatment at the medical places, such as hospitals, health centers, clinics, and others.The purpose of this study was to determine the perception of their own health and the factors that influence the behavior of the little shaman went to Ponari. This study used the phenomenological approach because it can reveal the meaning darisebuah experience, in addition to the data analysis approach used was content analysis.Based on the results of the research through interviews and observation, informants had positive perceptions about their own health, even though the illness is classified as a severe illness. Health itself is determined by how much work is done to avoid the disease, in other words the self alone plays an important role for the creation of the expected health (internal locus of contol). There are 4 factors that influence the behavior of the little shaman went to Ponari, those factors is the perception of the severity of the disease, the benefits of medication in the little shaman Ponari, many obstacles modern medical treatment, and the belief in a supernatural power. Keywords: Perception, Behavioral Treatment, Shaman Little Ponari Abstrak Kesehatan adalah faktor penting yang sangat dibutuhkan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Berbagai macam cara dilakukan untuk memperoleh kesehatan, seperti menggunakan pengobatan modern maupun pengobatan tradisional. Pada awal tahun 2009, media massa di Indonesia banyak memuat berita tentang seorang anak kecil bernama Muhammad Ponari yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan cara mencelupkan sebuah batu kedalam air. Informasi tersebut cepat menyebar di kalangan masyarakat, sehingga ada ratusan orang yang antri untuk mendapatkan pengobatan setiap harinya. Pada dasarnya, pemerintah telah membuat berbagai kebijakan agar seluruh lapisan masyarakat dapat berobat di tempat-tempat medis, seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, dan lain-lain.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi tentang kesehatan diri dan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku berobat ke dukun cilik Ponari. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi karena dapat mengungkap makna darisebuah pengalaman, selain itu pendekatan analisis data yang digunakan adalah analisis isi. Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara dan observasi, informan memiliki persepsi umum yang positif tentang kesehatan dirinya, walaupun penyakit yang diderita dikategorikan sebagai penyakit yang parah. Kesehatan diri ditentukan oleh seberapa besar usaha yang dilakukan agar terhindar dari penyakit, dengan kata lain diri sendirilah yang memegang peranan penting untuk terciptanya kesehatan yang diharapkan (Internal locus of contol). Ada 4 faktor yang mempengaruhi perilaku berobat ke dukun cilik Ponari, faktor-faktor tersebut adalah persepsi tentang tingkat keparahan penyakit, manfaat berobat pada dukun cilik Ponari, banyaknya hambatan berobat modern, dan kepercayaan pada kekuatan supranatural. Kata Kunci : Persepsi, Perilaku Berobat, Dukun Cilik Ponari PENDAHULUAN Perdukunan memang sudah dikenal lama oleh masyarakat kita. Ilmu ini pun turun-menurun saling diwarisi oleh anak-anak bangsa, hingga saat ini para dukun masih mendapatkan tempat bukan saja di sisi masyarakat tradisional, tetapi juga di tengah lingkungan modern. Mereka yang pergi ke dukun tak mengenal status sosial seperti kelas bawah, menengah bahkan atas. Sensasi para dukun itu mampu melampaui semua tingkat pendidikan. Banyak diantara mereka yang datang ke dukun merupakan representasi orang-orang terpelajar yang berpikiran rasional. Belakangan, fenomena perdukunan dan ramalan semakin menggeliat seiring dengan suasana yang kondusif bagi para pelakunya untuk tampil berani tanpa ada beban. Berapa banyak iklan-iklan yang menawarkan jasa meramal cukup via SMS, yang dalam istilah mereka bermakna Supranatural Messages Service. Atau juga, praktik pengobatan alternatif yang sudah menjadi suguhan iklan harian di koran-koran dan tabloid (asysyariah.com, 2009). Peristiwa yang paling menghebohkan terjadi pada awal tahun 2009, masyarakat Indonesia dibuat penasaran oleh munculnya Muhammad Ponari yang baru berusia 10 tahun. Ponari dianggap bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit dengan cara mencelupkan sebuah batu ke dalam air. Pada saat itu Ponari yang dikenal dengan sebutan dukun cilik mendominasi pemberitaan di Indonesia, baik media cetak maupun media elektronik. Tercatat dalam tiga pekan pasien yang ditangani Ponari lebih dari 50 ribu orang, mulai dari penyakit ringan sampai penyakit berat seperti stroke, diabetes dan lumpuh (Liputan6.com, 2009). Setelah kesuksesan Ponari di dunia pengobatan, mulai bermunculan pula dukundukun cilik baru di berbagai daerah yang juga ramai dikunjungi warga. Mustofa Aiman berusia 9 tahun dari Tegal adalah salah satu dukun cilik yang menyusul jejak Ponari, dalam satu hari ada 1500 pasien yang mendaftar untuk mendapatkan pengobatan, namun Mustofa hanya akan mengobati 50 pasien saja setiap harinya (Okezone.com, 2010). Baru-baru ini muncul lagi dukun cilik yang baru berusia kurang dari 2 tahun di Garut, balita bernama Hernia melakukan pengobatan dengan cara mencelupkan jarinya ke dalam air. Kemampuan Hernia dalam melakukan pengobatan menyebar luas dengan cepat sehingga banyak warga yang datang untuk meminta pertolongannya (Lihatberita.com, 2012). Kejadian beberapa tahun terakhir ini mengisyaratkan bahwa fenomena dukun cilik yang fenomenal masih menjadi salah satu pilihan warga dalam memperoleh kesembuhan. Sejak lama, pemerintah telah berupaya memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk berobat pada tenaga medis. Menurut instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pembangunan Sarana Kesehatan pada poin b dan c menyebutkan bahwa dalam rangka meluaskan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, perlu dibangun puskesmas baru di Kecamatan yang berpenduduk lebih dari 30.000 (tiga puluh ribu) orang, atau Kecamatan yang wilayahnya cukup luas dan bahwa untuk mempertinggi dan meningkatkan pelayanan kesehatan terutama kepada penduduk desa dan penduduk kota yang berpenghasilan rendah, setiap puskesmas perlu ditunjang dengan puskesmas pembantu yang sederhana dan bersifat serba guna (Bphn.go.id, 2008). Instruksi Presiden yang tertulis di atas dapat menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia telah mengupayakan pembangunan Puskesmas di berbagai daerah agar semua masyarakat dapat mengakses sarana dan prasarana kesehatan secara mudah. Lebih lanjut lagi, Pemerintah sebenarnya juga melakukan banyak hal untuk memperhatikan daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau. Beberapa program khusus untuk meningkatkan distribusi SDM kesehatan adalah dengan penyebaran petugas kesehatan non-PNS di daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan memberi insentif khusus bagi petugas kesehatan yang memberikan fasilitas kesehatan pemerintah di daerah tersebut. Menurut Menkes RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH Dr.PH, untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dibangun Rumah Sakit dan Puskesmas bergerak dengan kendaraan khusus, seperti Puskesmas terapung, dan tim kesehatan perawatan yang menggunakan pesawat terbang yang dioperasikan di daerah terpencil (Sehatnews.com, 2012). Ada lembaga-lembaga yang juga ikut membantu pemerintah dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat kurang mampu untuk mengakses sarana kesehatan dengan fasilitas yang memadai, contohnya adalah Dompet Dhuafa yang mendirikan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) di daerah Ciputat, Bekasi, Tambun, Jogjakarta, Makasar dan kota-kota lain. Lembaga nonprofit tersebut melayani kaum dhuafa melalui pengelolaan dana sosial masyarakat seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf serta dana sosial perusahaan. Lembaga ini memberilan pelayanan kesehatan kepada peserta (member) yang telah terverifikasi, kemudian warga akan diberikan kartu peserta yang berlaku selama 1 tahun (Lkc.or.id, 2010). Kajian Teori 1. Pengertian Persepsi Kesehatan Diri Kesehatan menurut WHO (Asmadi, 2008) diartikan sebagai keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Kesehatan tidak didapatkan secara utuh apabila ada salah satu dari aspek fisik, mental ataupun sosial yang sedang mengalami gangguan atau masalah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Syafrudin & Hamidah, 2009). Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Menurut Sunaryo (2004) Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indera, kemudian individu ada perhatian, diteruskan ke otak, dan individu menyadari tentang sesuatu. Dengan persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Persepsi dapat diartikan sebagai proses kognitif dalam memahami informasi tentang diri dan lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap individu mungkin memberikan tanggapan dan arti yang berbeda. Kesehatan adalah sejahtera secara fisik, mental dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa persepsi tentang kesehatan diri adalah proses kognitif untuk memberi makna tentang kesejahteraan diri yang terdiri dari aspek fisik, mental dan sosial, setiap orang mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda tentang kesehatan dirinya. 2. Perilaku Berobat Berobat berasal dari kata obat. Menurut Novia (2010), obat adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau menyembuhkan, sedangkan pengobatan merupakan penyembuhan; proses perbuatan yang menyembuhkan. Widyatamma (2011) menyatakan bahwa obat adalah senyawa atau campuran senyawa yang berkhasiat mengurangi, menghilangkan gejala, atau menyembuhkan penyakit. Pengertian berobat menurut Soenarwo (2009) adalah bagian dari ikhtiar menuju sehat. Ini menandakan bahwa berobat bukanlah satu-satunya faktor penentu kesehatan, ada faktor lain yang juga ikut berperan. Walaupun demikian, tidak melakukan pengobatan pada saat sakit sangat tidak dianjurkan. Sunaryo (2004) menyatakan bahwa perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat dari adanya rangsangan (stimulus), baik dari dalam maupun dari luar individu. Pada hakekatnya, perilaku individu mencakup perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (covert behavior). Perilaku berobat dapat dijelaskan melalui model kepercayaan kesehatan (Health Beliefe Model), Notoadmodjo (2004) menyatakan bahwa model kepercayaan kesehatan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio-psikologis. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa masalah kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang dilakukan oleh petugas kesehatan.Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior), yang oleh Becker dikembangkan dari teori lapangan (field theor Lewin) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model). Lima komponen health belief model yang menetukan munculnya perilaku menurut Becker (Bennett & Murphy, 1997), yaitu: a) Persepsi tentang kerentanan (Perceived Susceptibility) Gagasan ini mengacu kepada suatu persepsi subjektif dari penyusutan kondisi kesehatan. Dimensi ini telah diformulasikan untuk penerimaan diagnosa, perkiraan kerentanan seseorang dan kerentanan terhadap semua penyakit. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut. Suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul apabila seseorang telah merasakan ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tertentu. b) Persepsi tentang keparahan (Perceived Severity) Pandangan individu bahwa semakin berat penyakit tersebut, maka semakin besar ancaman yang harus dihadapi. c) Motivasi kesehatan (Health Motivation) Motivasi kesehatan yang timbul oleh adanya gejala-gejala penyakit, dan motivasi itu bervariasi pada masing-masing individu yang dipengaruhi oleh derajat kepeduliannya terhadap masalah kesehatan. d) Persepsi tentang manfaat (Perceived Benefits) Persepsi mengenai manfaat yang dirasakan apabila mengambil tindakan terhadap gejala yang dirasakan untuk mengurangi ancaman. e) Persepsi tentang hambatan (Perceived barriers) Hambatan untuk bertindak dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan saat mendapatkan pengobatan, disamping itu hambatan dapat berupa biaya, baik bersifat monetary cost (biaya pengobatan) maupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan). Selain komponen-komponen yang disebukan diatas, faktor pendukung seperti kampanye media massa, nasehat atau anjuran dari anggota keluarga memberi pengaruh secara tidak langsung yang berkaitan dengan perilaku. Perilaku adalah respon terhadap suatu stimulus yang menyebabkan seseorang bertindak atau melakukan sesuatu. Berobat adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mengurangi, dan menyembuhkan suatu penyakit. Jadi, perilaku berobat adalah respon individu terhadap penyakit yang diderita, respon tersebut dapat berupa mendatangi Rumah Sakit, Puskesmas, praktek dokter, atau tempat-tempat lain yang dianggap dan diyakini mampu membuatnya menjadi sehat. 3. Pengertian dukun Cilik Dukun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah orang yang mengobati, menolong orang sakit, memberi jampi-jampi (mantra, guna-guna, dan lain sebagainya). Novia (2010) juga mengungkapkan hal yang sama, dukun adalah orang yang ahli mengobati penyakit atau gangguan jiwa dengan jampi; pengobatan; penyembuhan; proses perbuatan yang menyembuhkan. Menurut kamus Lisan al-A’raf (Ramadhan, 2011), dukun adalah orang yang memberi kabar kepada kita tentang hal-hal di sekitar kita yang berkaitan dengan masa depan, ia mengaku bahwa dirinya mengetahui rahasia-rahasia gaib. Kitab al-Irsyad al‘Ibad (Ramadhan, 2011) juga mendefinisikan dukun sebagai orang yang mengabarkan hal-hal gaib yang akan terjadi pada masa-masa mendatang, mengaku memiliki ilmu gaib dan menyatakan jin telah memberitahukan kepadanya. Spesialisasi perbedaan dukun dan paranormal menurut Ramadhan (2011) adalah orang yang mengklaim mengetahui hal gaib dan mengabarkannya kepada manusia hal yang akan terjadi berdasarkan informasi syetan disebut dukun, sedangkan orang yang mengaku mengetahui hal yang telah terjadi atau sedang berlangsung disebut paranormal. Menurut Novia (2010), cilik artinya kecil. Dukun adalah orang yang dipercaya dapat mengobati, menolong orang sakit, dan memberi jampi-jampi. Ditarik kesimpulan bahwa dukun cilik adalah anak kecil yang dipercaya dapat mengobati, menolong orang sakit, dan memberi jampi-jampi melalui perantara tertentu. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana persepsi tentang kesehatan diri orang yang berobat pada dukun cilik Ponari dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku berobat ke dukun cilik tersebut. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan motede kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis isi dengan metode wawancara dan observasi. Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah criterion sampling, criterianya adalah orang yang sebelumnya telah melakukan pengobatan modern, beragama islam, dan berdomisili di luar kabupaten Jombang. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi tentang Kesehatan Diri Persepsi membantu individu untuk dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan yang ada disekitarnya maupun tentang keadaan diri individu yang bersangkutan. Suryono (2004) menyatakan bahwa self-perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu, artinya yang menjadi objek adalah diri sendiri. Termasuk dalam hal kesehatan, persepsi tentang kesehatan diri merupakan suatu pemaknaan tentang keadaan diri individu itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara, kedua informan memandang secara umum kesehatan dirinya baik, meskipun penyakit kambuhan yang diderita mereka kategorikan sebagai penyakit parah. Kedua informan merasa dirinya memiliki daya tahan tubuh yang baik karena tidak mudah terserang penyakit selain dari penyakit menahun yang selama ini diderita keduanya. Menurut Davidoff (Walgito, 2004), persepsi merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu, maka dari itu perasaan, kemampuan berpikir dan pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif dalam mempersepsi. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personality), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib sendiri. Locus of control terdiri dari internal locus of control dan eksternal locus of control. Hasil yang dicapai oleh internal locus of control dianggap berasal dari aktivitas dirinya. Sedangkan pada individu yang memiliki eksternal locus of control menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol oleh keadaan luar seperti keberuntungan dan kesempatan (Kreitner & Kinicki, 2005). Kedua informan menganggap bahwa kesehatan dirinya cenderung ditentukan oleh seberapa besar usaha yang dilakukan agar terhindar dari penyakit (internal locus of control). Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan merubah gaya hidup dengan membudayakan hidup sehat seperti berolahraga, makan makanan yang sehat, istrahat yang cukup, dan tidak melakukan tindakan yang akan membuat penyakit mereka kambuh adalah upaya yang dilakukan kedua informan untuk menjaga kondisi tubuhnya agar tetap sehat. Salah satu informan menganggap bahwa diri sendiri bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi kesehatan, akan tetapi ada hal lain yang juga ikut berperan. Hal tersebut adalah lingkungan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa manusia sebagai makhluk sosial perlu berinteraksi dengan orang lain yang berada dalam lingkungan atau komunitas dimana dirinya berada. Salah satu kegiatan sosial yang dilakukan informan ternyata bisa menyebabkan informan melakukan negative health behavior dan membawa dampak yang kurang baik bagi kesehatan diri informan. Green, dkk (Gibney, 2009) model ekologis promosi kesehatan mempresentasikan kesehatan sebagai suatu produk interdependensi antara perorangan dan berbagai subsistem ekosistem (misalnya keluarga, komunitas, budaya, lingkungan fisik dan sosial). Dengan kata lain, kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh seorang individu. Sebaliknya, kesehatan ditentukan oleh tindakan dan karakteristik perorangan, faktor-faktor diluar perorangan serta interaksi antara keduanya. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Berobat ke Dukun Cilik Ponari Perilaku berobat adalah respon individu terhadap penyakit yang diderita, respon tersebut dapat berupa mendatangi Rumah Sakit, Puskesmas, praktek dokter, atau tempat-tempat lain yang dianggap dan diyakini mampu membuatnya menjadi sehat. Menurut Rosenstock (Noorkasiani, 2010), perilaku individu ditentukan oleh motif dan kepercayaanya, tanpa memperdulikan apakah motif dan kepercayaan tersebut sesuai atau tidak dengan realitas atau pandangan orang lain. Berobat pada dukun cilik Ponari merupakan pilihan kedua informan, hal ini disebabkan oleh keinginan keduanya untuk sembuh dari penyakit yang selama ini diderita dan rasa percaya pada kekuatan supranatural. Kedua informan mengetahui bahwa ada orangorang yang tidak setuju dan tidak mempercayai pengobatan tradisional alternatif seperti pengobatan dukun cilik Ponari, akan tetapi semua itu tidak membuat keduanya berhenti untuk mendatangi tempat praktek tersebut. Berita yang disiarkan oleh media massa tentang banyaknya orang yang sembuh setelah meminum air bekas celupan batu Ponari, membuat kedua informan beranggapan bahwa penyakit yang selama ini dideritanya juga bisa disembuhkan dengan kekuatan batu yang dimiliki oleh Ponari sang dukun cilik. Kepercayaan terhadap kekuatan supranatural yang berasal dari batu inilah yang mengantarkan kedua informan datang berobat pada Ponari. Perilaku berobat dapat dijelaskan melalui model kepercayaan kesehatan (Health Beliefe Model), Becker (Maulana, 2009) menyatakan bahwa model kepercayaan kesehatan merupakan model kognitif, yang berarti proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Persepsi tentang keparahan (Perceived Severity) adalah pandangan individu bahwa semakin berat penyakit tersebut, maka semakin besar ancaman yang harus dihadapi. Tingkat keparahan penyakit yang diderita kedua informan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku berobat pasien dukun cilik Ponari adalah. Penyakit kedua informan dikatakan sebagai penyakit yang parah karena seringnya penyakit tersebut kambuh sehingga menghambat keduanya dalam menjalankan aktivitas. Persepsi tentang manfaat (Perceived Benefits) adalah persepsi mengenai manfaat yang dirasakan apabila mengambil tindakan terhadap gejala yang dirasakan untuk mengurangi ancaman. Kedua informan merasa bahwa kesehatan keduanya membaik secara signifikan setelah mendapat pengobatan dari dukun cilik Ponari. Pengobatan yang simpel dan fleksibel membuat kedua informan merasa nyaman dan tetap berobat pada Ponari sampai sekarang. Persepsi tentang hambatan (Perceived barriers) adalah hambatan untuk bertindak dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan saat mendapatkan pengobatan, disamping itu hambatan dapat berupa biaya, baik bersifat monetary cost (biaya pengobatan) maupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan). Kedua informan merasa kurang cocok dengan metode pengobatan modern atau pengobatan medis karena khawatir jika tergantung dengan rutinitas minum obat, biaya berobat yang mahal, dan keterbatasan waktu untuk berobat rutin. Menurut Becker (Maulana, 2009), kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian. Hal yang sama juga terdapat dalam komponen health belief model dari Becker (Bennett & Murphy, 1997) yang sesuai dengan hasil penenlitian ini, faktor yang mempengaruhi perilaku berobat pasien dukun cilik Ponari diantaranya adalah persepsi tentang keparahan (perceived Severity), persepsi tentang manfaat (perceived Benefits), dan persepsi tentang hambatan atau kerugian (perceived barriers). Ketiga komponen ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku berobat ke dukun cilik Ponari. Salah satu informan menyatakan bahwa dirinya mengalami kendala selama berobat pada dukun cilik Ponari, kendala tersebut adalah jarak dan biaya. Jauhnya jarak antara kediaman informan dengan tempat praktek Ponari yang berada di wilayah yang berdeda, sehingga informan harus mengeluarkan banyak biaya transfortasi. Informan mengaku bahwa kendala tersebut dapat diatasi, karena penyakit kambuhan informan yang semula terasa sangat parah, berangsur membaik semenjak pertama kali informan datang berobat pada Ponari. Kendala apapun yang dihadapi, tidak menjadi faktor penghambat bagi informan untuk memperoleh kesembuhan dari pengobatan Ponari sang dukun cilik dari Jombang. Rosenstock (Noorkasiani, 2009), Kebutuhan kesehatan subjektif merupakan kunci dari dilakukannya atau dihindarinya suatu tindakan kesehatan, artinya individu akan melakukan suatu tindakan untuk menyembuhkan penyakitnya jika benar-benar merasa terancam oleh penyakit tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa secara umum pasien dukun cilik Ponari mempersepsikan kesehatan dirinya baik. Pasien dukun cilik Ponari menganggap daya tahan tubuhnya baik, sehingga jarang terserang penyakit. Sementara itu, kesehatan diri pasien dukun cilik Ponari lebih ditentukan oleh seberapa besar usaha yang dilakukan agar terhindar dari penyakit, dengan kata lain diri sendirilah yang memegang peranan penting untuk terciptanya kesehatan yang diharapkan. Improving life style melalui aktivitas fisik dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kessehatan adalah usaha yang mereka lakukan untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku berobat ke dukun cilik Ponari, faktor-faktor tersebut adalah persepsi tentang tingkat keparahan penyakit, persepsi tentang manfaat berobat pada dukun cilik Ponari, persepsi tentang hambatan berobat modern, dan kepercayaan pada kekuatan supranatural. Semua faktor tersebut membuat mereka tetap berobat pada Ponari, meskipun pengobatan Ponari tidak sepopuler dulu. Orang yang datang berobat pada dukun cilik Ponari menganggap bahwa penyakit yang diderita sangat parah dan mengganggu aktivitas, oleh karena itu Ponari diharapkan dapat menyembuhkan penyakit tersebut secara total. Orang yang menganggap sakitnya tidak terlalu parah serta masih bisa menjalankan aktivitas secara baik, maka orang tersebut tidak akan berobat pada dukun cilik ponari. Metode pengobatan dukun cilik Ponari dianggap simple karena pasien hanya meminum air dari celupan batu yang dimiliki Ponari, selain itu perubahan yang signifikan juga dirasakan sejak pertama kali berobat. Seseorang tidak akan datang berobat pada dukun cilik Ponari jika memiliki persepsi yang negatif tentang pengobatan yang dilakukan oleh dukun cilik tersebut. Khawatir jika tergantung dengan rutinitas minum obat, biaya berobat yang mahal, dan keterbatasan waktu untuk berobat rutin merupakan hambatan bagi mereka untuk melakukan pengobatan medis, dapat dikatakan bahwa mereka merasa kurang cocok dan memiliki persepsi negatif terhadap pengobatan modern. Seseorang yang merasa tidak terbebani dengan metode pengobatan modern akan tetap berobat di tempat-tempat medis dan tidak akan berobat di tempat praktek dukun cilik Ponari. Modal utama yang harus ditanamkan ketika berobat pada dukun cilik Ponari adalah rasa percaya bahwa sang dukun cilik mempunyai kekuatan supranatural yang dapat menyembuhkan penyakit. Seseorang tidak akan mendatangi tempat prakter Ponari untuk mendapatkan pengobatan jika tidak percaya bahwa Ponari memiliki kekuatan supranatural. DAFTAR PUSTAKA Asmadi, N. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. Asysyariah.com. 2009. Sensari Dukun dan Perdukunan. http://www.asysyariah.com/sensasi-dukun-dan-perdukunan.htm. 23 Maret 2012. Bennett, P & Murphy, S. 1997. Psychology and Health Promotion. Buckingham : Open University Press. Bphn.go.id. 2008. Instruksi Presiden Republik Indonesia No.8 tahun 1983 tentang bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan. http://www.bphn.go.id/data/documents/83ip008.doc. 20 Maret 2012. Gibney. Dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerjemah : Hartono. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta : Balai Pustaka. Kreitner, R & Kinicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Penerjemah : Suandy. Jakarta : Salemba Empat.. Liputan6.com. 2009. Heboh ponari : Dukun Cilik dari Jombang. http://www.berita.liputan6.com/read/172926/Heboh.Ponari.Dukun.Cilik.dari.Jom bang. 19 Maret 2012. Lkc.or.id. 2012. Layanan Kesehatan Cuma-Cuma. http://www.lkc.or.id/tentang-kami. 20 Maret 2012. Maulana. D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Noorkasiani. dkk. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Novia. W. 2010. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya. Kashiko. Okezone.com. 2012. Pasien Dukun Cilik di Tegal terus Berdatangan. http://www.internal.okezone.com/read/2010/01/19/340/295705/pasien-dukuncilik-di-tegal-terus-berdatangan. 20 Maret 2012. Ramadhan, I. 2011. Menyikapi Jin dan Dukun Hitam Putih Indonesia. Surabaya : Halim Jaya. Sehatnews.com. 2012. RS dan Puskesmas Bergerak untuk Daerah Terpencil. http://www.sehatnews.com/2012/02/14/rs-dan-puskesmas-bergerak-untukdaerah-terpencil/. 26 Maret 2012. Soewarno, B. M. Allah Sang Tabib. Jakarta : Al Mawardi. Sunaryo. 2002. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Syafrudin & Hamidah, 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Widyatamma. 2011. Kamus Lengkap Kedokteran. Jakarta : PT. Widyatamma.