pengelolaan kelas - UIN Repository

advertisement
PENGELOLAAN KELAS
PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
(di SMAN 87 Jakarta)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh:
UNI ZAHRA
105018200741
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
PENGELOLAAN KELAS
PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
(di SMAN 87 Jakarta)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
UNI ZAHRA
NIM. 105018200741
Pembimbing:
Dr. Muhamad Arif, M.Pd
NIP. 19700606 199702 1 002
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
ABSTRAK
Uni Zahra,
Judul Skripsi: Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87
Jakarta.
Program Studi Manajemen Pendidikan, Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pengelolaan kelas merupakan sebuah upaya real untuk mewujudkan proses
atau kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dengan pengelolaan kelas yang baik
diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan memberikan
pengaruh positif yang secara langsung menunjang terselenggaranya proses belajar
mengajar di kelas. Agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap siswa
dalam belajar, kelas perlu dikelola sebaik-baiknya. Kegiatan yang perlu
dilaksanakan dalam mengelola kelas yaitu penataan siswa di dalam kelas,
penataan ruang, menciptakan disiplin kelas, menunjukkan sikap tanggap,
penggunaan alokasi waktu mengajar, dan penyesuaian metode pembelajaran
dengan materi pelajaran. Apabila pengelolaan kelas yang dikaitkan dengan
kesesuaian metode pembelajaran terhadap materi pelajaran sejarah tersebut
direspon secara baik oleh peserta didik, maka pengelolaan kelas yang dilakukan
oleh pendidik mata pelajaran sejarah dapat dikatakan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kelas pada mata
pelajaran sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam
pembelajaran sejarah. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Pengumpulan data dengan menggunakan angket yang disebar ke 50 peserta didik,
didukung dengan pengamatan (observasi) proses pembelajaran, wawancara
dengan pendidik mata pelajaran yang bersangkutan, dan dengan studi
dokumentasi berupa silabus dan rencana program pembelajaran (RPP). Dari hasil
penelitian yang didapat, kemudian dianalisis berdasarkan metode wawancara,
observasi, studi dokumentasi dan angket yang digunakan oleh penulis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kelas pada mata
pelajaran di SMAN 87 Bintaro telah dilaksanakan dengan cukup. Dari hasil
penelitian tersebut direkomendasikan sebagai salah satu bahan rujukan para
peneliti jika mendapatkan permasalahan yang serupa dan direkomendasikan pula
untuk para masyarakat di SMAN 87 Bintaro.
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK...……………………………………………………..........
i
KATA PENGANTAR…………………………………………….......
ii
DAFTAR ISI………………………………………………………......
v
DAFTAR TABEL…………………………………………………......
vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………
1
B. Masalah Penelitian
BAB II
1. Identifikasi Masalah……………………………..
5
2. Pembatasan Masalah…………………………….
5
3. Perumusan Masalah……………………………...
6
C. Tujuan Penelitian……………………………………
6
D. Manfaat Penelitian …………………………………
6
KAJIAN TEORITIS
I.
Kajian Teoritis
A. Pelajaran Sejarah di SMA
1. Pengertian Sejarah ...............................................
7
2. Fungsi dan Tujuan Pelajaran Sejarah di SMA.....
10
3. Pendekatan, Pengorganisasian Materi dan
Penilaian Mata Pelajaran Sejarah di SMA……..
4. Metode Pembelajaran Sejarah .............................
11
12
B. Pengelolaan Kelas
1. Pengertian Pengelolaan Kelas…………………..
15
2. Tujuan Pengelolaan Kelas………………………
18
3. Prinsip Pengelolaan Kelas………………………
19
4. Aspek-aspek Pengelolaan Kelas………………..
21
5. Pengelolaan Kelas yang Efektif .........................
27
6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Sejarah ................. 28
v
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian...................................................
31
2. Tempat Penelitian.................................................
32
B. Metode Penelitian......................................................
32
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data.................
32
D. Kisi-kisi Instrumen Penelitian...................................
33
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
BAB IV
1. Teknik Pengolahan Data.......................................
37
2. Teknik Analisis Data.............................................
38
HASIL PENELITIAN
A. Profil Pendidik Mata pelajaran Sejarah
di SMAN 87 Bintaro.................................................
40
B. Analisis Data dan Pembahasan Hasil Temuan
BAB V
1. Analisis Data.....................................................
40
2. Pembahasan Hasil Temuan...............................
54
PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................
74
B. Saran-saran...............................................................
74
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
76
LAMPIRAN-LAMPIRAN...................................................................
vi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Kegiatan Pengelolaan Kelas............................................ 21
2. Tabel 3.1 Tahapan Penelitian ……………………………………. 31
3. Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian………….………………. 34
4. Tabel 4.1 Penataan Tempat Duduk Peserta Didik............................ 41
5. Tabel 4.2 Penataan Kebersihan dan Keindahan Kelas..................... 42
6. Tabel 4.3 Penggunaan Media Pembelajaran.................................... 43
7. Tabel 4.4 Penggunaan Metode Pembelajaran Bervariatif................. 43
8. Tabel 4.5 Menarik Perhatian Peserta Didik..................................... 44
9.
Tabel 4.6 Gerak Mendekati............................................................. 45
10. Tabel 4.7 Penugasan Kelas.............................................................. 46
11. Tabel 4.8 Pembimbingan peserta didik........................................... 47
12. Tabel 4.9 Pembuatan Tata Tertib.................................................... 48
13. Tabel 4.10 Memberikan Pujian....................................................... 49
14. Tabel 4.11 Memberikan Sanksi atau Hukuman.............................. 50
15. Tabel 4.12 Memberikan Nasehat atau Teguran.............................. 51
16. Tabel 4.13 Ketepatan Kehadiran....................................................
52
17. Tabel 4.14 Menyesuaikan Metode Pembelajaran dengan Materi... 53
18. Tabel 4.15 Skor Angket Skala Pengelolaan Kelas Pada Mata
Pelajaran Sejarah..........................................................................
68
19. Tabel 4.16 Klasifikasi Skor Angket............................................
70
20. Tabel 4.17 Nilai Rata-rata Variabel Angket Pengelolaan
Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta……..
vii
72
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu
institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat
dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada
tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggungjawab
profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang
bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar
yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang
berkualitas dengan lembaga pendidikan yang bertanggungjawab terhadap
pembentukan kualitas tenaga pengajar, yaitu dapat berkontribusi terhadap
perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik
sebagai anggota masyarakat.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran, baik secara
eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor
eksetrnal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi
belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam
mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan.
Dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga
mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia
mengetahui perkembangan terakhir di bidangnya (state of the art) dan
kemungkinan perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang
1
2
(frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran dipandang oleh siswa
terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) oleh sebagian siswa dianggap
lebih mudah untuk dimengerti bila dibandingkan dengan pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Tanpa banyak hitungan, angka dan rumus, maka
pelajaran IPS menjadi lebih bersahabat. Namun pada kenyataannya pelajaran yang
dianggap lebih mudah itu menjadi pelajaran yang begitu sulit. Tak ada gairah dan
semangat. Yang ada hanya suasana yang membosankan dan membuat mata
mengantuk, padahal diadakannya pelajaran IPS adalah untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis siswa terhadap kondisi sosial
masyarakat. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi
warga negara yang cinta damai. Selain itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap
kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang
dinamis.
Pelajaran IPS adalah salah satu mata pelajaran yang harus ada pada
kurikulum pendidikan dasar sampai menengah. Hal ini dapat dilihat pada BAB X
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada pasal 37 ayat 1 yang menyatakan: kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: “Pendidikan Agama, Pendidikan
kewarganegaraan,
Bahasa,
Matematika,
Ilmu
Pengetahuan
Alam,
Ilmu
Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga,
Keterampilan/Kejuruan; dan Muatan lokal.”
Bila melihat kenyataan itu maka keberadaan pelajaran IPS tidaklah bisa
dianggap sebelah mata. Pelajaran IPS wajib ada dan dipelajari. Bahan kajian IPS
ini meliputi antara lain: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, dan sosiologi.
Karena keberadaannya yang penting ini maka sudah selayaknya pelajaran IPS
perlu mendapat pengelolaan yang baik agar intisari pelajaran bisa tersampaikan.
Tidak dipungkiri bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan
masyarakat
Indonesia
umumnya.
Agaknya
pernyataan
tersebut
tidaklah
3
berlebihan. Namun sampai saat ini masih terus dipertanyakan keberhasilannya,
mengingat fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia khususnya,
generasi muda makin hari makin diragukan eksistensinya. Dengan kenyataan
tersebut artinya ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan
sejarah.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan
hasil belajar yaitu pengaturan kelas dan pengajaran itu sendiri. Keduanya saling
bergantung. Keberhasilan pengajaran, dalam arti tercapainya tujuan-tujuan
instruksional, sangat bergantung pada kemampuan guru dalam mengatur kelas.
Kelas yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar
sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran.
Penulis tertarik pada pelajaran Sejarah. Dengan mempelajari peristiwa dan
pengalaman masa lampau dan dihubungkan dengan kejadian serta pengalaman
kejadian serta pengalaman aktual hari ini, kita dapat mengetahui dan mengkaji
perkembangan. Dan dari perkembangan tersebut, kita dapat memprediksi
kejadian-kejadian masa yang akan datang. Dengan menelaah (penduduk,
produksi, perluasan kota), mulai masa lampau sampai saat ini, kita dapat
memprediksi atau paling tidak melihat kecenderungan masa yang akan datang.
Dalam hal ini, belajar, mempelajari dan mengkaji sejarah, bukan merupakan
kegiatan yang statis, malah justru merupakan suatu telaahan yang dinamis ke
masa yang akan datang. Hanya tinggal bagaimana para guru sejarah mengajarkan
dan membelajarkannya, agar belajar sejarah itu sebagai kegiatan dinamis yang
jauh dari menjemukan. Bahkan justru merupakan hal yang sangat menarik minta
yang berkesinambungan. 1
Sebagaimana yang terdapat di banyak sekolah termasuk di SMAN 87
Bintaro berdasarkan pengamatan dan wawancara, sering kali guru IPS sebagian
besar waktu mengajarnya digunakan untuk ceramah, memberikan informasi, dan
menjelaskan, kurangnya penggunaan metode yang bervariasi. Hanya sebagian
kecil waktu pembelajaran yang digunakan untuk kegiatan siswa, itu pun hanya
1
Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007),
Cet. 24, h. 2.9
4
untuk mencatat dan melaksanakan evaluasi. Dan proses pembelajaran khususya
pada mata pelajaran Sejarah inilah yang menjadikan pelajaran sejarah menjadi
begitu membosankan.
Dalam kegiatan pengelolaan kelas pun, masih banyak guru yang nyatanya
belum bisa mempraktekkan. Salah satunya guru IPS yang terdapat di SMAN 87
Jakarta. Fenomena yang ada di sekolah adalah belum tertibnya pengaturan tempat
duduk siswa yang berisik (gaduh), metode yang digunakan kurang bervariatif,
hubungan intrerpersonal antara guru dengan siswa sangat kurang, dan belum
tertatanya pengaturan ruangan dan perabotan pelajaran di kelas. Bagaimana
pembelajaran IPS akan berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sedangkan
dalam pengelolaan kelasnya pun belum bisa dikendalikan. Karena berdasarkan
paparan diatas bahwasanya kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru
mampu mengatur siswa dan saran pengajaran serta mengendalikannya dalam
suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran IPS dapat tercapai sesuai dengan tujuan
pembelajaran, maka seorang guru harus mengelola kelas dengan baik, diantaranya
mempunyai persiapan, kreativitas, metode dan media yang dapat mendukung
proses pelaksanaan pembelajaran IPS. Selain itu ada tiga tahapan yang harus
dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPS yaitu: perencanaan
yang jelas, proses pembelajaran yang efektif, dan evaluasi. Jika ke tiga tahapan itu
dapat dilakukkan oleh seorang guru, maka tujuan pembelajaran akan
memungkinkan dapat dicapai dengan maksimal.
Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik membahas pengelolaan kelas
mata pelajaran IPS Sejarah di SMA 87 Jakarta. Pada dasarnya IPS Sejarah adalah
suatu mata pelajaran yang agak sulit untuk dipahami para siswa karena mereka
harus menghapal setiap tanggal, bulan, dan tahun pada setiap peristiwa bersejarah.
Mereka harus mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa lampau yang
kemungkinan kecil akan terulang di zaman sekarang dan mereka pun diajak untuk
seolah-olah menjadi aktor di dalam peristiwa itu dengan mempunyai keputusan
apa yang harus mereka lakukan ketika mereka ada di dalam peristiwa lampau itu.
Dengan digunakannya metode yang bervariasi, siswa diharapkan dapat menghapal
5
setiap tanggal, bulan, dan tahun pada setiap peristiwa bersejarah itu, tidak hanya
menghapal bahkan harus memahami apa itu pelajaran IPS sejarah yang sedang
mereka pelajari.
Dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin mengetahui lebih jauh
tentang pengelolaan kelas bidang studi IPS Sejarah. Judul penelitian yang
diangkat dalam penelitian ini adalah “Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran
Sejarah di SMAN 87 Jakarta.”
B. Masalah Penelitian
1. Identifikasi Masalah
Setiap guru pasti menginginkan dapat mengelola kelas dengan sebaik
mungkin agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa
dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Untuk meningkatkan
kemampuan mengelola kelas dengan baik, diperlukan usaha dari diri guru tersebut
yang terus menerus meningkatkan kemampuan mengelola kelas melalui berbagai
cara misalnya, penataan siswa di dalam kelas, penataan ruang, menciptakan
disiplin kelas, menunjukkan sikap tanggap, penggunaan alokasi waktu mengajar,
dan penyesuaian metode pembelajaran dengan materi pelajaran. Berarti
kemampuan mengelola kelas dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga
memunculkan berbagai permasalahan yang terkait dengan itu. Adapun masalahmasalah yang terkait dengan kemampuan mengelola kelas dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
a. Kurangnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan
pembelajaran Sejarah.
b. Kurang bervariatifnya metode yang digunakan dalam pembelajaran
Sejarah.
c. Lemahnya kemampuan guru dalam mengelola kelas.
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan nampak jelas
bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan kelas sangat
6
banyak dan beragam. Mengingat keterbatasan penulis dalam hal waktu,
biaya dan tenaga maka dalam penelitian ini penulis hanya membatasi
permasalahan pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang
berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah
dari pembahasan ini adalah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas pada
mata pelajaran Sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan
dalam pembelajaran Sejarah?
4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah
yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran
Sejarah.
5. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis untuk menambah wawasan pengetahuan yang harus dimiliki
oleh seorang guru.
b. Bagi guru atau pihak-pihak lain dalam dunia pendidikan, khususnya guru
dan calon guru pada mata pelajaran Sejarah untuk menambah wawasan
dalam mengelola kelas dan pengembangan metode pembelajaran..
c. Bagi Sekolah untuk perbaikkan dalam mengembangkan metode
pembelajaran yang bervariatif terutama dalam pengelolaaan kelas.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pelajaran Sejarah di SMA
1. Pengertian Sejarah
Para ahli mendefinisikan sejarah berdasarkan pendapatnya masing-masing.
Menurut Tim Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI:
Istilah “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata “syajaratun”
(dibaca “syajarah”), yang memiliki arti “pohon kayu”. Pengertian “pohon
kayu” disini menunjukkan adanya suatu kejadian, perkembangan dan
pertumbuhan tentang sesuatu hal atau peristiwa dalam suatu
kesinambungan (kontinuitas). Selain itu ada pula peneliti lain yang
menganggap bahwa arti kata “syajarah” tidak sama dengan kata “sejarah”,
sebab sejarah bukan hanya bermakna sebagai “pohon keluarga”, “asalusul” atau “silsilah”. Walaupun demikian diakui bahwa ada hubungan
antara kata “syajarah” dengan kata “sejarah”, seseorang yang mempelajari
sejarah tertentu berkaitan dengan silsilah, riwayat, cerita dan asal- usul
tentang seseorang atau kejadian. Dengan demikian pengertian “sejarah”
yang dipahami sekarang ini lebih banyak dari alih bahasa Inggris yakni
“history”, yang berasal dari bahasa Yunani Kuno “historia” (dibaca
“istoria”) yang berarti “belajar dengan cara bertanya-tanya”. 1
Perkataan sejarah dalam bahasa Indonesia adalah sama dengan history
(Inggris), Geschichte (Jerman) atau Geschiedenis (Belanda) . 2
Menurut Hugiono dan P.K. Poerwantana yang dikutip oleh Nursid
Sumaatmadja mengatakan bahwa, “sejarah adalah gambaran tentang peristiwa1
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplilkasi Pendidikan, Bagian III:
Pendidikan Disiplin Ilmu, (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), Cet, II, h. 342
2
R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005) Cet. I, h. 11
7
8
peristiwa masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi
urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis sehingga mudah dimengerti dan
dipahami”. Sedangkan Sartono Kartodirdjo secara singkat mengkonsepkan
“sejarah sebagai pelbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif pada masa
lampau”. Dan pada sisi lain Ephrain Fischoff (Fairchild, H.P., dkk)
mengemukakan “sejarah adalah riwayat masa lampau atau suatu bidang ilmu yang
menyelidiki dan menuturkan riwayat itu sesuai dengan metode tertentu yang
terpercaya”. 3
Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan tadi, kunci dalam
pengertian sejarah terletak pada masa lampau, baik berupa peristiwa, pengalaman
kolektif maupun riwayat masa lampau tersebut. Secara singkat sejarah itu
berkenaan peristiwa masa lampau tentang kehidupan manusia dalam konteks
sosialnya.
Sejarah sebagai bidang ilmu sosial, memiliki konsep dasar yang menjadi
karakter dirinya, dan yang dapat dibina pada diri kita masing-masing, terutama
pada diri peserta didik. Konsep-konsep dasar itu adalah:
1) Waktu
2) Dokumen
3) Alur Peristiwa
4) Kronologi
5) Peta
6) Tahap-tahap Peradaban
7) Ruang
8) Evolusi
9) Revolusi 4
Bahwa waktu merupakan konsep dasar pada sejarah, peristiwa itu tidak
dapat dikatakan sebagai fenomena dan fakta sejarah jika tidak dinyatakan waktu
terjadinya, terutama waktu yang menunjukkan masa lampau. Waktu terutama
yang telah lampau, menjelaskan sifat, bobot dan warna peristiwa yang
bersangkutan. Peristiwa sejarah dapat dinyatakan sebagai sejarah apabila terkait
dengan waktu ini.
3
Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007),
Cet. 24, h. 2.8
4
Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS…, h. 2.9
9
Konsep yang paling melekat dengan waktu adalah ruang meskipun secara
karakteristik konsep ruang lebih mendekat dengan geografi. Pada abad ke XVIII,
seorang
ahli
filsafat
Jerman
yang
dikutip
oleh
Nursid
Sumaatmadja
mengemukakan bahwa, “sejarah dengan geografi merupakan ilmu dwi tunggal,
artinya penelaahan sesuatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya, tidak dapat
dilepas dari ruang waktu terjadinya. Sejarah mengungkapkan kapan terjadinya
sedangkan geografi merupakna petunjuk di mana peristiwa itu terjadi. Kesatuan
kedua konsep tersebut, memberikan petunjuk tentang karakter peristiwa yang
ditelaah. Oleh karena itu, peta menjadi alat bantu tentang lokasi sesuatu peristiwa
itu terjadi.” 5
Konsep alur peristiwa tidak lain adalah suatu rentetan peristiwa atau
rentetan pengalaman sejarah masa lampau berdasarkan urutan waktu terjadinya.
Atau dengan ungkapan konsep yang lain yaitu kronologi peristiwa atau
pengalaman sejarah masa lampau. Konsep alur peristiwa dan kronologi,
mengungkapkan dinamika peristiwa atau pengalaman sejarah dari waktu ke waktu
yang
menunjukan
perkembangan
serta
perubahannya.
Penerapan
dan
pengungkapan peristiwa berdasarkan konsep alur peristiwa serta kronologi
waktunya, selain dapat mengungkapkan prosesnya juga dapat mengungkapkan
kecepatan proses tersebut apakah peristiwa atau pengalaman sejarah itu
berlangsung lama ataukah cepat. Jika peristiwa itu berlangsung sangat cepat dapat
kita sebut revolusi, sedangkan bila sangat lambat, kita sebut evolusi. Dengan
demikian konsep revolusi juga merupakan suatu kata kunci yang dapat diterapkan
dalam telaah sejarah.
Maka dengan singkat dapat ditegaskan bahwa sejarah itu berarti: (1)
jumlah perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam
kenyataan sekitar kita; (2) cerita tentang perubahan itu dan sebagainya; (3) ilmu
yang bertugas menyelidiki perubahan dan sebagainya tersebut itu.
Cerita tentang perubahan-perubahan dan sebagainya serta ilmu yang
menyelidiki perubahan-perubahan tersebut itu pada dasarnya merupakan kegiatan
manusia. Manusia menyelidiki kenyataan kemanusiaan yang terus berubah. Hasil
5
Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS…, h. 2.10
10
penyelidikan itu dihimpun olehnya dalam sebuah cerita. Sejarah sebagai ilmu dan
sejarah sebagai cerita adalah ciptaan manusia dan bukan sesuatu yang timbul atau
terjadi di luar usaha manusia (seperti gunung meletus, air bah, angin taufan).
Manusia sebagai subjek atau pemegang peranan dalam membuat ilmu dan cerita.
Dengan demikian, ilmu sejarah dan cerita sejarah disebut sejarah serba subjek,
artinya hasil perbuatan manusia.
Perubahan-perubahan kenyataan kejadian dan peristiwa terjadi tidak
semata-mata karena kehendak manusia; serba tidak langsung terjadi diluar
kemampuan dan tidak dengan pesetujuan mamnusia. Segala sesuatu terjadi
seolah-olah menurut kodrat sendiri atau menurut kehendak Tuhan atau karena
kekuatan-kekuatan lain. Yang nyata ialah bahwa seluruhnya berada “di luar”
manusia, seolah-olah merupakan dunia tersendiri “di luar alam manusia”. Jumlah
kejadian, jumlah peristiwa, perubahan seluruhnya itu disebut sejarah serba objek.
2. Fungsi dan Tujuan Pelajaran Sejarah di SMA
Ketercapaian dan keberhasilan proses pembelajaran dinilai dari perubahanperubahan yang terjadi pada diri siswa setelah belajar IPS (sejarah). Perubahan
yang dimaksud adalah perubahan kemampuan yang mencakup pengetahuan atau
wawasan, keterampilan (akademis dan sosial) dan sikap sehingga kemampuan
dapat dimanfaatkan oleh yang bersangkutan baik selama siswa berada di bangku
sekolah maupun setelah tamat. Adapun fungsi dan tujuan pelajaran Sejarah
adalah:
a). Fungsi mata pelajaran Sejarah di SMA dan MA adalah menyadarkan siswa
akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam
dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran Sejarah
dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa
lalu, masa kini, dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia.
b). Tujuan mata pelajaran Sejarah di SMA dan MA adalah: (1), mendorong
siswa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang
masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan
11
datang, (2) Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan
sehari-hari.
c). Mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk
memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat.. 6
3. Pendekatan, Pengorganisasian Materi dan Penilaian Mata Pelajaran
Sejarah di SMA
a). Pendekatan yang digunakan menekankan pada aspek prosesual yang
berpangkal pada masa kini, karena masa lampau bukan sesuatu yang
terpisah dari umat manusia, para siswa, dan lingkungan sehari-hari.
Sejarah atau masa lampau harus dipahami sebagai sesuatu yang terus
hidup atau menjadi bagian dari sesuatu yang menyejarah. Siswa belajar
tentang masa lampau untuk memahami apa yang sedang dialaminya dalam
keseharian.
b). Pembelajaran Sejarah, keberhasilannya sangat tergantung pada kemampuan
apresiasi dan kreatifitas guru. Guru sejarah perlu memahami jiwa, visi,
misi, kurikulum yang berlaku, perspektif dan pendekatan masing-masing
satuan pendidikan, menggunakan metode pembelajaran yang sesuai
dengan kemampuan siswa.
c). Pembelajaran sejarah perlu diikuti dengan praktek belajar sejarah. Praktek
ini merupakan suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk
membantu siswa agar mampu memahami fakta, peristiwa, konsep, dan
generalisasi melalui pengalaman belajar praktek empiric. Tema praktek
belajar Sejarah adalah praktek belajar nilai kejuangan, yang dapat
dilakukan minimal sekali dalam setahun; dapat dilakukan pada saat
tertentu, seperti pada pembagian laporan hasil belajar (rapor), kenaikan
kelas, dan hari peringatan yang berkaitan dengan peristiwa bersejarah.
d) Pembelajaran sejarah perlu menggunakan berbagai media yang mempunyai
potensi untuk menambah wawasan dan konteks belajar serta meningkatkan
6
Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005), Cet. IV, h. 133
12
hasil belajar. Slide, film, radio, televise, dan computer yang dilengkapi
untuk mengakses berbagai informasi tentang isu-isu local, nasional, dan
internasional.
e). Pengorganisasian materi ditekankan pada pendekatan kritis logis dan
perspektif analisis prosesual, agar siswa mampu berpikir sendiri mengapa
dan bagaimana sesuatu itu terjadi di masa lampau.
f). Penilaian dapat menggunakan penilaian tertulis, penilaian berdasarkan
perbuatan, penugasan, produk, atau potofolio. 7
4. Metode Pembelajaran Sejarah
Hakikat pengetahuan sosial dan ilmu-ilmu sosial pada kurikulum 2004,
dan tujuan pendidikan IPS, maka tugas dan peran Pendidikan IPS antara lain
menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa
(national and character building). Konsekuensinya dalam pelaksanaan proses
pembelajaran harus membantu siswa mengembangkan potensi serta kompetensi
yang dimilikinya, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotor untuk
menghadapi lingkungan hidupnya, baik fisik maupun sosial budaya di mana
mereka hidup kini dan hari esok. 8
Guru pelajaran IPS (Sejarah) yang profesional, dalam pelaksanaan tugas
pembelajaran
dituntut
menguasai
kompetensi
atau
kemampuan
dasar
pembelajaran dan aspek keilmuan. Salah satu kemampuan dasar yang harus
dikuasai guru adalah “keterampilan mengembangkan metode pembelajaran”, yaitu
keterampilan yang berhubungan dengan upaya untuk mengembangkan metode
pembelajaran di kelas yang dapat memotivasi dan menggairahkan belajar siswa.
Pemahaman tentang guru sentris yang selama ini berkembang harus
dirubah menjadi siswa sentris, artinya pengajaran hendaknya bersifat “siswa
sentris”. Dalam pengertian ini maka guru harus mampu membaca/memahami hal
ihwal keadaan diri siswa serta selalu memperhatikan keadaan/kesukaran/
keberhasilan/kemampuan siswa. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran melalui
7
8
Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS…, h. 136
Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS…, h. 108
13
aneka metode/teknik yang memang memberikan keesempatan pada siswa untuk
maju/berkembang menurut potensinya masing-masing.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, guru
dituntut untuk lebih kreatif dalam menyiapkan dan merancang metode
pembelajaran yang akan dilakukannya. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan
tujuan nasional secara umum dan tujuan Pendidikan IPS pada khususnya, yang
pada prinsipnya bertujuan mendidik dan membimbing siswa menjadi warga
negara yang baik, yang bertanggung jawab baik secara pribadi, sosial/masyarakat,
bangsa dan negara bahkan sebagai warga dunia.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mewujudkan tujuan tersebut
adalah model pembelajaran berbasis portofolio. Dalam model pembelajaran ini
siswa dituntut untuk berpikir cerdas, kreatif, parsitipatif, prospektif, dan
bertanggung jawab. Secara rinci melalui model pembelajaran berbasis portofolio
dalam IPS, antara lain siswa dapat:
a). Memperoleh pemahaman yang lebih besar tentang masalah-masalah yang
dikaji
b). Belajar banyak tentang masalah-masalah kemasyarakatan dimana masalah
kemasyarakatan menjadi inti dari Pendidikan IPS
c). Belajar bagaimana cara yang lebih kooperatif dengan orang lain untuk
memecahkan masalah
d). Meningkatkan keterampilan dalam meneliti
e). Memperoleh pemahaman yang lebih baik bagaimana pemerintah bekerja
f). Belajar bagaimana warga negara berpartisipasi dalam menyelesaikan
masalah yang timbul dalam masyarakat
g). Lebih menyadari kelompok-kelompok masyarakat yang menaruh perhatian
terhadap masalah-masalah yang ada di masyarakat
h). Meningkatkan rasa percaya dirinya, karena merasa telah dapat
memecahkan masalah yang ada di masyarakat
Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengangkat satu
topik/kompetensi dasar, dapat juga memadukan beberapa kompetensi
dasar untuk dijadikan kajian kelas. Tentu saja penyelenggaraannya perlu
14
didesain seefisien mungkin dan disesuaikan dengan situasi-kondisi
sekolah, kemauan dan kemampuan serta keterampilan guru serta dukungan
dari siswa.
Lebih lanjut, agar pembelajaran sejarah berhasil baik, metode yang
digunakan harus bisa mengonstruk “ingatan historis” yang disertai dengan
“ingatan emosional”. Metode pembelajaran satu arah yang ada selama ini hanya
akan mengonstruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya
sebagai fakta-fakta hafalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk
memaknainya, pun menggali lebih jauh. Ingatan historis semata tak akan bertahan
lama. Supaya ingatan “historis” bisa bertahan lama, ia perlu disertai “ingatan
emosional”. 9
Ingatan jenis ini adalah ingatan yang terbentuk dengan melibatkan emosi
hingga bisa menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh
dan memaknai berbagai peristiwa sejarah. Proses pembelajaran kemudian tak
hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komuniasi dua arah
dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang
tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses
pembelajaran.
Kunjungan ke situs sejarah bisa dikatakan sebagai salah satu metode yang
dapat menimbulkan “ingatan emosional”. Setelah siswa diberikan fakta-fakta
sejarah untuk mengonstruk “ingatan historis” dalam kelas, ingatan emosionalnya
dapat tergali berkat kunjungan ke situs-situs sejarah.
Selain metode di atas, beberapa metode alternatif dalam kaitannya dengan
modifikasi pengajaran sejarah perlu dikembangkan. Salah satu metode yang bisa
diterapkan adalah pemanfaatan media audiovisual.
9
Rama Dira J, Metode Alternatif Pengajaran Sejarah, artikel diakses pada 02 September
2008, dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/jateng/41127.htm
15
Pemutaran film dokumenter, semidokumenter, dan film layar lebar yang
berlatar sejarah bisa membentuk “ingatan emosional” dalam diri siswa.
Bagaimanapun juga film adalah media audiovisual yang bisa menghadirkan
“suatu rekaman dunia”, lengkap dengan unsur gambar, suara, suasana, ruang dan
waktu pada masa lalu yang bisa menggugah emosi. Dengan demikian, setelah
menonton film, siswa akan terpicu menggali lebih jauh lagi “sejarah” yang
terdokumentasikan atau yang dibuat versi layar lebarnya.
B. Pengelolaan Kelas
1. Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas.
Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah awal “pe” dan
akhiran “an”. Istilah lain dari kata pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen
adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management, yang berarti
ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.
Sedangkan kelas adalah di dalam didaktik terkandung suatu pengertian
umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa, yang pada waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. 10
Pengelolaan kelas adalah usaha guru untuk menciptakan dan memelihara
kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam
proses belajar mengajar. Menurut Syaiful Djamarah dan Aswan Zaini:
Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak boleh ditinggalkan.
Guru selalu mengelola kelas ketika dia melaksanakan tugasnya. Pengelolaan
kelas dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi
anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efisien dan efektif.
Ketika kelas terganggu, guru berusaha mengembalikannya agar tidak menjadi
penghalang bagi proses belajar mengajar. 11
Pengelolaan merupakan sebuah kegiatan dan pelaksanaannya disebut
mengelola. Orang yang melaksanakannya adalah pengelola, yaitu individu yang
10
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Sebuah Pendekatan Evaluatif,
(Jakarta: CV. Rajawali, 1988), Cet. II, h. 17
11
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002), h.174
16
menangani tugas-tugas yang bersifat manajerial, mengkoordinasikan kegiatan
yang dilakukan dan memanfaatkan usaha-usaha kelompok secara efektif.
Guru dalam pelaksanaan tugas secara profesional adalah seorang
pengelola, dalam hal ini pengelola kelas. Tugas ini berhubungan dengan kegiatan
guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran di kelas. Guru menghadapi
sejumlah siswa yang berasal dari lingkungan sosial dan emosi yang berbeda,
karena itu guru diharapkan bisa mengelola kelas dengan baik dan efektif.
Dalam proses belajar mengajar di kelas, hal yang sangat penting untuk
dilakukan oleh seorang guru adalah mengupayakan atau menciptakan kondisi
belajar mengajar yang baik. Kelas sebagai komunitas sekolah terkecil dapat
mempengaruhi interaksi siswa dan kegiatan pembelajaran yang pada gilirannya
dapat berpengaruh terhadap suasana kelas dan prestasi belajar siswa. Suasana
kelas yang kondusif akan mampu mengantarkan pada prestasi akademik dan nonakademik siswa, maupun kelasnya secara keseluruhan.
Menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zaini, mendefinisikan kelas dari dua sudut, yaitu:
1. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding,
tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar
mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis
karena sekedar menunjuk pengelompokkan siswa menurut tingkat
perkembangannya yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis
masing-masing.
2. Kelas dalam arti luas yakni, suatu masyarakat kecil yang merupakan
bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasi
menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatankegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan. 12
Made Pidarta yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini
mengatakan, pengelolaan kelas adalah “proses seleksi dan penggunaan alat-alat
yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Ini berarti guru bertugas
menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem/organisasi kelas. Sehingga
anak didik dapat memanfaatkannya.” Sedangkan menurut Sudirman N,
“pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.
12
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi …, , h. 176
17
Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang
keberhasilan proses interaksi edukatif. Maka agar memberikan dorongan dan
rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola dengan sebaikbaiknya oleh guru.” 13
Menurut Hunt, yang dikutip oleh Dede Rosyada mengatakan, ada delapan
langkah yang harus dilakukan guru agar mampu menguasai dan mengelola kelas
dengan baik, yaitu:
1) Persiapan yang cermat
2) Tetap menjaga dan terus mengembangkan rutinitas
3) Bersikap tenang dan penuh percaya diri
4) Bertindak dan bersikap profesional
5) Mampu mengenali perilaku yang tidak tepat
6) Menghindari langkah mundur
7) Berkomunikasi dengan orang tua siswa secara efektif
8) Menjaga kemungkinan munculnya masalah. 14
Pengelolaan kelas diperlukan karena dari hari ke hari dan bahkan dari
waktu ke waktu tingkah laku dan perbuatan anak didik selalu berubah. Hari ini
anak didik dapat belajar dengan baik dan tenang, tetapi besok belum tentu.
Kemarin terjadi persaingan yang sehat dalam kelompok, sebaliknya, di masa
mendatang boleh jadi persaingan itu kurang sehat. Karena itu, kelas selalu dinamis
dalam bentuk perilaku, perbuatan, sikap mental, dan emosional anak didik.
Pengelolaan kelas sangat berhubungan dengan upaya atau usaha untuk
menyelenggarakan suatu proses belajar mengajar pada suatu tingkat kelompok
tertentu. Hal ini tentunya memberikan suatu pemahaman tersendiri yang sangat
jelas bahwa pengelolaan kelas ditujukan untuk menyelenggarakan proses atau
kegiatan belajar mengajar di kelas agar dapat berlangsung dengan baik dan efektif
serta mencapai tujuan yang diharapkan.
Beberapa pengertian pengelolaan kelas yang telah dikemukakan oleh para
ahli di atas, dapat memberi suatu gambaran serta pemahaman yang jelas bahwa
pengelolaan kelas sebagai usaha menyiapkan kondisi yang optimal agar proses
13
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2000), Cet. I, h. 172
14
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi “sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Ed. I, h. 183
18
atau kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Pengelolaan kelas
merupakan masalah yang amat kompleks dan seorang guru menggunakannya
untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga
anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diterapkan secara efektif dan
efisien.
2. Tujuan Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas yang dilakukan guru bukan tanpa tujuan. Karena adanya
tujuan itulah guru selalu berusaha mengelola kelas dengan baik, walaupun
kadang-kadang kelelahan fisik, maupun pikiran dirasakan. Guru sadar tanpa
pengelolaan kelas yang baik maka akan menghambat proses belajar mengajar.
Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi
bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan
intelektual dalam kelas. 15
Tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas itu dapat bekerja
dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan
efisien.
Sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah apabila:
a. Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang terhenti
karena tidak tahu akan tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat
melakukan tugas yang diberikan kepadanya.
b. Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, artinya
setiap anak akan bekerja secepatnya agar lekas menyelesaikan tugas yang
diberikan kepadanya. Apabila ada anak yang walaupun tahu dan dapat
melaksanakan tugasnya, tetapi mengerjakannya kurang bergairah dan
mengulur waktu bekerja, maka kelas tersebut dikatakan tidak tertib. 16
Tujuan pengelolaan kelas adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Mutu pembelajaran akan tercapai, jika tercapainya tujuan pembelajaran.
Karakter kelas yang dihasilkan karena adanya proses pengelolaan kelas
yang baik akan memiliki sekurang-kurangnya tiga ciri, yakni:
1. Speed, artinya anak dapat belajar dalam percepatan proses dan progress,
sehingga membutuhkan waktu yang relatif singkat.
15
16
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi…, h. 177
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa…, h. 68
19
2. Simple, artinya organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah
dicerna dan situasi kelas kondusif.
3. Self-Confidence, artinya anak dapat belajar dengan penuh rasa percaya diri
atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaran dan belajar
berprestasi. 17
3. Prinsip Pengelolaan Kelas
Masalah pengelolaan kelas bukanlah merupakan tugas yang ringan.
Berbagai faktorlah yang menyebabkan kerumitan itu. Secara umum faktor-faktor
yang memengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor
intern siswa dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dengan
masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian siswa dengan ciri-ciri khasnya
masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari yang lainnya secara individual.
Perbedaan secra individual ini dilihat dari segi aspek, yaitu perbedaan biologis,
intelektual, dan psikologis.
Sedangkan faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana
lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokkan siswa, jumlah siswa di
kelas, dan sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang
ke atas cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah
siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas,
prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Maka adalah penting bagi
guru untuk mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas ini.
1. Hangat dan antusias
Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang
hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya
atau pada akivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan
kelas.
17
Pupuh Fathurrohman,, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami).
(Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h.104
20
2. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang
menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga
mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3. Bervariasi
Penggunaan alat atau media, atau alat bantu, gaya mengajar guru, pola
interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan,
meningkatkan perhatian anak didik. Apalagi bila penggunaannya bervariasi sesuai
dengan kebutuhan sesaat. Kebervariasian dalam penggunaan apa yang disebutkan
di atas merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan
menhindari kejenuhan.
4. Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat
mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta menciptakan iklim
belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya
gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan
tugas, dan sebagainya.
5. Penekanan pada Hal-hal yang Positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan
pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada
hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu, penekanan yang
dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif dari pada mengomeli
tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang
dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
6. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan
akhir
dari
pengelolaan kelas
adalah
anak didik
dapat
mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu
mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri
hendaknya menjadi teladan dalam pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung
21
jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut
berdisiplin dalam segala hal. 18
4. Aspek-aspek Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi
kelas. Oleh karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam
menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Kegiatan yang perlu dilaksanakan
dalam mengelola kelas yaitu penataan siswa di dalam kelas, penataan ruang dan
alat pelajaran dan menciptakan disiplin kelas.
Usaha sadar dalam pengelolaan kelas mengarah pada dua elemen yaitu
fisik dan non fisik. Pengelolaan yang menyangkut komponen fisik di kelas seperti
pengaturan ruang kelas, posisi bangku dan kursi, lemari, alat dan media
pembelajaran serta komponen fisik lainnya. Pengelolaan yang menyangkut non
fisik seperti pengelolaan siswa, kondisi sosio emosional dan bentuk-bentuk
hubungan kemanusiaan yang diperankan di kelas sebagai anggota kelas.
a. Penataan siswa di dalam kelas
1). Organisasi murid
Pengelolaan kelas pada hakikatnya berkenaan dengan bagaimana
caranya agar proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas berjalan
lancar, efektif dan efisien. Pengorganisasian murid ini apabila dikelola
dengan baik mempunyai dua fungsi sekaligus. Fungsi pertama adalah
melatih siswa dalam berorganisasi kegiatan organisasi murid ini sangat
baik untuk menanamkan sikap demokratis, rasa tanggung jawab,
memupuk kerja sama, dan sikap toleransi di antara para siswa. Fungsi
kedua adalah menciptakan ketertiban kelas. Untuk memelihara
kebersihan kelas, siswa dibagi tugas secara bergiliran (piket harian)
organisasi ini juga bisa membantu menyediakan sarana pengajaran,
misalnya menyediakan kapur tulis, alat peraga, buku paket, dan
sebagainya. 19
18
19
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, h. 185
Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 312
22
2). Penugasan Kelas
Untuk meningkatkan aktifitas dan kreatifitas belajar siswa, guru
dapat memberikan berbagai tugas secara bervariasi. Tugas yang
diberikan biasanya penerapan (aplikasi) konsep-konsep atau teori-teori
yang diberikan oleh guru. Tugas-tigas tersebut misalnya memberikan
pertanyaan, berdiskusi, tampil di muka kelas (response) mengerjakan
soal. Proses belajar siswa di dalam menyelesaikan pengajaran akan lebih
baik dibanding dengan hanya mendengarkan ceramah saja.
Sistem pemberian tugas ini juga menuntut aktifitas dan kreatifitas
guru untuk memeriksa hasil pekerjaan siswa secara cermat. Tugas yang
diberikan sebaiknya tidak terlalu sukar dan juga tidak terlalu mudah.
Pemberian
tugas
yang
kurang
jelas
dan
kurang
tegas
akan
membingungkan siswa. Oleh karena itu, di dalam memberikan tugas
guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(a). Guru harus merumuskan dengan jelas tujuan apa yang ingin dicapai
dari pemberian tugas tersebut.
(b). Guru hendaknya menetapkan target maksimal yang akan dicapai
dengan pemberian tugas
(c). Guru harus memberi petunjuk tentang bagaimana cara atau proses
untuk menyelesaikan tugas tersebut.
(d). Guru menjelaskan kedudukan tugas yang diberikan, apakah sebagai
pengganti ulangan, pengganti pertemuan pengajaran yang terhambat
oleh suatu kegiatan tersebut.
(e). Guru memberi kesempatan kepad siswa untuk bertanya apakah tugas
itu masih belum dipahami. 20
3). Pembimbingan Siswa
Dalam melaksanakan kegiatan belajar, siswa tidak terhindar dari
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Siswa dalam satu kelas sekalipun
tingkat usianya sama, dalam berbagai hal memiliki perbedaanperbedaannya. Guru harus mampu mengidentifikasi dengan cermat
20
Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan,…, h. 313-314
23
permasalahan yang dihadapi siswanya, serta dapat menentukan alternatif
penanggulangannya. Bimbingan yang diberikan tidak hanya kepada
siswa yang menghadapi permasalahan, tetapi juga kepada siswa yang
tidak mengalami kesulitan. Hanya yang menghadapi kesulitan harus
lebih diprioritaskan. Guru harus bisa melakukan bimbingan denga tulus
agar siswa dapat lebih merasakan bimbingan dan perhatian. Adapun
tujuan bimbingan terhadap siswa antara lain:
(a). Membantu siswa untuk memahami dirinya sendiri sesuai dengan
kecakapan dan tingkat perkembangannya.
(b).
Membantu proses sosialisasi dan kepekaan terhadap kebutuhan
orang lain.
(c). Membantu siswa untuk mengembangkan motivasi belajar sehingga
mencapai tujuan yang diharapkan.
(d). Memberikan dorongan di dalam mengarahkan diri, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan dari dalam
proses pengajaran.
(e). Membantu siswa untuk memperoleh kepuasan pribadi dan dalam
penyesuaian diri secara maksimum terhadap lingkungan. 21
Adapun pengelolaan kelas menurut Ade Rukmana dan Asep Suryana
meliputi dua kegiatan yang secara garis besarnya terdiri dari:
1). Pengaturan Orang (siswa)
Pengaturan orang (siswa) adalah mengatur dan menempatkan siswa
dalam kelas sesuai dengan potensi intelektual dan perkembangan
emosionalnya. Siswa diberikan kesempatan untuk memperoleh posisi
dalam belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya.
2). Pengaturan Fasilitas
Pengaturan Fasilitas adalah kegiatan yang harus dilakukan siswa,
sehingga seluruh siswa dapat terfasilitasi dalam aktifitasnya di dalam
kelas. Pengaturan fisik kelas diarahkan untuk meningkatkan efektivitas
belajar siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman, aman, dan belajar
21
Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan,…, h. 316
24
dengan baik. Untuk lebih jelasnya, pengaturan siswa dan fasilitas kelas
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: 22
Tabel 2.1
Kegiatan Pengelolaan Kelas
Kegiatan Pengelolaan Kelas
Mengatur Orang (Kondisi Emosional)
Mengatur Fasilitas Belajar Mengajar
(Kondisi Fisik)
-
Tingkah laku
-
Ventilasi
-
Kedisiplinan
-
Pencahayaan
-
Minat/Perhatian
-
Kenyamanan
-
Gairah Belajar
-
Letak Duduk
-
Dinamika Kelompok
-
Penempatan Siswa
b. Penataan Ruang dan Alat Peraga
Agar tercipta suasana yang menggairahkan dalam belajar, perlu
diperhatikan pengaturan ruang belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang
belajar
hendaknya
memungkinkan
aak
duduk
berkelompok
dan
memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam
belajar.
Selain itu dalam penataan ruang kelas perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut: 1) kesesuaian dengan tujuan belajar, 2) metode yang
digunakan, 3) materi yang disampaikan, 4) karakteristik siswa dan waktu
yang tersedia. 23
Dengan adanya kriteria-kriteria tersebut pengaturan ruang kelas
dan
alat
pelajaran
benar-benar
dalam
rangka
pencapaian
tujuan
pembelajaran serta disesuaikan dengan karakteristik.
Penataan ruang belajar beserta kelengkapannya ini harus
diusahakan dengan melibatkan peran aktif siswa. Dalam penataan ruang
22
Ade Rukmana dan Asep Suryana, Pengelolaan Kelas, (Bandung: UPI PRESS, 2006),
Cet. I, h. 33
23
Conny Semiawan, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan
Siswa dalam Belajar, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), Cet. 1, h. 64
25
belajar dan alat pelajaran ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan
antara lain yaitu penataan tempat duduk, penataan alat pengajaran dan
kelengkapan kelas, penataan keindahan, kebersihan dan kenyamanan kelas.
1). Penataan Tempat Duduk Siswa
Untuk mewujudkan suasana belajar di mana siswa menjadi pusat
kegiatan belajar, perlu suatu organisasi kelas yang luwes. Bangku, kursi
dan alat-alat lainnya mudah dipindahkan untuk kepentingan bekerja
kelompok. Ruangan kelas dan segala fasilitas yang disediakan perlu diatur
untuk melayani kegiatan belajar.
Di sebagian besar ruang kelas, bangku siswa dapat disusun untuk
mendukung tujuan belajar bagi pelajaran apa pun yang diberikan. Seorang
guru bebas menyuruh siswa mengatur ulang bangku mereka untuk
memudahkan jenis interaksi yang diperlukan. Untuk presentasi siswa,
ajaran guru, pemutaran video, dan lain-lain, atur bangku sehingga siswa
menghadap ke depan untuk membantu mereka tetap fokus ke depan.
Untuk kerja kelompok, bangku diputar saling berhadapan. Yang ingin
dicapai adalah fleksibilitas. 24
2). Penataan Alat Pengajaran dan Kelengkapan Kelas
Penataan alat bantu pengajaran dan kelengkapan kelas sebaiknya
dilakukan secermat mungkin agar tidak mengganggu proses belajar
mengajar. Selain itu setiap alat-alat pengajaran maupun kelengkapan kelas
yang berada di dalam kelas haruslah benar-benar memiliki fungsi,
sehingga keberadaannya tidak sekedar membuat sempit suasana kelas.
Alat bantu pengajaran atau media yang khusus untuk digunakan di
kelas tertentu sebaiknya disimpan di kelas tersebut. Ha ini dimaksudkan
agar guru mudah mengambil dan menggunakannya tanpa harus banyak
membuang-buang waktu. Terkadang guru enggan menggunakan alat
pengajaran karena merasa enggan mengambilnya dengan birokrasi yang
berbelit-belit. Akan tetapi kalau alat tersebut sudah tersedia di kelas, guru
24
Bobby Porter dan Mike Hernachi, Quantum Teaching, (Bandung: Kaifa, 2000), h. 70
26
akan terdorong untuk menggunakannya. Pengaturan dan pemeliharaannya
biasanya dilakukan oleh para siswa secara bergiliran. 25
3). Penataan Keindahan, Kebersihan dan Kenyamanan Kelas
Ruang belajar mempunyai peranan yang cukup besar dalam
menentukan hasil belajar seseorang, setiap siswa hendaknya memilih
ruang belajar yang memenuhi persyaratan fisik tertentu. Ruang belajar
tidak perlu ruang yang bagus dengan segala perlengkapan modern. Akan
tetapi cukup sederhana saja asal memenuhi persyaratan. Persyaratan yang
diperlukan untuk ruang belajar adalah bebas dari gangguan, sirkulasi dan
suhu udara yang baik di samping itu perlu juga penerangan yang baik. 26
Demikian
pula
keadaan
ruangan
kelas
(kebersihan
dan
keteraturannya) mencerminkan karakter penghuninya, yaitu guru dan
murid-muridnya. Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan kelas ini
biasanya dilakukan oleh siswa secara bergiliran, yaitu oleh siswa yang
mendapat giliran piket harian. Kegiatan ini di samping bermanfaat untuk
menciptakan kebersihan kelas, juga mendidik siswa untuk mencintai dan
melakukan kebersihan. Untuk memberikan dorongan kepada siswa,
hendaknya guru setiap harinya memeriksa keadaan kebersihan dan
ketertiban kelas.
c. Penciptaan Disiplin Kelas
Disiplin diartikan adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan
peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan disini bukanlah karena
paksaan, tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya
mematuhi
peraturan-peraturan
itu.
Disiplin
harus
ditanamkan
dan
ditumbuhkan dalam diri anak, sehingga akhirnya rasa dipilin itu akan
tumbuh dari hati sanubari anak itu sendiri. 27
25
Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan,…, h.319
Hasbullah Thabary, Rahasia Sukses Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1995), Cet. II, h. 48-50
27
Alisuf Sabri, Ilmu pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. I, h. 40
26
27
Pengelolaan kelas yang baik akan menciptakan disiplin kelas yang
baik. Kelas dinyatakan disiplin apabila setiap siswanya patuh pada aturan
main/tata tertib yang ada, sehingga dapat terlibat secara optimal dalam
kegiatan belajar. Disiplin kelas bukanlah sekedar pemberian hukuman bagi
yang melanggar atau menerima penghargaan bagi yang menaatinya. Disiplin
dalam hal ini dimaksudkan sebagai usaha membina secara terus menerus
kesadaran dalam bekerja atau belajar dengan baik dalam arti setiap orang
menjalankan fungsinya secara efektif. Pemberian sanksi hanya boleh
dilakukan sebagai cara terakhir, yakni bila sudah tidak ditemukan lagi cara
lain untuk menumbuhkan kesadaran terhadap tata tertib tersebut.
Pelanggaran disiplin biasanya bersumber pada kepemimpinan guru yang
terlalu otoriter, siswa merasa kurang dilibatkan dalam aktifitas kelas, rasa
bosan terhadap pelajaran, perasaan tertekan, takut, cemas, serta siswa kurang
diperhatikan. Tindakan pencegahan terjadinya pelanggaran disiplin kelas
adalah dengan tata tertib dan pemberian ganjaran dan hadiah.
Pembuatan tata tertib pun hendaknya dengan melibatkan siswa,
karena dengan melibatkan siswa maka rasa tanggung jawab siswa terhadap
peraturan akan lebih besar jika mereka terlibat dalam pembuatannya.
Dengan mendengarkan saran, masukan dan keinginan siswa akan
membuatnya merasa dihargai dan diakui. Hal ini tentu saja akan
berpengaruh pada pelaksanaan peraturan tersebut.
5. Pengelolaan Kelas yang Efektif
Agar siswa dapat meraih kompetensi, guru harus merancang proses belajar
mengajar
di
kelas
yang
memberi
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengembangkan pengetahuan dan menerapkan hal-hal yang telah dipelajarinya.
Siswa harus mampu menggunakan fakta-fakta yang sudah dipelajarinya untuk
menjelaskan situasi atau untuk menerapkan informasi pada situasi baru.
Menurut Made Pidarta yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zaini mengatakan bahwa, untuk mengelola kelas secara efektif perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
28
a). Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu, yang
dilengkapi oleh tugas-tugas dan diarahkan oleh guru.
b). Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu,
tetapi bagi semua anak atau kelompok.
c). Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku masingmasing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individuindividu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan
bagaimana belajar.
d). Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada anggota-anggota. Pengaruh
yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka di kelas
di kala belajar.
e). Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa.
Makin meningkat keterampilan guru mengelola secara kelompok, makin puas
anggota-anggota di dalam kelas.
f). Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesatuan kelompok ditentukan oleh
cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah maupun bagi
mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan. 28
6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Sejarah
Dalam proses belajar mengajar di kelas, sangat penting untuk dilakukan
oleh seorang guru adalah mengupayakan atau mencipatakan kondisi belajar
mengajar yang baik. Kelas sebagai komunitas sekolah terkecil dapat
mempengaruhi suasana kelasnya dalam berinteraksi dan kegiatan pembelajaran
yang pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap suasana dan prestasi belajarnya.
Suasana kelas yang kondusif akan mampu mengantarkan pada prestasi akademik
dan non-akademik siswa, maupun kelasnya secara keseluruhan. Untuk
menciptakan suasana kelas yang kondusif, bisa kita lakukan dengan cara
menggunakan metode-metode pembelajaran yang bervariatif.
Salah satu contoh metode pembelajaran Sejarah yang dilakukan di
Sekolah Menengah Atas Negeri (MAN) 1 Bengkulu Selatan, dengan
28
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar,...., h. 214
29
memanfaatkan program Powerpoint. Ini bisa saja dipraktekkan di sekolah-sekolah
lain. Karena dengan menggunakan media pengajaran berbasis teknologi
komunikasi dan informasi pada pelajaran sejarah dapat meningkatkan minat dan
ketertarikan siswa untuk mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran
dengan Powerpoint dalam mata pelajaran sejarah dapat mengurangi penilaian
kuno dan ketinggalan zaman terhadap mata pelajaran ini. 29
Metode pembelajaran Sejarah yang menggunakan media powerpoint juga
sudah diterapkan di SMAN 87 Jakarta. 30 Tetapi memang, harus adanya
kontinuitas dalam menggunakan media ini. Karena bagaimanapun, media ini
merupakan salah satu metode yang menggunakan media untuk menciptakan
kondisi belajar yang kondusif. Sehingga pengelolaan kelas pada pembelajaran
Sejarah akan berjalan lancar.
Kelebihan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran Sejarah
menurut penulis adalah dapat meningkatkan minat dan ketertarikan siswa pada
mata pelajaran Sejarah. Karena dengan banyaknya opini yang ada bahwasanya
pelajaran Sejarah merupakan pelajaran yang “kaku” dan membosankan, maka
dengan adanya metode tersebut, pembelajaran Sejarah akan terasa lebih
menyenangkan dan tidak membosankan. Dengan Powerpoint, siswa juga dapat
membuat isi dari materi pelajaran Sejarah lebih menarik.
Sedangkan kekurangan dari metode tersebut menurut penulis adalah
dibutuhkannya keahlian dan kemampuan tersendiri dalam menggunakan program
Powerpoint. Jika belum bisa menggunakan dan menguasainya maka akan menjadi
hambatan utama dalam mempraktekkan metode ini.
Dalam pembelajaran Sejarah, untuk menciptakan pengelolaan kelas yang
baik tidak hanya menggunakan media powerpoint. Guru Sejarah juga bisa
menggunakan metode-metode lain seperti, demonstrasi, karya wisata, diskusi,
tanya jawab, dan sebagainya, yang bisa dilakukan oleh siswa. Ini menunjukkan
29
Irwan Setiawan, Belajar Mandiri Dengan Pemanfaatan Program Powerpoint Dalam
Pembelajaran Sejarah Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengkulu Selatan, artikel diakses pada
08 September 2009, dari http://www.psb-psma.org/forum/software/lain-lain/belajar-mandiridengan-pemanfaatan-program-powerpoint-dalam-pembelajaran-sejarah
30
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
30
bahwa pembelajaran Sejarah tidak terpusat pada guru (teacher centris), tetapi
pada keaktifan siswa di dalam kelas (student centris).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan bertahap mulai dari perencanaan sampai
dengan pengambilan data di lapangan. Tahap perencanaan dan observasi dimulai
dari tanggal 01 September 2009 sampai dengan 22 Januari 2010. Sedangkan
pelaksanaan pengambilan data di lapangan dari tanggal 25 Januari sampai 08
Februari 2010 dan pengolahan data dari tanggal 10 Februari sampai dengan 16
Februari 2010. Rincian tahapan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Tahapan Penelitian
No.
Tanggal
1.
01 Sept 2009
2.
15 Sept 2009
3.
09 Okt 2009
4.
5.
6.
7.
Kegiatan
Pembuatan proposal skripsi
ACC proposal skripsi
Penyerahan proposal skripsi ke Dosen
Pembimbing
16 Okt – 22 Jan 2010
Bimbingan penulisan Bab I-III sekaligus
Instrumen penelitian
25 Jan ’10 – 08 Feb 2010 Penelitian di SMAN 87 Jakarta
dan
bimbingan
10 Feb ‘10 – 16 Feb Pengolahan data hasil penelitian dan
2010
bimbingan
19 Februari 2010
Laporan hasil pengolahan data dan bimbingan
31
32
2. Tempat Penelitian
Adapun yang menjadi objek penelitian adalah SMAN 87 Jakarta yang
beralamatkan di Jalan Mawar II Rempoa Raya Pesanggrahan Jakarta
Selatan.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu
metode yang mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis data yang
menggambarkan situasi keadaan dan hasil temuan lapangan yang bersifat non
hipotesis, yang diambil dari kuesioner siswa dan wawancara guru mata pelajaran
Sejarah. Peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, di dengar, dirasakan dan
ditanyakan. 1 Semua objek terkait dengan penelitian tentang pengelolaan kelas
pada mata pelajaran Sejarah.
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data
Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah:
1. Observasi
Dalam pengumpulan data, peneliti datang langsung ke lapangan dengan
melihat atau mengamati segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan
pembuatan skripsi ini, yakni dengan mengamati kondisi peserta didik kelas X
SMAN 87 Jakarta yang mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2. Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh informasi
langsung dari sumbernya. Wawancara dilakukan dengan pendidik mata pelajaran
Sejarah untuk mendapatkan keterangan mengenai pengelolaan kelas di kelas X
SMAN 87 Jakarta.
1
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Dilengkapi Contoh Proposal dan Laporan
Penelitian), (Bandung: ALFABETA, 2005), Cet. I, h.17
33
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dimaksudkan sebagai cara untuk memperoleh data
dengan jalan mengumpulkan catatan tertentu yang nyata, yang sudah tersedia
sebagai sumber penyelidikan. Diambil dari silabus, dan persiapan RPP pendidik
yang bersangkutan. Ini digunakan sebagai sumber data pelengkap penelitian.
4. Angket
Angket merupakan alat penelitian berupa daftar pertanyaan untuk
memperoleh keterangan dari responden tentang pengelolaan kelas mata pelajaran
Sejarah oleh guru Sejarah. Ini digunakan sebagai sumber data pelengkap
penelitian. Angket ini akan diberikan kepada peserta didik kelas X SMAN 87
Jakarta dengan cara random sampling berjumlah 50 eksemplar dari jumlah siswa
pada populasi yang ada yaitu 132 siswa secara langsung dan tertutup artinya,
jawaban telah disediakan yang berjumlah 20 soal dengan menggunakan skala
likert yang terdiri dari 4 alternatif jawaban, yaitu: selalu, sering, kadang-kadang
dan tidak pernah. Angket disusun berdasarkan indikator pengelolaan kelas mata
pelajaran Sejarah. Diantara item pertanyaan dapat dilihat di bagan kisi-kisi
instrumen penelitian. Pertanyaan-pertanyaan terlampir.
D. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Penyusunan kisi-kisi instrumen penelitian dilakukan berdasarkan teori
yang telah dipaparkan pada bab II (dua), kisi-kisi instrumen penelitian dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Definisi Konseptual
Secara konseptual yang dimaksud dengan pengelolaan kelas pada
mata pelajaran Sejarah adalah suatu upaya memberdayagunakan potensi
kelas yang ada seoptimal mungkin untuk mendukung proses interaksi
edukatif mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, kelas mempunyai
peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses
pembelajaran. Kunci dalam pengertian Sejarah terletak pada masa lampau,
baik berupa peristiwa, pengalaman kolektif maupun riwayat masa lampau
tersebut. Secara singkat sejarah itu berkenaan peristiwa masa lampau tentang
34
kehidupan manusia dalam konteks sosialnya. Kegiatan yang perlu
dilaksanakan dalam mengelola kelas yaitu penataan peserta didik di dalam
kelas, penataan ruang dan alat pelajaran, menciptakan disiplin kelas,
interaksi belajar mengajar, menunjukkan sikap tanggap serta alokasi belajar.
2. Definisi Operasional
Jawaban peserta didik tentang pengelolaan kelas pada mata
pelajaran Sejarah adalah skor yang diperoleh dari pendapat responden
terhadap instrumen yang berbentuk skala likert dengan 4 pilihan. Indikator
jawaban peserta didik tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran
Sejarah dalam penelitian ini diambil dari beberapa dimensi pengelolaan
kelas yang meliputi:
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah
Alat
Penggali
Dimensi
Indikator
Data
- Penataan tempat
Bagaimana
Panduan ¾ Penataan
duduk siswa
ruang
Observa
pengelolaan
kelas dan - Kelengkapan
-si
/penggunaan
alat
kelas pada
media
pelajaran
mata
pembelajaran
- Penataan
pelajaran
kebersihan dan
Sejarah
keindahan kelas
yang
¾ Mencipta- - Tindakan
berkaitan
pencegahan;
an disiplin
pembuatan tata
kelas
dengan
tertib;
metode
mengabsen
kehadiran murid,
yang
memberi pujian
digunakan
- Penindakan;
Pemberian
dalam
sanksi/hukuman,
pembelajarmemberi
nasihat/menegur
an Sejarah?
Rumusan
Masalah
Item
Ket/
Sasaran
Kelas
(Guru
dan
Siswa)
Kelas
(Guru
dan
Siswa)
35
¾ Pengorga- - Ketepatan dalam
menyesuaikan
nisasian/
metode dengan
penyesuaimateri
an metode
dengan
materi
Pedoman
Wawancara
Panduan
Studi
Dokume
-ntasi
Kelas
(Guru)
¾ Menciptak Tindakan
pencegahan;
-an
pembuatan tata
disiplin
tertib;
kelas
mengabsen
kehadiran murid,
memberi pujian
- Penindakan;
Pemberian
sanksi/hukuman,
memberi
nasihat/menegur
Guru
¾ Menunjuk
kan
pembelaja
ran yang
kreatif
Menggunakan
metode
pembelajaran
bervariatif
Guru
¾ Pengorganisasian/
penyesuaian metode
dengan
materi
Ketepatan dalam
menyesuaikan
metode dengan
materi
Guru
¾ Menunjukan
perencanan
pembelaja
-ran
- Tersedianya RPP
Guru
¾ Pengorga- - Ketepatan dalam
menyesuaikan
nisasian/
metode dengan
penyesuaimateri
an metode
dengan
Guru
36
Angket
materi
- Penugasan kelas
¾ Penataan
murid di
- Pembimbingan
dalam
siswa
kelas
- 7 Siswa
s/d 9 kelas X
- 10 SMAN
s/d 11
- Penataan tempat
¾ Penataan
duduk siswa
ruang
kelas dan - Kelengkapan/
penggunaan
alat
media
pelajaran
pembelajaran
- Penataan
kebersihan dan
keindahan kelas
- 1
s/d 2
- 18
¾ Mencipta- - Tindakan
pencegahan;
an disiplin
pembuatan tata
kelas
tertib;
mengabsen
kehadiran murid,
memberi pujian
- Penindakan;
Pemberian
sanksi/hukuman,
memberi
nasihat/menegur
- 12
s/d 14
¾ Menunjuk
-kan
sikap
tanggap
-3
- 16
s/d 17
- Menarik
perhatian siswa
- Gerak mendekati -
5
Menggunakan ¾ Menunjuk metode
kan
pembelajaran
pembelaja
bervariatif
ran yang
kreatif
4
- Ketepatan
¾ Alokasi
kehadiran
penggunaan waktu
belajar
mengajar
19
-
6
37
¾ Pengorgan - Ketepatan dalam isasian/
menyesuaikan
penyesuaimetode dengan
an materi
materi
dengan
metode
20
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, langkah selanjutnya
yaitu pengolahan dan analisis data. Adapun teknik pengolahan data yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Teknik Pengolahan Data
a. Editing
Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai
menghimpun data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena
kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi
harapan peneliti, diantaranya kurang atau terlewatkan, tumpang tindih,
berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu, keadaan tersebut harus
diperbaiki melalui editing ini. 2
b. Koding
Setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya adalah
mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahapan koding. Maksudnya
bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki
arti tertentu pada saat dianalisis. 3 Biasa klasifikasi dilakukan dengan cara
memberi data atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
2
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), Ed. 1.,
Cet. II, h. 165
3
Burhan Bungin, Metodologi..., h. 166
38
c. Tabulasi (Proses Pembeberan)
Tabulasi adalah bagian terakhir dari pengolahan data. Maksudnya
adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angkaangka serta menghitungnya. 4
Setelah data-data diolah langkah selanjutnya adalah menganalisa data.
Teknik analisis data yaitu penulis berusaha memberikan uraian mengenai hasil
penelitian tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah.
2. Teknik Analisa Data
Tahap analisa adalah tahap yang penting dan menentukan. Pada tahap
inilah data dikerjakan dan dimanfaatkan demikian rupa sampai berhasil
menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab
persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. 5
Dalam analisis ini penulis mengambil analisis deskriptif yang mengandung
arti bahwa, analisis yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena
yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.
Metode deskriptif ini menggambarkan apa adanya yang merupakan hal alamiah
dan sesuai dengan kenyataan kehidupan, manusia hidup apa adanya. Lebih jauh
manusia ingin tahu dan membutuhkan gambaran yang lebih jelas dan rinci dari
keadaan apa danya tersebut. 6
Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya prosentase jawaban
angket dari responden. Rumus yang digunakan adalah:
P=
F
N
X 100%
Ket:
P = Prosentase
F = Frekwensi
N = Jumlah Responden 7
4
Burhan Bungin, Metodologi…, h. 168
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1991), Cet. XI, h. 269
6
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan..., h. 72
7
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1994), Cet. V., h. 40-41
5
39
Untuk mengetahui kualifikasi skor setiap variabel yang diambil dari nilai
rata-rata (mean), maka penulis menjadikan skor tersebut ke dalam data interval
dengan kualifikasi masing-masing, namun harus mencakup skor yang paling
tinggi dan skor yang paling rendah. Hal ini mengacu pada kriteria penilaian
berikut: 8
80-100
: Amat Baik (A)
70-79
: Baik (B)
60-69
: Cukup (C)
50-59
: Kurang (D)
Untuk menentukan prosentase, digunakan perhitungan sederhana dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1). Menentukan nilai harapan (NH). Nilai ini dapat diketahui dengan menjadikan
nilai item perhitungan dengan skor tertinggi
2). Menghitung nilai skor (NS). Nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya
yang diperoleh dari hasil penelitian.
3). Menentukan kategorinya dengan menggunakan rumus:
P = NS X 100%
NH
P
= Prosentase
NH = Nilai Harapan
NS = Nilai Skor
8
Anas Sudijono, Pengantar Statistik…, h. 16
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Profil Pendidik Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta
Ada dua orang pendidik mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta.
Mereka adalah Ibu Dra. Bhakti Utami. W, yang telah menamatkan studi
terakhirnya (S1) di IKIP Jakarta Jurusan Sejarah/Antropologi. Bergabung di
SMAN 87 Jakarta sejak tahun 1987. Kini ia menjadi guru mata pelajaran
Sosiologi dan Antropologi
di SMAN 87 Jakarta. Banyak sudah pelatihan,
penataran, seminar, workshop, dan sebagainya yang telah diikutinya dari tahun
1989 sampai 2008, guna menunjang ilmu dan skill dalam mengajar.
Berikutnya adalah Bapak Hambali, S.Pd., yang telah menamatkan studi
terakhirnya (S1) di FKIP UPI Bandung Jurusan Sejarah. Bergabung di SMAN 87
Jakarta sejak tahun 1986. Kini ia menjadi guru mata pelajaran Sejarah di SMAN
87 Jakarta. Sebelumnya ia pernah mengajar di SMAN 28 Jakarta tahun 1986-1988
dan di SMK Muhammadiyah 09 Jakarta tahun 1994-1999. Banyak sudah
pelatihan, penataran, seminar, workshop, dan sebagainya yang telah diikutinya
dari tahun 1992 sampai 2005 guna menunjang ilmu dan skill dalam mengajar.
B. Analisis Data dan Pembahasan Hasil Temuan
1. Analisis Data
Data yang dijadikan dasar deskripsi hasil penelitian ini adalah skor
pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang diperoleh dari hasil
40
41
penyebaran angket, wawancara, observasi, dan dokumen-dokumen berdasarkan
kategori yang sesuai dengan masalah penelitian. Dengan demikian data yang
dideskripsikan berupa data tentang;
a. Penataan ruang kelas dan alat pelajaran, dapat dilihat dari beberapa indikator
diantaranya yaitu: (1) Penataan tempat duduk peserta didik, (2)
Kelengkapan/penggunaan media pembelajaran, (3) Penataan kebersihan dan
keindahan kelas.
Tabel 4. 1
Penataan tempat duduk peserta didik
No.
1.
2.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda mengatur ruang kelas
agar suasana belajar menyenangkan?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
Apakah penataan tempat duduk anda di kelas
memudahkan dalam belajar?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
1
1
12
36
50
2
2
24
72
100
6
4
32
8
50
12
8
64
16
100
Pada pertanyaan nomor 1, sebanyak 72% peserta didik menyatakan
pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah mengatur ruang kelas agar suasana
belajar menyenangkan, 24% peserta didik menyatakan kadang-kadang, dan 2%
peserta didik menyatakan selalu dan sering.
Pada pertanyaan nomor 2, sebanyak 64% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menata tempat duduk peserta
didik di kelas ketika belajar, 16% peserta didik menyatakan tidak pernah, 12%
peserta didik menyatakan selalu, dan 8% peserta didik menyatakan sering.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidik mata pelajaran sejarah dalam
mengatur ruang kelas dan tempat duduk peserta didik dinilai cukup, melihat
jawaban peserta didik yang beragam.
42
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak menata
atau mengatur tempat duduk peserta didik. Pendidik lebih cenderung
“membebaskan” siswa memilih tempat duduknya masing-masing, dan penataan
tempat duduk peserta didik menggunakan format memanjang ke belakang. 1
Tabel 4. 2
Penataan kebersihan dan keindahan kelas
No.
3.
Pertanyaan
Apakah anda dilibatkan dalam menata keindahan
dan kebersihan kelas?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
2
5
29
14
50
4
10
58
28
100
Pada pertanyaan nomor 3, sebanyak 58% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melibatkan peserta didik dalam
menata keindahan dan kebersihan kelas, 28% peserta didik menyatakan tidak
pernah, 10% peserta didik menyatakan sering, dan 4% peserta didik menyatakan
selalu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidik mata pelajaran sejarah kadangkadang melibatkan peserta didik dalam menata keindahan dan kebersihan kelas.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwasanya pendidik jarang
melibatkan peserta didik dalam penataan keindahan dan kebersihan kelas.
Mungkin hanya mengandalkan petugas kebersihan sekolah saja. Tetapi memang,
sebelum memulai pembelajaran pendidik memeriksa kelas bersih atau tidak.
Kalau masih ada sampah yang berserakan di kelas, maka pendidik meminta
peserta didik untuk mengambil dan membuangnya di tempat sampah. 2
1
2
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
43
Tabel 4. 3
Penggunaan media pembelajaran
No.
18.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda menggunakan media
pembelajaran (seperti peta, gambar, dll) dalam
proses pembelajaran?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
8
8
18
16
50
16
16
36
32
100
Pada pertanyaan nomor 18, sebanyak 36% peserta didik menyatakan
kadang-kadang
pendidik
mata
pelajaran
sejarah
menggunakan
media
pembelajaran selama pembelajaran berlangsung, 32% peserta didik menyatakan
tidak pernah, dan 16% peserta didik menyatakan selalu dan sering. Dalam hal ini
pendidik mata pelajaran sejarah perlu adanya kesiapan dan kontinuitas dalam
menggunakan media dalam pembelajaran
Pendidik memang menggunakan media dalam proses pembelajaran,
seperti Powerpoint ataupun media lainnya yang dibutuhkan. Tetapi, itu tidak
bersifat kontinu atau terus menerus. Dalam artian kadang-kadang saja pendidik
menggunakannya. Untuk hal ini pendidik mata pelajaran sejarah perlu adanya
kesiapan dan kontinuitas dalam menggunakan media dalam pembelajaran. 3
b. Menunjukkan pembelajaran yang kreatif, indikator diantaranya adalah; (1)
Menggunakan metode pembelajaran bervariatif
Tabel 4. 4
Penggunaaan metode pembelajaran bervariatif
No.
4.
Pertanyaan
Apakah dalam kegiatan pembelajaran guru
Sejarah anda melakukan metode yang bervariasi
(tidak hanya ceramah dan cerita)?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
3
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
F
%
3
5
30
6
10
60
44
d. Tidak pernah
Jumlah
12
50
24
100
Pada pertanyaan nomor 4, sebanyak 60% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melakukan metode yang
bervariasi (tidak hanya ceramah dan cerita) dalam kegiatan pembelajaran, 24%
peserta didik menyatakan tidak pernah, 10% peserta didik menyatakan sering, dan
6% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan metode pembelajaran yang
bervariatif, maka susana belajar akan terasa lebih “hidup”, dan peserta didik pun
tidak jenuh.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik
yang
bersangkutan
bahwasanya
“metode
pembelajaran
yang
digunakan
bervariatif. Karena jika melakukan dengan satu metode saja akan cepat membuat
para peserta didik bosan dan jenuh, maka saya (pendidik) selalu melakukan
pembaharuan atau memvariasikan metode pembelajaran. 4
c. Menunjukkan sikap tanggap, beberapa indikator diantaranya adalah; (1)
menarik perhatian siswa, (2) Gerak mendekati
Tabel 4. 5
Menarik perhatian peserta didik
No.
5.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda dengan sengaja
berhenti sejenak (diam) untuk menarik perhatian
pada saat menyampaikan mata pelajaran?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
2
15
26
7
50
4
30
52
14
100
Pada pertanyaan nomor 5, sebanyak 52% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah dengan sengaja berhenti sejenak
4
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
45
(diam) untuk menarik perhatian pada saat menyampaikan mata pelajaran, 30%
peserta didik menyatakan sering, 14% peserta didik menyatakan tidak pernah, dan
4% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan berhenti sejenak maka
diharapkan konsentrasi peserta didik terhadap pelajaran akan lebih baik.
Tabel 4. 6
Gerak mendekati
No.
6.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda berkeliling kelas untuk
memeriksa hasil tugas siswa?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
1
7
17
25
50
2
14
34
50
100
Pada pertanyaan nomor 6, sebanyak 50% peserta didik menyatakan tidak
pernah pendidik mata pelajaran sejarah berkeliling kelas untuk memeriksa hasil
tugas peserta didik, 34% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 14% peserta
didik menyatakan sering, dan 2% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan
berkeliling kelas menandakan kesiapan dan perhatian pendidik yang memberikan
tugas dan aktifitas peserta didik.
d. Penataan murid di dalam kelas, dapat dilihat dari beberapa indikator,
diantaranya adalah: (1) Penugasan kelas, (2) Pembimbingan siswa
Tabel 4. 7
Penugasan kelas
No.
Pertanyaan
F
%
7.
Apakah tugas yang diberikan guru Sejarah anda
mendorong anda agar banyak membaca buku
pelajaran?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
4
9
26
11
50
8
18
52
22
100
46
8.
9.
Apakah guru Sejarah anda memberi tugas/PR pada
akhir kegiatan pembelajaran?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
4
14
27
5
50
8
28
54
10
100
Apakah guru Sejarah anda menjelaskan kepada
siswa maksud/tujuan dari pemberian tugas
tersebut?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
5
17
23
5
50
10
34
46
10
100
Pada pertanyaan nomor 7, sebanyak 52% peserta didik menyatakan
kadang-kadang tugas yang diberikan pendidik mata pelajaran sejarah mendorong
peserta didik agar banyak membaca buku pelajaran, 22% peserta didik
menyatakan tidak pernah, 18% peserta didik menyatakan sering, dan 8% peserta
didik menyatakan selalu.
Pada pertanyaan nomor 8, sebanyak 54% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah memberi tugas atau PR pada akhir
kegiatan pembelajaran, 28% peserta didik menyatakan sering, 10% peserta didik
menyatakan tidak pernah, dan 8% peserta didik menyatakan selalu.
Pada pertanyaan nomor 9, sebanyak 46% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menjelaskan kepada peserta didik
tujuan dari pemberian tugas, 34% peserta didik menyatakan sering, dan 10%
peserta didik menyatakan selalu dan tidak pernah.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan kelas pada
mata pelajaran sejarah dalam hal penugasan, dapat dinilai cukup karena
bervariasinya jawaban peserta didik. Perlu adanya kejelasan tugas yang diberikan
pendidik kepada peserta didik. Agar peserta didik pun mengerti maksud tugas
yang diberikan oleh pendidik tersebut.
47
Tabel 4. 8
Pembimbingan peserta didik
No.
10.
11.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda memberikan bimbingan
kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
Apakah guru Sejarah anda memberikan pembelajaran
tambahan (jam) pada siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajar?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
3
8
20
19
50
6
16
40
38
100
0
2
13
35
50
0
4
26
70
100
Pada pertanyaan nomor 10, sebanyak 40% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah memberikan bimbingan kepada
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, 38% peserta didik menyatakan
tidak pernah, 16% peserta didik menyatakan sering, dan 6% peserta didik
menyatakan selalu. Hal ini dibuktikan kembali dengan hasil wawancara penulis
kepada pendidik mata pelajaran sejarah bahwasanya, “saya (pendidik) jarang
sekali memberikan bimbingan dan ruang konsultasi khusus kepada peserta didik
yang mengalami kesulitan dalam belajar sejarah”.
5
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perlu adanya waktu khusus untuk memberikan bimbingan
atau konsultasi lebih kepada para peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
belajar sejarah.
Pada pertanyaan nomor 11, sebanyak 70% peserta didik menyatakan
pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah memberikan tambahan (jam) pada
peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar, 26% peserta didik
5
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
48
menyatakan kadang-kadang, 4% peserta didik menyatakan sering, dan 0% peserta
didik atau tidak ada yang menyatakan selalu.
e. Menciptakan disiplin kelas dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya
adalah; (1) Tindakan pencegahan pelanggaran disiplin kelas, yang terdiri dari
pembuatan tata tertib; mengabsen kehadiran murid, pemberian pujian. (2)
Penindakan terhadap pelanggaran disiplin kelas, yang terdiri dari Pemberian
sanksi/hukuman, Memberi nasihat/menegur.
Tabel 4.9
Pembuatan tata tertib
No.
12.
13.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda melibatkan seluruh
siswa untuk membuat tata tertib kelas?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
Apakah guru Sejarah anda mengontrol kehadiran
murid/mengabsen?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
3
7
19
21
50
6
14
38
42
100
29
6
14
1
50
58
12
28
2
100
Pada pertanyaan nomor 12, sebanyak 42% peserta didik menyatakan tidak
pernah pendidik mata pelajaran sejarah melibatkan seluruh peserta didik untuk
membuat tata tertib kelas, 38% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 14%
peserta didik menyatakan sering, dan 6% peserta didik menyatakan selalu.
Pada pertanyaan nomor 13, sebanyak 58% peserta didik menyatakan
pendidik mata pelajaran sejarah selalu mengontrol kehadiran murid atau
mengabsen, 28% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 12% siswa
menyatakan sering, dan 2% siswa menyatakan tidak pernah.
Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik beranggapan bahwa
pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah melibatkan seluruh peserta didik
untuk membuat tata tertib kelas. Bahkan pendidik mata pelajaran sejarah selalu
49
mengontrol kehadiran atau mengabsen peserta didik. Berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan pendidik mata pelajaran sejarah bahwasanya,
“pembuatan tata tertib sudah menjadi wewenang sekolah”. 6 Dengan tata tertib
kelas diharapkan peserta didik memiliki tanggung jawab dan dapat menciptakan
suasana kelas yang tertib dan teratur disamping itu peserta didik dapat disiplin
dalam belajar.
Tabel 4. 10
Memberikan pujian
No.
14.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda memberikan
penghargaan baik pujian/hadiah terhadap siswa/i
yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
2
7
19
22
50
4
14
38
44
100
Pada pertanyaan nomor 14, sebanyak 44% peserta didik menyatakan tidak
pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan penghargaan baik pujian atau
hadiah kepada peserta didik yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar, 38%
peserta didik menyatakan kadang-kadang, 14% peserta didik menyatakan sering,
dan 4% peserta didik menyatakan selalu. Hal ini menunjukkan mayoritas peserta
didik menjawab tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberi pujian
kepada peserta didik, karena memberi pujian adalah bentuk memberi perhatian
secara verbal.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak
memberikan pujian ataupun hadiah kepada peserta didik yang hasil kerjanya
bagus. Melainkan hanya sebatas menanggapi dengan menjelaskan ulang dari hasil
kerja siswa. 7
6
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
7
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
50
Tabel 4. 11
Memberikan sanksi atau hukuman
No.
15.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda memberikan sanksi
kepada siswa yang tidak pernah mengerjakan
tugas?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
1
2
19
28
2
4
38
56
50
100
Pada pertanyaan nomor 15, 56% peserta didik menyatakan tidak pernah
pendidik mata pelajaran sejarah memberikan sanksi kepada peserta didik yang
tidak pernah mengerjakan tugas, 38% peserta didik menyatakan kadang-kadang,
4% peserta didik menyatakan sering, dan 2% peserta didik menyatakan selalu. Hal
ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik menjawab tidak pernah
memberikan sanksi atau hukuman kepada peserta didik. Bedasarkan hasil
wawancara penulis dengan pendidik mata pelajaran sejarah adalah “saya
(pendidik) tidak pernah memberikan peserta didik sanksi atau hukuman. Kalaupun
mereka tidak mengerjakan tugas maka mereka tidak akan mendapatkan nilai dari
tugas yang telah saya (pendidik) berikan”. 8
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis yaitu, memang pendidik
tidak memberikan sanksi dan hukuman berupa apapun kepada peserta didik yang
tidak mengerjakan tugas. Peserta didik sudah cukup mengetahui sanksi apa yang
akan mereka dapatkan jika tidak mengerjakan tugas, yaitu mereka tidak akan
mendapatkan nilai atau skor dari tugas tersebut. 9
8
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
9
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
51
Tabel 4. 12
Memberikan nasehat atau teguran
No.
16.
17.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda memberikan hukuman
secara langsung ketika siswa melakukan kesalahan
tanpa terlebih dahulu diberi teguran/nasehat?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
Apakah guru Sejarah anda memberikan teguran
terhadap siswa yang membuat keributan di dalam
kelas?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
1
0
17
32
50
2
0
34
64
100
15
17
12
6
50
30
34
24
12
100
Pada pertanyaan nomor 16, sebanyak 64% peserta didik menyatakan tidak
pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan hukuman secara langsung
ketika peserta didik melakukan kesalahan tanpa terlebih dahulu diberi teguran
atau nasehat, 34% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 2% peserta didik
menyatakan sering, dan 0% (tidak ada sama sekali) peserta didik menyatakan
selalu.
Pada pertanyaan nomor 17, sebanyak 34% peserta didik menyatakan
sering pendidik mata pelajaran sejarah memberikan teguran terhadap peserta didik
yang membuat keributan di dalam kelas, 30% peserta didik menyatakan selalu,
24% peserta didik menyatakan kadang-kadang, dan 12% peserta didik
menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik
beranggapan bahwa pendidik sering memberikan teguran kepada peserta didik
yang melakukan keributan di dalam kelas. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil
wawancara penulis kepada pendidik mata pelajaran sejarah bahwasanya “Saya
(pendidik) berusaha menciptakan ruang kelas selama pembelajaran itu seaktif
52
mungkin. Jika mendapatkan keributan yang bersifat negatif di dalam kelas, saya
(pendidik) cukup menegurnya”. 10
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pendidik yang bersangkutan
bahwasanya “jika terjadi keributan di dalam kelas, saya (pendidik) sebagai
pendidik tidak pernah mengambil tindakan apapun kepada peserta didik. Kecuali
menegurnya. Itupun kalau hanya keributan kecil.” “Menurut saya (pendidik),
salah satu hal yang dapat mencegah adanya tindakan menyimpang ataupun
keributan di dalam kelas adalah harus adanya kesiapan bagi seorang pendidik
untuk memberikan materi. Karena dengan demikian, proses pembelajaran di
dalam kelas akan berjalan dengan lancar.” 11
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian nasihat atau teguran
pendidik mata pelajaran sejarah dapat menghindari hal-hal yang mengganggu
kenyamanan di kelas.
f. Alokasi penggunaan waktu belajar mengajar, indikator diantaranya adalah; (1)
ketepatan kehadiran
Tabel 4. 13
Ketepatan kehadiran
No.
19.
Pertanyaan
Apakah guru Sejarah anda masuk kelas dengan
tepat waktu?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
4
7
32
7
50
8
14
64
14
100
Pada pertanyaan nomor 19, sebanyak 64% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah masuk kelas tepat pada waktunya,
10
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi.
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
11
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi.
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
53
14% peserta didik menyatakan sering dan tidak pernah, dan 8% peserta didik
menyatakan selalu.
g. Pengorganisasian atau penyesuaian metode pembelajaran dengan materi,
indikator diantaranya adalah; (1) Ketepatan dalam menyesuaikan metode
pembelajaran dengan materi.
Tabel 4. 14
Penyesuaian metode pembelajaran dengan materi
No.
20.
Pertanyaan
Apakah anda memahami materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru Sejarah anda?
d. Selalu
e. Sering
f. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Jumlah
F
%
7
12
19
12
50
14
24
38
24
100
Pada pertanyaan nomor 20, sebanyak 38% peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah tepat dalam menyesuaikan
metode pembelajaran dengan materi, 24% peserta didik menyatakan tidak pernah
dan sering, dan 14% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan adanya
penyesuaian metode terhadap materi akan menjadikan proses pembelajaran lebih
aktif.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan ketika proses pembelajaran
berlangsung, pendidik memberikan metode pembelajaran sesuai dengan materi
yang bersangkutan. Pendidik cukup luwes dan lugas dalam menyampaikan materi
dengan metodenya. 12
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik mata
pelajaran yang bersangkutan bahwasanya “selama ini saya (pendidik) selalu
berusaha menyesuaikan metode dengan materi yang saya akan bahas. Insya Allah
saya akan selalu menyesuaikannya. Karena jika tidak disesuaikan maka poses
pembelajaran tidak akan aktif. Ketika misalnya ada materi yang mengharuskan
untuk menggunakan metode problem solving, maka metode itulah yang bisa
12
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
54
dilakukan. Kesesuaian ini pun melibatkan kemampuan guru dalam menguasai
materi dan metode yang digunakan. 13
2. Pembahasan Hasil Temuan
Dari penelitian yang telah dilakukan kepada sejumlah peserta didik yang
menjadi sampel, penulis melakukan analisis data yang merupakan bagian penting
dalam metode ilmiah untuk menjawab masalah penelitian. Dalam menganalisis
data penulis memberikan nilai pada jawaban angket mengenai pengelolaan kelas
pada mata pelajaran Sejarah.
Dari hasil temuan yang didapat oleh penulis, maka dapat diuraikan
berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
a. Penataan ruang kelas dan alat pelajaran, dapat dilihat dari beberapa indikator
diantaranya yaitu: (1) Penataan tempat duduk peserta didik, (2) Kelengkapan
atau penggunaan media pembelajaran, (3) Penataan kebersihan dan keindahan
kelas
Pada poin pertama berdasarkan hasil angket yang didapat pendidik mata
pelajaran sejarah kadang-kadang menata tempat duduk peserta didik di kelas
ketika belajar. Ini terbukti juga dengan hasil wawancara penulis dengan pendidik
yang bersangkutan. Bahwasanya pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah
mengatur tempat duduk peserta didik, karena menurutnya, “pelajaran sejarah
adalah salah satu pelajaran yang cukup menjenuhkan bagi siswa, dan dengan saya
(pendidik) “membebaskan” peserta didik memilih tempat duduk, itu akan
menjadikan
mereka
lebih
rilek
dan
enjoy
dalam
mengikuti
proses
pembelajaran”. 14
Dalam belajar siswa memerlukan tempat duduk. Tempat duduk
mempengaruhi siswa dalam belajar. Bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu
rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan
tubuh siswa, maka siswa akan dapat belajar dengan tenang. Ada beberapa formasi
13
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi.
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
14
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi.
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
55
tempat duduk yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Apabila
pembelajaran itu akan ditempuh dengan cara berdiskusi, maka formasi tempat
duduk sebaiknya melingkar. Jika pembelajaran ditempuh dengan metode ceramah,
maka tempat duduk sebaiknya berderet memanjang ke belakang. 15 Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak menata atau mengatur tempat
duduk peserta didik. Pendidik lebih cenderung “membebaskan” siswa memilih
tempat duduknya masing-masing. Dan penataan tempat duduk
menggunakan format memanjang ke belakang.
peserta didik
16
Pada poin kedua mengenai kelengkapan atau penggunaan media
pembelajaran dapat diketahui berdasarkan angket siswa menyatakan kadangkadang pendidik mata pelajaran sejarah menggunakan media pembelajaran selama
pembelajaran berlangsung.
Media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah suatu
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Setiap materi pelajaran tentu memiliki
tingkat kesukaran yang bervariasi. Bahan pelajaran dengan tingkat kesukaran
yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik. Apalagi bagi peserta didik yang
kurang menyukai bahan pelajaran yang disampaikannya itu. Sebagai alat bantu,
media mempunyai fungsi memudahkan jalan menuju tercapainya tujuan
pembelajaran. Itu berarti kegiatan belajar peserta didik dengan media akan
menghasilkan proses dan hasil yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
Penggunaan media sebagai alat bantu tidak bisa sembarangan menurut
sekehendak hati guru. Tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan
tujuan. Media yang dapat menunjang tercapainya pembelajaran tentu lebih
diperhatikan. Sedangkan media yang tidak menunjang tentu saja harus
disingkirkan jauh-jauh untuk sementara. Kompetensi guru sendiri patut dijadikan
perhitungan. Apakah mampu atau tidak untuk menggunakan media tersebut. Jika
tidak, maka jangan mempergunakannya, sebab hal itu akan sia-sia. Malahan bisa
mengacaukan jalannya proses pembelajaran. 17
15
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2006) Cet, III, h. 204-205
16
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
17
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…,h. 121-122
56
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik memang
menggunakan media dalam proses pembelajaran, seperti Powerpoint ataupun
media lainnya yang dibutuhkan. Tetapi, itu tidak bersifat kontinu atau terus
menerus. Dalam artian kadang-kadang saja pendidik menggunakannya. Untuk hal
ini pendidik mata pelajaran sejarah perlu adanya kesiapan dan kekontinuitas
dalam menggunakan media dalam pembelajaran. 18
Pada poin ketiga mengenai penataan kebersihan dan keindahan kelas dapat
diketahui berdasarkan angket peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik
mata pelajaran sejarah melibatkan peserta didik dalam menata keindahan dan
kebersihan kelas.
Penataan keindahan dan kebersihan kelas merupakan bagian dari
pengelolaan kelas. Sebaiknya guru melibatkan siswa dalam penataan kelas. Siswa
bergiliran untuk membersihkan kelas dan guru memeriksa kebersihan dan
ketertiban di kelas. 19 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwasanya
pendidik jarang melibatkan peserta didik dalam penataan keindahan dan
kebersihan kelas. Mungkin hanya mengandalkan petugas kebersihan sekolah saja.
Tetapi memang, sebelum memulai pembelajaran pendidik memeriksa kelas bersih
atau tidak. Kalau masih ada sampah yang berserakan di kelas, maka pendidik
meminta peserta didik untuk mengambil dan membuangnya di tempat sampah. 20
b. Menunjukkan pembelajaran yang kreatif, indikator diantaranya adalah: (1)
Menggunakan metode pembelajaran bervariatif
Berdasarkan hasil angket yang didapat bahwasanya peserta didik
menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melakukan metode
yang bervariasi (tidak hanya ceramah dan cerita) dalam kegiatan pembelajaran.
Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar
mengajar. Setiap kali mengajar guru pasti menggunakan metode. Metode yang
dipergunakan
itu
tidak
sembarangan,
melainkan
sesuai
dengan
pembelajaran.
18
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, h.206
20
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
19
tujuan
57
Setiap tujuan yang dirumuskan menghendaki penggunaan metode yang
sesuai. Untuk mencapai satu tujuan tidak mesti menggunakan satu metode, tetapi
bisa juga menggunakan lebih dari satu metode. Penggunaan metode mengajar
yang bervariasi dapat menggairahkan belajar anak didik. Penggunaan metode
yang bervariasi dapat menjembatani gaya-gaya belajar anak didik dalam
menyerap bahan pelajaran. Umpan balik dari anak didik akan bangkit sejalan
dengan penggunaan metode belajar yang sesuai dengan kondisi psikologis anak
didik. Maka adalah penting memahami kondisi psikologis anak didik sebelum
menggunakan metode mengajar guna mendapatkan umpan balik optimal dari
setiap anak didik. 21
Variasi dalam penggunaan metode merupakan kunci untuk tercapainya
pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik
yang
bersangkutan
bahwasanya
“metode
pembelajaran
yang
digunakan
bervariatif. Karena jika melakukan dengan satu metode saja akan cepat membuat
para peserta didik bosan dan jenuh, maka saya (pendidik) selalu melakukan
pembaharuan atau memvariasikan metode pembelajaran. 22
Dengan adanya variasi metode pembelajaran akan menjadikan suasana
kelas semakin “hidup” dan aktif. Para pendidik bisa menggunakan metode-metode
yang ada sesuai dengan materi pelajaran yang akan disampaikan.
c. Menunjukkan sikap tanggap, beberapa indikator diantaranya adalah; (1)
Menarik perhatian peserta didik, (2) Gerak mendekati.
Pada poin pertama peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik
mata pelajaran sejarah dengan sengaja berhenti sejenak (diam) untuk menarik
perhatian pada saat menyampaikan mata pelajaran.
21
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, ,h. 158
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
22
58
Pengelolaan kelas yang efektif terjadi bila guru mampu membagi
perhatiannya kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang
sama. Guru membagi perhatian dapat dilakukan dengan cara:
1. Visual
Guru dapat mengubah pandangannya dalam memperhatikan kegiatan
pertama sedemikian rupa sehingga ia dapat melirik ke arah kegiatan kedua,
tanpa kehilangan perhatian pada kegiatan pertama. Kontak pandangan ini
bisa dilakukan terhadap kelompok peserta didik atau peserta didik secara
individual.
2. Verbal
Guru dapat memberi komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya
terhadap aktivitas peserta didik pertama sementara ia memimpin dan
terlibat supervisi pada aktivitas peserta didik yang lain. 23
Dalam pengelolaan kelas, untuk menarik perhatian peserta didik dalam
proses pembelajaran membagi perhatian ini memang perlu dilakukan. Karena
penting bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif.
Pada poin kedua berdasarkan
hasil angket yang didapat bahwasanya
peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah berkeliling
kelas untuk memeriksa hasil tugas peserta didik.
Gerak guru dalam posisi mendekati kelompok kecil atau individu
menandakan kesiagaan, minat dan perhatian guru yang diberikan terhadap tugas
serta aktivitas peserta didik. Gerak mendekati hendaklah dilakukan secara wajar,
bukan untuk menakut-nakuti, mengancam atau memberi kritikan dan hukuman. 24
Berdasarkan teori di atas bahwasanya pendidik diperkenankan untuk
mendekati peserta didik guna memeriksa tugas ataupun aktivitas yang lain. Jika
memang pendidik tidak pernah melakukan gerak mendekati peserta didik, maka
perlu ada perubahan ‘positif’ yaitu gerak mendekati demi berlangsungnya
pengelolaan kelas yang baik.
d. Penataan murid di dalam kelas, dapat dilihat dari beberapa indikator,
diantaranya adalah; (1) Penugasan kelas, (2) Pembimbingan peserta didik.
23
24
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, h.188
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, ,h.188
59
Pada poin pertama dari hasil angket yang didapatkan peserta didik
menyatakan kadang-kadang tugas yang diberikan pendidik mata pelajaran sejarah
mendorong peserta didik agar banyak membaca buku pelajaran, kadang-kadang
pendidik mata pelajaran sejarah memberi tugas atau PR pada akhir kegiatan
pembelajaran, kadang-kadang
pendidik mata pelajaran sejarah menjelaskan
kepada peserta didik tujuan dari pemberian tugas.
Tugas adalah suatu pekerjaan yang menuntut pelaksanaan untuk
diselesaikan. Guru dapat memberikan tugas kepada anak didik sebagai bagian
yang tak dapat terpisahkan dari tugas belajar anak didik. Tugas dapat diberikan
dalam berbagai bentuk. Tidak hanya dalam bentuk tugas kelompok, tetapi dapat
juga dalam bentuk tugas perorangan.
Anak didik yang menyadari akan mendapat tugas dari guru setelah mereka
menerima bahan pelajaran, akan memperhatikan penyampaian bahan pelajaran.
Mereka berusaha meningkatkan perhatian dengan konsentrasi terhadap penjelasan
demi penjelasan yang disampaikan oleh guru. Sebab bila tidak, tentu mereka
khawatir tidak akan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan itu dengan
baik. 25
Dalam pemberian tugas kepada peserta didik, perlu adanya kejelasan
mengenai tujuan diberikannya tugas tersebut. Agar peserta didik memahami apa
tujuan yang akan mereka dapatkan setelah menyelesaikan tugas. Peserta didik
tentu saja akan mengerjakan tugas yang diberikan. Tetapi jika pendidik tidak
menjelaskan apa tujuannya, maka tugas itu mereka kerjakan hanya sebatas
menjalankan tugas, bukan karena adanya keterkaitan antara mereka sebagai
peserta didik dengan tujuan tugas yang mereka kerjakan.
Pada poin kedua dari hasil angket yang didapatkan peserta didik
menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah memberikan
bimbingan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, dan peserta
didik menyatakan pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah memberikan
tambahan (jam) pada peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar.
25
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, ,h. 153
60
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
Dalam peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan
memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap
sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga guru
merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. 26
Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan adalah pendidik jarang
memberikan bimbingan di luar jam pelajaran. Hanya saja bimbingan dilakukan di
dalam kelas. “Saya (pendidik) jarang melakukan atau membuka ruang konsultasi
peserta didik untuk pelajaran sejarah. Ya, kadang-kadang saja.”
27
Ini bisa saja
terjadi karena kurang leluasanya waktu istirahat yang dimiliki pendidik untuk
membuka waktu konsultasi atau bimbingan lebih kepada peserta didik. Tetapi,
bimbingan atau konsultasi di luar jam pelajaran bisa saja dilakukan oleh para
peserta didik kepada pendidiknya, jika memang ada materi pelajaran yang belum
dipahami. Karena bagaimanapun, pendidik adalah sebagai pembimbing peserta
didik di dalam maupun di luar kelas.
Kalaupun tidak adanya jam khusus untuk menambah jam pada mata
pelajaran sejarah, diakibatkan karena terbatasnya waktu yang ada dan kesibukan
para pendidik bersangkutan yang tiba-tiba saja tdak bisa membimbing para
peserta didik dalam pelajaran sejarah.
e. Menciptakan disiplin kelas dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya
adalah; (1) Tindakan pencegahan pelanggaran disiplin kelas, yang meliputi
pembuatan tata tertib; mengabsen kehadiran pesera didik, dan pemberian
pujian. (2) Penindakan terhadap pelanggaran disiplin kelas, yang meliputi
pemberian sanksi atau hukuman, memberi nasihat atau menegur.
Pada poin pertama peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata
pelajaran sejarah melibatkan seluruh peserta didik untuk membuat tata tertib
kelas.
26
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, , Strategi Belajar Mengajar…, ,h.40
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
27
61
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pendidik yang bersangkutan
bahwasanya pendidik tidak pernah melibatkan peserta didik dalam membuat tata
tertib kelas. Menurutnya (pendidik) “tata tertib itu pada dasarnya sudah dibuat
oleh sekolah dan sudah baku. Para pendidik dan peserta didik tinggal
menjalankannya sesuai yang telah ditetapkan. Kalaupun di dalam kelas khususnya
pada mata pelajaran Sejarah, saya (pendidik) tidak membuat peraturan khusus
kepada para peserta didik. Biarkan para peserta didik mengikuti proses
pembelajaran dengan senyaman mungkin,
tanpa ada tata tertib yang
mengikutinya, kecuali adanya tugas.” 28
Peserta didik menyatakan pendidik mata pelajaran sejarah selalu
mengontrol kehadiran murid atau mengabsen. Ini dikuatkan dengan pengamatan
yang penulis lakukan bahwasanya para pendidik memang selalu mengontrol
ataupun mengabsen kehadiran para peserta didik. Dan ini dibuktikan dengan
adanya absen peserta didik yang dimiliki oleh guru sebagai alat pengontrol
kehadiran siswa. 29
Mengontrol kehadiran siswa sangat penting bagi penanaman disiplin.
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan
disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu mendorong anak didik
untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya mnjadi
teladan mengenai pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru
harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam
segala hal. 30
Demikianlah betapa pentingnya pengontrolan kehadiran peserta didik bagi
penanaman disiplin. Dengan adanya penanaman disiplin yang dilakukan sejak dini
dengan bagus, maka akan sangat berpengaruh bagi masa depan para peserta didik
tersebut.
28
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
29
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
30
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, ,h. 186
62
Dalam memberikan pujian berdasarkan hasil angket yang didapat, peserta
didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan
penghargaan baik pujian atau hadiah kepada peserta didik yang dapat menjawab
pertanyaan dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa memberi pujian adalah
bentuk memberi perhatian secara verbal.
Hadiah adalah sesuatu yanng diberikan kepada orang lain sebagai
penghargaan atau kenang-kenangan atau cendramata. Guru dapat memberikan
hadiah kepada anak didik yang berprestasi. Pemberian hadiah tidak mesti
dilakukan pada waktu kenaikan kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru
dapat memberikan hadiah berupa apa saja kepada anak didik yang berprestasi
dalam menyelesaikan tugas, benar menjawab ulangan formatif yang diberikan,
dapat meningkatkan disiplin dalam belajar, taat pada tata tertib sekolah, dan
sebagainya.
Keampuhan hadiah sebagai alat untuk mendapatkan umpan balik dari anak
didik akan terasa jika penggunaannya tepat. Dengan memberikan hadiah kepada
para siswa yang berprestasi, maka ia akan merasa bangga karena hasil kerjanya
dihargai dalam bentuk materi. 31
Pujian adalah motivasi yang positif. Setiap orang senang dipuji. Orang
yang dipuji merasa bangga karena hasil kerjanya mendapat pujian dari orang lain.
Dalam kegiatan belajar mengajar, pujian dapat dimanfaatkan sebagai alat
motivasi. Karena anak didik juga manusia, maka dia juga senang dipuji. Guru
dapat memakai pujian untuk menyenangkan perasaan anak didik. Anak didik
senang mendapat perhatian dari guru. Dengan pemberian perhatian, anak didik
merasa diawasi dan dia tidak akan berbuat menurut sekehendak hatinya. Pujian
dapat berfungsi untuk mengarahkan kegiatan anak didik pada hal-hal yang
menunjang tercapainya tujuan pengajaran.
Pujian harus betul-betul sesuai dengan hasil kerja anak didik. Jangan
memuji secara berlebihan. Pujian secara berlebihan akan terkesan sebaliknya,
yaitu pujian yang dibuat-buat. Pujian yang baik adalah pujian keluar dari hati
31
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, ,h.150-151
63
seorang guru secara wajar dengan maksud untuk memberikan penghargaan
kepada anak didik atas jerih payahnya dalam belajar.32
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak
memberikan pujian ataupun hadiah kepada peserta didik yang hasil kerjanya
bagus. Melainkan hanya sebatas menanggapi. Kiranya, para pendidik yang belum
mempraktekkan dalam memberikan pujian dan hadiah sudah harus mulai
dilakukan, meskipun hadiah yang diberikan tidak terlalu mahal, hanya sebatas alat
tulis dan sebagainya. Hal ini guna meningkatkan prestasi peserta didik dan
keaktifan mereka dalam belajar. Karena pujian dan hadiah dapat digunakan untuk
mendapatkan umpan balik dari setiap anak didik dalam proses belajar mengajar.
Hal itu juga menjadi dorongan bagi peserta didik lainnya untuk selalu bersaing
dalam belajar. 33
Pada poin kedua tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan
sanksi kepada peserta didik yang tidak pernah mengerjakan tugas. Peserta didik
menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah memberikan hukuman
secara langsung ketika peserta didik melakukan kesalahan tanpa terlebih dahulu
diberi teguran atau nasehat.
Hukuman adalah bantuan (reinforcement) yang negatif, tetapi diperlukan
dalam pendidikan. Hukuman dimaksudkan di sini tidak seperti hukuman penjara
atau hukuman potong tangan. Tetapi adalah hukuman yang bersifat mendidik.
Hukuman yang mendidik inilah yang diperlukan dalam pendidikan. Kesalahan
anak didik karena melanggar disiplin dapat diberikan hukuman berupa sanksi
menyapu lantai, mencatat bahan pelajaran yang ketinggalan, atau apa saja yang
sifatnya mendidik.
Sanksi atau hukuman harus segera dilakukan dan jangan ditunda, karena
tujuannya untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik terhadap bahan
pelajaran yang baru saja disampaikan oleh guru tersebut. Anak didik yang merasa
mendapat sanksi itu sadar atas kesalahan yang ia lakukan dan tentu saja dia tidak
32
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, h.151-152
Pengamatan penulis 1 Februari 2010 lihat lampiran
33
64
akan mengulangi kembali perbuatannya itu, karena khawatir akan mendapat
sanksi untuk kedua kalinya dan tentu akan mendapat malu.
Bentuk hukuman sebenarnya dapat saja dilakukan oleh guru tanpa
persetujuan anak didik. Gurulah yang harus bersikap bijaksana dan anak didik
menunggu sanksi apa yang akan dikenakan atas dirinya, karena kesalahannya.
Tetapi bentuk hukuman yang lain dapat dilakukan oleh guru setelah ada
kesepakatan antara guru dengan anak didik sebelumnya. 34
Berdasarkan hasil wawancara yang didapat bahwa pendidik tidak pernah
memberikan sanksi atau hukuman kepada peserta didik. “Saya (pendidik) rasa
para peserta didik sudah tahu bagaimana akibat jika tidak mengerjakan tugas,
yaitu mereka tidak akan mendapatkan nilai dari tugas yang telah saya (pendidik)
berikan. Itu cukup menjadi perhatian bagi mereka”. 35
Begitupun yang didapatkan dari hasil pengamatan, pendidik tidak
memberikan sanksi dan hukuman berupa apapun kepada peserta didik yang tidak
mengerjakan tugas. Peserta didik sudah cukup mengetahui sanksi apa yang akan
mereka dapatkan jika tidak mengerjakan tugas, yaitu mereka tidak akan
mendapatkan nilai atau skor dari tugas tersebut. 36
Mungkin memang sebaiknya pendidik memberikan hukuman atau sanksi
kepada peserta didik yang tidak mengerjakan tugas. Agar mereka tidak “semenamena” dengan tugas yang diberikan pendidik. Artinya, mereka tetap mempunyai
tanggung jawab dalam tugas sekolahnya itu. Hukuman atau sanksi ini merupakan
salah satu bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan oleh pendidik untuk
mendapatkan umpan balik dari peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Dari hasil angket yang didapatkan peserta didik juga menyatakan bahwa
pendidik mata pelajaran sejarah sering memberikan teguran terhadap peserta didik
yang membuat keributan di dalam kelas.
34
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, ,h.156-157
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
36
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
35
65
Kelas tidak selamanya tenang, pasti ada gangguan. Hal ini perlu disadari
oleh guru dan jangan dibiarkan. Teguran perlu dilakukan oleh guru untuk
mengembalikan keadaan kelas. Teguran guru merupakan tanda bahwa guru ada
bersama anak didik. Teguran haruslah diberikan pada saat yang tepat dan sasaran
yang tepat pula, sehingga dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah
laku. 37
Teguran yang dilakukan guru adalah salah satu cara untuk menghentikan
gangguan anak didik. Teguran verbal dibenarkan dalam pendidikan. Teguran
verbal yang efektif adalah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Tegas dan jelas tertuju kepada anak didik yang mengganggu serta tingkah
lakunya yang menyimpang.
2. Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang
mengandung penghinaan.
3. Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan. 38
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pendidik yang bersangkutan
bahwasanya “jika terjadi keributan di dalam kelas, saya (pendidik) sebagai
pendidik tidak pernah mengambil tindakan apapun kepada peserta didik. Kecuali
menegurnya. Itupun kalau hanya keributan kecil. “Menurut saya (pendidik), salah
satu hal yang dapat mencegah adanya tindakan menyimpang ataupun keributan di
dalam kelas adalah harus adanya kesiapan bagi seorang pendidik untuk
memberikan materi. Karena dengan demikian, proses pembelajaran di dalam kelas
akan berjalan dengan lancar.” 39
Teguran sebagai salah satu alat pendidikan harus diberikan setelah anak
diberikan pemberitahuan. Oleh karena itu teguran hanya diberikan kepada mereka
yang telah mengetahui kalau dirinya melanggar tata tertib atau peraturan yang
harus mereka patuhi. Teguran ini harus diberikan beberapa kali sebelum diberikan
peringatan atau hukuman. Teguran tersebut dapat berupa kata-kata atau isyarat
37
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, ,Strategi Belajar Mengajar…, h.188
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, ,h.190
39
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
38
66
seperti pandangan mata yang tajam atau dengan menunjuk menggunakan jari dan
sebagainya. 40
Begitupun yang didapatkan dari hasil pengamatan, memang pendidik
memberikan teguran kepada peserta didik yang melakukan keributan di dalam
kelas. Sasarannya adalah para peserta didik yang berbicara, bercanda, tidur,
bahkan berkelahi. Tetapi untuk peristiwa perkelahian ini jarang dan hampir tidak
pernah terjadi.
41
Teguran ini diperlukan pada saat-saat dimana terjadi keributan
yang mengakibatkan proses pembelajaran menjadi tidak kondusif.
f. Alokasi penggunaan waktu belajar mengajar, indikator diantaranya adalah; (1)
Ketepatan kehadiran
Dari hasil angket yang didapat, peserta didik menyatakan kadang-kadang
pendidik mata pelajaran sejarah masuk kelas tepat pada waktunya.
Disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan atau
peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan di sini bukanlah karena paksaan,
tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi
peraturan-peraturan itu. Disiplin harus ditanamkan dan ditumbuhkan dalam diri
anak, sehingga akhirnya rasa disiplin itu akan tumbuh dari hati sanubari anak itu
sendiri.
Untuk menanamkan disiplin agar anak terbiasa hidup dan melakukan
sesuatu dengan tertib, baik dan teratur perlu didukung oleh adanya contoh dan
teladan dari pihak orang tua di rumah dan dari guru di sekolah. Tanpa adanya
contoh dan teladan dari pihak orang tua dan guru maka pembiasaan yang
ditanamkan kepada anak akan dilakukan dengan rasa terpaksa sehingga tidak
mungkin dapat membentuk rasa disiplin dari dalam. 42
Kita sebagai pendidik menjadi contoh bagi para peserta didik. Jika
pendidik
kurang
memerhatikan
kedisiplinan,
khususnya
pada
aspek
ketidaktepatan waktu kehadiran, maka akan mengakibatkan para peserta didik
40
Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet I, h.
41
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu pendidikan, …, h. 54
57
42
67
mengikuti jejak para pendidiknya. Mereka akan menunda-nunda waktu untuk
masuk ke dalam kelas, karena mereka menganggap bahwa “pendidiknya saja
terlambat, berarti peserta didiknya juga boleh terlambat”.
g. Pengorganisasian atau penyesuaian metode pembelajaran dengan materi,
indikator diantaranya adalah; (1) Ketepatan dalam menyesuaikan metode
pembelajaran dengan materi.
Dari hasil angket yang telah didapat bahwasanya peserta didik menyatakan
kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah tepat dalam menyesuaikan
metode pembelajaran dengan materi.
Ketika penulis mengamati proses pembelajaran berlangsung, pendidik
memberikan metode pembelajaran sesuai dengan materi
Pendidik
yang bersangkutan.
cukup luwes dan lugas dalam menyampaikan materi dengan
metodenya. 43 Akan tetapi mungkin di waktu lain ketika pendidik memberikan
materi belum adanya kesiapan dalam menyesuaikan metode yang akan digunakan.
Hal itulah yang membuat peserta didik terkadang kurang mengerti dengan materi
yang diberikan apalagi kurang sesuainya dengan metode yang digunakan.
Sehingga mereka berpendapat bahwa pendidik kadang-kadang menyesuaikan
metode dengan materi yang dibahas.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik mata
pelajaran yang bersangkutan bahwasanya “selama ini saya (pendidik) selalu
berusaha menyesuaikan metode dengan materi yang saya akan bahas. InsyaAllah
saya akan selalu menyesuaikannya. Karena jika tidak disesuaikan maka poses
pembelajaran tidak akan nyambung. Ketika misalnya ada materi yang
mengharuskan untuk menggunkan metode problem solving, maka metode itulah
yang bisa dilakukan. Kesesuaian ini pun melibatkan kemampuan guru dalam
menguasai materi dan metode yang digunakan. 44
43
Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran
Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28
Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Januari 2010.
44
68
Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas
bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan
perumusan tujuan instruksional khusus. Jarang sekali terlihat guru merumuskan
tujuan hanya dengan satu rumusan, tetapi pasti guru merumuskan lebih dari satu
tujuan. Karenanya, guru pun selalu menggunakan metode yang lebih dari satu.
Pemakaian metode yang satu digunakan untuk mencapai tujuan yang satu,
sementara penggunaan metode yang lain, juga digunakan untuk mencapai tujuan
yang lain. Begitulah sesuai dengan kehendak tujuan pengajaran yang telah
dirumuskan. 45
Dibawah ini adalah tabel hasil jawaban siswa tentang pengelolaan kelas
pada mata pelajaran sejarah dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 15
Skor Angket Skala Pengelolaan Kelas
Pada Mata Pelajaran Sejarah
No. Responden
Skor
No. Responden
Skor
1
40
26
35
2
45
27
38
3
28
43
4
42
42
29
41
5
41
30
45
6
42
31
39
7
41
32
48
8
41
33
40
9
36
34
55
10
34
35
46
11
31
36
45
12
38
37
54
13
38
38
47
45
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, h.75
69
14
47
39
38
15
43
40
38
16
45
41
41
17
39
42
34
18
39
43
43
19
32
44
41
20
25
45
34
21
43
46
36
22
33
47
37
23
45
48
41
24
38
49
47
50
45
Total Keseluruhan 2033
47
25
Untuk mengetahui nilai rata-rata pengelolaan kelas pada mata pelajaran
sejarah maka penulis menggunakan rumus: 46
M=
Σ
N
=
2033
50
Untuk menentukan prosentase, hasil skor pengelolaan kelas pada mata
pelajaran Sejarah menggunakan rumus:
P = NS X 100%
NH
Skor = 2033
NH = 20 x 4 = 80
NS = 2033 = 40,66
50
46
40,66 X 100% = 50,83
80
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1994), Cet. V., h.. 77
70
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat diperoleh bahwa nilai ratarata jawaban peserta didik tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah
sebesar 40,66. Untuk mengetahui kualifikasi hasil angket jawaban peserta didik
SMAN 87 Jakarta, maka penulis menyusun jumlah skor angket peserta didik yang
mencakup skor tertinggi 64 dan skor terendah 25. Kemudian data-data tersebut
disusun menjadi data interval. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4. 16
Klasifikasi skor angket
No.
Klasifikasi
Frekuensi
Kualifikasi
1.
55-64
1
Sangat baik
2.
45-54
13
Baik
3.
35-44
30
Cukup
4.
25-34
6
Kurang
Setelah merujuk pada tabel di atas, maka dengan nilai rata-rata sebesar
40,66 yang berada dalam klasifikasi 35-44 dengan kualifikasi cukup. Sehingga
dapat diketahui bahwa pengelolaan kelas yang dilakukan oleh pendidik mata
pelajaran Sejarah termasuk kategori cukup.
Hasil penelitian yang telah didapatkan adalah bagaimana kemampuan
seorang pendidik mata pelajaran Sejarah dalam mengelola kelas yang baik,
melaksanakan sistem pembelajaran yang baik akan menciptakan suasana belajar
yang efektif, dan dengan sarana dan prasarana yang baik dapat menunjang
pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan pendidik yang bersangkutan
adalah pengelolaan kelas yang ia lakukan selama dalam pembelajaran yang
pertama ia perhatikan adalah membuat program pengajaran tahunan, semesteran,
satuan pelajaran. Karena program tersebut sudah menjadi keharusan dan tuntutan
bagi setiap pendidik yang memiliki kompetensi profesional, dan dengan adanya
program tersebut pendidik akan lebih mudah memberikan pembelajaran di kelas
71
serta dapat mengelola kelas dalam hal kedisiplinan, pengaturan tempat duduk
peserta didik, dan lain-lain.
Seperti halnya dalam menangani suasana pembelajaran yang lebih
kondusif pendidik tidak mengatur tempat duduk peserta didik harus seperti apa.
Pendidik cukup “membebaskan” peserta didik dalam memilih tempat duduk.
Karena bagi pendidik, pelajaran sejarah adalah salah satu pelajaran yang cukup
menjenuhkan bagi peserta didik, dan dengan pendidik “membebaskan” peserta
didik memilih tempat duduk, itu akan menjadikan mereka lebih rilek dan enjoy
dalam mengikuti proses pembelajaran.
Dalam halnya memberikan tugas kepada peserta didik, itu memang
dilakukan, baik secara lisan (pertanyaan) ataupun tulisan. Hal ini untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik, dalam memahami pelajaran sejarah,
khususnya.
Hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian adalah pendidik yang
bersangkutan kurang menggunakan metode-metode yang bervariatif dan kurang
pula menggunakan media pembelajaran. Hal ini dapat menjadikan peserta didik
cepat mengalami kejenuhan dan keributan di dalam kelas.
Pengelolaan kelas yang dilakukan pendidik yang bersangkutan ketika
mendapatkan anak yang melakukan tindakan menyimpang atau keributan, adalah
cukup memberikan teguran.
Pendidik mata pelajaran sejarah jarang membuka ruang konsultasi untuk
pelajaran Sejarah di luar jam pelajaran, tetapi jika ada yang ingin berkonsultasi
atau bertanya dipersilahkan. Ada beberapa hal juga yang menghambat kurang
berjalannya konsultasi tersebut diantaranya, keterbatasan waktu yang dimiliki
pendidik, kurang akrabnya pendidik tersebut dengan peserta didik, dan lain-lain.
Sehingga konsultasi dapat berjalan ketika hanya di dalam kelas. Kiranya, dengan
waktu singkat yang dimiliki pendidik di luar kelas dapat dimanfaatkan peserta
didik untuk berkonsultasi.
Untuk mengetahui nilai rata-rata variabel angket pengelolaan kelas pada
mata pelajaran Sejarah adalah sebagai berikut:
72
Tabel 4.17
Nilai Rata-rata Variabel Angket Pengelolaan Kelas
Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta
Kategori
507 =10,14
50
NS X 100 %
NH
10,14X100=50,7
20
4X4 = 16
378 = 7,56
50
7,56 X100=47,25
16
Baik
631
6X4 = 24
631=12,62
50
12,62X100=52,58
24
Baik
Variabel
Menunjukkan
Sikap
Tanggap
196
2X4=8
196= 3,92
50
3,92 X100 = 49
8
Baik
Variabel
Menunjukkan
Pembelajaran
Kreatif
99
1X4=4
99=1,98
50
1,98 X100 =49,5
4
Baik
Variabel
Alokasi
Penggunaan
Waktu
Belajar
Mengajar
108
1X4=4
108=2,16
50
2,16 X100 =54
4
Baik
Variabel
Penyesuaian
metode
pembelajaran
dengan
materi
114
1X4=4
114=2,28
50
2,28 X100 = 57
4
Baik
Dimensi
Skor
NH
NS
Variabel
Penataan
Murid di
Dalam Kelas
507
5 X 4 = 20
Variabel
Penataan
Ruang Kelas
dan Alat
Pelajaran
378
Variabel
Menciptakan
Disiplin
Kelas
Baik
73
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata variabel
angket pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta adalah
dapat dikatakan baik. Ini dibuktikan dengan rumus perhitungan NS X 100 %.
NH
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di SMAN 87
Jakarta tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah yang berkaitan
dengan metode pembelajaran Sejarah dapat dinilai cukup.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
dapatlah kiranya diajukan beberapa saran dengan harapan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1.
Adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah, guru maupun siswa
dalam mewujudkan pengelolaan kelas yang baik agar menciptakan situasi
dan kondisi yang optimal dalam belajar sehingga dapat terarah kepada
tujuan pendidikan yang diharapkan.
2.
Bagi pihak pemerintah ataupun sekolah, seyogyanya memberikan bantuan
(tambahan) dan mengikutsertakan guru dalam peningkatan kemampuan
dan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan profesi, pengaturan
dan pelatihan secara regional atau nasional. Pelaksanaan ini sebaiknya
secara profesional dan adil tidak membedakan sekolah negeri atau swasta,
sehingga tidak terjadi perbedaan yang terlalu jauh. Selain itu perlu adanya
74
75
dorongan, penghargaan, dan perhatian yang lebih bagi guru yang aktif
dalam bidang organisasi sekolah atau manapun.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Moh. R. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2005
Arikunto, Suharsimi. Pengelolaan Kelas dan Siswa, Sebuah Pendekatan
Evaluatif, Jakarta: CV. Rajawali, 1988
Bahri Djamarah, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2000
Bahri Djamarah, Syaiful, dan Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), Jakarta: Prenada Media
Group, 2006
Dira J Rama, Metode Alternatif Pengajaran Sejarah, artikel diakses pada 02
September 2008, dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/jateng/41127.htm
Fajar Arnie, Portofolio Dalam Pelajaran IPS, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005
Fathurrohman, Pupuh, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum
dan Konsep Islami). Bandung: PT Refika Aditama, 2007
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1991
Porter Bobby, dan Mike Hernachi, Quantum Teaching, Bandung: Kaifa, 2000
Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokrasi “sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”, Jakarta: Prenada
Media, 2004, Ed. I
Rukmana Ade, dan Asep Suryana, Pengelolaan Kelas, Bandung: UPI PRESS,
2006
Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005
Semiawan Conny, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana
Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, Jakarta: PT Grasindo, 1992
76
77
Setiawan, Irwan. Belajar Mandiri Dengan Pemanfaatan Program Powerpoint
Dalam Pembelajaran Sejarah Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1
Bengkulu Selatan, Artikel diakses pada 08 September 2009, dari
http://www.psb-psma.org/forum/software/lain-lain/belajar-mandiridengan-pemanfaatan-program-powerpoint-dalam-pembelajaran-sejarah
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994
Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Dilengkapi Contoh Proposal dan
Laporan Penelitian), Bandung: ALFABETA, 2005
Sumaatmadja, Nursid. Konsep Dasar IPS, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka,
2007
Syaodih, Nana, Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2008
Thabary Hasbullah, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1995
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplilkasi Pendidikan,
Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, Bandung: PT Imperial Bhakti
Utama, 2007
Download