BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bangsa

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan kebudayaan.
Hampir setiap daerah di seluruh Indonesia memiliki adat, bahasa dan
kebiasaan masing-masing, beberapa di antaranya sangat terkenal di kancah
nasional maupun internasional. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi
warga negara lain untuk berkunjung ke Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari
mereka yang akhirnya bermigrasi dan menetap di Indonesia.
Warga negara lain yang masuk ke Indonesia membawa unsur-unsur
kebudayaan mereka sehingga menimbulkan terjadinya proses difusi.
Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsus-unsur kebudayaan dari
satu tempat ke tempat lain di muka bumi yang dibawa oleh kelompokkelompok yang bermigrasi (Koentjaraningrat, 2009: 244).
Proses inilah yang juga sedang terjadi di Indonesia. Namun, difusi bukan
menjadi salah satu penyebab terjadinya akulturasi budaya di Indonesia,
melainkan juga disebabkan oleh pengaruh media. Media seakan telah
membuat warga Indonesia tidak perlu ke luar negeri untuk menjadi bagian dari
suatu negara. Kapan dan di mana saja manusia bisa berkunjung ke negara lain
melalui jendela media. Ketika mereka telah terbiasa melakukan hal tersebut
maka secara perlahan mereka dapat saja mengikuti kebudayaan yang sering
mereka tengok, seperti bahasa dan penampilan.
2
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari
manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009:180).
Pengertian di atas menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan hasil
karya manusia yang diciptakan melalui proses belajar. Jadi kebudayaan tidak
tercipta begitu saja melainkan sengaja diciptakan oleh manusia. Oleh karena
itu, meskipun banyak pengaruh yang masuk ke Indonesia dan berdampak
terhadap kebudayaannya, namun kebudayaan yang telah ada tidak akan hilang
begitu saja. Akan tetapi, kebudayaan tersebut dapat berubah dan mengalami
akulturasi dengan kebudayaan lain. Itulah sebabnya kebudayaan dianggap
sebagai sesuatu yang dinamis.
Kebudayaan di mana-mana adalah hasil dari percampuran (hibridisasi)
dan kompleksitas permainan di antara fenomena global dan lokal (Judith
Schlehe, 2006: 4).
Salah satu kebudayaan di Indonesia yang masih bertahan hingga saat ini
adalah tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Meskipun dari tahun
ke tahun tradisi ini telah mengalami sedikit pergeseran seiring dengan
perkembangan zaman, namun tradisi ini tetap dirayakan rutin tiap tahunnya
oleh sebagian besar umat muslim di tanah air.
Salah satu bukti betapa pentingnya perayaan maulid ini adalah dengan
menjadikan tanggal lahir Nabi Muhammad ini sebagai salah satu hari besar
dan tentu saja merupakan hari libur dalam kalender nasional di beberapa
negara yang penduduknya mayoritas Muslim, termasuk Indonesia.
3
Tradisi maulid mulai diperkenalkan pada tahun 909-117 M oleh seorang
penguasa Dinasti Fatimiyah. Sejak kemunculannya, tradisi maulid sudah
banyak menimbulkan kontroversi di kalangan ulama dan juga pemuka agama.
Pada saat itu maulid masih dalam taraf ujicoba. Banyak yang menilai bahwa
tradisi ini tidak lebih dari sebuah kegiatan pemborosan dan menyimpang dari
ajaran Rasulullah SAW. Sebagian berpendapat bahwa tradisi maulid tidak
diperintahkan dalam al-Quran dan tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah.
Sumber lain menyebutkan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali
dilakukan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa
pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Pada awalnya
bertujuan untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW,
serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang
terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya
memperebutkan kota Yerussalem dan sekitarnya.
Di Indonesia, perdebatan mengenai peringatan maulid juga berlangsung
cukup sengit di era sebelum tahun 1970-an. Walaupun perdebatan serupa
sekarang resonansinya sudah tidak nyaring lagi, namun perdebatan tersebut
sesekali muncul dalam saat-saat tertentu dan tentu dalam skala yang sangat
kecil dan materi yang berbeda. Dari kalangan pesantren pernah mencoba
meluruskan tradisi ini dengan mengarahkannya ke tradisi membaca tiga kitab
maulid, yaitu al-Barzanji, al-Diba'i, dan al-Burdah. Namun tetap saja tradisi
ini dianggap suatu perbuatan tercela oleh mereka yang menolak peringatan
maulid.
4
Meskipun tradisi ini mendapat kecaman dari beberapa pihak, namun
entah bagaimana caranya tradisi ini seakan telah menjadi ritual wajib tiap
tahunnya.
Bentuk perayaan maulid di tanah air berbeda-beda di tiap daerah. Di
Banten, ribuan orang mendatangi kompleks Masjid Agung Banten yang
terletak 10 Km ke arah utara dari pusat Kota Serang. Mereka berziarah ke
makam para sultan, antara lain Sultan Hasanuddin, secara bergiliran. Sebagian
di antaranya berendam di kolam masjid itu, konon katanya, untuk mendapat
berkah. Ada di antara mereka yang sengaja mengambil air kolam tersebut
untuk dibawa pulang sebagai obat.
Di Cirebon lain lagi, pada tanggal 11-12 Rabiul Awal banyak orang
Islam datang ke makam Sunan Gunung Jati, salah seorang dari wali sanga,
penyebar agama Islam di kawasan Jawa Barat dan Banten. Biasanya di
Keraton
Kasepuhan
diselenggarakan
upacara
Panjang
Jimat,
yakni
memandikan pusaka-pusaka keraton peninggalan Sunan Gunung Jati. Banyak
orang berebut untuk memperoleh air bekas cucian tersebut, karena dipercaya
akan membawa keberuntungan.
Di daerah Jogjakarta tradisi muludan (Maulid) dilakukan dengan
kegiatan tradisi budaya Sekatenan. Sekaten merupakan upacara pendahuluan
dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Kata Sekaten
secara turun temurun merupakan bentuk transformasi kalimat “Syahadat”.
Syahadat yang banyak diucapkan sebagai Syahadatain ini kemudian menyatu
dengan bahasa lokal khususnya kultur dan sastra Jawa sehingga menjadi
5
Syakatain dan pada akhirnya bertransformasi menjadi istilah Sekaten hingga
sekarang. Sekaten diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari
bulan mulud atau bulan ke tiga dari penanggalan Jawa. Tradisi Sekatenan
biasanya dilakukan di Keraton Jogjakarta dan Keraton Surakarta.
Cikoang adalah salah satu daerah di Kabupaten Takalar, Sulawesi
Selatan yang juga masih melaksanakan peringatan maulid dengan nilai-nilai
budaya yang masih cukup kental. Perayaan maulidnya dikenal dengan nama
Maudu Lompoa. Sama halnya seperti perayaan-perayaan maulid yang lain,
Maudu Lompoa juga mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak,
khususnya kalangan ulama. Namun hingga saat ini Maudu Lompoa tetap bisa
berlangsung setiap tahunnya dengan tetap mempertahankan budaya yang
diwariskan nenek moyang mereka.
Maudu Lompoa jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka
artinya adalah Maulid Besar atau Maulid yang Besar. Sesuai dengan namanya,
upacara adat ini memang dilaksanakan secara besar-besaran dan digelar di luar
ruangan (outdoor), tepatnya di sungai. Acara ini khas dengan perahu, layar
berwarna-warni, serta makanan yang melimpah ruah di dalam perahu tersebut.
Hal inilah yang membuat kalangan-kalangan tertentu mempertanyakan
manfaat dari upacara ini, apalagi yang mengatasnamakan Nabi Muhammad
SAW dan dilakukan dengan cara yang sangat mewah dan terkesan boros.
Masyarakat Cikoang, seakan tidak peduli dengan intervensi-intervensi
tersebut dan tetap melaksanakan tradisi ini. Mereka bahkan pernah
6
melaksanakannya secara sembunyi-sembunyi demi kelancaran ritual mereka
tanpa adanya intervensi dari luar.
Hal menarik lain dari tradisi maulid di Cikoang ini adalah tradisi
mudiknya yang menyerupai tradisi mudik lebaran. Warga Cikoang yang
berada di luar daerah, baik karena menikah dengan orang luar ataupun karena
sedang dalam perantauan akan menyempatkan datang pada hari besar itu.
Tidak peduli berapa jauh jarak yang harus ditempuh dan berapa banyak uang
yang harus mereka keluarkan.
Ada juga masyarakat yang meskipun bukan merupakan warga Cikoang
tetap datang untuk menghadiri ritual maulid ini. Mereka datang bukan hanya
sebagai pengunjung wisata tetapi juga ikut dalam ritualnya. Mereka bahkan
menyewa rumah warga selama berada di sana.
Tentunya ada pesan yang ingin disampaikan oleh sang pendiri kepada
seluruh generasi penerusnya, yang dalam hal ini dikomunikasikan melalui
sebuah ritual yang dinamakan Maudu Lompoa. Di samping itu, melalui data
yang penulis peroleh dari warga setempat ataupun pelaksana Maudu Lompoa,
pengunjung acara ini selalu meningkat dari tahun ke tahun, baik oleh turis
domestik maupun turis mancanegara.
Hal inilah yang membuat penulis penasaran dan ingin mengetahui apa
makna di balik ritual Maudu Lompoa sehingga masyarakat Cikoang begitu
tekun melaksanakannya. Oleh karena itu penulis merasa perlu mengakajinya
dalam skripsi dengan judul:
“Makna Simbolik Ritual Maudu Lompoa di Kabupaten Takalar”
7
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis
telah menentukan beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana sejarah tradisi Maudu Lompoa di Cikoang, Kabupaten
Takalar?
2. Bagaimana rangkaian prosesi serta makna yang terkandung di dalam
ritual Maudu Lompoa di Cikoang, Kabupaten Takalar?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilaksanakannya
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya tradisi Maudu Lompoa
di Cikoang, Kabupaten Takalar.
b. Untuk mengetahui rangkaian prosesi dan makna yang terkandung
di dalam ritual Maudu Lompoa di Cikoang, Kabupaten Takalar.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara
akademis,
hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memperkaya kajian-kajian teoretis dalam rangka pengembangan
Ilmu Komunikasi serta dapat menjadi bahan rujukan bagi
mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut
mengenai hal ini.
8
b. Secara praktis, melalui penelitian ini diharapkan masyarakat,
khususnya para pengunjung, dapat memahami bahwa dibalik
ritual-ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Cikoang dalam
Maudu Lompoa ternyata memiliki makna tertentu, baik tersirat
maupun tersurat.
D. KERANGKA KONSEPTUAL
Komunikasi dan kebudayaan adalah dua hal yang saling terkait satu
sama lain dan sangat penting untuk dipahami. Melalui komunikasi, manusia
bisa menciptakan kebudayaan. Seperti yang diungkapkan oleh ilmuan
antropologi bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik dari manusia dengan belajar. Dalam teori komunikasi telah dikatakan
bahwa “we can not not communicate” yang berarti kita tidak dapat tidak
berkomunikasi. Jadi komunikasi dapat dilakukan kapan saja, baik disadari
ataupun tidak. Jadi jelaslah bahwa dalam menciptakan suatu kebudayaan
sudah tentu dilakukan melalui proses komunikasi. Sebaliknya, budayalah yang
membentuk perilaku komunikasi manusia. Itulah sebabanya perilaku
komunikasi suatu suku bisa saja berbeda dengan perilaku komunikasi suku
lainnya. Di samping itu, tanpa komunikasi suatu kebudayaan tidak akan bisa
diwariskan ke generasi-generasi selanjutnya.
Komunikasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh siapapun.
Tidak ada seorangpun yang tidak pernah melakukan komunikasi, baik itu
9
dengan orang lain, kelompok atau bahkan dengan dirinya sendiri. Oleh karena
itu komunikasi telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Hal penting
dalam berkomunikasi adalah bagaimana suatu pesan yang disampaikan oleh
komunikator dapat dimengerti dan dipahami oleh komunikannya. Pesan yang
disampaikan berupa simbol atau tanda yang tidak hanya terbatas pada katakata (verbal) yang dapat dimengerti secara umum, tapi bisa juga berupa pesan
nonverbal. Oleh karena itu penting untuk mengetahui makna dari simbol dan
tanda tertentu untuk memudahkan komunikasi.
Simbol merupakan sesuatu yang lepas dari apa yang disimbolkan karena
komunikasi manusia tidak terbatas pada ruang, penampilan atau sosok fisik,
dan waktu di mana pengalaman indrawi berlangsung. Sebaliknya manusia
dapat berkomunikasi tentang objek dan tindakan jauh di luar batas waktu dan
ruang. Contohnya pada saat kita menyebut kata gelas, maka semua orang akan
langsung mengetahui wujud fisik dari gelas tersebut tanpa harus melihatnya
secara langsung. Hal itu disebabkan oleh adanya daya khayal dan kesepakatan
bersama oleh manusia mengenai kata gelas tersebut. Bahkan untuk sesuatu
yang belum pernah dilihat wujud fisiknya, namun ketika telah ada kesepakatan
bersama mengenai sesuatu tersebut maka komunikasi akan tetap bisa berjalan
(Narwoko & Bagong, 2006: 17).
Namun, yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua makna dari suatu
simbol bersifat universal atau berlaku sama di setiap situasi dan daerah. Nilai
atau makna sebuah simbol tergantung pada orang-orang atau kelompok
tertentu yang menggunakan simbol tersebut.
10
Hal itulah yang sering kita temui dalam kebudayaan suatu daerah
tertentu. Maudu lompoa yang merupakan salah satu kebudayaan masyarakat
Cikoang, Kab Takalar tentu saja dalam pelaksanaannya dilakukan bukan tanpa
arti atau tujuan tertentu. Namun, yang dapat mengerti dan memahami simbolsimbol itu secara betul adalah mereka sendiri yang selalu melaksanakan dan
menggunakan simbol-simbol tersebut.
Kebudayaan merupakan perwujudan dari sebuah renungan, kerja keras
dan kearifan suatu masyarakat dalam mengarungi dunianya. Kebudayaanlah
yang menjadikan suatu masyarakat dapat memandang lingkungannya dengan
bermakna (Depdikbud, 1995).
Ada banyak hal yang harus dipahami dalam suatu kebudayaan, dan yang
paling penting adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan
sama maka kita membutuhkan konsep yang sama pula agar tidak terjadi
misunderstanding atau salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu
tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama di antara masyarakat.
Setiap orang memiliki interpretasi makna tersendiri dan tentu saja dengan
berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Ilmu yang membahas tentang
tanda disebut semiotik (the study of signs).
Banyak tanda dalam kehidupan sehari-hari kita seperti tanda-tanda lalu
lintas, tanda-tanda adanya suatu peristiwa atau tanda-tanda lainnya. Semiotik
meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut, termasuk tanda-tanda yang berupa
gambaran, lukisan dan foto. Oleh karena itu tanda juga dapat terkandung
11
dalam seni dan fotografi, serta bisa juga mengacu pada kata-kata, bunyibunyian dan bahasa tubuh (body language).
Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyekobyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Ahli sastra
Teew (1984) mengatakan bahwa semiotik adalah tanda sebagai tindak
komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang
mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman
gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana
pun. Semiotik merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru. Penggunaan
tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara lebih
sistematis pada abad ke dua puluh.
Secara etimologis, kata semiotik atau sering juga disebut semiotika
berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata semeion yang berarti tanda atau sign
dalam bahasa Inggris. Dalam situs Wikipedia disebutkan bahwa Semiotik
biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan
produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang
digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda
visual dan verbal (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima
oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk
sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara
tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia.
12
Ferdinand De Saussure dan Charles Sanders Peirce adalah dua tokoh
penting penggagas semiotik. Meskipun berfokus pada tanda namun keduanya
memiliki perbedaan dalam memaknai semiotik tersebut.
Menurut Saussure, dalam semiotik ada dua konsep yang perlu diketahui,
yaitu penanda (signifier)
dan petanda (signified). Penanda adalah Bunyi-
bunyian (suara) dan gambar sedangkan petanda adalah konsep dari bunyibunyian (suara) dan gambar tersebut. Berikut ini adalah model yang
digambarkan oleh Saussure.
Gambar 1. Model Tanda Ferdinand De Saussure
Sedangkan Peirce mengemukakan bahwa ada tiga hal penting dalam
semiotika, yaitu tanda, objek dan interpretan. Objek atau acuan tanda
merupakan konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang
dirujuk tanda. Interpretan atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari
orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu
atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap
13
oleh panca indra manusia dan
merupakan sesuatu
yang
merujuk
(merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Hal yang terpenting
dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda
ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
Jika dibandingkan dengan milik Saussure, sign mirip dengan signifier
dan interpretant mirip dengan signified. Bedanya Saussure memaknai objek
sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan.
Berikut ini adalah model yang dibuat oleh Peirce yang disebut dengan
teori Triangle Meaning.
Gambar 2. Model Tanda Charles Sanders Peirce
Menurut Charles Sanders Peirce tanda terdiri dari Simbol (tanda yang
muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan
Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).
Ritual Maudu Lompoa adalah serangkaian kegiatan masyarakat Cikoang
yang merupakan hasil dari daya, cipta dan pikiran masyarakatnya. Dengan
menggunakan analisis semiotika, dalam skripsi ini akan di bahas apa makna
14
yang terkandung dalam ritual Maudu Lompoa di Kabupaten Takalar. Untuk
memperjelas tujuan tersebut, dapat dilihat pada bagan kerangka konseptual
berikut:
Gambar 3. Bagan Kerangka Konseptual
E. DEFINISI OPERASIONAL
1. Makna merupakan pesan atau maksud tertentu yang terkandung atau
dimiliki oleh suatu tindakan (perilaku), simbol ataupun tanda yang
mewakili nilai-nilai tertentu, dalam hal ini Maudu Lompoa.
15
2. Ritual merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan dalam suatu
acara yang biasanya berhubungan dengan upacara adat.
3. Maudu Lompoa merupakan acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad
SAW atau dikenal dengan Maulid Nabi yang diadakan di Desa Cikoang,
Kab Takalar setiap tahunnya. Acara ini berbeda dengan acara maulid yang
pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Jika kebanyakan
peringatan maulid nabi diadakan di Masjid, maka lain halnya dengan
Maudu Lompoa yang diadakan di sekitar sungai. Atribut-atribut yang
digunakan pun beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada hiasan bunga,
tapi juga berbagai macam layar dengan beraneka warna yang dibentangkan
di atas perahu maulidnya (julung-julung).
F. METODE PENELITIAN
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian mengenai Makna
Maudu Lompoa di Kabupaten Takalar ini adalah kualitatif deskriptif.
Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa metode kualitatif merupakan
suatu prosedur penelitian yang menghasilkan deskripsi dari orang-orang
atau perilaku, dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan
(Moleong, 1995). Pendekatan kualitatif memandang latar dan individu
sebagai satu kesatuan yang utuh, yang tidak dapat dibatasi dengan variable
atau hipotesis.
16
Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif, di mana
data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata, gambar dan bukan angkaangka. Data-data tersebut lebih banyak bercerita mengenai objek
penelitian, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikoang, Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan. Proses penelitian berlangsung selama dua bulan, dimulai
dari bulan Maret hingga bulan Mei 2011.
3. Informan
Patton mengatakan bahwa perbedaan penilitian kuantitatif dan
kualitatif sangat jelas terlihat pada cara pengambilan sampelnya
(Poerwandari, 2009: 112).
Peneliti menggunakan metode non probability sampling dengan
teknik purpossive sampling untuk menentukan informan dalam penelitian
ini.
Adapun orang yang akan dijadikan informan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah:
1. Kaimuddin Tuan Kai‟ selaku Karaeng Opua sekaligus ketua
pelaksana Maudu Lompoa.
2. H. Muh. Nur Aidid selaku tokoh masyarakat yang juga
merupakan salah satu anggota keluarga sayyid tertua di Cikoang.
17
3. Panda‟ Yoto selaku warga masyarakat Cikoang yang dianggap
sebagai anrong guru di Cikoang.
4. Teknik Pengumpulan Data
Data adalah penunjang yang sangat penting dalam sebuah penelitian.
Semakin banyak data yang diperoleh maka semakin bagus pula hasil akhir
dari suatu penelitian. Dalam penelitian mengenai Maudu Lompoa ini,
peneliti menggunakan beberapa cara dalam mengumpulkan data, yaitu:
a. Studi pustaka, yaitu dengan mencari tahu dan mempelajari
literatur yang membahas tentang semua hal yang berkaitan
dengan penelitian ini, baik melalui buku ataupun internet.
b. Observasi langsung yang bertujuan untuk membandingkan apa
yang telah diperoleh melalui literatur yang ada dengan apa yang
betul-betul terjadi/berlangsung di lapangan.
Patton
mengatakan
bahwa
observasi
merupakan
metode
pengumpulan data yang esensial dalam penelitian, khususnya
pada penelitian kualitatif (Poerwandari, 2009:135).
c. Wawancara, baik secara formal ataupun informal. Wawancara ini
bertujuan untuk memperkuat apa yang telah didapat dari studi
pustaka dan observasi langsung.
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2009: 146)
18
d. Dokumentasi berupa rekaman (gambar atapun suara) dan juga
foto. Salah satu kelebihan dari dokumentasi ini adalah secara
tidak langsung dapat mempresentasikan realitas.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data kualitatif deskriptif untuk menginterpretasikan hasil
penelitian, baik yang melalui wawancara ataupun observasi langsung.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial dan seiring dengan itu
manusia juga diberikan kemampuan untuk berkomunikasi. Tanpa kemampuan
itu, manusia akan sulit menjalankan perannya sebagai makhluk sosial.
Manusia yang dalam kesehariannya tidak pernah melakukan komunikasi tidak
dapat dikatakan sebagai makhluk sosial.
Kita tidak bisa menghindar dari komunikasi dengan alasan apapun. Jika
pada zaman dahulu saja, yang serba terbatas dengan teknologi yang ada,
manusia tetap bisa berkomunikasi, terlebih di masa sekarang yang penuh
dengan teknologi-teknologi komunikasi mutakhir.
Manusia memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Hal inilah yang
mendorong manusia untuk melakukan komunikasi. Semakin besar rasa ingin
tahunya maka akan semakin tinggi pula frekuensi berkomunikasinya.
Banyak ahli yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan kebutuhan
yang sangat mendasar dalam kehidupan bermasyarakat. Willbur Schram
mengatakan bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang
tidak dapat dipisahkan karena tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat
terbentuk,
sebaliknya
tanpa
masyarakat
manusia
tidak
akan
dapat
mengembangkan komunikasinya (Cangara, 2005:1).
Seberapa penting komunikasi dalam kehidupan manusia terlihat dalam
usahanya untuk melakukan komunikasi tersebut pada zaman dahulu. Berbeda
20
dengan kehidupan manusia sekarang ini, manusia yang hidup di zaman
dahulu, yang sangat terbatas dengan teknologi melakukan berbagai macam
upaya untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Salah satu yang paling
populer di telinga kita adalah penyampaian pesan lewat api yang mengepulkan
asap. Simbol seperti ini biasanya ditandakan sebagai situasi darurat atau ada
yang sedang membutuhkan bantuan di mana jarak antara yang mengirim tanda
dan yang akan menerima tanda itu berjauhan. Begitu juga halnya dengan
pemukulan kentongan, pemukulan gong, isyarat tangan atau tanda-tanda
tertentu yang ditinggalkan di suatu tempat.
Semua itu dilakukan dengan tujuan tidak lain untuk menyampaikan
informasi kepada orang atau kelompok lain, namun karena ini terjadi beratusratus tahun yang lalu jadi media yang digunakan masih manual dan memiliki
keterbatasan.
Seiring dengan perkembangan zaman hingga saat ini, beragam sarana
komunikasipun bermunculan. Dimulai dengan dikenalnya tulisan hingga
munculnya mesin cetak, telepon, telegram, handphone, dan internet. Istilah
komunikasi menjadi lebih sering digunakan dan akhirnya memunculkan
beragam bentuk dan istilah dalam komunikasi. Namun, apapun bentuknya dan
media apapun yang digunakan, yang terpenting dalam komunikasi adalah
terciptanya kepuasan antara komunikator dan komunikan.
Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para pakar mengenai
pengertian dari komunikasi itu sendiri. Salah satu yang paling terkenal adalah
pengertian komunikasi yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell. Lasswell
21
mengatakan bahwa cara yang tepat untuk menjelaskan suatu tindakan
komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan “Siapa yang menyampaikan
apa, kepada siapa, melalui apa, dan apa pengaruhnya”.
Pengertian yang dikemukakan oleh Lasswell tersebut secara tidak
langsung juga telah menyebutkan unsur-unsur utama dalam komunikasi, yaitu
siapa yang menyampaikan (komunikator), apa yang disampaikan (pesan),
kepada siapa (komunikan), melalui apa (media), dan apa pengaruhnya (efek).
Komunikator merupakan orang atau kelompok yang menjadi sumber
informasi atau pesan dalam sebuah proses komunikasi yang mengirimkan
pesan kepada komunikannya atau penerima pesannya. Dalam hal-hal tertentu,
antara komunikator dan komunikan dapat bertukar tempat pada situasi
komunikasi yang sama, sehingga biasanya kita sulit untuk menentukan mana
yang komunikator dan mana yang komunikan.
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi ini adalah sesuatu yang
disampaikan oleh komunikator ke komunikan. Sesuatu ini dapat berupa
informasi, ajakan, nasihat, ilmu pengetahuan ataupun hiburan. Pesan ini dapat
disampaikan secara langsung/tatap muka ataupun melalui media komunikasi
lainnya, seperti televisi, telepon, selebaran pengumuman, internet, dan
sebagainya. Ada banyak pendapat mengenai media dalam proses komunikasi.
Karena media dalam hal ini merupakan alat atau perantara yang
menghubungkan komunikator dengan komunikan dalam menyampaikan
pesannya, maka ada yang berpendapat bahwa panca indera manusia juga
merupakan media dalam komunikasi antarpribadi secara tatap muka. Media
22
yang digunakan dalam komunikasi massa dibagi lagi ke dalam dua kategori,
yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak meliputi, surat kabar,
majalah, tabloid, bulletin, buku, brosur, poster, spanduk, dan sebagainya.
Sedangkan media elektronik seperti televisi, telepon, radio, internet, film dan
sebagainya.
Unsur utama yang terakhir dalam komunikasi adalah pengaruh.
Pengaruh atau efek ini dapat ditandai dari perbedaan yang dialami oleh
penerima antara sebelum dan sesudah menerima pesan dari komunikator. Ada
tiga hal yang diharapkan dapat berubah pada komunikan melalui proses
komunikasi, yaitu: knowledge (pengetahuan), attitude (sikap) dan behaviour
(perilaku). Jika perubahan yang terjadi pada komunikan sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh komunikator maka bisa dikatakan komunikasi itu telah
berhasil.
Secara sederhana kelima unsur tersebut dalam proses komunikasi dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Proses Komunikasi
Dalam penelitian ini, kita akan banyak berkutat pada bagian pesan, yaitu
menganalisis makna dari sebuah proses komunikasi dalam bentuk ritual
kedaerahan, dalam hal ini Maudu Lompoa di Kabupaten Takalar.
23
Selain kelima unsur komunikasi di atas ada pula ahli yang
menambahkan beberapa poin yang juga dikatakan sebagai unsur yang tidak
kalah pentingnya, yaitu umpan balik (feedback) dan lingkungan.
Komunikasi tidak hanya dapat dilihat dari unsur-unsur yang terkandung
di dalamnya tetapi juga dapat dinilai berdasarkan konsepnya. Ada tiga konsep
utama dalam komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi sebagai sebuah proses
2. Komunikasi sebagai sebuah transaksi
3. Komunikasi sebagai simbolis
Sebagai sebuah proses, komunikasi dipandang sebagai sesuatu yang
dinamis dan berkelanjutan. Komunikasi sekarang ada kaitannya dengan
komunikasi di masa lampau dan akan berdampak pada komunikasi yang akan
datang (selanjutnya). Begitulah setidaknya gambaran sederhana komunikasi
yang dipandang sebagai sebuah proses. Oleh karena itu, dalam hal ini, teori
komunikasi Lasswell yang cenderung linear ditolak oleh banyak ahli sebagai
sebuah proses. Komunikasi seperti ini dikenal dengan komunikasi dua arah, di
mana ada timbal balik antara kedua belah pihak yang saling mempengaruhi
satu sama lain. Salah satu pendapat ahli yang berkaitan dengan komunikasi
sebagai sebuah proses adalah pendapat yang dikemukakan oleh Anderson
(1959). Anderson mengemukakan bahwa komunikasi adalah sebuah proses di
mana kita mengerti orang lain dan juga berusaha untuk dapat dimengerti oleh
mereka, komunikasi bersifat dinamis, berubah dan bergerak dalam merespon
seluruh situasi.
24
Konsep komunikasi yang kedua adalah memandang komunikasi sebagai
sebuah transaksi.
Hal ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep
pertama, yaitu adanya hubungan timbal balik antara komunikator dan
komunikan yang menimbulkan terjadinya transaksi atau pertukaran di antara
keduanya. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana
komunikasi yang mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu transaksi,
proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya
dengan membangun hubungan antarsesama manusia melalui pertukaran
informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha
mengubah sikap dan tingkah laku itu. (Cangara, 2005:19).
Masih senada dengan definisi di atas, Everet M. Rogers dan D.
Lawrence Kincaid mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses di
mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi
dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling
pengertian yang mendalam.
Konsep komunikasi yang ketiga yaitu melihat komunikasi sebagai
proses yang bersifat simbolis. Konsep inilah yang akan banyak dibahas dalam
penelitian ini karena berbicara tentang konsep ini kita tidak akan lepas dari
pembicaraan tentang tanda dan semiotik.
Maksud dari para ahli yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan
sebuah proses yang sifatnya simbolis adalah bahwa komunikasi itu memiliki
pertanda dan simbol yang memiliki hubungan dengan yang direferensikan
25
(referens) yang dalam beberapa kasus sifatnya arbitrer. Simbol-simbol ini
dapat berupa simbol verbal ataupun nonverbal. (Soejono, 2006: 20).
Ada banyak definisi oleh para ahli yang mengaitkan komunikasi dengan
simbol-simbol. Salah satunya adalah definisi yang diungkapkan oleh Chollin
Cherry dalam Soejono (2006: 13) yang mengatakan bahwa komunikasi adalah
pembentukan satuan sosial yang terdiri dari individu-individu melalui
penggunaan bahasa dan tanda. Lebih sederhana, Gerbner mengungkapkan
bahwa komunikasi adalah interaksi sosial melalui simbol dan sistem pesan.
Banyaknya pendapat para ahli yang diperdebatkan tidak hanya seputar
definisi komunikasi, tetapi juga mengenai tipe komunikasi. Ada yang
mengkategorikan komunikasi ke dalam tiga tipe, empat, bahkan ada yang
menyebutkan bahwa komunikasi hanya memiliki dua tipe.
Hafied
Cangara
dalam
bukunya,
Pengantar
Ilmu
Komunikasi,
mengatakan bahwa ada empat tipe komunikasi, yaitu komunikasi dengan diri
sendiri
(intrapersonal
communication),
komunikasi
antarpribadi
(interpersonal communication), komunikasi publik (public communication)
dan komunikasi massa (mass communication).
Setiap manusia memiliki dua sisi berbeda dalam dirinya. Kedua sisi
inilah yang seringkali berdebat ketika seseorang sedang mempertimbangkan
suatu hal yang membuatnya bingung. Ketika perdebatan antar kedua sisi ini
terjadi dalam diri manusia maka itulah yang dinamakan dengan komunikasi
dengan diri sendiri.
26
Komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai pertukaran informasi
yang terjadi antara dua orang secara tatap muka. Beberapa ahli kurang setuju
dengan pendapat ini dan mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi tidak
dapat dipandang sesederhana itu. Suatu komunikasi dapat dikatakan
komunikasi antarpribadi ketika isi pesan yang disampaikan dalam komunikasi
tersebut sifatnya pribadi. Maksudnya isi pesan itu lebih mendalam seputar
kedua orang yang melakukan komunikasi tersebut dan di antara keduanya
terjalin kedekatan pribadi.
Komunikasi publik biasa juga disebut komunikasi pidato atau
komunikasi khalayak. Dalam komunikasi publik, unsur komunikator dan
komunikan sangat mudah diidentifikasi. Pembicaraan didominasi oleh satu
orang sumber dan disampaikan secara tatap muka di depan khalayak dalam
jumlah yang lebih besar.
Terakhir komunikasi massa didefinisikan sebagai bentuk komunikasi
yang disampaikan melalui media massa. Media massa terbagi ke dalam dua
jenis, yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak meliputi surat
kabar, majalah, tabloid, bulletin sedangkan media elektronik meliputi televisi,
radio, internet, dan sebagainya.
B. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Berbicara tentang kebudayaan berarti berbicara tentang kebiasaankebiasaan suatu masyarakat dalam menjalani kehidupannya. Kebiasaan ini
27
dapat berupa kebiasaan dalam bidang ekonomi, agama, seni, hukum dan
sebagainya.
Sebuah masyarakat merupakan kumpulan manusia yang hidup bersama
yang memiliki kesadaran identitas bersama dalam jangka waktu yang lama
dan akhirnya menghasilkan kebudayaan.
Kebudayaan dan masyarakat adalah dua hal yang saling berhubungan,
karena masyarakatlah yang membentuk kebudayaan, sebaliknya kebudayaan
menjadi bukti eksistensi suatu masyarakat. Oleh karena itu, di dunia ini
hampir tidak ada dua masyarakat yang memiliki ciri yang sama persis.
Perbedaan itu dapat dipengaruhi oleh faktor fisik ataupun psikis sebuah
lingkungan di mana sebuah masyarakat menetap. Kedua faktor inilah yang
akan membantu manusia menyesuaikan diri dan secara tidak langsung
membuat mereka berbeda dengan masyarakat lainnya. Salah satu hal yang
membedakan suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya adalah sistem
komunikasinya. Sistem komunikasi itu sendiri berkenaan dengan bahasa yang
digunakan oleh suatu masyarakat, sehingga bahasa juga memiliki peran dalam
pembentukan kebudayaan manusia.
Setiap masyarakat akan memiliki sistem komunikasi sendiri-sendiri,
maka dengan sendirinya, demi kelangsungan hidupnya, setiap masyarakat
dapat membentuk kebudayaannya. (Kuswarno, 2008: 8).
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari
manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009:180).
28
Dari pengertian kebudayaan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
sedikit sekali kegiatan manusia yang bukan merupakan suatu kebudayaan
karena sedikit sekali kegiatan manusia yang tak perlu dibiasakannya melalui
proses belajar, misalnya saja gerakan-gerakan refleks. Gerakan releks adalah
gerakan tiba-tiba yang dilakukan oleh seseorang di luar kesadarannya,
biasanya dilakukan karena orang tersebut terkejut. Oleh karena itu kebiasaan
seperti ini tidak memerlukan proses belajar untuk terbiasa karena hal ini
terjadi secara alami pada individu tertentu. Bahkan untuk hal-hal tertentu yang
awalnya terjadi secara alami tanpa belajar pun bisa dimodifikasi sebagai
sesuatu yang bisa dibudayakan. Contohnya makan dan minum. Awalnya
makan merupakan kegiatan alami yang dilakukan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan perutnya yang kosong. Namun untuk kalangan
masyarakat tertentu makan dan minum pun ada aturannya. Kapan waktu
makan yang tepat, bagaimana gaya makan yang sopan, pada saat makan tidak
boleh berisik, cara yang benar menggunakan sendok dan garpu, makanan
mana yang harus disajikan lebih dulu, dan berbagai macam aturan lainnya
yang harus dibiasakan dengan belajar.
Dengan demikian hampir semua kegiatan manusia di muka bumi ini
adalah kebudayaan yang merupakan hasil interaksi antarmanusia dalam
sebuah masyarakat.
Untuk lebih memahami kebudayaan, menurut Koentjaraningrat, secara
umum ada tiga wujud kebudayaan yang bisa mempermudah kita untuk
mengenali kebudayaan tersebut.
29
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan, sifatnya abstrak,
tak dapat diraba ataupun difoto. Wujud ini lebih bersifat ide-ide atau gagasan
yang ada di dalam kepala para anggota masyarakatnya. Gagagsan-gagasan
tersebut merupakan bagian dari suatu sistem yang tidak bisa lepas dari bagian
lainnya yang disebut dengan sistem budaya.
Wujud kedua dari kebudayaan disebut dengan sistem sosial. Hal ini
berkaitan dengan tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem ini
meliputi aktivitas-aktivitas manusia sehari-hari, seperti berinteraksi atau
bergaul sesuai dengan pola-pola berdasarkan adat masing-masing masyarakat.
Dibandingkan wujud yang pertama, sistem sosial ini bersifat lebih konkret.
Wujud ketiga disebut dengan kebudayaan fisik. Di antara ketiga wujud
kebudayaan, wujud yang ketiga inilah yang paling konkret karena wujud ini
berupa hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya manusia dalam sebuah
masyarakat. Hal tersebut berupa benda-benda yang dapat dilihat, diraba dan
didokumentasikan. Mulai dari benda-benda yang sangat besar seperti pabrik
sampai pada benda-benda kecil seperti kancing baju.
Dalam kehidupan nyata tentu saja kita tidak bisa serta merta memisahmisahkan ketiga wujud kebudayaan tersebut karena antara satu dengan yang
lain saling terkait dan saling melengkapi. Ketiga wujud ini dapat kita bahas
dengan mengambil contoh berdasarkan unsur-unsur kebudayaan.
Kluckhon dalam Kuswarno (2008: 9) menjelaskan bahwa ada tujuh
unsur utama dalam kebudayaan yang meliputi:
1. Bahasa
30
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup
5. Sistem mata pebcaharian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian
Karena ketujuh poin di atas merupakan unsur kebudayaan maka
kesemuanya dapat memuat ketiga wujud kebudayaan seperti yang dijelaskan
di atas. Bahasa misalnya, bahasa bukanlah sesuatu yang bisa keluar begitu saja
dari mulut kita. Diperlukan gagasan-gagasan atau ide-ide untuk menciptakan
suatu bahasa yang dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat.
Selanjutnya bahasa dibawa ke dalam pergaulan dan akhirnya membentuk
tindakan berpola melalui interaksinya dalam masyarakat, misalanya adanya
bahasa-bahasa tertentu yang digunakan dalam sebuah situasi. Contoh lain, kita
bisa mengambil sistem ekonomi. Sama seperti bahasa, sistem ekonomi
memiliki wujud dalam bentuk gagasan atau ide yang selanjutnya juga akan
diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan dan interaksi berpola di antara
mereka yang terlibat dalam sistem ekonomi tersebut.
Dari semua unsur kebudayaan yang disebutkan di atas, bahasa adalah
salah satu yang dianggap paling penting. Oleh karena itu banyak ahli yang
menempatkan bahasa di posisi pertama dalam unsur-unsur kebudayaan. Hal
ini disebabkan karena bahasa merupakan sarana utama untuk meneruskan
tradisi dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
31
Kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan
pemahaman tentang realita yang diungkapkan secara simbolik dan
mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat tergantung pada bahasa.
(Kuswarno, 2008: 9)
Bahasa tidak hanya memegang kedudukan penting dalam kebudayaan
tetapi juga dalam komunikasi. Sama halnya dengan kebudayaan, bahasa juga
merupakan sarana utama dalam membangun komunikasi yang salah satu
tujuannya adalah menyampaikan pesan-pesan bermuatan budaya kepada
generasi penerus suatu masyarakat.
Dari sekian banyak definisi kebudayaan, satu di antaranya yang relevan
dengan simbol-simbol komunikasi adalah yang diungkapakan oleh Geertz.
Seperti yang dikutip dari Sutanto (1992: 57), Geertz mengatakan bahwa
kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam
simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah
sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentukbentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi, mengekalkan dan
mengembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap
kehidupan ini (Sobur, 2006: 178).
C. KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN
Sebagaimana posisi komunikasi sebagai kebutuhan yang sangat
fundamental dalam masyarakat, maka begitu pula posisi komunikasi dalam
kebudayaan.
32
Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara
satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individuindividu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula.
(Mulyana & Rakhmat, 2009: 25)
Burhan Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunikasi menjelaskan
bahwa kebudayaan adalah hasil dari seluruh rangkaian proses sosial yang
dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala akivitasnya. Hampir
semua aktivitas manusia di masyarakat dalam rangka proses sosial merupakan
aktivitas komunikasi. Oleh karena itu kebudayaan akan sulit tercipta tanpa
adanya komunikasi, sebaliknya kebudayaanlah yang akan menciptakan sistem
komunikasi tertentu dalam suatu masyarakat, sehingga keduanya saling
berkaitan satu sama lain.
Salah satu hal yang menjadikan budaya dan komunikasi saling terkait
satu sama lain adalah bahasa. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa
bahasa tidak hanya berperan penting dalam kebudayaan tetapi juga dalam
komunikasi. Bahasa, selain merupakan unsur penting dalam kebudayaan juga
merupakan salah satu sarana untuk melakukan komunikasi.
Bahasa menjadi inti dari komunikasi, kemudian melalui komunikasi
manusia membentuk masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian
bahasa juga turut berperan dalam membentuk kebudayaan. Begitulah
setidaknya gambaran tentang hubungan antara ketiganya.
33
Bahasa hidup dalam komunikasi untuk menciptakan budaya kemudian
budaya itu sendiri yang akan menentukan sistem komunikasi dan bentuk
bahasa seperti apa yang pantas untuknya (Kuswarno, 2008: 10).
Budaya merupakan suatu pola hidup yang menyeluruh, sifatnya
kompleks dan luas. Oleh karena itu banyak aspek budaya yang berpengaruh
terhadap perilaku komunikasi seseorang. Salah satu aspek yang dimaksud
dalam hal ini adalah persepsi.
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.
Secara umum dipercaya bahwa orang-orang berperilaku sedemikian rupa
sebagai hasil dari cara mereka mempersepsi dunia yang sedemikian rupa pula.
Perilaku ini dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya mereka
(Mulyana & Rakhmat, 2009: 25).
Persepsi adalah cara kita menginterpretasi atau mengerti pesan yang
telah diproses oleh sistem indrawi kita. Dengan kata lain, persepsi merupakan
proses pemberian makna terhadap sensasi. Sensasi itu sendiri merupakan
proses menangkap stimuli melalui panca indra (Universitas Terbuka, 1996).
Suatu masyarakat, dalam mempersepsikan sesuatu, akan berbeda dengan
masyarakat lainnya. Hal ini didasari oleh latar belakang budaya yang berbeda.
Karena latar belakang budaya yang berbeda maka cara mempersepsikan
sesuatu
tentu
akan
berbeda
pula
dengan
cara
masyarakat
lain
mempersepsikannya. Hal ini dikarenakan oleh setiap masyarakat itu unik,
sama seperti manusia secara individu yang hampir tidak memiliki kesamaan
34
identik dengan manusia lainnya. Perbedaan-perbedaan persepsi seperti inilah
yang sering menjadi hambatan dalam komunikasi antarbudaya.
Ada tiga unsur yang dapat mempengaruhi perbedaan persepsi, yaitu:
sistem kepercayaan (belief), nilai (value) dan sikap (attitude); pandangan
dunia (world view); dan organisasi sosial (social organization).
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap proses persepsi adalah perhatian. Perhatian terjadi bila
kita memusatkan diri hanya pada salah satu alat indra kita.
D. SIMBOL DAN SEMIOTIKA
Komunikasi berkaitan dengan perilaku manusia dan kepuasan akan
terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dan berhubungan dengan manusia
lainnya di muka bumi ini. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar dalam
kehidupan manusia, tanpa komunikasi seseorang akan merasa terisolasi.
Pertukaran pesan terjadi dalam proses komunikasi. Hal inilah yang
menjadi kebutuhan bagi manusia. Bahkan untuk hal-hal kecil, manusia juga
memerlukan pertukaran pesan agar memperoleh informasi tentang hal
tersebut. Contohnya seorang ibu penghuni baru dalam suatu kompleks
perumahan yang ingin ke pasar tapi tidak tahu jalan menuju ke pasar. Tentu
saja dia harus berkomunikasi dengan tetangganya, selain bisa menanyakan
jalan, dia juga bisa sekalian memberitahu bahwa dia adalah penghuni baru.
Terbukti untuk hal-hal sekecil apapun, komunikasi sangat dibutuhkan.
35
Pesan-pesan yang dipertukarkan ini tidak hanya berupa bahasa verbal
tapi juga dapat terlihat dalam perilaku manusia yang lainnya. Ketika kita
mengedipkan sebelah mata, melambaikan tangan, mengangguk-anggukkan
atau menggeleng-gelengkan kepala, mengernyitkan alis, membelalakkan mata
dan sebagainya. Namun, perilaku-perilaku tersebut baru bisa dikatakan
sebagai sebuah pesan jika memenuhi dua syarat. Pertama perilaku tersebut
dilihat oleh seseorang lainnya dan yang kedua adalah perilaku tersebut
memiliki makna.
Pesan, seperti yang telah digambarkan di atas, baik yang berupa verbal
ataupun nonverbal telah menunjukkan bahwa komunikasi itu bersifat simbolis.
Susanne K. Langer mengatakan bahwa kebutuhan akan simbolisasi
adalah kebutuhan mendasar yang dimiliki oleh manusia. Menurutnya, fungsi
pembentukan simbol ini adalah satu di antara kegiatan-kegiatan dasar
manusia, seperti makan, melihat dan bergerak. Ini adalah proses fundamental
dari pikiran dan berlangsung setiap waktu (Hayakawa, dalam Mulyana &
Rakhmat, 2009: 96).
Simbol dapat muncul dari berbagai konteks dan dapat digunakan untuk
berbagai tujuan. Ada banyak simbol yang bisa kita saksikan dalam kehidupan
sehari-hari, mulai dari hal-hal kecil, seperti cara berpakaian. Status sosial
seseorang dapat dilihat berdasarkan cara berpakaiannya, misalnya cara
berpakaian yang mewah dan glamor melambangkan kekayaan orang tersebut.
Secara etimologis simbol berasal dari kata Yunani “sym-ballein” yang
berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu
36
ide. Ada pula yang menyebutkan “symbolos” berarti tanda atau ciri yang
memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang (Sobur, 2006: 155).
Menurut P. Spradley simbol adalah objek atau peristiwa apapun yang
menunjuk pada sesuatu.
Biasanya
simbol
bersifat
metonimi,
yaitu
menggunakan nama untuk benda lain yang beraosiasi atau menjadi atribut dari
benda tersebut. Misalnya, si kawat gigi untuk seseorang yang menggunakan
kawat gigi. Simbol juga biasanya bersifat metafora, yaitu menggunakan kata
atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau
persamaan. Misalnya julukan kutu buku untuk orang pintar yang tidak pernah
terpisah dari buku-buku pelajarannya.
Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar
perwujudan bentuk simbolik itu sendiri. Kutu buku misalnya, dengan
menyebutkan kata tersebut maka yang dimaksud adalah bukan kutu yang
terdapat pada buku melainkan kata tersebut mewakili seseorang yang tidak
pernah terpisah dari buku sehingga diberi julukan sebagai kutu buku (pintar).
Menurut Hartoko dan Rahmanto, simbol dapat dibedakan ke dalam tiga
bentuk (Sobur, 2006: 157), yaitu:
1. Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur
sebagai lambang kematian.
2. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu
(misalnya keris dalam kebudayaan Jawa).
3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks
keseluruhan karya seorang pengarang.
37
Dalam kehidupan sehari-hari simbol seringkali disamakan dengan
lambang. Simbol atau lambang merupakan sesuatu yang digunakan untuk
menggantikan sesuatu yang lainnya berdasarkan kesepakatan suatu kelompok
orang.
Simbol, menurut Charles Sanders Peirce, merupakan bagian dari Tanda.
Menurutnya tanda itu terdiri atas simbol, ikon dan indeks. Simbol merupakan
tanda yang muncul berdasarkan kesepakatan, ikon merupakan tanda yang
muncul dari perwakilan fisik, dan indeks merupakan tanda yang muncul dari
hubungan sebab akibat.
Perbedaan antara simbol dan tanda juga sering membuat orang bingung
dan tidak jarang menyamakan pengertian di antara keduanya, padahal
sebenarnya keduanya adalah hal yang berbeda. Tanda berkaitan langsung
dengan objek sedangkan simbol memerlukan proses pemaknaan yang lebih
intensif setelah menghubungkannya dengan objek.
Simbol yang berlaku atau dipakai oleh suatu kelompok tentunya bisa
saja berbeda dengan simbol yang digunakan kelompok lainnya. Dengan
demikian sangat mungkin jika suatu kelompok tidak mengerti dengan simbolsimbol yang berlaku dalam kelompok lain.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui setidaknya
mempelajari makna dari simbol-simbol kebudayaan tertentu, mengingat
semakin besarnya peluang untuk melakukan komunikasi antarbudaya. Ilmu
yang mempelajari tentang tanda disebut semiotik, biasa juga disebut dengan
semiotika ataupun semiologi.
38
Dalam situs Wikipedia dikatakan bahwa semiotik biasanya didefinisikan
sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan
simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk
mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan
verbal serta tactile dan olfactory, semua tanda atau sinyal yang bisa diakses
dan bisa diterima oleh seluruh indera yang dimiliki manusia, ketika tandatanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan
informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia.
Dua pakar yang sangat terkenal dalam semiotika adalah Ferdinad De
Saussure dan Charles Sanders Peirce. Meskipun demikian ada banyak definisi
yang diberikan oleh para ahli mengenai semiotika. Lechte mengatakan bahwa
semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan. Dengan kata lain,
semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi
yang terjadi dengan sarana signs „tanda-tanda‟ dan berdasarkan pada signs
system (code) „sistem tanda‟. Cobley dan Jansz menyebut semiotika sebagai
ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana penandaan itu berfungsi.
Charles Morris mendefinisikan semiotika sebagai suatu proses tanda, yaitu
proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme. Charles
Sanders Peirce, secara singkat mengatakan bahwa semiotika adalah suatu
hubungan di antara tanda objek dan makna (Sobur, 2006: 16)
Secara etimologi, kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion
yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda. Oleh karena itu Van
Zoest mengambil kesimpulan bahwa semiotika bisa diartikan sebagai cabang
39
ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi
tanda. Secara umum semitoka didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan
sebagai tanda.
Ada dua jenis semiotik, yaitu semiotika signifikasi dan semiotika
komunikasi. Keduanya masing-masing mewakili dua pakar ternama semiotika.
Semiotika signifikasi identik dengan Saussure dan semiotika komunikasi
identik dengan Peirce.
Semiotika signifikasi menekankan pada teori tanda dan pemahamannya
dalam suatu konteks tertentu. Sedangkan semiotika komunikasi lebih
menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satunya adalah
mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim,
penerima kode, pesan, saluran komunikasi dan acuan atau hal yang
dibicarakan (Sobur, 2006: 15).
Dalam istilah lain, semiotika signifikasi juga disebut sebagai semiotika
pada tingkat langue sedangkan semiotika komunikasi adalah semiotika pada
tingkat parole. Langue merupakan bentuk analisis bahasa sebagai sebuah
sistem sedangkan parole merupakan bentuk analisis bahasa sebagaimana ia
digunakan oleh individu-individu dalam berkomunikasi secara sosial.
Meskipun demikian, komunikasi signifikasi juga tidak mengabaikan
penggunaan tanda secara konkret oleh individu-individu dalam konteks sosial.
Begitu juga dengan semiotika komunikasi yang tidak mengabaikan sistem
40
tanda. Oleh karena itu, meskipun terlihat berbeda namun sebenarnya keduanya
saling mengisi dan saling melengkapi.
Berdasarkan analisis Peirce, melalui teori triangle meaning, dikatakan
bahwa ada tiga elemen utama dalam analisis semiotika, yaitu tanda (sign),
object, dan interpretant.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh
panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk pada
(merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Selanjutnya tanda
menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon
(tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari
hubungan sebab-akibat).
Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang
yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau
makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah
tanda.
Peirce menambahkan bahwa hal yang terpenting dalam proses semiosis
adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan
orang saat berkomunikasi.
Sedangkan menurut Saussure, analisis semiotika terdiri atas dua elemen
yang sangat dasar, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Adapun
objek, menurut Saussure merupakan elemen di luar proses penandaan yang
41
disebut dengan referent. Jika dibandingkan dengan teori dari Peirce, signifier
sama dengan object dan signified sama dengan interpretant.
E. PENGERTIAN MAKNA
Mengetahui makna dari sebuah pesan yang diberikan oleh komunikator
sangatlah penting bagi komunikan. Setiap orang akan berusaha mencari
makna ketika diberikan sebuah pesan baik berupa kata ataupun isyarat. Oleh
karena itu makna sangatlah penting dalam komunikasi. Beberapa pakar
komunikasi bahkan sering mengikut sertakan kata makna ke dalam definisi
komunikasi yang mereka ungkapkan. Sobur dalam bukunya, Semiotika
Komunikasi, menuliskan definisi komunikasi dari Stewart L. Tubbs dan
Sylvia Moss bahwa komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara
dua orang atau lebih. Selain itu, ada juga pendapat dari Judy C. Pearson dan
Paul E. Nelson bahwa komunikasi itu adalah proses memahami dan berbagi
makna.
Untuk mengetahui makna dari sebuah kata atau tingkah laku tidaklah
begitu mudahnya. Setiap kata atau tindakan bisa diartikan dengan berbagai
macam makna. Hal ini bergantung pada situasi komunikasinya, siapa yang
menyampaikan dan siapa yang memaknainya. Bahkan untuk satu hal yang
sama bisa diartikan berbeda oleh orang yang sama jika disampaikan dalam
situasi komunikasi yang juga berlainan, baik tempat ataupun waktunya.
Makna juga bisa berubah jika yang menyampaikannya adalah orang yang juga
berbeda dari yang sebelumnya.
42
Salah satu teori tentang makna yang dirancang oleh Wendell Johnson
berbunyi “Makna dikomunikasikan hanya sebagian”. Artinya makna yang
diperoleh dari suatu kejadian bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi
hanya sebagian saja dari makna-makna tersebut yang benar-benar dapat
dijelaskan, selebihnya tertinggal dalam benak kita. Oleh karenanya,
pemahaman yang sebenarnya – pertukaran makna secara sempurna – mungkin
merupakan tujuan ideal yang ingin dicapai tapi tidak pernah tercapai (Sobur,
2006: 259).
Dalam pelajaran dasar Bahasa Indonesia dikenal dua jenis makna, yaitu
makna denotatif dan makna konotatif. Denotative adalah makna sebnarnya
dari sesuatu yang dimaknai dan makna konotatif adalah makna kiasan atau
makna lain di luar sesuatu yang dimaknai tadi. Dalam teori semiotika hal
serupa diungkap oleh Roland Barthes.
Alex Sobur (2006: 263) mengungkapkan bahwa makna denotatif (jika
berbicara tentang kata) adalah makna yang biasa ditemukan dalam kamus.
Sedangkan makna konotatif adalah makna denotatif ditambah dengan segala
gambaran, ingatan dan perasaan yang ditimbulkan oleh kata tersebut.
Sebuah makna diperoleh dari kesepakatan di antara orang-orang dalam
sebuah kelompok. Jadi sesungguhnya makna itu diciptakan oleh manusia
sendiri. Namun, karena di dunia ini terlalu banyak kelompok sehingga makna
yang ada juga tidak sedikit. Satu kata atau tindakan bisa bermakna lain jika
diartikan oleh bangsa atau kelompok yang lain pula. Jadi cara yang paling
tepat untuk mengetahui makna adalah dengan mencari tahu.
43
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. KONDISI GEOGRAFIS
1. Letak dan Luas Wilayah
Cikoang merupakan salah satu dari dua belas desa yang ada di
Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Sebagian wilayahnya berada di daerah pesisir bagian Selatan Kecamatan
Mangarabombang. Jarak desa Cikoang dari Ibu Kota Kecamatan adalah
sejauh 7 Km, 21 Km dari Ibu Kota Kabupaten, dan sekitar 60 Km dari Ibu
Kota Provinsi, Makassar.
Wilayah desa Cikoang memanjang dari Timur ke Barat dengan
batasan-batasan sebagai berikut:
-
Sebelah utara berbatasan dengan desa Bontomanai, Kecamatan
Mangarabombang
-
Sebelah Timur berbatasan dengan desa Pattoppakang, Kecamatan
Mangarabombang
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Punaga, kecamatan
Mangarabombang
-
Sebelah Barat berbatasan dengan desa Lakatong, Kecamatan
Mangarabombang
Di tengah-tengah desa ini terdapat aliran sungai yang oleh warga
Cikoang disebut sebagai Muara Cikoang. Sungai inilah yang selalu
dijadikan sebagai lokasi pelaksanaan Maudu Lompoa setiap tahunnya.
44
Secara keseluruhan, luas daerah desa Cikoang adalah sebesar 555,5
Ha. Luas tersebut meliputi empat dusun di dalamnya, yaitu dusun
Cikoang, dusun Bontobaru, dusun Bila-bilaya dan dusun Jonggowa.
2. Topografi dan Keadan Alam
Seluruh wilayah Cikoang terletak pada dataran rendah dengan jarak
ketinggian terdekat dari permukaan laut adalah setinggi 2 m. Dari
keseluruhan luas wilayah Cikoang, 45,86 % digunakan untuk perkebunan,
30,26 % merupakan lahan persawahan, 6,20 % adalah lahan pemukiman
warga, dan sisanya adalah lahan pekarangan, perkantoran dan prasarana
umum lainnya.
Seperti wilayah lain di Indonesia pada umumnya, Cikoang juga
beriklim tropis. Rata-rata curah hujan yang turun adalah 1.883 mm tiap
tahunnya di mana musim hujan berlangsung pada bulan Desember sampai
Maret. Sedangkan pada bulan April sampai November terjadi musim
kemarau. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan hujan juga
turun pada musim kemarau, hanya saja pada bulan Desember sampai
Maret adalah bulan di mana hujan turun paling sering.
B. KONDISI DEMOGRAFIS
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk desa Cikoang, sesuai dengan data terakhir yang
dicatat kantor Kecamatan Mangarabombang, yaitu pada Juni 2011 adalah
45
sebanyak 2.875 jiwa. Jumlah tersebut meliputi 709 Kepala Keluarga di
mana 1.330 jiwa merupakan penduduk berjenis kelamin Pria dan 1.545
jiwa adalah wanita.
Nama Desa
Cikoang
Pria
1.330
Jumlah penduduk (jiwa)
Wanita
Total
1.545
2.875
2. Ekonomi dan Mata Pencaharian
Letak desa Cikoang yang berada di daratan rendah dan dengan
kondisi tanah yang tidak terlalu tandus menjadikan petani sebagai sumber
mata pencaharian utama di desa ini. Sumber mata pencaharian lain yang
tidak kalah pentingnya dari petani adalah nelayan, penambak garam,
penganyam, pedagang dan juga pegawai negeri sipil.
Tanaman padi yang menjadi sumber makanan pokok penduduk di
Cikoang hanya bergantung pada sawah tadah hujan, sehingga produksi
padi hanya berlangsung sekali dalam setahun. Di musim kemarau, sawah
diolah kembali untuk menanam tanaman lain, seperti jagung dan kacang
hijau.
3. Bidang Pendidikan
Meskipun letak desa Cikoang agak jauh dari kota, namun
penduduknya masih bisa tersentuh oleh pendidikan. Hingga saat ini, telah
ada lima bangunan sekolah di dalamnya yang terdiri atas 3 sekolah dasar,
1 SMP dan 1 SMA. Sekolah-sekolah tersebut adalah SDN. Jonggowa,
46
SDN. Inp. Bonto-bonto, SDN. Inp. Kampung Parang, SLTP Neg. 3
Mangarabombang dan SMU Neg. 1 Mangarabombang.
Tingkatan Sekolah
Jumlah
SD
3
SMP
SMA
1
1
Keterangan
SDN. Jonggowa
SDN. Inp. Bonto-bonto
SDN. Inp. Kampung Parang
SLTP Neg. 3 Mangarabombang
SMU Neg. 1 Mangarabombang
C. Stratifikasi Sosial dan Adat
Sejak dahulu, di Cikoang dikenal stratifikasi sosial atau pelapisan dalam
masyarakat. Hal tersebut dianggap sebagai hal yang penting dalam menilai
latar belakang kehidupan, watak dan sifat-sifat yang mendasar pada
masyarakat.
Di desa ini terdapat tiga lapisan masyarakat yang berbeda secara adat,
yaitu masyarakat karaeng, masyarakat sayyid dan masyarakat jawi. Secara
umum lapisan masyarakat tersebut dapat dilihat pada uraian singkat berikut:
1. Karaeng
Seperti pada masyarakat lainnya di Sulawesi Selatan, di Cikoang
juga terdapat kelompok karaeng. Kelompok karaeng ini bermula dari
karaeng Cikondong sebagai keturunan dari karaeng Binamu di Je‟neponto
yang membeli tanah Cikoang dari Sombaya ri Gowa. Karaeng Cikondong
inilah yang secara turun temurun memimpin rakyat dan masyarakat
Cikoang. Beliau ditemani oleh empat puluh orang jowak (hamba) yang
merupakan pengawalnya. Di antara empat puluh orang itu terdapat dua
orang yang dianggap sangat pemberani yang bernama Bunrang dan Danda.
47
Keduanya diangkat sebagai pengawal pribadi dari karaeng Cikondong.
Selain itu ia juga sering dipanggil oleh Somba ri Gowa untuk membantu
dalam peperangan. Oleh karena itu kedua orang ini termasuk tokoh
legendaris dalam kalangan masyarakat Cikoang.
Meskipun demikian, dewasa ini lapisan masyarakat karaeng di
Cikoang sudah tidak terlalu mencolok karena telah berintegrasi dengan
masyarakat Sayyid.
2. Sayyid
Masyarakat sayyid mulai ada sejak kedatangan Sayyid Jalaluddin di
Cikoang. Sejak saat itu lapisan masyarakat berkembang ke dua arah sudut
pandang yang berdasar pada pertanyaan apakah seseorang itu keturunan
Nabi Muhammad atau bukan.
Kata Sayyid berasal dari bahasa Arab, yang berarti tuan atau
penghulu. Pada masyarakat Cikoang kata Sayyid merujuk kepada
seseorang atau kelompok orang yang mengaku dan telah diakui memiliki
garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW.
3. Jawi
Kata jawi bisa saja diartikan sebagai orang Jawa sesuai dengan
sebutan orang Arab terhadap orang-orang Jawa yang bermukim secara
kelompok. Namun, entah bagaimana sehingga pada kalangan masyarakat
Cikoang kata Jawi ini bergeser makna menjadi orang yang bukan sayyid.
Meskipun demikian istilah jawi tidak memiliki makna negatif bagi
48
masyarakat Cikoang sehingga tidak akan ada orang yang merasa
tersinggung dan tidak pula merasa bangga dengan sebutan jawi.
Kepercayaan yang tumbuh dalam masyarakat Cikoang adalah bahwa
pelapisan sayyid-jawi berakar pada asal mula kejadian manusia. Sayyid
berasal dari Muhammad dan Muhammad berasal dari “Nur” Muhammad,
yaitu asal mula atau sumber kejadian seluruh makhluk di muka bumi.
Sedangkan jawi berasal dari Adam yang diciptakan dari Nur Muhammad.
Dalam hal ini, Muhammad dilukiskan sebagai sumber ruh sedangkan Adam
sebagai sumber jasad/tubuh. Dalam bahasa Makassar dikatakan bahwa
“Muhammad manggena nyawayya, Adam manggena tubuwa”. Oleh karena itu
dalam anggapan masyarakat Cikoang, derajat sayyid lebih mulia dari pada
jawi. Semua orang yang tidak termasuk kelompok sayyid disebut jawi dengan
tidak membedakan status kebangsawanan (karaeng) ataupun ata (hamba).
Begitu pula halnya dengan karaeng. Jika saja ada karaeng yang bukan
sayyid maka tetap saja derajat sayyid lebih tinggi dari pada karaeng. Namun
dewasa ini sudah tidak ditemukan lagi karaeng yang bukan sayyid, semua
karaeng di Cikoang pasti berdarah sayyid dan dalam kesehariannya mereka
hanya dipanggil karaeng. Adapun sayyid yang bukan karaeng biasanya
dipanggil tuan.
Dengan demikian urutan strata sosial di Cikoang dari yang tertinggi
adalah sayyid yang karaeng, sayyid biasa dan terakhir jawi.
Meskipun strata seseorang ditentukan dari garis keturunannya, namun
ada faktor yang bisa menyebabkan strata sosial seseorang dapat saja berubah,
49
baik itu yang meningkat (naik tingkatan) ataupun yang menurun. Salah satu
faktor tersebut adalah perkawinan.
Ada
aturan
dalam
kelompok
sayyid
yang
tidak
mengijinkan
keturunannya untuk menikah selain dengan sesama sayyid, kecuali kaum pria.
Kaum pria yang menikah dengan wanita yang bukan sayyid tidak akan
mengubah statusnya sebagai sayyid. Tetapi jika yang melanggar adalah
seorang wanita maka secara otomatis dia langsung dihapus dari garis
keturunan dan dicabut status sayyidnya. Sebaliknya jika seorang wanita jawi
menikah dengan pria sayyid, maka secara otomatis statusnya juga akan
berubah menjadi sayyid.
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang diperoleh penulis
selama melakukan penelitian yang dimulai sejak bulan Maret hingga Mei
2011. Hasil penelitian diperoleh melalui observasi langsung, wawancara dan
studi pustaka.
Tiga orang informan kunci berhasil diwawancarai penulis, namun hanya
ada satu informan yang terbuka dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Dua lainnya hanya memberikan informasi dasar dengan alasan tidak boleh
membahas terlalu dalam terkait etika golongan.
Kebanyakan wawancara yang dilakukan penulis adalah dalam situasi
non formal, dalam hal ini seolah-olah seperti sedang berbincang-bincang
santai. Berikut uraian hasil penelitian yang diperoleh penulis.
1. Sejarah Maudu Lompoa
Peringatan Maudu Lompoa pertama kali dilaksanakan oleh seorang
ulama besar dari Aceh bernama Jalaluddin Aidid yang kemudian oleh
warga Cikoang disebut dengan Sayyid Jalaluddin. Pertanyaannya adalah
siapa sebenarnya Sayyid Jalaluddin ini?
Sayyid Jalaluddin, dalam sejarahnya, mengaku sebagai keturunan
dari Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam yang menikahi salah satu
anggota kerajaan Sombaya ri Gowa.
51
Ceritanya berawal ketika Sayyid Jalaluddin berkunjung ke tanah asal
mertuanya di Gowa. Niat awalnya berkunjung ke sana, selain untuk
bersilaturahmi, ia juga berniat menyebarkan ajaran Islam. Namun, ia tidak
mendapatkan respon yang layak dari Sombaya di Gowa, karena
ketidakjelasan identitas keturunan Sayyid. Ia lalu pamit pada Sombaya ri
Gowa dan kemudian menitipkan istrinya di Balla Lompoa, Gowa. Atas
izin
Allah
SWT,
Sayyid
meninggalkan
Balla
Lompoa
dengan
menggunakan sehelai tikar sembahyang (sajadah) sebagai kendaraan
pribadinya dan sebuah tempat air wudhu (cerek) menemaninya. Dalam
waktu sekejab, Sayyid sudah sampai di sebelah utara pulau Tanakeke,
kemudian sebelah utara Sungai Bontolanra, Parappa, Sanrobone, dan
Sungai Maccinibaji. Pada saat yang sama, di muara sungai Cikoang,
sebelah utara hulu sungai, Bunrang (kesatria Cikoang) memasang kuala
(bila). Lalu, di sebelah selatan hulu sungai, Danda (kesatria Cikoang) juga
memasang kuala. Esoknya, Danda dan Bunrang melihat sebuah benda
berbentuk kapal laut besar lewat di sebelah utara Tompo'tanah. Hanya
dalam waktu sekejap, benda tersebut berubah bentuk menjadi benda
bercahaya. Melihat itu, kedua kesatria Cikoang itu berlomba mendayung
perahunya (lepa-lepa) mendekati benda itu. Saat mendekat, keduanya
heran mendapati seorang manusia memakai jubah, duduk bersila di atas
sajadah ditemani cerek. Melihat keajaiban pada orang itu, Sayyid
Djalaluddin, Danda dan Bunrang lalu menawarkan jasa pada Sayyid.
Kedua perahu itu lalu dirapatkan. Sayyid kemudian meletakkan kaki
52
kanannya di atas perahu Danda dan kaki kirinya di perah Bunrang. Kedua
ksatria itu kemudian mendayung perahunya ke pinggiran sungai Cikoang.
Sesampainya di Desa Cikoang, ia langsung bersilaturahmi dengan
warga setempat, termasuk Danda dan Bunrang. Ia menggunakan
kesempatan itu untuk berdakwah dan menyebarluaskan agama Islam.
Sejak saat itu, kehadiran Sayyid Jalaluddin di Desa Cikoang seperti
membawa era baru dalam kehidupan masyarakat di sana. Ia dianggap
mampu menyiarkan Islam dengan cara yang mudah ditangkap oleh
masyarakat setempat. Hal tersebut menjadikannya sosok yang sangat
dikagumi sejak saat itu hingga sekarang.
Meskipun pada saat itu masyarakat Cikoang telah mengenal Islam,
namun kehadiran Sayyid menambah pemahaman mereka yang pada saat
itu masih sangat dangkal, khususnya di bidang aqidah dan syariat Islam.
Hal yang pertama kali di ajarkan olenya adalah berbagai macam
ibadah, baik yang wajib maupun sunnah. Salah satunya adalah
mengajarkan puasa dan shalat tarwih di bulan Ramadahan. Sedangkan di
bulan Rabiul Awal masyarakat diajarkan untuk memahami dan mencintai
Nabi Muhammad SAW. Ia ingin menanamkan pemikiran dalam
masyarakat
betapa
pentingnya
mengenal
dan
mengagumi
Nabi
Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi Ummat Nya. Seperti itulah
awal mula perayaan Maulid di Cikoang.
Selanjutnya, Bunrang diutus untuk menjemput istri Sayyid, Acara'
Daeng Tammami, di Balla Lompoa, Gowa. Dua bulan setelah Daeng
53
Tamami berada di Cikoang, tepatnya saat tarikh 10 Syafar 1025 H,
mulailah dilaksanakan mandi Syafar untuk pertama kalinya sebagai
rangkaian peringatan maulid Nabi Muhammad SAW atau dikenal sebagai
Maudu' Lompoa (maulid besar).
Dalam perkembangannya, masyarakat Cikoang telah menganggap
perayaan ini sebagai suatu kewajiban. Hal ini bersumber pada motivasi
pendalaman ajaran Islam tentang kerohanian, yang diajarkan oleh Sayyid
Jalaluddin Aidid. Berikut uraiannya:
a. Pengetahuan Ma‟rifah
Ma‟rifah adalah suatu ilmu kerohanian yang berintikan
pengetahuan secara hakikat tentang Allah dan makhluk-Nya.
Dalam pemahaman Ma‟rifah, sebagaimana yang dipahami oleh
masyarakat Cikoang, bahwa sebelum Allah menciptakan segala
sesuatu, yang paling pertama diciptakan adalah “Nur” Muhammad
yang kemudian melahirkan Nabi Muhammad melalui dua proses, yaitu
proses kelahiran di alam gaib dan di alam nyata.
1. Proses kelahiran Nabi di alam gaib ditandai dengan diciptakannya
tiga hal. Pertama “Nur” yang diciptakan Allah sebagai sumber
segala makhluk yang darinya kemudian diciptakan alam semesta.
Selanjutnya pada tanggal 10 bulan Syafar, saat Nabi masih dalam
kandungan Aminah, ia ditiupkan “Ruh”. Dan terakhir, “Akal”,
pada saat Nabi dilahirkan. “Nur” dianggap sebagai peringatan
54
kejadian, “Ruh” sebagai peringatan keadaan, dan “Akal” sebagai
peringatan kelahiran.
Oleh karena itu peringatan Maulid terbagi atas tiga macam
pelaksanaan,
yaitu
memperingati
kejadian
di
alam
nur,
memperingati keadaan di alam rahim, dan memperingati kelahiran
di alam nyata. Hal ini didasarkan pada tiga hal yang tercatat dalam
sejarah yang masing-masing mewakili ketiga peringatan tersebut.
a. KEJADIAN. Pada tanggal 12 Rabiul Awal 1041 H atau
tanggal 11 November 1620 M, Sayyid Jalaluddin memperingati
kejadian di alam Nur bersama dengan jamaahnya di Cikoang.
Proses dalam peringatan inilah yang merupakan prosesi dari
Maudu Lompoa.
b. KEADAAN. Pada tanggal 12 Rabiul Awal 211 H, kerajaan
Arbelles, Raja Abu Said Al Musaffar 1 memperingati keadaan
di alam rahim. Peringatan ini dilakukan dengan pembacaaan
kitab Barsanji yang isinya adalah kisah perjalanan Nabi
Muhammad sejak lahir hingga wafat-Nya. Nama Barsanji itu
sendiri di ambil dari nama kota asal pengarang kitab tersebut
yang bernama Ja‟far.
c. KELAHIRAN. Pada tanggal 12 Rabiul Awal 1 H atau tanggal
24 September 622 M, Nabi Muhammad bersama Abu Bakar
dan Ali memperingati kelahiran di alam dunia di Madinah. Saat
55
itu, yang bertepatan dengan hari Jumat, merupakan pertama
kalinya dilaksanakan shalat Jumat.
2. Proses kelahiran Nabi di alam nyata, pada tanggal 12 Rabiul Awal
tahun Gajah atau tahun 571 M, sama seperti kelahiran manusia lain
pada umumnya. Jika kelahiran Nabi di alam Gaib dipercaya
sebagai sumber terciptanya alam semesta, maka kelahiran Nabi di
alam nyata dipercaya sebagai sumber kebenaran mutlak. Melalui
Beliau, segala kebenaran dari Allah dapat disampaikan dan
dipahami serta dilaksanakan oleh umat Islam yang beriman.
Kebenaran-kebenaran tersebut adalah suatu hidayah atau petunjuk
ke jalan yang benar untuk mencapai kesejahteraaan hidup di dunia
dan keselamatan di akhirat.
Oleh karena itu sosok Nabi Muhammad harus di ma‟rifati
(diketahui secara mendalam) yang kemudian diwujudkan dengan
bentuk kecintaan terhadapnya (mahabbah)
b. Prinsip Mahabbah (cinta)
Mahabbah adalah perwujudan dari ma‟rifah, yaitu pengetahuan
yang sempurna tentang Nur Muhammad sebagai sumber penciptaan
Allah terhadap semua makhluk-Nya, sehingga tidak ada alasan untuk
tidak cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Inilah yang disebut dengan
Mahabbah.
Dengan
motivasi
mahabbah
inilah,
masyarakat
menunjukkan kecintaannya terhadap Nabi Muhammad SAW melalui
perayaan Maulid/Maudu.
56
Keyakinan mereka cukup sederhana, bahwa bagaimana manusia
bisa mengenal Allah jika Rasulnya sendiri tidak dikenal dengan baik.
Melalui upacara Maudu, mereka berharap kecintaan mereka terhadap
Nabi Muhammad dapat diwujudkan.
Akhirnya, masyarakat Cikoang dengan dibantu oleh para
keluarga yang berasal dari keturunan Sayyid (gelar bagi mereka yang
mengaku dan diakui memiliki garis keturunan langsung dengan Nabi
Muhammad SAW) terus mengadakan dan melestarikan budaya yang
mereka anggap sebagai ritual keagamaan, yaitu Maudu Lompoa.
Tujuannya adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad agar
mendapat pertolongan di akhirat kelak.
Demikianlah sejarah dilaksanakannya Maudu Lompoa di Cikoang.
Dalam perkembangannya, pelaksanaan Maudu Lompoa mengalami
beberapa perubahan, khususnya dari segi kuantitas, baik pengunjung
ataupun atribut upacaranya.
Selanjutnya akan dibahas rangkaian proses dan atribut-atribut yang
digunakan dalam ritual Maudu Lompoa serta makna yang terkandung di
dalamnya.
Sumber : hasil wawancara dan catatan sejarah milik H.M. Nur Aidid.
57
2. Proses Maudu Lompoa dan Makna yang Terkandung di Dalamnya
Pada awalnya pelaksanaan Maudu Lompoa di Cikoang sangatlah
sederhana. Kesemarakan upacara seperti yang tampak pada perayaan
Maudu Lompoa dewasa ini, pada saat itu tidaklah demikian. Atributatribut yang digunakan pun masih sangat sederhana dan tidak sekompleks
saat ini.
Sesuai dengan ajaran Sayyid Jalaluddin, penyelenggaraan Maudu
Lompoa ditandai dengan empat hal atau bahan utama, yaitu:
a. Padi yang diibaratkan sebagai tubuh manusia
b. Ayam yang diibaratkan sebagai ruh manusia
c. Kelapa yang diibaratkan sebagai hati manusia
d. Telur yang diibaratkan sebagai rahasia manusia
Keempat bahan inilah yang wajib ada dalam pelaksanaan Maudu
Lompoa yang setiap tahunnya diselenggarakan oleh masyarakat Cikoang.
Berikut adalah uraian mengapa keempat bahan tersebut dijadikan sebagai
atribut penting dalam Maudu Lompoa.
Padi
Masyarakat Cikoang, secara turun temurun meyakini bahwa semua
hal yang dilaksanakannya dalam hubungannya dengan Maudu
Lompoa dilakukan dengan niat yang baik. Mengapa harus
menggunakan padi? Mengapa tidak menggunakan beras yang sudah
digiling? Bukankah akan lebih mudah jika menggunakan beras
karena kita tidak perlu lagi menumbuknya?
58
Alasannya tidak sesederhana itu. Secara praktis, alasannya, seperti
yang diungkapkan oleh H. M. Nur Aidid adalah:
“Kan dulu itu belum ada pabrik, jadi orang-orang menggiling
beras dengan cara manual, yaitu ditumbuk. Nah, tradisi inilah
yang ingin dipertahankan hingga saat ini, agar kita tidak pernah
melupakan adat nenek moyang kita”
Namun, secara esensial, alasan lain diungkapkan oleh Panda Yoto‟,
yaitu:
“Jadi, nenek moyang kita itu mengisaratkan untuk
menggunakan bahan-bahan yang bisa dipakai attutturang,
contohnya padi ini. Yang digunakan sebagai benih untuk
menanam padi adalah padinya atau gabah bukan beras. Karena
itulah kita menggunakan padi bukan beras. Niatnya adalah
segala sesuatu yang kita lakukan dapat tumbuh dan selanjutnya
bisa digunakan kembali untuk kebaikan”
Selanjutnya, mengapa beras itu diibaratkan sebagai tubuh adalah
karena beras (nasi) adalah sumber energi utama manusia bagi warga
Indonesia pada umumnya, dan warga Cikoang secara khusus.
Ketentuan minimal jumlah beras yang disarankan untuk ritual
Maudu Lompoa adalah sebanyak 4 liter/orang. Hal itu berdasar pada
hitungan jumlah tiap butir beras dalam 4 liter beras itu diperkirakan
sebanding dengan jumlah helai rambut (bulu) yang ada pada tubuh
manusia.
Ayam
Ayam dijadikan pilihan utama untuk Maudu Lompoa di antara
sekian banyak hewan lainnya yang biasa dimakan manusia pada
umumnya. Hal itu disebabkan karena ayam dianggap sebagai hewan
ciptaan Allah yang memiliki keistimewaan tersendiri di antara hewan
59
lainnya. Keistimewaan tersebut adalah membangunkan semua hamba
Allah di subuh hari untuk beribadah kepada-Nya. Panda Yoto‟
mengatakan:
“Tidak ada satu hewan pun yang bisa membangunkan manusia
di subuh hari kecuali Ayam. Karena itu ayam dianggap sangat
istimewa di antara hewan lainnya dan karena itu juga ayam
diibaratkan sebagai nyawa manusia”.
Ketentuan minimal untuk ayam adalah 1 ekor/orang dan tidak ada
batasan maksimal. Sebaiknya ayam tersebut adalah ayam yang
dipelihara oleh pemiliknya sendiri, bukan ayam orang lain atau ayam
yang dibeli di pasar.
Kelapa
Filosofi dari penggunaan kelapa hampir sama dengan alasan
penggunaan padi. Setiap kegiatan yang dilakukan diniatkan agar bisa
bermanfaat dan berkelanjutan. Kelapa adalah salah satu tanaman
yang hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan oleh manusia,
mulai dari batang, daun, sampai buahnya. Dalam hal ini Panda‟ Yoto
mengutip kata-kata nenek moyangnya berkata:
“Carilah di antara sekian banyak tanaman, dan temukan
tanaman yang air atau minyaknya bisa mencukupi untuk
memasak ayam. Nah kelapa itu jika sudah diolah maka minyak
yang dihasilkan dari sebutir kelapa diperkirakan dapat
memasak seekor ayam”.
Selain itu, sama seperti padi, adalah tanaman yang bisa digunakan
attutturang. Buahnya bisa digunakan kembali sebagai benih untuk
menanam pohon yang baru.
60
Panda‟ Yoto juga menjelaskan bahwa kelapa itu diibaratkan sebagai
hati manusia karena pada tempurung kelapa terdapat lingkaran
menyerupai mata. Mata itulah yang disimbolkan sebagai mata hati
manusia yang bisa melihat segala hal bahkan yang tidak bisa dilihat
oleh kasat mata.
Kelapa
ini
nantinya
akan
diolah
menjadi
minyak.
Tidak
diperbolehkan menggunakan minyak yang sudah jadi (dibeli) karena
kembali lagi ke syarat awal yang harus menggunakan bahan yang
bisa digunakan attutturang. Oleh karena itu kelapa yang digunakan
juga harus kelapa yang masih utuh, masih memiliki sabut, karena
kelapa yang sudah tidak memiliki sabut (sisa tempurung) tidak bisa
ditanam kembali.
Ketentuan jumlah untuk kelapa juga minimal 1 butir/orang dan tidak
ada batasan maksimal, selama orang tersebut mampu.
Telur
Kita semua pasti pernah mendengar teka teki yang berbunyi
“manakah yang lebih dulu ada, ayam atau telur?” Teka teki ini,
secara logika belum dapat ditemukan jawaban tepatnya.
Oleh karena itu dikatakan bahwa telur itu mewakili rahasia manusia,
yang tidak seorang pun tahu akan seperti apa nasib seseorang ke
depannya.
Keempat bahan utama di atas harus dijaga kebersihan dan
kesuciannya sampai pada hari H Maudu Lompoa. Ayam misalnya, sebulan
61
sebelum puncak perayaan ayam harus dikurung di dalam kandang dan
tidak boleh dibiarkan lepas agar tidak terkena najis. Sebelum dikurung,
layaknya manusia, ayamnya harus dibersihkan seperti orang yang sedang
berwudhu. Keempatnya harus diusahakan berasal dari ladang dan ternak
milik sendiri, kecuali telur. Hal ini bertujuan agar komponen-komponen
tersebut terjamin kualitas dan kesuciannya.
Proses pelaksanaan upacara Maudu Lompoa dikategorikan ke dalam
dua tahapan, yiatu tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan. Berikut
uraian lengkapnya.
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi atribut-atribut yang harus dilengkapi dan
prosesi atau ritual yang harus dilakukan sebelum hari H pelaksanaan
Maudu Lompoa. Atribut-atribut tersebut adalah:
a. Empat bahan utama (beras, ayam, kelapa, dan telur)
Seperti yang telah dijelaskan penulis sebelumnya bahwa keempat
komponen utama ini adalah yang mutlak harus ada dalam perayaan
Maudu Lompoa. Jumlah minimal yang harus dipenuhi adalah beras
sebanyak 4 liter, ayam 1 ekor, kelapa 1 butir, dan telur 1 butir.
Tidak ada batasan maksimal untuk keempat bahan tersebut. Yang
menjadi
tolak
ukur
jumlah
maksimalnya
adalah
sebatas
kemampuan orang yang mau mengadakannya. Sebisa mungkin
diusahakan bahan-bahan ini diperoleh dari ladang (sawah) dan
ternak sendiri. Kecuali telur, dapat diperoleh dengan membelinya
62
di pasar atau dari peternak. Telur yang digunakan pun boleh berupa
telur ayam ataupun telur itik.
Keempat bahan ini harus merupakan bahan yang sejak awal
diniatkan untuk Maudu Lompoa, tidak boleh menggunakan bahan
sisa. Hal ini berdasar pada masa menyusui Nabi yang pada saat itu
menyusu pada seorang wanita yang sebelumnya tidak pernah
menyusui.
b. Baku‟ (bakul)
Bakul ini terbuat dari daun lontar yang dianyam dengan bekal do‟a.
Tujuannya adalah sebagai landasan pandangan kesatuan dan
persatuan.
c. Pa‟belo-belo (hiasan)
Hiasan ini terdiri atas bunga-bunga dan maling. Baik bunga
ataupun yang disebut dengan maling adalah hiasan yang terbuat
dari kertas. Bunga adalah hiasan yang ditancapkan di tengahtengah bakul (baku maudu) yang telah diisi. Sedangkan maling
adalah hiasan berupa orang-orangan (bentuknya menyerupai orang)
yang diletakkan di atas telur yang sudah ditusuk.
Selain berfungsi sebagai hiasan, maling ini juga berfungsi sebagai
simbol Kerajaan Laikang.
Selain hiasan untuk bakul maudu, disiapkan juga hiasan untuk
julung-julung dan kandawarinya. Hiasan ini biasanya berupa kain
panjang yang dibentangkan di atas julung-julung layaknya layar
63
(sombalak). Untuk kanre bunting beru (pngantin baru) hiasannya
dilengkapi dengan perlengkapan rumah tangga, seperti lemari,
seprei, sarung, mukenah, sajadah, alat kosmetik dan sebagainya.
Hiasan-hiasan tersebut berfungsi sebagai penyemarak yang
menyimbolkan kebahagiaan dan rasa syukur pemiliknya.
Masyarakat Cikoang meyakini bahwa kain-kain yang mereka
bentangkan di atas julung-julung itu adalah bendera yang akan
mereka lihat di padang mahsyar nanti, oleh karena itu sebisa
mungkin mereka membuatnya dengan menarik, semarak, dan
biasanya mereka selalu menggunakan warna-warna yang cerah.
Selain itu, layar tersebut juga melambangkan datangnya ajaran
kebenaran dari Nabi Muhammad SAW yang dibawa oleh Sayyid
Jalaluddin.
Hiasan-hiasan ini menjadi ukuran tingkat kemampuan sosial
pemiliknya. Karena itulah, sebagian orang biasanya menjual
sesuatu untuk memperoleh biaya memperbesar kanre maudunya.
d. Kandawari
Kandawari adalah tempat untuk menyimpan bakul maudu dan
atribut maudu lainnya. Kandawari ini berbentuk segi empat dan
memiliki kaki. Benda ini diibaratkan sebagai kendaraan yang
digunakan Nabi pada saat Beliau menemui Allah untuk menerima
perintah shalat untuk pertama kalinya. Kendaraan tersebut
dinamakan raparaping. Wujud dari kendaraan yang digunakan
64
Nabi ini untuk melakukan Isra‟ Mi‟raj adalah memiliki empat kaki
yang kadang kadang menyentuh tanah kadang tidak. Seperti itulah
perumpamaan dari kandawari, memiliki empat kaki, jika diangkat
(dibembeng) kakinya tidak menyentuh tanah dan jika diletakkan
maka akan menyentuh tanah.
e. Julung-julung
Julung-julung ini merupakan inovasi dari kandawari. Karena
semakin hari Maudu Lompoa semakin besar maka isi dari
kandawari pun semakin banyak, oleh karena itu lama kelamaan
jika menggunakan kandawari yang ukurannya lebih kecil maka
tidak akan memuat barang-barang yang ingin diletakkan di atasnya.
Maka dibuatlah julung-julung dengan ukuran yang lebih besar dan
bentuknya menyerupai perahu. Tentu saja syaratnya adalah julungjulung juga harus memiliki 4 kaki.
f. Lokasi pelaksanaan
Lokasi pelaksanaan Maudu Lompoa adalah di sekitar sungai
Cikoang. Lokasi ini tidak pernah berpindah dari dulu. Julungjulung dan kandawari yang berisi kanre maudu dan telah dihias,
sebagian diletakkan di sepanjang pinggir sungai (darat), sebagian
lagi ada yang disimpan di tepi-tepi sungainya. Khusus untuk
tempat a’rate dibangunkan sebuah baruga (rumah panggung tanpa
dinding, hanya ada pembatas seperti pagar di setiap sisinya) di
tengah-tengah lokasi perayaan). Sebelum baruga ini dibangun,
65
masyarakat Cikoang menggunakan panggung kayu yang mereka
bangun dengan menggunakan tenda sebagai atapnya.
Adapun ritual yang harus dilakukan dalam rangka persiapan Maudu
Lompoa meliputi:
a. A’jene-jene sappara (mandi di bulan Syafar)
Setiap tanggal 10 Syafar, masyarakat Cikoang melakukan
rangkaian pertama dari Maudu Lompoa, yaitu a’jene-jene sappara.
Kegiatan inilah yang menandai pelaksanaan Maudu Lompoa atau
dengan kata lain pembuka Maudu Lompoa. Sebelum turun ke
sungai, masyarakat Cikoang dipimpin oleh anrong guru melakukan
pembacaan do‟a. Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan ini adalah
untuk menghilangkan kesialan dari seluruh warga yang ikut
melaksanakannya. Ini juga dimaksudkan untuk membersihkan diri
sebelum memasuki bulan yang sangat mereka istimewakan.
b. Anynyongko jangang (pengurungan ayam)
Kegiatan ini dilakukan sepulang dari a’jene-jene sappara. Ayam
dimasukkan ke dalam kurungan atau kandang dengan bekal do‟a.
Sebelumnya ayam harus dicuci hingga bersih layaknya manusia
yang melakukan wudhu. Ayam dikurung hingga tiba saat untuk
menyembelihnya. Tujuan dari pengurungan ayam ini tidak lain
adalah untuk menghindarkan sang ayam dari hal-hal yang berbau
najis dan menghindari pergaulan dengan ayam yang bebas.
66
c. Angngalloi ase (penjemuran padi)
Penjemuran padi diawali dengan pembekalan do‟a. padi dijemur di
dalam area yang sudah dibatasi dengan pagar di sekelilingnya, hal
ini dimaksudkan agar padi terjaga dari kotoran dan najis. Proses ini
dilakukan setelah memasuki bulan Rabiul Awal.
d. A’dengka ase (menumbuk padi)
Proses menumbuk padi ini juga dilakukan setelah memasuki bulan
Rabiul Awal. Penumbukan dilakukan secara manual dengan
menggunakan
lesung.
Sama
halnya
dengan
penjemuran,
penumbukan padi ini juga dilakukan di dalam area yang telah
dipasangi pagar di sekelilingnya. Baik laki-laki ataupun perempuan
boleh melakukannya, kecuali bagi perempuan yang sedang
berhalangan (menstruasi). Saat melakukan proses ini, bagi laki-laki
wajib mengenakan kopiah dan sarung, sedangkan wanita
mengenakan sarung. Pada catatan sejarah dikatakan bahwa,
perempuan selain harus
menggunakan sarung juga harus
menggunakan kerudung (jilbab). Tapi pada kenyataannya, saat ini
perempuan tidak lagi diwajibkan memakai jilbab pada saat
menumbuk padi, cukup dengan mengenakan sarung. Dalam
pelaksanaannya, proses ini harus dilakukan dengan hati-hati karena
jika sampai ada padi yang jatuh ke tanah maka itu tidak bisa
diambil lagi.
67
Remaja atau anak yang lebih muda dalam keluarga diutamakan
melakukan proses ini. Do‟a yang diniatkan selama proses ini
berlangsung adalah perminataan agar kelak mereka (yang
menumbuk) bisa bertemu dengan malaikat dan bidadari. Dalam
bahasa Makassar, niatnya berbunyi “Kuniakkangi kalengku
siramma-ramma malaikat” untuk laki-laki dan “Kuniakkangi
kalengku siramma-ramma bidadari” untuk perempuan.
e. A’tanak minynyak (membuat minyak dari kelapa)
Proses ini dilakukan menjelang hari H karena minyak ini nantinya
akan digunakan untuk memasak isi dari kanre maudu, seperti
songkolo’ dan juga untuk memasak/menggoreng ayam. Kelapa
yang digunakan adalah kelapa utuh (dengan sabut) yang dikupas di
tempat yang bersih.
f. Anynyongkolok kanre (menanak nasi)
Proses ini juga disebut dengan a’pamatara berasa’. Beras yang di
masak tidak sampai masak melainkan hanya setengah masak. Hal ini
dimaksudkan agar nasinya tidak cepat basi. Pelaksanaannya dilakukan
setelah hari H dekat (beberapa hari sebelum puncak perayaan).
2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi prosesi yang harus dilakukan pada hari H
perayaan Maudu Lompoa. Prosesi tersebut adalah:
a. Ammone Baku’
Orang yang diperbolehkan melakukan proses ini adalah wanita
yang dalam keadaan suci (tidak boleh wanita yang sedang haid)
68
dan harus berwudhu sebelumnya. Berikut adalah tahapan
pelaksanaannya:
-
Mengisi bakul dengan nasi setengah masak
-
Membungkus ayam yang telah dimasak/digoreng dengan daun
pisang dan ditempatkan di dasar bakul.
-
Menutup permukaan bakul dengan daun pisang atau daun
kelapa muda.
-
Menancapkan telur yang telah ditusuk dan dihias di bagian
pinggir bakul. Bagi keluarga yang mampu biasanya telur yang
diletakkan di bakul mencapai seribu butir. Cara peletakannya
adalah dengan cara bersusun (berundak-undak) mengikuti
bentuk bakul dan berpusat di tengah bakul. Hal ini
dimaksudkan agar rejeki dari pemilik kanre maudu tersebut
juga bisa berlapis-lapis seperti susunan telur itu.
b. A’belo-belo Kanre Maudu
A’belo-belo (menghias) bakul tidak hanya dilakukan untuk bakul
saja tapi juga dilakukan untuk julung-julung atau kandawarinya.
Hiasan di bakul hanya meliputi peletakan bunga kertas di tengah
bakul. Sedangkan pada julung-julung dan kandawari dihiasi
dengan layar dari berbagai macam kain yang berwarna-warni.
c. Angngantara‟ Kanre Maudu
Kanre maudu yang telah dihias selanjutnya dibawa ke lokasi
perayaan Maudu Lompoa, yaitu di dekat sungai Cikoang. Cara
69
pengantarannya pun berbeda-beda. Bagi keluarga yang berada jauh
dari
lokasi
perayaan
membawa
kanre
maudunya
dengan
menggunakan perahu, sedangkan bagi keluarga yang rumahnya
dekat dengan lokasi, kanre maudunya akan dibawa dengan
diangkat (dibembeng) secara gotong royong. Untuk keluarga yang
memiliki kanre maudu dalam ukuran besar akan membutuhkan
tenaga yang banyak pula. Tapi untuk kanre maudu yang ukurannya
lebih kecil biasanya diantar dengan menggunakan mesin traktor.
d. Pannarimang Kanre Maudu
Kanre maudu yang telah diantar oleh masing-masing pemiliknya
kemudian diterima di lokasi perayaan oleh anrong guru sebagai
memimpin ritual ini. Prosesnya dilakukan dengan membakar dupa
dan duduk bersila menghadap kiblat sambil membaca doa agar
persembahannya itu diterima dan menyenangkan Rasulullah SAW.
e. A’ratek/Azzikkiri
A’ratek/azzikkiri merupakan acara inti dari perayaan Maudu
Lompoa ini. A’ratek merupakan pembacaan syair pujian dalam bahasa
Arab pada Rasulullah SAW dan keluarganya dengan lagu dan irama
tersendiri yang sangat khas dan menyentuh hati. Acara ini biasanya
berlangsung sekitar dua jam. Kitab Rate' ini merupakan karya besar
Sayyid Jalaluddin Al`Aidid dan menjadi inti ajaran-ajarannya
dalam tarekat "Nur Muhammad".
70
Sebagian pengunjung biasanya membawa air ke baruga untuk
disertakan dalam pembacaan do‟a dan ratek. Nantinya air yang
telah dibacakan do‟a bersamaan dengan kanre Maudu Lompoa ini
akan digunakan sebagai barakka (air yang mengandung berkah).
Mereka biasanya memercikkannya pada peralatan dagang atau
peralatan yang mereka gunakan untuk mencari uang agar dagangan
atau usahanya mendapat limpahan berkah.
f. A‟toana
Setelah acara a’ratek selesai maka seluruh tamu yang ada di atas
baruga dijamu. Tamu ini biasanya adalah mereka yang dari
keluarga Sayyid. Jamuan pattoana bukanlah makanan yang
diambil dari kanre maudu melainkan makanan yang disiapkan
secara khusus oleh panitia pelaksana Maudu Lompoa.
Adapun kanre maudu yang telah melalui ritual berupa pembacaan
do‟a akan dibagikan kepada pihak-pihak terkait.
g. A’bage kanre Maudu
Ketentuan pembagian kanre maudu didasarkan pada tiga tingkatan,
yaitu:
-
Qadhi/imam dan pejabat pemerintah setempat diberikan
masing-masing sebuah julung-julung lengkap dengan isinya.
-
Peserta ratek masing-masing diberikan sebuah kandawari
lengkap dengan isinya.
-
Masyarakat umum masing-masing mendapat sebuah bakul.
71
B. PEMBAHASAN
Ada banyak pengetahuan baru mengenai Maudu Lompoa yang diperoleh
penulis melalui penelitian ini. Semoga apa yang penulis teliti ini juga dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.
Maudu lompoa, jika ditlik dari segi wujudnya, memiliki tiga jenis wujud
sebagai sebuah kebudayaan.
Bahwa Maudu Lompoa adalah sebuah kewajiban yang tertanam di
dalam pikiran masyarakat Cikoang untuk dilaksanakan setiap tahunnya adalah
wujud idealnya. Wujud ini sifatnya abstrak, hanya ada dalam pikiran orangorang. Dari pemikiran inilah mereka melangkah ke wujud sistem sosial di
mana beberapa tindakan-tindakan dibentuk dalam rangka menunaikan
kewajiban ini. Tindakan-tindakan tersebut sifatnya paten dan berpola.
Wujudnya adalah rangkaian prosesi yang harus dilalui dalam pelaksanaannya,
seperti a‟jene-jene sappara, anynyongko jangang, dan seterusnya. Selanjutnya,
sebagai hasil dari kedua wujud sebelumnya muncullah wujud fisiknya. Kanre
maudu, julung-julung, kandawari, hiasan berupa layar berwarna-warni
merupakan hasil kebudayaan Maudu Lompoa dalam wujud fisiknya, artinya
orang lain dapat melihatnya dan dapat menikmatinya.
Dari hari ke hari dan tahun ke tahun ketiga wujud inilah yang coba
ditanamkan oleh masyarakat Cikoang kepada anak cucu mereka. Dari semua
rangkaian ritual yang dilakukan oleh masyarakat Cikoang tentunya ada makna
yang terkandung di dalamnya. Makna ini berkaitan dengan isi ajaran Sayyid
Jalaluddin yang mendrikan Maudu Lompoa kepada para jamaahnya.
72
Menyebarkan ajaran agama kepada orang-orang yang masih awam
adalah hal yang sangat sulit. Oleh karena itu dibutuhkan cara yang paling
efektif untuk bisa menyampaikan ajaran itu kepada setiap orang.
Sebagai seorang penyebar agama islam, komunikasi yang efektif
sangatlah diperlukan oleh Sayyid Jalaluddin. Sejak pertama kemunculannya di
desa Cikoang ia langsung dkagumi oleh masyarakat di sana. Hal itu
disebabkan oleh cara Sayyid Jalaluddin berdakwah yang sangat disukai dan
menyatu dengan para jamaahnya.
Maudu Lompoa adalah salah satu wadah bagi Sayyid Jalaluddin untuk
menanamkan pengetahuan dan rasa cinta terhadap Nabi Muhammad SAW
kepada seluruh jamaahnya di Cikoang. Karena baginya sebelum bisa
mengenal Allah, terlebih dahulu kita harus mengenal RasulNya.
Dengan menggunakan teori “triangle meaning” dari Charles Sanders
Peirce, penulis mencoba menguraikan makna-makna di balik Maudu Lompoa.
Berikut uraiannya.
73
Sign
Padi (ase)
Object
Padi
Ayam
(jangang)
Ayam
Kelapa
(kaluku)
Kelapa
Telur
(bayao)
Telur
Bakul
(baku’)
Bakul
Tepa-tepa
Bentuk tepatepa
Hiasan
(pa’belobelo)
Semua hiasan
(baik berupa
kain ataupun
bunga) yang
dipajang dalam
Kanre
Maudu
Interpretant
- Panda‟ Yoto: Berasal dari
tanah, sama halnya tubuh
manusia
yang
juga
berasal dari tanah
- Panda‟ Yoto: Melambangkan tubuh manusia
karena merupakan sumber
energi utama bagi manusia
Panda‟
Yoto:
Membangunkan manusia (jasadnya)
di subuh hari yang telah
ditinggal nyawanya selama
tidur.
Panda‟ Yoto: Melambangkan hati manusia, karena di
dalam tempurungnya terdapat mata yang di anggap
(disamakan) dengan mata
hati manusia, karena mata
hati itu tersembunyi sama
seperti mata di tempurung
kelapa.
Panda‟ Yoto: Sulit diperkirakan
kandungannya,
karena itu telur melambangkan rahasia manusia.
Panda‟ Yoto dan Muh. Nur
Aidid:
Persatuan
dan
kesatuan (kerukunan)
Panda‟ Yoto dan Muh. Nur
Aidid: Rejeki yang berlipat
ganda
- Panda‟ Yoto dan Tuan
Kai‟: Kebahagiaan dan
rasa syukur pemiliknya.
Harapan agar di padang
mahsyar nanti mereka
bisa
menemukan
kecerahan
Keterangan
- Merujuk pada asal
muasal padi
- Merujuk
pada
manfaat padi
Merujuk pada keistimewaaan ayam
Merujuk pada fisik
kelapa
Merujuk pada kandungan telur
Merujuk pada pola
anyaman bakul
Merujuk pada bentuk
tepa-tepa
-
Merujuk
pada
warna hiasan
74
Panda‟ Yoto dan Tuan - Merujuk
pada
Kai‟: Kemampuan secajumlah (banyakra materil (kekayaan)
nya hiasan yang
pemiliknya.
dipasang)
Panda‟ Yoto: Melambang- Merujuk
pada
kan kendaraan Nabi saat sejarah kandawari
Isra‟Mi‟raj
-
Kandawari Kandawari
Jika diperhatikan pada tabel di atas, dari beberapa poin, hanya ada satu
hal yang berkaitan dengan Nabi Muhammad secara khusus, yaitu kandawari.
Hal ini sesuai dengan tujuan utama dari diadakannya Maudu Lompa, yaitu
untuk mengenal Nabi Muhammad secara mendalam beserta hal-hal yang
berkaitan dengannya. Namun, yang lainnya penulis artikan sebagai hal-hal
yang diusahakan oleh Sayyid Jalaluddin sebagai langkah awal untuk mengenal
Nabi Muhammad. Yang paling menonjol adalah ajaran untuk saling menjaga
kerukunan dan persatuan. Kerukunan dan persatuan yang dimaksudkan oleh
Sayyid Jalaluddin dalam hal ini adalah persatuan dalam membela agama
Islam.
Ada beberapa kategori yang dirumuskan penulis berhubungan dengan
cara Sayyid Jalaluddin menyimbolkan sesuatu.
1. Berharap jamaahnya bisa meniru hal-hal positif dari sesuatu yang
dekat dengan mereka, padi misalnya. Selama ini pepatah yang sering
kita dengar adalah “belajarlah dari ilmu padi, semakin berisi semakin
merunduk”. Namun hal lain dimaksudkan oleh Sayyid, yaitu padi
adalah tanaman yang sangat besar manfaatnya bagi manusia. Salah
satunya adalah sebagai sumber energi. Bagi orang Makassar, nasi
75
adalah makanan pokok yang jika tanpanya maka manusia tidak akan
memiliki tenaga. Makan makanan lain yang mungkin sebenarnya
mengenyangkan tidak akan dianggap sebagai kegiatan makan jika
yang dimakan itu bukanlah nasi. Bayangkan jika tidak ada nasi.
Seperti itulah harapan Sayyid Jalaluddin, berharap agar jamaahnya
dapat menjadikan dirinya bermanfaat bagi banyak orang.
Begitu juga halnya dengan kelapa. Kelapa adalah tanaman yang
semua bagiannya dapat dimanfaatkan oleh manusia, mulai dari
batang hingga daunnya
2. Mengibaratkan benda-benda dengan sesuatu yang positif. Contohnya
bentuk anyaman pada bakul dan tepa-tepa. Ia berharap agar
jamaahnya bisa belajar pada anyaman bakul dan tepa-tepa. Anyaman
tersebut adalah yang membuat helaian daun lontar yang satu dengan
yang lain bersatu. Jika ada satu helai yang tidak dianyam
sebagaimana mestinya maka benda itu hanya akan menjadi helaian
daun lontar yang tidak ada artinya. Tapi setelah dianyam, daun lontar
itu bisa menjadi satu dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan
manusia.
Seperti itulah Sayyid Jalaluddin mengibaratkan bagaimana sikap
manusia yang seharusnya. Bersatu dan menjaga kerukunan adalah
hal dasar yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.
Ada beberapa hal yang ingin dicapai melalui Maudu Lompoa ini:
1. Memperdalam kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
76
2. Meningkatkan semangat kerja sama/gotong royong.
3. Meningkatkan solidaritas.
Namun, di antara tujuan-tujuan positif tersebut, penulis melihat ada
beberapa kekurangan dari pelaksanaan Maudu Lompoa ini, yaitu:
1. Munculnya sekat-sekat sosial. Hal ini terlihat dari besar tidaknya
kanre maudu yang dibuat, ramai tidaknya hiasan (layar) julungjulung atau kandawarinya.
2. Banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat satu unit
kanre maudu (mulai dari kandawari atau julung-julungnya sampai
pada isinya). Setiap keluarga selalu mengusahakan membuat kanre
maudu yang terbaik sehingga kadang mereka harus menjual barang
untuk memenuhi kebutuhan Maudu Lompoa.
77
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan Makna Ritual Maudu
Lompoa ini menghasilkan beberapa hasil penting sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Maudu Lompoa berlandaskan pada ajaran Sayyid
Jalaluddin terhadap jamaahnya di Cikoang. Ajaran tersebut meliputi
dua hal utama, yaitu pengetahuan tentang Nabi Muhammad
(Maarifat) dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad (Mahabbah).
Tata cara pelaksanaannya dilakukan berdasarkan adat istiadat yang
telah diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun.
2. Makna yang terkandung di dalam ritual Maudu Lompoa adalah
bentuk kecintaan dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad
SAW, yang merupakan pembawa kebenaran mutlak di dunia. Ritual
ini dianggap wajib oleh masyarakat Cikoang karena mengenal dan
mencintai Nabi adalah suatu kewajiban bagi seluruh umat Muslim di
dunia. Tidak ikut melaksanakan ritual ini dianggap suatu kerugian
bagi mereka karena mereka merasa tidak akan mendapat petunjuk
dan keselamatan jika tidak menunjukkan rasa cintanya kepada Nabi.
B. SARAN
1. Masyarakat Cikoang, khususnya keluarga Sayyid sebaiknya lebih
terbuka dalam mensosialisasikan Maudu Lompoa kepada seluruh
78
masyarakat di luar warga Cikoang. Khususnya bagi mereka yang
ingin melakukan penelitian, agar diberi jalan seluas-luasnya dan
dimudahkan dalam pelaksanaan penelitiannya.
2. Masyarakat Cikoang harusnya bisa menyesuaikan kemampuan
materilnya dengan kanre maudu yang akan mereka buat. Penulis
berharap tidak ada keterpaksaan dalam melakukan ritual ini, apalagi
hanya karena gengsi.
Download