TINJAUAN PUSTAKA Dadih Dadih (dadiah dalam bahasa Minangkabau) merupakan salah satu makanan tradisional Sumatra Barat. Suku Minangkabau memproses susu kerbau yang baru diperah tanpa dimasak, kemudian dimasukkan susu kerbau tersebut ke dalam potongan tabung bambu kira-kira sebanyak 150 ml, ditutup dengan daun pisang atau plastik dan didiamkan semalam hingga dua malam pada suhu ruang hingga menjadi kental menyerupai yogurt (Surono, 2004). Produk dadiah berbentuk semi padat seperti tahu atau gel yang dapat dengan mudah dipotong atau diiris, berwarna putih sampai krem, dengan rasa asam dan aroma yang khas (Winarno dan Fernandez, 2007). Surono (2004) juga menjelaskan bahwa susu kerbau tersebut bisa menjadi kental menyerupai yogurt dikarenakan bakteri asam laktat indigenous dalam susu kerbau berperan dalam fermentasi dadiah dan mengalahkan bakteri kontaminan yang terkandung dalam susu kerbau mentah tersebut, mengingat bahwa proses pembuatannya dilakukan secara tradisional, sederhana dan tidak memperhatikan faktor higienis. Spesies bakteri yang mendominasi fermentasi dadiah diantaranya adalah Lactobacillus casei subsp. casei, Leuconostoc paramesenteroides, Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis dan Lactococcus lactis subsp. lactis biovar diacetylactis. Bakteri Asam Laktat Gibson dan Angus (2000) mengatakan bahwa Bakteri Asam Laktat (BAL) didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri Gram positif yang disatukan oleh berbagai morfologi. BAL secara umum tidak berspora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. BAL biasa digunakan di dalam industri makanan. Karthikeyan dan Santosh (2009) mengatakan bahwa bakteri asam laktat mampu menurunkan pH makanan, sehingga pada pH rendah pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme yang terdapat di dalam makanan termasuk bakteri patogen dapat terhambat dan mampu memperpanjang umur simpan makanan. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa BAL merupakan sebutan umum untuk bakteri yang memfermentasikan gula seperti laktosa atau glukosa untuk menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok kecil yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Produk akhir dari proses metabolisme homofermentatif sebagian besar berupa asam laktat sedangkan produk akhir dari proses metabolisme heterofermentatif adalah asam laktat, etanol, asam asetat dan CO2. Goldin (1998) menambahkan, bahwa BAL diklasifikasikan ke dalam beberapa genus antara lain Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Lactobacillus. Diantara genus dan spesies, ada beberapa BAL yang berpotensi sebagai bakteri probiotik. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies BAL yang berpotensi sebagai bakteri probiotik cukup banyak, diantaranya bakteri Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, Lactococcus lactis subsp. lactis, Lactobacillus fermentum, Steptococcus lactis, Streptococcus cremoris, Streptococcus salivarious subsp. thermophilus dan Streptococcus intermedius. Beberapa bakteri yang diidentifikasikan sebagai bakteri probiotik selain BAL adalah Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium breve, Enterococcus faecalis, Enterococcus faecium dan Saccharomyces boulardii (Tamime, 2005). Bifidobacterium longum B. longum ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada usus besar. B. longum membantu mencegah kolonisasi bakteri patogen dengan cara menempel pada dinding usus dan mendesak bakteri jahat keluar. Bakteri ini menghasilkan asam laktat, asam asetat sehingga menurunkan pH usus dan menghalangi bakteri yang tidak diinginkan. B. longum termasuk ke dalam bakteri Gram positif, katalase negatif, non motil, non spora, bersifat anaerobik dan berbentuk batang (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Bifidobacterium hidup pada lapisan lumen kolon dan lebih spesifik lagi nenbentuk koloni dalam jumlah banyak, meneyerap nutrisi, mensekresikan asam laktat, asam asetat dan senyawa antimikroba (Tamime dan Robinson, 1999). 4 Lactobacillus acidophilus Wahyudi dan Samsundari (2008) menjelaskan, bahwa L. acidophilus umumnya ditemukan di dalam usus halus. L. acidophilus termasuk ke dalam famili Lactobacillaceae. Bakteri ini tergolong ke dalam bakteri Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, bersifat anaerob fakultatif, tidak berspora dan katalase negatif (Ray, 2004). L. acidophilus merupakan bakteri paling umum dikenal sebagai bakteri probiotik. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Surono (2004) yang menyatakan bahwa L. acidophilus merupakan BAL yang resisten terhadap asam lambung dan masih dapat mempertahankan jumlah bakteri hidup sampai 10 7 koloni/ml. Lactobacillus plantarum L. plantarum merupakan salah satu BAL yang penting dalam fermentasi daging, susu maupun sayuran. L. plantarum merupakan BAL dari famili Lactobaciliceae, genus Lactobacillus dan subgenus Streptobacterium (Pelczar dan Chan, 2007). L. plantarum tergolong ke dalam bakteri Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, tidak berspora, katalase negatif dan bersifat anaerob fakultatif (Ray, 2004). Lactococcus lactis L. lactis dahulu dikenal sebagai Streptococcus lactis yang mempunyai kemampuan mensintesis folat dan riboflavin. L. lactis merupakan salah satu jasad renik yang paling utama digunakan pada industri pengolahan susu karena L. lactis mampu menghasilkan sejumlah laktat berlimpah (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Bakteri ini termasuk ke dalam famili Streptococcaceae yang memiliki bentuk bulat berantai pendek, katalase negatif, tidak berspora, tergolong ke dalam bakteri Gram postif dan memiliki suhu pertumbuhan optimum 28-310C (Surono, 2004). Mikroflora Usus Manusia Mikroflora bakteri pertama kali terbentuk pada saluran pencernaan setelah beberapa hari bayi lahir. Lebih dari 400 spesies bakteri ada di dalam usus manusia. Seluruh mikroba tersebut membentuk 100 triliun mikroflora normal saluran pencernaan yang hidup dari hari ke hari. Jumlah bakteri dominan dikendalikan oleh beberapa faktor seperti makanan inang, sistem kekebalan tubuh inang, tingkat daya 5 hidup bakteri, adanya infeksi dan dosis konsumsi makanan suplemen probiotik (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Wahyudi dan Samsundari (2008) menjelaskan bahwa Lactobacillus merupakan penghuni normal saluran pencernaan dan saluran reproduksi manusia. Lactobacillus sebagai penghasil utama asam laktat di dalam saluran pencernaan. Beberapa jenis BAL yang juga menjadi penghuni saluran pencernaan diantaranya adalah Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium infantis (pada bayi), Bifidobacterium adolescentris yang menempati usus besar manusia, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus johnsonii, Lactobacillus Lactobacillus gasseri, salivarius, Lactobacillus Lactobacillus crispatus, ruminis, Lactobacillus vitulinus dan Lactobacillus reuteri yang hidup dalam usus halus. Surono (2004) menambahkan, bahwa bakteri yang mendominasi saluran pencernaan bayi yang diberi ASI adalah Bifidobacterium, sedangkan bayi yang diberi susu formula adalah L. acidophilus. Sistem pencernaan manusia diawali dari mulut hingga rektum. Waktu yang dibutuhkan makanan dan panjang saluran pencernaan dari mulut sampai rektum yang harus ditempuh dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Waktu yang Dibutuhkan Makanan dan Panjang Saluran Pencernaan Manusia (Mitsuoka, 1990) 6 Mikrobiota usus berbeda pada tiap individu tergantung dari nutrisi, kesehatan, obat yang dimakan dan kondisi lingkungan hidupnya. Mitsuoka (1990) menjelaskan, bahwa mikrobiota usus lansia yang panjang umur sama dengan pada orang dewasa sehat. Populasi bakteri dan jenis bakteri yang ada pada saluran pencernaan dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Populasi Bakteri pada Berbagai Saluran Pencernaan Manusia (Surono, 2004) Probiotik Bakteri probiotik menurut Food and Agriculture Organization (FAO) yang disitir Burn et al. (2008) adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi penggunanya. Salah satu karakteristik terpenting yang diperlukan untuk pemilihan kandidat probiotik adalah perlawanan terhadap keasaman lambung dan garam empedu. Salminen et al. (2004) menambahkan, bahwa suatu bakteri dapat dikatakan sebagai bakteri probiotik apabila memenuhi beberapa kriteria, yaitu 1) bersifat nonpatogenik dan mewakili mikrobiota normal usus dari inang tertentu serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi garam empedu yang tinggi dalam usus halus, 7 2) mampu tumbuh dan melakukan metabolisme dengan cepat dan terdapat dalam jumlah yang banyak dalam usus, 3) dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari saluran usus untuk sementara, 4) dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri merugikan, serta 5) mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar dan hidup selama kondisi penyimpanan. Widodo (2002) juga menambahkan bahwa salah satu syarat BAL yang perlu dimiliki oleh bakteri probiotik adalah memiliki ketahanan terhadap antibiotik. Bron et al. (2004) menjelaskan bahwa ketika bakteri probiotik ditelan, maka bakteri pertama kali akan menghadapi keasaman lambung. Berrada et al. (1991) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung sekitar 90 menit. Bakteri asam laktat tidak hanya tumbuh dengan lambat pada pH rendah, tetapi kerusakan akibat asam dan hilangnya viabilitas juga dapat terjadi pada sel bakteri yang terpapar pada pH rendah. Tiap galur memiliki ketahanan yang berbeda terhadap asam atau pH rendah. Contohnya pada penelitian yang dilakukan oleh Susanti et al. (2007), sebanyak 20 isolat yang berasal dari galur yang berbeda-beda memiliki ketahanan yang berbeda-beda pada pH 2,5 selama 90 menit. Keseluruhan isolat yang diteliti ternyata mampu hidup di pH 2,5 namun isolat yang berasal dari galur feses bayi dan air kelapa penurunan populasinya lebih rendah daripada isolat yang berasal dari galur dadiah, keju, tape dan moromi kecap. Bakteri yang mampu bertahan pada kondisi keasaman lambung akan dialirkan menuju ke usus bagian atas, dimana pada usus bakteri akan menghadapi tekanan yang berhubungan dengan ketersediaan O2 yang rendah, garam empedu dan persaingan dengan mikrobiota (mikroorganisme lainnya yang terdapat di dalam usus). Garam empedu yang terdapat di dalam usus disintesis di dalam hati dengan cara mengkonjugasi steroid heterosiklik yang berasal dari kolesterol dan disalurkan ke usus melalui usus dua belas jari. Garam empedu kemudian akan diserap kembali dari ileum bagian bawah dan kembali ke hati untuk disekresikan lagi ke empedu (Bron et al., 2004). Lamanya bakteri di dalam usus sekitar 4-6 jam. Bakteri yang telah melewati garam empedu harus mampu mengkolonisasi pada saluran usus bagian bawah agar dapat dikatakan bakteri probiotik (Surono, 2004). 8 Seperti halnya ketahanan terhadap asam, menurut Zavaglia et al. (1998) semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,3% ox gall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk melakukan seleksi terhadap isolat yang resisten terhadap garam empedu. Antibiotik Pelczar dan Chan (2008) mengatakan bahwa kata antibiotik diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain, sehingga antibiotik merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme lain. Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri, ada antibiotika yang membidik kelompok bakteri Gram negatif, bakteri Gram positif ataupun kedua kelompok bakteri tersebut. Keefektifan suatu antibiotik sangat tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Siswandono (2000) menambahkan, bahwa antibiotik berdasarkan spektrum aktivitasnya dibedakan menjadi 6 yaitu 1) antibiotik dengan spektrum luas yang efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif, contohnya kloramfenikol, turunan tetrasiklin, turunan amfenikol, turunan aminoglikosida, turunan makrolida, rifamfisin, beberapa turunan penisilin, seperti ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbenisilin, hetasilin, rivampisilin, sulbenisilin dan tikarsilin, dan sebagian besar turunan sefalosporin, 2) antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram positif, contohnya basitrin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenesetin K, metisilin Na, nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin Na, turunan linkoksamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosforin, 3) antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram negatif, contohnya kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin, 4) antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap mycobacteriae (antituberkulosis), contohnya streptomisin, kanamisin, rifampisin, viomisin dan kapreomisin, 5) antibiotik yang aktif terhadap jamur, contohnya gliseofulfin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan 9 kandisidin, 6) antibiotik yang aktif terhadap neoplasma (antikanker), contohnya aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, doksorubisin, mitomisin dan mitramisin. Selain itu, antibiotik juga dibedakan berdasarkan mekanisme kerja antibakteri yaitu penghambatan sintesis dinding sel, penghambatan sintesis protein, kerusakan membran sel dan penghambatan sintesis DNA atau RNA (Volk dan Wheeler, 1993). Kloramfenikol Schunack et al. (1990) menjelaskan bahwa kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif terhadap banyak bakteri Gram positif dan Gram negatif yang bekerja secara bakteriostatik. Antibiotik kloramfenikol ini bekerja dengan cara bergabung bersama dengan sub unit-sub unit ribosom sehingga mengganggu sintesis protein. Kloramfenikol relatif tidak beracun bagi mamalia bila digunakan secara terapeutik. Namun, apabila pemberiannya berlebihan maka akan menyebabkan beberapa kelainan yang gawat di dalam darah seseorang. Penggunaan antibiotik sangat dianjurkan hanya pada kasus-kasus yang tidak dapat diobati secara efektif dengan antibiotik lain (Pelczar dan Chan, 2008). Amoksisilin Amoksisilin merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang aktif terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Haemophilus influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella serta untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing Staphylococci, Listeria. Meskipun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara tunggal untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streptococcus dan staphylococcal (Siswandono, 2000). Volk dan Wheeler (1993) mengatakan bahwa antibiotik amoksisilin bekerja dengan cara mengeluarkan tindakan mematikan (bakterisida) pada bakteri yang berada di sekitarnya. Antibiotik ini akan mempengaruhi pembentukan dinding sel. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Siswandono, 2000). 10 Aktivitas Antimikroba Bakteri Asam Laktat BAL memproduksi senyawa asam organik (asam laktat, asam format, dan asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida dan bakteriosin yang berpotensi untuk menghambat beberapa mikroorganisme lain termasuk bakteri pembusuk dan bakteri patogen (Onilude et al., 2005). Antimikroba yang terdapat di dalam bakteri digunakan untuk inaktivasi bakteri patogen. Mekanisme aktivitas penghambatan antimikroba dilakukan dengan cara perusakan dinding sel bakteri. Selain itu penghambatan antimikroba juga dapat dilakukan dengan cara penghambatan pembentukan dinding sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam sel, denaturasi protein sel serta perusakan sistem metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Chan, 2008). Hardiningsih et al. (2006) menjelaskan bahwa Lactobacillus yang tergolong ke dalam bakteri probiotik mampu menghambat pertumbuhan bakteri merugikan atau patogen, seperti bakteri Streptococcus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa Lactococci, Lactobacilli, Pediococci, Leuconostocs, Carnobacteria, Streptococci dan Enterococci mampu memproduksi senyawa bakteriosin. Substansi antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri probiotik, misalnya L. acidophilus menghasilkan acidotin, acidophilin, bakteriosin dan lactocidin, L. bulgaricus menghasilkan bulgarican, L. plantarum menghasilkan lactolin, plantacin dan plantaricin (Todorov, 2009), L. brevis menghasilkan lactobullin dan lactobrevin, L. reuteri menghasilkan reuterin dan L. lactis menghasilkan nisin (Tamime, 2005). Obadina et al. (2006) dan Noonpakdee et al. (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Lactobacillus plantarum mempunyai spektrum luas yang dapat melawan bakteri patogen dengan cara memproduksi bakteriosin. Noonpakdee et al. (2009) menjelaskan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. plantarum PMU 33 dapat menghambat sebagian besar bakteri Gram positif seperti Lactobacillus sakei supsp. sakei JCM 1157, Lactobacillus curvatus ATCC 256011, Leuconostoc mesenteroides ATCC 10830 dan Leuconostoc cremoris ATCC 19254 serta bakteri patogen yakni Listeria monocytogenes, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa delapan spesies Bifidobacteria termasuk 11 B. longum mampu menghambat secara langsung pertumbuhan bakteri patogen yakni bakteri yang berasal dari genus Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia, Vibrio, Campylobacter, Clostridium dan Bacteroides. Bakteri Patogen Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan terbagi menjadi bakteri pembusuk yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Bakteri pembusuk pada umumnya lebih dominan dibandingkan dengan bakteri patogen. Bakteri patogen secara umum dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan penyebab infeksi dan intoksikasi. Infeksi merupakan racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam saluran pencernaan manusia, sedangkan intoksikasi merupakan racun yang dihasilkan oleh bakteri patogen yang berkembang di dalam makanan. Beberapa contoh bakteri pembusuk dan patogen yang sering terdapat pada produk fermentasi adalah dari famili Enterobacteriaceae, termasuk dari famili Enterobacter, Escherichia, Erwinia, Citrobacter, Salmonella, Shigella dan Yersinia (Fardiaz, 1992). Escherichia coli Escherichia coli terdapat secara normal dalam alat-alat pencernaan manusia dan hewan. Bakteri E. coli merupakan bakteri yang tergolong dalam Gram negatif, bergerak, berbentuk batang, katalase positif, bersifat fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae (Buckle et al., 2007). E.coli mempunyai kisaran suhu pertumbuhan antara 30-40 C dengan suhu optimum 37 C. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan E.coli adalah 7,0–7,5 dan aw optimum adalah 0,96. Pertumbuhan bakteri ini meningkat dengan pesat selama 12-18 jam pertama dan kemudian meningkat perlahan-lahan sampai 48-72 jam masa pertumbuhannya (Ray, 2004). E. coli bersifat enteropatogenik dan dikenal sebagai penyebab penyakit diare pada bayi dan orang dewasa. Organisme ini sering berada di dapur dan tempattempat persiapan bahan pangan. Pencemaran makanan yang disebabkan oleh bakteri E. coli biasanya terjadi melalui tangan, permukaan alat-alat, tempat masakan dan peralatan lainnya. Masa inkubasi yang diperlukan bakteri E. coli adalah 1-3 hari dan gejala-gejalanya menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Salmonella atau disentri (Buckle et al., 2007). 12 E. coli dibedakan ke dalam empat kelompok patogenik penyebab diare yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan VTEC (E. coli penghasil verotoksin). EIEC menyebabkan diare berdarah dengan gejala mirip disentri (Shigella), sedangkan ETEC menyebabkan diare pada bayi (infantile diarrhea) diare yang disebabkan oleh Vibrio cholerae. Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tetapi EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tetapi paling umum pada anak-anak (Ray, 2004). Staphylococcus aureus S. aureus termasuk genus Staphylococcus dan family Micrococcaceae. Selnya berbentuk bulat, termasuk gram positif, katalase positif, tidak bergerak, fakultatif anaerob dan dapat tumbuh pada produk-produk yang mengandung NaCl sampai 16%. Kisaran suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah 6,5–46 C, dengan suhu optimumnya adalah 30–37 C. Nilai pH untuk pertumbuhan bakteri ini adalah antara 4,2–9,3, dengan pH optimum 7,0–7,5 (Buckle et al., 2007). Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan enterotoksin yang mengakibatkan keracunan makanan, yaitu apabila termakan dapat mengakibatkan serangan mendadak yaitu kejang perut, muntah-muntah yang hebat dan diare. Penyembuhan keracunan makanan yang disebabkan oleh S. aureus relatif cukup cepat dan pada umumnya hanya membutuhkan waktu satu hari (Buckle et al., 2007). Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium (S. Typhimurium) Buckle et al. (2007) mengatakan bahwa S. Typhimurium merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, katalase positif dan bersifat fakultatif anerobik. S. Typhimurium tumbuh optimum pada suhu 37 0C. Nilai pH untuk pertumbuhan S. Typhimurium berkisar antara 4,0–9,0 dan nilai pH optimum 6,5–7,5, bakteri ini akan mati perlahan-lahan pada pH dibawah 4 dan di atas 9. 13 Viabilitas Salmonella akan menurun selama penyimpanan beku (Pelczar dan Chan, 2007). S. Typhimurium menyebabkan deman tipus yang akan terjadi setelah 7-14 hari terinfeksi dan umumnya penderita penyakit merasakan sakit kepala, kehilangan nafsu makan, lemah dan demam yang terus menerus. Penyakit yang disebabkan oleh S. Typhimurium dapat mengakibatkan tingkat kematian sekitar 10%. Makanan yang pada umumnya dikontaminasi oleh S. Typhimurium adalah telur dan hasil olahannya, daging ayam, serta daging sapi, sehingga untuk mencegah perkembangbiakan S. Typhimurium bahan pangan tersebut tidak boleh terlalu lama disimpan di suhu kamar (Buckle et al., 2007). 14