PENGELOLAAN KELAS PADA MATA PELAJARAN SEJARAH (di SMAN 87 Jakarta) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Disusun oleh: UNI ZAHRA 105018200741 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M PENGELOLAAN KELAS PADA MATA PELAJARAN SEJARAH (di SMAN 87 Jakarta) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh UNI ZAHRA NIM. 105018200741 Pembimbing: Dr. Muhamad Arif, M.Pd NIP. 19700606 199702 1 002 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M ABSTRAK Uni Zahra, Judul Skripsi: Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta. Program Studi Manajemen Pendidikan, Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengelolaan kelas merupakan sebuah upaya real untuk mewujudkan proses atau kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dengan pengelolaan kelas yang baik diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan memberikan pengaruh positif yang secara langsung menunjang terselenggaranya proses belajar mengajar di kelas. Agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap siswa dalam belajar, kelas perlu dikelola sebaik-baiknya. Kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam mengelola kelas yaitu penataan siswa di dalam kelas, penataan ruang, menciptakan disiplin kelas, menunjukkan sikap tanggap, penggunaan alokasi waktu mengajar, dan penyesuaian metode pembelajaran dengan materi pelajaran. Apabila pengelolaan kelas yang dikaitkan dengan kesesuaian metode pembelajaran terhadap materi pelajaran sejarah tersebut direspon secara baik oleh peserta didik, maka pengelolaan kelas yang dilakukan oleh pendidik mata pelajaran sejarah dapat dikatakan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran sejarah. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dengan menggunakan angket yang disebar ke 50 peserta didik, didukung dengan pengamatan (observasi) proses pembelajaran, wawancara dengan pendidik mata pelajaran yang bersangkutan, dan dengan studi dokumentasi berupa silabus dan rencana program pembelajaran (RPP). Dari hasil penelitian yang didapat, kemudian dianalisis berdasarkan metode wawancara, observasi, studi dokumentasi dan angket yang digunakan oleh penulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kelas pada mata pelajaran di SMAN 87 Bintaro telah dilaksanakan dengan cukup. Dari hasil penelitian tersebut direkomendasikan sebagai salah satu bahan rujukan para peneliti jika mendapatkan permasalahan yang serupa dan direkomendasikan pula untuk para masyarakat di SMAN 87 Bintaro. i DAFTAR ISI ABSTRAK...…………………………………………………….......... i KATA PENGANTAR……………………………………………....... ii DAFTAR ISI………………………………………………………...... v DAFTAR TABEL…………………………………………………...... vii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….. viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………… 1 B. Masalah Penelitian BAB II 1. Identifikasi Masalah…………………………….. 5 2. Pembatasan Masalah……………………………. 5 3. Perumusan Masalah……………………………... 6 C. Tujuan Penelitian…………………………………… 6 D. Manfaat Penelitian ………………………………… 6 KAJIAN TEORITIS I. Kajian Teoritis A. Pelajaran Sejarah di SMA 1. Pengertian Sejarah ............................................... 7 2. Fungsi dan Tujuan Pelajaran Sejarah di SMA..... 10 3. Pendekatan, Pengorganisasian Materi dan Penilaian Mata Pelajaran Sejarah di SMA…….. 4. Metode Pembelajaran Sejarah ............................. 11 12 B. Pengelolaan Kelas 1. Pengertian Pengelolaan Kelas………………….. 15 2. Tujuan Pengelolaan Kelas……………………… 18 3. Prinsip Pengelolaan Kelas……………………… 19 4. Aspek-aspek Pengelolaan Kelas……………….. 21 5. Pengelolaan Kelas yang Efektif ......................... 27 6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Sejarah ................. 28 v BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian................................................... 31 2. Tempat Penelitian................................................. 32 B. Metode Penelitian...................................................... 32 C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data................. 32 D. Kisi-kisi Instrumen Penelitian................................... 33 E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data BAB IV 1. Teknik Pengolahan Data....................................... 37 2. Teknik Analisis Data............................................. 38 HASIL PENELITIAN A. Profil Pendidik Mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Bintaro................................................. 40 B. Analisis Data dan Pembahasan Hasil Temuan BAB V 1. Analisis Data..................................................... 40 2. Pembahasan Hasil Temuan............................... 54 PENUTUP A. Kesimpulan............................................................... 74 B. Saran-saran............................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 76 LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................... vi DAFTAR TABEL 1. Tabel 2.1 Kegiatan Pengelolaan Kelas............................................ 21 2. Tabel 3.1 Tahapan Penelitian ……………………………………. 31 3. Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian………….………………. 34 4. Tabel 4.1 Penataan Tempat Duduk Peserta Didik............................ 41 5. Tabel 4.2 Penataan Kebersihan dan Keindahan Kelas..................... 42 6. Tabel 4.3 Penggunaan Media Pembelajaran.................................... 43 7. Tabel 4.4 Penggunaan Metode Pembelajaran Bervariatif................. 43 8. Tabel 4.5 Menarik Perhatian Peserta Didik..................................... 44 9. Tabel 4.6 Gerak Mendekati............................................................. 45 10. Tabel 4.7 Penugasan Kelas.............................................................. 46 11. Tabel 4.8 Pembimbingan peserta didik........................................... 47 12. Tabel 4.9 Pembuatan Tata Tertib.................................................... 48 13. Tabel 4.10 Memberikan Pujian....................................................... 49 14. Tabel 4.11 Memberikan Sanksi atau Hukuman.............................. 50 15. Tabel 4.12 Memberikan Nasehat atau Teguran.............................. 51 16. Tabel 4.13 Ketepatan Kehadiran.................................................... 52 17. Tabel 4.14 Menyesuaikan Metode Pembelajaran dengan Materi... 53 18. Tabel 4.15 Skor Angket Skala Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah.......................................................................... 68 19. Tabel 4.16 Klasifikasi Skor Angket............................................ 70 20. Tabel 4.17 Nilai Rata-rata Variabel Angket Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta…….. vii 72 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggungjawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas dengan lembaga pendidikan yang bertanggungjawab terhadap pembentukan kualitas tenaga pengajar, yaitu dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran, baik secara eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor eksetrnal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan. Dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir di bidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang 1 2 (frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) oleh sebagian siswa dianggap lebih mudah untuk dimengerti bila dibandingkan dengan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tanpa banyak hitungan, angka dan rumus, maka pelajaran IPS menjadi lebih bersahabat. Namun pada kenyataannya pelajaran yang dianggap lebih mudah itu menjadi pelajaran yang begitu sulit. Tak ada gairah dan semangat. Yang ada hanya suasana yang membosankan dan membuat mata mengantuk, padahal diadakannya pelajaran IPS adalah untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis siswa terhadap kondisi sosial masyarakat. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara yang cinta damai. Selain itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Pelajaran IPS adalah salah satu mata pelajaran yang harus ada pada kurikulum pendidikan dasar sampai menengah. Hal ini dapat dilihat pada BAB X Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 37 ayat 1 yang menyatakan: kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: “Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kejuruan; dan Muatan lokal.” Bila melihat kenyataan itu maka keberadaan pelajaran IPS tidaklah bisa dianggap sebelah mata. Pelajaran IPS wajib ada dan dipelajari. Bahan kajian IPS ini meliputi antara lain: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, dan sosiologi. Karena keberadaannya yang penting ini maka sudah selayaknya pelajaran IPS perlu mendapat pengelolaan yang baik agar intisari pelajaran bisa tersampaikan. Tidak dipungkiri bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan masyarakat Indonesia umumnya. Agaknya pernyataan tersebut tidaklah 3 berlebihan. Namun sampai saat ini masih terus dipertanyakan keberhasilannya, mengingat fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia khususnya, generasi muda makin hari makin diragukan eksistensinya. Dengan kenyataan tersebut artinya ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan sejarah. Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan hasil belajar yaitu pengaturan kelas dan pengajaran itu sendiri. Keduanya saling bergantung. Keberhasilan pengajaran, dalam arti tercapainya tujuan-tujuan instruksional, sangat bergantung pada kemampuan guru dalam mengatur kelas. Kelas yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran. Penulis tertarik pada pelajaran Sejarah. Dengan mempelajari peristiwa dan pengalaman masa lampau dan dihubungkan dengan kejadian serta pengalaman kejadian serta pengalaman aktual hari ini, kita dapat mengetahui dan mengkaji perkembangan. Dan dari perkembangan tersebut, kita dapat memprediksi kejadian-kejadian masa yang akan datang. Dengan menelaah (penduduk, produksi, perluasan kota), mulai masa lampau sampai saat ini, kita dapat memprediksi atau paling tidak melihat kecenderungan masa yang akan datang. Dalam hal ini, belajar, mempelajari dan mengkaji sejarah, bukan merupakan kegiatan yang statis, malah justru merupakan suatu telaahan yang dinamis ke masa yang akan datang. Hanya tinggal bagaimana para guru sejarah mengajarkan dan membelajarkannya, agar belajar sejarah itu sebagai kegiatan dinamis yang jauh dari menjemukan. Bahkan justru merupakan hal yang sangat menarik minta yang berkesinambungan. 1 Sebagaimana yang terdapat di banyak sekolah termasuk di SMAN 87 Bintaro berdasarkan pengamatan dan wawancara, sering kali guru IPS sebagian besar waktu mengajarnya digunakan untuk ceramah, memberikan informasi, dan menjelaskan, kurangnya penggunaan metode yang bervariasi. Hanya sebagian kecil waktu pembelajaran yang digunakan untuk kegiatan siswa, itu pun hanya 1 Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007), Cet. 24, h. 2.9 4 untuk mencatat dan melaksanakan evaluasi. Dan proses pembelajaran khususya pada mata pelajaran Sejarah inilah yang menjadikan pelajaran sejarah menjadi begitu membosankan. Dalam kegiatan pengelolaan kelas pun, masih banyak guru yang nyatanya belum bisa mempraktekkan. Salah satunya guru IPS yang terdapat di SMAN 87 Jakarta. Fenomena yang ada di sekolah adalah belum tertibnya pengaturan tempat duduk siswa yang berisik (gaduh), metode yang digunakan kurang bervariatif, hubungan intrerpersonal antara guru dengan siswa sangat kurang, dan belum tertatanya pengaturan ruangan dan perabotan pelajaran di kelas. Bagaimana pembelajaran IPS akan berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sedangkan dalam pengelolaan kelasnya pun belum bisa dikendalikan. Karena berdasarkan paparan diatas bahwasanya kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan saran pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar pelaksanaan pembelajaran IPS dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka seorang guru harus mengelola kelas dengan baik, diantaranya mempunyai persiapan, kreativitas, metode dan media yang dapat mendukung proses pelaksanaan pembelajaran IPS. Selain itu ada tiga tahapan yang harus dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPS yaitu: perencanaan yang jelas, proses pembelajaran yang efektif, dan evaluasi. Jika ke tiga tahapan itu dapat dilakukkan oleh seorang guru, maka tujuan pembelajaran akan memungkinkan dapat dicapai dengan maksimal. Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik membahas pengelolaan kelas mata pelajaran IPS Sejarah di SMA 87 Jakarta. Pada dasarnya IPS Sejarah adalah suatu mata pelajaran yang agak sulit untuk dipahami para siswa karena mereka harus menghapal setiap tanggal, bulan, dan tahun pada setiap peristiwa bersejarah. Mereka harus mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa lampau yang kemungkinan kecil akan terulang di zaman sekarang dan mereka pun diajak untuk seolah-olah menjadi aktor di dalam peristiwa itu dengan mempunyai keputusan apa yang harus mereka lakukan ketika mereka ada di dalam peristiwa lampau itu. Dengan digunakannya metode yang bervariasi, siswa diharapkan dapat menghapal 5 setiap tanggal, bulan, dan tahun pada setiap peristiwa bersejarah itu, tidak hanya menghapal bahkan harus memahami apa itu pelajaran IPS sejarah yang sedang mereka pelajari. Dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang pengelolaan kelas bidang studi IPS Sejarah. Judul penelitian yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta.” B. Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah Setiap guru pasti menginginkan dapat mengelola kelas dengan sebaik mungkin agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Untuk meningkatkan kemampuan mengelola kelas dengan baik, diperlukan usaha dari diri guru tersebut yang terus menerus meningkatkan kemampuan mengelola kelas melalui berbagai cara misalnya, penataan siswa di dalam kelas, penataan ruang, menciptakan disiplin kelas, menunjukkan sikap tanggap, penggunaan alokasi waktu mengajar, dan penyesuaian metode pembelajaran dengan materi pelajaran. Berarti kemampuan mengelola kelas dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga memunculkan berbagai permasalahan yang terkait dengan itu. Adapun masalahmasalah yang terkait dengan kemampuan mengelola kelas dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Kurangnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan pembelajaran Sejarah. b. Kurang bervariatifnya metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah. c. Lemahnya kemampuan guru dalam mengelola kelas. 2. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan nampak jelas bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan kelas sangat 6 banyak dan beragam. Mengingat keterbatasan penulis dalam hal waktu, biaya dan tenaga maka dalam penelitian ini penulis hanya membatasi permasalahan pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari pembahasan ini adalah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah? 4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah. 5. Manfaat Penelitian a. Bagi penulis untuk menambah wawasan pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. b. Bagi guru atau pihak-pihak lain dalam dunia pendidikan, khususnya guru dan calon guru pada mata pelajaran Sejarah untuk menambah wawasan dalam mengelola kelas dan pengembangan metode pembelajaran.. c. Bagi Sekolah untuk perbaikkan dalam mengembangkan metode pembelajaran yang bervariatif terutama dalam pengelolaaan kelas. BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pelajaran Sejarah di SMA 1. Pengertian Sejarah Para ahli mendefinisikan sejarah berdasarkan pendapatnya masing-masing. Menurut Tim Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI: Istilah “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata “syajaratun” (dibaca “syajarah”), yang memiliki arti “pohon kayu”. Pengertian “pohon kayu” disini menunjukkan adanya suatu kejadian, perkembangan dan pertumbuhan tentang sesuatu hal atau peristiwa dalam suatu kesinambungan (kontinuitas). Selain itu ada pula peneliti lain yang menganggap bahwa arti kata “syajarah” tidak sama dengan kata “sejarah”, sebab sejarah bukan hanya bermakna sebagai “pohon keluarga”, “asalusul” atau “silsilah”. Walaupun demikian diakui bahwa ada hubungan antara kata “syajarah” dengan kata “sejarah”, seseorang yang mempelajari sejarah tertentu berkaitan dengan silsilah, riwayat, cerita dan asal- usul tentang seseorang atau kejadian. Dengan demikian pengertian “sejarah” yang dipahami sekarang ini lebih banyak dari alih bahasa Inggris yakni “history”, yang berasal dari bahasa Yunani Kuno “historia” (dibaca “istoria”) yang berarti “belajar dengan cara bertanya-tanya”. 1 Perkataan sejarah dalam bahasa Indonesia adalah sama dengan history (Inggris), Geschichte (Jerman) atau Geschiedenis (Belanda) . 2 Menurut Hugiono dan P.K. Poerwantana yang dikutip oleh Nursid Sumaatmadja mengatakan bahwa, “sejarah adalah gambaran tentang peristiwa1 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplilkasi Pendidikan, Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), Cet, II, h. 342 2 R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005) Cet. I, h. 11 7 8 peristiwa masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami”. Sedangkan Sartono Kartodirdjo secara singkat mengkonsepkan “sejarah sebagai pelbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif pada masa lampau”. Dan pada sisi lain Ephrain Fischoff (Fairchild, H.P., dkk) mengemukakan “sejarah adalah riwayat masa lampau atau suatu bidang ilmu yang menyelidiki dan menuturkan riwayat itu sesuai dengan metode tertentu yang terpercaya”. 3 Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan tadi, kunci dalam pengertian sejarah terletak pada masa lampau, baik berupa peristiwa, pengalaman kolektif maupun riwayat masa lampau tersebut. Secara singkat sejarah itu berkenaan peristiwa masa lampau tentang kehidupan manusia dalam konteks sosialnya. Sejarah sebagai bidang ilmu sosial, memiliki konsep dasar yang menjadi karakter dirinya, dan yang dapat dibina pada diri kita masing-masing, terutama pada diri peserta didik. Konsep-konsep dasar itu adalah: 1) Waktu 2) Dokumen 3) Alur Peristiwa 4) Kronologi 5) Peta 6) Tahap-tahap Peradaban 7) Ruang 8) Evolusi 9) Revolusi 4 Bahwa waktu merupakan konsep dasar pada sejarah, peristiwa itu tidak dapat dikatakan sebagai fenomena dan fakta sejarah jika tidak dinyatakan waktu terjadinya, terutama waktu yang menunjukkan masa lampau. Waktu terutama yang telah lampau, menjelaskan sifat, bobot dan warna peristiwa yang bersangkutan. Peristiwa sejarah dapat dinyatakan sebagai sejarah apabila terkait dengan waktu ini. 3 Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007), Cet. 24, h. 2.8 4 Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS…, h. 2.9 9 Konsep yang paling melekat dengan waktu adalah ruang meskipun secara karakteristik konsep ruang lebih mendekat dengan geografi. Pada abad ke XVIII, seorang ahli filsafat Jerman yang dikutip oleh Nursid Sumaatmadja mengemukakan bahwa, “sejarah dengan geografi merupakan ilmu dwi tunggal, artinya penelaahan sesuatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya, tidak dapat dilepas dari ruang waktu terjadinya. Sejarah mengungkapkan kapan terjadinya sedangkan geografi merupakna petunjuk di mana peristiwa itu terjadi. Kesatuan kedua konsep tersebut, memberikan petunjuk tentang karakter peristiwa yang ditelaah. Oleh karena itu, peta menjadi alat bantu tentang lokasi sesuatu peristiwa itu terjadi.” 5 Konsep alur peristiwa tidak lain adalah suatu rentetan peristiwa atau rentetan pengalaman sejarah masa lampau berdasarkan urutan waktu terjadinya. Atau dengan ungkapan konsep yang lain yaitu kronologi peristiwa atau pengalaman sejarah masa lampau. Konsep alur peristiwa dan kronologi, mengungkapkan dinamika peristiwa atau pengalaman sejarah dari waktu ke waktu yang menunjukan perkembangan serta perubahannya. Penerapan dan pengungkapan peristiwa berdasarkan konsep alur peristiwa serta kronologi waktunya, selain dapat mengungkapkan prosesnya juga dapat mengungkapkan kecepatan proses tersebut apakah peristiwa atau pengalaman sejarah itu berlangsung lama ataukah cepat. Jika peristiwa itu berlangsung sangat cepat dapat kita sebut revolusi, sedangkan bila sangat lambat, kita sebut evolusi. Dengan demikian konsep revolusi juga merupakan suatu kata kunci yang dapat diterapkan dalam telaah sejarah. Maka dengan singkat dapat ditegaskan bahwa sejarah itu berarti: (1) jumlah perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam kenyataan sekitar kita; (2) cerita tentang perubahan itu dan sebagainya; (3) ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan dan sebagainya tersebut itu. Cerita tentang perubahan-perubahan dan sebagainya serta ilmu yang menyelidiki perubahan-perubahan tersebut itu pada dasarnya merupakan kegiatan manusia. Manusia menyelidiki kenyataan kemanusiaan yang terus berubah. Hasil 5 Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS…, h. 2.10 10 penyelidikan itu dihimpun olehnya dalam sebuah cerita. Sejarah sebagai ilmu dan sejarah sebagai cerita adalah ciptaan manusia dan bukan sesuatu yang timbul atau terjadi di luar usaha manusia (seperti gunung meletus, air bah, angin taufan). Manusia sebagai subjek atau pemegang peranan dalam membuat ilmu dan cerita. Dengan demikian, ilmu sejarah dan cerita sejarah disebut sejarah serba subjek, artinya hasil perbuatan manusia. Perubahan-perubahan kenyataan kejadian dan peristiwa terjadi tidak semata-mata karena kehendak manusia; serba tidak langsung terjadi diluar kemampuan dan tidak dengan pesetujuan mamnusia. Segala sesuatu terjadi seolah-olah menurut kodrat sendiri atau menurut kehendak Tuhan atau karena kekuatan-kekuatan lain. Yang nyata ialah bahwa seluruhnya berada “di luar” manusia, seolah-olah merupakan dunia tersendiri “di luar alam manusia”. Jumlah kejadian, jumlah peristiwa, perubahan seluruhnya itu disebut sejarah serba objek. 2. Fungsi dan Tujuan Pelajaran Sejarah di SMA Ketercapaian dan keberhasilan proses pembelajaran dinilai dari perubahanperubahan yang terjadi pada diri siswa setelah belajar IPS (sejarah). Perubahan yang dimaksud adalah perubahan kemampuan yang mencakup pengetahuan atau wawasan, keterampilan (akademis dan sosial) dan sikap sehingga kemampuan dapat dimanfaatkan oleh yang bersangkutan baik selama siswa berada di bangku sekolah maupun setelah tamat. Adapun fungsi dan tujuan pelajaran Sejarah adalah: a). Fungsi mata pelajaran Sejarah di SMA dan MA adalah menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran Sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia. b). Tujuan mata pelajaran Sejarah di SMA dan MA adalah: (1), mendorong siswa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan 11 datang, (2) Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. c). Mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat.. 6 3. Pendekatan, Pengorganisasian Materi dan Penilaian Mata Pelajaran Sejarah di SMA a). Pendekatan yang digunakan menekankan pada aspek prosesual yang berpangkal pada masa kini, karena masa lampau bukan sesuatu yang terpisah dari umat manusia, para siswa, dan lingkungan sehari-hari. Sejarah atau masa lampau harus dipahami sebagai sesuatu yang terus hidup atau menjadi bagian dari sesuatu yang menyejarah. Siswa belajar tentang masa lampau untuk memahami apa yang sedang dialaminya dalam keseharian. b). Pembelajaran Sejarah, keberhasilannya sangat tergantung pada kemampuan apresiasi dan kreatifitas guru. Guru sejarah perlu memahami jiwa, visi, misi, kurikulum yang berlaku, perspektif dan pendekatan masing-masing satuan pendidikan, menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. c). Pembelajaran sejarah perlu diikuti dengan praktek belajar sejarah. Praktek ini merupakan suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa agar mampu memahami fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi melalui pengalaman belajar praktek empiric. Tema praktek belajar Sejarah adalah praktek belajar nilai kejuangan, yang dapat dilakukan minimal sekali dalam setahun; dapat dilakukan pada saat tertentu, seperti pada pembagian laporan hasil belajar (rapor), kenaikan kelas, dan hari peringatan yang berkaitan dengan peristiwa bersejarah. d) Pembelajaran sejarah perlu menggunakan berbagai media yang mempunyai potensi untuk menambah wawasan dan konteks belajar serta meningkatkan 6 Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. IV, h. 133 12 hasil belajar. Slide, film, radio, televise, dan computer yang dilengkapi untuk mengakses berbagai informasi tentang isu-isu local, nasional, dan internasional. e). Pengorganisasian materi ditekankan pada pendekatan kritis logis dan perspektif analisis prosesual, agar siswa mampu berpikir sendiri mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi di masa lampau. f). Penilaian dapat menggunakan penilaian tertulis, penilaian berdasarkan perbuatan, penugasan, produk, atau potofolio. 7 4. Metode Pembelajaran Sejarah Hakikat pengetahuan sosial dan ilmu-ilmu sosial pada kurikulum 2004, dan tujuan pendidikan IPS, maka tugas dan peran Pendidikan IPS antara lain menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa (national and character building). Konsekuensinya dalam pelaksanaan proses pembelajaran harus membantu siswa mengembangkan potensi serta kompetensi yang dimilikinya, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotor untuk menghadapi lingkungan hidupnya, baik fisik maupun sosial budaya di mana mereka hidup kini dan hari esok. 8 Guru pelajaran IPS (Sejarah) yang profesional, dalam pelaksanaan tugas pembelajaran dituntut menguasai kompetensi atau kemampuan dasar pembelajaran dan aspek keilmuan. Salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai guru adalah “keterampilan mengembangkan metode pembelajaran”, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan upaya untuk mengembangkan metode pembelajaran di kelas yang dapat memotivasi dan menggairahkan belajar siswa. Pemahaman tentang guru sentris yang selama ini berkembang harus dirubah menjadi siswa sentris, artinya pengajaran hendaknya bersifat “siswa sentris”. Dalam pengertian ini maka guru harus mampu membaca/memahami hal ihwal keadaan diri siswa serta selalu memperhatikan keadaan/kesukaran/ keberhasilan/kemampuan siswa. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran melalui 7 8 Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS…, h. 136 Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS…, h. 108 13 aneka metode/teknik yang memang memberikan keesempatan pada siswa untuk maju/berkembang menurut potensinya masing-masing. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyiapkan dan merancang metode pembelajaran yang akan dilakukannya. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan tujuan nasional secara umum dan tujuan Pendidikan IPS pada khususnya, yang pada prinsipnya bertujuan mendidik dan membimbing siswa menjadi warga negara yang baik, yang bertanggung jawab baik secara pribadi, sosial/masyarakat, bangsa dan negara bahkan sebagai warga dunia. Salah satu model pembelajaran yang dapat mewujudkan tujuan tersebut adalah model pembelajaran berbasis portofolio. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut untuk berpikir cerdas, kreatif, parsitipatif, prospektif, dan bertanggung jawab. Secara rinci melalui model pembelajaran berbasis portofolio dalam IPS, antara lain siswa dapat: a). Memperoleh pemahaman yang lebih besar tentang masalah-masalah yang dikaji b). Belajar banyak tentang masalah-masalah kemasyarakatan dimana masalah kemasyarakatan menjadi inti dari Pendidikan IPS c). Belajar bagaimana cara yang lebih kooperatif dengan orang lain untuk memecahkan masalah d). Meningkatkan keterampilan dalam meneliti e). Memperoleh pemahaman yang lebih baik bagaimana pemerintah bekerja f). Belajar bagaimana warga negara berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam masyarakat g). Lebih menyadari kelompok-kelompok masyarakat yang menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang ada di masyarakat h). Meningkatkan rasa percaya dirinya, karena merasa telah dapat memecahkan masalah yang ada di masyarakat Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengangkat satu topik/kompetensi dasar, dapat juga memadukan beberapa kompetensi dasar untuk dijadikan kajian kelas. Tentu saja penyelenggaraannya perlu 14 didesain seefisien mungkin dan disesuaikan dengan situasi-kondisi sekolah, kemauan dan kemampuan serta keterampilan guru serta dukungan dari siswa. Lebih lanjut, agar pembelajaran sejarah berhasil baik, metode yang digunakan harus bisa mengonstruk “ingatan historis” yang disertai dengan “ingatan emosional”. Metode pembelajaran satu arah yang ada selama ini hanya akan mengonstruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya sebagai fakta-fakta hafalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, pun menggali lebih jauh. Ingatan historis semata tak akan bertahan lama. Supaya ingatan “historis” bisa bertahan lama, ia perlu disertai “ingatan emosional”. 9 Ingatan jenis ini adalah ingatan yang terbentuk dengan melibatkan emosi hingga bisa menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh dan memaknai berbagai peristiwa sejarah. Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komuniasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses pembelajaran. Kunjungan ke situs sejarah bisa dikatakan sebagai salah satu metode yang dapat menimbulkan “ingatan emosional”. Setelah siswa diberikan fakta-fakta sejarah untuk mengonstruk “ingatan historis” dalam kelas, ingatan emosionalnya dapat tergali berkat kunjungan ke situs-situs sejarah. Selain metode di atas, beberapa metode alternatif dalam kaitannya dengan modifikasi pengajaran sejarah perlu dikembangkan. Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah pemanfaatan media audiovisual. 9 Rama Dira J, Metode Alternatif Pengajaran Sejarah, artikel diakses pada 02 September 2008, dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/jateng/41127.htm 15 Pemutaran film dokumenter, semidokumenter, dan film layar lebar yang berlatar sejarah bisa membentuk “ingatan emosional” dalam diri siswa. Bagaimanapun juga film adalah media audiovisual yang bisa menghadirkan “suatu rekaman dunia”, lengkap dengan unsur gambar, suara, suasana, ruang dan waktu pada masa lalu yang bisa menggugah emosi. Dengan demikian, setelah menonton film, siswa akan terpicu menggali lebih jauh lagi “sejarah” yang terdokumentasikan atau yang dibuat versi layar lebarnya. B. Pengelolaan Kelas 1. Pengertian Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah awal “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari kata pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan. Sedangkan kelas adalah di dalam didaktik terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa, yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. 10 Pengelolaan kelas adalah usaha guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Menurut Syaiful Djamarah dan Aswan Zaini: Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak boleh ditinggalkan. Guru selalu mengelola kelas ketika dia melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efisien dan efektif. Ketika kelas terganggu, guru berusaha mengembalikannya agar tidak menjadi penghalang bagi proses belajar mengajar. 11 Pengelolaan merupakan sebuah kegiatan dan pelaksanaannya disebut mengelola. Orang yang melaksanakannya adalah pengelola, yaitu individu yang 10 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Sebuah Pendekatan Evaluatif, (Jakarta: CV. Rajawali, 1988), Cet. II, h. 17 11 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h.174 16 menangani tugas-tugas yang bersifat manajerial, mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan dan memanfaatkan usaha-usaha kelompok secara efektif. Guru dalam pelaksanaan tugas secara profesional adalah seorang pengelola, dalam hal ini pengelola kelas. Tugas ini berhubungan dengan kegiatan guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran di kelas. Guru menghadapi sejumlah siswa yang berasal dari lingkungan sosial dan emosi yang berbeda, karena itu guru diharapkan bisa mengelola kelas dengan baik dan efektif. Dalam proses belajar mengajar di kelas, hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh seorang guru adalah mengupayakan atau menciptakan kondisi belajar mengajar yang baik. Kelas sebagai komunitas sekolah terkecil dapat mempengaruhi interaksi siswa dan kegiatan pembelajaran yang pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap suasana kelas dan prestasi belajar siswa. Suasana kelas yang kondusif akan mampu mengantarkan pada prestasi akademik dan nonakademik siswa, maupun kelasnya secara keseluruhan. Menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini, mendefinisikan kelas dari dua sudut, yaitu: 1. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokkan siswa menurut tingkat perkembangannya yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing. 2. Kelas dalam arti luas yakni, suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatankegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan. 12 Made Pidarta yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini mengatakan, pengelolaan kelas adalah “proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem/organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkannya.” Sedangkan menurut Sudirman N, “pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas. 12 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi …, , h. 176 17 Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses interaksi edukatif. Maka agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola dengan sebaikbaiknya oleh guru.” 13 Menurut Hunt, yang dikutip oleh Dede Rosyada mengatakan, ada delapan langkah yang harus dilakukan guru agar mampu menguasai dan mengelola kelas dengan baik, yaitu: 1) Persiapan yang cermat 2) Tetap menjaga dan terus mengembangkan rutinitas 3) Bersikap tenang dan penuh percaya diri 4) Bertindak dan bersikap profesional 5) Mampu mengenali perilaku yang tidak tepat 6) Menghindari langkah mundur 7) Berkomunikasi dengan orang tua siswa secara efektif 8) Menjaga kemungkinan munculnya masalah. 14 Pengelolaan kelas diperlukan karena dari hari ke hari dan bahkan dari waktu ke waktu tingkah laku dan perbuatan anak didik selalu berubah. Hari ini anak didik dapat belajar dengan baik dan tenang, tetapi besok belum tentu. Kemarin terjadi persaingan yang sehat dalam kelompok, sebaliknya, di masa mendatang boleh jadi persaingan itu kurang sehat. Karena itu, kelas selalu dinamis dalam bentuk perilaku, perbuatan, sikap mental, dan emosional anak didik. Pengelolaan kelas sangat berhubungan dengan upaya atau usaha untuk menyelenggarakan suatu proses belajar mengajar pada suatu tingkat kelompok tertentu. Hal ini tentunya memberikan suatu pemahaman tersendiri yang sangat jelas bahwa pengelolaan kelas ditujukan untuk menyelenggarakan proses atau kegiatan belajar mengajar di kelas agar dapat berlangsung dengan baik dan efektif serta mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa pengertian pengelolaan kelas yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat memberi suatu gambaran serta pemahaman yang jelas bahwa pengelolaan kelas sebagai usaha menyiapkan kondisi yang optimal agar proses 13 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), Cet. I, h. 172 14 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi “sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Ed. I, h. 183 18 atau kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang amat kompleks dan seorang guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diterapkan secara efektif dan efisien. 2. Tujuan Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas yang dilakukan guru bukan tanpa tujuan. Karena adanya tujuan itulah guru selalu berusaha mengelola kelas dengan baik, walaupun kadang-kadang kelelahan fisik, maupun pikiran dirasakan. Guru sadar tanpa pengelolaan kelas yang baik maka akan menghambat proses belajar mengajar. Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. 15 Tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas itu dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah apabila: a. Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang terhenti karena tidak tahu akan tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kepadanya. b. Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, artinya setiap anak akan bekerja secepatnya agar lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Apabila ada anak yang walaupun tahu dan dapat melaksanakan tugasnya, tetapi mengerjakannya kurang bergairah dan mengulur waktu bekerja, maka kelas tersebut dikatakan tidak tertib. 16 Tujuan pengelolaan kelas adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Mutu pembelajaran akan tercapai, jika tercapainya tujuan pembelajaran. Karakter kelas yang dihasilkan karena adanya proses pengelolaan kelas yang baik akan memiliki sekurang-kurangnya tiga ciri, yakni: 1. Speed, artinya anak dapat belajar dalam percepatan proses dan progress, sehingga membutuhkan waktu yang relatif singkat. 15 16 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi…, h. 177 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa…, h. 68 19 2. Simple, artinya organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna dan situasi kelas kondusif. 3. Self-Confidence, artinya anak dapat belajar dengan penuh rasa percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaran dan belajar berprestasi. 17 3. Prinsip Pengelolaan Kelas Masalah pengelolaan kelas bukanlah merupakan tugas yang ringan. Berbagai faktorlah yang menyebabkan kerumitan itu. Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian siswa dengan ciri-ciri khasnya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari yang lainnya secara individual. Perbedaan secra individual ini dilihat dari segi aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis. Sedangkan faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokkan siswa, jumlah siswa di kelas, dan sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik. Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Maka adalah penting bagi guru untuk mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas ini. 1. Hangat dan antusias Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada akivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas. 17 Pupuh Fathurrohman,, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami). (Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h.104 20 2. Tantangan Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang. 3. Bervariasi Penggunaan alat atau media, atau alat bantu, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian anak didik. Apalagi bila penggunaannya bervariasi sesuai dengan kebutuhan sesaat. Kebervariasian dalam penggunaan apa yang disebutkan di atas merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menhindari kejenuhan. 4. Keluwesan Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya. 5. Penekanan pada Hal-hal yang Positif Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu, penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif dari pada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar. 6. Penanaman Disiplin Diri Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan dalam pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung 21 jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal. 18 4. Aspek-aspek Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas. Oleh karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam mengelola kelas yaitu penataan siswa di dalam kelas, penataan ruang dan alat pelajaran dan menciptakan disiplin kelas. Usaha sadar dalam pengelolaan kelas mengarah pada dua elemen yaitu fisik dan non fisik. Pengelolaan yang menyangkut komponen fisik di kelas seperti pengaturan ruang kelas, posisi bangku dan kursi, lemari, alat dan media pembelajaran serta komponen fisik lainnya. Pengelolaan yang menyangkut non fisik seperti pengelolaan siswa, kondisi sosio emosional dan bentuk-bentuk hubungan kemanusiaan yang diperankan di kelas sebagai anggota kelas. a. Penataan siswa di dalam kelas 1). Organisasi murid Pengelolaan kelas pada hakikatnya berkenaan dengan bagaimana caranya agar proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas berjalan lancar, efektif dan efisien. Pengorganisasian murid ini apabila dikelola dengan baik mempunyai dua fungsi sekaligus. Fungsi pertama adalah melatih siswa dalam berorganisasi kegiatan organisasi murid ini sangat baik untuk menanamkan sikap demokratis, rasa tanggung jawab, memupuk kerja sama, dan sikap toleransi di antara para siswa. Fungsi kedua adalah menciptakan ketertiban kelas. Untuk memelihara kebersihan kelas, siswa dibagi tugas secara bergiliran (piket harian) organisasi ini juga bisa membantu menyediakan sarana pengajaran, misalnya menyediakan kapur tulis, alat peraga, buku paket, dan sebagainya. 19 18 19 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, h. 185 Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 312 22 2). Penugasan Kelas Untuk meningkatkan aktifitas dan kreatifitas belajar siswa, guru dapat memberikan berbagai tugas secara bervariasi. Tugas yang diberikan biasanya penerapan (aplikasi) konsep-konsep atau teori-teori yang diberikan oleh guru. Tugas-tigas tersebut misalnya memberikan pertanyaan, berdiskusi, tampil di muka kelas (response) mengerjakan soal. Proses belajar siswa di dalam menyelesaikan pengajaran akan lebih baik dibanding dengan hanya mendengarkan ceramah saja. Sistem pemberian tugas ini juga menuntut aktifitas dan kreatifitas guru untuk memeriksa hasil pekerjaan siswa secara cermat. Tugas yang diberikan sebaiknya tidak terlalu sukar dan juga tidak terlalu mudah. Pemberian tugas yang kurang jelas dan kurang tegas akan membingungkan siswa. Oleh karena itu, di dalam memberikan tugas guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a). Guru harus merumuskan dengan jelas tujuan apa yang ingin dicapai dari pemberian tugas tersebut. (b). Guru hendaknya menetapkan target maksimal yang akan dicapai dengan pemberian tugas (c). Guru harus memberi petunjuk tentang bagaimana cara atau proses untuk menyelesaikan tugas tersebut. (d). Guru menjelaskan kedudukan tugas yang diberikan, apakah sebagai pengganti ulangan, pengganti pertemuan pengajaran yang terhambat oleh suatu kegiatan tersebut. (e). Guru memberi kesempatan kepad siswa untuk bertanya apakah tugas itu masih belum dipahami. 20 3). Pembimbingan Siswa Dalam melaksanakan kegiatan belajar, siswa tidak terhindar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Siswa dalam satu kelas sekalipun tingkat usianya sama, dalam berbagai hal memiliki perbedaanperbedaannya. Guru harus mampu mengidentifikasi dengan cermat 20 Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan,…, h. 313-314 23 permasalahan yang dihadapi siswanya, serta dapat menentukan alternatif penanggulangannya. Bimbingan yang diberikan tidak hanya kepada siswa yang menghadapi permasalahan, tetapi juga kepada siswa yang tidak mengalami kesulitan. Hanya yang menghadapi kesulitan harus lebih diprioritaskan. Guru harus bisa melakukan bimbingan denga tulus agar siswa dapat lebih merasakan bimbingan dan perhatian. Adapun tujuan bimbingan terhadap siswa antara lain: (a). Membantu siswa untuk memahami dirinya sendiri sesuai dengan kecakapan dan tingkat perkembangannya. (b). Membantu proses sosialisasi dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. (c). Membantu siswa untuk mengembangkan motivasi belajar sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. (d). Memberikan dorongan di dalam mengarahkan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan dari dalam proses pengajaran. (e). Membantu siswa untuk memperoleh kepuasan pribadi dan dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap lingkungan. 21 Adapun pengelolaan kelas menurut Ade Rukmana dan Asep Suryana meliputi dua kegiatan yang secara garis besarnya terdiri dari: 1). Pengaturan Orang (siswa) Pengaturan orang (siswa) adalah mengatur dan menempatkan siswa dalam kelas sesuai dengan potensi intelektual dan perkembangan emosionalnya. Siswa diberikan kesempatan untuk memperoleh posisi dalam belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya. 2). Pengaturan Fasilitas Pengaturan Fasilitas adalah kegiatan yang harus dilakukan siswa, sehingga seluruh siswa dapat terfasilitasi dalam aktifitasnya di dalam kelas. Pengaturan fisik kelas diarahkan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman, aman, dan belajar 21 Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan,…, h. 316 24 dengan baik. Untuk lebih jelasnya, pengaturan siswa dan fasilitas kelas dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: 22 Tabel 2.1 Kegiatan Pengelolaan Kelas Kegiatan Pengelolaan Kelas Mengatur Orang (Kondisi Emosional) Mengatur Fasilitas Belajar Mengajar (Kondisi Fisik) - Tingkah laku - Ventilasi - Kedisiplinan - Pencahayaan - Minat/Perhatian - Kenyamanan - Gairah Belajar - Letak Duduk - Dinamika Kelompok - Penempatan Siswa b. Penataan Ruang dan Alat Peraga Agar tercipta suasana yang menggairahkan dalam belajar, perlu diperhatikan pengaturan ruang belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan aak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar. Selain itu dalam penataan ruang kelas perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) kesesuaian dengan tujuan belajar, 2) metode yang digunakan, 3) materi yang disampaikan, 4) karakteristik siswa dan waktu yang tersedia. 23 Dengan adanya kriteria-kriteria tersebut pengaturan ruang kelas dan alat pelajaran benar-benar dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran serta disesuaikan dengan karakteristik. Penataan ruang belajar beserta kelengkapannya ini harus diusahakan dengan melibatkan peran aktif siswa. Dalam penataan ruang 22 Ade Rukmana dan Asep Suryana, Pengelolaan Kelas, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Cet. I, h. 33 23 Conny Semiawan, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), Cet. 1, h. 64 25 belajar dan alat pelajaran ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain yaitu penataan tempat duduk, penataan alat pengajaran dan kelengkapan kelas, penataan keindahan, kebersihan dan kenyamanan kelas. 1). Penataan Tempat Duduk Siswa Untuk mewujudkan suasana belajar di mana siswa menjadi pusat kegiatan belajar, perlu suatu organisasi kelas yang luwes. Bangku, kursi dan alat-alat lainnya mudah dipindahkan untuk kepentingan bekerja kelompok. Ruangan kelas dan segala fasilitas yang disediakan perlu diatur untuk melayani kegiatan belajar. Di sebagian besar ruang kelas, bangku siswa dapat disusun untuk mendukung tujuan belajar bagi pelajaran apa pun yang diberikan. Seorang guru bebas menyuruh siswa mengatur ulang bangku mereka untuk memudahkan jenis interaksi yang diperlukan. Untuk presentasi siswa, ajaran guru, pemutaran video, dan lain-lain, atur bangku sehingga siswa menghadap ke depan untuk membantu mereka tetap fokus ke depan. Untuk kerja kelompok, bangku diputar saling berhadapan. Yang ingin dicapai adalah fleksibilitas. 24 2). Penataan Alat Pengajaran dan Kelengkapan Kelas Penataan alat bantu pengajaran dan kelengkapan kelas sebaiknya dilakukan secermat mungkin agar tidak mengganggu proses belajar mengajar. Selain itu setiap alat-alat pengajaran maupun kelengkapan kelas yang berada di dalam kelas haruslah benar-benar memiliki fungsi, sehingga keberadaannya tidak sekedar membuat sempit suasana kelas. Alat bantu pengajaran atau media yang khusus untuk digunakan di kelas tertentu sebaiknya disimpan di kelas tersebut. Ha ini dimaksudkan agar guru mudah mengambil dan menggunakannya tanpa harus banyak membuang-buang waktu. Terkadang guru enggan menggunakan alat pengajaran karena merasa enggan mengambilnya dengan birokrasi yang berbelit-belit. Akan tetapi kalau alat tersebut sudah tersedia di kelas, guru 24 Bobby Porter dan Mike Hernachi, Quantum Teaching, (Bandung: Kaifa, 2000), h. 70 26 akan terdorong untuk menggunakannya. Pengaturan dan pemeliharaannya biasanya dilakukan oleh para siswa secara bergiliran. 25 3). Penataan Keindahan, Kebersihan dan Kenyamanan Kelas Ruang belajar mempunyai peranan yang cukup besar dalam menentukan hasil belajar seseorang, setiap siswa hendaknya memilih ruang belajar yang memenuhi persyaratan fisik tertentu. Ruang belajar tidak perlu ruang yang bagus dengan segala perlengkapan modern. Akan tetapi cukup sederhana saja asal memenuhi persyaratan. Persyaratan yang diperlukan untuk ruang belajar adalah bebas dari gangguan, sirkulasi dan suhu udara yang baik di samping itu perlu juga penerangan yang baik. 26 Demikian pula keadaan ruangan kelas (kebersihan dan keteraturannya) mencerminkan karakter penghuninya, yaitu guru dan murid-muridnya. Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan kelas ini biasanya dilakukan oleh siswa secara bergiliran, yaitu oleh siswa yang mendapat giliran piket harian. Kegiatan ini di samping bermanfaat untuk menciptakan kebersihan kelas, juga mendidik siswa untuk mencintai dan melakukan kebersihan. Untuk memberikan dorongan kepada siswa, hendaknya guru setiap harinya memeriksa keadaan kebersihan dan ketertiban kelas. c. Penciptaan Disiplin Kelas Disiplin diartikan adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan disini bukanlah karena paksaan, tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi peraturan-peraturan itu. Disiplin harus ditanamkan dan ditumbuhkan dalam diri anak, sehingga akhirnya rasa dipilin itu akan tumbuh dari hati sanubari anak itu sendiri. 27 25 Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan,…, h.319 Hasbullah Thabary, Rahasia Sukses Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. II, h. 48-50 27 Alisuf Sabri, Ilmu pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. I, h. 40 26 27 Pengelolaan kelas yang baik akan menciptakan disiplin kelas yang baik. Kelas dinyatakan disiplin apabila setiap siswanya patuh pada aturan main/tata tertib yang ada, sehingga dapat terlibat secara optimal dalam kegiatan belajar. Disiplin kelas bukanlah sekedar pemberian hukuman bagi yang melanggar atau menerima penghargaan bagi yang menaatinya. Disiplin dalam hal ini dimaksudkan sebagai usaha membina secara terus menerus kesadaran dalam bekerja atau belajar dengan baik dalam arti setiap orang menjalankan fungsinya secara efektif. Pemberian sanksi hanya boleh dilakukan sebagai cara terakhir, yakni bila sudah tidak ditemukan lagi cara lain untuk menumbuhkan kesadaran terhadap tata tertib tersebut. Pelanggaran disiplin biasanya bersumber pada kepemimpinan guru yang terlalu otoriter, siswa merasa kurang dilibatkan dalam aktifitas kelas, rasa bosan terhadap pelajaran, perasaan tertekan, takut, cemas, serta siswa kurang diperhatikan. Tindakan pencegahan terjadinya pelanggaran disiplin kelas adalah dengan tata tertib dan pemberian ganjaran dan hadiah. Pembuatan tata tertib pun hendaknya dengan melibatkan siswa, karena dengan melibatkan siswa maka rasa tanggung jawab siswa terhadap peraturan akan lebih besar jika mereka terlibat dalam pembuatannya. Dengan mendengarkan saran, masukan dan keinginan siswa akan membuatnya merasa dihargai dan diakui. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada pelaksanaan peraturan tersebut. 5. Pengelolaan Kelas yang Efektif Agar siswa dapat meraih kompetensi, guru harus merancang proses belajar mengajar di kelas yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan menerapkan hal-hal yang telah dipelajarinya. Siswa harus mampu menggunakan fakta-fakta yang sudah dipelajarinya untuk menjelaskan situasi atau untuk menerapkan informasi pada situasi baru. Menurut Made Pidarta yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini mengatakan bahwa, untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 28 a). Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu, yang dilengkapi oleh tugas-tugas dan diarahkan oleh guru. b). Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau kelompok. c). Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku masingmasing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individuindividu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan bagaimana belajar. d). Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada anggota-anggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka di kelas di kala belajar. e). Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat keterampilan guru mengelola secara kelompok, makin puas anggota-anggota di dalam kelas. f). Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesatuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah maupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan. 28 6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Sejarah Dalam proses belajar mengajar di kelas, sangat penting untuk dilakukan oleh seorang guru adalah mengupayakan atau mencipatakan kondisi belajar mengajar yang baik. Kelas sebagai komunitas sekolah terkecil dapat mempengaruhi suasana kelasnya dalam berinteraksi dan kegiatan pembelajaran yang pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap suasana dan prestasi belajarnya. Suasana kelas yang kondusif akan mampu mengantarkan pada prestasi akademik dan non-akademik siswa, maupun kelasnya secara keseluruhan. Untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif, bisa kita lakukan dengan cara menggunakan metode-metode pembelajaran yang bervariatif. Salah satu contoh metode pembelajaran Sejarah yang dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri (MAN) 1 Bengkulu Selatan, dengan 28 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar,...., h. 214 29 memanfaatkan program Powerpoint. Ini bisa saja dipraktekkan di sekolah-sekolah lain. Karena dengan menggunakan media pengajaran berbasis teknologi komunikasi dan informasi pada pelajaran sejarah dapat meningkatkan minat dan ketertarikan siswa untuk mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran dengan Powerpoint dalam mata pelajaran sejarah dapat mengurangi penilaian kuno dan ketinggalan zaman terhadap mata pelajaran ini. 29 Metode pembelajaran Sejarah yang menggunakan media powerpoint juga sudah diterapkan di SMAN 87 Jakarta. 30 Tetapi memang, harus adanya kontinuitas dalam menggunakan media ini. Karena bagaimanapun, media ini merupakan salah satu metode yang menggunakan media untuk menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Sehingga pengelolaan kelas pada pembelajaran Sejarah akan berjalan lancar. Kelebihan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran Sejarah menurut penulis adalah dapat meningkatkan minat dan ketertarikan siswa pada mata pelajaran Sejarah. Karena dengan banyaknya opini yang ada bahwasanya pelajaran Sejarah merupakan pelajaran yang “kaku” dan membosankan, maka dengan adanya metode tersebut, pembelajaran Sejarah akan terasa lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Dengan Powerpoint, siswa juga dapat membuat isi dari materi pelajaran Sejarah lebih menarik. Sedangkan kekurangan dari metode tersebut menurut penulis adalah dibutuhkannya keahlian dan kemampuan tersendiri dalam menggunakan program Powerpoint. Jika belum bisa menggunakan dan menguasainya maka akan menjadi hambatan utama dalam mempraktekkan metode ini. Dalam pembelajaran Sejarah, untuk menciptakan pengelolaan kelas yang baik tidak hanya menggunakan media powerpoint. Guru Sejarah juga bisa menggunakan metode-metode lain seperti, demonstrasi, karya wisata, diskusi, tanya jawab, dan sebagainya, yang bisa dilakukan oleh siswa. Ini menunjukkan 29 Irwan Setiawan, Belajar Mandiri Dengan Pemanfaatan Program Powerpoint Dalam Pembelajaran Sejarah Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengkulu Selatan, artikel diakses pada 08 September 2009, dari http://www.psb-psma.org/forum/software/lain-lain/belajar-mandiridengan-pemanfaatan-program-powerpoint-dalam-pembelajaran-sejarah 30 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 30 bahwa pembelajaran Sejarah tidak terpusat pada guru (teacher centris), tetapi pada keaktifan siswa di dalam kelas (student centris). BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilakukan bertahap mulai dari perencanaan sampai dengan pengambilan data di lapangan. Tahap perencanaan dan observasi dimulai dari tanggal 01 September 2009 sampai dengan 22 Januari 2010. Sedangkan pelaksanaan pengambilan data di lapangan dari tanggal 25 Januari sampai 08 Februari 2010 dan pengolahan data dari tanggal 10 Februari sampai dengan 16 Februari 2010. Rincian tahapan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Tahapan Penelitian No. Tanggal 1. 01 Sept 2009 2. 15 Sept 2009 3. 09 Okt 2009 4. 5. 6. 7. Kegiatan Pembuatan proposal skripsi ACC proposal skripsi Penyerahan proposal skripsi ke Dosen Pembimbing 16 Okt – 22 Jan 2010 Bimbingan penulisan Bab I-III sekaligus Instrumen penelitian 25 Jan ’10 – 08 Feb 2010 Penelitian di SMAN 87 Jakarta dan bimbingan 10 Feb ‘10 – 16 Feb Pengolahan data hasil penelitian dan 2010 bimbingan 19 Februari 2010 Laporan hasil pengolahan data dan bimbingan 31 32 2. Tempat Penelitian Adapun yang menjadi objek penelitian adalah SMAN 87 Jakarta yang beralamatkan di Jalan Mawar II Rempoa Raya Pesanggrahan Jakarta Selatan. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu metode yang mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis data yang menggambarkan situasi keadaan dan hasil temuan lapangan yang bersifat non hipotesis, yang diambil dari kuesioner siswa dan wawancara guru mata pelajaran Sejarah. Peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, di dengar, dirasakan dan ditanyakan. 1 Semua objek terkait dengan penelitian tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah. C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi Dalam pengumpulan data, peneliti datang langsung ke lapangan dengan melihat atau mengamati segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan pembuatan skripsi ini, yakni dengan mengamati kondisi peserta didik kelas X SMAN 87 Jakarta yang mengikuti kegiatan belajar mengajar. 2. Wawancara Wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara dilakukan dengan pendidik mata pelajaran Sejarah untuk mendapatkan keterangan mengenai pengelolaan kelas di kelas X SMAN 87 Jakarta. 1 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Dilengkapi Contoh Proposal dan Laporan Penelitian), (Bandung: ALFABETA, 2005), Cet. I, h.17 33 3. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi dimaksudkan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan mengumpulkan catatan tertentu yang nyata, yang sudah tersedia sebagai sumber penyelidikan. Diambil dari silabus, dan persiapan RPP pendidik yang bersangkutan. Ini digunakan sebagai sumber data pelengkap penelitian. 4. Angket Angket merupakan alat penelitian berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh keterangan dari responden tentang pengelolaan kelas mata pelajaran Sejarah oleh guru Sejarah. Ini digunakan sebagai sumber data pelengkap penelitian. Angket ini akan diberikan kepada peserta didik kelas X SMAN 87 Jakarta dengan cara random sampling berjumlah 50 eksemplar dari jumlah siswa pada populasi yang ada yaitu 132 siswa secara langsung dan tertutup artinya, jawaban telah disediakan yang berjumlah 20 soal dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 alternatif jawaban, yaitu: selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Angket disusun berdasarkan indikator pengelolaan kelas mata pelajaran Sejarah. Diantara item pertanyaan dapat dilihat di bagan kisi-kisi instrumen penelitian. Pertanyaan-pertanyaan terlampir. D. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Penyusunan kisi-kisi instrumen penelitian dilakukan berdasarkan teori yang telah dipaparkan pada bab II (dua), kisi-kisi instrumen penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Definisi Konseptual Secara konseptual yang dimaksud dengan pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah adalah suatu upaya memberdayagunakan potensi kelas yang ada seoptimal mungkin untuk mendukung proses interaksi edukatif mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Kunci dalam pengertian Sejarah terletak pada masa lampau, baik berupa peristiwa, pengalaman kolektif maupun riwayat masa lampau tersebut. Secara singkat sejarah itu berkenaan peristiwa masa lampau tentang 34 kehidupan manusia dalam konteks sosialnya. Kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam mengelola kelas yaitu penataan peserta didik di dalam kelas, penataan ruang dan alat pelajaran, menciptakan disiplin kelas, interaksi belajar mengajar, menunjukkan sikap tanggap serta alokasi belajar. 2. Definisi Operasional Jawaban peserta didik tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah adalah skor yang diperoleh dari pendapat responden terhadap instrumen yang berbentuk skala likert dengan 4 pilihan. Indikator jawaban peserta didik tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah dalam penelitian ini diambil dari beberapa dimensi pengelolaan kelas yang meliputi: Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah Alat Penggali Dimensi Indikator Data - Penataan tempat Bagaimana Panduan ¾ Penataan duduk siswa ruang Observa pengelolaan kelas dan - Kelengkapan -si /penggunaan alat kelas pada media pelajaran mata pembelajaran - Penataan pelajaran kebersihan dan Sejarah keindahan kelas yang ¾ Mencipta- - Tindakan berkaitan pencegahan; an disiplin pembuatan tata kelas dengan tertib; metode mengabsen kehadiran murid, yang memberi pujian digunakan - Penindakan; Pemberian dalam sanksi/hukuman, pembelajarmemberi nasihat/menegur an Sejarah? Rumusan Masalah Item Ket/ Sasaran Kelas (Guru dan Siswa) Kelas (Guru dan Siswa) 35 ¾ Pengorga- - Ketepatan dalam menyesuaikan nisasian/ metode dengan penyesuaimateri an metode dengan materi Pedoman Wawancara Panduan Studi Dokume -ntasi Kelas (Guru) ¾ Menciptak Tindakan pencegahan; -an pembuatan tata disiplin tertib; kelas mengabsen kehadiran murid, memberi pujian - Penindakan; Pemberian sanksi/hukuman, memberi nasihat/menegur Guru ¾ Menunjuk kan pembelaja ran yang kreatif Menggunakan metode pembelajaran bervariatif Guru ¾ Pengorganisasian/ penyesuaian metode dengan materi Ketepatan dalam menyesuaikan metode dengan materi Guru ¾ Menunjukan perencanan pembelaja -ran - Tersedianya RPP Guru ¾ Pengorga- - Ketepatan dalam menyesuaikan nisasian/ metode dengan penyesuaimateri an metode dengan Guru 36 Angket materi - Penugasan kelas ¾ Penataan murid di - Pembimbingan dalam siswa kelas - 7 Siswa s/d 9 kelas X - 10 SMAN s/d 11 - Penataan tempat ¾ Penataan duduk siswa ruang kelas dan - Kelengkapan/ penggunaan alat media pelajaran pembelajaran - Penataan kebersihan dan keindahan kelas - 1 s/d 2 - 18 ¾ Mencipta- - Tindakan pencegahan; an disiplin pembuatan tata kelas tertib; mengabsen kehadiran murid, memberi pujian - Penindakan; Pemberian sanksi/hukuman, memberi nasihat/menegur - 12 s/d 14 ¾ Menunjuk -kan sikap tanggap -3 - 16 s/d 17 - Menarik perhatian siswa - Gerak mendekati - 5 Menggunakan ¾ Menunjuk metode kan pembelajaran pembelaja bervariatif ran yang kreatif 4 - Ketepatan ¾ Alokasi kehadiran penggunaan waktu belajar mengajar 19 - 6 37 ¾ Pengorgan - Ketepatan dalam isasian/ menyesuaikan penyesuaimetode dengan an materi materi dengan metode 20 E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, langkah selanjutnya yaitu pengolahan dan analisis data. Adapun teknik pengolahan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Teknik Pengolahan Data a. Editing Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi harapan peneliti, diantaranya kurang atau terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu, keadaan tersebut harus diperbaiki melalui editing ini. 2 b. Koding Setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahapan koding. Maksudnya bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis. 3 Biasa klasifikasi dilakukan dengan cara memberi data atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban. 2 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), Ed. 1., Cet. II, h. 165 3 Burhan Bungin, Metodologi..., h. 166 38 c. Tabulasi (Proses Pembeberan) Tabulasi adalah bagian terakhir dari pengolahan data. Maksudnya adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angkaangka serta menghitungnya. 4 Setelah data-data diolah langkah selanjutnya adalah menganalisa data. Teknik analisis data yaitu penulis berusaha memberikan uraian mengenai hasil penelitian tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah. 2. Teknik Analisa Data Tahap analisa adalah tahap yang penting dan menentukan. Pada tahap inilah data dikerjakan dan dimanfaatkan demikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. 5 Dalam analisis ini penulis mengambil analisis deskriptif yang mengandung arti bahwa, analisis yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Metode deskriptif ini menggambarkan apa adanya yang merupakan hal alamiah dan sesuai dengan kenyataan kehidupan, manusia hidup apa adanya. Lebih jauh manusia ingin tahu dan membutuhkan gambaran yang lebih jelas dan rinci dari keadaan apa danya tersebut. 6 Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya prosentase jawaban angket dari responden. Rumus yang digunakan adalah: P= F N X 100% Ket: P = Prosentase F = Frekwensi N = Jumlah Responden 7 4 Burhan Bungin, Metodologi…, h. 168 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1991), Cet. XI, h. 269 6 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan..., h. 72 7 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. V., h. 40-41 5 39 Untuk mengetahui kualifikasi skor setiap variabel yang diambil dari nilai rata-rata (mean), maka penulis menjadikan skor tersebut ke dalam data interval dengan kualifikasi masing-masing, namun harus mencakup skor yang paling tinggi dan skor yang paling rendah. Hal ini mengacu pada kriteria penilaian berikut: 8 80-100 : Amat Baik (A) 70-79 : Baik (B) 60-69 : Cukup (C) 50-59 : Kurang (D) Untuk menentukan prosentase, digunakan perhitungan sederhana dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1). Menentukan nilai harapan (NH). Nilai ini dapat diketahui dengan menjadikan nilai item perhitungan dengan skor tertinggi 2). Menghitung nilai skor (NS). Nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian. 3). Menentukan kategorinya dengan menggunakan rumus: P = NS X 100% NH P = Prosentase NH = Nilai Harapan NS = Nilai Skor 8 Anas Sudijono, Pengantar Statistik…, h. 16 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Profil Pendidik Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta Ada dua orang pendidik mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta. Mereka adalah Ibu Dra. Bhakti Utami. W, yang telah menamatkan studi terakhirnya (S1) di IKIP Jakarta Jurusan Sejarah/Antropologi. Bergabung di SMAN 87 Jakarta sejak tahun 1987. Kini ia menjadi guru mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi di SMAN 87 Jakarta. Banyak sudah pelatihan, penataran, seminar, workshop, dan sebagainya yang telah diikutinya dari tahun 1989 sampai 2008, guna menunjang ilmu dan skill dalam mengajar. Berikutnya adalah Bapak Hambali, S.Pd., yang telah menamatkan studi terakhirnya (S1) di FKIP UPI Bandung Jurusan Sejarah. Bergabung di SMAN 87 Jakarta sejak tahun 1986. Kini ia menjadi guru mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta. Sebelumnya ia pernah mengajar di SMAN 28 Jakarta tahun 1986-1988 dan di SMK Muhammadiyah 09 Jakarta tahun 1994-1999. Banyak sudah pelatihan, penataran, seminar, workshop, dan sebagainya yang telah diikutinya dari tahun 1992 sampai 2005 guna menunjang ilmu dan skill dalam mengajar. B. Analisis Data dan Pembahasan Hasil Temuan 1. Analisis Data Data yang dijadikan dasar deskripsi hasil penelitian ini adalah skor pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang diperoleh dari hasil 40 41 penyebaran angket, wawancara, observasi, dan dokumen-dokumen berdasarkan kategori yang sesuai dengan masalah penelitian. Dengan demikian data yang dideskripsikan berupa data tentang; a. Penataan ruang kelas dan alat pelajaran, dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya yaitu: (1) Penataan tempat duduk peserta didik, (2) Kelengkapan/penggunaan media pembelajaran, (3) Penataan kebersihan dan keindahan kelas. Tabel 4. 1 Penataan tempat duduk peserta didik No. 1. 2. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda mengatur ruang kelas agar suasana belajar menyenangkan? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah Apakah penataan tempat duduk anda di kelas memudahkan dalam belajar? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 1 1 12 36 50 2 2 24 72 100 6 4 32 8 50 12 8 64 16 100 Pada pertanyaan nomor 1, sebanyak 72% peserta didik menyatakan pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah mengatur ruang kelas agar suasana belajar menyenangkan, 24% peserta didik menyatakan kadang-kadang, dan 2% peserta didik menyatakan selalu dan sering. Pada pertanyaan nomor 2, sebanyak 64% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menata tempat duduk peserta didik di kelas ketika belajar, 16% peserta didik menyatakan tidak pernah, 12% peserta didik menyatakan selalu, dan 8% peserta didik menyatakan sering. Hal ini menunjukkan bahwa pendidik mata pelajaran sejarah dalam mengatur ruang kelas dan tempat duduk peserta didik dinilai cukup, melihat jawaban peserta didik yang beragam. 42 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak menata atau mengatur tempat duduk peserta didik. Pendidik lebih cenderung “membebaskan” siswa memilih tempat duduknya masing-masing, dan penataan tempat duduk peserta didik menggunakan format memanjang ke belakang. 1 Tabel 4. 2 Penataan kebersihan dan keindahan kelas No. 3. Pertanyaan Apakah anda dilibatkan dalam menata keindahan dan kebersihan kelas? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 2 5 29 14 50 4 10 58 28 100 Pada pertanyaan nomor 3, sebanyak 58% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melibatkan peserta didik dalam menata keindahan dan kebersihan kelas, 28% peserta didik menyatakan tidak pernah, 10% peserta didik menyatakan sering, dan 4% peserta didik menyatakan selalu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidik mata pelajaran sejarah kadangkadang melibatkan peserta didik dalam menata keindahan dan kebersihan kelas. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwasanya pendidik jarang melibatkan peserta didik dalam penataan keindahan dan kebersihan kelas. Mungkin hanya mengandalkan petugas kebersihan sekolah saja. Tetapi memang, sebelum memulai pembelajaran pendidik memeriksa kelas bersih atau tidak. Kalau masih ada sampah yang berserakan di kelas, maka pendidik meminta peserta didik untuk mengambil dan membuangnya di tempat sampah. 2 1 2 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 43 Tabel 4. 3 Penggunaan media pembelajaran No. 18. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda menggunakan media pembelajaran (seperti peta, gambar, dll) dalam proses pembelajaran? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 8 8 18 16 50 16 16 36 32 100 Pada pertanyaan nomor 18, sebanyak 36% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menggunakan media pembelajaran selama pembelajaran berlangsung, 32% peserta didik menyatakan tidak pernah, dan 16% peserta didik menyatakan selalu dan sering. Dalam hal ini pendidik mata pelajaran sejarah perlu adanya kesiapan dan kontinuitas dalam menggunakan media dalam pembelajaran Pendidik memang menggunakan media dalam proses pembelajaran, seperti Powerpoint ataupun media lainnya yang dibutuhkan. Tetapi, itu tidak bersifat kontinu atau terus menerus. Dalam artian kadang-kadang saja pendidik menggunakannya. Untuk hal ini pendidik mata pelajaran sejarah perlu adanya kesiapan dan kontinuitas dalam menggunakan media dalam pembelajaran. 3 b. Menunjukkan pembelajaran yang kreatif, indikator diantaranya adalah; (1) Menggunakan metode pembelajaran bervariatif Tabel 4. 4 Penggunaaan metode pembelajaran bervariatif No. 4. Pertanyaan Apakah dalam kegiatan pembelajaran guru Sejarah anda melakukan metode yang bervariasi (tidak hanya ceramah dan cerita)? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang 3 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran F % 3 5 30 6 10 60 44 d. Tidak pernah Jumlah 12 50 24 100 Pada pertanyaan nomor 4, sebanyak 60% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melakukan metode yang bervariasi (tidak hanya ceramah dan cerita) dalam kegiatan pembelajaran, 24% peserta didik menyatakan tidak pernah, 10% peserta didik menyatakan sering, dan 6% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan metode pembelajaran yang bervariatif, maka susana belajar akan terasa lebih “hidup”, dan peserta didik pun tidak jenuh. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik yang bersangkutan bahwasanya “metode pembelajaran yang digunakan bervariatif. Karena jika melakukan dengan satu metode saja akan cepat membuat para peserta didik bosan dan jenuh, maka saya (pendidik) selalu melakukan pembaharuan atau memvariasikan metode pembelajaran. 4 c. Menunjukkan sikap tanggap, beberapa indikator diantaranya adalah; (1) menarik perhatian siswa, (2) Gerak mendekati Tabel 4. 5 Menarik perhatian peserta didik No. 5. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda dengan sengaja berhenti sejenak (diam) untuk menarik perhatian pada saat menyampaikan mata pelajaran? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 2 15 26 7 50 4 30 52 14 100 Pada pertanyaan nomor 5, sebanyak 52% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah dengan sengaja berhenti sejenak 4 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 45 (diam) untuk menarik perhatian pada saat menyampaikan mata pelajaran, 30% peserta didik menyatakan sering, 14% peserta didik menyatakan tidak pernah, dan 4% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan berhenti sejenak maka diharapkan konsentrasi peserta didik terhadap pelajaran akan lebih baik. Tabel 4. 6 Gerak mendekati No. 6. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda berkeliling kelas untuk memeriksa hasil tugas siswa? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 1 7 17 25 50 2 14 34 50 100 Pada pertanyaan nomor 6, sebanyak 50% peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah berkeliling kelas untuk memeriksa hasil tugas peserta didik, 34% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 14% peserta didik menyatakan sering, dan 2% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan berkeliling kelas menandakan kesiapan dan perhatian pendidik yang memberikan tugas dan aktifitas peserta didik. d. Penataan murid di dalam kelas, dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah: (1) Penugasan kelas, (2) Pembimbingan siswa Tabel 4. 7 Penugasan kelas No. Pertanyaan F % 7. Apakah tugas yang diberikan guru Sejarah anda mendorong anda agar banyak membaca buku pelajaran? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah 4 9 26 11 50 8 18 52 22 100 46 8. 9. Apakah guru Sejarah anda memberi tugas/PR pada akhir kegiatan pembelajaran? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah 4 14 27 5 50 8 28 54 10 100 Apakah guru Sejarah anda menjelaskan kepada siswa maksud/tujuan dari pemberian tugas tersebut? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah 5 17 23 5 50 10 34 46 10 100 Pada pertanyaan nomor 7, sebanyak 52% peserta didik menyatakan kadang-kadang tugas yang diberikan pendidik mata pelajaran sejarah mendorong peserta didik agar banyak membaca buku pelajaran, 22% peserta didik menyatakan tidak pernah, 18% peserta didik menyatakan sering, dan 8% peserta didik menyatakan selalu. Pada pertanyaan nomor 8, sebanyak 54% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah memberi tugas atau PR pada akhir kegiatan pembelajaran, 28% peserta didik menyatakan sering, 10% peserta didik menyatakan tidak pernah, dan 8% peserta didik menyatakan selalu. Pada pertanyaan nomor 9, sebanyak 46% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menjelaskan kepada peserta didik tujuan dari pemberian tugas, 34% peserta didik menyatakan sering, dan 10% peserta didik menyatakan selalu dan tidak pernah. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah dalam hal penugasan, dapat dinilai cukup karena bervariasinya jawaban peserta didik. Perlu adanya kejelasan tugas yang diberikan pendidik kepada peserta didik. Agar peserta didik pun mengerti maksud tugas yang diberikan oleh pendidik tersebut. 47 Tabel 4. 8 Pembimbingan peserta didik No. 10. 11. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah Apakah guru Sejarah anda memberikan pembelajaran tambahan (jam) pada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 3 8 20 19 50 6 16 40 38 100 0 2 13 35 50 0 4 26 70 100 Pada pertanyaan nomor 10, sebanyak 40% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah memberikan bimbingan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, 38% peserta didik menyatakan tidak pernah, 16% peserta didik menyatakan sering, dan 6% peserta didik menyatakan selalu. Hal ini dibuktikan kembali dengan hasil wawancara penulis kepada pendidik mata pelajaran sejarah bahwasanya, “saya (pendidik) jarang sekali memberikan bimbingan dan ruang konsultasi khusus kepada peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar sejarah”. 5 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlu adanya waktu khusus untuk memberikan bimbingan atau konsultasi lebih kepada para peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar sejarah. Pada pertanyaan nomor 11, sebanyak 70% peserta didik menyatakan pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah memberikan tambahan (jam) pada peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar, 26% peserta didik 5 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 48 menyatakan kadang-kadang, 4% peserta didik menyatakan sering, dan 0% peserta didik atau tidak ada yang menyatakan selalu. e. Menciptakan disiplin kelas dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah; (1) Tindakan pencegahan pelanggaran disiplin kelas, yang terdiri dari pembuatan tata tertib; mengabsen kehadiran murid, pemberian pujian. (2) Penindakan terhadap pelanggaran disiplin kelas, yang terdiri dari Pemberian sanksi/hukuman, Memberi nasihat/menegur. Tabel 4.9 Pembuatan tata tertib No. 12. 13. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda melibatkan seluruh siswa untuk membuat tata tertib kelas? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah Apakah guru Sejarah anda mengontrol kehadiran murid/mengabsen? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 3 7 19 21 50 6 14 38 42 100 29 6 14 1 50 58 12 28 2 100 Pada pertanyaan nomor 12, sebanyak 42% peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah melibatkan seluruh peserta didik untuk membuat tata tertib kelas, 38% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 14% peserta didik menyatakan sering, dan 6% peserta didik menyatakan selalu. Pada pertanyaan nomor 13, sebanyak 58% peserta didik menyatakan pendidik mata pelajaran sejarah selalu mengontrol kehadiran murid atau mengabsen, 28% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 12% siswa menyatakan sering, dan 2% siswa menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik beranggapan bahwa pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah melibatkan seluruh peserta didik untuk membuat tata tertib kelas. Bahkan pendidik mata pelajaran sejarah selalu 49 mengontrol kehadiran atau mengabsen peserta didik. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pendidik mata pelajaran sejarah bahwasanya, “pembuatan tata tertib sudah menjadi wewenang sekolah”. 6 Dengan tata tertib kelas diharapkan peserta didik memiliki tanggung jawab dan dapat menciptakan suasana kelas yang tertib dan teratur disamping itu peserta didik dapat disiplin dalam belajar. Tabel 4. 10 Memberikan pujian No. 14. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda memberikan penghargaan baik pujian/hadiah terhadap siswa/i yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 2 7 19 22 50 4 14 38 44 100 Pada pertanyaan nomor 14, sebanyak 44% peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan penghargaan baik pujian atau hadiah kepada peserta didik yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar, 38% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 14% peserta didik menyatakan sering, dan 4% peserta didik menyatakan selalu. Hal ini menunjukkan mayoritas peserta didik menjawab tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberi pujian kepada peserta didik, karena memberi pujian adalah bentuk memberi perhatian secara verbal. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak memberikan pujian ataupun hadiah kepada peserta didik yang hasil kerjanya bagus. Melainkan hanya sebatas menanggapi dengan menjelaskan ulang dari hasil kerja siswa. 7 6 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 7 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 50 Tabel 4. 11 Memberikan sanksi atau hukuman No. 15. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda memberikan sanksi kepada siswa yang tidak pernah mengerjakan tugas? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 1 2 19 28 2 4 38 56 50 100 Pada pertanyaan nomor 15, 56% peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan sanksi kepada peserta didik yang tidak pernah mengerjakan tugas, 38% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 4% peserta didik menyatakan sering, dan 2% peserta didik menyatakan selalu. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik menjawab tidak pernah memberikan sanksi atau hukuman kepada peserta didik. Bedasarkan hasil wawancara penulis dengan pendidik mata pelajaran sejarah adalah “saya (pendidik) tidak pernah memberikan peserta didik sanksi atau hukuman. Kalaupun mereka tidak mengerjakan tugas maka mereka tidak akan mendapatkan nilai dari tugas yang telah saya (pendidik) berikan”. 8 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis yaitu, memang pendidik tidak memberikan sanksi dan hukuman berupa apapun kepada peserta didik yang tidak mengerjakan tugas. Peserta didik sudah cukup mengetahui sanksi apa yang akan mereka dapatkan jika tidak mengerjakan tugas, yaitu mereka tidak akan mendapatkan nilai atau skor dari tugas tersebut. 9 8 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 9 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 51 Tabel 4. 12 Memberikan nasehat atau teguran No. 16. 17. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda memberikan hukuman secara langsung ketika siswa melakukan kesalahan tanpa terlebih dahulu diberi teguran/nasehat? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah Apakah guru Sejarah anda memberikan teguran terhadap siswa yang membuat keributan di dalam kelas? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 1 0 17 32 50 2 0 34 64 100 15 17 12 6 50 30 34 24 12 100 Pada pertanyaan nomor 16, sebanyak 64% peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan hukuman secara langsung ketika peserta didik melakukan kesalahan tanpa terlebih dahulu diberi teguran atau nasehat, 34% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 2% peserta didik menyatakan sering, dan 0% (tidak ada sama sekali) peserta didik menyatakan selalu. Pada pertanyaan nomor 17, sebanyak 34% peserta didik menyatakan sering pendidik mata pelajaran sejarah memberikan teguran terhadap peserta didik yang membuat keributan di dalam kelas, 30% peserta didik menyatakan selalu, 24% peserta didik menyatakan kadang-kadang, dan 12% peserta didik menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik beranggapan bahwa pendidik sering memberikan teguran kepada peserta didik yang melakukan keributan di dalam kelas. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil wawancara penulis kepada pendidik mata pelajaran sejarah bahwasanya “Saya (pendidik) berusaha menciptakan ruang kelas selama pembelajaran itu seaktif 52 mungkin. Jika mendapatkan keributan yang bersifat negatif di dalam kelas, saya (pendidik) cukup menegurnya”. 10 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pendidik yang bersangkutan bahwasanya “jika terjadi keributan di dalam kelas, saya (pendidik) sebagai pendidik tidak pernah mengambil tindakan apapun kepada peserta didik. Kecuali menegurnya. Itupun kalau hanya keributan kecil.” “Menurut saya (pendidik), salah satu hal yang dapat mencegah adanya tindakan menyimpang ataupun keributan di dalam kelas adalah harus adanya kesiapan bagi seorang pendidik untuk memberikan materi. Karena dengan demikian, proses pembelajaran di dalam kelas akan berjalan dengan lancar.” 11 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian nasihat atau teguran pendidik mata pelajaran sejarah dapat menghindari hal-hal yang mengganggu kenyamanan di kelas. f. Alokasi penggunaan waktu belajar mengajar, indikator diantaranya adalah; (1) ketepatan kehadiran Tabel 4. 13 Ketepatan kehadiran No. 19. Pertanyaan Apakah guru Sejarah anda masuk kelas dengan tepat waktu? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 4 7 32 7 50 8 14 64 14 100 Pada pertanyaan nomor 19, sebanyak 64% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah masuk kelas tepat pada waktunya, 10 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 11 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, 53 14% peserta didik menyatakan sering dan tidak pernah, dan 8% peserta didik menyatakan selalu. g. Pengorganisasian atau penyesuaian metode pembelajaran dengan materi, indikator diantaranya adalah; (1) Ketepatan dalam menyesuaikan metode pembelajaran dengan materi. Tabel 4. 14 Penyesuaian metode pembelajaran dengan materi No. 20. Pertanyaan Apakah anda memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru Sejarah anda? d. Selalu e. Sering f. Kadang-kadang d. Tidak pernah Jumlah F % 7 12 19 12 50 14 24 38 24 100 Pada pertanyaan nomor 20, sebanyak 38% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah tepat dalam menyesuaikan metode pembelajaran dengan materi, 24% peserta didik menyatakan tidak pernah dan sering, dan 14% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan adanya penyesuaian metode terhadap materi akan menjadikan proses pembelajaran lebih aktif. Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan ketika proses pembelajaran berlangsung, pendidik memberikan metode pembelajaran sesuai dengan materi yang bersangkutan. Pendidik cukup luwes dan lugas dalam menyampaikan materi dengan metodenya. 12 Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik mata pelajaran yang bersangkutan bahwasanya “selama ini saya (pendidik) selalu berusaha menyesuaikan metode dengan materi yang saya akan bahas. Insya Allah saya akan selalu menyesuaikannya. Karena jika tidak disesuaikan maka poses pembelajaran tidak akan aktif. Ketika misalnya ada materi yang mengharuskan untuk menggunakan metode problem solving, maka metode itulah yang bisa 12 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 54 dilakukan. Kesesuaian ini pun melibatkan kemampuan guru dalam menguasai materi dan metode yang digunakan. 13 2. Pembahasan Hasil Temuan Dari penelitian yang telah dilakukan kepada sejumlah peserta didik yang menjadi sampel, penulis melakukan analisis data yang merupakan bagian penting dalam metode ilmiah untuk menjawab masalah penelitian. Dalam menganalisis data penulis memberikan nilai pada jawaban angket mengenai pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah. Dari hasil temuan yang didapat oleh penulis, maka dapat diuraikan berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. a. Penataan ruang kelas dan alat pelajaran, dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya yaitu: (1) Penataan tempat duduk peserta didik, (2) Kelengkapan atau penggunaan media pembelajaran, (3) Penataan kebersihan dan keindahan kelas Pada poin pertama berdasarkan hasil angket yang didapat pendidik mata pelajaran sejarah kadang-kadang menata tempat duduk peserta didik di kelas ketika belajar. Ini terbukti juga dengan hasil wawancara penulis dengan pendidik yang bersangkutan. Bahwasanya pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah mengatur tempat duduk peserta didik, karena menurutnya, “pelajaran sejarah adalah salah satu pelajaran yang cukup menjenuhkan bagi siswa, dan dengan saya (pendidik) “membebaskan” peserta didik memilih tempat duduk, itu akan menjadikan mereka lebih rilek dan enjoy dalam mengikuti proses pembelajaran”. 14 Dalam belajar siswa memerlukan tempat duduk. Tempat duduk mempengaruhi siswa dalam belajar. Bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa, maka siswa akan dapat belajar dengan tenang. Ada beberapa formasi 13 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 14 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, 55 tempat duduk yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Apabila pembelajaran itu akan ditempuh dengan cara berdiskusi, maka formasi tempat duduk sebaiknya melingkar. Jika pembelajaran ditempuh dengan metode ceramah, maka tempat duduk sebaiknya berderet memanjang ke belakang. 15 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak menata atau mengatur tempat duduk peserta didik. Pendidik lebih cenderung “membebaskan” siswa memilih tempat duduknya masing-masing. Dan penataan tempat duduk menggunakan format memanjang ke belakang. peserta didik 16 Pada poin kedua mengenai kelengkapan atau penggunaan media pembelajaran dapat diketahui berdasarkan angket siswa menyatakan kadangkadang pendidik mata pelajaran sejarah menggunakan media pembelajaran selama pembelajaran berlangsung. Media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Bahan pelajaran dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik. Apalagi bagi peserta didik yang kurang menyukai bahan pelajaran yang disampaikannya itu. Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi memudahkan jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Itu berarti kegiatan belajar peserta didik dengan media akan menghasilkan proses dan hasil yang lebih baik daripada tanpa bantuan media. Penggunaan media sebagai alat bantu tidak bisa sembarangan menurut sekehendak hati guru. Tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan. Media yang dapat menunjang tercapainya pembelajaran tentu lebih diperhatikan. Sedangkan media yang tidak menunjang tentu saja harus disingkirkan jauh-jauh untuk sementara. Kompetensi guru sendiri patut dijadikan perhitungan. Apakah mampu atau tidak untuk menggunakan media tersebut. Jika tidak, maka jangan mempergunakannya, sebab hal itu akan sia-sia. Malahan bisa mengacaukan jalannya proses pembelajaran. 17 15 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) Cet, III, h. 204-205 16 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 17 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…,h. 121-122 56 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik memang menggunakan media dalam proses pembelajaran, seperti Powerpoint ataupun media lainnya yang dibutuhkan. Tetapi, itu tidak bersifat kontinu atau terus menerus. Dalam artian kadang-kadang saja pendidik menggunakannya. Untuk hal ini pendidik mata pelajaran sejarah perlu adanya kesiapan dan kekontinuitas dalam menggunakan media dalam pembelajaran. 18 Pada poin ketiga mengenai penataan kebersihan dan keindahan kelas dapat diketahui berdasarkan angket peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melibatkan peserta didik dalam menata keindahan dan kebersihan kelas. Penataan keindahan dan kebersihan kelas merupakan bagian dari pengelolaan kelas. Sebaiknya guru melibatkan siswa dalam penataan kelas. Siswa bergiliran untuk membersihkan kelas dan guru memeriksa kebersihan dan ketertiban di kelas. 19 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwasanya pendidik jarang melibatkan peserta didik dalam penataan keindahan dan kebersihan kelas. Mungkin hanya mengandalkan petugas kebersihan sekolah saja. Tetapi memang, sebelum memulai pembelajaran pendidik memeriksa kelas bersih atau tidak. Kalau masih ada sampah yang berserakan di kelas, maka pendidik meminta peserta didik untuk mengambil dan membuangnya di tempat sampah. 20 b. Menunjukkan pembelajaran yang kreatif, indikator diantaranya adalah: (1) Menggunakan metode pembelajaran bervariatif Berdasarkan hasil angket yang didapat bahwasanya peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melakukan metode yang bervariasi (tidak hanya ceramah dan cerita) dalam kegiatan pembelajaran. Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar mengajar. Setiap kali mengajar guru pasti menggunakan metode. Metode yang dipergunakan itu tidak sembarangan, melainkan sesuai dengan pembelajaran. 18 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, h.206 20 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 19 tujuan 57 Setiap tujuan yang dirumuskan menghendaki penggunaan metode yang sesuai. Untuk mencapai satu tujuan tidak mesti menggunakan satu metode, tetapi bisa juga menggunakan lebih dari satu metode. Penggunaan metode mengajar yang bervariasi dapat menggairahkan belajar anak didik. Penggunaan metode yang bervariasi dapat menjembatani gaya-gaya belajar anak didik dalam menyerap bahan pelajaran. Umpan balik dari anak didik akan bangkit sejalan dengan penggunaan metode belajar yang sesuai dengan kondisi psikologis anak didik. Maka adalah penting memahami kondisi psikologis anak didik sebelum menggunakan metode mengajar guna mendapatkan umpan balik optimal dari setiap anak didik. 21 Variasi dalam penggunaan metode merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik yang bersangkutan bahwasanya “metode pembelajaran yang digunakan bervariatif. Karena jika melakukan dengan satu metode saja akan cepat membuat para peserta didik bosan dan jenuh, maka saya (pendidik) selalu melakukan pembaharuan atau memvariasikan metode pembelajaran. 22 Dengan adanya variasi metode pembelajaran akan menjadikan suasana kelas semakin “hidup” dan aktif. Para pendidik bisa menggunakan metode-metode yang ada sesuai dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. c. Menunjukkan sikap tanggap, beberapa indikator diantaranya adalah; (1) Menarik perhatian peserta didik, (2) Gerak mendekati. Pada poin pertama peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah dengan sengaja berhenti sejenak (diam) untuk menarik perhatian pada saat menyampaikan mata pelajaran. 21 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, ,h. 158 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 22 58 Pengelolaan kelas yang efektif terjadi bila guru mampu membagi perhatiannya kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Guru membagi perhatian dapat dilakukan dengan cara: 1. Visual Guru dapat mengubah pandangannya dalam memperhatikan kegiatan pertama sedemikian rupa sehingga ia dapat melirik ke arah kegiatan kedua, tanpa kehilangan perhatian pada kegiatan pertama. Kontak pandangan ini bisa dilakukan terhadap kelompok peserta didik atau peserta didik secara individual. 2. Verbal Guru dapat memberi komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktivitas peserta didik pertama sementara ia memimpin dan terlibat supervisi pada aktivitas peserta didik yang lain. 23 Dalam pengelolaan kelas, untuk menarik perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran membagi perhatian ini memang perlu dilakukan. Karena penting bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif. Pada poin kedua berdasarkan hasil angket yang didapat bahwasanya peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah berkeliling kelas untuk memeriksa hasil tugas peserta didik. Gerak guru dalam posisi mendekati kelompok kecil atau individu menandakan kesiagaan, minat dan perhatian guru yang diberikan terhadap tugas serta aktivitas peserta didik. Gerak mendekati hendaklah dilakukan secara wajar, bukan untuk menakut-nakuti, mengancam atau memberi kritikan dan hukuman. 24 Berdasarkan teori di atas bahwasanya pendidik diperkenankan untuk mendekati peserta didik guna memeriksa tugas ataupun aktivitas yang lain. Jika memang pendidik tidak pernah melakukan gerak mendekati peserta didik, maka perlu ada perubahan ‘positif’ yaitu gerak mendekati demi berlangsungnya pengelolaan kelas yang baik. d. Penataan murid di dalam kelas, dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah; (1) Penugasan kelas, (2) Pembimbingan peserta didik. 23 24 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, h.188 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, ,h.188 59 Pada poin pertama dari hasil angket yang didapatkan peserta didik menyatakan kadang-kadang tugas yang diberikan pendidik mata pelajaran sejarah mendorong peserta didik agar banyak membaca buku pelajaran, kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah memberi tugas atau PR pada akhir kegiatan pembelajaran, kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menjelaskan kepada peserta didik tujuan dari pemberian tugas. Tugas adalah suatu pekerjaan yang menuntut pelaksanaan untuk diselesaikan. Guru dapat memberikan tugas kepada anak didik sebagai bagian yang tak dapat terpisahkan dari tugas belajar anak didik. Tugas dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Tidak hanya dalam bentuk tugas kelompok, tetapi dapat juga dalam bentuk tugas perorangan. Anak didik yang menyadari akan mendapat tugas dari guru setelah mereka menerima bahan pelajaran, akan memperhatikan penyampaian bahan pelajaran. Mereka berusaha meningkatkan perhatian dengan konsentrasi terhadap penjelasan demi penjelasan yang disampaikan oleh guru. Sebab bila tidak, tentu mereka khawatir tidak akan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan itu dengan baik. 25 Dalam pemberian tugas kepada peserta didik, perlu adanya kejelasan mengenai tujuan diberikannya tugas tersebut. Agar peserta didik memahami apa tujuan yang akan mereka dapatkan setelah menyelesaikan tugas. Peserta didik tentu saja akan mengerjakan tugas yang diberikan. Tetapi jika pendidik tidak menjelaskan apa tujuannya, maka tugas itu mereka kerjakan hanya sebatas menjalankan tugas, bukan karena adanya keterkaitan antara mereka sebagai peserta didik dengan tujuan tugas yang mereka kerjakan. Pada poin kedua dari hasil angket yang didapatkan peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah memberikan bimbingan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, dan peserta didik menyatakan pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah memberikan tambahan (jam) pada peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar. 25 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, ,h. 153 60 Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga guru merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. 26 Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan adalah pendidik jarang memberikan bimbingan di luar jam pelajaran. Hanya saja bimbingan dilakukan di dalam kelas. “Saya (pendidik) jarang melakukan atau membuka ruang konsultasi peserta didik untuk pelajaran sejarah. Ya, kadang-kadang saja.” 27 Ini bisa saja terjadi karena kurang leluasanya waktu istirahat yang dimiliki pendidik untuk membuka waktu konsultasi atau bimbingan lebih kepada peserta didik. Tetapi, bimbingan atau konsultasi di luar jam pelajaran bisa saja dilakukan oleh para peserta didik kepada pendidiknya, jika memang ada materi pelajaran yang belum dipahami. Karena bagaimanapun, pendidik adalah sebagai pembimbing peserta didik di dalam maupun di luar kelas. Kalaupun tidak adanya jam khusus untuk menambah jam pada mata pelajaran sejarah, diakibatkan karena terbatasnya waktu yang ada dan kesibukan para pendidik bersangkutan yang tiba-tiba saja tdak bisa membimbing para peserta didik dalam pelajaran sejarah. e. Menciptakan disiplin kelas dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah; (1) Tindakan pencegahan pelanggaran disiplin kelas, yang meliputi pembuatan tata tertib; mengabsen kehadiran pesera didik, dan pemberian pujian. (2) Penindakan terhadap pelanggaran disiplin kelas, yang meliputi pemberian sanksi atau hukuman, memberi nasihat atau menegur. Pada poin pertama peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah melibatkan seluruh peserta didik untuk membuat tata tertib kelas. 26 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, ,h.40 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 27 61 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pendidik yang bersangkutan bahwasanya pendidik tidak pernah melibatkan peserta didik dalam membuat tata tertib kelas. Menurutnya (pendidik) “tata tertib itu pada dasarnya sudah dibuat oleh sekolah dan sudah baku. Para pendidik dan peserta didik tinggal menjalankannya sesuai yang telah ditetapkan. Kalaupun di dalam kelas khususnya pada mata pelajaran Sejarah, saya (pendidik) tidak membuat peraturan khusus kepada para peserta didik. Biarkan para peserta didik mengikuti proses pembelajaran dengan senyaman mungkin, tanpa ada tata tertib yang mengikutinya, kecuali adanya tugas.” 28 Peserta didik menyatakan pendidik mata pelajaran sejarah selalu mengontrol kehadiran murid atau mengabsen. Ini dikuatkan dengan pengamatan yang penulis lakukan bahwasanya para pendidik memang selalu mengontrol ataupun mengabsen kehadiran para peserta didik. Dan ini dibuktikan dengan adanya absen peserta didik yang dimiliki oleh guru sebagai alat pengontrol kehadiran siswa. 29 Mengontrol kehadiran siswa sangat penting bagi penanaman disiplin. Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya mnjadi teladan mengenai pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal. 30 Demikianlah betapa pentingnya pengontrolan kehadiran peserta didik bagi penanaman disiplin. Dengan adanya penanaman disiplin yang dilakukan sejak dini dengan bagus, maka akan sangat berpengaruh bagi masa depan para peserta didik tersebut. 28 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 29 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 30 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, ,h. 186 62 Dalam memberikan pujian berdasarkan hasil angket yang didapat, peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan penghargaan baik pujian atau hadiah kepada peserta didik yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa memberi pujian adalah bentuk memberi perhatian secara verbal. Hadiah adalah sesuatu yanng diberikan kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan atau cendramata. Guru dapat memberikan hadiah kepada anak didik yang berprestasi. Pemberian hadiah tidak mesti dilakukan pada waktu kenaikan kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat memberikan hadiah berupa apa saja kepada anak didik yang berprestasi dalam menyelesaikan tugas, benar menjawab ulangan formatif yang diberikan, dapat meningkatkan disiplin dalam belajar, taat pada tata tertib sekolah, dan sebagainya. Keampuhan hadiah sebagai alat untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik akan terasa jika penggunaannya tepat. Dengan memberikan hadiah kepada para siswa yang berprestasi, maka ia akan merasa bangga karena hasil kerjanya dihargai dalam bentuk materi. 31 Pujian adalah motivasi yang positif. Setiap orang senang dipuji. Orang yang dipuji merasa bangga karena hasil kerjanya mendapat pujian dari orang lain. Dalam kegiatan belajar mengajar, pujian dapat dimanfaatkan sebagai alat motivasi. Karena anak didik juga manusia, maka dia juga senang dipuji. Guru dapat memakai pujian untuk menyenangkan perasaan anak didik. Anak didik senang mendapat perhatian dari guru. Dengan pemberian perhatian, anak didik merasa diawasi dan dia tidak akan berbuat menurut sekehendak hatinya. Pujian dapat berfungsi untuk mengarahkan kegiatan anak didik pada hal-hal yang menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Pujian harus betul-betul sesuai dengan hasil kerja anak didik. Jangan memuji secara berlebihan. Pujian secara berlebihan akan terkesan sebaliknya, yaitu pujian yang dibuat-buat. Pujian yang baik adalah pujian keluar dari hati 31 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, ,h.150-151 63 seorang guru secara wajar dengan maksud untuk memberikan penghargaan kepada anak didik atas jerih payahnya dalam belajar.32 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak memberikan pujian ataupun hadiah kepada peserta didik yang hasil kerjanya bagus. Melainkan hanya sebatas menanggapi. Kiranya, para pendidik yang belum mempraktekkan dalam memberikan pujian dan hadiah sudah harus mulai dilakukan, meskipun hadiah yang diberikan tidak terlalu mahal, hanya sebatas alat tulis dan sebagainya. Hal ini guna meningkatkan prestasi peserta didik dan keaktifan mereka dalam belajar. Karena pujian dan hadiah dapat digunakan untuk mendapatkan umpan balik dari setiap anak didik dalam proses belajar mengajar. Hal itu juga menjadi dorongan bagi peserta didik lainnya untuk selalu bersaing dalam belajar. 33 Pada poin kedua tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan sanksi kepada peserta didik yang tidak pernah mengerjakan tugas. Peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan hukuman secara langsung ketika peserta didik melakukan kesalahan tanpa terlebih dahulu diberi teguran atau nasehat. Hukuman adalah bantuan (reinforcement) yang negatif, tetapi diperlukan dalam pendidikan. Hukuman dimaksudkan di sini tidak seperti hukuman penjara atau hukuman potong tangan. Tetapi adalah hukuman yang bersifat mendidik. Hukuman yang mendidik inilah yang diperlukan dalam pendidikan. Kesalahan anak didik karena melanggar disiplin dapat diberikan hukuman berupa sanksi menyapu lantai, mencatat bahan pelajaran yang ketinggalan, atau apa saja yang sifatnya mendidik. Sanksi atau hukuman harus segera dilakukan dan jangan ditunda, karena tujuannya untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik terhadap bahan pelajaran yang baru saja disampaikan oleh guru tersebut. Anak didik yang merasa mendapat sanksi itu sadar atas kesalahan yang ia lakukan dan tentu saja dia tidak 32 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, h.151-152 Pengamatan penulis 1 Februari 2010 lihat lampiran 33 64 akan mengulangi kembali perbuatannya itu, karena khawatir akan mendapat sanksi untuk kedua kalinya dan tentu akan mendapat malu. Bentuk hukuman sebenarnya dapat saja dilakukan oleh guru tanpa persetujuan anak didik. Gurulah yang harus bersikap bijaksana dan anak didik menunggu sanksi apa yang akan dikenakan atas dirinya, karena kesalahannya. Tetapi bentuk hukuman yang lain dapat dilakukan oleh guru setelah ada kesepakatan antara guru dengan anak didik sebelumnya. 34 Berdasarkan hasil wawancara yang didapat bahwa pendidik tidak pernah memberikan sanksi atau hukuman kepada peserta didik. “Saya (pendidik) rasa para peserta didik sudah tahu bagaimana akibat jika tidak mengerjakan tugas, yaitu mereka tidak akan mendapatkan nilai dari tugas yang telah saya (pendidik) berikan. Itu cukup menjadi perhatian bagi mereka”. 35 Begitupun yang didapatkan dari hasil pengamatan, pendidik tidak memberikan sanksi dan hukuman berupa apapun kepada peserta didik yang tidak mengerjakan tugas. Peserta didik sudah cukup mengetahui sanksi apa yang akan mereka dapatkan jika tidak mengerjakan tugas, yaitu mereka tidak akan mendapatkan nilai atau skor dari tugas tersebut. 36 Mungkin memang sebaiknya pendidik memberikan hukuman atau sanksi kepada peserta didik yang tidak mengerjakan tugas. Agar mereka tidak “semenamena” dengan tugas yang diberikan pendidik. Artinya, mereka tetap mempunyai tanggung jawab dalam tugas sekolahnya itu. Hukuman atau sanksi ini merupakan salah satu bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan oleh pendidik untuk mendapatkan umpan balik dari peserta didik dalam proses belajar mengajar. Dari hasil angket yang didapatkan peserta didik juga menyatakan bahwa pendidik mata pelajaran sejarah sering memberikan teguran terhadap peserta didik yang membuat keributan di dalam kelas. 34 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, ,h.156-157 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 36 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 35 65 Kelas tidak selamanya tenang, pasti ada gangguan. Hal ini perlu disadari oleh guru dan jangan dibiarkan. Teguran perlu dilakukan oleh guru untuk mengembalikan keadaan kelas. Teguran guru merupakan tanda bahwa guru ada bersama anak didik. Teguran haruslah diberikan pada saat yang tepat dan sasaran yang tepat pula, sehingga dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah laku. 37 Teguran yang dilakukan guru adalah salah satu cara untuk menghentikan gangguan anak didik. Teguran verbal dibenarkan dalam pendidikan. Teguran verbal yang efektif adalah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Tegas dan jelas tertuju kepada anak didik yang mengganggu serta tingkah lakunya yang menyimpang. 2. Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang mengandung penghinaan. 3. Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan. 38 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pendidik yang bersangkutan bahwasanya “jika terjadi keributan di dalam kelas, saya (pendidik) sebagai pendidik tidak pernah mengambil tindakan apapun kepada peserta didik. Kecuali menegurnya. Itupun kalau hanya keributan kecil. “Menurut saya (pendidik), salah satu hal yang dapat mencegah adanya tindakan menyimpang ataupun keributan di dalam kelas adalah harus adanya kesiapan bagi seorang pendidik untuk memberikan materi. Karena dengan demikian, proses pembelajaran di dalam kelas akan berjalan dengan lancar.” 39 Teguran sebagai salah satu alat pendidikan harus diberikan setelah anak diberikan pemberitahuan. Oleh karena itu teguran hanya diberikan kepada mereka yang telah mengetahui kalau dirinya melanggar tata tertib atau peraturan yang harus mereka patuhi. Teguran ini harus diberikan beberapa kali sebelum diberikan peringatan atau hukuman. Teguran tersebut dapat berupa kata-kata atau isyarat 37 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, ,Strategi Belajar Mengajar…, h.188 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, ,h.190 39 Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 38 66 seperti pandangan mata yang tajam atau dengan menunjuk menggunakan jari dan sebagainya. 40 Begitupun yang didapatkan dari hasil pengamatan, memang pendidik memberikan teguran kepada peserta didik yang melakukan keributan di dalam kelas. Sasarannya adalah para peserta didik yang berbicara, bercanda, tidur, bahkan berkelahi. Tetapi untuk peristiwa perkelahian ini jarang dan hampir tidak pernah terjadi. 41 Teguran ini diperlukan pada saat-saat dimana terjadi keributan yang mengakibatkan proses pembelajaran menjadi tidak kondusif. f. Alokasi penggunaan waktu belajar mengajar, indikator diantaranya adalah; (1) Ketepatan kehadiran Dari hasil angket yang didapat, peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah masuk kelas tepat pada waktunya. Disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan atau peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan di sini bukanlah karena paksaan, tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi peraturan-peraturan itu. Disiplin harus ditanamkan dan ditumbuhkan dalam diri anak, sehingga akhirnya rasa disiplin itu akan tumbuh dari hati sanubari anak itu sendiri. Untuk menanamkan disiplin agar anak terbiasa hidup dan melakukan sesuatu dengan tertib, baik dan teratur perlu didukung oleh adanya contoh dan teladan dari pihak orang tua di rumah dan dari guru di sekolah. Tanpa adanya contoh dan teladan dari pihak orang tua dan guru maka pembiasaan yang ditanamkan kepada anak akan dilakukan dengan rasa terpaksa sehingga tidak mungkin dapat membentuk rasa disiplin dari dalam. 42 Kita sebagai pendidik menjadi contoh bagi para peserta didik. Jika pendidik kurang memerhatikan kedisiplinan, khususnya pada aspek ketidaktepatan waktu kehadiran, maka akan mengakibatkan para peserta didik 40 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet I, h. 41 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu pendidikan, …, h. 54 57 42 67 mengikuti jejak para pendidiknya. Mereka akan menunda-nunda waktu untuk masuk ke dalam kelas, karena mereka menganggap bahwa “pendidiknya saja terlambat, berarti peserta didiknya juga boleh terlambat”. g. Pengorganisasian atau penyesuaian metode pembelajaran dengan materi, indikator diantaranya adalah; (1) Ketepatan dalam menyesuaikan metode pembelajaran dengan materi. Dari hasil angket yang telah didapat bahwasanya peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah tepat dalam menyesuaikan metode pembelajaran dengan materi. Ketika penulis mengamati proses pembelajaran berlangsung, pendidik memberikan metode pembelajaran sesuai dengan materi Pendidik yang bersangkutan. cukup luwes dan lugas dalam menyampaikan materi dengan metodenya. 43 Akan tetapi mungkin di waktu lain ketika pendidik memberikan materi belum adanya kesiapan dalam menyesuaikan metode yang akan digunakan. Hal itulah yang membuat peserta didik terkadang kurang mengerti dengan materi yang diberikan apalagi kurang sesuainya dengan metode yang digunakan. Sehingga mereka berpendapat bahwa pendidik kadang-kadang menyesuaikan metode dengan materi yang dibahas. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik mata pelajaran yang bersangkutan bahwasanya “selama ini saya (pendidik) selalu berusaha menyesuaikan metode dengan materi yang saya akan bahas. InsyaAllah saya akan selalu menyesuaikannya. Karena jika tidak disesuaikan maka poses pembelajaran tidak akan nyambung. Ketika misalnya ada materi yang mengharuskan untuk menggunkan metode problem solving, maka metode itulah yang bisa dilakukan. Kesesuaian ini pun melibatkan kemampuan guru dalam menguasai materi dan metode yang digunakan. 44 43 Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010. 44 68 Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Jarang sekali terlihat guru merumuskan tujuan hanya dengan satu rumusan, tetapi pasti guru merumuskan lebih dari satu tujuan. Karenanya, guru pun selalu menggunakan metode yang lebih dari satu. Pemakaian metode yang satu digunakan untuk mencapai tujuan yang satu, sementara penggunaan metode yang lain, juga digunakan untuk mencapai tujuan yang lain. Begitulah sesuai dengan kehendak tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. 45 Dibawah ini adalah tabel hasil jawaban siswa tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4. 15 Skor Angket Skala Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah No. Responden Skor No. Responden Skor 1 40 26 35 2 45 27 38 3 28 43 4 42 42 29 41 5 41 30 45 6 42 31 39 7 41 32 48 8 41 33 40 9 36 34 55 10 34 35 46 11 31 36 45 12 38 37 54 13 38 38 47 45 Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, h.75 69 14 47 39 38 15 43 40 38 16 45 41 41 17 39 42 34 18 39 43 43 19 32 44 41 20 25 45 34 21 43 46 36 22 33 47 37 23 45 48 41 24 38 49 47 50 45 Total Keseluruhan 2033 47 25 Untuk mengetahui nilai rata-rata pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah maka penulis menggunakan rumus: 46 M= Σ N = 2033 50 Untuk menentukan prosentase, hasil skor pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah menggunakan rumus: P = NS X 100% NH Skor = 2033 NH = 20 x 4 = 80 NS = 2033 = 40,66 50 46 40,66 X 100% = 50,83 80 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. V., h.. 77 70 Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat diperoleh bahwa nilai ratarata jawaban peserta didik tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah sebesar 40,66. Untuk mengetahui kualifikasi hasil angket jawaban peserta didik SMAN 87 Jakarta, maka penulis menyusun jumlah skor angket peserta didik yang mencakup skor tertinggi 64 dan skor terendah 25. Kemudian data-data tersebut disusun menjadi data interval. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. 16 Klasifikasi skor angket No. Klasifikasi Frekuensi Kualifikasi 1. 55-64 1 Sangat baik 2. 45-54 13 Baik 3. 35-44 30 Cukup 4. 25-34 6 Kurang Setelah merujuk pada tabel di atas, maka dengan nilai rata-rata sebesar 40,66 yang berada dalam klasifikasi 35-44 dengan kualifikasi cukup. Sehingga dapat diketahui bahwa pengelolaan kelas yang dilakukan oleh pendidik mata pelajaran Sejarah termasuk kategori cukup. Hasil penelitian yang telah didapatkan adalah bagaimana kemampuan seorang pendidik mata pelajaran Sejarah dalam mengelola kelas yang baik, melaksanakan sistem pembelajaran yang baik akan menciptakan suasana belajar yang efektif, dan dengan sarana dan prasarana yang baik dapat menunjang pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan pendidik yang bersangkutan adalah pengelolaan kelas yang ia lakukan selama dalam pembelajaran yang pertama ia perhatikan adalah membuat program pengajaran tahunan, semesteran, satuan pelajaran. Karena program tersebut sudah menjadi keharusan dan tuntutan bagi setiap pendidik yang memiliki kompetensi profesional, dan dengan adanya program tersebut pendidik akan lebih mudah memberikan pembelajaran di kelas 71 serta dapat mengelola kelas dalam hal kedisiplinan, pengaturan tempat duduk peserta didik, dan lain-lain. Seperti halnya dalam menangani suasana pembelajaran yang lebih kondusif pendidik tidak mengatur tempat duduk peserta didik harus seperti apa. Pendidik cukup “membebaskan” peserta didik dalam memilih tempat duduk. Karena bagi pendidik, pelajaran sejarah adalah salah satu pelajaran yang cukup menjenuhkan bagi peserta didik, dan dengan pendidik “membebaskan” peserta didik memilih tempat duduk, itu akan menjadikan mereka lebih rilek dan enjoy dalam mengikuti proses pembelajaran. Dalam halnya memberikan tugas kepada peserta didik, itu memang dilakukan, baik secara lisan (pertanyaan) ataupun tulisan. Hal ini untuk mengembangkan kemampuan peserta didik, dalam memahami pelajaran sejarah, khususnya. Hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian adalah pendidik yang bersangkutan kurang menggunakan metode-metode yang bervariatif dan kurang pula menggunakan media pembelajaran. Hal ini dapat menjadikan peserta didik cepat mengalami kejenuhan dan keributan di dalam kelas. Pengelolaan kelas yang dilakukan pendidik yang bersangkutan ketika mendapatkan anak yang melakukan tindakan menyimpang atau keributan, adalah cukup memberikan teguran. Pendidik mata pelajaran sejarah jarang membuka ruang konsultasi untuk pelajaran Sejarah di luar jam pelajaran, tetapi jika ada yang ingin berkonsultasi atau bertanya dipersilahkan. Ada beberapa hal juga yang menghambat kurang berjalannya konsultasi tersebut diantaranya, keterbatasan waktu yang dimiliki pendidik, kurang akrabnya pendidik tersebut dengan peserta didik, dan lain-lain. Sehingga konsultasi dapat berjalan ketika hanya di dalam kelas. Kiranya, dengan waktu singkat yang dimiliki pendidik di luar kelas dapat dimanfaatkan peserta didik untuk berkonsultasi. Untuk mengetahui nilai rata-rata variabel angket pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah adalah sebagai berikut: 72 Tabel 4.17 Nilai Rata-rata Variabel Angket Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta Kategori 507 =10,14 50 NS X 100 % NH 10,14X100=50,7 20 4X4 = 16 378 = 7,56 50 7,56 X100=47,25 16 Baik 631 6X4 = 24 631=12,62 50 12,62X100=52,58 24 Baik Variabel Menunjukkan Sikap Tanggap 196 2X4=8 196= 3,92 50 3,92 X100 = 49 8 Baik Variabel Menunjukkan Pembelajaran Kreatif 99 1X4=4 99=1,98 50 1,98 X100 =49,5 4 Baik Variabel Alokasi Penggunaan Waktu Belajar Mengajar 108 1X4=4 108=2,16 50 2,16 X100 =54 4 Baik Variabel Penyesuaian metode pembelajaran dengan materi 114 1X4=4 114=2,28 50 2,28 X100 = 57 4 Baik Dimensi Skor NH NS Variabel Penataan Murid di Dalam Kelas 507 5 X 4 = 20 Variabel Penataan Ruang Kelas dan Alat Pelajaran 378 Variabel Menciptakan Disiplin Kelas Baik 73 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata variabel angket pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta adalah dapat dikatakan baik. Ini dibuktikan dengan rumus perhitungan NS X 100 %. NH BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di SMAN 87 Jakarta tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah yang berkaitan dengan metode pembelajaran Sejarah dapat dinilai cukup. B. Saran-saran Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapatlah kiranya diajukan beberapa saran dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah, guru maupun siswa dalam mewujudkan pengelolaan kelas yang baik agar menciptakan situasi dan kondisi yang optimal dalam belajar sehingga dapat terarah kepada tujuan pendidikan yang diharapkan. 2. Bagi pihak pemerintah ataupun sekolah, seyogyanya memberikan bantuan (tambahan) dan mengikutsertakan guru dalam peningkatan kemampuan dan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan profesi, pengaturan dan pelatihan secara regional atau nasional. Pelaksanaan ini sebaiknya secara profesional dan adil tidak membedakan sekolah negeri atau swasta, sehingga tidak terjadi perbedaan yang terlalu jauh. Selain itu perlu adanya 74 75 dorongan, penghargaan, dan perhatian yang lebih bagi guru yang aktif dalam bidang organisasi sekolah atau manapun. DAFTAR PUSTAKA Ali, Moh. R. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2005 Arikunto, Suharsimi. Pengelolaan Kelas dan Siswa, Sebuah Pendekatan Evaluatif, Jakarta: CV. Rajawali, 1988 Bahri Djamarah, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000 Bahri Djamarah, Syaiful, dan Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006 Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), Jakarta: Prenada Media Group, 2006 Dira J Rama, Metode Alternatif Pengajaran Sejarah, artikel diakses pada 02 September 2008, dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/jateng/41127.htm Fajar Arnie, Portofolio Dalam Pelajaran IPS, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005 Fathurrohman, Pupuh, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami). Bandung: PT Refika Aditama, 2007 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1991 Porter Bobby, dan Mike Hernachi, Quantum Teaching, Bandung: Kaifa, 2000 Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokrasi “sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”, Jakarta: Prenada Media, 2004, Ed. I Rukmana Ade, dan Asep Suryana, Pengelolaan Kelas, Bandung: UPI PRESS, 2006 Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 Semiawan Conny, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, Jakarta: PT Grasindo, 1992 76 77 Setiawan, Irwan. Belajar Mandiri Dengan Pemanfaatan Program Powerpoint Dalam Pembelajaran Sejarah Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengkulu Selatan, Artikel diakses pada 08 September 2009, dari http://www.psb-psma.org/forum/software/lain-lain/belajar-mandiridengan-pemanfaatan-program-powerpoint-dalam-pembelajaran-sejarah Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994 Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Dilengkapi Contoh Proposal dan Laporan Penelitian), Bandung: ALFABETA, 2005 Sumaatmadja, Nursid. Konsep Dasar IPS, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007 Syaodih, Nana, Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008 Thabary Hasbullah, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplilkasi Pendidikan, Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007