KLASIFIKASI KERAPATAN VEGETASI TAHUN 2002, 2008 DAN 2015 DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN ALGORITMA NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DI KOTA SAMARINDA Oleh AGUNG WIBOWO NIM. 120 500 145 PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAM ARI NDA 2015 KLASIFIKASI KERAPATAN VEGETASI TAHUN 2002, 2008 DAN 2015 DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN ALGORITMA NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DI KOTA SAMARINDA Oleh AGUNG WIBOWO NIM. 120 500 145 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAM ARI NDA 2015 KLASIFIKASI KERAPATAN VEGETASI TAHUN 2002, 2008 DAN 2015 DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN ALGORITMA NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DI KOTA SAMARINDA Oleh AGUNG WIBOWO NIM. 120 500 145 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAM ARI NDA 2015 HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah : Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008 dan 2015 dengan Metode Penginderaan Jauh menggunakan Algoritma Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI) Di Kota Samarinda Nama : Agung Wibowo NIM : 120500145 Program Studi : Geoinformatika Jurusan : Manajemen Pertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Rudi Djatmiko S.Hut, MP Radik Khairil insanu, ST, MT Andrew Stefano, ST, MT NIP. 197009151995121001 NIP. 197603152009121002 NIP. 197603152009121002 Menyetujui, Mengesahkan, Ketua Program Studi GeoInformatika Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Husmul Beze, S.Hut, M.Si NIP.197906132008121003 Ir. M.Masrudy, MP NIP. 196008051988031003 Lulus ujian pada tanggal : ..................... ABSTRAK AGUNG WIBOWO, Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008 dan 2015 dengan Metode Penginderaan Jauh Menggunakan Algoritma Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI) Di Kota Samarinda (di bawah bimbingan Rudi Djatmiko). Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya perubahan kerapatan Vegetasi di Kota Samarinda yang dirasakan sangat tinggi dan Semakin bertambahnya kebutuhan manusia akan pemanfaatan lahan dapat mengurangi tingkat kerapatan vegetasi yang ada. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk Memberikan informasi perubahan kerapatan vegetasi di Kota Samarinda tahun 2002, 2008 dan 2015 dengan klasifikasi citra secara digital pada citra Landsat dan Memberikan informasi luasan kerapatan vegetasi di Kota Samarinda. Penelitian kerapatan vegetasi ini menggunakan citra landsat secara multitemporal tahun 2002, 2008, dan 2015 di Kota Samarinda. Lokasi penelitian berada di Kota Samarinda. Penelitian ini meliputi Kerapatan vegetasi dengan NDVI di Kota Samarinda tahun 2002, 2008, dan 2015 serta persebaran dan luasan kerapatan vegetasi Kota Samarinda. Penentuan kelas-kelas kerapatan vegetasi dilakukan dengan metode sampel wilayah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerapatan vegetasi tahun 2002, 2008, dan 2015 dengan klasifikasi dalam lima kelas kerapatan vegetasi mempunyai perbedaan luasan kerapatan yang signifikan pada kerapatan sangat rapat tahun 2002-2008. Menurut hasil interpretasi citra Landsat tahun 2002, 2008, dan 2015 yang ditransformasikan dengan NDVI dan diklasifikasi menjadi 5 kelas kerapatan vegetasi diketahui bahwa pada tahun 2002 kelas sangat rapat 9.656 Ha, Rapat 32.077 Ha, cukup rapat 11.953, tidak rapat 6.163 Ha, tidak bervegetasi 11.913 Ha; tahun 2008 kelas sangat rapat 17.418 Ha, Rapat 20.542 Ha, cukup rapat 11.024, tidak rapat 7.389 Ha, tidak bervegetasi 15.411 Ha, dan tahun 2015 kelas sangat rapat 15.677 Ha, Rapat 23.507 Ha, cukup rapat 11.053, tidak rapat 7.058 Ha, tidak bervegetasi 14.489 Ha. Kata kunci: Kerapatan Vegetasi, Kota Samarinda, Citra Landsat TM7+, Indeks Vegetasi NDVI. RIWAYAT HIDUP Agung Wibowo, Laki-laki kelahiran 25 Februari 1994 lahir di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur ini merupakan putra ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Abidin dan Ibu Hartini. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri 008 Samarinda pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2006, dilanjutkan sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Samarinda pada tahun 2006 dan lulus sekolah menengah pertama pada tahun 2009. Selepas dari pendidikan sekolah menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 15 Samarinda tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada tahun 2012 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Geoinformatika. Pada bulan Maret 2015 hingga bulan Mei 2015 penulis melaksanakan program Praktik Kerja Lapang (PKL) di Kantor Dinas Cipta Karya Dan Tata Kota Samarinda. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis memilih bidang Penginderaan Jauh dengan judul Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008 dan 2015 dengan Metode Penginderaan Jauh Menggunakan Algoritma Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI) Di Kota Samarinda. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul “Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008 dan 2015 dengan Metode Penginderaan Jauh Menggunakan Algoritma Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI) Di Kota Samarinda Karya ilmiah sengaja disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapat sebutan Ahli Madya. Laporan Tugas Akhir ini penulis sadar sepenuhnya bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, tidak mungkin Laporan Tugas Akhir ini dapat di selesaikan, maka dari itu pada kesempatan ini penulis memberikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada : 1. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan doa. 2. Bapak Rudi Djatmiko selaku dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. 3. Radik Khairil Insanu, ST, MT selaku penguji I. 4. Andrew Stefano, ST, MT selaku penguji II. 5. Bapak Husmul Beze, S.Hut, M.Si selaku Ketua Program Studi Geoinformatika. 6. Bapak Ir. M.Masrudy, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 7. Para staf pengajar, administrasi dan teknisi di Program Studi Geoinformatika dan teman-teman yang banyak membantu dalam penyelesaian karya ilmiah. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca dan bagi penulis khususnya. Penulis, Kampus Sei. Keledang, 15 Agustus 2015 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii ABSTRAK ................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................ vi DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. B. C. D. E. Penginderaan Jauh....................................................................... Kota Samarinda ........................................................................... Kerapatan Vegetasi ...................................................................... Indeks Vegetasi ........................................................................... Klasifikasi Citra ............................................................................. 4 10 11 11 16 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... B. Alat dan Bahan ............................................................................ C. Prosedur Kerja ............................................................................. 20 20 21 BAB IV. HASIL DAN PEMBAH ASAN A. Hasil ............................................................................................. B. Pembahasan ................................................................................ 37 48 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................. B. Saran ............................................................................................ 50 51 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 52 LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Pola Spektral vegetasi dan air ......................................................... 13 2. Grafis vegetasi dan tanah ............................................................... 13 3. Cara Kerja Metode Supervised ....................................................... 17 4. Cara Kerja Metode Unsupervised ................................................... 18 5. Diagram Alir Proses Pengolahan Data ........................................... 21 6. Contoh Gambar Peta yang Sudah Jadi dan Diekspor Dalam Format JPEG........................................................................ 35 Lampiran 7. Histogram citra satelit tahun 2002 ................................................... 54 8. Histogram citra satelit tahun 2008 .................................................. 55 9. Histogram citra satelit tahun 2015 ................................................... 56 DAFTAR TABEL Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Karakteristik Spektral ...................................................................... 7 2. Resolusi Spasial ............................................................................. 7 3. Spesifikasi Kanal-Kanal Spektral Sensor Citra (LANDSAT-8) ........ 9 4. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008 dan 2015 ................................................................................. 36 5. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian................................................. 37 6. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian................................................. 39 7. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian................................................. 41 8. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Tahun 2002, 2008 dan 2015 ............................................................ 45 Lampiran 9. Data Tabel Kebenaran Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda ........................................................................................ 57 10. Data Tabel Lanjutan Kebenaran Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda................................................................................ 58 11. Perubahan Luasan Kerapatan Per Kecamatan Tahun 2002 .......... 59 12. Perubahan Luasan Kerapatan Per Kecamatan Tahun 2008 .......... 60 13. Perubahan Luasan Kerapatan Per Kecamatan Tahun 2015 .......... 61 1 BAB I PENDAHULUAN Kota Samarinda merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda merupakan tempat terpusatnya berbagai macam aktivitas dan pelayanan baik bagi penduduk dalam kota sendiri maupun dari daerah-daerah lain di sekitar Kota Samarinda. Aktivitas dan pelayanan penduduk merupakan salah satu yang mengakibatkan Kota Samarinda mengalami perkembangan yang pesat. Dinamika pertumbuhan pengaturan penggunaan penduduk lahan yang yang selalu cepat dan berubah, tuntutan menyebabkan. Perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah rencana tata ruang sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan, kerusakan lingkungan serta berkurangnya sumber daya alam. Menurunnya kualitas lingkungan ini disebabkan karena semakin terdesaknya alokasi ruang untuk vegetasi di perkotaan. Vegetasi merupakan salah satu unsur penyusun perkotaan yang mempunyai banyak manfaat. Manfaat vegetasi di perkotaan dapat mempengaruhi udara disekitarnya secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merubah kondisi atmosfer lingkungan udara (Irwan, 2008 dalam Aftriana, 2013). beranekaragam. Vegetasi sebagai Kumpulan dari penyusun perkotaan ini sangat berbagai vegetasi yang beranekaragam ini akan menghasilkan kerapatan vegetasi yang berbeda-beda pada tiap penggunaan lahan di suatu daerah. 2 Penggunaan lahan dengan kerapatan vegetasi yang bermacam-macam banyak di jumpai di Kota Samarinda. Kerapatan vegetasi yang terdapat di Kota Samarinda akan sangat mempengaruhi suhu permukaan daerah tersebut. Kerapatan vegetasi inilah yang akan menciptakan kenyamanan dan kesejukan di suatu penggunaan lahan. Semakin tinggi kerapatan vegetasi pada suatu lahan, maka akan semakin rendah suhu permukaan disekitar lahan tersebut, begitu juga sebaliknya. ditemui di daerah perkotaan, Suhu permukaan karena yang tinggi ini banyak penggunaan lahannya seringkali mempunyai kerapatan vegetasi yang rendah. Tinggi rendahnya suatu kerapatan vegetasi dapat diketahui dengan Difference Vegetation Index), yang menggunakan teknik NDVI (Normalized merupakan sebuah transformasi citra penajaman spektral untuk menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan vegetasi Putra (2011) dalam Aftriana (2013). Berdasarkan permasalahan di atas, perlu dilakukan pemantauan kerapatan vegetasi secara berkala di Kota Samarinda secara cepat dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Hal ini diperlukan untuk mengontrol laju pertumbuhan pembangunan yg semakin pesat , jika di abaikan laju perubahan area bervegetasi akan semakin berkurang. Kota Samarinda ini yang dulunya merupakan salah satu kota yang rimbun akan pepohonan, kini bahkan hanya untuk sekedar menemukan area hutan di kota ini dapat dikatakan cukup sulit. Permasalahan utama kota ini kini sangat berkaitan erat dengan peran vegetasi yang mulai berkurang di kota Samarinda. 3 Tujuan dari kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk : 1. Memberikan informasi tentang luasan kerapatan vegetasi Kota Samarinda pada tahun 2002 2. Memberikan informasi tentang luasan kerapatan vegetasi Kota Samarinda pada tahun 2008 3. Memberikan informasi tentang luasan kerapatan vegetasi Kota Samarinda pada tahun 2015 4. Memberikan informasi perubahan luasan kerapatan vegetasi yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2002, 2008 dan 2015. 5. Memberikan informasi perubahan luasan kerapatan vegetasi per kecamatan di Kota Samarinda tahun 2002, 2008 dan 2015. Dengan diadakannya kegiatan penelitian ini dapat memberikan hasil sebagai berikut: 1. Peta kerapatan vegetasi yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2002. 2. Peta kerapatan vegetasi yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2008. 3. Peta kerapatan vegetasi yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2015. 4. Informasi mengenai besarnya perubahan luasan tutupan vegetasi yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2002, 2008 dan 2015. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penginderan Jauh Penginderaan jauh (remote sensing) sering disingkat inderaja, adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah,atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan kiefer dalam Aftriana, 2013). Penginderaan jauh berasal dari dua kata dasar yaitu indera berarti melihat dan jauh berarti dari jarak jauh. Jadi berdasarkan asal katanya, penginderaan jauh berarti melihat obyek dari jarak jauh. Obyek, daerah, atau gejala yang dikaji dalam definisi tersebut dapat berada di permukaan bumi, di atmosfer, atau planet di luar angkasa (Kusumowigado, dkk., 2007 dalam Aftriana, 2013). Sistem Penginderaan Jauh ialah serangkaian komponen yang digunakan untuk penginderaan jauh. Rangkaian komponen itu berupa tenaga, objek, sensor, data dan pengguna data. Karena tidak semua tenaga yang berasal dari matahari dapat mencapai bumi, interaksi antara tenaga dan atmosfer sering dimasukkan ke dalam sistem penginderaan jauh. Demikian pula halnya dengan interaksi antara tenaga dan objek, karena hasil interaksinya menentukan besarnya tenaga yang dapat mencapai sensor (Sutanto, 1986 dalam Aftriana, 2013). Sistem penginderaan jauh mempunyai empat komponen dasar untuk mengukur dan merekam data mengenai sebuah wilayah dari jauh. Komponen ini yaitu sumber energi, target, sensor, dan wilayah transmisi. Sumber energi disini yang terpenting adalah energi elektromagnetik, dimana merupakan medium penting yang diperlukan untuk mentransmisikan informasi dari obyek ke sensor. 5 Penginderaan jauh menyediakan bentuk tutupan lahan yang penting yaitu luasan, pemetaan dan klasifikasi seperti vegetasi, tanah air dan hutan. Citra digital yang diperoleh dari perekaman oleh sensor pada dasarnya tidak lepas dari kesalahan, karena kondisi topografi permukaan bumi yang bervariasi serta luasan permukaan bumi. Sementara wahana dan sistem penginderaan jauh mempunyai keterbatasan dalam resolusi spasial, spektral, temporal maupun radiometri. Kesalahan-kesalahan tersebut diakibatkan oleh mekanisme perekaman sensor, gerakan serta kondisi atmosfer pada saat perekaman, sehingga citra digital tidak bisa digunakan untuk analisis. Kesalahan-kesalahan tersebut perlu dihilangkan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah melalui proses pencatatan dan akan dikirim ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap dipakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasikan untuk mencarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya gabungan antara visual dan automatik dengan bantuan Komputer dan perangkat lunak pengolahan citra. Sensor sangatlah terbatas untuk mengindera obyek yang sangat kecil, batas kemampuan sensor untuk memisahkan setiap obyek dinamakan resolusi, resolusi suatu sensor merupakan indikator tentang kemampuan sensor atau kualitas sensor dalam merekam suatu obyek. Resolusi yang biasanya digunakan sebagai parameter kemampuan sensor, terbagi menjadi 4 macam yang mempunyai definisi masing-masing diantaranya yaitu: 6 a. Resolusi Spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan, dibedakan dan dikenali pada citra. Resolusi spasial menunjukkan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah studi semakin tinggi resolusi spasial yang digunakan. b. Resolusi Spektral yaitu daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk merekam data. Resolusi spektral menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur oleh sensor. c. Resolusi Radiometrik yaitu kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi perbedaan pantulan terkecil atau kepekaan sensor terhadap perbedaan terkecil kekuatan sinyal. d. Resolusi Termal yaitu keterbatasan sensor penginderaan jauh yang merakam pancaran tenaga termal atau perbedaan suhu yang masih dapat dibedakan oleh sensor penginderaan jauh secara termal (Aftriana, 2013). Landsat 7 merupakan satelit dengan orbit yang selaras dengan matahari dan melintas di ekuator pada waktu lokal pukul 10:00. Satelit ini memiliki kemampuan meliput wilayah yang sama setiap 16 hari. Citra landsat ETM (Enhanced Thematic Mapper) merupakan salah satu jenis citra multispectral, Citra Landsat ETM merupakan citra penginderaan jauh yang sering digunakan pada saat ini, citra ini mempunyai 7 Saluran yang terdiri dari spektrum tampak pada saluran 1, 2, dan 3 spektrum infra merah dekat pada saluran 4, 5 dan 7 dan spektrum infra merah termal pada saluran 6. 7 Tabel 1. Karakteristik Spektral No. Saluran 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Gelombang Range Panjang Gelombang (um) Biru Hijau Merah Inframerah dekat Inframerah gelombang pendek Inframerah tengah Inframerah gelombang pendek Pankromatik 0 ,45 - 0, 52 0 ,53 - 0, 61 0 ,63 - 0, 69 0 ,78 - 0, 90 1 ,55 - 1, 75 10 ,4 - 12, 5 2 ,09 - 2, 35 0 ,52 - 0, 9 Sumber : (Lillesand/Kiefer, 1996 dalam Ayuindra, 2013) Citra landsat ETM ini juga memiliki karakteristik spasial yang ditandai dengan resolusi spasial yang digunakan sensor untuk mendeteksi obyek. Resolusi spasial sendiri adalah daya pilah sensor yang diperlukan untuk bisa membedakan obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi. (Lillesand/Kiefer, 1996 dalam Ayuindra, 2013). Tabel 2. Resolusi Spasial No Saluran 1 - 5, 7 6 8 IFOV 30 m x 30 m 60 m x 60 m 15 m x 15 m Sumber : (Lillesand/Kiefer, 1996 dalam Ayuindra, 2013) Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1). Landsat 1 yang awalnya bernama Earth Resources Technology Satellite 1 diluncurkan 23 Juli 1972 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari 1978. Generasi penerusnya, Landsat 2 diluncurkan 22 Januari 1975 yang beroperasi sampai 22 Januari 1981. Landsat 3 diluncurkan 5 Maret 1978 berakhir 31 Maret 1983; Landsat 4 diluncurkan 16 Juli 1982, dihentikan 1993. Landsat 5 diluncurkan 1 Maret 1984 masih berfungsi sampai dengan saat ini namun mengalami gangguan berat sejak November 2011, akibat gangguan ini, pada tanggal 26 Desember 2012, USGS mengumumkan bahwa Landsat 5 akan dinonaktifkan, berbeda dengan 5 8 generasi pendahulunya, Landsat 6 yang telah diluncurkan 5 Oktober 1993 gagal mencapai orbit. Sementara Landsat 7 yang diluncurkan April 15 Desember 1999, masih berfungsi walau mengalami kerusakan sejak Mei 2003. Sebenarnya landsat 8 lebih cocok disebut sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa, hanya saja ada beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra. Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi. Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip 9 dengan landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap band pada landsat 8 dibandingkan dengan landsat 7 seperti tertera pada tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi Kanal-Kanal Spektral Sensor Citra (LANDSAT-8) Kanal No Kanal 1 2 Biru Biru 3 4 5 Hijau Merah Infra merah dekat (NIR) SWIR 2 SWIR 3 6 7 Kisaran spektral (nm) 433-453 450-515 525-600 630-680 845-885 1560-1660 2100-2300 8 PAN 500-680 9 SWIR 1360-1390 GSD (resolusi spasial) 30 m Radiance 2 (W/m srµm), typical 40 40 SNR (typical) 130 130 30 m (Kanalkanal warisan TM) 15 m 30 22 14 100 90 90 4.0 1.7 100 100 23 80 30 m 6.0 130 Sumber : (Ayuindra, 2013) B. Kota Samarinda Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota propinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Seluruh wilayah kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dapat dicapai dengan perjalanan darat, laut dan udara. Dengan Sungai Mahakam yang membelah di tengah Kota Samarinda, yang menjadi “gerbang” menuju pedalaman Kalimantan Timur (Karunia, 2014). 1. Letak Geografis Kota Samarinda secara astronomis terletak pada posisi antara 117o03’00” – 117o18’14” Bujur Timur dan 00 o19’02” – 00o42’34” Lintang Selatan (Karunia, 2014). 2. Batas Wilayah Administrasi Kota Samarinda secara administratif memiliki 10 kecamatan yakni kecamatan Samarinda Kota, Samarinda Ilir, Sungai Pinang, Sungai Kunjang, 10 Palaran, Samarinda Seberang, Loajanan Ilir, Sambutan, Samarinda Ulu dan Samarinda Utara. Batas wilayah Kota Samarinda adalah: Sebelah Utara : Kec. Muara Badak Kabupaten Kukar Sebelah Timur : Kecamatan Anggana dan Sanga-Sanga (Kab. Kukar) Sebelah Selatan : Kec. Loa Janan Kab. Kutai Kartanegara Sebelah Barat : Kec. Muara Badak, Tenggarong Seberang (Kab. Kukar) (Karunia, 2014). C. Kerapatan Vegetasi Kerapatan vegetasi adalah satu aspek yang mempengaruhi karakteristik vegetasi dalam citra. Kerapatan vegetasi umumnya diwujudkan dalam bentuk persentase untuk mengetahui tingkat suatu kerapatan vegetasi. (Siti Imami, 1998 dalam Aftriana, 2013) telah mengadakan penelitian untuk mengetahui sejauh mana hubungan kerapatan vegetasi terhadap pantulan spektralnya dengan analisis digital. Pada data Landsat ditemukan korelasi positif sebesar >0,9 antar indeks vegetasi dengan kerapatan vegetasi hutan daerah penelitian. Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang ditetapkan terhadap citra (biasanya pada citra multisaluran) untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, Leaf Area Index (LAI), konsentrasi klorofil, dan sebagainya. Secara praktis, indeks vegetasi ini merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus, dan menghasilkan citra baru yang lebih representative dalam menyajikan fenomena vegetasi (Danoedoro, 2012 dalam Aftriana, 2013). 11 D. Indeks Vegetasi (Cambell, 2011 dalam hanif, 2013) menjelaskan, Indeks vegetasi (vegetation index), dianalisa berdasarkan nilai-nilai kecerahan digital, dilakukan untuk percobaan mengukur biomassa atau vegetatif. Sebuah Indeks vegetasi terbentuk dari kombinasi dari beberapa nilai spektral dengan menambahkan, dibagi, atau dikalikan dengan cara yang dirancang untuk menghasilkan nilai tunggal yang menunjukkan jumlah atau kekuatan vegetasi dalam piksel. Tingginya nilai dari Indeks vegetasi mengidentifikasi piksel ditutupi oleh besarnya proporsi vegetasi sehat. Bentuk paling sederhana dari Indeks vegetasi adalah rasio antara dua nilai digital dari band spektral yang terpisah. Beberapa rasio band didefinisikan dengan menerapkan pengetahuan tentang perilaku spektral vegetasi hidup. Rasio band antara pengukuran reflektansi di bagian terpisah spektrum. Rasio efektif dalam meningkatkan atau mengungkapkan informasi saat ada hubungan terbalik antara dua tanggapan spektral dengan biofisik yang sama fenomena. Jika dua fitur memiliki perilaku spektral yang sama, rasio memberikan sedikit tambahan informasi, tetapi jika mereka memiliki respon spektral sangat berbeda, rasio antara dua nilai memberikan nilai tunggal yang singkat mengungkapkan kontras antara dua reflektansi. Untuk vegetasi hidup, strategi bias sangat efektif karena hubungan terbalik antara kecerahan vegetasi pada sinar merah dan inframerah, hal ini menunjukan bahwa ada, penyerapan sinar merah (R) oleh klorofil dan refleksi yang kuat dari inframerah (IR) radiasi oleh jaringan mesofil memastikan bahwa nilai-nilai merah dan inframerah akan sangat berbeda dan rasio IR / R pada tanaman tumbuh aktif akan tinggi. Tanpa ada vegetasi permukaan, termasuk air terbuka, fitur buatan manusia, tanah kosong, 12 tidak akan menampilkan respon spektral tertentu, dan rasio akan menurun pada besarannya. Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat (near infrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukkan nilai rasio yang tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum) (Suniana, 2008 dalam Hanif, 2013). Gambar 1. Pola Spektral vegetasi dan air 13 inframerah dekat sedangkan pada sinar merah pantulan vegetasi menurun. Pola pantulan spektral air menurun pada sinar inframerah dan merah. Gambar 2. Grafis vegetasi dan tanah Sumber : (Modifikasi dari Richardson dan Wiegand,1977 dalam Hanif, 2013). Bila diperhatikan, tampak bahwa feauture space yang dibentuk oleh saluran inframerah dengan saluran merah menghasilkan sebaran yang lebih lebar. Terlihat pula piksel-piksel vegetasi ternyata mengelompok pada sudut kiri atas, lalu piksel-piksel tanah kering berona cerah pada kanan atas, dan pikselpiksel tanah basah berona sangat gelap berdekatan dengan titik asal. Adapun beberapa jenis Indeks Vegetasi yaitu : a. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Indeks ini merupakan ukuran yang sehat, vegetasi hijau. Kombinasi formulasi perbedaan normalisasi dan penggunaan tertinggi penyerapan dan pantulan daerah klorofil membuatnya kuat atas berbagai kondisi. Hal ini dapat, bagaimanapun, jenuh dalam kondisi vegetasi yang lebat. 14 Nilai indeks ini berkisar dari -1 sampai 1. Kisaran umum untuk vegetasi hijau 0,2-0,8. Sumber : (Rouse, J., R. Haas, J. Schell, and D. Deering. Monitoring Vegetation Systems in the Great Plains with ERTS. Third ERTS Symposium, NASA (1973): 309-317 dalam Hanif, 2013). b. Difference Vegetation Index (DVI) Indeks ini membedakan antara tanah dan vegetasi, tetapi tidak memperhitungkan perbedaan antara reflektansi dan cahaya yang disebabkan oleh efek atmosfer atau bayangan. Sumber : (Tucker, C. "Red and Photographic Infrared Linear Combinations for Monitoring Vegetation. Remote Sensing of Environment 8 (1979): 127– 150 dalam Hanif, 2013). c. Renormalized Difference Vegetation Index (RDVI) Indeks ini menggunakan perbedaan antara panjang gelombang dekat-inframerah dan merah, bersama dengan NDVI, untuk menyoroti vegetasi sehat. Hal ini tidak sensitif terhadap efek dari geometri tanah dan melihat matahari. Sumber : (Roujean, J., and F. Breon. "Estimating PAR Absorbed by Vegetation from Bidirectional Reflectance Measurements." Remote Sensing of Environment 51 (1995): 375-384 dalam Hanif, 2013). d. Simple Ratio (SR) Rasio sederhana, Indeks ini adalah rasio (1) panjang gelomban dengan pantulan tertinggi untuk vegetasi dan (2) panjang gelombang penyerapan klorofil terdalam. Persamaan sederhana mudah dipahami dan 15 efektif atas berbagai kondisi. Seperti dengan NDVI, dapat menjenuhkan di vegetasi padat. Sumber : Birth, G., and G. McVey. "Measuring the Color of Growing Turf with a Reflectance Spectrophotometer." Agronomy Journal 60 (1968): 640-643 dalam Hanif, 2013). e. Transformed Difference Vegetation Index (TDVI) Indeks ini berguna untuk memantau tutupan vegetasi di lingkungan perkotaan. Ini tidak jenuh seperti NDVI dan SAVI. Sumber : (Bannari, A., H. Asalhi, and P. Teillet. "Transformed Difference Vegetation Index (TDVI) for Vegetation Cover Mapping" In Proceedings of the Geoscience and Remote Sensing Symposium, IGARSS '02, IEEE International, Volume 5 (2002) dalam Hanif, 2013). f. WorldView Improved Vegetative Index (WV-VI) Indeks ini menggunakan WorldView-2 band untuk menghitung NDVI. Nilai indeks ini berkisar dari -1 sampai 1. Kisaran umum untuk vegetasi hijau 0,2-0,8. g. Infrared Percentage Vegetation Index (IPVI) Persentasi vegetasi mengunakan inframerah, Indeks ini secara fungsional sama dengan NDVI, tetapi komputasi lebih cepat. Nilai berkisar dari 0 ke 1. 16 Sumber : (Crippen, R. "Calculating the Vegetation Index Faster." Remote Sensing of Environment 34 (1990): 71-73 dalam Hanif). E. Klasifikasi Citra Klasifikasi adalah teknik yang digunakan untuk menghilangkan informasi rinci dari data input untuk menampilkan pola-pola penting atau distribusi spasial untuk mempermudah interpretasi dan analisis citra sehingga dari citra tersebut diperoleh informasi yang bermanfaat. Untuk pemetaan tutupan lahan, hasilnya bisa diperoleh dari proses klasifikasi multispektral citra satelit. Klasifikasi multispektral sendiri adalah algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai spektral. Klasifikasi multispektral diawali dengan menentukan nilai piksel tiap objek sebagai sampel. Selanjutnya nilai piksel dari tiap sampel tersebut digunakan sebagai masukkan dalam proses klasifikasi. Perolehan informasi tutupan lahan diperoleh berdasarkan warna pada citra, analisis statik dan analisis grafis. Analisis statik digunakan untuk memperhatikan nilai rata-rata, standar deviasi dan varian dari tiap kelas sampel yang diambil guna menentukan perbedaan sampel. Analisis grafis digunakan untuk melihat sebaran-sebaran piksel dalam suatu kelas. a. Metode Klasifikasi Terbimbing (Supervised) Pada metode supervised ini, analis terlebih dulu menetapkan beberapa training area (daerah contoh) pada citra sebagai kelas lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah tutupan lahan. Nilai-nilai piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki nilai-nilai piksel sejenis akan 17 dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi dalam metode supervised ini analis mengidentifikasi kelas informasi terlebih dulu yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas spektral yang mewakili kelas informasi tersebut (Indriasari, 2009 dalam Ayuindra, 2013). Gambar 3. Cara Kerja Metode Supervised Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode supervised ini diantaranya adalah minimun distance dan parallelepiped. b. Metode Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised) Cara kerja metode unsupervised ini merupakan kebalikkan dari metode supervised, dimana nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu oleh komputer kedalam kelas-kelas spektral menggunakan algoritma klusterisasi (Indriasari, 2009 dalam Ayuindra, 2013). Dalam metode ini, diawal proses biasanya analis akan menentukan jumlah kelas (cluster) yang akan dibuat. Kemudian setelah mendapatkan hasil, analis menetapkan kelas-kelas lahan terhadap kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh komputer. Dari kelas-kelas (cluster) yang dihasilkan, analis bisa menggabungkan beberapa kelas yang dianggap memiliki informasi yang sama menjadi satu kelas. Misal class 1, class 2 dan class 3 18 masing-masing adalah sawah, perkebunan dan hutan maka analis bisa mengelompokkan kelas-kelas tersebut menjadi satu kelas, yaitu kelas vegetasi. Jadi pada metode unsupervised tidak sepenuhnya tanpa campur tangan manusia. Beberapa algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode unsupervised ini diantaranya adalah K-Means dan ISODATA. Cara kerja Algoritma K-Means yaitu : 1) Pusat-pusat Gugusan di tetapkan secara acak. 2) Piksel-piksel akan di tempatkan ke pusat-pusat terdekat. 3) Setiap gugusan berpindah/bergeser ke pusat tengah rataan,semua pikselnya. 4) Semua pusat gugusan telah stabil, lalu menetapkan jenis-jenis kelas untuk gugusan spektral. Sedangkan cara kerja Algoritma ISODATA yaitu : 1) Mengkalkulasikan standar deviasi untuk semua gugusan 2) Menggabungkan gugusan jika pusat-pusatnya berdekatan 3) Membagi gugusan dengan standar deviasi 4) Menghilangkan gugusan yang terlalu kecil 5) Mengklasifikasikan kembali setiap piksel-piksel dan mengulang kembali 6) Berhenti pada iterasi maksimum atau penentuan batas ambang. 7) Menetapkan jenis-jenis kelas untuk gugusan spektral. 19 Gambar 4. Cara Kerja Metode Unsupervised 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG Program Studi Geoinformatika Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dengan objek pengamatan wilayah Kota Samarinda. 2. Waktu Penelitian ini membutuhkan waktu selama 8 (delapan) bulan terhitung dari bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015, meliputi penyusunan proposal, pengumpulan data yang dibutuhkan, pengolahan data dan penyusunan laporan. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Laptop b. Printer c. Kamera d. GPS Handheld e. Map Source f. Software ENVI 4.6.1 g. Software ArcGIS 10.2 h. Alat tulis 21 2. Bahan Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Peta Batas Administrasi kota Samarinda Tahun 2011-2031 skala 1:80.000 yang diperoleh dari Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda. b. Citra Landsat path/row 116/60 liputan januari 2002 c. Citra Landsat path/row 116/60 liputan januari 2008 SLC-OFF d. Citra Landsat path/row 116/60 liputan januari 2015 C. Prosedur Kerja Prosedur kerja dalam kegiatan penelitian ini meliputi: 1. Persiapan Tahap persiapan meliputi orientasi objek penelitian, alat dan metode yang akan digunakan, penyusunan rencana kerja dan pembimbing serta pengumpulan data-data yang diperlukan. konsultasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer dalam penelitian ini yaitu data koordinat titik sampel yang diambil secara porposif, dalam penelitian digunakan untuk melakukan pengecekan kebenaran pada hasil pengolahan citra landsat dengan yang ada di lapangan. b. Data Sekunder Peta batas administrasi Kota Samarinda yang diperoleh dari Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda, dan citra satelit Landsat path/row 116/60 tahun perekaman 2002, 2008, dan 2015 melalui situs www.glovis.usgs.gov. 22 2. Pengolahan Data Pada tahap pengolahan data ini dapat dijabarkan secara lengkap, sebagai berikut: GAP FILLING Citra Landsat Januari 2008 Citra Landsat Mei 2008 SLC- Citra Landsat 2008 Citra Landsat 2002 Citra Landsat 2015 Import Data Pengolahan citra 1. 2. 3. 4. 5. 6. Batas Administrasi Kota Samarinda Peta Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Th 2002 Koreksi Radiometrik Koreksi Geometrik Cropping Area Cloud Masking Transformasi NDVI Klasifikasi Kerapatan Vegetasi tidak terawasi (Unsupervised) Peta Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Th 2008 Pengambilan sampel lapangan Peta Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Th 2015 Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Peta Perubahan Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Gambar 5. Diagram Alir Proses Pengolahan Data 23 Adapun penjelasan dari gambar 5. yang berupa diagram alir atau langkah-langkah proses pengolahan data adalah sebagai berikut: a. Sumber Data Citra yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat tahun perekaman bulan januari tahun 2002, bulan januari tahun 2008 dan bulan januari 2015. Pada citra tahun 2008 dilakukan perbaikan, dimana sejak tahun 2003 satelit Landsat 7 mengalami kerusakan pada kanal SLC (Scan Line Corecctor). Sebagai akibat daripada kerusakan yang terjadi, maka pada setiap data Landsat SLCOff terdapat Gap atau bagian yang terlewatkan oleh sapuan sensor). Untuk memperbaiki Gap tersebut dapat dilakukan dengan cara memosaik data Landsat SLC-Off dengan satu atau lebih data SLC-Off atau SLC-On sehingga menghasilkan satu data mosaik yang memuat informasi dari beberapa tanggal perolehan. Keadaan ini juga banyak menimbulkan masalah dari sisi keakuratan data yang diinginkan. b. Gap Filling Perbaikan dalam pengolahan citra tahun 2008 dengan menggunakan software frame and fill yang direkomendasikan oleh NASA. Citra yang digunakan adalah landsat 7 perekaman bulan januari tahun 2008 sebagai frame, sebagai filler (pengisi) digunakan landsat 7 tanggal perekaman bulan mei tahun 2008. Proses perbaikan hanya menutup garis {-} pada citra yang digunakan sebagai frame, dengan menggunakan citra yang digunakan sebagai filler . Sebaiknya citra yang digunakan pada tahun yang sama untuk memberikan gambaran atau kondisi pada tahun tersebut. 24 Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1) Awal a) Extract program yang sudah didownload dan menyimpan di drive directory (D:). Secara otomatis akan membentuk folder GAPFILL dan di dalamnya ada folder anchor yang nantinya akan diisi dengan citra master, folder fill_scene_1 yang kemudian diisi dengan citra pengisi 1, folder fill_scene_2 yang kemudian diisi dengan citra pengisi 2, folder fill_scene_3 yang kemudian diisi dengan citra pengisi 3 dan terakhir folder Frame_and_Fill_Software. b) Double klik file frame_and_fill_win32.exe untuk membuka program. Terdapat 3 pilihan yang harus dilakukan secara berurutan, yaitu RE-FRAME, GAP FILL SLC-OFF dan DONE. 2) Tahap Pengerjaan a) Menu RE-FRAME SLC-OFF Pada “NUMBER OF FILL SCENES”, isi jumlah citra pengisinya. Pada “DIRECTORY PATH TO SCENE FOLDERS ” isi lokasi dimana akan menyimpan folder anchor, fill_scene_1, fill_scene_2 dan fill_scene_3, kemudian “SUBMIT”, tunggu sampai proses selesai. b) Menu GAP FILL SLC-OFF Langkah berikutnya memilih menu “GAP FILL SLCOFF”, kemudian akan muncul list band yang akan diisi gapnya. Proses ini akan berlangsung cukup lama, Jika yang akan diisi untuk band-band tertentu saja, misalnya band 3, 2, dan 1 cukup 25 dengan cara klik band 3, band 2 dan band 1 kemudian klik “SUBMIT”. Namun bila ingin memilih semua band yang akan diisi gapnya bisa langsung mengklik “ALL BANDS” kemudian klik “SUMBIT”. c) DONE Apabila proses sudah selesai secara otomatis penamaan pada citra akan berubah menjadi reg_filled.TIF Semua perubahan dan penambahan file tersebut akan tersimpan di folder anchor. c. Import Data Langkah pertama dalam pengolahan citra adalah membuka data atau meng-import data satelit yang akan digunakan ke dalam format yang sesuai dengan format perangkat lunak yang akan digunakan agar dapat diolah lebih jauh lagi. Setelah data didapatkan dalam bentuk WinRar archive (.zip) dilakukan ekstrak data agar dapat dilakukan proses import. Ekstrak data menghasilkan 8 file data berdasarkan saluran band dalam format TIFF, kemudian dilakukan import data dan 8 file data saluran band di gabungkan dalam satu file, agar dapat dilaksanakan prosedur kerja berikutnya. d. Koreksi Radiometrik Koreksi citra merupakan suatu operasi pengkondisian supaya citra yang digunakan benar-benar memberikan informasi yang akurat secara geometris dan radiometris. Oleh karena itu, operasi koreksi disebut juga dengan operasi prapengolahan (preprocessing) 26 (Danoedoro, 1996 dalam Rahman 2011). Ada dua koreksi yang dilakukan yaitu koreksi radiometrik dan koreksi geometri. Koreksi radiometrik diperlukan atas dua dasar alasan, yaitu untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral obyek yang sebenarnya. Koreksi radiometrik yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas viasul citra berupa pengisian kembali baris yang kosong karena drop out baris maupun masalah kesalahan awal pelarikan (scanning start). Baris yang tidak sesuai dengan yang seharusnya dikoreksi dengan mengambil nilai piksel satu baris di atas dan di bawahnya, kemudian dirata-ratakan (Guindon, 1984, dalam Rahman, 2011). Koreksi radiometrik yang ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya biasanya mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Pada koreksi ini, diasumsikan bahwa nilai piksel terendah pada suatu kerangka liputan seharusnya nol, sesuai dengan nilai bit coding sensor. Apabila nilai terendah piksel pada kerangka liputan tersebut bukan nol, maka nilai penambah tersebut dipandang sebagai hamburan atmosfer. Dengan adanya bias tersebut maka diperlukan koreksi untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya. Rumus umum koreksi nilai piksel pada setiap scene adalah dengan mengurangi setiap nilai citra yang akan dikoreksi dengan nilai bias (Rahman, 2011). BV terkoreksi = BV asli – bias 27 Langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Pada bar menu klik Basic Tools -> Band Math, sehingga muncul jendela Band Math. 2) Pada text box Enter an expression ketikkan bx – bias (misalnya b1 – 58, dimana b1 adalah band input), kemudian klik Add to List, klik OK. 3) Memasukkan saluran yang dimaksud, save output sebagai file, tentukan direktori dan beri nama smg_rx (r adalah radiometrik dan x adalah saluran). 4) Lakukan untuk saluran yang lain. Meskipun nilai minimum 0 lakukan juga Band Math dengan bias 0, sehingga akan terbentuk file saluran secara terpisah. . e. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik atau biasa juga disebut transformasi geometrik citra, yang paling mendasar adalah penempatan kembali nilainilai piksel sedemikian rupa, sehingga hasilnya dapat dilihat gambaran obyek di permukaan bumi yang terekam sensor. Perubahan bentuk kerangka liputan dari bujur sangkar menjadi jajaran genjang merupakan hasil dari transformasi ini. Proses interpolasi nilai spektral selama transformasi geometri disebut resampling. Interpolasi spasial adalah penentuan hubungan geometrik antara lokasi piksel pada citra masukan dan peta. Pada proses ini dibutuhkan beberapa titik kontrol (Ground Control Point/ GCP) yang dapat diidentifikasi pada citra dan peta. Apabila persamaan transformasi koordinat diterapkan pada titik-titik kontrol maka diperoleh residual x dan residual y. Residual adalah penyimpangan posisi titik 28 yang bersangkutan terhadap posisi yang diperoleh melalui transformasi koordinat yang kemudian dinyatakan sebagai nilai Residual Means Square Error atau RMS(error). Tingkat keberhasilan dalam tahap ini biasanya ditentukan dengan besarnya nilai ambang RMS(error) total, atau yang dikenal dengan istilah ’sigma’. Menurut ketelitian baku peta nasional Amerika Serikat (US National Map Standard), nilai sigma citra harus lebih kecil daripada setengah resolusi spasial citra yang bersangkutan (Eastman, 1997 dalam Rahman, 2011), sehingga rata-rata pergeseran posisi yang dapat diterima dari hasil koreksi ini nantinya adalah 0,5 x ukuran piksel. Dalam melakukan transformasi koordinat, terdapat beberapa macam transformasi polinomial yang satu dengan yang lain memberikan ketelitian yang berbeda-beda (Jensen, 1996 dalam Rahman, 2011) yaitu : 1) Transformasi affine, yaitu memerlukan minimal 4 titik kontrol untuk mengubah posisi geometrik citra sama dengan posisi geometrik referensi (peta). Transformasi ini lebih sesuai untuk daerah yang bertopografi relatif datar atau landai. 2) Transformasi orde dua, yang dapat dijalankan minimal dengan 6 titik kontrol (atau 12 parameter), dengan ketelitian yang pada umumnya lebih akurat dibandingkan dengan transformasi affine. 3) Transformasi orde tiga, yang dapat dijalankan minimal dengan 10 titik kontrol (20 parameter), dan lebih tepat untuk daerah dengan variasi topografi yang besar. 29 Langkah – langkahnya sebagai berikut : 1) Masukkan data citra landsat yang sudah di koreksi radiometrik melalui menubar File -> Open Image File lalu pilih data yang akan digunakan, lalu di load band. 2) Buat Display baru dengan data yang sama. 3) Memasukkan data vektor yang menjadi acuan untuk koreksi geometrik, melalui menubar utama File -> Open Vector File. Nama data vektor yang digunakan adalah “adm samarinda.shp” 4) Data vektor yang dipilih akan dikonversikan menjadi .evf (ENVI Vector), kemudian menyimpan hasil konversi. 5) Setelah di konversi akan muncul jendela seperti dibawah ini, Select layer, lalu tekan tombol “Load Selected”. 6) Tampilkan Layer vektor pada Display#1 7) Lalu akan muncul tampilan seperti di bawah ini, dan dapat di lihat pada Display #1 hasil overlay citra satelit dan data vector 8) Untuk melakukan Koreksi Geomatrik maka perlu memilih titik-titik acuan yang ada di dalam citra. Titik ini nantinya akan dijadikan referensi dalam koreksi geometrik. Untuk memulai pemilihan letak titik acuan (GCP) dapat melalu menubar Map -> Registration -> Select GCPs : Image to Image 9) Pilih Display #1 sebagai Base Image, dan Display #2 sebagai Warp Image 10) Setelah itu klik titik GCP pada peta Vector di Display #1 dan titik GCP di Display #2, tepat di pixelnya, dan RMS Errornya harus < 30 1. Pada citra ini peneliti menggunakan 5 GCP, dengan RMS Error 0,2. 11) Untuk melihat tabel list GCP yang sudah kita masukkan dengan meng-klik tombol “Show List”. 12) Lalu simpan titik GCP yang sudah kita pilih tadi melalui “File -> Save GCPs to ASCII” 13) Masukkan nama yang di inginkan untuk output penyimpanan, klik tombol choose untuk memilih folder penyimpanan. 14) Untuk menyimpan citra hasil koreksi geometrik membuka Option -> Warpfile 15) Masukkan nama untuk data output, kemudian Save. f. Perbaikan Tutupan Awan ( Cloud Masking ) 1) Membuka program ENVI 4.6.1 2) Dari menu bar program ENVI, mengklik File -> Open Image File. Kemudian mencari citra Landsat yang akan di cloud mask. 3) Dari kotak dialog Available Bands List a) Mengklik tombol RGB b) Kemudian memilih B3, B2, dan B1, lalu load band. 4) Membuat display baru a) Dari Available Bands List, mengklik di tombol Display#1, kemudian mengklik New Display b) Maka akan muncul display baru 5) Dari Available bands List a) Pilih tombol Gray Scale b) Mengklik di Band 4 31 c) Kemudian Load Band. Pastikan bahwa Load Band berada di Display#2 d) Gambar Gray Scale dari band 4 akan muncul di Display#2 6) Linking Displays a) Klik Tools pada menu bar Display#2 b) Pilih Link, kemudian memilih Link Display c) Pada jendela link display memilih Link Size / Position d) Kemudian di Link Size / Position pilih Display#2 e) Maka Display#1 akan terhubung dengan Display#2 7) Cursor Location window a) Klik kanan pada Display#2 b) Kemudian memilih Cursor Location / Value c) Mengarahkan Cursor ke obyek awan, kemudian catat data Value Maximum awan dan data Value Minimum awan 8) Membuat mask a) Dari menu bar ENVI, pilih Basic Tools -> Masking -> Build Mask b) Memilih Display#2 c) Klik OK d) Dari jendela Mask Definition, klik Options -> Import Data Range e) Kemudian pastikan hanya band 4 yang terpilih f) Klik OK g) Memasukkan Data Maximum Value dan Data Minimum 32 Value yang sudah di catat sebelumnya 9) Tahap akhir Cloud Mask a) Membuat Display #3 (langkah 4) b) Load Cloud mask ke Display #3 c) Kemudian hubungkan semua Display (langkah 6) d) Check apakah semua awan sudah di mask g. Transformasi NDVI Nilai indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari pengolahan citra menggunakan transformasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Nilai indeks vegetasi ini dihitung sebagai rasio antara pantulan yang terukur dari band merah (R) dan band infra-merah (didekati oleh band NIR). Penggunaan kedua band ini banyak dipilih sebagai parameter indeks vegetasi karena hasil ukuran dari band ini dipengaruhi oleh penyerapan klorofil, peka terhadap biomassa vegetasi, serta memudahkan dalam pembedaan antara lahan bervegetasi, lahan terbuka, dan air. Band merah dan infa-merah menghasilkan perbedaan yang maksimum antara vegetasi dan tanah. Nilai-nilai asli yang dihasilkan NDVI selalu berkisar antara -1 hingga +1 (Danoedoro, 2012) dalam careca 2014. Rumus dari NDVI ini adalah NDVI =(NIR - RED) (NIR + RED) Keterangan : NIR : band near infrared (band 4 pada Landsat TM) RED : band red (sinar merah yaitu band 3 pada Landsat TM) 33 Langkah-langkah Transformasi NDVI menggunakan ENVI adalah sebagai berikut: 1) Membuka Citra Landsat 7 yang sudah direktifikasi 2) Langkah selanjutnya adalah NDVI menggunakan Basic Tools -> Band Math 3) Kemudian Add to List -> OK. Akan muncul kotak dialog, memasukkan variable used in expresion sesuai dengan band B4 untuk Band 4, B3 untuk Band 3 kemudian beri nama file pada output file 4) Memasukkan formula untuk NDVI citra Landsat 7 yaitu (float(B4)float(B3))/(float(B4)+float(B3)) 5) Setelah berhasil akan muncul file pada kotak dialog. Untuk melihat apakah sudah NDVI dengan Klik Kanan pada File -> Quick Stats 6) Kemudian simpan dalam format ENVI 7) Mengulangi langkah – langkah 1 sampai 4 untuk citra Landsat 8 (untuk citra landsat 8 band yang di gunakan adalah band 5 dan band 4) h. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Dalam penelitian ini, metode klasifikasi yang digunakan yaitu metode klasifikasi tak terbimbing atau tak terawasi (Unsupervised Classification). Di mana nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu oleh komputer kedalam kelas-kelas spektral menggunakan algoritma klusterisasi (Indriasari, 2009). Kemudian setelah mendapatkan hasil, 34 analis menetapkan kelas-kelas lahan terhadap kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh komputer. Langkah-langkah klasifikasi menggunakan ENVI adalah sebagai berikut: 1) Membuka Program ENVI 4.6.1 2) Pada menu bar memilih Classification - > Unsupervised 3) Kemudian Memilih ISODATA atau K – MEAN 4) Lalu memilih citra hasil transformasi NDVI - > OK 5) Secara otomatis komputer akan membaginya dalam beberapa class 6) Menyimpan hasil klasifikasi dalam format yang bisa di buka dalam ArcMap 10.2 7) Kemudian membuka ArcMap 10.2. dan pilih citra hasil klasifikasi 8) Mengklik kanan pada citra -> properties -> symbology 9) Kemudian memilih unique values -> OK 10) Simpan hasil pengolahan ke dalam format ArcMap e. Sampel Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah menggunakan teknik pengambilan sampel wilayah. Teknik sampel wilayah dalam penelitian ini di gunakan untuk mengidentifikasi kelas kerapatan di kota Samarinda. f. Layout Citra Hasil Klasifikasi Layout citra dilakukan menggunakan software ArcMap 10.2. Membuka hasil dari klasifikasi kerapatan vegetasi yg sudah di simpan dalam format ArcGIS. 35 Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1) Buka file hasil klasifikasi yang disimpan dalam format Arcgis. 2) Klik Layout View, Akan muncul tampilan kertas layout di mana garis hitam paling luar merupakan batas kertas dan garis hitam yang kedua merupakan batas peta yang akan di-layout. 3) Kemudian mengklik menu File -> Page and Print Setup, memilih jenis print yang akan digunakan pada dialog box Printer Setup -> Name. Pada Paper, dialog box Size pilih sesuai ukuran yang digunakan dan pilih Landscape. Beri tanda contreng pada Scale Map Elements proportionally to changes in Page Size, klik OK. 4) Atur skala peta agar sesuai dengan ukuran kertas. 5) Membuat grid geografis peta. Mengklik kanan pada area peta -> Properties -> klik Grids pada Data Frame properties -> New Grid. Akan muncul jendela dialog Grids and Graticules Wizard, kemudian pilih sesuai keinginan -> Finish -> OK. 6) Membuat grid UTM peta. Klik kanan pada area peta ? Properties ? klik Grids pada Data Frame properties ? New Grid. Akan muncul jendela dialog Grids and Graticules Wizard, atur tampilan gridnya ? Finish ? OK. 7) Memberi judul peta. Klik menu Insert ? Title. 8) Memberi simbol mata angin pada peta dengan mengklik menu Insert ? North Arrow. 9) Memberi skala peta dengan mengklik menu Insert kemudian pilih Scale text untuk skala teks dan Scale Bar untuk skala bar. 36 10) Memberi keterangan peta dengan mengklik menu Insert ? Legend. 11) Buat peta kunci dengan mengklik menu Insert ? Data Frame. 12) Masukkan sumber data serta pembuat peta dan instansi terkait dengan mengklik menu Insert ? Text. 13) Terakhir beri bingkai dengan mengklik menu Insert ? Neatline. 14) Simpan dengan mengklik menu File ? Save. 15) simpan dalam format lain untuk memudahkan membuka misalnya dalam format JPEG dan PDF dengan mengklik menu File ? Export Map. Gambar 6. Contoh Gambar Peta yang Sudah Jadi dan Diekspor Dalam Format JPEG. 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil dari penelitian ini adalah peta kerapatan vegetasi yang berbeda tahun agar bisa di ketahui tingkat perubahan kerapatan vegetasi di suatu wilayah. Kelas kerapatan vegetasi di Kota Samarinda dari hasil pengolahan citra satelit Landsat menghasilkan 4 kelas kerapatan vegetasi yaitu sangat rapat, rapat, cukup rapat, tidak rapat dengan nilai kisaran NDVI (Indeks Vegetasi). Secara lengkap hasil penelitian dapat di lihat pada tabel 4. Tabel 4. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008, dan 2015 Di Kota Samarinda Tahun Sangat Rapat (Ha) Rapat (Ha) Cukup Rapat (Ha) 2002 2008 2015 9.656 17.418 15.677 32.077 20.542 23.507 11.953 11.024 11.053 Tidak Rapat (Ha) 6.163 7.389 7.058 Tidak Bervegetasi (Ha) 11.913 15.411 14.489 Luas Total (Ha) 71.762 71.784 71.784 Adapun uraian pada tabel 4. adalah sebagai berikut : 1. Tingkat Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Tahun 2002 Citra satelit yang digunakan untuk analisis kerapatan vegetasi Kota Samarinda tahun 2002 adalah citra landsat 7 TM yang mempunyai resolusi spasial 15 meter. Waktu pengambilan citra tahun 2002 adalah tanggal 13 Januari 2002 dan Path/Row: 160/60. Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit tahun 2002, dihasilkan nilai NDVI minimum = -0.55, dan nilai NDVI maksimal = 0.47. Standart dalam penentuan klasifikasi indeks vegetasi dalam penelitian ini adalah transformasi nilai spektral dari citra satelit yang sudah di formulasikan melalui NDVI, dikenal dengan histogram. 38 Berdasarkan klasifikasi unsupervised dihasilkan lima kelas kerapatan vegetasi dimana untuk mengetahui kelas-kelas tersebut di perlukan sampel. Tabel 5. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian No 1 2 3 4 5 Kelas NDVI Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Klasifikasi Kerapatan Vegetasi 1 2 3 4 5 Tidak Bervegetasi Tidak Rapat Cukup Rapat Rapat Sangat Rapat Jenis Penggunaan Lahan Air, Awan, Lahan kosong, Bangunan, rumput, pekarangan semak belukar, sawah Perkebunan,Kebun campuran Hutan sekunder Adapun sebaran kerapatan vegetasi di Kota Samarinda tahun 2002 diuraikan sebagai berikut : a. Kategori Sangat Rapat Tingkat kerapatan vegetasi di Kota Samarinda Kategori sangat rapat mempunyai luasan 9.656 hektar. Pada peta NDVI Kategori sangat rapat disimbolkan dengan warna hijau tua yang sebagian besar berada di sekitar Kecamatan Palaran, dan Kecamatan Sungai Kunjang. Vegetasi sangat rapat menunjukkan keragaman tipe-tipe pohon yang ada dan cenderung mengelompok atau menggerombol dengan pola yang teratur maupun acak yang tersebar di daerah Kecamatan Palaran dan Sungai Kunjang. b. Kategori Rapat Tingkat kerapatan vegetasi kategori rapat mempunyai luasan 32.077 hektar. Kategori ini tersebar merata di seluruh Kecamatan Kota Samarinda. Peta NDVI Kategori rapat disimbolkan dengan warna hijau pekat. Berdasarkan interpretasi dan cek lapangan sebagian besar tutupan lahannya yaitu berupa semak belukar, dan perkebunan. Kategori ini tersebar merata di kawasan penelitian. 39 c. Kategori Cukup Rapat Tingkat kerapatan vegetasi kategori cukup rapat mempunyai luasan 11.953 hektar. Peta NDVI Kategori cukup rapat disimbolkan dengan warna hijau muda cerah, kategori ini tersebar hampir di seluruh Kecamatan di Kota Samarinda. Kategori cukup rapat ini berupa semak belukar dan lahan yang sedikit ditumbuhi pohon yang menunjukkan bahwa kepadatan vegetasinya lebih jarang dan lebih pendek. d. Kategori Tidak Rapat Tingkat kerapatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan 6.163 hektar. Peta NDVI kategori tidak rapat disimbolkan dengan orange, kategori ini berupa rerumputan, sawah, dan pekarangan yang menyebar merata di Kota Samarinda. Kategori tidak rapat ini berada di daerah perkotaan dan permukiman penduduk. e. Kategori Tidak Bervegetasi Tingkat kerapatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan 11.913 hektar. Peta NDVI kategori tidak bervegetasi disimbolkan dengan warna biru tua. Penggunaan lahan pada kategori tidak bervegetasi ini berupa perairan, awan, bangunan dan lahan Kosong. 2. Tingkat Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Tahun 2008 Citra satelit yang digunakan untuk analisis kerapatan vegetasi Kota Samarinda tahun 2008 adalah citra landsat 7 TM yang mempunyai resolusi spasial 30 meter. Waktu pengambilan citra tahun 2008 adalah tanggal 30 Januari 2008 dan Path/Row: 160/60. Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit tahun 2008, dihasilkan nilai NDVI minimum = -0.97, nilai dan NDVI maksimal = 0.98. 40 Standart dalam penentuan klasifikasi indeks vegetasi dalam penelitian ini adalah transformasi nilai spektral dari citra satelit yang sudah di formulasikan melalui NDVI, dikenal dengan histogram. Berdasarkan klasifikasi unsupervised dihasilkan lima kelas kerapatan vegetasi dimana untuk mengetahui kelas-kelas tersebut di perlukan sampel. Tabel 6. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian No 1 2 3 4 5 Kelas NDVI Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas 1 2 3 4 5 Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tidak Bervegetasi Tidak Rapat Cukup Rapat Rapat Sangat Rapat Jenis Penggunaan Lahan Air, Awan, Lahan kosong, Bangunan, rumput, sawah semak belukar Perkebunan,Kebun campuran Hutan sekunder Adapun sebaran kerapatan vegetasi di Kota Samarinda tahun 2008 diuraikan sebagai berikut : a. Kategori Sangat Rapat Tingkat kerapatan vegetasi di Kota Samarinda Kategori sangat rapat mempunyai luasan 17.418 hektar. Pada peta NDVI Kategori sangat rapat disimbolkan dengan warna hijau tua yang sebagian besar berada di sekitar Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Utara dan Sambutan. Vegetasi sangat rapat menunjukkan keragaman tipe-tipe pohon yang ada dan cenderung mengelompok atau menggerombol dengan pola yang teratur maupun acak. b. Kategori Rapat Tingkat kerapatan vegetasi kategori rapat mempunyai luasan 20.542 hektar. Kategori ini tersebar merata di seluruh Kecamatan di Kota Samarinda. Peta NDVI Kategori rapat disimbolkan dengan warna 41 hijau pekat. Berdasarkan interpretasi dan cek lapangan sebagian besar tutupan lahannya yaitu berupa semak belukar, dan perkebunan. Kategori ini tersebar merata di kawasan penelitian. c. Kategori Cukup Rapat Tingkat kerapatan vegetasi kategori cukup rapat mempunyai luasan 11.024 hektar. Peta NDVI Kategori cukup rapat disimbolkan dengan warna hijau muda cerah. Kategori ini tersebar hampir di seluruh Kecamatan di Kota Samarinda. Kategori cukup rapat ini berupa semak belukar dan lahan yang sedikit ditumbuhi pohon yang menunjukkan bahwa kepadatan vegetasinya lebih jarang dan lebih pendek. d. Kategori Tidak Rapat Tingkat kepatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan 7.389 hektar. Peta NDVI kategori tidak rapat disimbolkan dengan orange, kategori ini tersebar di Kota Samarinda yaitu berupa rerumputan, sawah, dan lahan pekarangan menyebar merata di Kota Samarinda. Kategori tidak rapat ini berada di daerah perkotaan dan permukiman penduduk. e. Kategori Tidak Bervegetasi Tingkat kepatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan 15.411 hektar. Peta NDVI kategori tidak bervegetasi disimbolkan dengan warna biru tua. Penggunaan lahan pada kategori tidak bervegetasi ini berupa perairan, awan, bangunan dan lahan Kosong. 3. Tingkat Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Tahun 2015 Citra satelit yang digunakan untuk analisis kerapatan vegetasi Kota Samarinda tahun 2015 adalah citra landsat 8 TM yang mempunyai resolusi 42 spasial 30 meter. Waktu pengambilan citra tahun 2015 adalah tanggal 25 Januari 2015 dengan Path/Row: 160/60. Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit tahun 2015, dihasilkan nilai NDVI minimum = -0.30, nilai dan NDVI maksimal = 0.61. Standart dalam penentuan klasifikasi indeks vegetasi dalam penelitian ini adalah transformasi nilai spektral dari citra satelit yang sudah di formulasikan melalui NDVI, dikenal dengan histogram. Berdasarkan klasifikasi unsupervised dihasilkan lima kelas kerapatan vegetasi dimana untuk mengetahui kelas-kelas tersebut di perlukan sampel. Tabel 7. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian No 1 2 3 4 5 Kelas NDVI Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas 1 2 3 4 5 Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tidak Bervegetasi Tidak Rapat Cukup Rapat Rapat Sangat Rapat Jenis Penggunaan Lahan Air, Awan, Lahan kosong, Bangunan, rumput, sawah semak belukar Perkebunan,Kebun campuran Hutan sekunder Adapun sebaran kerapatan vegetasi di Kota Samarinda tahun 2015 diuraikan sebagai berikut : a. Kategori Sangat Rapat Tingkat kerapatan vegetasi di Kota Samarinda Kategori sangat rapat mempunyai luasan 15.677 hektar. Pada peta NDVI Kategori sangat rapat disimbolkan dengan warna hijau tua, vegetasi sangat rapat menunjukkan keragaman tipe-tipe pohon yang ada dan cenderung mengelompok atau menggerombol dengan pola yang teratur maupun acak yang tersebar merata di daerah Kota Samarinda. 43 b. Kategori Rapat Tingkat kerapatan vegetasi kategori rapat mempunyai luasan 23.507 hektar. Kategori ini tersebar merata di seluruh Kota Samarinda. Peta NDVI Kategori rapat disimbolkan dengan warna hijau pekat. Berdasarkan interpretasi dan cek lapangan diketahui bahwa sebagian besar tutupan lahannya yaitu berupa semak belukar, dan perkebunan. Kategori ini tersebar merata di kawasan penelitian. c. Kategori Cukup Rapat Tingkat kerapatan vegetasi kategori cukup rapat mempunyai luasan 11.053 hektar. Peta NDVI Kategori cukup rapat disimbolkan dengan warna hijau muda cerah. Kategori ini tersebar di seluruh Kecamatan di Kota Samarinda. Kategori cukup rapat ini berupa semak belukar dan lahan yang sedikit ditumbuhi pohon yang menunjukkan bahwa kepadatan vegetasinya lebih jarang dan lebih pendek. d. Kategori Tidak Rapat Tingkat kepatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan 7.058 hektar. Peta NDVI kategori tidak rapat disimbolkan dengan orange, kategori ini tersebar di Kota Samarinda yaitu berupa rerumputan, sawah, dan lahan pekarangan menyebar merata di Kota Samarinda. Kategori tidak rapat ini berada di daerah perkotaan dan permukiman penduduk. e. Kategori Tidak Bervegetasi Tingkat kerapatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan 14.489 hektar. Peta NDVI kategori tidak bervegetasi disimbolkan 44 dengan warna biru tua. Penggunaan lahan pada kategori tidak bervegetasi ini berupa perairan, awan, bangunan dan lahan Kosong. 4. Perubahan Kerapatan Vegetasi di Kota Samarinda Tahun 2002, 2008, dan 2015 a. Sangat Rapat Kelas indeks vegetasi dapat dikatagorikan sangat rapat apabila seluruh permukaan tanah ditumbuhi vegetasi yang lebat dan banyak pohon pelindung yang antar kanopi saling bersentuhan sehingga menghalangi sinar matahari ke permukaan tanah, sebagian besar tenaga matahari terpantulkan lagi ke atas oleh karena kerapatan vegetasi pelindung. Dalam katagori sangat rapat tidak dijumpai adanya bangunan sama sekali (Aftriana, 2013). Luasan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat tahun 2002 adalah 9.656 Ha, tahun 2008 adalah 17.418 Ha, dan tahun 2015 adalah 15.677 Ha. b. Kelas Rapat Kelas indeks vegetasi dapat dikatagorikan rapat apabila permukaan tanah sebagian besar masih banyak tertutup oleh tumbuhan lebat dan cukup banyak pohon pelindung yang antar kanopi ada yang saling bersentuhan dan ada yang tidak bersentuhan, sehingga memungkinkan dijumpai bangunan namun dengan kualitas yang sangat jarang (Aftriana, 2013). Luasan kelas kerapatan vegetasi rapat tahun 2002 adalah 32.077 Ha, tahun 2008 adalah 20.542 Ha, dan tahun 2015 adalah 23.507 Ha. c. Kelas Cukup Rapat Kelas indeks vegetasi dapat dikategorikan cukup rapat apabila penggunaan lahanya masih didominasi oleh tumbuhan dari pada 45 jumlah bangunan disuatu wilayah dengan jarak antar tanaman masih berdekatan. Selain tumbuhan disekitar permukiman yang mendominasi, tumbuhan kecil/tumbuhan ternak masuk kedalam kategori ini, karena dalam kategori ini unsur kehijauan masih mendominasi dari pada permukiman/lahan terbuka kosong (Aftriana, 2013). Luasan kelas kerapatan vegetasi Cukup rapat tahun 2002 adalah 11.953 Ha, tahun 2008 adalah 11.024 Ha, dan tahun 2015 adalah 11.053 Ha. d. Kelas Tidak Rapat Kelas indeks vegetasi dikatagorikan tidak rapat apabila kondisi permukaan tanah sudah terdapat banyak bangunan, sebagian besar lahan terbuka atau tidak berumput, sebagian besar lahan adalah bangunan, hanya terdapat sedikit pohon pelindung, sehingga sebagian besar sinar matahari mengenai muka tanah yang tidak bervegetasi (Aftriana, 2013). Luasan kelas kerapatan vegetasi tidak rapat tahun 2002 adalah 6.163 Ha, tahun 2008 adalah 7.389 Ha, dan tahun 2015 adalah 7.058 Ha. e. Kelas Tidak Bervegetasi Kelas indeks vegetasi dikatagorikan tidak bervegetasi apabila kondisi lahannya berupa perairain, bangunan, awan dan lahan kosong. Luasan kelas tidak bervegetasi tahun 2002 adalah 11.913 Ha, tahun 2008 adalah 15.411 Ha, dan tahun 2015 adalah 14.489 Ha. 45 Tabel 8. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Tahun 2002, 2008, dan 2015 Di Kota Samarinda No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 Kecamatan Samarinda Ilir Samarinda Kota Samarinda Seberang Samarinda Ulu Samarinda Utara Sungai Pinang Sungai Kunjang Sambutan Palaran Loajanan ilir Jumlah Sangat Rapat (ha) Rapat (ha) Cukup Rapat (ha) Tidak Rapat (ha) Tidak Bervegetasi (ha) 2002 7.31 2008 9.27 2015 52.29 2002 64.03 2008 30.42 2015 75.15 2002 61.58 2008 44.73 2015 36.81 2002 41.98 2008 47.70 2015 38.43 2002 259.60 2008 304.83 2015 234.37 0.27 0.27 3.51 1.48 1.44 5.94 3.24 4.23 10.08 7.89 9.72 23.58 283.16 282.60 255.15 38.74 30.06 88.11 127.14 82.26 144.27 101.61 99.99 104.67 107.61 99.72 116.28 389.90 457.92 316.62 682.38 2.228 2.006 2.175 700.47 1.044 597.44 377.55 504.18 444.84 361.62 429.30 1.087 1.327 1.011 1.650 8.983 3.963 12.126 4.530 9.525 4.621 3.003 4.560 1.946 2.368 2.293 2.125 3.553 2.097 179.21 773.64 458.73 1.597 646.02 910.08 633.71 469.71 583.02 325.37 455.85 489.87 729.09 1.129 1.032 1.641 1.355 2.024 2.470 2.174 1.477 799.31 974.34 886.41 528.95 617.94 702.18 1.261 1.580 1.611 714.71 2.270 2.309 3.881 2.636 2.979 1.827 1.330 1.390 961.47 944.37 793.17 1.040 1.243 954.54 4.275 1.387 4.080 8.529 8.802 6.593 2.778 4.190 2.507 1.491 2.139 1.740 1.606 2.170 3.767 506.16 9.694 373.14 17.409 678.42 15.636 1.604 32.574 909.45 20.512 712.26 23.465 494.64 11.917 502.92 10.996 432.45 11.014 275.96 6.131 311.94 7.355 395.37 7.021 474.39 9.255 721.44 12.768 600.39 11.879 46 Adapun uraian pada tabel 8. adalah sebagai berikut : 5. Perubahan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan di Kota Samarinda Tahun 2002, 2008, dan 2015 a. Sangat Rapat Luasan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat per kecamatan tahun 2002 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 4.275 Ha, dan vegetasi sangat rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 0.27 Ha, tahun 2008 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 8.983 Ha, dan vegetasi sangat rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 0.27 Ha, dan tahun 2015 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 4.080 Ha, dan vegetasi sangat rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 3.51 Ha b. Kelas Rapat Luasan kelas kerapatan vegetasi rapat per kecamatan tahun 2002 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 8.529 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 1.48 Ha, tahun 2008 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 8.802 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 1.44 Ha, dan tahun 2015 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 9.525 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 5.94 Ha. c. Kelas Cukup Rapat Luasan kelas kerapatan vegetasi cukup rapat per kecamatan tahun 2002 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara 47 sebesar 4.621 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 3.24 Ha, tahun 2008 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 4.190 Ha, dan vegetasi cukup rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 4.23 Ha, dan tahun 2015 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 4.560 Ha, dan vegetasi cukup rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 10.08 Ha. d. Kelas Tidak Rapat Luasan kelas kerapatan vegetasi tidak rapat per kecamatan tahun 2002 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 1.946 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 7.89 Ha, tahun 2008 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 2.368 Ha, dan vegetasi tidak rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 9.72 Ha, dan tahun 2015 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 2.293 Ha, dan vegetasi tidak rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 23.58 Ha. e. Kelas Tidak Bervegetasi Luasan kelas tidak bervegetasi per kecamatan tahun 2002 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 2.125 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 282.60 Ha, tahun 2008 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 3.553 Ha, dan tidak bervegetasi yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 282.60 Ha, 48 dan tahun 2015 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 3.767 Ha, dan tidak bervegetasi yang terendah berada di kecamatan samarinda ilir yaitu sebesar 234.37 Ha. B. PEMBAHASAN Hasil Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Di Kota Samarinda Tahun 2002, 2008, dan 2015 Hasil interpretasi dan analisis data yang telah dilakukan diatas dapat dilihat perubahan tiap kelas kerapatan vegetasi di Kota Samarinda, perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi sangat rapat selama kurun waktu tahun 2002-2015 terjadi perubahan kerapatan vegetasi dengan grafik meningkat tahun 2008 dan mengalami penurunan pada tahun 2015. Berdasarkan pengamatan di lapangan, perubahan alih fungsi penggunaan lahan hutan banyak di pengaruhi oleh aktifitas pertambangan dan perkembangan lahan permukiman. Perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi rapat selama kurun waktu tahun 2002-2015 telah terjadi perubahan kerapatan vegetasi dengan grafik menurun tahun 2008 dan mengalami peningkatan pada tahun 2015. Berdasarkan pengamatan di lapangan, perubahan alih fungsi penggunaan lahan di pengaruhi oleh aktifitas kebun campuran, perkebunan dan pemukiman. Perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi cukup rapat selama kurun waktu tahun 2002-2015 perubahan kerapatan vegetasinya cukup stabil. Perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi tidak rapat selama kurun waktu tahun 2002-2015 terjadi perubahan kerapatan vegetasi dengan grafik meningkat pada tahun 2008 dan grafik menurun pada tahun 2015. Berdasarkan pengamatan di lapangan, perubahan alih fungsi penggunaan lahan menjadi sawah, tumbuhan ternak dijadikan permukiman penduduk, dan kawasan industri. 49 Perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi tidak bervegetasi selama kurun waktu tahun 2002-2015 telah terjadi perubahan kerapatan vegetasi dengan grafik peningkatan tahun 2008 dan menurun pada tahun 2015 Kondisi perubahan ini di pengaruhi adanya pertambangan dan perluasan pembangunan Pemanfaatan penggunaan lahan sebagai area terbangun dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penduduk di Kota Samarinda yang tiap tahunnya meningkat. Hal ini menyebabkan penggunaan lahan sebagai area terbangun semakin mendesak di Kota Samarinda. 50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari proses dan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kerapatan vegetasi yang dihasilkan dari pengolahan citra tahun 2002 mempunyai luasan kerapatan vegetasi sangat rapat 9.656 hektar, vegetasi rapat sebesar 32.077 hektar, vegetasi cukup rapat sebesar 11.953 hektar, vegetasi tidak rapat sebesar 6.163 hektar, dan yang tidak bervegetasi memiliki luasan sebesar 11.913 hektar. 2. Tingkat kerapatan vegetasi yang dihasilkan dari pengolahan citra tahun 2008 mempunyai luasan kerapatan vegetasi sangat rapat 17.418 hektar, vegetasi rapat sebesar 20.542 hektar, vegetasi cukup rapat sebesar 11.024 hektar, vegetasi tidak rapat sebesar 7.389 hektar, dan yang tidak bervegetasi memiliki luasan sebesar 15.411 hektar. 3. Tingkat kerapatan vegetasi yang dihasilkan dari pengolahan citra tahun 2015 mempunyai luasan kerapatan vegetasi sangat rapat 15.677 hektar, vegetasi rapat sebesar 23.507 hektar, vegetasi cukup rapat sebesar 11.053 hektar, vegetasi tidak rapat sebesar 7.058 hektar, dan yang tidak bervegetasi memiliki luasan sebesar 14.489 hektar. 4. Hasil analisis data pengolahan kerapatan vegetasi (NDVI) pada citra Landsat ditemukan perubahan yang signifikan pada kerapatan sangat rapat antara tahun 2002 sampai tahun 2008. Perubahan terlihat jelas pada luasan kerapatan vegetasi sangat rapat tahun 2002 sebesar 9.656 Ha, tahun 2008 sebesar 17.418 Ha. 51 5. Hasil analisis data pengolahan kerapatan vegetasi per kecamatan di kota samarinda menunjukkan dari tahun 2002-2015 kecamatan samarinda kota dan samarinda ilir memiliki vegetasi yang sedikit dibandingkan dengan yang tidak bervegetasinya, sedangkan yang memiliki vegetasi paling banyak adalah kecamatan samarinda utara dan kecamatan palaran. B. Saran Adapun saran ataupun masukan yang dapat diberikan antara lain: 1. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya mengenai kerapatan vegetasi di Kota Samarinda menggunakan data citra yang mempunyai resolusi tinggi, dan sedikit gangguan awan. Sehingga diperoleh data yang lebih akurat dan lebih baik. 2. Diharapkan kepada pemerintah dan masyarakat melakukan reboisasi, memanfaatkan pekarangan melestarikan vegetasi. rumah dengan ditanami vegetasi, dan DAFTAR PUSTAKA Aftriana, Virma Careca. 2013. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Kota Semarang Menggunakan Bantuan Teknologi Penginderaan Jauh. Ayuindra, Meylia. 2013. Analisa Tutupan Lahan Menggunakan Klasifikas Supervised dan Unsupervised. Ashazy, Anggi Agnezia dan Cahyono, Budi Agung. 2008. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra Satelit FORMOSAT-2 Di Daerah Perkotaan (Studi Kasus: Surabaya Timur). Aqsar, El Zeihan. 2009. Hubungan Ketinggian dan Kelerengan Dengan Tingkat Kerapatan Vegetasi menggunakan Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser. Exelis. 2014. ENVI Classic Tutorial Classification Methods. Faisal, Ahmad dan Amran, Anshar Muhammad. 2005. Model Transformasi Indeks Vegetasi Yang Efektif Untuk Kerapatan Mangrove Rhizophora Mucronata. Febrianti, Nur dan Sofan, Parwati. 2014. Ruang Terbuka Hijau Di DKI Jakarta Berdasarkan Analisis Spasial Dan Spektral Data Landsat 8. Hanif, Muhammad. 2013. Beberapa Jenis Indeks Vegetasi Dalam Aplikasi Penginderaan Jauh. Karunia, Annisa. 2014. Pemetaan Perubahan Luas Tutupan Lahan Di Kota Samarinda Menggunakan Citra satelit Landsat. Pamuji, Dwi Teguh. 2013. Sistem Informasi Geografi (SIG) Pemetaan Hutan Menurut Klasifikasi Sebagai Potensi Hutan Lindung Di Kabupaten Blora. Rahman, Abdur. 2011. Modul Ajar Pengolahan Citra Digital Dan Aplikasinya Dengan Menggunakan ENVI 4.4. Sudiana, Dodi dan Diasmara, Elfa. 2008. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Data Satelit NOAA/AVHRR dan TERRA/AQUA-MODIS. Wibowo, Adhi dan Wikantika, Ketut. 2005. Deteksi Perubahan Vegetasi Di Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Witoko, Arif dkk. 2014. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Hutan Jati Dengan Metode Indeks Vegetasi NDVI (Studi Kasus : Kawasan KPH Randublatung Blora). 54 Gambar 7. Histogram Citra Landsat Tahun 2002 55 Gambar 8. Histogram Citra Landsat Tahun 2008 56 Gambar 9. Histogram Citra Landsat Tahun 2015 57 Tabel 9. Data Tabel Titik Sampel Klasifikasi Samarinda Koordinat kelas klasifikasi X Y Kelas 1 516030 9943756 513697 9942743 Kelas 2 513059 9943015 516025 9943664 kelas 3 515295 9941036 515630 9943799 kelas 4 514109 9940907 513596 9941507 kelas 5 513512 9941498 514062 9940626 Kerapatan Vegetasi Kota hasil cek lapangan bangunan bangunan rumput rumput sawah semak belukar Perkebunan Kebun Campuran hutan sekunder hutan sekunder 59 Tabel 10. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Di Kota Samarinda Tahun 2002 No Sangat Cukup Tidak Tidak Jumlah Rapat Rapat Rapat Rapat Bervegetasi Bervegetasi (Ha) Kecamatan (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 2002 1. Samarinda Ilir Samarinda Kota Samarinda Seberang 2002 2002 2002 2002 7,31 64,03 61,58 41,98 259,60 0,27 1,48 3,24 7,89 283,16 38,74 127,14 101,61 107,61 389,90 682,38 2.175 597,44 444,84 1.087 1.650 12.126 4.621 1.946 2.125 179,21 1.597 633,71 325,37 729,09 1.641 2.470 799,31 528,95 1.261 714,71 3.881 1.827 961,47 1.040 4.275 8.529 2.778 1.491 1.606 10. Loajanan ilir 506,16 1.604 494,64 275,96 474,39 Jumlah 9.694 32.574 11.917 6.131 9.255 2. 3. 4. 5. 6. Samarinda Ulu Samarinda Utara Sungai Pinang 7. Sungai Kunjang 8. Sambutan 9. Palaran 174,9 12,88 375,1 3.899 20.343 2.735 5.439 7.384 17.073 2.880 60.316 60 Tabel 11. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Di Kota Samarinda Tahun 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sangat Cukup Tidak Tidak Jumlah Rapat Rapat Rapat Rapat Bervegetasi Bervegetasi (Ha) Kecamatan (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Samarinda Ilir Samarinda Kota Samarinda Seberang Samarinda Ulu Samarinda Utara Sungai Pinang 2008 2008 2008 2008 2008 9,27 30,42 44,73 47,70 304,83 0,27 1,44 4,23 9,72 282,60 30,06 82,26 99,99 99,72 457,92 2.228 700,47 377,55 361,62 1.327 8.983 4.530 3.003 2.368 3.553 773,64 646,02 469,71 455,85 1.129 7. Sungai Kunjang 1.355 2.174 974,34 617,94 1.580 8. Sambutan 2.270 2.636 1.330 944,37 1.243 9. Palaran 1.387 8.802 4.190 2.139 2.170 373,14 909,45 502,92 311,94 721,44 17.409 20.512 10.996 7.355 12.768 10. Loajanan Jumlah 132,12 15,66 312,03 3.667,64 18.884 2.345,22 5.121,28 7.180,37 16.518 2.097,45 56.273,77 61 Tabel 12. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Tahun 2015 Di Kota Samarinda No Sangat Cukup Tidak Tidak Jumlah Rapat Rapat Rapat Rapat Bervegetasi Bervegetasi (Ha) Kecamatan (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 2015 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Samarinda Ilir Samarinda Kota Samarinda Seberang Samarinda Ulu Samarinda Utara Sungai Pinang Sungai Kunjang 2015 2015 2015 2015 52,29 75,15 36,81 38,43 234,37 3,51 5,94 10,08 23,58 255,15 88,11 144,27 104,67 116,28 316,62 2.006 1.044 504,18 429,30 1.011 3.963 9.525 4.560 2.293 2.097 458,73 910,08 583,02 489,87 1.032 2.024 1.477 886,41 702,18 1.611 8. Sambutan 2.309 2.979 1.390 793,17 954,54 9. Palaran 4.080 6.593 2.507 1.740 3.767 678,42 712,26 432,45 395,37 600,39 15.636 23.465 11.014 7.021 11.879 10. Loajanan Jumlah 202,68 43,11 453,33 3.983,48 20.341 2.441,7 5.089,59 7.471,17 14.920 2.218,5 57.164,56