BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kafein merupakan senyawa alkaloid dengan rumus kimia C8H10N4O2, dan nama 1,3,7-trimetilxanthin (Gambar I.1). Kafein adalah senyawa yang cukup dikenal dalam kehidupan manusia yang secara alami ditemukan dalam banyak tanaman seperti kopi, teh, cola dan coklat. Kafein berbentuk kristal panjang, berwarna putih seperti sutra dan memiliki rasa pahit (Chin dkk., 2003). Kafein dapat dikategorikan sebagai obat yang memiliki sifat aditif dan berguna sebagai stimulan untuk mengurangi kelelahan fisik. Konsumsi kafein yang berlebih dapat menyebabkan insomnia (Farrington dkk., 2007). Gambar I.1 Struktur kafein Untuk keperluan penyediaan bioaktif sebagai nutrasetikal maka kafein perlu diekstraksi dari bahan alam. Beberapa teknik ekstraksi kafein telah dilakukan dan sebagian besar teknik yang digunakan rumit, contoh teknik tersebut adalah ekstraksi pelarut organik (Nwuha, 2000), maserasi (Lou dkk., 2012), dan ekstraksi CO2 superkritical (Kim dkk., 2008) dan Solid Phase Extraction (SPE). Teknik SPE diaplikasikan untuk kafein. Pada awalnya SPE digunakan untuk perlakuan awal pengkajian bahan analitik untuk analisis sampel, namun kemudian juga dapat digunakan untuk isolasi bahan alam. SPE adalah salah satu teknik ekstraksi baik karena kemampuannya untuk memurnikan analit dari sampel cairan secara efisien. 1 2 Kekurangan SPE konvensional yaitu selektivitas metode ini tergantung dari pemilihan adsorben yang didasarkan pada kemampuannya untuk menjerap analit, di mana ikatan antara analit dengan penjerap harus lebih kuat daripada ikatan antara analit dengan sampel, sehingga analit tertahan pada adsorben. Dalam upaya memperbaiki kekurangan SPE, menurut Farrington dkk. (2007) digunakan bahan berupa polimer tercetak molekul atau Molecular Imprinted Polymer (MIP). Penggunaan MIP untuk SPE ditujukan untuk mengikat target molekul secara selektif, bahkan ketika bahan alam tersebut berada dalam matriks yang kompleks. MIP merupakan teknologi baru yang meniru kemampuan enzim untuk menangkap substrat secara selektif yakni dengan pembuatan situs pengenalan molekul secara selektif dengan pencetakan molekul tersebut pada bahan polimer. MIP memiliki keunggulan dibandingkan analisis yang lain termasuk biaya rendah, mudah disimpan, stabil, dapat digunakan secara berulang tanpa kehilangan aktivitas, kekuatan mekanik yang tinggi, daya tahan terhadap panas dan tekanan. Prosedur sintesis MIP dilakukan dengan pencampuran molekul target (templat) yang kemudian pada proses pencucian dilepaskan kembali, sehingga meninggalkan bekas ruang berupa situs pengikatan yang berbentuk molekul yang diinginkan. Polimer dibentuk dengan menambahkan ligan sehingga menghasilkan situs pengikatan yang menyerupai molekul asal dari sisi ukuran, bentuk dan keberadaan situs fungsional. Sintesis tersebut dilakukan berdasarkan prinsip polimerisasi dengan melibatkan templat, monomer fungsional, crosslinker, inisiator dan pelarut (Kirsch dkk. 2000). Sintesis MIP dilakukan antara monomer fungsional dengan molekul templat melalui interaksi non-kovalen sebelum proses polimerisasi. Setelah polimer terbentuk, kemudian molekul templat dilepaskan kembali dengan menggunakan pelarut yang sesuai atau dengan pemanasan sehingga akan dihasilkan situs pengikatan yang mirip dengan molekul templat. Salah satu faktor penting dalam sintesis MIP adalah rasio mol antara templat dan monomer fungsional yang digunakan. Beberapa jurnal melaporkan penggunaan asam metakrilat (MAA) cukup baik untuk digunakan sebagai monomer fungsional bagi templat yang memiliki situs aktif polar (Jin dan Kyung, 2005; Yan dan Row, 2006; dan Khan dkk. 2012). Namun dalam penelitian ini digunakan metil eugenol 3 (C11H14O2) sebagai monomer fungsional baru yang nantinya bereaksi dengan kafein membentuk suatu polimer. Pada struktur senyawa metil eugenol yang mempunyai sisi aktif dari gugus metoksi (-OCH3) yang diharapkan dapat berinteraksi dengan templat. Berdasarkan pemilihan monomer fungsional ini, tidak adanya ikatan hidrogen dalam matriks polimer nantinya akan mengurangi ikatan yang terjadi antara kafein dengan metil eugenol sehingga dapat diaplikasikan untuk SPE. Kajian ini berdasarkan interaksi antara monomer dan templat untuk membentuk struktur komplek yang stabil dan dapat ditentukan dengan mengunakan parameter energi ikat untuk membentuk komplek tersebut (Yao dkk. 2008). Pengaturan interaksi ini umumnya dicapai dengan interaksi non kovalen antara gugus fungsional tertentu pada monomer fungsional dan templat, yang mana posisi monomer dalam orientasi tertentu berhubungan dengan molekul templat sebelum polimerisasi. Dalam hal rebinding MIP-templat interaksi non-spesifik seperti interaksi hidrofobik harus diminimalkan karena senyawa lain tidak akan membentuk interaksi yang sama dengan monomer fungsional. Hal ini terkait dengan karakter situs pengikatan (pori). Porogen adalah pelarut yang mampu membentuk struktur pori. Porogen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu asetonitril yang bersifat polar yang membentuk struktur berpori dengan daerah luas permukaan yang tinggi, sedangkan pelarut non-polar sepeti kloroform dan toluena cenderung tidak membentuk matriks berpori dengan area permukaan yang tinggi (Farrington dkk., 2007). Untuk mendapatkan MIP yang selektif terhadap molekul templat maka beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu penggunaan monomer fungsional, pelarut serta rasio monomer-templat fungsional yang sesuai dalam sintesisnya. Berdasarkan hasil analisis HPLC, Bakas dkk. (2013) melaporkan bahwa penggunaan monomer dan pelarut yang tidak sesuai dapat menurunkan tingkat adsorptivitas MIP dikarenakan molekul templat tidak terikat cukup kuat dalam situs pengikatan MIP. Dengan demikian optimasi komposisi menjadi pertimbangan yang penting sebelum sintesis MIP. Selain untuk keperluan ekstraksi, MIP juga bermanfaat untuk membantu teknik analisis kimia dengan sensor, dan untuk analisis kafein yang cepat dan relatif murah inilah diperlukan upaya sensitivitas yang 4 selektif. Hal ini dapat dibantu dengan MIP sebagai bahan aktif. Sebagian besar teknik analisis kafein umumnya dengan analisis kimia yang cukup rumit dan biaya yang mahal. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan sintesis MIP yang dapat menghasilkan suatu polimer yang sensitif terhadap kafein sebagai molekul target untuk menghemat biaya dan cepat. Untuk meningkatkan efisiensi sintesis MIP, perlu dilakukan serangkaian sistem pemodelan molekul seperti interaksi rasio templat-monomer. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pemodelan dengan menggunakan komputer pada pengembangan polimer tercetak molekul yang merupakan salah satu alternatif dari pemecahan masalah dalam pencarian senyawa baru dengan memodifikasi struktur kimia. Model hubungan antara struktur, baik elektronik maupun geometri dari satu atau sekelompok molekul yang mempunyai aktivitas tertentu dapat dicari melalui suatu pemodelan sebelum dilakukan sintesis terhadap senyawa tersebut (Mudasir dkk., 2003). 1.2 Tujuan Penelitian Pada penelitian bertujuan untuk: 1. Merancang polimer tercetak molekul (MIP) untuk kafein dengan bantuan pemodelan molekul menggunakan metoda semiempirik AM1. 2. Melakukan sintesis polimer tercetak molekul (MIP) kafein dengan metil eugenol sebagai monomer fungsional 3. Memperoleh rasio mol optimum polimer tercetak molekul (MIP) kafein dengan metil eugenol yang dapat meningkatkan selektivitas untuk analisis dan ekstraksi kafein I.3 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai suatu polimer tercetak molekul yang dapat menunjang teknik analisis kafein dengan metode analisis yang lebih murah dan cepat, memperoleh polimer tercetak molekul yang memiliki selektivitas yang tinggi untuk analisis dan ekstraksi kafein.