BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis finansial tercatat banyak terjadi hingga tahun 2013. Krisis tersebut menimpa perusahaan, baik di negara berkembang maupun negara maju. Kegagalan menjaga likuiditas menjadi faktor yang memicu atau memperparah beberapa krisis finansial yang terjadi. Pada tahun 2008, krisis di Amerika yang dipicu oleh fenomena gagal bayar subprime mortgage bertransformasi menjadi krisis likuiditas. Hal ini disebabkan oleh kondisi neraca berbagai sektor perekonomian di Amerika. Krisis tersebut berdampak ke seluruh dunia dan mengubah pandangan perusahaan tentang pentingnya menjaga likuiditas. Perusahaan menjadi lebih konservatif untuk menjaga likuiditasnya, salah satunya dengan meningkatkan cash holdings. Hal ini dibuktikan antara lain dengan fakta empiris bahwa perusahaan industrial di Amerika memiliki ratarata rasio kas terhadap aset sebesar lebih dari dua kali lipat sejak tahun 19982006 (Bates et al., 2009). Likuiditas merujuk pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo (Brigham dan Ehrhardt, 2011). Aset likuid yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban diantaranya adalah kas dan setara kas, misalnya surat berharga. Kas dan setara kas yang dimiliki suatu perusahaan disebut dengan cash holdings. Cash holdings juga didefinisikan sebagai kas yang dimiliki perusahaan dan tersedia untuk diinvestasikan pada aset berwujud maupun didistribusikan pada investor (Gill dan Shah, 2012). 1 Penentuan tingkat cash holdings merupakan salah satu keputusan yang penting bagi manajer keuangan suatu perusahaan. Cash holdings perusahaan yang terlalu sedikit akan menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendeknya. Penelitian empiris sebelumnya menjelaskan motif transaksi sebagai salah satu alasan suatu perusahaan mempertahankan tingkat cash holdings tertentu (Keynes, 1936). Motif ini menjelaskan bahwa perusahaan memiliki suatu tingkat cash holdings untuk menghindari biaya transaksi yang muncul untuk mengonversi aset lainnya menjadi kas jika perusahaan mengalami kekurangan kas. Selain itu, motif berjaga-jaga juga merupakan latar belakang perusahaan untuk mempertahankan tingkat cash holdings tertentu, yaitu untuk mencegah adanya risiko serta membiayai aktivitas dan investasinya di masa datang. Cash holdings yang terlalu banyak juga menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan. Perusahaan akan melewatkan kesempatan untuk memperoleh tingkat pengembalian pada aset nonkas jika memiliki kas terlalu banyak. Selain itu, perusahaan akan kesulitan memperoleh tingkat profitabilitas yang optimum karena kelebihan kas tersebut seharusnya dapat digunakan perusahaan untuk meningkatkan aktivitas operasinya. Perusahaan juga menganggung kos atas cash holdings yang terlalu berlebihan diantaranya terkait dengan kos kepemilikan (cost of carry). Kos tersebut merupakan selisih antara return dari memegang kas dan biaya bunga yang ditanggung untuk membiayai setiap tambahan nominal dari kas tersebut. Tingkat cash holdings yang berlebih seringkali menjadi pertanyaan bagi pemangku kepentingan (stakeholder). Baik atau buruknya tata kelola corporate 2 governance di suatu negara dapat dikaitkan dengan kelebihan cash holdings tersebut. Corporate governance pada dasarnya merupakan tata kelola perusahaan yang mengatur hubungan perusahaan dan manajemen dengan stakeholder sebagai pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan tidak dapat melakukan pengelolaan terhadap perusahaan secara langsung sehingga pengawasan perlu dilakukan untuk memastikan kepatuhan manajemen dalam menerapkan nilai terkait dengan visi, misi, dan peraturan untuk mencapai tujuannya (Christina dan Ekawati, 2014). Menurut Suprayitno (2005), perusahaan di Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menerapkan standar tata kelola perusahaan yang baik (standard good corporate governance) yang telah diterapkan di tingkat internasional. Tata kelola perusahaan yang baik dapat menjamin manajer untuk bertindak bertanggung jawab dalam meningkatkan nilai perusahaan, salah satunya dengan menentukan tingkat cash holdings yang optimum. Manajer yang memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham akan mengambil keputusan untuk mempertahankan tingkat cash holdings tertentu dengan manfaat marjinal (marginal benefit) yang melebihi kos marjinalnya (marginal cost). Penelitian lain menunjukkan bahwa manajer dan pemegang saham memandang kos dan manfaat cash holdings secara berbeda (Opler et al, 1990). Hal ini yang memungkinkan manajer mempertahankan cash holdings pada tingkat yang dirasa terlalu banyak atau terlalu sedikit berdasarkan perspektif pemegang saham. Tindakan manajer untuk mengutamakan kepentingannya di atas kepentingan pemegang saham dapat dijelaskan dengan teori keagenan. 3 Pemegang saham sebagai prinsipal menunjuk manajer ataupun komisaris sebagai agen perusahaan. Hubungan antara prinsipal dan agen ini seringkali menimbulkan konflik. Konflik tersebut dijelaskan salah satunya dengan teori keagenan (Jensen, 1986). Distribusi kas kepada pemegang saham adalah salah satu penyebab konflik tersebut. Kas yang didistribusikan pada pemegang saham mengurangi sumber daya yang berada di bawah kontrol manajer. Lebih dari itu, isu distribusi kas pada pemegang saham juga mempengaruhi seberapa besar manajer akan memperoleh pengawasan dari pemilik perusahaan. Jika perusahaan mengalami kekurangan kas dan manajer mengurangi distribusi kas pada pemegang saham, pemilik perusahaan tersebut akan memberi reaksi, salah satunya dengan memperhatikan penggunaan dana yang diperoleh dari laba ditahan secara lebih seksama. Oleh sebab itu, manajer lebih memilih mendanai suatu proyek secara internal untuk menghindari adanya pengawasan semacam itu dari pemegang saham. Selain itu, manajer juga dapat terhindar dari kemungkinan tidak adanya dana eksternal yang tersedia ataupun adanya dana eksternal dengan kos yang relatif tinggi. Secara umum, salah satu cara untuk memitigasi konflik keagenan yang terjadi antara pemegang saham dan manajer adalah dengan penggunaan hutang. Walaupun berkontribusi terhadap kos keagenan yang lain, penggunaan hutang bermanfaat untuk memotivasi manajer dan organisasi untuk beroperasi dengan lebih efisien (Jensen, 1986). Manajer dengan kas berlebih dapat menggunakan kas tersebut untuk membagi dividen pada pemegang saham, membeli ulang saham, maupun investasi pada proyek dengan pengembalian rendah. Hal ini memungkinkan manajer untuk memiliki kontrol sepenuhnya 4 atas kas di masa datang. Namun, manajer juga dapat menjanjikan adanya kenaikan dividen secara “permanen” di masa datang. Walaupun demikian, janji akan kenaikan dividen bersifat lemah karena dividen dapat dengan mudah dipotong di masa datang. Reaksi pasar modal atas penurunan dividen dengan turunnya harga saham merupakan salah satu bukti adanya kos keagenan, khususnya terkait aliran kas bebas atau kas yang berlebih. Hutang memungkinkan manajer untuk menepati janjinya atas pembayaran tertentu di masa datang. Karena itu, hutang dapat menjadi substitusi yang sempurna atas dividen. Kreditur dapat mengikat janji manajer atas aliran kas berupa pokok dan bunga pinjaman dengan kemungkinan manajer dapat terlibat dalam masalah kebangkrutan apabila mengalami gagal bayar. Hutang yang diterbitkan ini dapat mengurangi kos keagenan atas aliran kas bebas dengan mengurangi kas yang tersedia untuk dibelanjakan dengan keleluasaan manajerial (managerial discretion). Selain itu, hutang juga dapat memotivasi manajer untuk bertindak lebih efisien bagi perusahaan agar tidak terjadi gagal bayar. Walaupun demikian, peningkatan hutang juga menimbulkan kos keagenan. Dalam hal ini, salah satu kos keagenan yang muncul adalah kos kebangkrutan. Opler et al. (1999) menjelaskan bahwa teori keagenan dapat menjelaskan latar belakang suatu perusahaan tidak mempertahankan cash holdings yang memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Manajer memiliki preferensi untuk memegang kas karena hal tersebut menurunkan risiko perusahaan serta meningkatkan keleluasaan (discretion). Preferensi tersebut menyebabkan manajer terlalu mementingkan motif berjaga-jaga (precautionary motive) 5 untuk mempertahankan tingkat cash holdings tertentu. Peneliti kemudian menguji tingkat cash holdings pada perusahaan publik di Amerika pada periode 1971-1994. Bukti penelitian menunjukkan bahwa manajer mengumpulkan kas berlebih jika memiliki kesempatan untuk melakukannya. Motivasi perilaku ini disebabkan oleh kemungkinan adanya motif berjaga-jaga yang sangat kuat oleh manajer, yang juga merupakan bukti adanya konflik keagenan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian bahwa defisit aliran dana perusahaan memiliki dampak yang lebih kuat pada perubahan cash holdings bagi perusahaan yang memiliki kas yang lebih besar dari targetnya. Walaupun demikian, dengan menggunakan data cross-section tahun 1994, peneliti tidak berhasil membuktikan bahwa proksi kos keagenan mempengaruhi cash holdings perusahaan. Menurut Dittmar et al. (2003), teori keagenan menjelaskan bahwa manajer yang tidak mengutamakan kesejahteraan pemegang saham akan menimbun kas dan menginvestasikannya pada proyek dengan net present value (NPV) negatif atau melakukan akuisisi berlebihan. Peneliti menyatakan bahwa perbedaan perilaku cash holdings di berbagai negara disebabkan oleh perbedaan tingkat perlindungan pemegang saham di masing-masing negara tersebut. Karena itu, peneliti menggunakan data internasional sebanyak 11.000 perusahaan dari 45 negara untuk menangkap pengaruh perbedaan perlindungan pemegang saham tersebut. Hasil penelitian mendukung pentingnya tata kelola perusahaan dalam menentukan tingkat cash holdings perusahaan. Setelah mengontrol pengaruh dari industri, perusahaan di negara dengan perlindungan pemegang saham terlemah memegang kas hampir 25% lebih banyak daripada perusahaan di 6 negara dengan perlindungan pemegang saham terlemah. Perbedaan ini meningkat sebesar 70% jika perkembangan pasar modal (capital market development) dikontrol. Lebih menarik lagi, setelah mengontrol hak pemegang saham, perusahaan memegang kas lebih banyak jika pasar hutang lebih berkembang. Hal ini konsisten dengan teori keagenan yang berargumen bahwa perusahaan akan memegang lebih banyak kas jika perusahaan memiliki kemampuan untuk melakukannya. Ketika peneliti mengontrol karakteristik spesifik perusahaan yang mempengaruhi tingkat kas, pengaruh perlindungan pemegang saham menguat lebih jauh. Perusahaan di negara dengan perlindungan pemegang saham yang lemah memegang kas dua kali lebih besar daripada perusahaan di negara dengan perlindungan pemegang saham yang kuat. Pengujian lebih jauh menunjukkan korelasi yang signifikan antara tata kelola perusahaan dan cash holdings akibat meningkatnya keleluasaan manajerial yang merugikan bagi pemegang saham. Penelitian terkait dengan cash holdings telah banyak dilakukan. Namun, hal yang menjadi fokus kebanyakan penelitian adalah faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap cash holdings perusahaan. Oleh karena itu, pada penelitian ini, selain faktor-faktor yang berpengaruh terhadap cash holdings, peneliti juga akan menyoroti teori keagenan pada cash holdings dalam konteks perusahaan-perusahaan di Indonesia. 1.2. Rumusan Masalah Kos keagenan keleluasaan manajerial (agency costs of managerial discretion) adalah kos keagenan yang muncul akibat konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Berdasarkan uraian latar belakang, 7 maka rumusan masalah disusun dalam pertanyaan penelitian, yaitu apakah terdapat kos keagenan keleluasaan manajerial dalam manajemen kas perusahaan? Pengujian kos keagenan keleluasaan manajerial dalam manajemen kas perusahaan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan proksi yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut, yaitu: 1. Apakah terdapat hubungan antara leverage dengan cash holdings perusahaan? 2. Apakah terdapat hubungan antara dividen dengan cash holdings perusahaan? 3. Apakah terdapat hubungan antara ukuran perusahaan dengan cash holdings perusahaan? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu menguji kos keagenan keleluasaan manajerial dalam manajemen kas perusahaan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah kontribusi yang diuraikan sebagai berikut: 1. Kontribusi empiris Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam melihat tingkat cash holdings pada perusahaan-perusahaan di Indonesia melalui bukti empiris terkait dengan teori keagenan. Selain itu, dengan menguji sebuah model determinan cash holdings pada sampel yang berbeda, 8 penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian-penelitian selanjutnya dalam menentukan model yang terbaik dalam menentukan cash holdings perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan kaitannya pada teori keagenan. 2. Kontribusi praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengambil keputusan terkait dengan tingkat cash holding yang harus dipertahankan untuk meminimalisir kos keagenan yang muncul. Tingkat cash holdings yang dipertahankan perusahaan diharapkan memperhatikan faktor-faktor diantaranya tingkat hutang, dividen yang dibayarkan, dan ukuran perusahan serta faktor-faktor lainnya. 1.5. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, maka peneliti menyusun sistematika penulisan yang berisi tentang hal-hal yang dibahas dalam tiap bab sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis, yang mencakup tinjauan teoritis mengenai konsep yang digunakan pada penelitian, penelitian terdahulu, dan pengembangan hipotesis. BAB III : Metode Penelitian, yang merupakan uraian metode yang digunakan pada penelitian untuk menjawab masalah penelitian secara kualitatif dan penjelasan bagaimana data kualitatif dapat diperoleh. Pada bab ini pula 9 akan diuraikan variabel yang digunakan pada regresi. Selain itu, karakteristik dari material data akan dijabarkan sebagai bagian dari data panel dan penjelasan terkait prosedur statistik yang digunakan untuk menganalisis data. BAB IV : Pembahasan, yang memaparkan hasil empiris dan analisis yang akan menyajikan rangkuman statistik sebagai hasil dari regresi yang dilakukan. Hasil yang diperoleh kemudian akan dianalisa dan diintepretasikan dengan melihat pada kerangka teori yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. BAB V : Kesimpulan, yang merangkum keseluruhan penelitian ini disertai keteprbatasan penelitian dan saran bagi penelitian selanjutnya, serta implikasi kebijakan bagi perusahaan. 10