Download, PDF - Indonesia Veterinary Pharmacy and

advertisement
Makalah ilmiah-5
Cytotoxic analysis of raw extract of six sea weeds species
againts myeloma cell (NS-1)
I WAYAN SUDIRA
Pharmacology Laboratory, Faculty of Veterinary Medicine Udayana University
Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali 80232, e-mail [email protected]
Abstract
The aim of this study was to know ability of sea weeds extract toward culture
toxicities myeloma cell NS-1, Research result was shown, extraction concentration
from six types of sea weeds, cytotoksik effect toward viability myeloma cell NS-1
directly proportional, as follows; the bigger extract concentration tested make a view
percentage of myeloma cell NS-1 viable. The similar phenomena were shown that
Ulva spp as 33.98%, E cattoni 10 %, E. spinosum 47.72 %, Gracilaria arcuata
Zanardini 47.83%, Sargassum spp 30.05 % and Padina spp 21.52% causing
demise of myeloma cell NS-1 the biggest on hour 24th.
Conclution of this research was extraction toward six types of sea weeds shown
various toxicities to culture myeloma cell NS-1
Key words: Sea weeds, Cytotoxicity, Viability, Myeloma cell NS-1,
Pendahuluan
Berbagai sumber daya hayati merupakan potensi pembangunan yang sangat
penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Pemanfatan rumput
laut oleh manusia dilakukan melalui kegiatan seperti ekstraksi bahan – bahan
bioaktif yang digunakan untuk bahan industri farmasi dan kosmetika, yang berasal
dari makro alga laut telah teridentifikasi dan persentase terbesar berupa senyawa
bioaktif yang merupakam metabolit sekunder (Anggadiredja,1994). Rumput laut
dimanfaatkan sebagai bahan baku dan bahan tambahan untuk pembuatan
makanan, obat-obatan dan kosmetik (Brotowidjoyo et al., 1995).
Sekitar 500 produk alami yang berasal dari makro alga laut telah diidentifikasi,
dan persentase terbesar adalah berupa senyawa bioaktif yang merupakan metabolit
sekunder (Anggadiredja, 1994). .Kemampuan rumput laut untuk menghasilkan
metabolit sekunder, berupa metabolit terhalogenisasi dimungkinkan terjadi karena
kondisi lingkungan yang mencekam (Putra, 2006), seperti terpenoid terhalogen
pada rumput laut dan aktogenin bromine sebagai antibiotika (Suptijah, 2002).
Sidharta (2003) melaporkan ekstrak dari rumput laut mempunyai aktivitas anti
bakteri B. subtilis dan E. coli. Senyawa kimia yang dihasilkan dapat berupa
polyfenol (Karou et al.,2005). Polyfenol merupakan senyawa fenol terhidroksilasi
seperti hidroksi koumarin hidroksianat serta turunannya, flavanol, flavanon,
antosianin, proastosianin (tannin) hidroksistilben, auron, dan sebagainya. Senyawa
bioaktif tersebut bersifat sitotoksik terhadap sel myeloma. Meskipun penemuan dan
pemakaian kemoterapi menunjang hasil yang baik tetapi efek sampingnya sangat
besar .Aktivitas antikanker sangat luas dalam tumbuh-tumbuhan. Berbagai zat yang
terkandung dari beberapa tanaman yang berkhasiat sebagai anti kanker telah
berhasil diisolasi. Praskrining aktivitas senyawa bioaktif tersebut terhadap ekstrak
tanaman menunjukan hasil positif (Mc.Laughlin, 1991).
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
1
Makalah ilmiah-5
Salah satu kultur sel mamalia yang sering digunakan dalam pengujian aktifitas
anti kanker secara in vitro adalah sel myeloma. Sel meyloma merupakan salah satu
jenis sel tumor hasil transformasi sel-sel pembentuk antibodi yang akhirnya menjadi
maligna dan dikenal sebagai plasmositoma atau myeloma (Rodriguez, Haun, 1999
dan Indrawati et al., 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas
ekstrak rumput laut terhadap sel myeloma.
Materi dan metoda
Penelitian ini terdiri dari tahapan ekstraksi senyawa bioaktif enam jenis rumput
laut yang diambil dari pantai Pulau Serangan Kota Madya Denpasar Bali,
dilanjutkan dengan mengamati aktivitas sitotoksiknya pada sel myeloma NS-1.
Ekstraksi senyawa bioaktif
Dilakukan untuk mengisolasi komponen bioaktif dari seluruh bagian sampel
melalui perlakuan ekstraksi, sehingga mendapatkan ekstrak kasar.
Pembuatan Larutan Induk
Ekstrak rumput laut sebanyak 160g dimasukkan kedalam labu ukuran 5 ml,
tambahkan 0,5ml DMSO steril sampai larut. Kemudian tambahkan aquades steril
sampai garis tanda dan divortex sampai homogen. Larutan yang diperoleh disaring
dengan membran filter 0,45 µl, dimasukkan ke dalam tabung tertutup steril,
konsentrasi larutan induk yang diperoleh 32.000 ppm.
Larutan uji
Ke dalam 5 buah tabung bertutup steril ditambahkan 900 µl larutan DMEM 10
% steril pada tabung 1. Pada tabung 2,3,4 dan 5 ditambahkan 500 µl larutan DMEM
10 % steril. Sebanyak 100 µl larutan induk dimasukkan ke dalam tabung 1 dan di
goyang perlahan sampai homogen. Diambil 500 µl pada tabung 1 masukkan
kedalam tabung 2 dan digoyang perlahan sampai homogen. Lakukan hal yang
sama pada tabung 2,3,4 dan 5 digoyang perlahan sampai homogen. Konsentrasi
larutan uji yang diperoleh berturut-turut dari tabung 1 – 5 adalah 3200 ppm, 1600
ppm, 800 ppm, 400 ppm dan 200 ppm. Sebagai larutan kontrol digunakan larutan
DMEM 10 %.
Kultur sel myeloma NS-1
Sel myeloma NS-1 ,FBS serum, RPMI, dari I Nyoman Mantik Astawa. Proses
kultur dikerjakan dengan tehnik aseptic di bawah laminair air flow cabinet.
Uji sitotoksik
Penelitian dilakukan dengan menggunakan mikro plate 24 well. Jumlah sel
myeloma yang digunakan adalalah 50.000/ml. Sel myeloma di beri perlakuan
dengan ekstrak rumput laut dengan konsentrasi10%, 5%, 1,25%, 0,5%, 0,1% dan
sebagai larutan kontrol digunakan DMEM 10 % steril (0%). Mikroplate diinkubasikan
selama 24, 48, dan 72 jam dalam inkubator dengan suhu 37 oC dan CO2 5 %.
Sesudah masa inkubasi tersebut aktifitas sitotoksik diperiksa dengan menggunakan
trypan blue. Tripan blue diberikan sebanyak 50 ml ke dalam well . Setelah
tercampur, diambil 10 ml diletakkan kedalam hemositometer, lalu diperiksa dibawah
mikroskop cahaya dan dihitung jumlah sel yang hidup dan sel yang mati.
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
2
Makalah ilmiah-5
Perhitungan Jumlah Sel
Jumlah viable sel tiap ml cairan, dihitung seperti Persamaan 1 dan 2 dengan
catatan sel viable (sel hidup) tak terwanai sedangkan dan sel yang mati terwarnai
dalam daerah ruang Thoma 1 – 4. Volume tiap daerah dihitung = 10 – 4 ml
Vsm = Rvs X 10
4
/ ml ×
1
p
Persamaan 1
Vsm = Viabel sel/ml, Rvs = Rata-rata viable sel dalam daerah hitung
P = Pengenceran
%Vs =
Nsh
X 100%
Nsh + Nsm
Persamaan 2
% Vs = % Viabel sel
Nsh = Jumlah sel hidup
Nsm = Jumlah sel mati
Penghitungan dilakukan dengan pembesaran 100 x .pengenceran dengan
menggunakan larutan tripan blue.
Diskusi
Enam jenis rumput laut dari kawasan pantai Pulau Serangan Kota Madya
Denpasar diekstraksi. efek sitotoksik berbagai konsentrasi dan jenis ekstrak rumput
laut terhadap sel myeloma NS-1 ditunjukkan dengan data pada Tabel 1.
Tabel.1 Persentase Viabel Sel Myeloma NS-1 pada Perlakuan Berbagai
Konsentrasi, Pada jam ke-24, jam ke-48, jam ke- 72
Konsentrasi
0
0.5
1
2.5
5
10
PEU
%VS
99.56
98.07
76.71
72.42
48.31
33.98
Pengamatan jam ke-24,Jenis Rumput Laut
PEC
PES
PED
%VS
%VS
%VS
96.00
89.06
88.64
93.56
83.38
81.82
78.38
78.52
75.00
76.31
57.85
56.76
54.41
52.50
50.61
10.00
47.72
47.83
PESar
%VS
92.30
78.21
68.33
55.52
49.03
30.05
PEP
%VS
88.32
77.34
89.23
33.21
30.45
21.52
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
3
Makalah ilmiah-5
Konsentrasi
0
0.5
1
2.5
5
10
Konsentrasi
0
0.5
1
2.5
5
10
Pengamatan jam ke-48, Jenis Rumput Laut
PEC
PES
PED
%VS
%VS
%VS
98.21
97.23
93.32
75.23
81.43
73.24
68.45
75.92
68.56
55.61
66.34
65.67
35.92
50.21
53.99
32.61
49.19
41.23
PESar
%VS
92.60
91.25
88.32
78.65
88.56
80.43
PEP
%VS
91.20
88.32
64.54
56.73
63.61
59.83
Pengamatan jam ke-72,Jenis Rumput Laut
PEU
PEC
PES
PED
%VS
%VS
%VS
%VS
100.00 92.65
92.32
93.63
99.09
71.87
84.50
88.23
93.64
69.56
74.66
73.67
33.56
66.34
69.56
72.12
14.55
45.23
66.32
60.66
21.23
25.93
61.35
59.24
PESar
%VS
93.24
96.34
97.56
88.68
73.34
77.68
PEP
%VS
91.29
88.30
87.23
87.11
79.26
80.25
PEU
%VS
99.26
98.26
58.82
38.23
16.91
18.21
Keterangan :
%VS
PEU
PEC
PES
PED
PESar
PEP
= Persen Viabel Sel
= Perlakuan Ekstrak Ulva spp
= Perlakuan Ekstrak E. cattoni
= Perlakuan Ekstrak E. spinosum
= Perlakuan Ekstrak Gracilaria arcuata Zanardini
= Perlakuan Ekstrak Sargassum spp
= Perlakuan Ekstrak Padina spp
Terlihat pada jam ke-24, persentase viabel sel myeloma NS-1 pada perlakuan
ekstrak rumput laut, dengan konsentrasi yang semakin besar viabilitas selnya
semakin menurun. Pada perlakuan ekstrak Ulva spp pada konsentrasi 0 %
sebanyak 99,56 menurun terus dan pada konsentrasi 10% viabilitasnya 33,98,
persentase viabel sel myeloma NS-1 pada perlakuan ekstrak Ulva spp viabilitasnya
99,26 dan pada konsentrasi 10 % viabilitasnya hanya 18,21 sedangkan pada
perlakuan ekstrak Sargassum spp terjadi penurunan viabelitas sel myeloma NS 1,
tetapi tingkat viabelitasnya masih tinggi. Pada konsentrasi 0% viabelitasnya 92.60
dan yang paling rendah 80.43 pada konsentrasi 10 %. Pada perlakuan ekstrak
rumput laut yang lain viabilitas sel myeloma mengalami penurunan mengikuti
kenaikan konsentrasi yang di berikan, pada jam ke-72 terlihat persentase viabelitas
sel myeloma NS-1 pada perlakuan ekstrak Ulva spp 100.00 pada konsentrasi 0%
dan mengalami penurunan seiring meningkatnya konsentrasi, tetapi persentase
viabel sel terendah sebanyak 14.55 pada konsentrasi 5 % Untuk perlakuan ekstrak
Padina, Sargassum spp, Gracilaria arcuata Zanardini, dan E spinossum mengalami
penurunan yang tidak begitu cepat, sedangkan ekstrak E cattoni penurunan cukup
cepat
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan tingkat toksisitas ekstrak rumput laut
terhadap kultur sel myeloma NS-1. Sebagai parameter dari penelitian ini ialah
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
4
Makalah ilmiah-5
viabilitas sel myeloma NS-1, yakni kemampuan hidup sel myeloma NS-1 terhadap
lingkungan hidup kulturnya yang diberikan ekstrak rumput laut. Viabilitas sel dihitung
terhadap jumlah sel myeloma total. Sel-sel yang hidup (viabel) dapat diamati
dibawah mikroskop dengan pawarnaan tripan blue, dimana sel-sel yang hidup tidak
terwarnai oleh tripan blue karena integritas membran selnya yang baik. Sel-sel yang
mati akan menyerap zat warna tripan blue oleh karena susunan atau integritas
membran selnya telah rusak , sehingga tripan blue akan masuk melalui ”pori-pori”
membran sel kedalam sel (protoplasma). Selain itu sel-sel yang mati ukurannya
cendrung lebih kecil karena isi sel (sitoplasma) keluar sehingga volume sel
menyusut.
Efek sitotoksik berbagai konsentrasi ekstrak rumput laut terhadap sel myeloma
NS-1 berbanding lurus dengan konsentrasi ekstrak yang diuji .Semakin besar
konsentrasi ekstrak yang diuji, semakin kecil persentase viabel sel myeloma NS-1 .
Hal ini menunjukkan bahwa efek sitotoksik dari ekstrak rumput laut bersifat dose
dependent .(Indrawati et al.,1999).
Efek sitotoksik dari ekstrak rumput laut ini terhadap viabelitas sel myeloma NS-1
mulai jam ke-24. Ini memperlihatkan aktivitas sitotoksik yang cukup poten terhadap
sel myeloma NS-1 . Hal ini memberikan harapan besar terhadap pengembangan
pengobatan kanker sehingga perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
Pada sel
myeloma NS-1, menunjukan fenomena yang sama. Ulva spp (33.98%.) E.cattoni
(10%) E.spinosum(47.72%) Gracilaria arcuata Zanardini (47.83%.), Sargassum.spp
(.30.05%.), Padina.spp(21.52%) menyebabkan kematian sel myeloma NS-1 paling
tinggi pada jam ke-24, ditunjukan dengan warna hitam pada photo. Hal ini
menunjukan sel telah kehilangan cairan sitoplasma dan integritas membrannya.
Pada pelarut DMEM 10% tidak menunjukkan tanda- tanda kematian sel.Terlihat
bahwa pada masa inkubasi 24 jam, dengan peningkatan konsentrasi ekstrak rumput
laut E. cattoni, persentase viabel sel myeloma NS- 1 semakin menurun bahkan
pada konsentrasi tertinggi kematian hampir mencapai 90 % (10% viabel).
Penurunan ini terjadi secara perlahan pada dosis- dosis kecil, dan meningkat cepat
diantara konsentrasi 5–10 %, dan sesudah itu mendatar. Sebaliknya pada ekstrak
rumput laut Padina, menimbulkan kematian sel yang cepat dimana viabelitas sel
myeloma NS-1 menurun, dan pada konsentrasi 10 % diperoleh viabelitas sel
21.52%.
Aktivitas sititoksik ekstrak rumput laut terhadap sel myeloma NS-1 cukup tinggi
yaitu E.cattoni (90.00%), Padina spp (78.53%), Sargassum spp(69.05%), Ulva spp
(66.02%), E.spinossum (52.28%), Gracilaria arcuata Zanardini (52.17%). masa
inkubasi jam ke-48, dengan peningkatan konsentrasi ekstrak rumput laut E cattoni
viabelitas sel myeloma NS-1 semakin menurun dimana pada konsentrasi tertinggi
mencapai 67.39% (32.61% viabel sel). Penurunan ini terjadi secara cepat sesuai
dengan peningkatan konsentrasi. Pada jam ke-48 aktivitas sitotoksik ekstrak rumput
laut terhadap sel myeloma NS-1 cukup tinggi yaitu Ulva spp (81.79%), E.cattoni
(67.39 %), Gracilaria arcuata Zanardini (58.77%), E. Spinosum (50.81 %), Padina
spp (40.17%), Sargassum spp (19.57%). Gambaran ini menunjukkan bahwa pada
jam ke-48 kematian sel paling tinggi pada jenis ekstrak rumput laut Ulva spp dan
paling rendah jenis ekstrak rumput laut Padina spp. pada masa inkubasi jam ke-72,
viabilitas sel myeloma NS-1 mencapai 78.77% (21.23 % viabel sel). Aktivitas
sitotoksik ekstrak rumput laut terhadap sel myeloma NS-1 pada jam ke- 72 adalah
Ulva spp (78.77%), E. Cattoni (74.07%), Gracilaria arcuata Zanardini (40,76%),
Spinosum spp (38.65%), Sargassum spp (22.32%), Padina spp (19.75%). Hasil
data penelitian ini menunjukkan bahwa rumput laut mempunyai kemampuan untuk
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
5
Makalah ilmiah-5
menghasilkan metabolit sekunder, berupa metabolit terhalogenisasi yang bersifat
sebagai senyawa yang mampu menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel
myeloma NS-1 hal ini ditunjang oleh pendapatnya Suptijah, (2002). Sedangkan
menurut Karou et al, (2005) Senyawa yang terkandung dalam ruput laut berupa
senyawa fenol terhidroksilasi seperti hidroksi koumarin hidroksianat serta
turunannya, flavanol, flavanon, antocianin proastosianin (tannin) hidroksistilben.
Senyawa-senyawa bioaktif ini bersifat sitotoksik terhadap sel myeloma. meskipun
penemuan ini memberikan hasil yang bagus, tapi efek sampingnya perlu diteliti lagi.
Pada prinsipnya khemoterapi mempunyai kemampuan yang bagus dalam
pengobatan tetapi efek sampingnya sangat besar.Disini ditunjukkan juga berbagai
zat aktif yang terkandung dalam rumput laut berpotensi sebagai antikanker, dimana
hal ini telah pula dilaporkan oleh Mc.Laughin (1991), untuk pencarian senyawa
bioaktif tersebut setelah praskrening aktivitas terhadap ekstrak rumput laut
menunjukkan hasil positif atau aktif.
Aktivitas ekstrak rumput laut tersebut diatas hanyalah menunjukkan kemampuan
untuk menghambat atau membunuh sel, tetapi tidak mampu menjelaskan
mekanisme kematian yang terjadi.
Kesimpulan
Ekstraksi enam jenis rumput laut menunjukkan toksisitas yang beragam terhadap
kultur sel myeloma NS-1, perlakuan ekstrak E cottoni paling tinggi sebesar 90,00 %
pada jam ke-24.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan tarimakasih kepada BPPS Direktorak Jendral Pendidikan
Nasional Republik Indonesia yang telah membantu membiayai penelitian ini dan
tulisan ini sebagian dari tesis penulis. Terima kasih juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir I
Gede Putu Wirawan, MS dan Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, Ph.D.
Daftar pustaka
Anggadiredja, J.T. 2004 Deversity of Antibacterial Subtance from seected Indonesia
seeweds (Disertasi). Jakarta : University of Indonesia , Faculty Of mathematics
and Natural Sciences Graduate Study Program Biology
Brotowidjoyo, MD.,Djoko Tribowo, Eko Mulyantoro, 1995. Pengantar Lingkungan
Perairan dan Budidaya Air, Cetakan Pertama Liberty, Yogyakarta
Indrawati. R, Lazuardi M, Nuraini F, 1999. Pengkajian Kemampuan Hambatan
Pertumbuhan Sel Kanker Myeloma, Secara Invitro, Antara Maserasi Benalu Duku
dan Maserasi Benalu Teh Dibandingkan Metoteksrat, Laporan Kegiatan
Penelitian Muda, Fakultas Kedokteran Airlangga hal 9 – 10
Karou. D, Dicko,M.H.,Simpore.J, and Traore, A.S, 2005. Antioxidant and
Antibacterial Activities of Polyphenol from Ethnomedical Plants of Burkina Faso,
Available from :http://www.academic journals .org/AJB
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
6
Makalah ilmiah-5
Mc.Laughlin, J.L.,1991.Crown Gall Tumours On Potato Disc.and Brine Shrip
Lethality Tow Simple Bioassay for Higher Plant Screening and Fractination in
Hosttman,K .Method In Plants Biochemistrry Academic Press,6, P.1 – 32
Putra, S.E, 2006 Biota Laut Sebagai Biotarget industri [citied.2006 Agt 10] Available
from :www.energi.lipi.go.id/utama cgi artikel 1211586897
Rodriguez,J.A., Haun.M.,1999 Cytotoxicity of trans-Dehydrocrotonin From Croton
Cajucara On V 79 Cells and Rat Hepatocytes, Planta Medica, Vol 65,P.522 – 526
Sidharta,B.R,2003 Screening of Antibiosis Activity From Green Algae (Chlorophyta)
From Darini Beach, Yogyakarta a preliminary Study. Biota Vol VII (2) 53 -58
Suptijah,
P.
2002,
Rumput
laut:
Prospek
dan
Tantangannya,
Http://www.toumotou.net/702 – 04212/ Pipih – Suptijah. Htm – 48 k
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
7
Download