Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol IV No 1 Maret 2012

advertisement
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
Efektifitas Tindakan Oral Hygiene
Antara Povidone Iodine 1% dan Air Rebusan Daun Sirih di Pekalongan
Nuniek N.F1, Elly Nurachmah2, Dewi Gayatri3
1. STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Jl.Raya
Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan +628156528864,
2. Universitas Indonesia
Email: [email protected]
Abstract: Caring for apathetic patients include oral cavity hygiene must be
performed in order to prevent complication.The purpose of the study is to compare
effectiveness of oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using
boiled water of piper betle on the number of bacteria in apathetic patients. This
study was conducted in Rumah Sakit Islam Pekajangan Pekalongan. The design
of this study was quasi experimental non equivalent control group with pre test
and post test. Samples were selected through a systematic random sampling
method. The number of eight respondents was divided into two interventions, the
first intervention consisted of four respondents and the second intervention
consisted of four respondents. Samples were taken through oral swab pre and post
oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using boiled water of
piper betle. The analyses comprised of dependent and independent t- tests. The
result of the study showed no significant difference berween age and the number
of aerob bacteria and anaerob bacteria before oral hygiene nursing care using
povidone iodine 1% and using boiled water of piper betle (p=0,232, p=0,397, α
0,05). There is no significant difference between sex and the number of aerob
bacteria and anaerob bacteria before oral hygiene nursing care using povidone
iodine 1% and using boiled water of piper betle (p=0,676, p=0,725, α 0,05). There
is a significant difference between number of aerob bacteria and anaerob bacteria
before and after oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using
boiled water of piper betle (p=0,002, p=0,001, α 0,05) and there is no significant
difference between the number of aerob bacteria and anaerob bacteria after oral
hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using boiled water of piper
betle (p=0,350, p=0.575 at α 0,05). This study concluded that povidone iodine 1%
and boiled water of piper betle have the same effectiveness in reducing aerob and
anaerob bacterias in the apathetic patients.
Keyword
: effectivity, oral hygiene, povidone iodine, piper betle
Abstrak: Perawatan rongga mulut pada klien penurunan kesadaran harus
dilakukan untuk mencegah komplikasi, karena mikroorganisme yang berasal dari
rongga
mulut
dapat menyebabkan infeksi atau penyakit di bagian tubuh yang lain. Tujuan
penelitian adalah mengetahui perbandingan efektifitas tindakan keperawatan oral
hygiene antara povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih terhadap jumlah
bakteri klien penurunan kesadaran. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 1
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
Islam Pekajangan Pekalongan. Desain penelitian kuasi eksperimen non equivalent
control group dengan pre dan post test. Sampel diambil dengan metode systematic
random sampling, pada delapan responden yang terbagi menjadi dua intervensi,
intervensi pertama empat responden dan intervensi kedua empat responden,
sampel diambil melalui swab mulut pre dan post tindakan keperawatan oral
hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih, analisis menggunakan
uji t dependent dan uji t independent. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak
ada hubungan signifikan antara umur dan jumlah bakteri aerob dan anaerob
sebelum tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan
daun sirih (p=0,232, p=0,397, α 0,05). Tidak ada hubungan signifikan antara
jenis kelamin dan jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan
keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih
(p=0,676, p=0,725, α 0,05). Ada perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri
aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene
povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,002 dan p=0,001, α 0,05)
serta tidak ada perbedaan signifikan selisih rata-rata jumlah bakteri aerob dan
anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine
1% dan air rebusan daun sirih (p=0,350, p=0.575, α 0.05). Penelitian ini
menyimpulkan antara povidone iodine 1% dengan air rebusan daun sirih, sama
efektifnya untuk menurunkan bakteri aerob dan anaerob klien penurunan
kesadaran.
Kata kunci : efektivitas, oral hygiene, povidone iodine, sirih
PENDAHULUAN
Dewasa ini seiring dengan
lajunya
pembangunan
di
Indonesia, telah mengubah pola
struktur masyarakatnya, dari
masyarakat
agraris
menjadi
masyarakat
industri.
Perubahan tersebut membawa
dampak pada pergeseran gaya
hidup desa ke gaya hidup
masyarakat perkotaan, termasuk
kepada pola makan yang tadinya
alami menjadi gemar makan
makanan yang cepat saji. Efek
lain dari perubahan pola hidup
itu
ialah
terletak
kepada
pergeseran
penyakit,
dari
penyakit infeksi ke penyakit
degeneratif,
yakni
penyakit
kardiovaskular, diabetes mellitus
dan stroke.
Gaya hidup sehat ternyata
tidak
hanya
menyangkut
makanan sehat atau olahraga
teratur, tapi juga rutin melakukan
general
check-up
termasuk
memeriksakan kondisi mulut,
karena
mikroorganisme
yang
berasal dari rongga mulut dapat
menyebabkan
infeksi
atau
penyakit di bagian tubuh yang
lain. kebersihan mulut sangat
penting sebab terkait dengan
perawatan
kesehatan
tubuh
secara keseluruhan terutama
pada klien yang mengalami
penurunan kesadaran sehingga
tidak
memiliki
kemampuan
untuk membersihkan mulut.
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 2
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
Perawatan rongga mulut pada
klien
penurunan
kesadaran
penting karena mikroorganisme
yang berasal dari rongga mulut
dapat menyebabkan infeksi atau
penyakit di bagian tubuh yang
lain, seperti penyakit jantung,
apabila kuman yang banyak di
rongga mulut adalah streptococus
auries. Pada klien penurunan
kesadaran yang lama dirawat di
rumah
sakit,
penggunaan
antiseptik yang terus menerus
dapat
mengganggu
keseimbangan flora normal dalam
rongga mulut. Selain itu antiseptik
juga harus dibeli dan pada klien
yang
kondisi
ekonominya
terbatas atau kondisi ekonominya
lemah harga antiseptik yang ada
tidak terjangkau atau terlalu
mahal.
Banyak antiseptik sebagai
bahan dasar obat kumur yang
dapat
digunakan
untuk
membersihkan
mulut
atau
kumur-kumur, sebagian besar
pencuci mulut atau obat kumur
yang
diperdagangkan
mengandung alkohol yang bisa
jadi menyebabkan iritasi pada
mukosa mulut, dan sisa alkohol
dalam mulut bisa menimbulkan
bau mulut. Dengan demikian
diperlukan obat kumur atau
cairan pencuci mulut yang alami
tidak memiliki efek samping dan
tidak mengganggu keseimbangan
rongga mulut, seperti rebusan
daun sirih yang kandungan
fenolnya lima kali lebih efektif
dibandingkan dengan fenol biasa.
Senyawa fenol dan turunannya ini
dapat
mendenaturasi
(menghancurkan) protein sel
bakteri. Daun sirih mudah
didapat, bila klien atau keluarga
tidak menanam sendiri pohon
daun sirih, maka daun sirih dapat
dibeli di pasar dengan harga
yang murah. Namun sampai saat
ini tidak banyak penelitian yang
mengkaji tentang perbandingan
efektifitas tindakan keperawatan
oral hygiene antara povidone iodine
1% dan air rebusan daun sirih
terhadap jumlah bakteri klien
penurunan kesadaran.
TINJAUAN PUSTAKA
Povidone iodine adalah obat
kumur dan pembersih mulut 1%
nama
generiknya
betadine.
(Ardhiani,
2000,
hlm.
15).
Sedangkan air rebusan daun sirih
sebagai
antiseptik
karena
mengandung minyak astiri juga
mampu melawan bakteri gram
positif
dan
gram
negatif
(Moeljanto & Mulyono, 2003).
Kedua antiseptik ini digunakan
untuk oral hygiene pada klien
penurunan kesadaran dan dapat
membunuh
mikroorganisme
didalam mulut yang sangat
beragam, terdapat dua kelompok
mikroorganisme sesuai dengan
kebutuhan terhadap sumber
oksigen yaitu bakteri aerob (
bakteri
yang
membutuhkan
oksigen untuk hidupnya dan
bakteri anaerob ( bakteri yang
tidak membutuhkan oksigen
untuk hidupnya) (Suriawiria,
2005).
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 3
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
uji t independent. Penelitian ini
telah lolos uji etik dari Komite
Etik FIK UI.
HASIL
Hasil penelitian ini meliputi
hasil analisis univariat dan
bivariat.
Analisa Univariat
Respon klien pada tindakan
keperawatan
oral
hygiene
berkaitan dengan rasa dan aroma
povidone iodine 1% menyatakan
tidak enak dua klien (50%), tidak
enak, mau muntah satu klien
(25%) dan tidak enak tapi mulut
terasa segar satu klien (25%),
secara lebih jelas seperti pada
gambar (gambar 1).
Respon Klien Pada Povidone Iodine 1%
50
P ro sen tase
METODE
Penelitian ini merupakan
penelitian kuasi-eksperimen non
equivalent control group, dengan
pre dan post test, populasi dalam
penelitian ini adalah semua klien
penurunan
kesadaran
yang
dirawat di Rumah Sakit Islam
Pekajangan Pekalongan pada 28
Mei sampai 28 Juni 2009. Besar
sampel
diperoleh
dari
uji
pendahuluan
dengan
perhitungan menggunakan uji
hipotesis beda dua proporsi
dengan
derajat
kemaknaan
α=0,05, kekuatan uji 95 % dan uji
hipotesis 2 sisi, didapatkan besar
sampel
delapan
responden
dengan rincian empat responden
untuk intervensi pertama (oral
hygiene dengan povidone iodine
1%) dan empat responden
berikutnya
untuk
intervensi
kedua (oral hygiene dengan air
rebusan daun sirih dengan
konsentrasi 32 % adalah rebusan
daun sirih jawa yang muda,
masih segar, mengandung 32
gram daun sirih dan 100 ml
aquades). Tehnik pengambilan
sampel pada penelitian ini adalah
systematic
random
sampling.
Sampel diambil melalui swab
mulut pre dan post tindakan
keperawatan oral hygiene povidone
iodine 1% dan air rebusan daun
sirih,
Kriteria inklusi pada
penelitian ini adalah klien yang
berumur 20-50 tahun, tingkat
kesadaran apatis, dipasang naso
gastric tube, tidak bernafas
melalui mulut dengan analisis
menggunakan uji t dependent dan
25
25
Tidak enak, mau muntah
Tidak enak, segar
:
Tidak enak
Gambar 1. Distribusi respon klien pada
tindakan keperawatan oral hygiene
povidone iodine 1% di RSI
Pekajangan Pekalongan Tahun 2009
Respon klien pada tindakan
keperawatan
oral
hygiene
berkaitan dengan rasa dan aroma
air
rebusan
daun
sirih
menyatakan segar satu klien
(25%), segar tapi terasa pedas dua
klien (50%) dan merasa segar,
rasa pedas tapi baunya sedap
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 4
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
satu klien (25%), seperti gambar
(gambar 2).
Respon Klien Pada Sirih
Prosentase
50
25
Segar
25
Segar, Pedas
Segar, Pedas, Sedap
Gambar 2. Distribusi respon klien
pada tindakan keperawatan oral
hygiene
Air rebusan daun sirih di RSI
Pekajangan Pekalongan Tahun 2009
Sebelum dilakukan analisis
bivariat telah dilakukan uji
kenormalan data menggunakan
Kolmogorov
Smirnov
dan
dihasilkan nilai P value > 0,05
pada semua variabel, yaitu uji
kesetaraan jumlah bakteri aerob
dan
anaerob
berdasarkan
kesetaraan tindakan keperawatan
oral hygien, uji kesetaraan umur
dengan tindakan keperawatan
oral hygiene, dan uji kesetaraan
jenis kelamin dengan tindakan
keperawatan oral hygiene semua
data variabel pada penelitian ini
berdistribusi normal.
Hasil
penelitian
menunjukan bahwa tidak ada
hubungan signifikan antara umur
dan jumlah bakteri aerob dan
anaerob
sebelum
tindakan
keperawatan oral hygiene povidone
iodine 1% dan air rebusan daun
sirih (p=0,232, p=0,397, α 0,05).
Tidak ada hubungan signifikan
antara jenis kelamin dan jumlah
bakteri aerob dan anaerob sebelum
tindakan
keperawatan
oral
hygiene povidone iodine 1% dan air
rebusan daun sirih (p=0,676,
p=0,725, α 0,05). Ada perbedaan
yang signifikan antara jumlah
bakteri aerob dan anaerob sebelum
dan
setelah
tindakan
keperawatan oral hygiene povidone
iodine 1% dan air rebusan daun
sirih (p=0,002 dan p=0,001, α
0,05) serta tidak ada perbedaan
signifikan selisih rata-rata jumlah
bakteri aerob dan anaerob sebelum
dan
setelah
tindakan
keperawatan oral hygiene povidone
iodine 1% dan air rebusan daun
sirih (p=0,350, p=0.575, α 0.05).
PEMBAHASAN
Hasil penelitian tentang
jumlah bakteri aerob dan anaerob
pada klien penurunan kesadaran
tidak ada perbedaan yang
signifikan selisih rata-rata jumlah
bakteri aerob dan anaerob sebelum
dan
setelah
tindakan
keperawatan oral hygiene povidone
iodine 1% maupun dengan air
rebusan daun sirih (p=0,350,
p=0,575, α 0,05). Hal ini berarti
bahwa tindakan keperawatan oral
hygiene dengan povidone iodine 1%
maupun dengan air rebusan
daun sirih sama-sama efektif
menurunkan bakteri aerob dan
anaerob dalam mulut klien.
Penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya tentang
penelitian povidone iodine yang
telah dilakukan oleh Sari (2000)
di jakarta terhadap 20 orang
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 5
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
(sehat)
untuk
membuktikan
efektifitas povidone iodine 1%
terhadap
pertumbuhan
streptococcus mutans dalam saliva,
dimana dalam penelitian ini
dibagi dalam dua kelompok,
kelompok pertama 10 orang
responden sebelum dan setelah
berkumur dengan saline solution
steril selama 45 detik diambil
sampelnya, kemudian kelompok
kedua 10 orang responden
berikutnya sebelum dan setelah
berkumur dengan povidone iodine
1% selama 45 detik diambil
sampelnya. Hasilnya tidak ada
perbedaan
yang
signifikan
pertumbuhan
streptococcus
mutans sebelum dan setelah
berkumur dengan saline solution ,
tetapi ada perbedaan yang
signifikan
pertumbuhan
streptococcus mutans sebelum dan
setelah
berkumur
dengan
povidone iodine 1% selama 45 detik
(Sari, 2000).
Selanjutnya penelitian lain
yang membuktikan daun sirih
sebagai antiseptik telah dilakukan
oleh Triatna (2000) di Yogja
tentang
uji
stabilitas
dan
antibakteri sediaan antiseptik
yang dibuat dari minyak atsiri
daun
sirih.
Penelitian
ini
merupakan pembuktian secara
ilmiah mengenai stabilitas dan
antibakteri minyak atsiri daun
sirih
yang
diformulasikan
kedalam
sediaan
antiseptik,
sediaan solutio atau sediaan
cairan yang dibuat menjadi
sediaan antiseptik. Hasil yang
diperoleh menunjukan adanya
senyawa fenol pada minyak atsiri
daun sirih yang mempunyai
aktivitas sebagai antibakteri.
Berdasarkan
beberapa
penelitian seperti tersebut di atas,
meskipun belum ada penelitian
yang dilakukan pada klien
penurunan
kesadaran
tapi
penelitian tersebut di atas
membuktikan secara ilmiah akan
manfaat daun sirih sebagai
antibakteri dengan demikian
peneliti
sependapat
dengan
penelitian sebelumnya bahwa air
rebusan daun sirih efektif sebagai
antiseptik.
Oral hygiene membantu
mempertahankan struktur mulut
dan memberikan rasa nyaman
pada mulut, gigi, gusi dan bibir.
Membersihkan gigi dari sisa-sisa
makanan, plak (karang gigi) dan
bakteri, juga menghilangkan bau
mulut. Pada saat melakukan Oral
hygiene dibutuhkan antiseptik
yang merupakan suatu senyawa
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan
atau
perkembangan
mikroorganisme
tanpa
merusak
secara
keseluruhan. Sebagai antibakteri,
pemakaian antiseptik sebagai obat
kumur bertujuan menghambat
pertumbuhan
bakteri
dalam
mulut (Ardhiani, 2000).
Terdapat banyak antiseptik
sebagai obat kumur yang dijual
baik di apotik maupun toko obat,
tapi
kebanyakan
antiseptik
sebagai obat kumur tersebut
mengandung alkohol dan zat
kimia yang bila digunakan dalam
jangka waktu lama akan merusak
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 6
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
mukosa mulut, menimbulkan
noda pada gigi dan juga merusak
flora normal dalam mulut, begitu
pula dengan povidone iodine 1%
juga mengandung alkohol, sisa
alkohol yang tertinggal dalam
mulut klien setelah dilakukan
tindakan
oral
hygiene
bisa
menimbulkan bau mulut (Sari,
2000).
Antiseptik
sebagai
obat
kumur juga memiliki macammacam rasa, hasil penelitian pada
empat responden yang dilakukan
tindaka keperawatan oral hygiene
dengan povidone iodine 1%
menyatakan (100%) rasa povidone
iodine 1% tidak enak, meskipun
setelah oral hygiene klien merasa
mulut lebih segar. Selanjutnya
bila klien mengalami penurunan
kesadaran lama, oral hygiene tentu
harus tetap dilakukan dengan
begitu
klien
menggunakan
antiseptik sebagai obat kumur
dalam jangka waktu lama, dan
antiseptik tersebut juga harus
dibeli, hal ini tentu akan
menambah biaya perawatan
klien.
Dengan
demikian
dibutuhkan antiseptik lain sebagai
alternatif yang efeksampingnya
minimal, alami, murah, bisa
dibuat sendiri tapi efektif sebagai
antiseptik sebagai obat kumur dan
rasanya enak serta membuat
mulut terasa segar, bersih serta
nyaman.
Pada
penelitian
ini
membuktikan bahwa air rebusan
daun sirih bersifat antibakteri
terhadap bakteri aerob dan
anaerob. Hal ini disebabkan
adanya senyawa fenol pada daun
sirih yang dianggap bersifat
antibakteri yang bekerja merusak
membran sel bakteri. Senyawa
fenol
diduga
mampu
memutuskan
ikatan
silang
peptidoglikon dalam usahanya
menerobos dinding sel. Setelah
menerobos dinding sel, senyawa
fenol menyebabkan keluarnya
nutrien sel dengan merusak
ikatan
hidrofobik,
merusak
komponen penyusun membran
sel seperti protein dan fosfolipid
sehingga
meningkatkan
permeabilitas membran. Terjadinya
kerusakan pada membran sel
berakibat terhambatnya aktifitas
dan biosintesa enzim spesifik yang
diperlukan
dalam
reaksi
metabolisme .
Fenol merupakan senyawa
asam lemah yang akan terionisasi
melepaskan
ion
H+
dan
meninggalkan sisanya bermuatan
negatif. Gugus negatif ini akan
ditolak oleh dinding sel bakteri
gram
positif,
selanjutnya
merusak
ikatan
silang
peptidoglikon sehingga daya kerja
sirih sejalan dengan daya kerja
antimikroba yang mekanisme
kerjanya
merusak
keutuhan
membran sel mikroba.
Berbeda dengan respon
klien pada intervensi pertama
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan oral hygiene dengan
air rebusan daun sirih keempat
klien (100%) menyatakan segar
selain itu dua klien (50%)
menyatakan rasanya pedas dan
satu klien menyatakan aroma
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 7
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
sirih sedap. Hal tersebut sesuai
menurut Mulyono (2003) bahwa
aroma dan rasa daun sirih yang
khas, sedap, pedas, sengak,
tajam, dan rangsang disebabkan
oleh kavikol dan betlefenol yang
terkandung dalam minyak atsiri.
Kedua zat tersebut merupaka
kandungan terbesar minyak atsiri
yang ada dalam daun sirih.
Hasil penelitian ini tidak
ada perbedaan yang signifikan
antara
kelompok
umur
responden
dengan
rata-rata
jumlah bakteri aerob dan anaerob
sebelum tindakan keperawatan
oral hygiene (p=0,232, p=0,397, α
0,05). Dengan demikian umur
tidak
berpengaruh
terhadap
jumlah bakteri aerob dan anaerob .
Penelitian ini ini tidak sesuai
dengan pendapat Saud (2000)
semakin
bertambah
umur
seseorang maka keadaan anatomi
rongga
mulut
mendukung
terjadinya
tempat
bagi
mikroorganisme
untuk
berkembang biak, sebab pada
saat kelahiran manusia tidak
mempunyai gigi dan memiliki
flora normal rongga mulut yang
berkarakteristik sesuai dengan
kondisi rongga mulut tersebut.
Pada saat gigi sulung mulai
erupsi, terjadi perubahan pada
lingkungan rongga mulut yang
ditandai
dengan
terjadinya
perubahan dari flora normal
rongga mulut. Sampai gigi
sulung tumbuh lengkap, keadaan
lingkungan rongga mulut relatif
stabil. Pada saat gigi permanen
mulai tumbuh, maka pada
periode ini adanya gigi hilang
dan erupsi, kondisi lingkungan
rongga mulut berubah yang
berpengaruh
terhadap
flora
normal rongga mulut. Dengan
bertambahnya
usia
maka
keadaan anatomi rongga mulut
berubah, gigi permanen tanggal,
epithelium
menipis,
saliva
berkurang
sehingga
memungkinkan mikroorganisme
dalam mulut berkembang biak
(Saud, 2000).
Menurut peneliti umur
tidak
berpengaruh
terhadap
jumlah bakteri aerob dan anaerob
karena
responden
dalam
penelitian ini adalah klien sakit,
dalam kondisi sakit daya tahan
tubuh menurun sehingga tubuh
tidak mampu melawan bakteri
yang masuk terutama bakteri
yang masuk melalui mulut
sehingga baik kelompok umur
muda (20-30 tahun) maupun
kelompok umur tua (31-47 tahun)
(Supranto, 2000) bakteri aerob
maupun
anaeerobnya
sama
banyaknya. Selain itu responden
dalam penelitian ini mengalami
penurunan kesadaran, dimana
kemampuan
menelan
saliva
berkurang,
dilakukan
penghisapan saliva, klien tidak
mampu merawat mulutnya dan
klien puasa sehingga kondisi
seperti
ini
memungkinkan
bakteri dalam mulut klien
berkembang biak
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan oral hygiene baik
dengan povidone iodine 1%
maupun dengan air rebusan
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 8
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
daun sirih, bakteri aerob dan
anaerob dalam mulut klien
berkurang dengan demikian
povidone iodine 1% maupun air
rebusan daun sirih keduanya
efektif sebagai antiseptik, karena
berdasarkan hasil penelitian ini
baik povidone iodine 1% maupun
air rebusan daun sirih sama
efektifnya dalam menurunkan
jumlah bakteri aerob dan anaerob
dalam
mulut
klien
yang
mengalami penurunan kesadaran
(p=0.18, p=0.298 pada α 0,05).
Hasil penelitian didapatkan
tidak ada perbedaan yang
signifikan antara jumlah bakteri
aerob dan anaerob sebelum
tindakan
keperawatan
oral
hygiene baik pada laki-laki
maupun perempuan (p=0,676,
p=0.725, α 0,05), hal ini berbeda
dengan hasil penelitian Purnama
(2003) yang telah melakukan
penelitian di Jakarta dengan
membandingkan pengaruh puasa
terhadap nilai Plaque Pre cursor
Index (PPI) antara laki-laki dan
perempuan, dilakukan pada
enam orang laki-laki dan enam
orang perempuan. Penelitian ini
dilakukan pada laki-laki dan
perempuan karena faktor gender
diduga
berperan
terhadap
kejadian penyakit rongga mulut.
Hasil
penelitian
ini
menyebutkan bahwa nilai ratarata penurunan Plaque Pre cursor
Index (PPI) pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki,
berarti
menunjukan
bahwa
potensi pembentukan plak pada
perempuan saat puasa lebih
rendah dibandingkan dengan
laki-laki. Pembentukan plak yang
lebih rendah pada perempuan ini
disebabkan perempuan lebih
menjaga kesehatan rongga mulut
dibandingkan laki-laki. Selain itu
pada
laki-laki
cenderung
mempunyai kebiasaan merokok,
Plak gigi adalah lapisan biofilm
yang terdiri dari komunitas
mikroba
yang
berada
di
permukaan gigi dan diselubungi
dengan matriks-matriks polimer
dari bakteri dan saliva, serta di
dalam plak terdapat 200-300
spesies bakteri (Purnama, 2002).
Menurut peneliti perbedaan
hasil penelitian ini bisa saja
terjadi, pada penelitian Purnama
(2002)
respondennya
sadar
penuh, puasa dan kondisi sehat,
sedangkan pada penelitian ini
responden puasa, terpasang naso
gastric tube serta mengalami
penurunan
kesadaran.
Pada
penelitian
Purnama
(2002)
respondennya sehat sehingga
respondennya dapat melakukan
perawatan mulut sendiri dan
perawatan mulut bisa dilakukan
reponden lebih dari dua kali
sehari, hal ini tentu berpengaruh
terhadap penurunan bakteri
mulut selain itu jumlah bakteri
mulut orang sehat berbeda
dengan orang sakit karena pada
kondisi sakit daya tahan tubuh
menurun, tubuh tidak dapat
melakukan perlawanan pada
bakteri yang masuk terutama
bakteri yang masuk lewat mulut.
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 9
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
SIMPULAN
Terbukti
tidak
ada
hubungan yang signifikan antara
kelompok
umur
responden
dengan jumlah bakteri aerob dan
anaerob
sebelum
tindakan
keperawatan
oral
hygiene.
Terbukti tidak ada hubungan
yang signifikan antara jenis
kelamin dengan jumlah bakteri
aerob dan anaerob sebelum
tindakan
keperawatan
oral
hygiene baik pada laki-laki
maupun perempuan. Terbukti
ada perbedaan yang signifikan
antara jumlah bakteri aerob dan
anaerob sebelum dan setelah
tindakan
keperawatan
oral
hygiene dengan povidone iodine.
Terbukti ada perbedaan yang
signifikan antara jumlah bakteri
aerob dan anaerob sebelum dan
setelah tindakan keperawatan
oral hygiene dengan air rebusan
daun sirih. Terbukti tidak ada
perbedaan yang signifikan selisih
rata-rata jumlah bakteri aerob dan
anaerob sebelum dan setelah
tindakan
keperawatan
oral
hygiene antara povidone iodine
1% dan air rebusan daun sirih.
Tindakan keperawatan oral
hygiene pada klien penurunan
kesadaran
harus
dilakukan
minimal dua kali sehari dan
mengganti antiseptik yang selama
ini digunakan dengan air rebusan
daun
sirih
karena
tidak
mengganggu keseimbangan flora
normal rongga mulut dan
rasanya lebih enak dibandingkan
rasa antiseptik lain
DAFTAR PUSTAKA
Addy. (2000). Pengaruh povidone
iodine 1% terhadap pembentukan
plak dan jumlah bakteri dalam
ludah. Skripsi. Jakarta: FKG
UI.
Ardhiani, D. (2000). The effect of
mouthwash containing povidone
iodine 1% on salivary levels of
streptococcus mutans analysis on
the effect of mouth rising for 15
seconds. Skripsi. Jakarta: FKG
UI
Ariawan, I. (1998). Besar dan
metode sampel pada penelitian
kesehatan. Depok: Jurusan
Biostatistik
dan
Kependudukan FKMUI.
Dea, 2003, Daun sirih sebagai
antibakteri
pasta
gigi,
http://www.kompas.com,
diperoleh 5 Pebruari 2007.
Fauziah. E.L. (2006). Analisis efek
kumur-kumur air rebusan daun
sirih selama 60 detik terhadap
aktivitas peroksidase saliva.
Skripsi. Jakarta: FKG UI.
Lukistyowati, E. (2002). Potensi
antibakteri larutan infusum
daun sirih yang bersifat
antibakteri
terhadap
streptococcus
salivarius.
Skripsi. Jakarta: FKG UI
Moeljanto & Mulyono. (2003).
Khasiat dan manfaat daun sirih.
obat mujarab dari masa ke masa.
Jakarta: Argomedia Pustaka.
Purnama. (2002). Perbandingan
pengaruh puasa terhadap nilai
plaqaue pre cursor index antara
laki-laki
dan
perempuan.
Skripsi. Jakarta: FKG UI.
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 10
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005).
Buku
ajar
fundamental
keperawatan, konsep, proses, dan
praktik. Alih bahasa Asih,
Y.dkk. Jakarta : EGC.
Sari. (2000). The effect of
mouthwash
containing
povidone iodine 1% on
salivary
levels
of
streptococcus mutans analysis
on the effect of mouth rising
for 45 seconds. Skripsi.
Jakarta: FKG UI
Suriawiria, U. (2005). Mikrobiologi
dasar. Jakarta: Papas Sinar
Sinanti.
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 11
Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vol IV No 1 Maret 2012
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan vi
Download