Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP DAGING DADA AYAM PEDAGING YANG DIBERI RANSUM MENGGUNAKAN TEPUNG CACING TANAH (Lumbricus rubellus) (Consumer preferency on Broiler Breast Meat Fed Ration Utilizing Lumbricus rubellus Earthworms Meal) HETI RESNAWATI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT A study was conducted to investigate the effect of earthworm meal levels in the ration on organoleptic test of broiler breast meat. Eighty broilers were assigned into 20 cages with 4 chicks per cage as an experiment unit. This experiment used a completely randomized design with four treatments (control versus 5, 10 and 15% earthworm meal) and five replications. The chickens were reared for a 5 weeks period, and then 10 chickens from each treatment were slaughtered to obtain data on consumer preferency of breast meat. Parameters observed were color, texture, taste, tenderness and flavor of broilers breath meat. It was found that earthworm meal levels in the ration were not significantly (P>0.05) affected on the consumers preferency of all breast meat parameters compared with the control. This condition indicated that earthworm meal could be used as alternative feed ingredient in the broiler ration according to high consumers preferency on breast meat. Key Words: Consumer, Preferency, Breast Meat, Broiler, Earthworm Meal ABSTRAK Suatu penelitian dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh kadar tepung cacing tanah dalam ransum terhadap uji organoleptik pada daging dada ayam pedaging. Delapan puluh ekor ayam dibagi ke dalam 20 kandang dengan 4 ekor ayam per kandang sebagai satuan percobaan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan (kontrol terhadap 5, 10 dan 15% tepung cacing tanah) dan 5 ulangan. Ayam dipelihara selama 5 minggu, kemudian 10 ekor ayam dari masing-masing perlakuan dipotong untuk memperoleh data preferensi konsumen terhadap daging dada. Parameter yang diamati adalah warna, tekstur, rasa, keempukan dan aroma daging dada ayam pedaging. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kadar tepung cacing tanah dalam ransum tidak nyata (P>0.05) mempengaruhi preferensi konsumen terhadap daging dada dari semua perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Keadaan ini memperlihatkan bahwa tepung cacing tanah dapat digunakan sebagai pakan alternatif dalam ransum ayam pedaging berdasarkan tingginya preferensi konsumen terhadap daging dada. Kata Kunci: Konsumen, Preferensi, Daging Dada, Ayam Pedaging, Tepung Cacing PENDAHULUAN Ada kecenderungan peningkatan populasi dan pendapatan masyarakat Indonesia menyebabkan meningkatnya kuantitas bahan pangan yang dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dicari penganekaragaman sumber protein hewani yang berkualitas baik. Produk peternakan 744 khususnya ayam pedaging merupakan jenis bahan pangan yang bernilai gizi tinggi dan berperanan penting dalam memperbaiki kualitas sumberdaya manusia. Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas ayam pedaging, sumber-sumber bahan pakan dan kandungan zat-zat nutrisi merupakan bahan pertimbangan dalam memformulasikan ransum. Kualitas pakan Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 yang diberikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas daging ayam pedaging. Salah satu bahan pakan inkonvensional yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sumber protein hewani adalah cacing tanah Lumbricus rubellus. Menurut PALUNGKUN (1999), cacing tanah mengandung zat-zat nutrisi yang tinggi, yaitu 64–76% protein, 7–10% lemak, 0,55% kalsium, 1,0% pospor dan 1,08% serat kasar. Selain itu cacing tanah mengandung asam lemak esensial yaitu linoleat, linolenat, EPA dan DHA (ASTUTI, 2001). Selanjutnya RESNAWATI (2003) melaporkan bahwa kandungan omega-6 dari cacing tanah berkisar 1,64–2,47% dan omega-3 antara 2,34–2,88%. Sebagai bahan pakan ayam pedaging, ransum yang mengandung 15% tepung cacing tanah memiliki daya cerna mencapai 66,07% dan kandungan energi metabolis sebesar 2962 kkal/kg ransum (RESNAWATI et al., 2001). Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, suatu penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh taraf pemberian tepung cacing tanah dalam ransum terhadap tingkat kesukaan konsumen pada daging dada ayam pedaging. MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilaporkan oleh RESNAWATI (2004). Sebanyak 80 ekor anak ayam pedaging umur sehari yang terdiri dari 40 ekor jantan dan 40 ekor betina ditempatkan dalam 20 unit kandang kawat yang berukuran 60 x 35 x 35cm dengan masing-masing diisi 4 ekor anak ayam. Komposisi zat-zat nutrisi ransum penelitian dicantumkan pada Tabel 1. Perlakuan terdiri dari 4, yaitu T0 ransum tanpa tepung cacing tanah, T5 ransum dengan 5% tepung cacing tanah, T10 ransum dengan 10% tepung cacing tanah dan T15 ransum dengan 15% tepung cacing tanah. Masing-masing ransum mengandung 22% protein kasar dan 2800 kkal/kg energi metabolis (EM). Bahan pakan dianalisis di laboratorium kimia Balai Penelitian Ternak sebelum dipergunakan untuk formulasi ransum. Proses pengeringan cacing tanah dilakukan secara sederhana dengan menebarkannya diatas lempengan seng dan dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar air 14%, kemudian pembuatan tepung cacing tanah dilakukan dengan alat penumbuk batu. .Perlakuan terhadap ransum dan sistem pemeliharaan ayam selama penelitian diuraikan dalam laporan RESNAWATI et al. (2001). Pengambilan sampel untuk uji organoleptik dilakukan setelah ayam berumur 5 minggu. Sebanyak 2 ekor ayam diambil secara acak dari masing-masing unit percobaan. Bagian tubuh yang diambil adalah daging dada yang dipotong-potong dengan ukuran 4 x 5 cm yang kemudian dimasak dengan air mendidih (suhu sekitar 98°C) selama 5 menit dan selanjutnya ditiriskan selama 5 menit. Jumlah panelis uji organoleptik sebanyak 20 orang dan tiap panelis mendapat sampel daging dari semua perlakuan ransum. Peubah yang diamati terdiri dari warna, tekstur, rasa, keempukan dan aroma daging dada. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diukur, data dianalisis dengan Uji Kruskal Wallis (GASPERSZ, 1989). Tabel 1. Komposisi zat-zat nutrisi ransum selama penelitian*) Zat-zat nutrisi Perlakuan T-0 T-5 T-10 T-15 Energi metabolis (kkal/kg) 2821 2832 2841 2862 Protein kasar (%) 22,82 22,76 22,36 22,08 Lemak (%) 5,05 4,89 4,72 4,82 Serat kasar (%) 3,82 3,57 3,23 3,38 Ca (%) 1,28 1,53 1,03 0,86 P (%) 0,52 0,55 0,44 0,36 *) Kandungan zat-zat nutrisi ransum dihitung berdasarkan hasil analisis bahan baku pakan 745 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 Tekstur HASIL DAN PEMBAHASAN Uji organoleptik terhadap daging dada dengan menggunakan panelis dicantumkan pada Tabel 2. Warna Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas makanan dilihat secara visual adalah warna dari produk karena keadaan ini akan berpengaruh terhadap selera konsumen. Dari Tabel 2 terlihat bahwa nilai rata-rata penilaian panelis terhadap warna daging dada dari masing-masing perlakuan berturut-turut sebesar 3,60 (T0), 3,35 (T5), 3,70 (T10) dan 4,20 (T15). Makin tinggi penambahan taraf tepung cacing tanah dalam ransum, skor warna daging dada cenderung meningkat. Nilai rata-rata warna daging paling rendah yaitu pada pemberian tepung cacing tanah 5% dengan warna agak kekuningan mendekati pucat. Sementara ratarata nilai warna paling tinggi yaitu pada ransum dengan kandungan tepung cacing tanah 15% dengan warna kuning. Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan taraf tepung cacing tanah dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap warna daging dada (P>0,05). Berdasarkan uji organoleptik, warna daging yang lebih banyak menarik panelis adalah pada penggunaan cacing tanah 5 dan 10% dalam ransum dengan warna yang kekuningan. Perbedaan warna daging disebabkan oleh kadar kandungan mioglobin dan hemoglobin dalam daging (SUNARYO, 1985). Warna yang cerah (tidak gelap) pada bagian permukaan maupun bagian dalam lebih disukai konsumen (VAN ARSDEL et al., 1969). Rata-rata nilai tekstur daging pada kontrol dan penambahan tepung cacing tanah dalam ransum berturut-turut adalah 3,55 (T0), 4,05 (T5), 3,30 (T10), dan 3,15 (T15). Nilai rataan skor tekstur daging paling rendah adalah pada penambahan tepung cacing tanah 15% dalam ransum dengan tekstur sedikit menarik dan rata-rata skor tekstur paling tinggi yaitu pada penambahan tepung cacing tanah 5% dengan tekstur menarik. Walaupun demikian, dengan uji Kruskal Wallis tekstur daging dada tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua perlakuan. Rataan nilai skor tekstur daging dada tidak jauh berbeda yang berarti bahwa penampakan serat daging hampir sama. Perbedaan tekstur daging disebabkan oleh umur, aktivitas, jenis kelamin dan makanan (SUSANTI, 1991). Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur daging tersebut tidak berbeda. Rasa Berbagai daging mempunyai sifat yang khas dalam rasa. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih daging. Penilaian terhadap rasa daging ayam yang diberi ransum dengan penambahan taraf tepung cacing tanah berturut-turut 3,40 (T0), 3,50 (T5), 2,95 (T10) dan 2,55 (T15). Nilai rataan paling rendah yaitu pada taraf pemberian tepung cacing tanah 15% yang dinilai panelis kurang gurih. Nilai rataan sedang, yaitu antara gurih dan tidak gurih diperoleh pada perlakuan tepung cacing tanah 5%. Sementara hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung Tabel 2. Nilai rata-rata uji organoleptik daging dada ayam pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing tanah Perlakuan (kadar tepung cacing tanah dalam ransum) Nalai rata-rata Warna Tekstur Rasa Keempukan Aroma T0 (Kontrol + ransum) 3,60 3,55 3,40 2,65 3,55 T5 (Ransum + tepung cacing tanah 5%) 3,35 4,05 3,50 3,10 2,60 T10 (Ransum + tepung cacing tanah 10%) 3,70 3,30 2,95 3,50 3,05 T15 (Ransum + cacing tanah 15%) 4,20 3,15 2,55 3,45 3,25 746 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 cacing tanah dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rasa daging ayam pedaging. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya keseragaman dalam perlakuan awal pemotongan sampai proses pemasakan. SUHERMAN (1988) melaporkan bahwa salah satu faktor mempengaruhi rasa daging adalah cara pemasakan yang dilaksanakan sebelum daging disajikan. Keempukan Penilaian terhadap keempukan daging ayam oleh panelis dari masing-masing perlakuan rata-rata 2,65 (T0), 3,10 (T5), 3,50 (T10) dan 3,45 (T15). Makin tinggi kadar tepung cacing tanah dalam ransum ada indikasi bahwa keempukan daging semakin meningkat. Akan tetapi hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung cacing tanah dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap keempukan daging ayam. Diduga hal ini erat kaitannya dengan keseragaman dalam cara pemeliharaan ayam dan pemasakan maupun proses pengolahan dagingnya. KRAMER dan TWIGG (1993) melaporkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keempukan daging ayam adalah strain, umur, jenis kelamin dan laju pertumbuhan. Aroma KESIMPULAN Berdasarkan preferensi konsumen terhadap daging dada ayam pedaging yang mendapat ransum mengandung tepung cacing tanah, menunjukkan bahwa daging dada ayam mempunyai warna kuning, tekstur menarik, rasa gurih, keempukan sedang dan aroma tidak amis. Kualitas daging dada tidak berbeda dibandingkan dengan ayam pedaging yang diberikan ransum tanpa tepung cacing tanah. Namun demikian tepung cacing tanah sebagai bahan pakan alternatif sumber protein dalam formulasi ransum dapat memperbaiki penampilan ayam pedaging. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada bapak Haryono dan Endang Sumantri, teknisi Program Unggas Balai Penelitian Ternak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Kepada Indry Irawati mahasiswi Universitas Djuanda, penulis juga mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya. DAFTAR PUSTAKA ASTUTI, A.A. 2001. Kandungan Lemak Kasar Cacing Tanah Lumbricus rubellus dengan Menggunakan Pelarut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanain Bogor. GASPERSZ. 1989. Statistika. Armico, Bandung. Nila rataan aroma daging ayam berdasarkan panelis masing-masing sebesar 3,55 (T0), 2,60 (T5), 3,05 (T10) dan 3,25 (T15). Peningkatan kadar tepung cacing tanah dalam ransum sejalan dengan peningkatan aroma daging ayam. Pada perlakuan yang menggunakan 5% tepung cacing tanah dinilai kurang amis. Sementara itu, pada kadar 15% tepung cacing tanah, aroma daging dengan amis yang sedang (tidak amis dan tidak kurang amis), walaupun secara uji Kruskal Wallis aroma daging tidak nyata (P>0,05) dipengruhi penambahan tepung cacing tanah dalam ransum. Keadaan ini, didukung oleh pernyataan SNYDER dan ORR (1964) bahwa sulit membedakan aroma dari berbagai jenis daging ayam karena perbedaan aroma daging sudah merupakan hal yang biasa dan kurang mendapat perhatian. GILLESPIE, E.L. 1960. The Science of Meat and Meat Product. Second Ed. W.H. Freeman and Company, San Fransisco. London. KRAMER, A. and B.A. TWIGG. 1973. Quality Control for the Food Industry. Third Ed. The AVI Publishing Company Inc. Westport. Connecticut. PALUNGKUN, R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah. P.T. Penebar Swadaya. Jakarta. RESNAWATI, H., I.A.K. BINTANG dan HARYONO. 2001. Energi metabolis dan daya cerna bahan kering ransum yang mengandung berbagai pengolahan dan level cacing tanah (Lumbricus rubellus). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17–18 September 2001. Puslitbang Peternakan, Bogor. 747 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 RESNAWATI, H. 2003. Pertumbuhan dan komposisi asam lemak cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang diberi pakan ampas tahu pada media serbuk sabut kelapa. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29–30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 387–390. RESNAWATI, H. 2004. Bobot potongan karkas dan lemak abdomen ayam ras pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku 2. Bogor, 4–5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 473–478. SNYDER, E.S. and H.L. ORR. 1964. Poultry Meat. Ontario Department of Agriculture. Parliament Buildings, Toronto. 748 SUHERMAN, D. 1988. Cara pemasakan terhadap rasa daging ayam broiler. Majalah Poultry Indonesia. 104: 26–27. SUNARYO, E.S. 1985. Cara produksi yang baik untuk makanan berasal dari daging. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta Institut Pertanian Bogor. SUSANTI, S. 1991. Perbedaan Karakteristik FisikoKimiawi dan Histologi Daging Sapi dan Daging Ayam. Institut Pertanian Bogor. VAN ARSDEL, W., M.J. COPLEY B. and R.L. OLSON. Quality and Stabilizing of Frozen Food. A Division of John Wiley and Sons. New York.