Kukang Jawa (Nycticebus javanicus)

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812)
Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) merupakan Primata kecil
nokturnal yang memiliki status konservasi yang tak pasti dan data yang
kurang karena informasi mengenai populasi dan distribusinya masih sangat
terbatas (IUCN 2007: 1). Kukang Jawa juga memiliki kekerabatan yang dekat
dengan kukang di Sumatera (Nycticebus coucang) dan kukang di daratan
Cina (Nycticebus pygmaeus) (Schulze 2004: 1).
Taksonomi kukang Jawa adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Bangsa
: Primata
Subbangsa : Prosimii
Supersuku
: Lorisidea
Suku
: Lorisidae
Subsuku
: Lorisinae
Marga
: Nycticebus
Jenis
: Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812
(Nekaris dan Nijman 2007: 211--213; Boddaert dalam Wirdateti 2003: 50)
5
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
6
Kukang Jawa dikenal dengan nama malu-malu, memiliki panjang
tubuh 320--380 mm serta ekor yang pendek dan melingkar dengan panjang
sekitar 10--20 mm. Berat tubuh kukang Jawa dapat berkisar dari 375 g
hingga 1350 g. Rambut dari hewan tersebut berwarna kelabu keputihputihan dan pada bagian dorsal terdapat garis cokelat kehitaman memanjang
dari kepala hingga pangkal ekor. Rambut di sekitar telinga dan mata
berwarna cokelat, dan warna cokelat tersebut membentuk bulatan di sekitar
bagian mata sehingga terlihat menyerupai kacamata (Suprijatna dan
Wahyono 2000: 21; Wirdateti 2003: 50--51) (Gambar 1).
Habitat kukang Jawa pada umumnya adalah di kanopi utama pohon
hutan hujan tropis di pulau Jawa, namun kini habitat asli kukang Jawa nyaris
tidak ada lagi (Long dan Nekaris 2007: 4). Menurut Whitten dkk. (lihat FitchSnyder dan Schulze 2003: 14), ancaman terbesar adalah aktivitas manusia
yang memperjual-belikan kukang dan juga adanya kehancuran habitat.
Kerusakan hutan di Jawa merupakan penyebab terbesar menurunnya jumlah
Kukang Jawa (Long dan Nekaris 2007: 4).
Menurut Suprijatna dan Wahyono (2000: 21), kukang awalnya diduga
sebagai Primata soliter, namun ternyata kini diketahui bahwa kukang adalah
makhluk sosial. Kukang memiliki sistem sosial yang tidak jauh berbeda dari
anggota Prosimii lainnya, yaitu menggunakan urin sebagai penanda teritori,
vokalisasi untuk menarik lawan jenis, dan juga komunikasi taktil dalam hal
menelisik (grooming) dan agresi (Ballenger 2001: 1). Ada dua macam
grooming, yaitu auto-grooming (menelisik sendiri) dan allo-grooming (saling
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
7
menelisik). Menurut Alexander (lihat Wiens dan Zitzmann 2003: 43), autogrooming maupun allo-grooming dapat mereduksi jumlah ektoparasit.
B. POLA AKTIVITAS NOKTURNAL
Kukang merupakan Primata nokturnal yang aktif tak lama setelah
matahari terbenam (Wiens 2002: 30). Menurut Bearder dkk. (2006: 60),
retina pada mata hewan-hewan nokturnal memiliki sel-sel batang (rod cells)
yang berjumlah lebih banyak dari sel-sel kerucut (cone cells) serta daerah
sentralis (area centralis) yang berkembang dengan lemah (Bearder dkk.
2006: 60). Menurut Nekaris (2001: 233), kukang akan menjadi sangat aktif
dari pukul 21.00 hingga 00.00 di alam. Masa aktif kukang dimulai saat
matahari terbenam, sedangkan penurunan aktivitas akan terjadi secara
drastis saat matahari terbit. Menurut Bearder (lihat Smuts dkk. 1987: 13),
kukang pada umumnya akan meninggalkan titik istirahatnya setelah matahari
terbenam dan kembali lagi sebelum matahari terbit. Berdasarkan Wiens
(2002: 30), aktivitas yang dicatat dalam melihat pola aktivitas nokturnal dapat
dibedakan menjadi 4 (empat).
1. Makan (feeding)
Makan (feeding) merupakan aktivitas memasukkan makanan ke dalam
mulut (Bottcher-Law dkk. 2001: 18--27). Kegiatan makan (feeding) di alam
merupakan 21 ± 12 % dari masa aktifnya (Wiens dan Zitzmann 2003: 40).
Kukang di alam menggunakan proporsi waktu terbesar feeding untuk
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
8
memakan lendir floem (34,9%), nektar bunga (31,7%), dan buah-buahan
(22,5%) (Wiens dkk. 2006: 790). Makanan-makanan tersebut menyediakan
gula dalam jumlah yang besar sehingga kukang memiliki diet yang kaya
energi (Wiens dkk. 2006: 790). Menurut Barrett (lihat Bottcher-Law dkk.
2001: 52), buah-buahan merupakan konsumsi terbesar kukang di alam saat
waktu feeding, meskipun waktu foraging sebagian besar digunakan untuk
mencari hewan-hewan avertebrata. Kukang di alam akan melakukan teknikteknik foraging untuk meningkatkan efisiensi feeding dan untuk
mengeksploitasi mangsa yang tersedia secara maksimal (Kumara dkk. 2005:
116). Menurut Rasmussen (lihat Bottcher-Law dkk. 2001: 53), pada perut
kukang yang hidup di alam ditemukan beberapa insekta beracun.
Keuntungan dari menkonsumsi serangga beracun tersebut adalah
berkurangnya kompetitor pengguna sumber daya makanan dalam relung
yang sama.
2. Aktif sendiri
Menurut Wiens (2002: 30), aktif sendiri merupakan aktivitas kukang
yang dilakukan dalam keadaan tanpa individu lain di dekatnya. Aktivitas
kukang yang dilakukan sendiri meliputi lokomosi, menelisik sendiri (autogrooming), dan lain-lain yang tidak berhubungan dengan individu kukang
lainnya. Aktivitas yang dilakukan sendiri sebagian besar merupakan
lokomosi. Menurut Nekaris (2001: 233--234), lokomosi di alam termasuk
travelling (pergerakan secara langsung) dan foraging (mencari makan).
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
9
Aktivitas travelling dilakukan bersamaan dengan aktivitas urinasi dan
defekasi sebagai penanda wilayah teritorinya (Nekaris 2001:234).
Menurut Hamilton (lihat Wiens dan Zitzmann 2003: 43), kukang
bergantung pada lokomosi melata (crypsis) dan bukan pada perilaku
pertahanan aktif dalam menghadapi predator. Menurut Bearder (lihat Smuts
dkk. 1987: 13) kukang memiliki pergerakan lambat dan dapat memanjat
secara kuadrupedal. Kukang tidak dapat melompat, melainkan dapat
melakukan bridging (membentuk seperti jembatan) antara cabang-cabang
pohon dengan sudut-sudut yang bervariasi. Menurut Ishida dkk. (lihat Wiens
dan Zitzmann 2003: 43), kukang bergerak dengan lambat dan terkadang
membuat suara saat berlokomosi. Kukang di alam menghabiskan lebih
banyak waktunya untuk beraktivitas sendiri (soliter) dengan persentase 93,3
± 5,4%.
3. Non-Aktif
Perilaku non-aktif yaitu kondisi kukang dalam keadaan tidur atau diam
di tempat yang sama (Bottcher-Law dkk. 2001: 18--27). Menurut Wiens dan
Zitzmann (2003: 40--41), masa istirahat kukang pada umumnya dilakukan
pada siang hari di ranting-ranting atau batang pohon dan liana. Kadang kala
dijumpai saat-saat kukang tampak seperti beristirahat, namun tidak
menyerupai posisi istirahat yang umumnya menyerupai bola atau yang
disebut sebagai bola tidur (sleeping ball) (Schulze 2004: 1). Menurut Nekaris
(2001: 233), saat-saat diam tersebut dianggap sebagai perilaku non-aktif dan
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
10
bukan perilaku istirahat karena perilaku non-aktif pada kukang belum tentu
berarti istirahat. Posisi membeku atau freeze merupakan posisi gerakkan
tiba-tiba dari kukang yang berhenti dan kemudian tidak bergerak sama sekali.
Posisi tersebut merupakan lokomosi yang terhenti hingga menjadi tidak
bergerak atau postur kaku pada saat berdiri atau duduk untuk minimal 3 (tiga)
detik (Bottcher-Law dkk. 2001: 21). Menurut Schulze (2000: 1), pada
beberapa kasus, menggantung dengan kaki di atas dalam waktu yang lama
mengindikasikan kondisi tertekan yang sedemikian berat sehingga kukang
dapat jatuh tertidur pada posisi tersebut.
Kukang di alam menghabiskan 5,4 ± 1,6% dari masa aktifnya untuk
aktivitas non-aktif (Wiens 2002: 30). Kukang di alam pada umumnya saat
siang hari tidur di pohon. Ranting-ranting atau batang pohon palm-fronds
dan liana biasanya merupakan tempat istirahat kukang pada siang hari dan
kukang pada umumnya akan bersembunyi di balik dedaunan. Kukang di
alam tidak pernah menggunakan lubang-lubang pohon atau wadah lain untuk
beristirahat (Wiens dan Zitzmann 2003: 40--41).
4. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan aktivitas yang melibatkan interaksi antara 2
individu atau lebih (Wiens 2002: 30). Menurut Suprijatna dan Wahyono
(2000: 22--23; 29), sedikit sekali informasi yang diketahui mengenai
kehidupan sosial kukang. Sementara itu, Ballenger (2001: 1) menyatakan
bahwa perilaku sosial kukang Jawa memiliki sistem komunikasi yang sama
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
11
seperti Prosimii lainnya, seperti penggunaan urin sebagai penanda teritori,
vokalisasi untuk menarik lawan jenis, dan juga komunikasi taktil berupa
grooming dan agresi. Hal yang dapat diamati dan diteliti dengan sangat jelas
di dalam kandang adalah perilaku sosial yang didasari oleh vokalisasi dan
taktil.
Belum diketahui dengan jelas mengenai sistem kawin kukang. Wiens
& Zitzmann (2003: 42), menyatakan bahwa kukang merupakan Primata
dengan sistem kawin monogami karena memiliki ukuran testis yang relatif
kecil terhadap ukuran tubuh, sedangkan pada tahun 1967, Elliot dan Elliot
(lihat Wiens & Zitzmann 2003: 42) menyatakan bahwa sistem kawin pada
kukang bukan monogami, melainkan kawin secara acak (promiscuity).
Zimmerman (1989: 172--173) mengatakan bahwa kukang merupakan
Primata yang akan melakukan perilaku-perilaku seksual saat musim kawin
saja (seasonal breeders), sedangkan Izard dkk. (1988: 333--334)
menyatakan bahwa perilaku seksual pada kukang ditentukan berdasarkan
siklus estrus dengan waktu yang bervariasi antara 29 hingga 49 hari.
C. PERILAKU SOSIAL PASANGAN DALAM KANDANG
Menurut Vitale dan Manciocco (2004: 183), hewan jantan dan betina
yang dipasangkan dalam satu kandang jarang sekali mengalami kesulitan
beradaptasi terhadap pasangannya dan dengan cepat dapat dilihat adanya
perilaku sosial dan seksual. Namun, adanya lebih dari 2 individu lawan jenis
yang dapat melakukan kontak meskipun kandang terpisah, dapat
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
12
menyebabkan perilaku agresi terhadap kompetitor seksualnya (Vitale dan
Manciocco 2004: 183--184).
Menurut Vitale dan Manciocco (2004: 182--183), perilaku sosial
memiliki fungsi antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup,
perlindungan, dan juga reproduksi. Hewan berasosiasi seringkali dalam
rangka kerjasama mengeksploitasi suatu sumber daya dan juga dalam
rangka perlindungan. Perilaku sosial juga merupakan prasyarat agar
terjalinnya hubungan antar individu dan sebagai syarat dalam bereproduksi.
Hingga saat ini, keberhasilan reproduksi di kandang rehabilitasi sangat jarang
ditemui (Izard dkk. 1988: 331).
Perilaku sosial antar pasangan secara garis besar dikategorikan
menjadi agresi, vokalisasi, mendekat (approach), mengikuti (follow), kontak
fisik (contact), bermain (social play), menelisik sesama (allo-grooming),
menelisik genital secara terbalik (inverted embrace), jantan menaiki betina
(mounting), dan kopulasi (Bottcher-Law dkk. 2001: 9--14).
Menurut Bottcher-Law dkk. (2001: 24--25), perilaku agresif pada
kukang merupakan perilaku hubungan negatif antar individu yang ditandakan
oleh beberapa peristiwa, yaitu:
i.
Attack (menyerang): Peristiwa saat badan dan kaki tidak bergerak
namun kepala dan leher akan mengacu untuk menyerang individu lain.
ii. Manual defensive threat (mengancam secara manual dan defensif):
Peristiwa mendorong, menarik, dan memukul dengan tangan.
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
13
iii. Fight (berkelahi): Peristiwa bergulat saat kedua individu akan saling
menggigit dan menyerang.
iv. Threat (mengancam): Peristiwa mencoba menggigit atau mengerang
dengan mulut terbuka, melihat lawan dengan vokalisasi seperti growl atau
desisan. Kadang kedua individu terdiam sambil melototi dan dengan
perlahan melakukan penyerangan.
v. Aggressive Pursuit (tindakan agresif): Peristiwa saling mengejar yang
dilakukan dengan penyerangan atau staring.
vi. Assertion: Peristiwa merebut makanan dari individu lain.
vii. Submissive Posture (posisi submisif): Peristiwa menolehkan kepala atau
badan dari individu lain, pada umumnya beberapa saat sebelum
menyerah, seringkali saat mengalami tekanan sosial.
viii. Back away (mundur): Peristiwa individu yang berlokomosi menjauh dari
individu lain meski masih mempertahankan orientasi visual pada lawan.
Perilaku allo-grooming merupakan salah satu perilaku sosial pasangan
yang positif. Menurut Alexander (lihat Wiens dan Zitzmann 2003: 43), allogrooming diasumsikan sebagai perilaku kooperatif bergabung yang akan
menghasilkan keuntungan bagi kedua individu. Allo-grooming juga
merupakan salah satu cara untuk mempererat tali hubungan antar individu
dalam ordo Primata (Bottcher-Law dkk. 2001: 21; 24). Aktivitas allo-grooming
merupakan perilaku saling menelisik satu sama lain dan dapat secara tak
langsung merefleksikan keselarasan antar individu (Wallace 1979: 212--213).
Keselarasan pada umumnya dapat dicerminkan melalui intensitas dan sistem
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
14
perilaku sosial yang terjadi di antara pasangan tersebut (Vitale dan
Manciocco 2004: 182--183). Kegiatan interaksi sosial yang dijumpai di alam
merupakan ± 3 % dari masa aktifnya (Wiens dan Zitzmann 2003: 40).
D. PUSAT PRIMATA SCHMUTZER (PPS)
Pusat Primata Schmutzer (PPS) didirikan di Taman Margasatwa
Ragunan, Jakarta pada tahun 2002 oleh mendiang nyonya Puck Schmutzer,
seorang pecinta satwa. Berdirinya PPS merupakan sebuah contoh
kepedulian pada satwa liar di dalam nuansa Taman Margasatwa Ragunan
(Leiwakabessy dan den Hass 2004: 1).
PPS memiliki luas sekitar 2 ha dan berada di pusat Taman
Margasatwa Ragunan yang berlokasi di kawasan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan (Taman Margasatwa Ragunan 2002: 2). Saat ini, Pusat Primata
Schmutzer merupakan salah satu pusat Primata terbesar di dunia yang telah
dilengkapi oleh berbagai koleksi Primata, khususnya Primata Indonesia
(Leiwakabessy dan den Hass 2004: 2).
PPS merupakan salah satu badan yang mengadakan berbagai macam
kegiatan untuk membangkitkan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam
upaya konservasi Primata (Yayasan Gibbon Indonesia 2007: 1). Hibah yang
diberikan ke PPS diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia untuk
lebih menghargai dan peduli pada keindahan satwa liar Indonesia
(Leiwakabessy dan den Hass 2004: 1).
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
15
E. KANDANG REHABILITASI DAN KARANTINA
Menurut Bottcher-Law (2001: 82), salah satu bentuk konservasi adalah
melalui kandang rehabilitasi. Kondisi kandang rehabilitasi sangat
menentukan kebaikan suatu hewan (Vitale dan Manciocco 2004: 182).
Kandang rehabilitasi pada umumnya berusaha menciptakan suatu habitat
buatan yang menyerupai habitat aslinya. Meskipun secara realistis kandang
rehabilitasi tidak akan pernah dapat memenuhi semua variabel kompleks,
ekosistem yang dinamik, serta tekanan seleksi yang sama persis seperti di
alam, kehidupan dalam kandang rehabilitasi, dalam kondisi-kondisi yang
maksimal, hanya dapat memperpanjang kehidupan ataupun generasi hewan
tersebut (Bottcher-Law dkk. 2001: 82).
Menurut Vitale dan Manciocco (2004: 181), kandang rehabilitasi
berusaha untuk menciptakan kondisi yang alami agar suatu spesies atau
individu dapat mempertahankan perilaku alamiahnya. Kondisi habitat yang
sesuai dan nyaman bagi suatu spesies akan dapat mempertahankan perilaku
yang sama atau tidak terlalu menyimpang dari perilakunya di alam (Vitale dan
Manciocco 2004: 181). Jika kondisi habitat yang maksimal sudah dapat
dipenuhi, maka perilaku sosial dan kesuksesan reproduksi suatu spesies
dalam kandang rehabilitasi akan lebih tinggi (Bottcher-Law dkk. 2001: 82).
Melalui kandang rehabilitasi, diharapkankan kukang dapat menghasilkan
keturunan yang normal yang dapat direintroduksi ke alam dalam rangka
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
16
meningkatkan jumlah populasi hewan tersebut (Bottcher-Law dkk. 2001: 82;
Wallace 1979: 212--213).
F. METODE YANG DIGUNAKAN DALAM PENGAMATAN
Metode yang digunakan dalam melihat pola aktivitas nokturnal adalah
dengan menggunakan metode scan sampling. Menurut Paterson (1992: 44-45), scan sampling merupakan metode yang umumnya digunakan untuk
melihat pola aktivitas serta mengestimasi persentase waktu yang dibutuhkan
pada aktivitas-aktivitas tertentu. Metode scan sampling dilakukan untuk
merekam urutan (sekuens) perilaku yang sudah ditetapkan (states) dan
bukan peristiwa (events) (Altmann 1974: 242--243).
Aktivitas perilaku sosial diamati dengan metode ad-libitum. Menurut
Altmann (1974: 261), ad libitum sampling dapat digunakan untuk perilaku
yang tergolong ke dalam suatu kejadian tidak penting namun mempengaruhi
aktivitas yang tercatat dan tidak ada pencatatan durasi karena kejadian
berlangsung dengan cepat.
Kukang diamati oleh pengamat dengan jarak kurang dari 0,5 meter
dari kandang dengan menggunakan lampu sorot yang redup serta head
lamp. Menurut Nekaris (2001: 230), kukang memiliki lapisan pemantulan
cahaya pada mata yang disebut sebagai tapetum lucidum dan menghasilkan
warna oranye terang yang dapat terdeteksi pada jarak hingga 100 meter.
Lampu dari head lamp juga dilapisi oleh plastik merah dalam pengamatan.
Menurut Jacobs dan Deegan (lihat Bearder dkk. 2006: 64), spesies nokturnal
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
17
pada umumnya tidak mendeteksi cahaya pada ujung spektrum merah karena
tidak memiliki kerucut mata dengan sensitivitas puncak pada warna hijau dan
merah seperti hewan diurnal pada umumnya. Menurut Southern (lihat
Bearder dkk. 2006: 64), pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan
cahaya merah tak akan mengganggu aktivitas kukang di malam hari.
Karantina PPS berada dalam jangkauan yang cukup jauh bagi
pengunjung sehingga interaksi dengan hewan-hewan tersebut adalah
interaksi dengan para keeper serta pengamat. Sebelum pengamatan
pengamat telah melakukan proses habituasi selama lebih dari satu bulan.
Proses habituasi dilakukan agar hewan dapat beradaptasi terhadap
keberadaan pengamat, dan begitu juga sebaliknya agar hewan tidak merasa
tertekan yang mengakibatkan terganggunya pola aktivitas. Kukang
merupakan salah satu hewan yang sangat sensitif, sehingga dibutuhkan
waktu yang cukup lama untuk membiasakan diri dengan keberadaan
manusia.
Pola Aktivitas..., Marsenia Trinanda Haris, FMIPA UI, 2008
Download