1. cover - Repository Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

advertisement
KLASIFIKASI KERAPATAN VEGETASI TAHUN 2002, 2008
DAN 2015 DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH
MENGGUNAKAN ALGORITMA NORMALIZED DIFFERENCE
VEGETATION INDEX (NDVI) DI KOTA SAMARINDA
Oleh
AGUNG WIBOWO
NIM. 120 500 145
PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAM ARI NDA
2015
KLASIFIKASI KERAPATAN VEGETASI TAHUN 2002, 2008
DAN 2015 DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH
MENGGUNAKAN ALGORITMA NORMALIZED DIFFERENCE
VEGETATION INDEX (NDVI) DI KOTA SAMARINDA
Oleh
AGUNG WIBOWO
NIM. 120 500 145
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAM ARI NDA
2015
KLASIFIKASI KERAPATAN VEGETASI TAHUN 2002, 2008
DAN 2015 DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH
MENGGUNAKAN ALGORITMA NORMALIZED DIFFERENCE
VEGETATION INDEX (NDVI) DI KOTA SAMARINDA
Oleh
AGUNG WIBOWO
NIM. 120 500 145
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAM ARI NDA
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008
dan 2015 dengan Metode
Penginderaan Jauh
menggunakan
Algoritma
Normalized
Difference
Vegetation Indeks (NDVI) Di Kota Samarinda
Nama
: Agung Wibowo
NIM
: 120500145
Program Studi
: Geoinformatika
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji I,
Penguji II,
Rudi Djatmiko S.Hut, MP Radik Khairil insanu, ST, MT Andrew Stefano, ST, MT
NIP. 197009151995121001 NIP. 197603152009121002 NIP. 197603152009121002
Menyetujui,
Mengesahkan,
Ketua Program Studi GeoInformatika
Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Husmul Beze, S.Hut, M.Si
NIP.197906132008121003
Ir. M.Masrudy, MP
NIP. 196008051988031003
Lulus ujian pada tanggal : .....................
ABSTRAK
AGUNG WIBOWO, Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008 dan 2015
dengan Metode Penginderaan Jauh
Menggunakan Algoritma Normalized
Difference Vegetation Indeks (NDVI) Di Kota Samarinda (di bawah bimbingan
Rudi Djatmiko).
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya perubahan kerapatan
Vegetasi di Kota Samarinda yang dirasakan sangat tinggi dan Semakin
bertambahnya kebutuhan manusia akan pemanfaatan lahan dapat mengurangi
tingkat kerapatan vegetasi yang ada.
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk Memberikan informasi
perubahan kerapatan vegetasi di Kota Samarinda tahun 2002, 2008 dan 2015
dengan klasifikasi citra secara digital pada citra Landsat dan Memberikan
informasi luasan kerapatan vegetasi di Kota Samarinda.
Penelitian kerapatan vegetasi ini menggunakan citra landsat secara
multitemporal tahun 2002, 2008, dan 2015 di Kota Samarinda. Lokasi penelitian
berada di Kota Samarinda. Penelitian ini meliputi Kerapatan vegetasi dengan
NDVI di Kota Samarinda tahun 2002, 2008, dan 2015 serta persebaran dan
luasan kerapatan vegetasi Kota Samarinda. Penentuan kelas-kelas kerapatan
vegetasi dilakukan dengan metode sampel wilayah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerapatan vegetasi tahun
2002, 2008, dan 2015 dengan klasifikasi dalam lima kelas kerapatan vegetasi
mempunyai perbedaan luasan kerapatan yang signifikan pada kerapatan sangat
rapat tahun 2002-2008. Menurut hasil interpretasi citra Landsat tahun 2002,
2008, dan 2015 yang ditransformasikan dengan NDVI dan diklasifikasi menjadi 5
kelas kerapatan vegetasi diketahui bahwa pada tahun 2002 kelas sangat rapat
9.656 Ha, Rapat 32.077 Ha, cukup rapat 11.953, tidak rapat 6.163 Ha, tidak
bervegetasi 11.913 Ha; tahun 2008 kelas sangat rapat 17.418 Ha, Rapat 20.542
Ha, cukup rapat 11.024, tidak rapat 7.389 Ha, tidak bervegetasi 15.411 Ha, dan
tahun 2015 kelas sangat rapat 15.677 Ha, Rapat 23.507 Ha, cukup rapat
11.053, tidak rapat 7.058 Ha, tidak bervegetasi 14.489 Ha.
Kata kunci:
Kerapatan Vegetasi, Kota Samarinda, Citra Landsat TM7+, Indeks
Vegetasi NDVI.
RIWAYAT HIDUP
Agung Wibowo, Laki-laki kelahiran 25 Februari 1994 lahir di
Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur ini merupakan
putra ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Abidin dan Ibu Hartini. Penulis memulai pendidikan formal di
SD Negeri 008 Samarinda pada tahun 1999 dan lulus pada
tahun 2006, dilanjutkan sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 3 Samarinda pada tahun 2006 dan lulus sekolah
menengah pertama
pada tahun 2009.
Selepas dari
pendidikan sekolah menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan di SMK
Negeri 15 Samarinda tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012.
Penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada tahun 2012 di Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi
Geoinformatika. Pada bulan Maret 2015 hingga bulan Mei 2015 penulis
melaksanakan program Praktik Kerja Lapang (PKL) di Kantor Dinas Cipta Karya
Dan Tata Kota Samarinda. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis memilih
bidang Penginderaan Jauh dengan judul Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun
2002, 2008 dan 2015 dengan Metode Penginderaan Jauh Menggunakan
Algoritma Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI) Di Kota Samarinda.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan judul “Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008
dan 2015 dengan Metode Penginderaan Jauh
Menggunakan Algoritma
Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI) Di Kota Samarinda
Karya ilmiah sengaja disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapat
sebutan Ahli Madya.
Laporan Tugas Akhir ini penulis sadar sepenuhnya bahwa tanpa
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, tidak mungkin Laporan Tugas
Akhir ini dapat di selesaikan, maka dari itu pada kesempatan ini penulis
memberikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1.
Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan doa.
2.
Bapak Rudi Djatmiko selaku dosen pembimbing yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian hingga
penyelesaian karya ilmiah ini.
3.
Radik Khairil Insanu, ST, MT selaku penguji I.
4.
Andrew Stefano, ST, MT selaku penguji II.
5.
Bapak
Husmul
Beze,
S.Hut,
M.Si
selaku
Ketua
Program
Studi
Geoinformatika.
6.
Bapak Ir. M.Masrudy, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian.
7.
Para staf pengajar, administrasi dan teknisi di Program Studi Geoinformatika
dan teman-teman yang banyak membantu dalam penyelesaian karya ilmiah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak
lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis.
Akhir kata, semoga
laporan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca dan bagi penulis
khususnya.
Penulis,
Kampus Sei. Keledang, 15 Agustus 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
ii
ABSTRAK ...................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
viii
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.
E.
Penginderaan Jauh.......................................................................
Kota Samarinda ...........................................................................
Kerapatan Vegetasi ......................................................................
Indeks Vegetasi ...........................................................................
Klasifikasi Citra .............................................................................
4
10
11
11
16
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
B. Alat dan Bahan ............................................................................
C. Prosedur Kerja .............................................................................
20
20
21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAH ASAN
A. Hasil .............................................................................................
B. Pembahasan ................................................................................
37
48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................
B. Saran ............................................................................................
50
51
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
52
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1. Pola Spektral vegetasi dan air ......................................................... 13
2. Grafis vegetasi dan tanah ............................................................... 13
3. Cara Kerja Metode Supervised ....................................................... 17
4. Cara Kerja Metode Unsupervised ................................................... 18
5. Diagram Alir Proses Pengolahan Data ........................................... 21
6. Contoh Gambar Peta yang Sudah Jadi dan Diekspor
Dalam Format JPEG........................................................................ 35
Lampiran
7. Histogram citra satelit tahun 2002 ................................................... 54
8. Histogram citra satelit tahun 2008 .................................................. 55
9. Histogram citra satelit tahun 2015 ................................................... 56
DAFTAR TABEL
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1. Karakteristik Spektral ...................................................................... 7
2. Resolusi Spasial ............................................................................. 7
3. Spesifikasi Kanal-Kanal Spektral Sensor Citra (LANDSAT-8) ........ 9
4. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Tahun 2002,
2008 dan 2015 ................................................................................. 36
5. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian................................................. 37
6. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian................................................. 39
7. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian................................................. 41
8. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan
Tahun 2002, 2008 dan 2015 ............................................................ 45
Lampiran
9. Data Tabel Kebenaran Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Kota
Samarinda ........................................................................................ 57
10. Data Tabel Lanjutan Kebenaran Klasifikasi Kerapatan Vegetasi
Kota Samarinda................................................................................ 58
11. Perubahan Luasan Kerapatan Per Kecamatan Tahun 2002 .......... 59
12. Perubahan Luasan Kerapatan Per Kecamatan Tahun 2008 .......... 60
13. Perubahan Luasan Kerapatan Per Kecamatan Tahun 2015 .......... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kota Samarinda merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Sebagai
Ibukota Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda merupakan tempat
terpusatnya berbagai macam aktivitas dan pelayanan baik bagi penduduk dalam
kota sendiri maupun dari daerah-daerah lain di sekitar Kota Samarinda. Aktivitas
dan pelayanan penduduk merupakan salah satu yang mengakibatkan Kota
Samarinda mengalami perkembangan yang pesat.
Dinamika
pertumbuhan
pengaturan penggunaan
penduduk
lahan
yang
yang
selalu
cepat
dan
berubah,
tuntutan
menyebabkan.
Perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah rencana
tata ruang sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan, kerusakan
lingkungan serta berkurangnya sumber daya alam.
Menurunnya kualitas
lingkungan ini disebabkan karena semakin terdesaknya alokasi ruang untuk
vegetasi di perkotaan.
Vegetasi merupakan salah satu unsur penyusun perkotaan yang
mempunyai
banyak
manfaat.
Manfaat
vegetasi
di
perkotaan
dapat
mempengaruhi udara disekitarnya secara langsung maupun tidak langsung
dengan cara merubah kondisi atmosfer lingkungan udara (Irwan, 2008 dalam
Aftriana,
2013).
beranekaragam.
Vegetasi
sebagai
Kumpulan dari
penyusun
perkotaan
ini
sangat
berbagai vegetasi yang beranekaragam ini
akan menghasilkan kerapatan vegetasi yang berbeda-beda pada tiap
penggunaan lahan di suatu daerah.
2
Penggunaan lahan dengan kerapatan vegetasi yang bermacam-macam
banyak di jumpai di Kota Samarinda. Kerapatan vegetasi yang terdapat di Kota
Samarinda akan sangat mempengaruhi suhu permukaan daerah tersebut.
Kerapatan vegetasi inilah yang akan menciptakan kenyamanan dan
kesejukan di suatu penggunaan lahan. Semakin tinggi kerapatan vegetasi pada
suatu lahan, maka akan semakin rendah suhu permukaan disekitar lahan
tersebut, begitu juga sebaliknya.
ditemui
di
daerah
perkotaan,
Suhu permukaan
karena
yang tinggi ini banyak
penggunaan
lahannya
seringkali
mempunyai kerapatan vegetasi yang rendah. Tinggi rendahnya suatu kerapatan
vegetasi dapat diketahui dengan
Difference Vegetation Index), yang
menggunakan teknik NDVI (Normalized
merupakan sebuah transformasi citra
penajaman spektral untuk menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan vegetasi
Putra (2011) dalam Aftriana (2013).
Berdasarkan permasalahan di atas, perlu dilakukan pemantauan
kerapatan vegetasi secara berkala di Kota Samarinda secara cepat dengan
memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Hal ini diperlukan untuk mengontrol
laju pertumbuhan pembangunan yg semakin pesat , jika di abaikan
laju
perubahan area bervegetasi akan semakin berkurang. Kota Samarinda ini yang
dulunya merupakan salah satu kota yang rimbun akan pepohonan, kini bahkan
hanya untuk sekedar menemukan area hutan di kota ini dapat dikatakan cukup
sulit.
Permasalahan utama kota ini kini sangat berkaitan erat dengan peran
vegetasi yang mulai berkurang di kota Samarinda.
3
Tujuan dari kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk :
1. Memberikan informasi tentang luasan kerapatan vegetasi Kota Samarinda
pada tahun 2002
2. Memberikan informasi tentang luasan kerapatan vegetasi Kota Samarinda
pada tahun 2008
3. Memberikan informasi tentang luasan kerapatan vegetasi Kota Samarinda
pada tahun 2015
4. Memberikan informasi perubahan luasan kerapatan vegetasi yang ada di
Kota Samarinda pada tahun 2002, 2008 dan 2015.
5. Memberikan
informasi
perubahan
luasan
kerapatan
vegetasi
per
kecamatan di Kota Samarinda tahun 2002, 2008 dan 2015.
Dengan diadakannya kegiatan penelitian ini dapat memberikan hasil sebagai
berikut:
1. Peta kerapatan vegetasi yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2002.
2. Peta kerapatan vegetasi yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2008.
3. Peta kerapatan vegetasi yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2015.
4. Informasi mengenai besarnya perubahan luasan tutupan vegetasi yang ada
di Kota Samarinda pada tahun 2002, 2008 dan 2015.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penginderan Jauh
Penginderaan jauh (remote sensing) sering disingkat inderaja, adalah
ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah,atau
fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak
langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan
kiefer dalam Aftriana, 2013). Penginderaan jauh berasal dari dua kata dasar
yaitu indera berarti melihat dan jauh berarti dari jarak jauh. Jadi berdasarkan asal
katanya, penginderaan jauh berarti melihat obyek dari jarak jauh.
Obyek,
daerah, atau gejala yang dikaji dalam definisi tersebut dapat berada di
permukaan bumi, di atmosfer, atau planet di luar angkasa (Kusumowigado,
dkk., 2007 dalam Aftriana, 2013).
Sistem Penginderaan Jauh ialah serangkaian komponen yang digunakan
untuk penginderaan jauh. Rangkaian komponen itu berupa tenaga, objek,
sensor, data dan pengguna data. Karena tidak semua tenaga yang berasal dari
matahari dapat mencapai bumi, interaksi antara tenaga dan atmosfer sering
dimasukkan ke dalam sistem penginderaan jauh. Demikian pula halnya dengan
interaksi antara tenaga dan objek, karena hasil interaksinya menentukan
besarnya tenaga yang dapat mencapai sensor (Sutanto, 1986 dalam Aftriana,
2013).
Sistem penginderaan jauh mempunyai empat komponen dasar untuk
mengukur dan merekam data mengenai sebuah wilayah dari jauh. Komponen ini
yaitu sumber energi, target, sensor, dan wilayah transmisi. Sumber energi disini
yang terpenting adalah energi elektromagnetik, dimana merupakan medium
penting yang diperlukan untuk mentransmisikan informasi dari obyek ke sensor.
5
Penginderaan jauh menyediakan bentuk tutupan lahan yang penting yaitu
luasan, pemetaan dan klasifikasi seperti vegetasi, tanah air dan hutan.
Citra digital yang diperoleh dari perekaman oleh sensor pada dasarnya tidak
lepas dari kesalahan, karena kondisi topografi permukaan bumi yang bervariasi
serta luasan permukaan bumi. Sementara wahana dan sistem penginderaan
jauh mempunyai keterbatasan dalam resolusi spasial, spektral, temporal maupun
radiometri.
Kesalahan-kesalahan tersebut diakibatkan oleh mekanisme perekaman
sensor, gerakan serta kondisi atmosfer pada saat perekaman, sehingga citra
digital tidak bisa digunakan untuk analisis. Kesalahan-kesalahan tersebut perlu
dihilangkan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis.
Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi
elektromagnetik. Setelah melalui proses pencatatan dan akan dikirim ke stasiun
penerima dan diproses menjadi format yang siap dipakai, diantaranya berupa
citra. Citra ini kemudian diinterpretasikan untuk mencarikan informasi mengenai
target.
Proses interpretasi biasanya gabungan antara visual dan automatik
dengan bantuan Komputer dan perangkat lunak pengolahan citra.
Sensor
sangatlah terbatas untuk mengindera obyek yang sangat kecil, batas
kemampuan sensor untuk memisahkan setiap obyek dinamakan resolusi,
resolusi suatu sensor merupakan indikator tentang kemampuan sensor atau
kualitas sensor dalam merekam suatu obyek.
Resolusi yang biasanya digunakan sebagai parameter kemampuan
sensor, terbagi menjadi 4 macam yang mempunyai definisi masing-masing
diantaranya yaitu:
6
a.
Resolusi Spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan,
dibedakan dan dikenali pada citra. Resolusi spasial menunjukkan level dari
detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah studi semakin
tinggi resolusi spasial yang digunakan.
b.
Resolusi Spektral yaitu daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum
elektromagnetik yang digunakan untuk merekam data. Resolusi spektral
menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur
oleh sensor.
c.
Resolusi Radiometrik yaitu kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi
perbedaan pantulan terkecil atau kepekaan sensor terhadap perbedaan
terkecil kekuatan sinyal.
d.
Resolusi Termal yaitu keterbatasan sensor penginderaan jauh yang
merakam pancaran tenaga termal atau perbedaan suhu yang masih dapat
dibedakan oleh sensor penginderaan jauh secara termal (Aftriana, 2013).
Landsat 7 merupakan satelit dengan orbit yang selaras dengan matahari
dan melintas di ekuator pada waktu lokal pukul 10:00. Satelit ini memiliki
kemampuan meliput wilayah yang sama setiap 16 hari.
Citra landsat ETM
(Enhanced Thematic Mapper) merupakan salah satu jenis citra multispectral,
Citra Landsat ETM merupakan citra penginderaan jauh yang sering digunakan
pada saat ini, citra ini mempunyai 7 Saluran yang terdiri dari spektrum tampak
pada saluran 1, 2, dan 3 spektrum infra merah dekat pada saluran 4, 5 dan 7 dan
spektrum infra merah termal pada saluran 6.
7
Tabel 1. Karakteristik Spektral
No.
Saluran
1
2
3
4
5
6
7
8
Nama Gelombang
Range Panjang Gelombang (um)
Biru
Hijau
Merah
Inframerah dekat
Inframerah gelombang pendek
Inframerah tengah
Inframerah gelombang pendek
Pankromatik
0 ,45 - 0, 52
0 ,53 - 0, 61
0 ,63 - 0, 69
0 ,78 - 0, 90
1 ,55 - 1, 75
10 ,4 - 12, 5
2 ,09 - 2, 35
0 ,52 - 0, 9
Sumber : (Lillesand/Kiefer, 1996 dalam Ayuindra, 2013)
Citra landsat ETM ini juga memiliki karakteristik spasial yang ditandai
dengan resolusi spasial yang digunakan sensor untuk mendeteksi obyek.
Resolusi spasial sendiri adalah daya pilah sensor yang diperlukan untuk bisa
membedakan obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi. (Lillesand/Kiefer, 1996
dalam Ayuindra, 2013).
Tabel 2. Resolusi Spasial
No Saluran
1 - 5, 7
6
8
IFOV
30 m x 30 m
60 m x 60 m
15 m x 15 m
Sumber : (Lillesand/Kiefer, 1996 dalam Ayuindra, 2013)
Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama
kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1). Landsat 1 yang
awalnya bernama Earth Resources Technology Satellite 1 diluncurkan 23 Juli
1972 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari 1978. Generasi penerusnya,
Landsat 2 diluncurkan 22 Januari 1975 yang beroperasi sampai 22 Januari 1981.
Landsat 3 diluncurkan 5 Maret 1978 berakhir 31 Maret 1983; Landsat 4
diluncurkan 16 Juli 1982, dihentikan 1993. Landsat 5 diluncurkan 1 Maret 1984
masih berfungsi sampai dengan saat ini namun mengalami gangguan berat sejak
November 2011, akibat gangguan ini, pada tanggal 26 Desember 2012, USGS
mengumumkan bahwa Landsat 5 akan dinonaktifkan, berbeda dengan 5
8
generasi pendahulunya, Landsat 6 yang telah diluncurkan 5 Oktober 1993 gagal
mencapai orbit.
Sementara Landsat 7 yang diluncurkan April 15 Desember
1999, masih berfungsi walau mengalami kerusakan sejak Mei 2003.
Sebenarnya landsat 8 lebih cocok disebut sebagai satelit dengan misi
melanjutkan landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi
yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik
resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang
maupun karakteristik sensor yang dibawa, hanya saja ada beberapa tambahan
yang menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang
spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor
serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra.
Seperti
dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan ketinggian 705 km
dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip
dengan landsat versi sebelumnya).
NASA
sendiri
menargetkan
satelit
landsat
versi
terbarunya
ini
mengemban misi selama 5 tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan
sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup kemungkinan umur produktif landsat 8
dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan sebagaimana terjadi pada
landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun
ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi.
Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI)
dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah.
Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya
(band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip
9
dengan landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap
band pada landsat 8 dibandingkan dengan landsat 7 seperti tertera pada tabel 3.
Tabel 3. Spesifikasi Kanal-Kanal Spektral Sensor Citra (LANDSAT-8)
Kanal No
Kanal
1
2
Biru
Biru
3
4
5
Hijau
Merah
Infra merah
dekat (NIR)
SWIR 2
SWIR 3
6
7
Kisaran
spektral
(nm)
433-453
450-515
525-600
630-680
845-885
1560-1660
2100-2300
8
PAN
500-680
9
SWIR
1360-1390
GSD
(resolusi
spasial)
30 m
Radiance
2
(W/m srµm),
typical
40
40
SNR
(typical)
130
130
30 m
(Kanalkanal
warisan
TM)
15 m
30
22
14
100
90
90
4.0
1.7
100
100
23
80
30 m
6.0
130
Sumber : (Ayuindra, 2013)
B. Kota Samarinda
Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota
propinsi Kalimantan Timur, Indonesia.
Seluruh wilayah kota ini berbatasan
langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dapat dicapai
dengan perjalanan darat, laut dan udara.
Dengan Sungai Mahakam yang
membelah di tengah Kota Samarinda, yang menjadi “gerbang” menuju
pedalaman Kalimantan Timur (Karunia, 2014).
1.
Letak Geografis
Kota Samarinda secara astronomis terletak pada posisi antara
117o03’00” – 117o18’14” Bujur Timur dan 00 o19’02” – 00o42’34” Lintang
Selatan (Karunia, 2014).
2.
Batas Wilayah Administrasi
Kota Samarinda secara administratif memiliki 10 kecamatan yakni
kecamatan Samarinda Kota, Samarinda Ilir, Sungai Pinang, Sungai Kunjang,
10
Palaran, Samarinda Seberang, Loajanan Ilir, Sambutan, Samarinda Ulu dan
Samarinda Utara. Batas wilayah Kota Samarinda adalah:
Sebelah Utara
: Kec. Muara Badak Kabupaten Kukar
Sebelah Timur
: Kecamatan Anggana dan Sanga-Sanga (Kab. Kukar)
Sebelah Selatan : Kec. Loa Janan Kab. Kutai Kartanegara
Sebelah Barat
: Kec. Muara Badak, Tenggarong Seberang (Kab. Kukar)
(Karunia, 2014).
C. Kerapatan Vegetasi
Kerapatan vegetasi adalah satu aspek yang mempengaruhi karakteristik
vegetasi dalam citra. Kerapatan vegetasi umumnya diwujudkan dalam bentuk
persentase untuk mengetahui tingkat suatu kerapatan vegetasi. (Siti Imami,
1998 dalam Aftriana, 2013) telah mengadakan penelitian untuk mengetahui
sejauh mana hubungan kerapatan vegetasi terhadap pantulan spektralnya
dengan analisis digital. Pada data Landsat ditemukan korelasi positif sebesar
>0,9 antar indeks vegetasi dengan kerapatan vegetasi hutan daerah penelitian.
Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang ditetapkan terhadap
citra (biasanya pada citra multisaluran) untuk menonjolkan aspek kerapatan
vegetasi ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya
biomassa, Leaf Area Index (LAI), konsentrasi klorofil, dan sebagainya. Secara
praktis, indeks vegetasi ini merupakan suatu transformasi matematis yang
melibatkan beberapa saluran sekaligus, dan menghasilkan citra baru yang lebih
representative dalam menyajikan fenomena vegetasi (Danoedoro, 2012 dalam
Aftriana, 2013).
11
D. Indeks Vegetasi
(Cambell, 2011 dalam hanif, 2013) menjelaskan, Indeks vegetasi
(vegetation index), dianalisa berdasarkan nilai-nilai kecerahan digital, dilakukan
untuk percobaan mengukur biomassa atau vegetatif. Sebuah Indeks vegetasi
terbentuk dari kombinasi dari beberapa nilai spektral dengan menambahkan,
dibagi, atau dikalikan dengan cara yang dirancang untuk menghasilkan nilai
tunggal yang menunjukkan jumlah atau kekuatan vegetasi dalam piksel.
Tingginya nilai dari Indeks vegetasi mengidentifikasi piksel ditutupi oleh
besarnya proporsi vegetasi sehat. Bentuk paling sederhana dari Indeks vegetasi
adalah rasio antara dua nilai digital dari band spektral yang terpisah. Beberapa
rasio band didefinisikan dengan menerapkan pengetahuan tentang perilaku
spektral vegetasi hidup. Rasio band antara pengukuran reflektansi di bagian
terpisah spektrum.
Rasio efektif dalam meningkatkan atau mengungkapkan informasi saat
ada hubungan terbalik antara dua tanggapan spektral dengan biofisik yang sama
fenomena. Jika dua fitur memiliki perilaku spektral yang sama, rasio memberikan
sedikit tambahan informasi, tetapi jika mereka memiliki respon spektral sangat
berbeda, rasio antara dua nilai memberikan nilai tunggal yang singkat
mengungkapkan kontras antara dua reflektansi. Untuk vegetasi hidup, strategi
bias sangat efektif karena hubungan terbalik antara kecerahan vegetasi pada
sinar merah dan inframerah, hal ini menunjukan bahwa ada, penyerapan sinar
merah (R) oleh klorofil dan refleksi yang kuat dari inframerah (IR) radiasi oleh
jaringan mesofil memastikan bahwa nilai-nilai merah dan inframerah akan sangat
berbeda dan rasio IR / R pada tanaman tumbuh aktif akan tinggi. Tanpa ada
vegetasi permukaan, termasuk air terbuka, fitur buatan manusia, tanah kosong,
12
tidak akan menampilkan respon spektral tertentu, dan rasio akan menurun pada
besarannya.
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh
dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal
data
sensor
satelit.
Untuk
pemantauan
vegetasi,
dilakukan
proses
pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal
cahaya inframerah dekat (near infrared).
Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan
cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan
membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut
akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah
perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan
kondisi vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukkan nilai rasio yang tinggi
(minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan kondisi
sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum)
(Suniana, 2008 dalam Hanif, 2013).
Gambar 1. Pola Spektral vegetasi dan air
13
inframerah dekat sedangkan pada sinar merah pantulan vegetasi menurun. Pola
pantulan spektral air menurun pada sinar inframerah dan merah.
Gambar 2. Grafis vegetasi dan tanah
Sumber : (Modifikasi dari Richardson dan Wiegand,1977 dalam Hanif,
2013).
Bila diperhatikan, tampak bahwa feauture space yang dibentuk oleh
saluran inframerah dengan saluran merah menghasilkan sebaran yang lebih
lebar. Terlihat pula piksel-piksel vegetasi ternyata mengelompok pada sudut kiri
atas, lalu piksel-piksel tanah kering berona cerah pada kanan atas, dan pikselpiksel tanah basah berona sangat gelap berdekatan dengan titik asal. Adapun
beberapa jenis Indeks Vegetasi yaitu :
a. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Indeks ini merupakan ukuran yang sehat, vegetasi hijau. Kombinasi
formulasi perbedaan normalisasi dan penggunaan tertinggi penyerapan
dan pantulan daerah klorofil membuatnya kuat atas berbagai kondisi. Hal
ini dapat, bagaimanapun, jenuh dalam kondisi vegetasi yang lebat.
14
Nilai indeks ini berkisar dari -1 sampai 1. Kisaran umum untuk vegetasi
hijau 0,2-0,8.
Sumber : (Rouse, J., R. Haas, J. Schell, and D. Deering. Monitoring
Vegetation Systems in the Great Plains with ERTS. Third ERTS
Symposium, NASA (1973): 309-317 dalam Hanif, 2013).
b. Difference Vegetation Index (DVI)
Indeks ini membedakan antara tanah dan vegetasi, tetapi tidak
memperhitungkan
perbedaan
antara
reflektansi
dan
cahaya
yang
disebabkan oleh efek atmosfer atau bayangan.
Sumber : (Tucker, C. "Red and Photographic Infrared Linear Combinations
for Monitoring Vegetation. Remote Sensing of Environment 8 (1979): 127–
150 dalam Hanif, 2013).
c. Renormalized Difference Vegetation Index (RDVI)
Indeks ini menggunakan perbedaan antara panjang gelombang
dekat-inframerah dan merah, bersama dengan NDVI, untuk menyoroti
vegetasi
sehat. Hal ini tidak sensitif terhadap efek dari geometri tanah dan melihat
matahari.
Sumber : (Roujean, J., and F. Breon. "Estimating PAR Absorbed by
Vegetation from Bidirectional Reflectance Measurements." Remote
Sensing of Environment 51 (1995): 375-384 dalam Hanif, 2013).
d. Simple Ratio (SR)
Rasio sederhana, Indeks ini adalah rasio (1) panjang gelomban
dengan pantulan tertinggi untuk vegetasi dan (2) panjang gelombang
penyerapan klorofil terdalam. Persamaan sederhana mudah dipahami dan
15
efektif atas berbagai kondisi. Seperti dengan NDVI, dapat menjenuhkan di
vegetasi padat.
Sumber : Birth, G., and G. McVey. "Measuring the Color of Growing
Turf with a Reflectance Spectrophotometer." Agronomy Journal 60 (1968):
640-643 dalam Hanif, 2013).
e. Transformed Difference Vegetation Index (TDVI)
Indeks ini berguna untuk memantau tutupan vegetasi di lingkungan
perkotaan. Ini tidak jenuh seperti NDVI dan SAVI.
Sumber : (Bannari, A., H. Asalhi, and P. Teillet. "Transformed
Difference Vegetation Index (TDVI) for Vegetation Cover Mapping" In
Proceedings of the Geoscience and Remote Sensing Symposium,
IGARSS '02, IEEE International, Volume 5 (2002) dalam Hanif, 2013).
f.
WorldView Improved Vegetative Index (WV-VI)
Indeks ini menggunakan WorldView-2 band untuk menghitung
NDVI.
Nilai indeks ini berkisar dari -1 sampai 1. Kisaran umum untuk vegetasi
hijau 0,2-0,8.
g. Infrared Percentage Vegetation Index (IPVI)
Persentasi vegetasi mengunakan inframerah, Indeks ini secara
fungsional sama dengan NDVI, tetapi komputasi lebih cepat. Nilai berkisar
dari 0 ke 1.
16
Sumber : (Crippen, R. "Calculating the Vegetation Index Faster."
Remote Sensing of Environment 34 (1990): 71-73 dalam Hanif).
E. Klasifikasi Citra
Klasifikasi adalah teknik yang digunakan untuk menghilangkan informasi
rinci dari data input untuk menampilkan pola-pola penting atau distribusi spasial
untuk mempermudah interpretasi dan analisis citra sehingga dari citra tersebut
diperoleh informasi yang bermanfaat. Untuk pemetaan tutupan lahan, hasilnya
bisa diperoleh dari proses klasifikasi multispektral citra satelit. Klasifikasi
multispektral sendiri adalah algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi
tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu
nilai spektral.
Klasifikasi multispektral diawali dengan menentukan nilai piksel tiap objek
sebagai sampel. Selanjutnya nilai piksel dari tiap sampel tersebut digunakan
sebagai masukkan dalam proses klasifikasi. Perolehan informasi tutupan lahan
diperoleh berdasarkan warna pada citra, analisis statik dan analisis grafis.
Analisis statik digunakan untuk memperhatikan nilai rata-rata, standar deviasi
dan varian dari tiap kelas sampel yang diambil guna menentukan perbedaan
sampel. Analisis grafis digunakan untuk melihat sebaran-sebaran piksel dalam
suatu kelas.
a. Metode Klasifikasi Terbimbing (Supervised)
Pada metode supervised ini, analis terlebih dulu menetapkan
beberapa training area (daerah contoh) pada citra sebagai kelas lahan
tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah
dalam citra mengenai daerah-daerah tutupan lahan. Nilai-nilai piksel dalam
daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk
mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki nilai-nilai piksel sejenis akan
17
dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi
dalam metode supervised ini analis mengidentifikasi kelas informasi
terlebih dulu yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas spektral
yang mewakili kelas informasi tersebut (Indriasari, 2009 dalam Ayuindra,
2013).
Gambar 3. Cara Kerja Metode Supervised
Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode supervised ini
diantaranya adalah minimun distance dan parallelepiped.
b. Metode Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised)
Cara kerja metode unsupervised ini merupakan kebalikkan dari
metode supervised, dimana nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu
oleh komputer kedalam kelas-kelas spektral menggunakan algoritma
klusterisasi (Indriasari, 2009 dalam Ayuindra, 2013). Dalam metode ini,
diawal proses biasanya analis akan menentukan jumlah kelas (cluster)
yang
akan
dibuat.
Kemudian
setelah
mendapatkan
hasil,
analis
menetapkan kelas-kelas lahan terhadap kelas-kelas spektral yang telah
dikelompokkan oleh komputer. Dari kelas-kelas (cluster) yang dihasilkan,
analis bisa menggabungkan beberapa kelas yang dianggap memiliki
informasi yang sama menjadi satu kelas. Misal class 1, class 2 dan class 3
18
masing-masing adalah sawah, perkebunan dan hutan maka analis bisa
mengelompokkan kelas-kelas tersebut menjadi satu kelas, yaitu kelas
vegetasi. Jadi pada metode unsupervised tidak sepenuhnya tanpa campur
tangan manusia.
Beberapa algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode
unsupervised ini diantaranya adalah K-Means dan ISODATA.
Cara kerja
Algoritma K-Means yaitu :
1) Pusat-pusat Gugusan di tetapkan secara acak.
2) Piksel-piksel akan di tempatkan ke pusat-pusat terdekat.
3) Setiap gugusan berpindah/bergeser ke pusat tengah rataan,semua
pikselnya.
4) Semua pusat gugusan telah stabil, lalu menetapkan jenis-jenis kelas
untuk gugusan spektral.
Sedangkan cara kerja Algoritma ISODATA yaitu :
1) Mengkalkulasikan standar deviasi untuk semua gugusan
2) Menggabungkan gugusan jika pusat-pusatnya berdekatan
3) Membagi gugusan dengan standar deviasi
4) Menghilangkan gugusan yang terlalu kecil
5) Mengklasifikasikan kembali setiap piksel-piksel dan mengulang kembali
6) Berhenti pada iterasi maksimum atau penentuan batas ambang.
7) Menetapkan jenis-jenis kelas untuk gugusan spektral.
19
Gambar 4. Cara Kerja Metode Unsupervised
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Penginderaan
Jauh dan SIG Program Studi Geoinformatika Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda dengan objek pengamatan wilayah Kota Samarinda.
2.
Waktu
Penelitian ini membutuhkan waktu selama 8 (delapan) bulan terhitung
dari bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015, meliputi
penyusunan proposal, pengumpulan data yang dibutuhkan, pengolahan data
dan penyusunan laporan.
B. Alat dan Bahan
1.
Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a.
Laptop
b.
Printer
c.
Kamera
d.
GPS Handheld
e.
Map Source
f.
Software ENVI 4.6.1
g.
Software ArcGIS 10.2
h.
Alat tulis
21
2.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.
Peta Batas Administrasi kota Samarinda Tahun 2011-2031 skala
1:80.000 yang diperoleh dari Dinas Cipta Karya dan Tata Kota
Samarinda.
b.
Citra Landsat path/row 116/60 liputan januari 2002
c.
Citra Landsat path/row 116/60 liputan januari 2008 SLC-OFF
d.
Citra Landsat path/row 116/60 liputan januari 2015
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam kegiatan penelitian ini meliputi:
1.
Persiapan
Tahap persiapan meliputi orientasi objek penelitian, alat dan metode
yang
akan
digunakan,
penyusunan
rencana
kerja
dan
pembimbing serta pengumpulan data-data yang diperlukan.
konsultasi
Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
a.
Data Primer
Data primer dalam penelitian ini yaitu data koordinat titik sampel
yang diambil secara porposif, dalam penelitian digunakan untuk
melakukan pengecekan kebenaran pada hasil pengolahan citra landsat
dengan yang ada di lapangan.
b.
Data Sekunder
Peta batas administrasi Kota Samarinda yang diperoleh dari
Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda, dan citra satelit Landsat
path/row 116/60 tahun perekaman 2002, 2008, dan 2015 melalui situs
www.glovis.usgs.gov.
22
2.
Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data ini dapat dijabarkan secara
lengkap, sebagai berikut:
GAP
FILLING
Citra Landsat
Januari 2008
Citra Landsat
Mei 2008 SLC-
Citra Landsat
2008
Citra Landsat
2002
Citra Landsat
2015
Import Data
Pengolahan citra
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Batas
Administrasi
Kota
Samarinda
Peta Kerapatan Vegetasi
Kota Samarinda Th 2002
Koreksi Radiometrik
Koreksi Geometrik
Cropping Area
Cloud Masking
Transformasi NDVI
Klasifikasi Kerapatan Vegetasi
tidak terawasi (Unsupervised)
Peta Kerapatan Vegetasi
Kota Samarinda Th 2008
Pengambilan
sampel
lapangan
Peta Kerapatan Vegetasi
Kota Samarinda Th 2015
Analisis Perubahan Kerapatan
Vegetasi
Peta Perubahan Kerapatan Vegetasi Kota
Samarinda
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pengolahan Data
23
Adapun penjelasan dari gambar 5. yang berupa diagram alir atau
langkah-langkah proses pengolahan data adalah sebagai berikut:
a.
Sumber Data
Citra yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan citra
satelit Landsat tahun perekaman bulan januari tahun 2002, bulan januari
tahun 2008 dan bulan januari 2015. Pada citra tahun 2008 dilakukan
perbaikan, dimana sejak tahun 2003 satelit Landsat 7 mengalami
kerusakan pada kanal SLC (Scan Line Corecctor). Sebagai akibat
daripada kerusakan yang terjadi, maka pada setiap data Landsat SLCOff terdapat Gap atau bagian yang terlewatkan oleh sapuan sensor).
Untuk memperbaiki Gap tersebut dapat dilakukan dengan cara
memosaik data Landsat SLC-Off dengan satu atau lebih data SLC-Off
atau SLC-On sehingga menghasilkan satu data mosaik yang memuat
informasi dari beberapa tanggal perolehan. Keadaan ini juga banyak
menimbulkan masalah dari sisi keakuratan data yang diinginkan.
b.
Gap Filling
Perbaikan
dalam
pengolahan citra
tahun
2008
dengan
menggunakan software frame and fill yang direkomendasikan oleh
NASA. Citra yang digunakan adalah landsat 7 perekaman bulan januari
tahun 2008 sebagai frame, sebagai filler (pengisi) digunakan landsat 7
tanggal perekaman bulan mei tahun 2008. Proses perbaikan hanya
menutup garis {-} pada citra yang digunakan sebagai frame, dengan
menggunakan citra yang digunakan sebagai filler . Sebaiknya citra yang
digunakan pada tahun yang sama untuk memberikan gambaran atau
kondisi pada tahun tersebut.
24
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1) Awal
a) Extract program yang sudah didownload dan menyimpan di
drive directory (D:). Secara otomatis akan membentuk folder
GAPFILL dan di dalamnya ada folder anchor yang nantinya
akan diisi dengan citra master, folder fill_scene_1 yang
kemudian diisi dengan citra pengisi 1, folder fill_scene_2 yang
kemudian diisi dengan citra pengisi 2, folder fill_scene_3 yang
kemudian diisi dengan citra pengisi 3 dan terakhir folder
Frame_and_Fill_Software.
b)
Double klik file frame_and_fill_win32.exe untuk membuka
program. Terdapat 3 pilihan yang harus dilakukan secara
berurutan, yaitu RE-FRAME, GAP FILL SLC-OFF dan DONE.
2) Tahap Pengerjaan
a) Menu RE-FRAME SLC-OFF
Pada “NUMBER OF FILL SCENES”, isi jumlah citra
pengisinya. Pada “DIRECTORY PATH TO SCENE FOLDERS
” isi lokasi dimana akan menyimpan folder anchor, fill_scene_1,
fill_scene_2 dan fill_scene_3, kemudian “SUBMIT”, tunggu
sampai proses selesai.
b) Menu GAP FILL SLC-OFF
Langkah berikutnya memilih menu “GAP FILL SLCOFF”, kemudian akan muncul list band yang akan diisi gapnya.
Proses ini akan berlangsung cukup lama, Jika yang akan diisi
untuk band-band tertentu saja, misalnya band 3, 2, dan 1 cukup
25
dengan cara klik band 3, band 2 dan band 1 kemudian klik
“SUBMIT”. Namun bila ingin memilih semua band yang akan
diisi gapnya bisa langsung mengklik “ALL BANDS” kemudian
klik “SUMBIT”.
c)
DONE
Apabila
proses
sudah
selesai
secara
otomatis
penamaan pada citra akan berubah menjadi reg_filled.TIF
Semua perubahan dan penambahan file tersebut akan
tersimpan di folder anchor.
c.
Import Data
Langkah pertama dalam pengolahan citra adalah membuka data
atau meng-import data satelit yang akan digunakan ke dalam format
yang sesuai dengan format perangkat lunak yang akan digunakan agar
dapat diolah lebih jauh lagi. Setelah data didapatkan dalam bentuk
WinRar archive (.zip) dilakukan ekstrak data agar dapat dilakukan
proses import. Ekstrak data menghasilkan 8 file data berdasarkan
saluran band dalam format TIFF, kemudian dilakukan import data dan
8 file data saluran band di gabungkan dalam satu file, agar dapat
dilaksanakan prosedur kerja berikutnya.
d.
Koreksi Radiometrik
Koreksi citra merupakan suatu operasi pengkondisian supaya
citra yang digunakan benar-benar memberikan informasi yang akurat
secara geometris dan radiometris. Oleh karena itu, operasi koreksi
disebut
juga
dengan
operasi
prapengolahan
(preprocessing)
26
(Danoedoro, 1996 dalam Rahman 2011). Ada dua koreksi yang
dilakukan yaitu koreksi radiometrik dan koreksi geometri.
Koreksi radiometrik diperlukan atas dua dasar alasan, yaitu untuk
memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai
piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral
obyek yang sebenarnya. Koreksi radiometrik yang ditujukan untuk
memperbaiki kualitas viasul citra berupa pengisian kembali baris yang
kosong karena drop out baris maupun masalah kesalahan awal
pelarikan (scanning start). Baris yang tidak sesuai dengan yang
seharusnya dikoreksi dengan mengambil nilai piksel satu baris di atas
dan di bawahnya, kemudian dirata-ratakan (Guindon, 1984, dalam
Rahman, 2011).
Koreksi radiometrik yang ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel
supaya sesuai dengan yang seharusnya biasanya mempertimbangkan
faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Pada
koreksi ini, diasumsikan bahwa nilai piksel terendah pada suatu
kerangka liputan seharusnya nol, sesuai dengan nilai bit coding sensor.
Apabila nilai terendah piksel pada kerangka liputan tersebut bukan nol,
maka nilai penambah tersebut dipandang sebagai hamburan atmosfer.
Dengan adanya bias tersebut maka diperlukan koreksi untuk
memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya.
Rumus umum koreksi nilai piksel pada setiap scene adalah dengan
mengurangi setiap nilai citra yang akan dikoreksi dengan nilai bias
(Rahman, 2011).
BV terkoreksi = BV asli – bias
27
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Pada bar menu klik Basic Tools -> Band Math, sehingga muncul
jendela Band Math.
2) Pada text box Enter an expression ketikkan bx – bias (misalnya b1 –
58, dimana b1 adalah band input), kemudian klik Add to List, klik OK.
3) Memasukkan saluran yang dimaksud, save output sebagai file,
tentukan direktori dan beri nama smg_rx (r adalah radiometrik dan x
adalah saluran).
4) Lakukan untuk saluran yang lain. Meskipun nilai minimum 0 lakukan
juga Band Math dengan bias 0, sehingga akan terbentuk file saluran
secara terpisah. .
e.
Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik atau biasa juga disebut transformasi
geometrik citra, yang paling mendasar adalah penempatan kembali nilainilai piksel sedemikian rupa, sehingga hasilnya dapat dilihat gambaran
obyek di permukaan bumi yang terekam sensor. Perubahan bentuk
kerangka liputan dari bujur sangkar menjadi jajaran genjang merupakan
hasil dari transformasi ini.
Proses interpolasi nilai spektral selama transformasi geometri
disebut resampling. Interpolasi spasial adalah penentuan hubungan
geometrik antara lokasi piksel pada citra masukan dan peta. Pada
proses ini dibutuhkan beberapa titik kontrol (Ground Control Point/ GCP)
yang dapat diidentifikasi pada citra dan peta. Apabila persamaan
transformasi koordinat diterapkan pada titik-titik kontrol maka diperoleh
residual x dan residual y. Residual adalah penyimpangan posisi titik
28
yang bersangkutan terhadap posisi yang diperoleh melalui transformasi
koordinat yang kemudian dinyatakan sebagai nilai Residual Means
Square Error atau RMS(error).
Tingkat keberhasilan dalam tahap ini biasanya ditentukan
dengan besarnya nilai ambang RMS(error) total, atau yang dikenal
dengan istilah ’sigma’. Menurut ketelitian baku peta nasional Amerika
Serikat (US National Map Standard), nilai sigma citra harus lebih kecil
daripada setengah resolusi spasial citra yang bersangkutan (Eastman,
1997 dalam Rahman, 2011), sehingga rata-rata pergeseran posisi yang
dapat diterima dari hasil koreksi ini nantinya adalah 0,5 x ukuran piksel.
Dalam melakukan transformasi koordinat, terdapat beberapa
macam transformasi polinomial yang satu dengan yang lain memberikan
ketelitian yang berbeda-beda (Jensen, 1996 dalam Rahman, 2011)
yaitu :
1) Transformasi affine, yaitu memerlukan minimal 4 titik kontrol
untuk mengubah posisi geometrik citra sama dengan posisi
geometrik referensi (peta). Transformasi ini lebih sesuai untuk
daerah yang bertopografi relatif datar atau landai.
2) Transformasi orde dua, yang dapat dijalankan minimal dengan 6
titik kontrol (atau 12 parameter), dengan ketelitian yang pada
umumnya lebih akurat dibandingkan dengan transformasi affine.
3) Transformasi orde tiga, yang dapat dijalankan minimal dengan
10 titik kontrol (20 parameter), dan lebih tepat untuk daerah
dengan variasi topografi yang besar.
29
Langkah – langkahnya sebagai berikut :
1) Masukkan data citra landsat yang sudah di koreksi radiometrik
melalui menubar File -> Open Image File lalu pilih data yang
akan digunakan, lalu di load band.
2) Buat Display baru dengan data yang sama.
3) Memasukkan data vektor yang menjadi acuan untuk koreksi
geometrik, melalui menubar utama File -> Open Vector File.
Nama data vektor yang digunakan adalah “adm samarinda.shp”
4) Data vektor yang dipilih akan dikonversikan menjadi .evf (ENVI
Vector), kemudian menyimpan hasil konversi.
5) Setelah di konversi akan muncul jendela seperti dibawah ini,
Select layer, lalu tekan tombol “Load Selected”.
6) Tampilkan Layer vektor pada Display#1
7) Lalu akan muncul tampilan seperti di bawah ini, dan dapat di lihat
pada Display #1 hasil overlay citra satelit dan data vector
8) Untuk melakukan Koreksi Geomatrik maka perlu memilih titik-titik
acuan yang ada di dalam citra. Titik ini nantinya akan dijadikan
referensi dalam koreksi geometrik. Untuk memulai pemilihan
letak titik acuan (GCP) dapat melalu menubar Map ->
Registration -> Select GCPs : Image to Image
9) Pilih Display #1 sebagai Base Image, dan Display #2 sebagai
Warp Image
10) Setelah itu klik titik GCP pada peta Vector di Display #1 dan titik
GCP di Display #2, tepat di pixelnya, dan RMS Errornya harus <
30
1. Pada citra ini peneliti menggunakan 5 GCP, dengan RMS
Error 0,2.
11) Untuk melihat tabel list GCP yang sudah kita masukkan dengan
meng-klik tombol “Show List”.
12) Lalu simpan titik GCP yang sudah kita pilih tadi melalui “File ->
Save GCPs to ASCII”
13) Masukkan nama yang di inginkan untuk output penyimpanan,
klik tombol choose untuk memilih folder penyimpanan.
14) Untuk menyimpan citra hasil koreksi geometrik membuka Option
-> Warpfile
15) Masukkan nama untuk data output, kemudian Save.
f.
Perbaikan Tutupan Awan ( Cloud Masking )
1) Membuka program ENVI 4.6.1
2) Dari menu bar program ENVI, mengklik File -> Open Image File.
Kemudian mencari citra Landsat yang akan di cloud mask.
3) Dari kotak dialog Available Bands List
a) Mengklik tombol RGB
b) Kemudian memilih B3, B2, dan B1, lalu load band.
4) Membuat display baru
a) Dari Available Bands List, mengklik di tombol Display#1,
kemudian mengklik New Display
b) Maka akan muncul display baru
5) Dari Available bands List
a) Pilih tombol Gray Scale
b) Mengklik di Band 4
31
c) Kemudian Load Band. Pastikan bahwa Load Band berada
di Display#2
d) Gambar Gray Scale dari band 4 akan muncul di Display#2
6) Linking Displays
a) Klik Tools pada menu bar Display#2
b) Pilih Link, kemudian memilih Link Display
c) Pada jendela link display memilih Link Size / Position
d) Kemudian di Link Size / Position pilih Display#2
e) Maka Display#1 akan terhubung dengan Display#2
7) Cursor Location window
a) Klik kanan pada Display#2
b) Kemudian memilih Cursor Location / Value
c) Mengarahkan Cursor ke obyek awan, kemudian catat
data Value Maximum awan dan data Value Minimum
awan
8) Membuat mask
a) Dari menu bar ENVI, pilih Basic Tools -> Masking ->
Build Mask
b) Memilih Display#2
c) Klik OK
d) Dari jendela Mask Definition, klik Options -> Import Data
Range
e) Kemudian pastikan hanya band 4 yang terpilih
f) Klik OK
g) Memasukkan Data Maximum Value dan Data Minimum
32
Value yang sudah di catat sebelumnya
9) Tahap akhir Cloud Mask
a) Membuat Display #3 (langkah 4)
b) Load Cloud mask ke Display #3
c) Kemudian hubungkan semua Display (langkah 6)
d) Check apakah semua awan sudah di mask
g. Transformasi NDVI
Nilai indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hasil dari pengolahan citra menggunakan transformasi Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI). Nilai indeks vegetasi ini dihitung
sebagai rasio antara pantulan yang terukur dari band merah (R) dan
band infra-merah (didekati oleh band NIR). Penggunaan kedua band ini
banyak dipilih sebagai parameter indeks vegetasi karena hasil ukuran
dari band ini dipengaruhi oleh penyerapan klorofil, peka terhadap
biomassa vegetasi, serta memudahkan dalam pembedaan antara lahan
bervegetasi, lahan terbuka, dan air.
Band merah dan infa-merah menghasilkan perbedaan yang
maksimum antara vegetasi dan tanah. Nilai-nilai asli yang dihasilkan
NDVI selalu berkisar antara -1 hingga +1 (Danoedoro, 2012) dalam
careca 2014. Rumus dari NDVI ini adalah
NDVI =(NIR - RED)
(NIR + RED)
Keterangan :
NIR : band near infrared (band 4 pada Landsat TM)
RED : band red (sinar merah yaitu band 3 pada Landsat TM)
33
Langkah-langkah Transformasi NDVI menggunakan ENVI adalah
sebagai berikut:
1) Membuka Citra Landsat 7 yang sudah direktifikasi
2) Langkah selanjutnya adalah NDVI menggunakan Basic Tools ->
Band Math
3) Kemudian Add to List -> OK. Akan muncul kotak dialog,
memasukkan variable used in expresion sesuai dengan band B4
untuk Band 4, B3 untuk Band 3 kemudian beri nama file pada
output file
4) Memasukkan formula untuk NDVI citra Landsat 7 yaitu (float(B4)float(B3))/(float(B4)+float(B3))
5) Setelah berhasil akan muncul file pada kotak dialog. Untuk
melihat apakah sudah NDVI dengan Klik Kanan pada File ->
Quick Stats
6) Kemudian simpan dalam format ENVI
7) Mengulangi langkah – langkah 1 sampai 4 untuk citra Landsat 8
(untuk citra landsat 8 band yang di gunakan adalah band 5 dan
band 4)
h.
Klasifikasi Kerapatan Vegetasi
Dalam penelitian ini, metode klasifikasi yang digunakan yaitu
metode klasifikasi tak terbimbing atau tak terawasi (Unsupervised
Classification). Di mana nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu
oleh komputer kedalam kelas-kelas spektral menggunakan algoritma
klusterisasi (Indriasari, 2009).
Kemudian setelah mendapatkan hasil,
34
analis menetapkan kelas-kelas lahan terhadap kelas-kelas spektral yang
telah dikelompokkan oleh komputer.
Langkah-langkah klasifikasi menggunakan ENVI adalah sebagai
berikut:
1) Membuka Program ENVI 4.6.1
2) Pada menu bar memilih Classification - > Unsupervised
3) Kemudian Memilih ISODATA atau K – MEAN
4) Lalu memilih citra hasil transformasi NDVI - > OK
5) Secara otomatis komputer akan membaginya dalam beberapa
class
6) Menyimpan hasil klasifikasi dalam format yang bisa di buka
dalam ArcMap 10.2
7) Kemudian membuka ArcMap 10.2. dan pilih citra hasil klasifikasi
8) Mengklik kanan pada citra -> properties -> symbology
9) Kemudian memilih unique values -> OK
10) Simpan hasil pengolahan ke dalam format ArcMap
e.
Sampel
Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah menggunakan
teknik pengambilan sampel wilayah.
Teknik sampel wilayah dalam
penelitian ini di gunakan untuk mengidentifikasi kelas kerapatan di kota
Samarinda.
f. Layout Citra Hasil Klasifikasi
Layout citra dilakukan menggunakan software ArcMap 10.2.
Membuka hasil dari klasifikasi kerapatan vegetasi yg sudah di simpan
dalam format ArcGIS.
35
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1) Buka file hasil klasifikasi yang disimpan dalam format Arcgis.
2) Klik Layout View, Akan muncul tampilan kertas layout di mana
garis hitam paling luar merupakan batas kertas dan garis hitam
yang kedua merupakan batas peta yang akan di-layout.
3) Kemudian mengklik menu File -> Page and Print Setup, memilih
jenis print yang akan digunakan pada dialog box Printer Setup ->
Name. Pada Paper, dialog box Size pilih sesuai ukuran yang
digunakan dan pilih Landscape. Beri tanda contreng pada Scale
Map Elements proportionally to changes in Page Size, klik OK.
4) Atur skala peta agar sesuai dengan ukuran kertas.
5) Membuat grid geografis peta. Mengklik kanan pada area peta ->
Properties -> klik Grids pada Data Frame properties -> New Grid.
Akan muncul jendela dialog Grids and Graticules Wizard,
kemudian pilih sesuai keinginan -> Finish -> OK.
6) Membuat grid UTM peta. Klik kanan pada area peta ? Properties
? klik Grids pada Data Frame properties ? New Grid. Akan
muncul jendela dialog Grids and Graticules Wizard, atur tampilan
gridnya ? Finish ? OK.
7) Memberi judul peta. Klik menu Insert ? Title.
8) Memberi simbol mata angin pada peta dengan mengklik menu
Insert ? North Arrow.
9) Memberi skala peta dengan mengklik menu Insert kemudian pilih
Scale text untuk skala teks dan Scale Bar untuk skala bar.
36
10) Memberi keterangan peta dengan mengklik menu Insert ?
Legend.
11) Buat peta kunci dengan mengklik menu Insert ? Data Frame.
12) Masukkan sumber data serta pembuat peta dan instansi terkait
dengan mengklik menu Insert ? Text.
13) Terakhir beri bingkai dengan mengklik menu Insert ? Neatline.
14) Simpan dengan mengklik menu File ? Save.
15) simpan dalam format lain untuk memudahkan membuka misalnya
dalam format JPEG dan PDF dengan mengklik menu File ?
Export Map.
Gambar 6.
Contoh Gambar Peta yang Sudah Jadi dan Diekspor
Dalam Format JPEG.
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Hasil dari penelitian ini adalah peta kerapatan vegetasi yang berbeda
tahun agar bisa di ketahui tingkat perubahan kerapatan vegetasi di suatu
wilayah. Kelas kerapatan vegetasi di Kota Samarinda dari hasil pengolahan citra
satelit Landsat menghasilkan 4 kelas kerapatan vegetasi yaitu sangat rapat,
rapat, cukup rapat, tidak rapat dengan nilai kisaran NDVI (Indeks Vegetasi).
Secara lengkap hasil penelitian dapat di lihat pada tabel 4.
Tabel 4. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008, dan 2015
Di Kota Samarinda
Tahun
Sangat
Rapat (Ha)
Rapat
(Ha)
Cukup
Rapat (Ha)
2002
2008
2015
9.656
17.418
15.677
32.077
20.542
23.507
11.953
11.024
11.053
Tidak
Rapat
(Ha)
6.163
7.389
7.058
Tidak
Bervegetasi
(Ha)
11.913
15.411
14.489
Luas
Total
(Ha)
71.762
71.784
71.784
Adapun uraian pada tabel 4. adalah sebagai berikut :
1.
Tingkat Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Tahun 2002
Citra satelit yang digunakan untuk analisis kerapatan vegetasi Kota
Samarinda tahun 2002 adalah citra landsat 7 TM yang mempunyai resolusi
spasial 15 meter. Waktu pengambilan citra tahun 2002 adalah tanggal 13
Januari 2002 dan Path/Row: 160/60.
Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit tahun 2002,
dihasilkan nilai NDVI minimum = -0.55, dan nilai NDVI maksimal = 0.47.
Standart dalam penentuan klasifikasi indeks vegetasi dalam penelitian ini
adalah transformasi nilai spektral dari citra satelit yang sudah di formulasikan
melalui NDVI, dikenal dengan histogram.
38
Berdasarkan klasifikasi unsupervised dihasilkan lima kelas kerapatan
vegetasi dimana untuk mengetahui kelas-kelas tersebut di perlukan sampel.
Tabel 5. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian
No
1
2
3
4
5
Kelas
NDVI
Kelas
Kelas
Kelas
Kelas
Kelas
Klasifikasi Kerapatan
Vegetasi
1
2
3
4
5
Tidak Bervegetasi
Tidak Rapat
Cukup Rapat
Rapat
Sangat Rapat
Jenis Penggunaan Lahan
Air, Awan, Lahan kosong,
Bangunan,
rumput, pekarangan
semak belukar, sawah
Perkebunan,Kebun campuran
Hutan sekunder
Adapun sebaran kerapatan vegetasi di Kota Samarinda tahun 2002
diuraikan sebagai berikut :
a. Kategori Sangat Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi di Kota Samarinda Kategori sangat
rapat mempunyai luasan 9.656 hektar. Pada peta NDVI Kategori sangat
rapat disimbolkan dengan warna hijau tua yang sebagian besar berada
di sekitar Kecamatan Palaran, dan Kecamatan Sungai Kunjang.
Vegetasi sangat rapat menunjukkan keragaman tipe-tipe pohon yang
ada dan cenderung mengelompok atau menggerombol dengan pola
yang teratur maupun acak yang tersebar di daerah Kecamatan Palaran
dan Sungai Kunjang.
b. Kategori Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi kategori rapat mempunyai luasan
32.077 hektar. Kategori ini tersebar merata di seluruh Kecamatan Kota
Samarinda. Peta NDVI Kategori rapat disimbolkan dengan warna hijau
pekat.
Berdasarkan interpretasi dan cek lapangan sebagian besar
tutupan lahannya yaitu berupa semak belukar, dan perkebunan.
Kategori ini tersebar merata di kawasan penelitian.
39
c. Kategori Cukup Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi kategori cukup rapat mempunyai
luasan 11.953 hektar.
Peta NDVI Kategori cukup rapat disimbolkan
dengan warna hijau muda cerah, kategori ini tersebar hampir di seluruh
Kecamatan di Kota Samarinda. Kategori cukup rapat ini berupa semak
belukar dan lahan yang sedikit ditumbuhi pohon yang menunjukkan
bahwa kepadatan vegetasinya lebih jarang dan lebih pendek.
d. Kategori Tidak Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai
luasan 6.163 hektar.
Peta NDVI kategori tidak rapat disimbolkan
dengan orange, kategori ini berupa rerumputan, sawah, dan pekarangan
yang menyebar merata di Kota Samarinda. Kategori tidak rapat ini
berada di daerah perkotaan dan permukiman penduduk.
e. Kategori Tidak Bervegetasi
Tingkat kerapatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai
luasan 11.913 hektar. Peta NDVI kategori tidak bervegetasi disimbolkan
dengan warna biru tua. Penggunaan lahan pada kategori tidak
bervegetasi ini berupa perairan, awan, bangunan dan lahan Kosong.
2.
Tingkat Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Tahun 2008
Citra satelit yang digunakan untuk analisis kerapatan vegetasi Kota
Samarinda tahun 2008 adalah citra landsat 7 TM yang mempunyai resolusi
spasial 30 meter. Waktu pengambilan citra tahun 2008 adalah tanggal 30
Januari 2008 dan Path/Row: 160/60.
Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit tahun 2008,
dihasilkan nilai NDVI minimum = -0.97, nilai dan NDVI maksimal = 0.98.
40
Standart dalam penentuan klasifikasi indeks vegetasi dalam penelitian ini
adalah transformasi nilai spektral dari citra satelit yang sudah di
formulasikan melalui NDVI, dikenal dengan histogram.
Berdasarkan
klasifikasi
unsupervised
dihasilkan
lima
kelas
kerapatan vegetasi dimana untuk mengetahui kelas-kelas tersebut di
perlukan sampel.
Tabel 6. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian
No
1
2
3
4
5
Kelas
NDVI
Kelas
Kelas
Kelas
Kelas
Kelas
1
2
3
4
5
Klasifikasi Kerapatan
Vegetasi
Tidak Bervegetasi
Tidak Rapat
Cukup Rapat
Rapat
Sangat Rapat
Jenis Penggunaan Lahan
Air, Awan, Lahan kosong,
Bangunan,
rumput, sawah
semak belukar
Perkebunan,Kebun campuran
Hutan sekunder
Adapun sebaran kerapatan vegetasi di Kota Samarinda tahun 2008
diuraikan sebagai berikut :
a. Kategori Sangat Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi di Kota Samarinda Kategori sangat
rapat mempunyai luasan 17.418 hektar. Pada peta NDVI Kategori
sangat rapat disimbolkan dengan warna hijau tua yang sebagian besar
berada di sekitar Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Utara dan
Sambutan. Vegetasi sangat rapat menunjukkan keragaman tipe-tipe
pohon yang ada dan cenderung mengelompok atau menggerombol
dengan pola yang teratur maupun acak.
b. Kategori Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi kategori rapat mempunyai luasan
20.542 hektar. Kategori ini tersebar merata di seluruh Kecamatan di
Kota Samarinda. Peta NDVI Kategori rapat disimbolkan dengan warna
41
hijau pekat. Berdasarkan interpretasi dan cek lapangan sebagian besar
tutupan lahannya yaitu berupa semak belukar, dan perkebunan.
Kategori ini tersebar merata di kawasan penelitian.
c. Kategori Cukup Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi kategori cukup rapat mempunyai
luasan 11.024 hektar. Peta NDVI Kategori cukup rapat disimbolkan
dengan warna hijau muda cerah. Kategori ini tersebar hampir di seluruh
Kecamatan di Kota Samarinda. Kategori cukup rapat ini berupa semak
belukar dan lahan yang sedikit ditumbuhi pohon yang menunjukkan
bahwa kepadatan vegetasinya lebih jarang dan lebih pendek.
d. Kategori Tidak Rapat
Tingkat kepatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan
7.389 hektar. Peta NDVI kategori tidak rapat disimbolkan dengan
orange, kategori ini tersebar di Kota Samarinda yaitu berupa
rerumputan, sawah, dan lahan pekarangan menyebar merata di Kota
Samarinda. Kategori tidak rapat ini berada di daerah perkotaan dan
permukiman penduduk.
e. Kategori Tidak Bervegetasi
Tingkat kepatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan
15.411 hektar. Peta NDVI kategori tidak bervegetasi disimbolkan
dengan warna biru tua. Penggunaan lahan pada kategori tidak
bervegetasi ini berupa perairan, awan, bangunan dan lahan Kosong.
3.
Tingkat Kerapatan Vegetasi Kota Samarinda Tahun 2015
Citra satelit yang digunakan untuk analisis kerapatan vegetasi Kota
Samarinda tahun 2015 adalah citra landsat 8 TM yang mempunyai resolusi
42
spasial 30 meter. Waktu pengambilan citra tahun 2015 adalah tanggal 25
Januari 2015 dengan Path/Row: 160/60.
Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit tahun 2015,
dihasilkan nilai NDVI minimum = -0.30, nilai dan NDVI maksimal = 0.61.
Standart dalam penentuan klasifikasi indeks vegetasi dalam penelitian ini
adalah transformasi nilai spektral dari citra satelit yang sudah di formulasikan
melalui NDVI, dikenal dengan histogram.
Berdasarkan klasifikasi unsupervised dihasilkan lima kelas kerapatan
vegetasi dimana untuk mengetahui kelas-kelas tersebut di perlukan sampel.
Tabel 7. Klasifikasi NDVI Wilayah Penelitian
No
1
2
3
4
5
Kelas
NDVI
Kelas
Kelas
Kelas
Kelas
Kelas
1
2
3
4
5
Klasifikasi Kerapatan
Vegetasi
Tidak Bervegetasi
Tidak Rapat
Cukup Rapat
Rapat
Sangat Rapat
Jenis Penggunaan Lahan
Air, Awan, Lahan kosong,
Bangunan,
rumput, sawah
semak belukar
Perkebunan,Kebun campuran
Hutan sekunder
Adapun sebaran kerapatan vegetasi di Kota Samarinda tahun 2015
diuraikan sebagai berikut :
a. Kategori Sangat Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi di Kota Samarinda Kategori sangat
rapat mempunyai luasan 15.677 hektar.
Pada peta NDVI Kategori
sangat rapat disimbolkan dengan warna hijau tua, vegetasi sangat rapat
menunjukkan keragaman tipe-tipe pohon yang ada dan cenderung
mengelompok atau menggerombol dengan pola yang teratur maupun
acak yang tersebar merata di daerah Kota Samarinda.
43
b. Kategori Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi kategori rapat mempunyai luasan
23.507 hektar. Kategori ini tersebar merata di seluruh Kota Samarinda.
Peta NDVI Kategori rapat disimbolkan dengan warna hijau pekat.
Berdasarkan interpretasi dan cek lapangan diketahui bahwa sebagian
besar tutupan lahannya yaitu berupa semak belukar, dan perkebunan.
Kategori ini tersebar merata di kawasan penelitian.
c. Kategori Cukup Rapat
Tingkat kerapatan vegetasi kategori cukup rapat mempunyai
luasan 11.053 hektar. Peta NDVI Kategori cukup rapat disimbolkan
dengan warna hijau muda cerah.
Kategori ini tersebar di seluruh
Kecamatan di Kota Samarinda. Kategori cukup rapat ini berupa semak
belukar dan lahan yang sedikit ditumbuhi pohon yang menunjukkan
bahwa kepadatan vegetasinya lebih jarang dan lebih pendek.
d. Kategori Tidak Rapat
Tingkat kepatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai luasan
7.058 hektar.
Peta NDVI kategori tidak rapat disimbolkan dengan
orange, kategori ini tersebar di Kota Samarinda yaitu berupa
rerumputan, sawah, dan lahan pekarangan menyebar merata di Kota
Samarinda. Kategori tidak rapat ini berada di daerah perkotaan dan
permukiman penduduk.
e. Kategori Tidak Bervegetasi
Tingkat kerapatan vegetasi kategori tidak rapat mempunyai
luasan 14.489 hektar. Peta NDVI kategori tidak bervegetasi disimbolkan
44
dengan warna biru tua.
Penggunaan lahan pada kategori tidak
bervegetasi ini berupa perairan, awan, bangunan dan lahan Kosong.
4.
Perubahan Kerapatan Vegetasi di Kota Samarinda Tahun 2002, 2008,
dan 2015
a. Sangat Rapat
Kelas indeks vegetasi dapat dikatagorikan sangat rapat apabila
seluruh permukaan tanah ditumbuhi vegetasi yang lebat dan banyak
pohon pelindung yang antar kanopi saling bersentuhan sehingga
menghalangi sinar matahari ke permukaan tanah, sebagian besar
tenaga matahari terpantulkan lagi ke atas oleh karena kerapatan
vegetasi pelindung. Dalam katagori sangat rapat tidak dijumpai adanya
bangunan sama sekali (Aftriana, 2013). Luasan kelas kerapatan
vegetasi sangat rapat tahun 2002 adalah 9.656 Ha, tahun 2008 adalah
17.418 Ha, dan tahun 2015 adalah 15.677 Ha.
b. Kelas Rapat
Kelas indeks vegetasi dapat dikatagorikan rapat apabila
permukaan tanah sebagian besar masih banyak tertutup oleh tumbuhan
lebat dan cukup banyak pohon pelindung yang antar kanopi ada yang
saling bersentuhan dan ada yang tidak bersentuhan, sehingga
memungkinkan dijumpai bangunan namun dengan kualitas yang sangat
jarang (Aftriana, 2013). Luasan kelas kerapatan vegetasi rapat tahun
2002 adalah 32.077 Ha, tahun 2008 adalah 20.542 Ha, dan tahun 2015
adalah 23.507 Ha.
c. Kelas Cukup Rapat
Kelas indeks vegetasi dapat dikategorikan cukup rapat apabila
penggunaan lahanya masih didominasi oleh tumbuhan dari pada
45
jumlah bangunan disuatu wilayah dengan jarak antar tanaman masih
berdekatan.
Selain
tumbuhan
disekitar
permukiman
yang
mendominasi, tumbuhan kecil/tumbuhan ternak masuk kedalam
kategori ini, karena dalam kategori ini unsur kehijauan masih
mendominasi dari pada permukiman/lahan terbuka kosong (Aftriana,
2013).
Luasan kelas kerapatan vegetasi Cukup rapat tahun 2002
adalah 11.953 Ha, tahun 2008 adalah 11.024 Ha, dan tahun 2015
adalah 11.053 Ha.
d. Kelas Tidak Rapat
Kelas indeks vegetasi dikatagorikan tidak rapat apabila kondisi
permukaan tanah sudah terdapat banyak bangunan, sebagian besar
lahan terbuka atau tidak berumput, sebagian besar lahan adalah
bangunan, hanya terdapat sedikit pohon pelindung, sehingga sebagian
besar sinar matahari mengenai muka tanah yang tidak bervegetasi
(Aftriana, 2013). Luasan kelas kerapatan vegetasi tidak rapat tahun
2002 adalah 6.163 Ha, tahun 2008 adalah 7.389 Ha, dan tahun 2015
adalah 7.058 Ha.
e. Kelas Tidak Bervegetasi
Kelas indeks vegetasi dikatagorikan tidak bervegetasi apabila
kondisi lahannya berupa perairain, bangunan, awan dan lahan kosong.
Luasan kelas tidak bervegetasi tahun 2002 adalah 11.913 Ha, tahun
2008 adalah 15.411 Ha, dan tahun 2015 adalah 14.489 Ha.
45
Tabel 8. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Tahun 2002, 2008, dan 2015 Di Kota Samarinda
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
Kecamatan
Samarinda Ilir
Samarinda
Kota
Samarinda
Seberang
Samarinda Ulu
Samarinda
Utara
Sungai Pinang
Sungai
Kunjang
Sambutan
Palaran
Loajanan ilir
Jumlah
Sangat Rapat
(ha)
Rapat
(ha)
Cukup Rapat
(ha)
Tidak Rapat
(ha)
Tidak Bervegetasi
(ha)
2002
7.31
2008
9.27
2015
52.29
2002
64.03
2008
30.42
2015
75.15
2002
61.58
2008
44.73
2015
36.81
2002
41.98
2008
47.70
2015
38.43
2002
259.60
2008
304.83
2015
234.37
0.27
0.27
3.51
1.48
1.44
5.94
3.24
4.23
10.08
7.89
9.72
23.58
283.16
282.60
255.15
38.74
30.06
88.11
127.14
82.26
144.27
101.61
99.99
104.67
107.61
99.72
116.28
389.90
457.92
316.62
682.38
2.228
2.006
2.175
700.47
1.044
597.44
377.55
504.18
444.84
361.62
429.30
1.087
1.327
1.011
1.650
8.983
3.963
12.126
4.530
9.525
4.621
3.003
4.560
1.946
2.368
2.293
2.125
3.553
2.097
179.21
773.64
458.73
1.597
646.02
910.08
633.71
469.71
583.02
325.37
455.85
489.87
729.09
1.129
1.032
1.641
1.355
2.024
2.470
2.174
1.477
799.31
974.34
886.41
528.95
617.94
702.18
1.261
1.580
1.611
714.71
2.270
2.309
3.881
2.636
2.979
1.827
1.330
1.390
961.47
944.37
793.17
1.040
1.243
954.54
4.275
1.387
4.080
8.529
8.802
6.593
2.778
4.190
2.507
1.491
2.139
1.740
1.606
2.170
3.767
506.16
9.694
373.14
17.409
678.42
15.636
1.604
32.574
909.45
20.512
712.26
23.465
494.64
11.917
502.92
10.996
432.45
11.014
275.96
6.131
311.94
7.355
395.37
7.021
474.39
9.255
721.44
12.768
600.39
11.879
46
Adapun uraian pada tabel 8. adalah sebagai berikut :
5.
Perubahan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan di Kota Samarinda
Tahun 2002, 2008, dan 2015
a. Sangat Rapat
Luasan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat per kecamatan
tahun 2002 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 4.275
Ha, dan vegetasi sangat rapat yang terendah berada di kecamatan
samarinda kota yaitu sebesar 0.27 Ha, tahun 2008 yang terbanyak
berada di kecamatan samarinda utara sebesar 8.983 Ha, dan vegetasi
sangat rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu
sebesar 0.27 Ha, dan tahun 2015 yang terbanyak berada di kecamatan
palaran sebesar 4.080 Ha, dan vegetasi sangat rapat yang terendah
berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 3.51 Ha
b. Kelas Rapat
Luasan kelas kerapatan vegetasi rapat per kecamatan tahun
2002 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar 8.529 Ha,
dan vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota
yaitu sebesar 1.48 Ha, tahun 2008 yang terbanyak berada di kecamatan
palaran sebesar 8.802 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di
kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 1.44 Ha, dan tahun 2015 yang
terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 9.525 Ha, dan
vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu
sebesar 5.94 Ha.
c. Kelas Cukup Rapat
Luasan kelas kerapatan vegetasi cukup rapat per kecamatan
tahun 2002 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara
47
sebesar 4.621 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di
kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 3.24 Ha, tahun 2008 yang
terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar
4.190 Ha, dan
vegetasi cukup rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda
kota yaitu sebesar 4.23 Ha, dan tahun 2015 yang terbanyak berada di
kecamatan samarinda utara sebesar 4.560 Ha, dan vegetasi cukup
rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar
10.08 Ha.
d. Kelas Tidak Rapat
Luasan kelas kerapatan vegetasi tidak rapat per kecamatan
tahun 2002 yang terbanyak berada di kecamatan samarinda utara
sebesar 1.946 Ha, dan vegetasi rapat yang terendah berada di
kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 7.89 Ha, tahun 2008 yang
terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar
2.368 Ha, dan
vegetasi tidak rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota
yaitu sebesar 9.72 Ha, dan tahun 2015 yang terbanyak berada di
kecamatan samarinda utara sebesar 2.293 Ha, dan vegetasi tidak rapat
yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar
23.58 Ha.
e. Kelas Tidak Bervegetasi
Luasan kelas tidak bervegetasi per kecamatan tahun 2002 yang
terbanyak berada di kecamatan samarinda utara sebesar 2.125 Ha, dan
vegetasi rapat yang terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu
sebesar 282.60 Ha, tahun 2008 yang terbanyak berada di kecamatan
samarinda utara sebesar
3.553 Ha, dan tidak bervegetasi yang
terendah berada di kecamatan samarinda kota yaitu sebesar 282.60 Ha,
48
dan tahun 2015 yang terbanyak berada di kecamatan palaran sebesar
3.767 Ha, dan tidak bervegetasi yang terendah berada di kecamatan
samarinda ilir yaitu sebesar 234.37 Ha.
B. PEMBAHASAN
Hasil Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Di Kota Samarinda Tahun
2002, 2008, dan 2015
Hasil interpretasi dan analisis data yang telah dilakukan diatas dapat
dilihat perubahan tiap kelas kerapatan vegetasi di Kota Samarinda, perubahan
kerapatan vegetasi dengan klasifikasi sangat rapat selama kurun waktu tahun
2002-2015 terjadi perubahan kerapatan vegetasi dengan grafik meningkat tahun
2008 dan mengalami penurunan pada tahun 2015. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, perubahan alih fungsi penggunaan lahan hutan banyak di pengaruhi
oleh aktifitas pertambangan dan perkembangan lahan permukiman.
Perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi rapat selama kurun
waktu tahun 2002-2015 telah terjadi perubahan kerapatan vegetasi dengan grafik
menurun tahun 2008 dan mengalami
peningkatan
pada
tahun
2015.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, perubahan alih fungsi penggunaan lahan
di pengaruhi oleh aktifitas kebun campuran, perkebunan dan pemukiman.
Perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi cukup rapat selama
kurun waktu tahun 2002-2015 perubahan kerapatan vegetasinya cukup stabil.
Perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi tidak rapat selama
kurun waktu tahun 2002-2015
terjadi perubahan kerapatan vegetasi dengan
grafik meningkat pada tahun 2008 dan grafik menurun pada tahun 2015.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, perubahan alih fungsi penggunaan lahan
menjadi sawah, tumbuhan ternak dijadikan permukiman penduduk, dan kawasan
industri.
49
Perubahan kerapatan vegetasi dengan klasifikasi tidak bervegetasi
selama kurun waktu tahun 2002-2015 telah terjadi perubahan kerapatan vegetasi
dengan grafik peningkatan tahun 2008 dan menurun pada tahun 2015 Kondisi
perubahan ini di pengaruhi adanya pertambangan dan perluasan pembangunan
Pemanfaatan penggunaan lahan sebagai area terbangun dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk di Kota Samarinda yang tiap tahunnya
meningkat. Hal ini menyebabkan penggunaan lahan sebagai area terbangun
semakin mendesak di Kota Samarinda.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari proses dan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.
Tingkat kerapatan vegetasi yang dihasilkan dari pengolahan citra tahun 2002
mempunyai luasan kerapatan vegetasi sangat rapat 9.656 hektar, vegetasi
rapat sebesar 32.077 hektar, vegetasi cukup rapat sebesar 11.953 hektar,
vegetasi tidak rapat sebesar 6.163 hektar, dan yang tidak bervegetasi
memiliki luasan sebesar 11.913 hektar.
2.
Tingkat kerapatan vegetasi yang dihasilkan dari pengolahan citra tahun 2008
mempunyai luasan kerapatan vegetasi sangat rapat 17.418 hektar, vegetasi
rapat sebesar 20.542 hektar, vegetasi cukup rapat sebesar 11.024 hektar,
vegetasi tidak rapat sebesar 7.389 hektar, dan yang tidak bervegetasi
memiliki luasan sebesar 15.411 hektar.
3.
Tingkat kerapatan vegetasi yang dihasilkan dari pengolahan citra tahun 2015
mempunyai luasan kerapatan vegetasi sangat rapat 15.677 hektar, vegetasi
rapat sebesar 23.507 hektar, vegetasi cukup rapat sebesar 11.053 hektar,
vegetasi tidak rapat sebesar 7.058 hektar, dan yang tidak bervegetasi
memiliki luasan sebesar 14.489 hektar.
4.
Hasil analisis data pengolahan kerapatan vegetasi (NDVI) pada citra Landsat
ditemukan perubahan yang signifikan pada kerapatan sangat rapat antara
tahun 2002 sampai tahun 2008.
Perubahan terlihat jelas pada luasan
kerapatan vegetasi sangat rapat tahun 2002 sebesar 9.656 Ha, tahun 2008
sebesar 17.418 Ha.
51
5.
Hasil analisis data pengolahan kerapatan vegetasi per kecamatan di kota
samarinda menunjukkan dari tahun 2002-2015 kecamatan samarinda kota
dan samarinda ilir memiliki vegetasi yang sedikit dibandingkan dengan yang
tidak bervegetasinya, sedangkan yang memiliki vegetasi paling banyak
adalah kecamatan samarinda utara dan kecamatan palaran.
B. Saran
Adapun saran ataupun masukan yang dapat diberikan antara lain:
1.
Diharapkan dalam penelitian selanjutnya mengenai kerapatan vegetasi di
Kota Samarinda menggunakan data citra yang mempunyai resolusi tinggi,
dan sedikit gangguan awan. Sehingga diperoleh data yang lebih akurat dan
lebih baik.
2.
Diharapkan kepada pemerintah dan masyarakat melakukan reboisasi,
memanfaatkan
pekarangan
melestarikan vegetasi.
rumah
dengan ditanami vegetasi, dan
DAFTAR PUSTAKA
Aftriana, Virma Careca. 2013. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Kota
Semarang Menggunakan Bantuan Teknologi Penginderaan Jauh.
Ayuindra, Meylia. 2013. Analisa Tutupan Lahan Menggunakan Klasifikas
Supervised dan Unsupervised.
Ashazy, Anggi Agnezia dan Cahyono, Budi Agung. 2008. Analisis Indeks
Vegetasi Menggunakan Citra Satelit FORMOSAT-2 Di Daerah
Perkotaan (Studi Kasus: Surabaya Timur).
Aqsar, El Zeihan. 2009. Hubungan Ketinggian dan Kelerengan Dengan Tingkat
Kerapatan Vegetasi menggunakan Sistem Informasi Geografis di Taman
Nasional Gunung Leuser.
Exelis. 2014. ENVI Classic Tutorial Classification Methods.
Faisal, Ahmad dan Amran, Anshar Muhammad. 2005. Model Transformasi
Indeks Vegetasi Yang Efektif Untuk Kerapatan Mangrove Rhizophora
Mucronata.
Febrianti, Nur dan Sofan, Parwati. 2014. Ruang Terbuka Hijau Di DKI Jakarta
Berdasarkan Analisis Spasial Dan Spektral Data Landsat 8.
Hanif, Muhammad. 2013. Beberapa Jenis Indeks Vegetasi Dalam Aplikasi
Penginderaan Jauh.
Karunia, Annisa. 2014. Pemetaan Perubahan Luas Tutupan Lahan Di Kota
Samarinda Menggunakan Citra satelit Landsat.
Pamuji, Dwi Teguh. 2013. Sistem Informasi Geografi (SIG) Pemetaan Hutan
Menurut Klasifikasi Sebagai Potensi Hutan Lindung Di Kabupaten Blora.
Rahman, Abdur. 2011. Modul Ajar Pengolahan Citra Digital Dan Aplikasinya
Dengan Menggunakan ENVI 4.4.
Sudiana, Dodi dan Diasmara, Elfa.
2008.
Analisis Indeks Vegetasi
Menggunakan Data Satelit NOAA/AVHRR dan TERRA/AQUA-MODIS.
Wibowo, Adhi dan Wikantika, Ketut. 2005. Deteksi Perubahan Vegetasi Di
Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur.
Witoko, Arif dkk. 2014. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Hutan Jati
Dengan Metode Indeks Vegetasi NDVI (Studi Kasus : Kawasan KPH
Randublatung Blora).
54
Gambar 7. Histogram Citra Landsat Tahun 2002
55
Gambar 8. Histogram Citra Landsat Tahun 2008
56
Gambar 9. Histogram Citra Landsat Tahun 2015
57
Tabel 9.
Data Tabel Titik Sampel Klasifikasi
Samarinda
Koordinat
kelas klasifikasi
X
Y
Kelas 1
516030
9943756
513697
9942743
Kelas 2
513059
9943015
516025
9943664
kelas 3
515295
9941036
515630
9943799
kelas 4
514109
9940907
513596
9941507
kelas 5
513512
9941498
514062
9940626
Kerapatan Vegetasi Kota
hasil cek lapangan
bangunan
bangunan
rumput
rumput
sawah
semak belukar
Perkebunan
Kebun Campuran
hutan sekunder
hutan sekunder
59
Tabel 10. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Di Kota
Samarinda Tahun 2002
No
Sangat
Cukup Tidak
Tidak
Jumlah
Rapat
Rapat
Rapat Rapat Bervegetasi Bervegetasi
(Ha)
Kecamatan
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
2002
1.
Samarinda
Ilir
Samarinda
Kota
Samarinda
Seberang
2002
2002
2002
2002
7,31
64,03
61,58
41,98
259,60
0,27
1,48
3,24
7,89
283,16
38,74
127,14
101,61
107,61
389,90
682,38
2.175
597,44
444,84
1.087
1.650
12.126
4.621
1.946
2.125
179,21
1.597
633,71
325,37
729,09
1.641
2.470
799,31
528,95
1.261
714,71
3.881
1.827
961,47
1.040
4.275
8.529
2.778
1.491
1.606
10. Loajanan ilir
506,16
1.604
494,64
275,96
474,39
Jumlah
9.694
32.574
11.917
6.131
9.255
2.
3.
4.
5.
6.
Samarinda
Ulu
Samarinda
Utara
Sungai
Pinang
7.
Sungai
Kunjang
8.
Sambutan
9.
Palaran
174,9
12,88
375,1
3.899
20.343
2.735
5.439
7.384
17.073
2.880
60.316
60
Tabel 11. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Di Kota
Samarinda Tahun 2008
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sangat
Cukup Tidak
Tidak
Jumlah
Rapat
Rapat
Rapat Rapat Bervegetasi Bervegetasi
(Ha)
Kecamatan
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
Samarinda
Ilir
Samarinda
Kota
Samarinda
Seberang
Samarinda
Ulu
Samarinda
Utara
Sungai
Pinang
2008
2008
2008
2008
2008
9,27
30,42
44,73
47,70
304,83
0,27
1,44
4,23
9,72
282,60
30,06
82,26
99,99
99,72
457,92
2.228
700,47
377,55
361,62
1.327
8.983
4.530
3.003
2.368
3.553
773,64
646,02
469,71
455,85
1.129
7.
Sungai
Kunjang
1.355
2.174
974,34
617,94
1.580
8.
Sambutan
2.270
2.636
1.330
944,37
1.243
9.
Palaran
1.387
8.802
4.190
2.139
2.170
373,14
909,45
502,92
311,94
721,44
17.409
20.512
10.996
7.355
12.768
10. Loajanan
Jumlah
132,12
15,66
312,03
3.667,64
18.884
2.345,22
5.121,28
7.180,37
16.518
2.097,45
56.273,77
61
Tabel 12. Perubahan Luasan Kerapatan Vegetasi Per Kecamatan Tahun 2015
Di Kota Samarinda
No
Sangat
Cukup Tidak
Tidak
Jumlah
Rapat
Rapat
Rapat Rapat Bervegetasi Bervegetasi
(Ha)
Kecamatan
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
2015
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Samarinda
Ilir
Samarinda
Kota
Samarinda
Seberang
Samarinda
Ulu
Samarinda
Utara
Sungai
Pinang
Sungai
Kunjang
2015
2015
2015
2015
52,29
75,15
36,81
38,43
234,37
3,51
5,94
10,08
23,58
255,15
88,11
144,27
104,67
116,28
316,62
2.006
1.044
504,18
429,30
1.011
3.963
9.525
4.560
2.293
2.097
458,73
910,08
583,02
489,87
1.032
2.024
1.477
886,41
702,18
1.611
8.
Sambutan
2.309
2.979
1.390
793,17
954,54
9.
Palaran
4.080
6.593
2.507
1.740
3.767
678,42
712,26
432,45
395,37
600,39
15.636
23.465
11.014
7.021
11.879
10. Loajanan
Jumlah
202,68
43,11
453,33
3.983,48
20.341
2.441,7
5.089,59
7.471,17
14.920
2.218,5
57.164,56
Download