BAB I - Repository Unimus

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEBERADAAN BAKTERI UDARA DI RUANG KELAS
(Studi di Yayasan Mataram Semarang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
VITA WIANA BUDI CAHYA
A2A214048
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
1
http://lib.unimus.ac.id
http://lib.unimus.ac.id
http://lib.unimus.ac.id
http://lib.unimus.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang
Kelas (Studi di Yayasan Mataram Semarang). Penulis menyadari bahwa skripsi
ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan, pengarahan, dan
bantuan dari berbagai pihak, maka melalui kesempatan ini penulis menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ulfa Nurullita, S.KM, M.Kes selaku pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan, pikiran dan waktu untuk membimbing penulis.
2. Bapak Mifbakhuddin, S.KM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah
memberikan pengarahan, pikiran dan waktu untuk membimbing penulis.
3. Bapak DR. Sayono, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang.
4. Bapak Direktur Yayasan Mataram Semarang, Bapak Kepala Sekolah SD,
SMP, dan SMA
kesempatan
Mataram Semarang yang telah memberikan ijin dan
yang selebar-lebarnya kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
5. Mamah, ayah, dan adik tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan
dukungan baik moril maupun materiil.
6. Iwan Panji Winoto, pasangan spesial penulis yang terus memberikan
semangat, perhatian dan doa.
7. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu penelitian ini.
8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini yang tidak
dapat
penulis
sebutkan
satu
persatu,
termasuk
penanggung
jawab
laboratorium.
Penulis berharap semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya dan
membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Akhir kata penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi segenap pembaca.
Penulis
http://lib.unimus.ac.id
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEBERADAAN BAKTERI UDARA DI RUANG KELAS
(Studi di Yayasan Mataram Semarang)
1
Vita Wiana Budi Cahya,1 Ulfa Nurullita2 Mifbakhuddin3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang
ABSTRAK
Latar belakang : Polusi udara dalam ruangan merupakan faktor lingkungan urutan ketiga
yang beresiko terhadap kesehatan. Polusi udara di dalam ruangan lebih berbahaya dari
polusi udara di luar ruangan. Hal ini dikarenakan manusia menghabiskan waktunya hampir
90% di dalam ruangan. Salah satu parameter polusi udara di dalam ruangan adalah adanya
bakteri. Pertumbuhan bakteri di dalam ruangan dipengaruhi oleh kondisi fisik ruangan dan
penghuninya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. Metode : Jenis penelitian yang digunakan
adalah explanatory research dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah suhu, pencahayaan, kelembaban, dan PHBS siswa. Variabel terikat
pada penelitian ini adalah keberadaan bakteri udara. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ruang kelas SD, SMP, SMA, dan seluruh siswa di dalamnya. Sampel ruang kelas
yang digunakan adalah seluruh total populasi yaitu 15 ruang kelas, sedangkan sampel siswa
sebanyak 135 siswa berdasarkan hasil perhitungan metode Slovin. Suhu, pencahayaan, dan
kelembaban diukur menggunakan anemometer, sedangkan PHBS siswa dinilai berdasarkan
kuesioner. Keberadaan bakteri udara diukur berdasarkan jumlah bakteri dari hasil
pemeriksaan laboratorium. Uji hubungan yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman.
Hasil : Hubungan suhu dengan keberadaan bakteri udara didapatkan p-value sebesar 0,013,
dengan pencahayaan didapatkan p-value sebesar 0,060, dengan kelembaban didapatkan pvalue sebesar 0,000, dan dengan PHBS siswa didapatkan p-value sebesar 0,000. Simpulan :
Suhu, kelembaban, dan PHBS siswa berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di
ruang kelas. Pencahayaan tidak berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang
kelas.
Kata kunci : kondisi fisik ruangan, PHBS siswa, bakteri
ABSTRACT
Background: Indoor air pollution is an environmental factor that third risk to health.
Indoor air pollution is more harmful than outdoor air pollution. This is because people
spend almost 90% of his time indoors. One of the parameters of indoor air pollution is the
presence of bacteria. The growth of bacteria in the room is affected by the physical
condition of the room and its occupants. This study aims to determine the factors associated
with the presence of airborne bacteria in the classroom. Methods: This type of research is
explanatory research with cross sectional approach. The independent variable in this study
is the temperature, lighting, humidity, and PHBS students. The dependent variable in this
study was the presence of airborne bacteria. The population in this study were all
classroom elementary, junior high, high school, and all students in it. Samples classrooms
used is the total population of 15 classrooms, while a student sample as many as 135
students based on the calculation method Slovin. Temperature, lighting and humidity are
measured using the anemometer, while PHBS students are assessed by questionnaire. The
existence of airborne bacteria measured by the amount of bacteria on the results of
laboratory tests. The correlation test used is Rank Spearman correlation. Results: The
relationship of air temperature with the presence of bacteria was obtained p-value of 0.013,
the lighting was obtained p-value of 0.060, the humidity was obtained p-value of 0.000, and
the PHBS students obtained p-value of 0.000. Conclusion: temperature, humidity, and
PHBS students associated with the presence of airborne bacteria in the classroom. The
lighting is not related to the presence of airborne bacteria in the classroom.
Keywords: physical condition of the room, PHBS students, bacteria
http://lib.unimus.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
ABSTRAK ................................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xii
DAFTAR GRAFIK ...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ..........................................................................
1
B.
Rumusan Masalah .....................................................................
5
C.
Tujuan Penelitian .......................................................................
5
D.
Manfaat Penelitian .....................................................................
5
E.
Keaslian Penelitian ...................................................................
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Udara ..........................................................................................
B.
C.
9
Polusi Udara
1. Pengertian Polusi Udara ........................................................
9
2. Sumber Polusi Udara .............................................................
10
3. Dampak Polusi Udara ............................................................
11
4. Penanggulangan Polusi Udara ...............................................
13
Polusi Udara dalam Ruang
1. Pengertian Polusi Udara dalam Ruang ..................................
14
2. Sumber Polusi Udara dalam Ruang .......................................
14
3. Bioaerosol ..............................................................................
15
4. Standar Kualitas Udara dalam Ruang ....................................
16
http://lib.unimus.ac.id
5. Polusi Udara dalam Ruang ....................................................
17
D. Bakteri
1. Bakteri yang Berasal dari Udara ............................................
17
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri ....
18
3. Penyakit yang Disebabkan oleh Bakteri yang Berasal
E.
dari Udara ..............................................................................
21
4. Perhitungan Jumlah Bakteri ...................................................
23
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah
1. Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
di Sekolah ..............................................................................
24
2. Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
di Sekolah ..............................................................................
24
3. Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
di Sekolah ..............................................................................
25
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di Sekolah ................................................
30
Personal Hygiene ......................................................................
30
G. Kerangka Teori ...........................................................................
34
H. Kerangka Konsep .......................................................................
35
I.
35
F.
Hipotesis ....................................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan ..............
B.
Populasi dan Sampel
C.
D.
36
1. Populasi ..................................................................................
36
2. Sampel ...................................................................................
37
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian ................................................................
41
2. Definisi Operasional ..............................................................
41
Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Data ...........................................................................
http://lib.unimus.ac.id
42
E.
F.
2. Instrumen ...............................................................................
42
3. Cara Pengumpulan Data ........................................................
43
Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Metode Pengolahan Data .......................................................
45
2. Analisis Data ..........................................................................
46
Jadwal Penelitian .......................................................................
47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sampel .........................................................
48
B. Hasil
1. Analisis Univariat .................................................................
48
2. Analisis Bivariat ...................................................................
51
C. Pembahasan
1. Suhu ......................................................................................
55
2. Pencahayaan ..........................................................................
56
3. Kelembaban ...........................................................................
57
4. PHBS Siswa ...........................................................................
57
5. Bakteri Udara ........................................................................
58
6. Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara
di Ruang Kelas ......................................................................
58
7. Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara
di Ruang Kelas ......................................................................
59
8. Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara
di Ruang Kelas .....................................................................
61
9. Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara
di Ruang Kelas .....................................................................
BAB V
62
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..............................................................................
64
B. Saran ........................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
http://lib.unimus.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
6
Tabel 2.1
Komposisi Udara Bersih
9
Tabel 2.2
Kandungan Debu Maksimal di dalam Ruangan dalam Pengukuran
Rata-Rata 8 Jam
Tabel 2.3
16
Kandungan Gas Pencemar dalam Ruang Kerja, dalam Rata-Rata
Pengukuran 8 Jam
16
Tabel 3.1
Populasi Siswa SD Kelas IV-VI
36
Tabel 3.2
Populasi Siswa SMP kelas VII-IX
37
Tabel 3.3
Populasi Siswa SMA kelas X-XII
37
Tabel 3.4
Definisi Operasional
41
Tabel 3.5
Skoring Skala Guttman
45
Tabel 3.6
Jadwal Penelitian
47
Tabel 4.1
Distribusi Suhu
49
Tabel 4.2
Distribusi Pencahayaan
49
Tabel 4.3
Distribusi Kelembaban
50
Tabel 4.4
Jawaban Kuesioner PHBS Siswa
50
Tabel 4.5
Kategori PHBS Siswa
51
Tabel 4.6
Distribusi Bakteri Udara
51
Tabel 4.7
Hasil Uji Normalitas
52
http://lib.unimus.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Penularan Penyakit Akibat Sanitasi yang Buruk
http://lib.unimus.ac.id
31
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1
Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara
52
Grafik 4.2
Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara
53
Grafik 4.3
Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara
54
Grafik 4.4
Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara
54
http://lib.unimus.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
A. Hasil Pengukuran Suhu, Pencahayaan, dan Kelembaban
71
B. Hasil Penilaian PHBS Siswa
74
C. Hasil Pemeriksaan Laboratorium mengenai Jumlah Bakteri Udara
78
D. Rata-Rata Hasil Pengukuran Suhu, Pencahayaan , Kelembaban, dan
Jumlah Bakteri Udara
81
E. Hasil Analisis Data
82
F. Foto Kegiatan
90
G. Kuesioner PHBS Siswa
93
H. Surat Ijin Penelitian
94
I. Surat Keterangan Penelitian di SD Mataram Semarang
95
J. Surat Keterangan Penelitian di SMP Mataram Semarang
96
K. Surat Keterangan Penelitian di SMA Mataram Semarang
97
http://lib.unimus.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Udara merupakan komponen terpenting dalam kehidupan. Komposisi
udara normal terdiri dari campuran mekanis gas nitrogen sebanyak 78,1%,
oksigen sebanyak 20,93%, dan karbondioksida sebanyak 0,03%, selebihnya
berupa gas argon, neon, krypton, xenon, dan helium. Udara juga mengandung
uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan. Udara berperan
memberikan oksigen, pengatur suhu bumi sesuai dengan kebutuhan hidup
manusia dan melindungi bumi dari sinar matahari, terutama sinar ultraviolet(1,
2)
.
Kualitas udara harus dipelihara agar dapat memberikan daya dukung bagi
makhluk hidup untuk hidup secara optimal(3). Kualitas udara yang buruk
akibat terkontaminasi oleh zat-zat berbahaya disebut sebagai polusi udara.
Polusi udara dalam ruang memiliki dampak yang lebih berbahaya
dibandingkan dengan polusi udara pada umumnya. Polusi udara dalam ruang
tidak terlihat dan tidak berbau, berbeda dengan polusi udara luar ruang yang
kadang dapat dilihat secara kasat mata, seperti asap knalpot kendaraan
bermotor yang berwarna hitam(4). Manusia rata-rata menghabiskan 75% dari
waktunya di dalam ruangan, hal ini juga yang menunjukkan bahwa polusi
udara di dalam ruang menjadi masalah yang lebih serius dibandingkan dengan
polusi udara luar ruang(5).
Sebuah penelitian menemukan bahwa polusi udara di dalam ruangan telah
membunuh 3,5 juta orang, sementara polusi udara di luar ruangan membunuh
3,3 juta orang di seluruh dunia tahun 2010(6). Menurut Environmental
Protection Agency of America (EPA), menyatakan bahwa polusi udara dalam
ruangan berada di urutan ketiga faktor lingkungan yang beresiko terhadap
http://lib.unimus.ac.id
kesehatan manusia, kualitas udara dalam ruangan 2-5 kali lebih buruk
dibanding udara di luar ruangan(7).
Polusi udara disebabkan oleh kehadiran substansi fisik, kimia, dan
biologis(8). Salah satu substansi biologi yang terdapat di udara adalah
mikroorganisme. Mikroorganisme yang tersebar di dalam ruang dikenal
dengan istilah bioaerosol. Bioaerosol merupakan kumpulan partikel seperti
spora, polen, sel-sel bakteri dan virus yang tersuspensi di dalam medium
gas(9). Mikroorganisme akan terhembuskan ke udara dalam bentuk percikan
titik-titik air dari hidung dan mulut saat bersin, batuk, dan berbicara. Titik-titik
air yang ukurannya dalam kisaran mikrometer akan tinggal di udara sampai
beberapa lama, sedangkan yang berukuran besar akan segera jatuh ke lantai
atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini akan berada di udara
selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut(10).
Salah satu mikroorganisme yang sering dijumpai di dalam ruangan adalah
bakteri. Bakteri di udara merupakan unsur polusi yang sangat berarti karena
dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan atas, tuberkulosis,
pneumonia pneumokokus, meningkitis meningokokus, dan penyakit pasukan.
Angka bakteri di dalam ruangan harus memenuhi standar kualitas udara di
dalam ruangan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. Jenis bakteri yang
sering ditemukan pada umumya dari jenis basil gram positif berspora dan non
spora, basil gram negatif dan kokus gram positif. Bakteri tersebut biasanya
terdapat dalam mulut dan tenggorokan orang normal. Jenis bakterinya seperti
Staphylococcus sp, Streptococcus sp yang ditemukan di udara melalui batuk,
bersin, dan berbicara. Beberapa jenis lain yang terdeteksi mencemari udara
antara lain adalah Pseudomonas sp, Klebsiella sp, Proteus sp, Bacillus sp dan
golongan jamur(10, 11).
Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah suhu, cahaya, kelembaban, dan lainnya. Suhu adalah faktor penting
bagi pertumbuhan bakteri, masing-masing spesies bakteri mempunyai suhu
optimum untuk pertumbuhannya(11). Cahaya yang berasal dari sinar matahari
dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Bakteri lebih menyukai kondisi
http://lib.unimus.ac.id
gelap(12). Bakteri akan berkembangbiak pada kelembaban yang cukup tinggi
yaitu sekitar 85%(13).
Bakteri udara dalam ruangan banyak ditemukan di tempat-tempat umum,
termasuk ruang kelas. Pertumbuhan bakteri di ruang kelas selain dipengaruhi
oleh faktor lingkungan,
juga dimungkinkan dipengaruhi oleh perilaku
penghuninya. Studi pendahuluan yang dilakukan pada siswa SD, SMP, dan
SMA Yayasan Mataram Semarang dengan jumlah sampel sebanyak masingmasing 10 siswa mengenai kesadaran terhadap Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) menunjukkan hasil bahwa perilaku mencuci tangan sebelum
makan hanya dilakukan oleh siswa SMA, yaitu sebesar 20% dari siswa SMA
yang dijadikan sampel. Mencuci tangan setelah bermain / setelah istirahat
tidak dilakukan oleh siswa SD, SMP, dan SMA. Mencuci tangan
menggunakan air bersih yang mengalir dilakukan oleh 40% dari sampel siswa
SD, 40% dari sampel siswa SMP, dan 100% dari sampel siswa SMA. Mencuci
tangan menggunakan sabun hanya dilakukan oleh siswa SMA, yaitu sebesar
20% dari sampel siswa SMA. Perilaku merokok dilakukan oleh 20% dari
sampel siswa SMA, merokok tidak dilakukan oleh siswa SD dan SMP.
Perilaku membuang sampah pada tempatnya dilakukan oleh 60% dari sampel
siswa SD, 60% dari sampel siswa SMP, dan 80% dari sampel siswa SMA.
Perilaku meludah di sembarang tempat tidak dilakukan oleh siswa SD, SMP,
dan SMA.
PHBS di sekolah sangat diperlukan seiring banyaknya penyakit yang
menyerang anak usia sekolah yang umumnya berhubungan dengan PHBS (14).
PHBS di sekolah bertujuan agar secara mandiri anak sekolah mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat(15). Indikator PHBS di sekolah antara lain
adalah mencuci tangan menggunakan sabun, mengonsumsi makanan dan
minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat
sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah
sembarangan tempat, dan memberantas jentik nyamuk(16).
http://lib.unimus.ac.id
Penelitian tentang Gambaran Sikap tentang Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat pada Anak Sekolah Dasar Negeri di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan hasil bahwa PHBS pada anak sekolah
dasar negeri di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo
sebagian besar adalah cukup. Terdapat penerapan PHBS siswa di SD Negeri
Gonilan yang kurang baik, antara lain tangan siswa yang terlihat kotor, kuku
panjang, jajan di tempat sembarangan, jarang mencuci tangan sebelum makan
dan membuang sampah tidak selalu pada tempatnya(17).
Penelitian tentang Persepsi Siswa SMP dalam Penerapan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Tatanan Sekolah di Kelurahan Tugu dan Pasir Gunung
Selatan Kota Depok, menunjukkan hasil bahwa ada sikap siswa yang
menganggap penting penerapan PHBS di sekolah dan ada juga yang merasa
tidak penting(18).
Salah satu penerapan PHBS yang lainnya adalah tidak merokok(19).
Perilaku merokok pada anak usia sekolah banyak ditemukan di Indonesia.
Hasil Riskedas pada tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi merokok
berdasarkan usianya adalah usia perokok mulai merokok, dimulai dari usia 5-9
tahun sebanyak 1,7%, usia 10-14 tahun sebanyak 17,5%, usia 15-19 tahun
sebanyak 43,5%, usia 20-24 tahun sebanyak 14,6%, usia 25-29 tahun
sebanyak 4,3%, dan usia >30 tahun sebanyak 3,9%. Berdasarkan data tersebut
dapat dilihat bahwa prevalensi tertinggi usia perokok mulai merokok adalah
pada usia 15-19 tahun atau anak seusia Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Prevalensi tertinggi kedua adalah usia
10-14 tahun atau anak seusia Sekolah Dasar (SD)(20).
Penelitian tentang hubungan kebersihan tangan dengan keberadaan
bakteri staphylococcus pada pejamah makanan di instalasi gizi rumah sakit
D.R Moewardi, menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
kebersihan tangan dengan keberadaan bakteri Staphylococcus spp(21).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin menganalisis faktor-faktor
yang berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas.
http://lib.unimus.ac.id
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
disimpulkan suatu masalah apakah faktor suhu, pencahayaan, kelembaban dan
PHBS siswa berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas.
2. Tujuan Khusus :
a. Mendeskripsikan suhu di ruang kelas.
b. Mendeskripsikan pencahayaan di ruang kelas.
c. Mendeskripsikan kelembaban di ruang kelas.
d. Mendeskripsikan PHBS siswa.
e. Mendeksripsikan keberadaan bakteri udara di ruang kelas.
f. Menganalisis hubungan suhu dengan keberadaan bakteri udara di
ruang kelas.
g. Menganalisis hubungan pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara
di ruang kelas
h. Menganalisis hubungan kelembaban dengan keberadaan bakteri udara
di ruang kelas.
i. Menganalisis hubungan PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara
di ruang kelas.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bacaan
ilmiah untuk penelitian sejenis, khususnya tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas.
http://lib.unimus.ac.id
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
instansi terkait untuk upaya perlindungan kesehatan siswa.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No
Penulis
Judul
1
Ni Luh
Putu Eva
Yanti(18)
2
Moham
mad
Suhri,
2014(17)
3
Annisa
Firdaus,
2016(22)
Persepsi Siswa SMP
dalam
Penerapan
PHBS
Tatanan
Sekolah di Kelurahan
Tugu
dan
Pasir
Gunung Selatan Kota
Depok
Gambaran
Sikap
tentang
Perilaku
Hidup Bersih dan
Sehat pada Anak
Sekolah Dasar Negeri
di Desa Gonilan
Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo
Hubungan Perilaku
Hidup Bersih dan
Sehat
dengan
Kejadian
Leptospirosis
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas Ngrayun
Kabupaten Ponorogo
4
Apri
Atok Puji
Asmoro,
2008(21)
Variabel
PHBS pada
siswa
Desain
Penelitian
Fenomenol
ogi
deksriptif
Hasil
Terdapat sikap siswa
yang
menganggap
penting PHBS, dan
terdapat
juga
yang
menganggap
tidak
penting.
PHBS pada
anak
Deskriptif
Sebagian besar siswa
memiliki sikap PHBS
dalam kategori sedang
(45%)
- Variabel
bebas :
PHBS
- Variabel
terikat :
kejadian
leptospirosis
Observasio
nal analitik
dengan
pendekatan
case
control
Rerata skor PHBS buruk
lebih tinggi daripada
PHBS baik. Terdapat
hubungan
signifikan
antara hubungan perilaku
hidup bersih dan sehat
dengan
kejadian
leptospirosis di wilayah
kerja
Puskesmas
Ngrayun
Kabupaten
Ponorogo.
Ada hubungan antara
kebersihan
tangan
dengan
keberadaan
bakteri Staphylococcus
spp.
Hubungan
- Variabel
Cross
Kebersihan Tangan
bebas :
sectional
dengan Keberadaan
Kebersihan
Bakteri
tangan
Staphylococcus pada - Variabel
Pejamah Makanan di
terikat:
Instalasi Gizi Rumah
keberadaan
Sakit D.R Moewardi
bakteri
Staphylococ
cus
http://lib.unimus.ac.id
5
Emmy
Bima
Astuti
Puji
Lestari,
2011(23)
Keanekaragaman
- Variabel
Cross
Spesies Bakteri dan
bebas :
sectional
Perbedaan Angka
ruang kelas
ber AC dan
Bakteri Udara dalam
ruang kelas
Ruang Kelas di SMK
tidak ber
Theresiana Semarang
AC
- Variabel
terikat :
angka
bakteri
udara dan
keanekarag
aman
spesies
bakteri
6
Devi Nur
Vidyauta
mi,
2015(24)
Pengaruh
Penggunaan
Ventilasi (AC dan
Non
AC) dalam Ruangan
terhadap Keberadaan
Mikroorganisme
Udara
7
Ismadiar
Rachmat
antri,
2015(25)
Pengaruh
Penggunaan
Ventilasi (AC dan
Non
AC) terhadap
Keberadaan
Mikroorganisme
Udara
di
Ruang
Perpustakaan
- Variabel
bebas:
sistem
ventilasi
(AC dan
non AC)
serta
pengukuran
suhu,
kelembaban
, dan
intensitas
cahaya
- Variabel
terikat:
jumlah
mikroorgani
sme udara
- Variabel
bebas :
suhu,
kelembaban
, intensitas
cahaya
- Variabel
terikat :
jumlah
koloni
mikroorgani
sme
Description
research
(penelitian
deskriptif)
Penelitian
korelasi
http://lib.unimus.ac.id
Teridentifikasi 3 spesies
bakteri di ruang kelas ber
AC dan 5 spesies bakteri
di ruang kelas tidak ber
AC. Angka bakteri udara
dalam ruang kelas tidak
ber AC lebih tinggi
dibanding ruang kelas
ber
AC.
Terdapat
hubungan antara suhu
dan kelembaban dengan
angka bakteri udara.
Tidak terdapat hubungan
antara
pencahayaan
dengan angka bakteri
udara.
Ada pengaruh antara
ventilasi (AC dan Non
AC) terhadap banyaknya
mikroorganisme.
Diantara parameter suhu,
kelembaban,
dan
intensitas cahaya yang
mempengaruhi jumlah
mikroba paling besar
yaitu kelembaban.
Terdapat
mikroorganisme
udara yang tidak sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.1405 tahun 2002 di
dalam
ruang
perpustakaan
karena
mengandung
koloni
kuman patogen . Sistem
ventilasi dan keberadaan
manusia dalam ruangan
berpengaruh terhadap
keberadaan
koloni
mikroba udara.
Penelitian tentang keberadaan mikroorganisme di dalam ruangan sudah
pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya menganalisis pengaruh lingkungan fisik
seperti suhu, pencahayaan, kelembaban, dan ventilasi dengan keberadaan
mikroorganisme. Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan di ruang kelas
SMK, perpustakaan, dan ruang kuliah AC dan non AC.
Penelitian tentang PHBS sudah pernah dilakukan. Sebelumnya terdapat
penelitian tentang gambaran PHBS di sekolah. Sebelumnya juga terdapat
penelitian tentang hubungan PHBS dengan kejadian penyakit akibat bakteri yaitu
leptospirosis. Penelitian tentang hubungan salah satu indikator PHBS yaitu
kebersihan tangan terhadap adanya bakteri juga sudah pernah dilakukan,
penelitian tersebut hanya memeriksa adanya bakteri Staphylococcus. Penelitian
tentang PHBS sebelumnya dilakukan pada siswa SD, siswa SMP, masyarakat di
wilayah kerja puskesmas, dan pejamah makanan di rumah sakit.
Penelitian ini akan mengembangkan penelitian sebelumnya yaitu dengan
menganalisis faktor suhu, pencahayaan, kelembaban, dan PHBS siswa SD, SMP,
SMA yang dihubungkan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas.
http://lib.unimus.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Udara
Udara merupakan komponen lingkungan terpenting dalam kehidupan.
Udara sangat mudah tersebar mengisi seluruh ruangan di lingkungan hidup
karena temperatur ruang udara yang selalu berada dalam fasa gas(26). Udara
terdiri dari campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi
bumi(27). Susunan campuran gas pada udara yang masih bersih adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1. Komposisi Udara Bersih
Macam gas
Nitrogen, N2
Oksigen, O221Argen, Ar
Karbondioksida, CO2
Helion, He
Neon, Ne
Xenon, Xe
Kripton, Kr
Metana, CH4- Karbon monoksida, CO
Amoniak, NH3- Nitrat oksida, N2O
Hidrogen sulfida, H2S
Volume (%)
78
0,94
0,03
0,01
0,01
0,01
0,01
Sedikit sekali
Sedikit sekali
Sedikit sekali
Sumber : Dedi Alamsyah & Ratna Muliawati, 2013
Delapan gas pertama dalam tabel tersebut susunannya relatif tetap. Lima
gas lainnya jumlahnya sedikit dan bervariasi dari tempat ke tempat(27).
B. Polusi Udara
1. Pengertian Polusi Udara
Polusi udara adalah pencemaran akibat gas dan partikel halus hasil
dari peristiwa alam atau kegiatan manusia yang dilepaskan ke atmosfer.
Gas dan partikel tersebut menyebabkan pencemaran jika melebihi
kapasitas atmosfer untuk melarutkan atau membuangnya ke lapisan tanah
atau badan air pada biosfer(28).
http://lib.unimus.ac.id
Polusi udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia. Mutu udara
ambien akan turun sampai ke tingkat tertentu dan menyebabkan udara
ambien tidak dapat memenuhi fungsinya(29).
Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,
atau biologi di atmosfer. Substansi tersebut dalam jumlah tertentu dapat
membahayakan kesehatan makhluk hidup, mengganggu estetika dan
kenyamanan, serta merusak properti(30).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang polusi udara di atas maka
dapat didefinisikan polusi udara adalah masuk / dimasukkannya satu /
lebih substansi fisik, kimia, biologi atau komponen lainnya berupa gas dan
partikel ke atmosfer akibat dari peristiwa alam atau kegiatan manusia.
Polusi udara menyebabkan mutu udara ambien turun sehingga tidak
memenuhi fungsinya lagi dan membahayakan kesehatan makhluk hidup.
Selain itu polusi udara juga mengganggu estetika dan kenyamanan, serta
merusak properti.
2. Sumber Polusi Udara
Kualitas udara yang buruk dipengaruhi oleh konsentrasi sejumlah zat
hasil dari kegiatan manusia atau secara alami. Berikut adalah dua sumber
polusi udara(9):
a. Alamiah :
Zat pencemar alamiah dapat berasal dari dalam tanah, hutan, dan
pegunungan (radon, methane, uap air / kelembaban)
b. Aktivitas manusia, contohnya :
1) Pencemaran akibat lalu lintas : CO, debu, karbon, Pb, NO.
2) Pencemar industri : NOx,SO2, Ozone, Pb, VOC.
3) Rumah tangga : pembakaran
http://lib.unimus.ac.id
3. Dampak Polusi Udara
Polusi udara menyebabkan penurunan kualitas udara dan berdampak
bagi kehidupan, antara lain :
a. Dampak kesehatan
Sistem pernafasan adalah salah satu jalan masuknya substansi
pencemar yang ada di udara. Partikulat berukuran besar dapat tertahan
di saluran pernafasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil
dan gas dapat masuk sampai ke paru-paru. Zat pencemar tersebut
kemudian terserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke
seluruh tubuh. Dampak terhadap kesehatan secara umum adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut), termasuk diantaranya asma,
bronkitis, dan gangguan pernafasan lainnya(31).
Bahan pencemar udara juga dapat masuk ke saluran pencernaan
(ingesti) yaitu melalui makan atau minum. Akibatnya dapat
menimbulkan efek lokal dan dapat pula menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah(31).
Polusi udara juga akan berdampak pada janin dalam kandungan
dan anak-anak dalam masa tumbuh kembang. Dampak buruk polusi
udara terhadap anak adalah merosotnya tingkat IQ. Dampak lainnya
adalah turunnya berat badan janin dan meningkatnya jumlah kematian
bayi serta kerusakan otak yang terutama disebabkan oleh gas CO(32).
b. Dampak terhadap tanaman
Tanaman dapat terganggu pertumbuhannya apabila tumbuh di
daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi. Keadaan ini juga
mengakibatkan tanaman rawan terhadap penyakit seperti klorosis,
nekrosis, dan bintik hitam. Partikulat yang terdesposisi di permukaan
tanaman dapat menghambat proses fotosintensis(31).
c. Dampak terhadap hewan
Dampak polusi udara terhadap kehidupan hewan peliharaan
maupun tidak peliharaan dapat terjadi karena adanya proses
http://lib.unimus.ac.id
bioakumulasi dan keracunan bahan berbahaya. Salah satu contoh
dampaknya adalah terjadinya migrasi burung karena udara ambien
terpapar oleh gas SO2. Selain itu, dampak terhadap hewan juga dapat
terjadi secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung
dapat mengalami gangguan pernafasan apabila terjadi interaksi melalui
sistem pernafasan. Secara tidak langsung terjadi melalui suatu
perantara, baik tumbuhan atau perairan yang berfungsi sebagai bahan
makanan hewan(33, 34).
d. Hujan asam
Bahan pencemar udara seperti SO2 dan NO2 akan membentuk
asam jika bereaksi dengan air hujan dan menurunkan pH air hujan
yang normalnya adalah 5,6. Hujan asam tidak selalu dalam keadaan
basah atau berupa uap air yang jatuh dari udara, tetapi dapat juga
berbentuk gas atau uap yang mudah dibawa oleh angin ke segala
tempat. Dampak dari hujan asam ini antara lain :
1) Mempengaruhi kualitas air permukaan.
2) Merusak tanaman dan dapat memusnahkan kawasan hutan yang
luas.
3) Berkaratnya logam.
4) Rusaknya bahan pakaian
5) Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan seperti
rusaknya dinding bangunan dan lunturnya cat(30, 35).
e. Efek rumah kaca
Efek rumah kaca adalah pemanasan global dari emisi karbon
dioksida (CO2). Karbondioksida sebenarnya merupakan senyawa
normal yang ada di atmosfir. Semakin banyak penggunaan bahan
bakar fosil dan adanya intervensi manusia ke dalam siklus karbon dan
oksigen mengakibatkan produk karbon dioksida lebih cepat dari siklus
normalnya, sehingga konsentrasi rata-rata karbon dioksida di atmosfir
meningkat. Dampak yang ditimbulkan antara lain adalah perubahan
curah hujan sehingga tanah tidak subur dan berdampak juga pada
http://lib.unimus.ac.id
mencairnya bongkahan es di daerah kutub yang menyebabkan
permukaan laut meningkat sehingga memungkinkan banjir pada kotakota di pinggir pantai dan daerah industri(9).
f. Kerusakan lapisan ozon
Lapisan ozon berada di statosfer dengan ketinggian 20-35 km.
Lapisan ozon melindungi bumi dengan memfilter radiasi ultraviolet B
dari matahari. Molekul-molekul ozon (O3) dibentuk dan diuraikan
secara alami di stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan
bersifat sangat stabil menyebabkan laju penguraian molekul-molekul
ozon lebih cepat dari pembentukkannya. Hal ini menyebabkan
terbentuknya lubang-lubang pada lapisan ozon(31). Fungsi lapisan ozon
yang tidak optimal akan mengakibatkan meningkatnya derajat sinar
ultraviolet yang mencapai bumi sehingga dapat menimbulkan masalah
kesehatan seperti kanker kulit, katarak, dan penurunan imunitas
terhadap penyakit(36).
4. Penanggulangan Polusi Udara
Melihat dampak buruk dari polusi udara, maka diperlukan upaya
pencegahan. Upaya pencegahan terhadap polusi udara dapat dilakukan
dengan cara(37, 38):
a. Mengurangi pemakaian bahan bakar fosil terutama yang mengandung
asap serta gas-gas polutan lainnya dan menggantinya dengan bahan
bakar ramah lingkungan seperti biodesel.
b. Melakukan pengolahan / penyaringan limbah asap industri dengan cara
memasang bahan penyerap polutan sebelum limbah dibuang bebas ke
udara.
c. Membuat cerobong asap yang cukup tinggi agar asap dapat menembus
lapisan inversi thermal sehingga tidak menambah polutan yang
tertangkap di pemukiman.
d. Melakukan reboisasi.
e. Tidak melakukan pembakaran hutan secara liar.
http://lib.unimus.ac.id
f. Menghemat bahan bakar alat transportasi atau mengganti bahan bakar
dengan bahan bakar yang tidak menghasilkan gas karbon monoksida
dan diusahakan agar pembakaran yang terjadi berlangsung secara
sempurna.
g. Mengontrol emisi kendaraan bermotor dengan mengubah alat
pengubah ketalitik.
h. Mengurangi kendaraan pribadi
C. Polusi Udara dalam Ruang
1. Pengertian Polusi Udara dalam Ruang
Polusi udara dalam ruang adalah polusi udara yang terjadi di dalam
ruangan misalnya rumah, sekolah, dan kantor. Polusi udara dalam ruang
tidak secara langsung berhubungan dengan emisi global, namun sangat
penting untuk menentukan keterpajanan seseorang. Kualitas udara dalam
ruangan ditentukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni
ruangan (9, 39).
2. Sumber Polusi Udara dalam Ruang
Sumber polusi udara dalam ruangan menurut penelitian The National
Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) adalah sebagai
berikut(40):
a. Pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam ruangan seperti asap
rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan.
b. Pencemaran dari luar ruangan meliputi masuknya gas buangan
kendaraan bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi
lubang ventilasi yang tidak tepat.
c. Pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem,
asbestos, fibreglass, dan bahan lainnya.
http://lib.unimus.ac.id
d. Pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang
dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beserta
seluruh sistemnya.
e. Kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara
dan kurangnya perawatan sistem peralatan ventilasi.
3. Bioaerosol
Atmosfer mengandung partikel-partikel yang disebut sebagai aerosol,
salah satu komponen aerosol adalah bioaerosol. Bioaerosol merupakan
kumpulan partikel seperti spora, polen, sel-sel bakteri dan virus yang
tersuspensi di dalam medium gas . Mikroba di udara bebas merupakan
salah satu dari komponen aerosol dan tidak dapat terpisah dari komponenkomponen penyusun udara. Hampir semua aktivitas manusia akan
mengularkan emisi partikel / aerosol ke udara(41). Berikut adalah sumber
bioaerosol(9) :
a. Outdoor contamination
1) Jamur, berasal dari organisme yang membusuk, tumbuh-tumbuhan
yang mati, dan bangkai binatang.
2) Bakteri legionella. berasal dari soil borne yang mungkin dapat
menembus ke dalam ruang.
3) Alga, tumbuh dekat kolam/danau masuk ke dalam ruangan melalui
hembusan angin.
4) Jentik-jentik serangga, di luar ruangan yang dapat menembus
setiap bangunan tertutup.
b. Indoor contamination
Kontaminasi yang berasal dari dalam ruang banyak terjadi pada
kelembaban antara 25%-75%. Pada kelembaban tersebut akan
meningkatkan pertumbuhan spora dan jamur.
http://lib.unimus.ac.id
4. Standar Kualitas Udara dalam Ruang
Standar kualitas udara dalam ruangan menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1405 Tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan di
lingkungan kerja perkantoran dan industri adalah sebagai berikut(42):
a. Suhu dan kelembaban
1) Suhu : 18-28ºC
2) Kelembaban : 40%-60%
b. Debu
Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam
pengkuruan rata-rata 8 jam adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2. Kandungan Debu Maksimal di Dalam Ruangan
dalam Pengukuran Rata-Rata 8 Jam
No
1
2
Jenis Debu
Debu total
Asbes bebas
Konsentrasi Maksimal
0,15 mg/m3
5 serat/ml udara dengan panjang serat 5µ
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405 Tahun 2002
c. Pertukaran udara
Pertukaran udara : 0,283 m3/menit/orang dengan laju ventilasi
0,15-0,25 m/detik. Ruangan kerja yang tidak menggunakan pendingin
harus memiliki lubang ventilasi minimal 15% dari luas lantai dengan
menerapkan sistem ventilasi silang.
d. Gas pencemar
Kandungan gas pencemar dalam ruang kerja, dalam rata-rata
pengukuran 8 jam sebagai berikut :
Tabel 2.3. Kandungan Gas Pencemar dalam Ruang Kerja,
dalam Rata-Rata Pengukuran 8 Jam
Konsentrasi Maksimal
No
1
2
3
4
5
Parameter
Asam Sulfida (H2S)
Amonia (NH3)
Karbon Monoksida (CO)
Nitrogen Dioksida (NO2)
Sulfur Dioksida (SO2)
(mg/m3)
1
17
29
5,60
5,2
Ppm
25
25
3,0
2
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405 Tahun 2002
http://lib.unimus.ac.id
e. Mikrobiologi
1) Angka kuman kurang dari 700 koloni/m3 udara
2) Bebas kuman patogen
5. Polusi Udara dalam Ruang Kelas
Ruang kelas adalah tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Penghuni ruang kelas sebagian besar adalah anak-anak yang cenderung
lebih rentan, sehingga ruang kelas harus memperhatikan beberapa hal
seperti kualitas udara. Faktor yang mempengaruhi kualitas udara yang
menyebabkan polusi udara di ruang kelas pada umumnya sama dengan
bangunan lain. Kualitas udara yang buruk di ruang kelas akan
menyebabkan masalah kesehatan pada anak-anak sehingga menurunya
persentase kehadiran dan kinerja belajar siswa(43, 44).
D. Bakteri
1. Bakteri yang Berasal dari Udara
Udara bukan merupakan habitat asli mikroorganisme, tetapi
bermacam-macam mikroorganisme dalam jumlah yang beragam dapat
berada di udara sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas
permukaan bumi. Mikroorganisme yang paling banyak berada di udara
bebas adalah bakteri, jamur, dan mikroalga(11).
Bakteri merupakan organisme uniseluler, nukleoid / tidak memliki
membran inti, tidak memiliki klorofil, saprofit / parasit, berkembangbiak
dengan pembelahan biner, dan termasuk dalam protista prokariotik(45).
Ukuran tubuh bakteri sangat kecil yaitu dengan lebar antara 1-2 mikron
dan panjangnya antara 2-5 mikron. Ukuran bakteri dipengaruhi oleh
umurnya, bakteri yang berumur 2-6 jam umumnya lebih besar dari bakteri
yang berumur lebih dari 24 jam. Bentuk tubuh bakteri dapat dilihat
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali atau lebih(11).
http://lib.unimus.ac.id
Bentuk dasar bakteri yaitu bulat (coccus), batang atau silinder (bacillus)
dan spiral (batang melengkung atau melingkar-lingkar)(46).
Mikroorganisme seperti bakteri terhembuskan dalam bentuk percikan
dari hidung dan mulut selama bersin, batuk, dan bahkan bercakap-cakap.
Ukuran titik-titik air yang terhembuskan dari saluran pernafasan yaitu
mikrometer sampai millimeter. Titik-titik air yang ukurannya dalam
kisaran mikrometer akan tinggal di udara sampai beberapa lama, tetapi
yang berukuran besar akan segera jatuh ke lantai atau permukaan benda
lain. Debu dari permukaan ini akan berada di udara selama
berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut(10).
Bakteri yang sering ditemukan pada umumya dari jenis basil gram
positif berspora atau non spora, basil gram negatif dan kokus gram positif.
Bakteri tersebut adalah yang biasanya terdapat dalam mulut dan
tenggorokan orang normal melalui batuk, bersin, dan berbicara seperti
Staphylococcus sp, Streptococcus sp. Beberapa jenis lain yang terdeteksi
mencemari udara antara lain adalah Pseudomonas sp, Klebsiella sp,
Proteus sp, Bacillus sp dan golongan jamur(11).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Bakteri mengalami pertumbuhan sama halnya dengan makhluk hidup
yang lain(13). Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan optimum
bakteri. Faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan terpenting bagi kelangsungan
hidup bakteri. Bakteri hidup dalam kisaran suhu tertentu. Kondisi suhu
lingkungan yang keluar dari kisaran akan menyebabkan pertumbuhan
bakteri terhambat dan mati. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas
anzim. Suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim
menurun, sedangkan jika suhu terlalu tinggi maka dapat mendenaturasi
protein enzim(13).
http://lib.unimus.ac.id
Suhu yang paling baik untuk kehidupan makhluk hidup disebut
suhu optimum. Berdasarkan suhu optimum untuk pertumbuhannya,
bakteri dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu sebagai berikut(13):
1) Bakteri psikrofilik (0-20ºC), yaitu bakteri yang hidup pada suhu
dingin dan pertumbuhan optimumnya adalah pada suhu dibawah
20ºC. Bakteri ini banyak terdapat di dasar lautan, daerah kutub, dan
pada bahan makanan yang dibekukan. Pertumbuhan bakteri
psikrofil pada bahan makanan menyebabkan kualitas bahan
makanan tersebut menurun atau menjadi busuk.
2) Bakteri mesofilik (20-50ºC), yaitu bakteri yang dapat hidup secara
maksimal pada suhu sedang dan memiliki suhu optimum di antara
20ºC sampai 50ºC. Bakteri mesofil banyak terdapat pada tanah, air,
dan tubuh vertebrata (hewan bertulang belakang).
3) Bakteri termofilik (50-100ºC), yaitu bakteri yang tumbuh optimal
pada suhu yang tinggi. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu diatas
40ºC bahkan di tempat yang panas, seperti di sumber mata air
panas.
Penelitian tentang pengaruh penggunaan ventilasi (AC dan Non
AC) terhadap keberadaan mikrooganisme udara di ruang perpustakaan,
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka jumlah koloni mikroba
akan cenderung banyak, dan semakin rendah suhu maka jumlah koloni
mikroba akan cenderung sedikit(25).
b. Derajat keasaman / pH
pH mempengaruhi aktivitas enzim. Enzim akan mengkatalis reaksi
lebih cepat pada pH optimum(47). pH optimum bagi sebagian besar
bakteri adalah antara 6,5 dan 7,5. Terdapat juga mikroorganisme yang
tumbuh pada keadaan yang sangat asam atau alkali(48).
c. Nutrisi
Setiap bakteri memerlukan nutrisi untuk pertumbuhannya. Sumber
nutrisi yang dibutuhkan bakteri meliputi sumber energi cahaya
(fototrof) dan senyawa kimia (kemotrof); sumber karbon yang berupa
http://lib.unimus.ac.id
karbon anorganik (karbondioksida) dan karbon organik seperti
karbohidrat; sumber nitrogen dalam bentuk garam nitrogen anorganik
seperti kalium nitrat dan nitrogen organik berupa protein dan asam
amino; unsur logam seperti kalium, natrium, magnesium, besi,
tembaga dsb; dan bakteri juga membutuhkan air(49).
d. Cahaya dan zat kimia
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri.
Cahaya dapat merusak sel bakteri yang tidak berklorofil. Sinar
ultraviolet (UV) yang dapat membunuh bakteri memiliki panjang
gelombang 210-300 nm. Asam nukleat merupakan komponen sel yang
dapat menyerap sinar UV. Sel yang terpapar akan mengalami ionisasi
sehingga mengakibatkan kerusakan, terhambatnya pertumbuhan atau
menyebabkan kematian(12).
Penelitian tentang pengaruh penggunaan ventilasi (AC dan NON
AC) dalam ruangan terhadap keberadaan mikroorganisme udara,
menunjukkan bahwa hubungan antara intensitas cahaya dengan jumlah
mikroba adalah berbanding terbalik. Semakin besar intensitas cahaya
maka jumlah mikroba semakin sedikit, dan sebaliknya jika semakin
kecil intensitas cahaya maka jumlah mikroba semakin banyak(24).
e. Kelembaban
Bakteri memerlukan kelembaban yang cukup tinggi, yaitu sekitar
85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan
metabolisme
terhenti,
misalnya
pada
proses
pembekuan
dan
pengeringan(12).
Penelitian tentang pengaruh penggunaan ventilasi (AC dan Non
AC)
terhadap
perpustakaan,
keberadaan
menunjukkan
mikroorganisme
udara
di
ruang
bahwa
hubungan
antara
terdapat
kelembaban dengan keberadaan mikroba. Semakin tinggi kelembaban,
maka jumlah koloni mikroba akan cenderung banyak. Semakin rendah
kelembaban, maka jumlah koloni mikroba akan cenderung sedikit(25).
http://lib.unimus.ac.id
Pertumbuhan bakteri di dalam ruangan juga dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti padatnya orang, sifat serta taraf kegiatan orang-orang yang
menempati ruangan tersebut(10).
3. Penyakit yang Disebabkan oleh Bakteri yang Berasal dari Udara
Bakteri asal udara menyebabkan penyakit saluran pernafasan bagian
atas(10). Penyakit tersebut adalah sebagai berikut :
a. Difteri
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas yang
disebabkan
oleh
bakteri
Corynebacterium
diptheriae.
Difteri
menyebabkan terbentuknya pseudomembran berwarna keabu-abuan di
faring, laring, dan hidung. Penyakit ini biasanya terlihat pada 2-5 hari
sesudah penularan. Penularannya melalui kontak langsung dengan
penderita. Penyakit ini terjadi karena adanya toksin yang diserap ke
pembuluh darah dan dibawa ke seluruh tubuh termasuk jantung. Gejala
awal difteri tidak spesifik seperti demam ringan (biasanya <38,5ºC),
muntah, batuk, dan nyeri tenggorokan. Gejala yang parah dapat
menyebabkan kematian, selain itu beberapa otot seperti otot langitlangit, otot mata, otot tungkai dan otot saluran pernafasan akan
mengalami kelumpuhan(50).
b. Streptokokal
Penyakit streptokokal disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pyogenes. Penyakit streptokokal dibagi menjadi dua macam yaitu :
1) Infeksi primer (tipe bernanah atau pembentuk nanah)
Sindrom infektif yang paling umum pada infeksi primer adalah
radang tenggorokan yang akut dengan dahak atau tanpa dahak yang
disebut dengan faringitis atau tonsillitis streptokokal. Penderita
umumnya mengalami ruam eritematosus (kemerah-merahan).
Streptokokal pembentuk nanah atau pilogenik lainnnya meliputi
penyakit kulit (pioderma) seperti impetigo (peradangan kulit yang
akut), infeksi luka sekunder, dan lepuh yang terinfeksi.
http://lib.unimus.ac.id
2) Lanjutan atau komplikasi (tipe tak bernanah)
Jenis penyakit lanjutan yang tidak membentuk nanah adalah
demam rematik (peradangan jaringan penghubung pada banyak
persendian dan organ, terutama jantung) dan glomerulonefritis akut
(peradangan ginjal tak bernanah, terutama menyerang glomeruli
atau pembuluh kapiler). Demam rematik merupakan lanjutan
penyakit faringitis sedangkan glomerulonefritis akut adalah
lanjutan faringitis dan pioderma(10).
Bakteri asal udara juga menyebabkan penyakit yang melibatkan
daerah-daerah lain selain saluran pernafasan bagian atas. Penyakit tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh
organisme
menyerang
Mycobacterium
tuberculosis.
Mycobacterium
organ tubuh terutama paru(51). Tuberkulosis menular
melalui percikan dahak pasien pada saat batuk atau bersin, yang
kemudian terhirup orang lain. Gejala utama Tuberkulosis adalah batuk
berdahak terus menerus selama 2 minggu atau lebih. Gejala lainnya
adalah batuk bercampur darah, sesak nafas dan nyeri dada, nafsu
makan berkurang, berat badan turun, lemas, demam/meriang
berkepanjangan, dan berkeringat di malam hari tanpa melakukan
kegiatan(52).
b. Pneumonia pneumokokus
Pneumonia lobar atau cuping (penyumbatan pada cuping paruparu) dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, namun
95% dari pneumonia bakterial disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, yang dahulu disebut Diplococcus pneumoniae dan
biasanya disebut pneumokokus. Gejala umum pada pneumonia adalah
deman, batuk, dan takipneu. Alveoli (sel udara) paru-paru penuh terisi
eksudat. Diagnosis klinis pneumonia pada pemeriksaan radiografi,
dimana
akumulasi
cairan
nampak
http://lib.unimus.ac.id
sebagai
area
konsolidasi.
Pneumokokus dapat juga menyerang jaringan-jaringan lain, terutama
sinus, ruang tengah telinga, dan selaput otak(10, 53).
c. Meningitis meningokokus
Meningitis meningokokus merupakan penyakit infeksi menular
yang menyerang selaput otak. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria
meningitidis. Bakteri ini menginfeksi saluran pernafasan kemudian
masuk ke dalam aliran darah. Penularan penyakit ini melalui sekret
saluran pernafasan (droplet) ataupun air liur (saliva) dengan masa
inkubasi 3-4 hari (rentang waktu 2-10 hari). Gejalanya yaitu demam
tinggi, mual/muntah, sakit kepala, kaku kuduk, photofobia, dan
ketahanan fisik melemah. Penyakit meningitis yang telah parah dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan yang serius seperti kerusakan
otak, kurangnya daya ingat, kurang kemampuan pendengaran dan
menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara serius(54, 55).
d. Penyakit pasukan
Penyakit pasukan mempunyai sindrom khas pneumonia. Penyakit
ini disebabkan oleh Legionella pneumophila. Gejala-gejalanya mulai
nampak pada 2-10 hari setelah terkena bakteri yang bersangkutan yaitu
meliputi rasa lesu, sakit kepala, rasa sakit pada otot, dada dan perut,
kebingungan, dan terganggunya fungsi ginjal(10).
4. Perhitungan Jumlah Bakteri
Jumlah bakteri dapat dihitung menggunakan beberapa metode yaitu
sebagai berikut :
a. Metode hitungan mikroskopik langsung
Metode
hitung
jumlah
mikroskopik
langsung
dilakukan
menggunakan bilik hitung Petroff – Hausser cell counter(45). Metode
perhitungan ini menghasilkan hitungan total, baik sel yang hidup
maupun sel yang sudah mati(15).
http://lib.unimus.ac.id
b. Metode cawan
Metode hitung cawan merupakan metode yang paling sensitif.
Setiap sel yang hidup dianggap dapat berkembang menjadi satu koloni,
sehingga pada metode ini jumlah koloni yang muncul pada cawan
merupakan satu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup pada
sampel(56).
c. Metode Most Probable Number (MPN)
Metode MPN merupakan metode perhitungan sel terutama untuk
perhitungan bakteri coliform. Perhitungan didasarkan pada jumlah
perkiraan terdekat yaitu dalam range tertentu dan dihitung sebagai nilai
duga dekat secara statistik dengan merujuk tabel MPN(45).
E. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah
1. Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran oleh peserta
didik,
guru,
dan
masyarakat
lingkungan
sekolah
sebagai
hasil
pembelajaran. Tujuannya adalah agar secara mandiri mampu mencegah
penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat(15). PHBS di sekolah sangat diperlukan
seiring banyaknya penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah yang
umumnya berhubungan dengan PHBS(14).
2. Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah
Manfaat PHBS di sekolah antara lain(57) :
a. Sekolah menjadi bersih sehingga anak sekolah dan guru terlindungi
dari gangguan dan ancaman penyakit.
b. Semangat proses belajar mengajar semakin meningkat sehingga
berdampak pada prestasi belajar anak sekolah.
http://lib.unimus.ac.id
c. Citra sekolah sebagai sarana pendidikan semakin meningkat sehingga
mampu menarik minat orang tua (masyrakat).
d. Citra pemerintah daerah semakin meningkat di bidang pendidikan.
e. Dapat menjadi percontohan sekolah ber-PHBS bagi daerah lain.
3. Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah
Indikator PHBS di sekolah terdiri dari indikator perilaku dan indikator
lingkungan. Indikator perilaku meliputi(16):
a. Mencuci tangan menggunakan sabun
Mencuci tangan dalam upaya peningkatan PHBS sangat penting
dilakukan karena tangan merupakan bagian dari tubuh manusia yang
sering menyebarkan infeksi. Tangan akan terkena kuman saat
bersentuhan dengan bagian tubuh sendiri, tubuh orang lain, hewan,
atau permukaan yang tercemar. Kuman tersebut dapat masuk ke tubuh
saat tangan menyentuh mata, hidung, dan mulut. Penyakit yang
disebabkan akibat kebersihan tangan yang kurang antara lain adalah
bisul, jerawat, tifus, leptospirosis, jamur, polio, disentri, diare, kolera,
cacingan, hepatitis A, SARS, hingga flu burung(58).
Mencuci tangan menggunakan air saja tidak cukup untuk
melindungi dari kuman penyakit yang berada di tangan. Mencuci
tangan menggunakan air dan disertai dengan sabun merupakan
tindakan yang tepat untuk memutus mata rantai kuman(59).
b. Mengonsumsi makanan dan minuman sehat
Makanan dan minuman sehat berperan penting dalam memberikan
asupan energi dan zat gizi bagi anak usia sekolah. Masyarakat sekolah
dapat mengkonsumsi jajanan sehat dari kantin sekolah atau membawa
bekal dari rumah. Kantin yang sehat akan menyediakan makanan yang
mengandung gizi seimbang dan bervariasi. Jajanan sehat adalah
jajanan yang terhidar dari bahaya fisik, kimia, dan bilogis. Jajanan
yang tidak sehat akan menimbulkan masalah gizi, dan mengganggu
kesehatan seperti penyakit saluran pencernaan. Hal ini juga akan
http://lib.unimus.ac.id
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar siswa, meningkatkan
absensi sehingga berpengaruh pada prestasi belajar anak(60,
61)
.
Beberapa cara memilih makanan jajanan sehat adalah sebagai
berikut(62) :
1) Memilih makanan yang tertutup rapat, tidak berbau/berasa asam,
dan tidak berlendir.
2) Menghindari
makanan
yang
berwarna
mencolok,
karena
dikhawatirkan mengandung bahan pewarna yang dilarang untuk
makanan.
3) Menghindari makanan gorengan yang berwarna gelap dan
bertekstur keras, karena itu merupakan salah satu ciri gorengan
yang sudah digoreng berulang kali atau menggunakan minyak
berulang.
4) Menghindari makanan gorengan yang berwarna putih, karena
dikhawatirkan gorengan tersebut digoreng dengan plastik dan
biasanya gorengan tersebut tetap renyah sampai keesokan harinya.
5) Menghindari makanan yang dibungkus dengan kertas koran atau
kertas dengan tinta pada bagian dalam, karena zat kimia pada tinta
koran/kertas dapat meracuni makanan.
6) Makanan yang panas lebih baik dibungkus dengan plastik putih
daripada dengan plastik kresek atau bahan beling.
7) Menghindari makanan yang dikemas menggunakan staples, karena
dikhawatirkan staples dapat tertelan bersama makanan.
8) Memperhatikan kandungan gizi dan tanggal kadaluwarsa pada
makanan kemasan.
c. Menggunakan Jamban Sehat
Jamban atau fasilitas pembuangan tinja dikatakan sehat apabila
memenuhi syarat yaitu sebagai berikut(58) :
1) Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban.
2) Tidak mengotori air permukaan di sekitar.
3) Tidak mengotori air tanah di sekitar.
http://lib.unimus.ac.id
4) Tidak dapat dijangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa.
5) Tidak menimbulkan bau.
6) Mudah digunakan dan dipelihara.
7) Dapat diterima oleh masyarakat.
8) Tersedia cukup air untuk membersihkan.
9) Tersedia sabun untuk cuci tangan setelah buang air besar.
Tinja manusia mengandung organisme pathogen yang dibawa air,
makanan, serangga sehingga menyebabkan penyakit seperti penyakit
akibat bakteri salmonella, penyakit vibriokolera, penyakit oleh amuba,
virus seperti hepatitis infektiosa, cacing, disentri, poliomyelitis,
ascariasis, dan lain-lain(63). Alur penularannya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1. Alur Penularan Penyakit Akibat Sanitasi yang Buruk(64)
Cara memelihara jamban sehat adalah sebagai berikut(65) :
1) Hendaknya lantai jamban selalu bersih dan tidak ada genangan air.
2) Jamban dibersihkan secara teratur sehingga ruang jamban dalam
keadaan bersih.
3) Tidak ada kotoran yang terlihat di dalam jamban.
4) Tidak ada kecoa, lalat, dan tikus yang berkeliaran.
5) Tersedia alat pembersih (sabun, sikat, dan air bersih).
6) Segera perbaiki bila ada kerusakan.
http://lib.unimus.ac.id
d. Membuang Sampah di Tempat Sampah
Masyarakat sekolah wajib membuang sampah pada tempat
sampah yang tersedia. Tempat sampah merupakan fasilitas siswa
dalam
menerapkan
Pengelolaan
sampah
cara
yang
membuang
kurang
sampah
baik
akan
yang
benar(60).
menyebabkan
penumpukan sampah. Hal ini menjadikan sampah sebagai tempat
perkembangbiakan vektor yang dapat menyebabkan penyakit saluran
pencernaan seperti diare, kolera, dan typus(66).
Sampah yang membusuk akan mengeluarkan gas seperti methan
(CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta senyawa lainnya. Gas-gas ini
merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas lingkungan
(udara)(67). Bau dari sampah yang menyengat dapat menyebabkan
penyakit sesak nafas dan penyakit mata(66).
e. Tidak Merokok
Merokok berbahaya bagi kesehatan perokok dan orang di
sekitarnya. Satu batang rokok mengandung 4000 bahan kimia
berbahaya diantaranya adalah nikotin yang dapat menyebabkan
ketagihan dan kerusakan jantung serta pembuluh darah, tar yang dapat
menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker, dan CO yang dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen
sehingga sel-sel tubuh akan mati(60).
Bagian tubuh pertama kali yang terpengaruh oleh rokok adalah
mulut. Merokok dapat mengubah keseimbangan jumlah spesies bakteri
dalam mulut secara drastis sehingga meningkatkan resiko penyakit
mulut, paru-paru, dan sistem pencernaan. Perokok aktif secara
signifikan meningkatkan pertumbuhan bakteri di dalam mulutnya
sampai lebih dari 150 spesies, dan menurunkan jumlah bakteri baik
Proteobacteria yang seharusnya bertugas membantu menetralkan
racun dari rokok. Perokok aktif juga dapat meningkatkan jumlah
spesies bakteri Streptococcus yang menjadi penyebab kerusakan dan
lubang pada gigi(68). Tidak merokok di lingkungan sekolah dapat
http://lib.unimus.ac.id
menghindari masyarakat sekolah dari kemungkinan terkena penyakit di
atas(60).
f. Tidak Menggunakan NAPZA
NAPZA adalah zat yang mempengaruhi fungsi dan struktur
beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya(69). NAPZA
dibagi dalam 3 jenis yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya.
Dampak penyalahgunaan NAPZA terhadap kondisi fisik adalah
terjadi perubahan mental karena dosis yang terlalu berlebihan.
Pemakaian ganja dalam kurun waktu lama akan menurunkan daya
tahan sehingga mudah terserang infeksi dan memperburuk aliran darah
koroner. Pemakaian kokain dapat menyebabkan terjadinya aritmia
jantung, ulkus atau perforasi sekat hidung, dalam jangka panjang
menyebabkan anemia dan turunnya berat badan. Pemakaian alkohol
akan menyebabkan banyak komplikasi misalnya gangguan lambung,
kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan saraf,
gangguan metabolisme, cacat janin, dan gangguan seksual. Pemakaian
alat yang tidak steril akan menyebabkan terjadi infeksi, seperti HIV
dan Hepatitis. Akibat yang tidak langsung misalnya terjadi stroke atau
malnutrisi karena pemakaian alkohol. Akibat dari cara hidup pasien
adalah menyebabkan terjadinya kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan
gigi dan penyakit kelamin(70).
g. Tidak Meludah di Sembarangan Tempat
Air liur sebenarnya sangat berguna bagi tubuh kita. Air liur
membantu pencernaan makanan dengan membasahi makanan yang
masuk ke mulut sehingga lebih mudah dikunyah dan ditelan. Air liur
juga melindungi kita dari bakteri yang masuk melalui mulut. Bakteri
yang merusak jaringan dan membuat gigi berlubang itu dihancurkan
oleh air liur yang mengandung protein dan berfungsi sebagai antibodi.
Meludah sembarangan akan menyebabkan kuman penyakit tersebar
http://lib.unimus.ac.id
luas. Contoh penyakit yang paling mudah menular melalui percikan
ludah adalah campak, polio, teteanus, dan TBC(71).
h. Memberantas Jentik
Kegiatan Pemberantasan Nyamuk (PSN) di sekolah dilakukan
dengan menguras dan menutup tempat penampungan air, mengubur
barang-barang bekas dan menghindari gigitan nyamuk. Memberantas
jentik nyamuk dibuktikan dengan tidak ditemukannya jentik nyamuk
pada tempat penampungan air, bak mandi, gentong air, vas bunga, pot
bunga / alas pot bunga dan barang-barang bekas / tempat yang dapat
manampung air yang ada di lingkungan sekolah. Diharapkan
lingkungan bebas jentik dapat mencegah penyakit seperti demam
berdarah, chikungunya, malaria, dan filariasis(60).
Indikator lingkungan meliputi ada jamban yang bersih, ada air bersih,
ada tempat sampah, ada Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), ada
ventilasi udara, ada kantin sehat, ada UKS, ada taman sekolah.(57)
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
di Sekolah
Faktor-faktor yang mempengaruhi PHBS anak sekolah adalah berasal
dari(72):
a. Dukungan dari orang tua
b. Dukungan teman sekolah
c. Dukungan guru di sekolah
d. Sarana prasarana yang mendukung perwujudan PHBS di sekolah.
F. Personal Hygiene
Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam
memelihara
kebersihan
dan
kesehatan
kesejahteraan fisik dan psikologis(73).
http://lib.unimus.ac.id
dirinya
untuk
memperoleh
Jenis-jenis personal hygiene adalah sebagai berikut :
1. Kebersihan Kulit
Kulit merupakan salah satu bagian terpenting dari tubuh yang berfungsi
melindungi tubuh. Kulit pada umumnya dibersihkan dengan cara mandi.
Salah satu manfaat mandi adalah menghilangkan racun dari dalam tubuh.
Racun tersebut dapat keluar dari dalam tubuh dalam bentuk keringat dan
semacamnya. Racun-racun tersebut
akan
menutup pori-pori dan
menghambat keluarnya keringat apabila tidak dibersihkan. Keringat yang
masih menempel pada kulit juga akan memudahkan kotoran dari luar
menempel, sehingga dapat menyebabkan iritasi atau gatal-gatal. Mandi
yang baik bagi kesehatan adalah minimal dua kali sehari. Air yang
digunakan untuk mandi harus bersih(74).
2. Kebersihan gigi dan mulut
Gigi dan mulut merupakan pintu gerbang masuknya bakteri(75). Gigi
dan mulut merupakan satu kesatuan karena gigi terdapat di rongga mulut.
Gigi dan mulut yang tidak dibersihkan dengan sempurna akan
menyebabkan sisa makanan yang terselip bersama bakteri akan bertambah
banyak dan membentuk plak. Beberapa penyakit yang muncul akibat
perawatan gigi dan mulut yang buruk adalah karies, radang gusi,
sariawan(76). Usaha yang dilakukan untuk menjaga kebersihan gigi dan
mulut adalah dengan cara sebagai berikut:
a. Menyikat gigi dilakukan sebanyak minimal dua kali sehari setiap pagi
setelah sarapan dan sebelum tidur.
b. Menggunakan sikat gigi khusus apabila untuk anak-anak, yaitu dengan
sikat yang berbulu lembut dan kepala sikat kecil.
c. Menggunakan takaran pasta gigi yang normal.
d. Menyikat gigi selama 2 menit dan menyikat seluruh permukaan gigi.
e. Mengganti sikat gigi setiap 3 bulan.
f. Menghindari memakan makanan yang manis dan asam.
g. Mengkonsumsi makanan berserat.
h. Periksa gigi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
http://lib.unimus.ac.id
3. Kebersihan rambut
Rambut merupakan struktur kulit. Rambut yang sehat mempunyai
ciri-ciri terlihat mengkilap, tidak kering, tidak berminyak, dan tidak mudah
patah(77). Kebersihan rambut perlu dijaga untuk menghindari aroma tidak
sedap, dan menghindari gangguan kulit kepala seperti ketombe dan kutu
rambut. Membersihkan rambut dilakukan dengan cara keramas secara
teratur minimal dua hari sekali menggunakan shampoo. Rambut yang
bersih dapat memperlancar sirkulasi darah pada kulit kepala, membantu
mengurangi stres, dan membantu jaringan metabolisme agar tetap tumbuh
dan berkembang secara normal(78).
4. Kebersihan mata, hidung, dan telinga
Perawatan khusus untuk membersihkan mata, hidung, dan telinga
secara normal tidak ada selama individu mandi. Secara normal, mata terus
menerus dibersihkan oleh air mata. Kelopak mata dan bulu mata juga
berfungsi untuk mencegah masuknya partikel asing ke dalam mata.
Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran.
Pembersihan telinga dapat dilakukan secara mandiri. Hidung berfungsi
sebagai indera penciuman, mencegah masuknya partikel asing ke dalam
sistem pernafasan, dan memantau temperatur dan kelembaban udara yang
dihirup(76).
5. Kebersihan kuku dan kaki
Menjaga kebersihan kuku merupakan cara terpenting untuk menjaga
dari berbagai kuman yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kuku.
Kondisi normal kuku adalah halus, tebal ± 0,5 mm, transparan, dan dasar
kuku berwarna merah muda(79). Memotong kuku sebaiknya dilakukan satu
kali seminggu atau sesuai kebutuhan(77). Menjaga kebersihan kaki
dilakukan dengan cara mencuci dengan air bersih dan sabun, kemudian
mengeringkannya dengan handuk. Perawatan kaki lainnya yaitu dengan
menghindari penggunaan sepatu yang sempit karena dapat menyebabkan
gangguan kaki seperti katimumul (kulit ari menjadi mengeras, menebal,
bengkak pada ibu jari kaki dan akhirnya melepuh). Penggunaan kaos kaki
http://lib.unimus.ac.id
yang sempit, sudah usang, dan kotor juga harus di hindari karena dapat
menimbulkan bau pada kaki, alergi, dan infeksi pada kulit kaki(80).
6. Kebersihan pakaian
Pakaian berfungsi untuk melindungi kulit dari kotoran luar dan
mengatur suhu tubuh(81). Hal yang harus diperhatikan dalam hal pakaian
antara lain adalah :
a. Mengganti pakaian setiap selesai mandi, atau apabila kotor dan basah.
b. Mengenakan pakaian sesuai dengan ukuran tubuh.
c. Pakaian kotor harus dicuci menggunakan detergen kemudian dijemur
dan setelah kering disetrika lalu dilipat.
d. Pakaian yang telah dipakai keluar hendaknya tidak dipakai untuk tidur,
karena memungkinkan terkena debu atau kotoran.
e. Menghindari memakai pakaian orang lain untuk mencegah tertularnya
penyakit.
http://lib.unimus.ac.id
G. Kerangka Teori
Kerangka teori berdasarkan tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Faktor
Internal
Polusi
udara
dalam
ruang
Kehadiran
substansi
biologi
Faktor
Eksternal
Keberadaan
bioaerosol
Suhu
Aktivitas enzim
PH
Aktivitas enzim
Nutrisi
Sumber energi
bakteri
Cahaya dan
zat kimia
Radiasi
bakteri
Kelembaban
Metabolisme
bakteri
Kepadatan penghuni
Kegiatan penghuni
Mencuci tangan
Indoor
contamination
Membuang sampah
Merokok
Meludah
PHBS
Makan di dalam kelas
Mandi
Menggosok gigi
Mencuci rambut
Memotong kuku
Mengganti pakaian
Bagan 1. Kerangka Teori (9, 10, 12, 13, 16, 24, 25, 41, 47, 49)
http://lib.unimus.ac.id
Pertumbuhan
bakteri di
ruang kelas
H. Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Suhu
Pencahayaan
Keberadaan bakteri udara
di ruang kelas
Kelembaban
PHBS siswa
-
PH
Nutrisi
Bagan 2. Kerangka Konsep
I. Hipotesis
1. Ada hubungan suhu dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas.
2. Ada hubungan pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara di ruang
kelas.
3. Ada hubungan kelembaban dengan keberadaan bakteri udara di ruang
kelas.
4. Ada hubungan PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara di ruang
kelas.
http://lib.unimus.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan
Jenis
penelitian
yang
digunakan
adalah
explanatory
research.
Explanatory research merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan
kasual antar variabel melalui pengujian hipotesis(82). Metode pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional, yang menekankan waktu
pengukuran / observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali
pada satu waktu, tidak ada tindak lanjut. Semua subjek penelitian tidak harus
diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, tetapi variabel independen
dan variabel dependen dinilai hanya satu kali saja(83).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ruang kelas IV-VI SD, ruang
kelas VII-IX SMP, ruang kelas X-XII SMA dan seluruh siswa di dalam
ruang kelas tersebut. Rincian jumlah populasi siswa adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1. Populasi siswa SD kelas IV – VI
NO
1
2
3
Kelas
IV
V
VI
Jumlah Populasi Siswa
http://lib.unimus.ac.id
Jumlah siswa
16
8
12
36
Tabel 3.2. Populasi siswa SMP kelas VII – IX
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kelas
VII A
VII B
VII C
VIII A
VIII B
VIII C
IX A
IX B
IX C
Jumlah Populasi Siswa
Jumlah siswa
33
31
34
23
25
24
23
20
23
236
Tabel 3.3. Populasi siswa SMA kelas X – XII
NO
1
2
3
Kelas
X
XI
XII
Jumlah Populasi Siswa
Jumlah siswa
31
14
15
60
2. Sampel
Sampel ruang kelas dalam penelitian ini adalah seluruh total populasi
ruang kelas. Sampel siswa dihitung berdasarkan metode Slovin dengan
rumus sebagai berikut(84) :
𝑛=
𝑁
1 + 𝑁(𝑒)2
Keterangan :
n
: Jumlah sampel
N
: Jumlah populasi
e
: Eror (% yang dapat ditoleransi dengan ketidaktepatan
penggunaan sampel sebagai pengganti populasi)
Berdasarkan rumus di atas dapat dihitung jumlah sampel dari masing-
masing jenjang yaitu SD, SMP, dan SMA. Hasil tersebut kemudian akan
digunakan untuk menghitung sampel pada masing-masing kelas di tiap
jenjang. Perhitungannya menggunakan teknik proportionate stratified
random sampling , teknik ini digunakan apabila populasi tidak homogen
http://lib.unimus.ac.id
dan berstrata secara proporsional. Jumlah sampel yang diambil untuk
setiap strata tidak sama, harus sebanding dengan jumlah populasi setiap
strata (proporsional). Sampling pada penelitian ini dilakukan secara acak
dengan mengundi nama, dan dilakukan tanpa pengembalian. Sampel yang
sudah terpilih tidak dimasukkan kembali ke dalam populasi, sehingga
tidak mungkin terpilih lebih dari satu kali. Jumlah sampel dihitung dengan
rumus sebagai berikut(85) :
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛
Keterangan :
n
: Jumlah anggota sampel seluruhnya
Ni
: Jumlah anggota populasi stratum
N
: Jumlah anggota populasi total
Jumlah sampel berdasarkan perhitungan adalah sebagai berikut :
a. Sampel Siswa SD
𝑛=
𝑁
2
1+ 𝑁(𝑒)
=
36
1+ 36(0,1)2
36
36
36
= 1+ 36(0,01) = 1+ 0,36 = 1,36 = 27
Sampel siswa SD yang diambil berdasarkan perhitungan di atas
adalah 27 siswa. Jumlah sampel untuk masing-masing kelas adalah
sebagai berikut :
1) Kelas IV
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
16
36
𝑥 27 = 12
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SD kelas IV adalah
sebanyak 12 siswa.
2) Kelas V
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
8
36
𝑥 27 = 6
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SD kelas V adalah
sebanyak 6 siswa.
http://lib.unimus.ac.id
3) Kelas VI
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
12
36
𝑥 27 = 9
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SD kelas VI adalah
sebanyak 9 siswa.
b. Sampel Siswa SMP
𝑛=
𝑁
2
1+ 𝑁(𝑒)
=
236
1+ 236(0,1)2
236
236
236
= 1+ 236(0,01) = 1+ 2,36 = 3,36 = 70
Sampel siswa SMP yang diambil berdasarkan perhitungan di atas
adalah 70 siswa. Jumlah sampel untuk masing-masing kelas adalah
sebagai berikut :
1) Kelas VII A
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
33
236
𝑥 70 = 10
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VII A adalah
sebanyak 10 siswa.
2) Kelas VII B
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
31
236
𝑥 70 = 9
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VII B adalah
sebanyak 9 siswa.
3) Kelas VII C
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
34
236
𝑥 70 = 10
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VII C adalah
sebanyak 10 siswa
4) Kelas VIII A
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
23
236
𝑥 70 = 7
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VIII A adalah
sebanyak 7 siswa.
5) Kelas VIII B
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
25
236
𝑥 70 = 7
http://lib.unimus.ac.id
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VIII B adalah
sebanyak 7 siswa.
6) Kelas VIII C
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
24
𝑛=
236
𝑥 70 = 7
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VIII C adalah
sebanyak 7 siswa.
7) Kelas IX A
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
23
𝑛=
236
𝑥 70 = 7
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas IXA adalah
sebanyak 7 siswa.
8) Kelas IX B
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
20
𝑛=
236
𝑥 70 = 6
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas IX B adalah
sebanyak 6 siswa.
9) Kelas IX C
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
23
𝑛=
236
𝑥 70 = 7
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas IX C adalah
sebanyak 7 siswa.
c. Sampel Siswa SMA
𝑁
𝑛 = 1+ 𝑁(𝑒)2 =
60
1+ 60(0,1)2
60
60
60
= 1+ 60(0,01) = 1+ 0,60 = 1,60 = 38
Sampel siswa SMA yang diambil berdasarkan perhitungan di atas
adalah 38 siswa. Jumlah sampel untuk masing-masing kelas adalah
sebagai berikut :
1) Kelas X
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
31
60
𝑥 38 = 20
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMA kelas X adalah
sebanyak 20 siswa.
http://lib.unimus.ac.id
2) Kelas XI
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
14
60
𝑥 38 = 9
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMA kelas XI adalah
sebanyak 9 siswa.
3) Kelas XII
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
𝑁
𝑛=
15
60
𝑥 38 = 9
Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMA kelas XII adalah
sebanyak 9 siswa.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suhu, pencahayaan,
kelembaban, dan PHBS siswa.
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberadaan bakteri udara
di ruang kelas.
c. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah nutrisi dan PH.
Variabel pengganggu dikendalikan dengan membuat media nutrient
agar dengan komposisi nutrisi dan PH yang optimum untuk
pertumbuhan bakteri.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah :
Tabel 3.4. Definisi Operasional
No
Variabel
1
Suhu
2
Pencaha
yaan
Definisi Operasional
Alat
Ukur
Derajat
panas
dingin Anemoruangan(86),
diukur meter
menggunakan anemometer
pada lima titik di setiap
ruang kelas.
Besarnya
cahaya
yang Anemomasuk ke dalam ruangan(87), meter
diukur
menggunakan
anemometer pada enam titik
di setiap ruang kelas.
http://lib.unimus.ac.id
Hasil ukur
Skala
0 = memenuhi
syarat (18ºC-28ºC)
1= tidak memenuhi
syarat (<18ºC atau
>28ºC)(42)
0 = memenuhi
syarat (≥100 lux)
1= tidak memenuhi
syarat (<100 lux) (42)
Interval
Interval
3
4
5
Kelembab Kandungan uap air dalam
an
udara di ruangan(88), diukur
menggunakan anemometer
pada lima titik di setiap
ruang kelas.
PHBS
Perilaku hidup bersih dan
Siswa
sehat yang dipraktekkan
siswa, diukur menggunakan
kuesioner dengan hasil
berupa skor.
Anemometer
Kebera
daan
bakteri
udara
Nutrient
agar
Banyaknya bakteri yang ada
di ruang kelas diambil
dengan metode settling plate
dan
dihitung
dengan
pemeriksaan laboratorium.
Kuesioner
0 = memenuhi
syarat (40%-60%)
1= tidak memenuhi
syarat (<40% atau
>60%) (42)
0 = skor baik (76%100%)
1= skor cukup
(56%-75%)
2= skor kurang
(<56%) (83)
Interval
0= memenuhi
syarat (<700 koloni
/ m3)
1= tidak memenuhi
syarat (≥700 koloni
/ m3)(42)
Rasio
Interval
D. Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder.
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan langsung dari sumber yaitu
meliputi suhu, pencahayaan, kelembaban, PHBS siswa, dan hasil
pemeriksaan laboratorium keberadaan bakteri yang berupa jumlah bakteri.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah siswa di setiap kelas
untuk keperluan menghitung sampel.
2. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Suhu
Data suhu diukur menggunakan alat anemometer.
b. Pencahayaan
Data pencahayaan diukur menggunakan alat anemometer.
c. Kelembaban
Data kelembaban diukur menggunakan alat anemometer.
http://lib.unimus.ac.id
d. PHBS siswa
Data PHBS siswa didapatkan dengan instrumen berupa kuesioner.
Kuesioner yang digunakan meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang
PHBS yang dikembangkan dari literatur yang ada. Jenis skala yang
digunakan untuk mengukur PHBS adalah skala Guttman. Skala
pengukuran dengan tipe ini didapatkan jawaban yang tegas. Alternatif
jawabannya adalah Ya dan Tidak(85).
e. Keberadaan Bakteri
Data mengenai keberadaan bakteri di ruang kelas didapat dengan
instrumen media nutrient agar.
3. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk suhu, pencahayaan, kelembaban dan
keberadaan bakteri dilakukan dalam keadaan ruangan terisi oleh siswa.
Data suhu, pencahayaan, kelembaban, dan keberadaan bakteri diteliti pada
waktu yang sama. Pengumpulan data untuk PHBS siswa tidak harus
dilakukan
pada
waktu
yang
sama.
Berikut
adalah
cara-cara
pengukurannya:
a. Suhu
Suhu diukur pada lima titik di setiap ruang kelas. Cara kerja
pengukurannya adalah sebagai berikut :
1) Nyalakan anemometer.
2) Letakkan anemometer pada titik yang telah ditentukan.
3) Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu nilai
angka yang muncul stabil.
4) Catat hasil pengukuran.
b. Pencahayaan
Pencahayaan diukur pada enam titik di setiap ruang kelas. Titik
ukur pencahayaan tersebut ditentukan sesuai dengan luas ruang kelas
yaitu 6x8m (48 m2). Pengukuran untuk luas ruang kelas 10-100 m2
adalah dilakukan pada setiap tiga meter sehingga diperoleh enam titik.
http://lib.unimus.ac.id
Cara kerja pengukurannya adalah sebagai berikut :
1) Nyalakan anemometer.
2) Anemometer dibawa pada titik yang telah ditentukan dengan jarak
antara anemometer dengan lantai adalah ± 1 meter.
3) Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu nilai
angka yang muncul stabil.
4) Catat hasil pengukuran.
c. Kelembaban
Kelembaban diukur pada lima titik di setiap ruang kelas. Cara
kerja pengukurannya adalah sebagai berikut :
1) Nyalakan anemometer.
2) Letakkan anemometer pada titik yang telah ditentukan.
3) Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu nilai
angka yang muncul stabil.
4) Catat hasil pengukuran.
d. PHBS Siswa
Data mengenai PHBS siswa didapatkan melalui wawancara
dengan alat bantu kuesioner.
e. Keberadaan bakteri udara di ruang kelas
Keberadaan bakteri udara di ruang kelas dilihat berdasarkan
banyaknya bakteri dengan metode settling plate. Metode settling plate
dilakukan dengan cara meletakkan cawan petri yang berisi media
nutrient agar di dalam ruang kelas pada lima titik selama 15 menit
dengan keadaan terbuka / terpapar udara. Media selanjutnya dibawa ke
laboratorium pada waktu yang sama dengan menggunakan box
steroform untuk dianalisis di laboratorium.
http://lib.unimus.ac.id
E. Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Editing (Penyuntingan data)
Kuesioner yang telah dikumpulkan disunting terlebih dahulu
dengan memeriksa lengkap tidaknya pengisian.
b. Skoring
Pengukuran PHBS siswa menggunakan skala Guttman dengan
perincian skor sebagai berikut(85) :
Tabel 3.5. Skoring Skala Guttman
Alternatif Jawaban
Skor
Pertanyaan Positif
1
0
Ya
Tidak
Pertanyaan Negatif
0
1
Presentase skor untuk jawaban dihitung dengan rumus sebagai berikut:
P=
skor
𝑥 100%
skor maksimal
c. Coding (Pengkodean)
Coding adalah pemberian kode pada setiap data dalam kategori
yang sama. Kode dibuat dalam bentuk angka untuk memberikan
petunjuk atau identitas data yang akan dianalisis. Coding dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Suhu(42)
a) Memenuhi syarat (18ºC - 28ºC) = 0
b) Tidak memenuhi syarat ( <18ºC atau >28ºC) = 1
2) Pencahayaan(42)
a) Memenuhi syarat ( ≥100 lux ) = 0
b) Tidak memenuhi syarat ( <100 lux ) = 1
http://lib.unimus.ac.id
3) Kelembaban(42)
a) Memenuhi syarat (40% - 60%) = 0
b) Tidak memenuhi syarat ( <40% atau >60%) = 1
4) PHBS siswa(83)
a) Baik (76% - 100%) = 0
b) Cukup (56% - 75%) = 1
c) Kurang (<56%) = 2
5) Mikrobiologi(42)
a) Memenuhi syarat (<700 koloni / m3) = 0
b) Tidak memenuhi syarat ( ≥700 koloni / m3) = 1
d. Tabulasi
Tabulasi dilakukan dengan menempatkan data dalam bentuk tabel
untuk memudahkan analisis.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap variabel suhu, pencahayaan,
kelembaban, PHBS siswa dan variabel keberadaan bakteri udara yaitu
banyaknya bakteri. Analisis tersebut kemudian di interpretasikan
secara deskriptif.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan
antara suhu, pencahayaan, kelembaban, dan PHBS siswa dengan
keberadaan bakteri udara di ruang kelas. Variabel diuji normalitas
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk besar sampel > 50 dan
menggunakan uji Shapiro Wilk untuk besar sampel ≤ 50. Hasil uji
normalitas apabila didapatkan hasil normal, maka selanjutnya
dilakukan uji hubungan / korelasi menggunakan uji Pearson. Hasil uji
normalitas apabila didapatkan hasil tidak normal, maka selanjutnya
dilakukan uji hubungan / korelasi menggunakan uji Rank Spearman.
http://lib.unimus.ac.id
Hasil dari uji hubungan / korelasi dapat diinterpretasikan berdasarkan :
1) Kekuatan korelasi (r)
Nilai 0,0 - <0,2 menunjukkan kekuatan korelasi sangat lemah, nilai
0,2 - <0,4 menunjukkan kekuatan korelasi lemah, nilai 0,4 - <0,6
menunjukkan kekuatan korelasi sedang, nilai 0,6 - <0,8
menunjukkan kekuatan korelasi kuat, dan nilai 0,8 - 1
menunjukkan kekuatan korelasi sangat kuat.
2) Nilai p
Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
bermakna. Nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa tidak
terdapat
korelasi yang bermakna.
3) Arah korelasi
Hasil + (positif) menunjukkan bahwa korelasi searah, semakin
besar nilai satu variabel maka semakin besar nilai varibel lainnya.
Hasil - (negatif) menunjukkan bahwa korelasi berlawanan arah,
semakin besar nilai satu variabel maka semakin kecil nilai variabel
lainnnya.
F. Jadwal Penelitian
Tabel 3.6. Jadwal Penelitian
Kegiatan
Desem- Januari Februa Maret
ber
2016 ri 2016 2016
2015
April
2016
Pengajuan
tema skripsi
Penyusunan
proposal
Pengambilan
data
Penyusunan
hasil penelitian
Ujian skripsi
http://lib.unimus.ac.id
Mei
2016
Juni
2016
Juli
2016
Agus- Septemtus
ber 2016
2016
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sampel
Penelitian ini dilakukan di ruang kelas SD, SMP, dan SMA Yayasan
Mataram, Jalan MT Haryono No.403-405 Semarang. Ruang kelas yang
digunakan untuk penelitian adalah ruang kelas IV-VI SD, VII-IX SMP, dan
X-XII SMA. Ruang kelas tersebut berukuran 6x8 meter.
Masing-masing
ruang kelas menggunakan AC.
Parameter yang diperiksa di dalam ruang kelas adalah suhu, pencahayaan,
kelembaban, dan keberadaan bakteri udara. Pengukuran suhu, pencahayaan,
kelembaban, dan pengambilan sampel bakteri udara dilakukan secara
bersamaan pada satu waktu. Semua pengukuran dilakukan pada saat siswa
berada di dalam kelas. Suhu, pencahayaan, dan kelembaban diukur
menggunakan satu alat, sedangkan sampel bakteri udara yang sudah diambil
pada waktu yang bersamaan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan di
laboratorium. Parameter lainnya yang diperiksa adalah PHBS siswa dengan
menggunakan sampel siswa yang ada didalamnya. Penilaian PHBS dilakukan
dengan populasi semua total siswa kelas IV-VI SD, VII-IX SMP, dan X-XII
SMA yang semuanya hadir pada saat itu. Sampel siswa yang digunakan
adalah sebanyak 135 siswa.
B. Hasil
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi
frekuensi masing-masing variabel.
http://lib.unimus.ac.id
Analisis univariat pada penelitian ini meliputi :
a. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan pada saat AC di dalam kelas menyala,
pintu tertutup, dan jendela tertutup. Suhu diukur pada 5 titik
pengukuran di masing-masing kelas yang kemudian dirata-rata. Ratarata suhu yang didapatkan adalah 28,0ºC. Suhu terendah dari penilitian
ini adalah 25,4 ºC dan tertinggi adalah 31,1 ºC. Distribusi suhu
berdasarkan data yang diperoleh disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1. Distribusi Suhu
Suhu
Memenuhi syarat (18 ºC – 28 ºC)
Tidak memenuhi syarat (>28 ºC)
f
7
8
%
46,7
53,3
Suhu pada penelitian ini sebanyak 53,3 % tidak memenuhi syarat.
Hasil ini mengacu pada standar kualitas udara dalam ruangan menurut
Kemenkes RI No. 1405 Tahun 2002 yaitu syarat suhu adalah 18 ºC –
28 ºC.
b. Pencahayaan
Pengukuran pencahayaan dengan memperhatikan luas ruang kelas
yaitu 6x8 meter (48 m2), maka dilakukan pada 6 titik yang kemudian
dirata-rata hasil pengukurannya. Hasil pengukuran didapatkan
pencahayaan minimal adalah 83 lux dan maksimal adalah 144 lux.
Rata-rata hasil pengukuran pencahayaan adalah 106 lux. Berdasarkan
data hasil pengukuran yang mengacu pada standar kualitas udara
dalam ruangan menurut Kemenkes RI No. 1405 Tahun 2002, maka
diperoleh distribusi pencahayaan sebagai berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Pencahayaan
Pencahayaan
Memenuhi syarat (≥ 100 lux)
Tidak memenuhi syarat (< 100 lux)
f
9
6
%
60,0
40,0
Hasil pengukuran pencahayaan menunjukkan bahwa sebanyak
60% pencahayaan memenuhi syarat yaitu ≥ 100 lux.
http://lib.unimus.ac.id
c. Kelembaban
Kelembaban di ruang kelas diukur pada 5 titik di masing-masing
kelas. Hasil kelembaban minimal adalah 57,2 % dan maksimal adalah
72,1%. Data yang diperoleh kemudian di rata-rata dan diperoleh hasil
rata-rata yaitu 61,9%. Berikut adalah distribusi kelembaban di ruang
kelas :
Tabel 4.3. Distribusi Kelembaban
Kelembaban
Memenuhi syarat (40-60 %)
Tidak memenuhi syarat (>60%)
f
4
11
%
26,7
73,3
Syarat kelembaban berdasarkan standar kualitas udara dalam
ruangan menurut Kemenkes RI No. 1405 Tahun 2002 adalah 40-60%.
Kelembaban yang diukur pada 15 ruang kelas, sebagian besar tidak
memenuhi syarat yaitu sebanyak 73,3%.
d. PHBS siswa
PHBS siswa didapatkan dari hasil pengisian kuesioner terhadap
135 siswa. Berikut adalah rincian jawaban kuesioner PHBS siswa :
Tabel 4.4. Jawaban Kuesioner PHBS Siswa
No
Pernyataan
1
2
Mencuci tangan setelah aktivitas pada saat istirahat
Mencuci tangan menggunakan air bersih yang
mengalir
Mencuci tangan menggunakan sabun
Membuang sampah pada tempatnya
Merokok
Meludah di dalam kelas
Makan di dalam kelas
Mandi minimal 2x sehari
Menggosok gigi setiap pagi setelah sarapan
Menggosok gigi sebelum tidur
Mencuci rambut minimal 2 hari sekali
Memotong kuku 1x dalam seminggu
Mengganti pakaian setiap selesai mandi
Mengganti pakaian apabila kotor atau basah
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
http://lib.unimus.ac.id
F
86
118
Jawaban
Tidak
%
f
%
64
49
36
87
17
13
69
111
13
2
70
129
98
89
122
120
135
128
51
82
10
1
52
96
73
66
90
89
100
95
Ya
66
24
122
133
65
6
37
46
13
15
0
7
49
18
90
99
48
4
27
34
10
11
0
5
Berdasarkan jawaban tersebut kemudian dilakukan skoring. Hasil
skoring kuesioner didapatkan nilai terendah adalah 50 dan nilai
tertinggi
adalah
93.
Nilai
PHBS
siswa
tersebut
kemudian
dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 4.5. Kategori PHBS Siswa
Kategori PHBS
%
68,9
26,7
4,4
Baik
Cukup
Kurang
Berdasarkan hasil diatas, menunjukkan bahwa PHBS siswa
sebagian besar adalah baik.
e. Bakteri Udara
Jumlah bakteri udara yang dihitung di laboratorium dengan sampel
udara di masing-masing kelas diambil pada 5 titik. Data dari 5 titik
tersebut kemudian di rata-rata. Hasil rata-rata jumlah bakteri adalah 67
koloni/m3. Jumlah bakteri terendah adalah 32 koloni/m3 dan tertinggi
adalah 142 koloni/m3. Syarat jumlah mikrobiologi berdasarkan pada
standar kualitas udara dalam ruangan menurut Kemenkes RI No. 1405
Tahun 2002 adalah < 700 koloni/m3. Distribusi data jumlah bakteri
udara adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6. Distribusi Bakteri Udara
Bakteri udara
Memenuhi syarat (< 700) koloni/m3
Tidak memenuhi syarat (≥ 700 koloni/m3)
f
15
0
%
100,0
0
Hasil di atas menunjukkan bahwa jumlah bakteri udara di semua
kelas adalah memenuhi syarat.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Data yang diperoleh diuji normalitas
terlebih dahulu.
http://lib.unimus.ac.id
Hasil dari uji normalitas adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas
No
1
2
3
4
5
Variabel
Suhu
Pencahayaan
Kelembaban
PHBS siswa
Bakteri Udara
P value
0,133
0,102
0,009
0,000
0,018
Kesimpulan
Distribusi normal
Distribusi normal
Distribusi tidak normal
Distribusi tidak normal
Distribusi tidak normal
Hasil uji normalitas terhadap variabel dengan p value > 0.05
menunjukkan bahwa distribusi data normal sehingga uji hubungan yang
digunakan
adalah
korelasi
Pearson.
Hasil
uji
normalitas
yang
menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal maka uji hubungan yang
digunakan adalah Rank Spearman. Berikut adalah hasil uji hubungan :
a. Hubungan Suhu dengan Bakteri Udara
Hasil
uji
hubungan
antara
suhu
dengan
bakteri
udara
menggunakan Rank Spearman didapatkan nilai p-value adalah sebesar
0,013 (<0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara suhu dengan bakteri udara. Korelasi antara suhu
dengan bakteri udara adalah sebesar -0,625. Kekuatan korelasi dengan
hasil tersebut adalah korelasi kuat dengan arah korelasi negatif yaitu
semakin tinggi suhu maka semakin sedikit bakteri dan semakin rendah
suhu maka semakin banyak bakteri. Pola negatif ini dapat dilihat pada
grafik scatter sebagai berikut :
Grafik 4.1. Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara
http://lib.unimus.ac.id
b. Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara
Hubungan pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara diuji
menggunakan Rank Spearman. Nilai p-value yang diperoleh adalah
sebesar 0,060 (>0,05) dan korelasi sebesar -0,496, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
pencahayaan dengan bakteri udara. Korelasi antara pencahayaan
dengan keberadaan bakteri udara terlihat pada grafik scatter berikut :
Grafik 4.2. Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara
c. Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara
Hasil korelasi antara kelembaban dengan keberadaan bakteri udara
yang berupa jumlah bakteri adalah sebesar 0,983. Hal ini menunjukkan
bahwa kekuatan korelasi sangat kuat dengan arah korelasi positif yaitu
semakin tinggi kelembaban maka semakin banyak bakteri dan semakin
rendah kelembaban maka semakin sedikit bakteri. Nilai p-value yang
diperoleh adalah sebesar 0,000 (<0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan
jumlah bakteri udara.
http://lib.unimus.ac.id
Korelasi positif terlihat pada titik-titik di grafik scatter berikut :
Grafik 4.3. Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara
d. Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara
Hasil uji Rank Spearman antara PHBS siswa dengan keberadaan
bakteri udara, diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05), sehingga
disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara PHBS dengan
jumlah bakteri udara. Hasil korelasi didapatkan sebesar -0,399. Hal ini
menunjukkan bahwa kekuatan korelasi lemah dengan arah korelasi
negatif yaitu semakin tinggi PHBS maka semakin sedikit bakteri dan
semakin rendah PHBS maka semakin banyak bakteri. Pola korelasi
negatif dapat terlihat pada grafik scatter berikut ini :
Grafik 4.4. Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara
http://lib.unimus.ac.id
C. Pembahasan
1. Suhu
Hasil pengukuran suhu sebagian besar tidak memenuhi syarat. Ruang
kelas yang digunakan untuk penelitian menggunakan sistem ventilasi
berupa AC. Kondisi AC pada saat pengukuran terlihat bahwa semua AC
dinyalakan dengan suhu minimal, namun hasil pengukuran suhu yang
diperoleh jauh lebih tinggi dari suhu AC. Hal ini dimungkinkan ruang
kelas menggunakan AC yang sudah tidak berfungsi secara maksimal,
sehingga mengakibatkan pengukuran suhu yang diperoleh menjadi lebih
tinggi. Terdapat juga kelas yang terletak di lantai 2 dan memperoleh
cahaya matahari yang cukup banyak, sehingga mengakibatkan kenaikan
suhu pada ruangan.
Kondisi suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan
kedinginan sehingga terjadi penurunan kemampuan beraktivitas dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan yaitu hypothermia. Suhu ruang yang
tinggi akan mengakibatkan kepanasan dan tubuh berkeringat, sehingga
mangakibatkan aktivitas terganggu juga. Suhu yang tinggi dapat
menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke.
Jenis aktivitas yang dilakukan oleh penghuni ruangan juga akan
berpengaruh pada energi/panas yang dikeluarkan dari tubuh. Semakin
tinggi
aktivitas
yang
dilakukan,
semakin
besar
pula
kecepatan
metabolisme dalam tubuh sehingga semakin besar energi/panas yang
dihasilkan. Penelitian tentang Field Study on Thermal Comfort in a UK
Primary School menunjukkan bahwa anak-anak umumnya merasakan
sensasi thermal yang lebih hangat dari orang dewasa. Hal ini disebabkan
karena anak-anak juga melakukan aktivitas di luar kelas yaitu bermain,
berbeda dengan orang dewasa yang hanya berada di dalam ruangan saja,
sehingga tingkat metabolisme tubuh anak-anak menjadi lebih tinggi(89).
Panas yang dihasilkan tubuh dapat mengalir dari permukaan kulit ke
lingkungan. Udara di sekitar tubuh dapat menjadi hangat karena
http://lib.unimus.ac.id
menyeimbangkan suhu kulit, proses ini disebut dengan konduksi. Hal ini
menjadi buruk apabila lingkungan memiliki tingkat panas yang sama atau
bahkan lebih tinggi dari permukaan kulit(90).
2. Pencahayaan
Pencahayaan pada sebagian besar ruang kelas adalah memenuhi
syarat. Hal ini disebabkan karena keadaan ruang kelas yang dilengkapi
dengan jendela-jendela, sehingga cahaya matahari dapat dengan bebas
masuk ke dalam ruangan. Posisi ruang kelas yang berada di lantai 2 juga
mengakibatkan pencahayaan yang didapat lebih banyak. Ruang kelas juga
dilengkapi dengan sumber cahaya buatan yaitu lampu. Diperoleh juga
intensitas cahaya yang rendah pada bagian-bagian tertentu ruang kelas
yang dekat dengan pepohonan. Cuaca pada saat pengukuran sedikit
mendung sehingga intensitas cahaya matahari tidak terlalu banyak.
Pencahayaan yang terlalu rendah akan berpengaruh terhadap proses
akomodasi mata yang tinggi, sehingga mangakibatkan retina mata rusak.
Pencahayaan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kenaikan suhu pada
ruangan(91).
Sumber pencahayaan ada 2 yaitu cahaya alami dan cahaya buatan.
Cahaya alami adalah cahaya yang berasal dari sinar matahari. Intensitas
cahaya yang bersumber dari matahari tidak mudah diatur, dapat sangat
redup atau sangat menyilaukan. Sumber cahaya matahari juga dapat
menghasilkan panas. Sifat dari sumber cahaya matahari tidak menentu,
tergantung kepada waktu (siang atau malam hari), musim, dan cuaca
(cerah, mendung, berawan, dll). Sumber pencahayaan buatan berasal dari
lampu. Lampu dapat menghasilkan pencahayaan yang merata. Lampu juga
dapat menghasilkan pencahayaan yang konstan setiap waktu.
http://lib.unimus.ac.id
3. Kelembaban
Ruang kelas yang diukur kelembabannya menunjukkan bahwa
sebagian besar tidak memenuhi syarat. Hal ini dimungkinkan karena
beberapa ruang kelas menggunakan jenis lantai tegel. Jenis lantai tegel
memberikan kesan sejuk dan dimungkinkan mempunyai tingkat
kelembaban lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lantai keramik.
Kelembaban merupakan kandungan uap air yang ada di udara.
Kelembaban yang tinggi dapat disebabkan oleh konstruksi yang tidak baik,
seperti atap yang bocor, lantai dan dinding yang tidak kedap air, serta
kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami(91).
Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca
dan suhu. Kelembaban cenderung tinggi dan sinar matahari cenderung
berkurang pada musim hujan. Sebaliknya pada musim kemarau,
kelembaban cenderung rendah. Panas matahari dapat menyebabkan uap air
dilepas ke udara melalui proses penguapan.
4. PHBS Siswa
Hasil dari penilaian PHBS siswa menunjukkan bahwa sebagian besar
adalah baik, namun masih terdapat juga siswa dengan PHBS cukup dan
kurang. Mencuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir dilakukan
oleh sebagian besar siswa karena memang tersedianya kran air bersih.
Membuang sampah pada tempatnya dilakukan oleh sebagian besar siswa,
walaupun masih terdapat 18% siswa yang tidak membuang sampah pada
tempatnya. Hal ini dimungkinkan karena siswa malas mencari tempat
sampah yang tidak tersedia di depan kelasnya masing-masing. Makan di
dalam kelas juga masih dilakukan oleh setengah dari total siswa yang
dijadikan sampel walaupun sudah terdapat larangan dari pihak sekolah
untuk tidak makan di dalam kelas. Personal hygiene siswa seperti
kebersihan rambut, kuku, dan pakaian sebagian besar adalah baik.
http://lib.unimus.ac.id
PHBS siswa yang baik dapat membuat siswa terlindungi dari
gangguan dan ancaman penyakit. PHBS yang baik juga akan membuat
semangat belajar siswa meningkat sehingga berdampak pada prestasi
siswa.
Seseorang berperilaku sehat atau berperilaku tidak sehat disebabkan
oleh 4 faktor, yaitu pikiran dan perasaan dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap kesehatan;
Perilaku kesehatan dari orang lain yang cenderung akan dicontoh dan
dijadikan panutan; Sumber daya yang mencakup fasilitas, uang, waktu,
dan tenaga yang akan berpengaruh positif atau negatif terhadap perilaku
kesehatan seseorang; Kebudayaan yang terbentuk dan akan berubah secara
cepat atau lambat sesuai dengan dinamika masyarakat(92).
5. Bakteri Udara
Sesuai dengan standar kualitas udara dalam ruangan menurut
Kemenkes RI Nomor 1405 tahun 2002, hasil jumlah bakteri udara di
semua ruang kelas adalah memenuhi syarat. Jumlah bakteri < 700
koloni/m3 merupakan jumlah yang masih memenuhi syarat selama bakteri
tersebut bukan merupakan bakteri patogen.
Bakteri terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut
selama bersin, batuk, dan bahkan bercakap-cakap. Bakteri di udara dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit, diantaranya adalah difteri,
streptokokal,
tuberkulosis,
pneumonia
pneumokokus,
meningitis
meningokokus, dan penyakit pasukan(10).
6. Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas
Hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara suhu
dengan keberadaan bakteri udara. Arah hubungan yang didapat dari hasil
statistik adalah negatif, semakin rendah suhu maka semakin banyak
bakteri dan semakin tinggi suhu maka semakin sedikit bakteri. Adanya
http://lib.unimus.ac.id
hubungan antara suhu dengan keberadaan bakteri udara, dimungkinkan
karena suhu pada ruangan tersebut merupakan suhu optimal yang dapat
memicu pertumbuhan bakteri.
Hasil rata-rata suhu yang memenuhi syarat (18ºC-28ºC) tedapat di 7
kelas dengan jumlah bakteri berturut-turut adalah 142, 63, 77, 63, 88, 69,
dan 73 koloni/m3. Hasil rata-rata suhu yang tidak memenuhi syarat
(>28ºC) tedapat di 8 kelas dengan jumlah bakteri berturut-turut adalah 65,
76, 53, 32, 39, 52, 61, dan 45 koloni/m3. Data ini menunjukkan bahwa
ruang kelas dengan suhu yang memenuhi syarat (18ºC-28ºC) cenderung
terdapat lebih banyak bakteri. Sebaliknya ruang kelas dengan suhu yang
tidak memenuhi syarat (>28ºC) cenderung terdapat lebih sedikit bakteri.
Kelangsungan hidup mikroba seperti bakteri tergantung pada
kemampuan beradaptasi terhadap suhu lingkungan. Suhu yang paling baik
untuk pertumbuhan bakteri disebut suhu optimum(13).
Suhu berperan dalam reaksi enzimatik. Enzim merupakan suatu
protein yang rentan terhadap kondisi lingkungan, sehingga apabila suhu
mengalami perubahan maka aktivitas enzim juga ikut mengalami
perubahan. Enzim mempunyai suhu tertentu yang dapat menjadikan
aktivitasnya optimum.
Suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim
menurun(13). Suhu yang bertambah tinggi sampai ke suhu optimum,
menyebabkan kecepatan reaksi enzim naik karena energi kinetik
bertambah. Akibatnya gerak vibrasi, translasi, dan rotasi enzim maupun
substrat terjadi secara cepat, sehingga akan memperbesar peluang ezim
dan substrat bereaksi(93). Namun apabila suhu terlalu tinggi sampai
melebihi batas optimum dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga
tidak dapat menjalankan fungsinya(13).
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian tentang pengaruh
penggunaan
ventilasi
(AC
dan
non
AC)
terhadap
keberadaan
mikroorganisme udara di ruang perpustakaan, menunjukkan hasil yang
sama yaitu terdapat hubungan antara suhu dengan jumlah bakteri udara.
http://lib.unimus.ac.id
7. Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang
Kelas
Hubungan antara pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara
berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna. Ruangan dengan cahaya yang cukup maupun
cahaya yang kurang, mempunyai jumlah bakteri yang tidak jauh beda. Hal
ini dimungkinkan cahaya yang cukup lebih banyak ditopang dari cahaya
buatan. Cahaya matahari merupakan desinfektan bakteri, sehingga yang
berpengaruh terhadap keberadaan bakteri adalah cahaya matahari.
Pencahayaan dibagi menjadi 2 berdasarkan sumbernya, yaitu cahaya
alami dan cahaya buatan. Cahaya alami berupa matahari dan cahaya
buatan berupa lampu. Cahaya alami yang berupa matahari mempunyai
desinfektan tinggi untuk membunuh bakteri. Cahaya matahari dapat masuk
ke dalam ruangan melalui jendela atau genteng kaca. Bakteri akan mati
apabila terkena sinar matahari secara langsung dalam waktu 2 jam atau
sesuai dengan jenis bakterinya.
Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet juga
dapat diperoleh secara buatan yaitu dari lampu fluorescent khusus, seperti
lampu merkuri tekanan rendah dan lampu merkuri tekanan sedang. Sinar
ultraviolet yang dapat membunuh bakteri memiliki panjang gelombang
210-330 nm.
Radiasi sinar ultraviolet akan melakukan penetrasi ke dinding sel
mikroorganisme dan mengubah komposisi asam nukleatnya. Absorbsi
ultraviolet dapat menyebabkan mikroorganisme tersebut tidak mampu
melakukan replikasi akibat pembentukan ikatan rangkap dua pada
molekul-molekul pirimidin. Sel akan kehilangan sifat patogenitasnya
apabila tidak mampu melakukan replikasi. Radiasi ultraviolet yang
diabsorbsi oleh protein pada membran sel akan menyebabkan kerusakan
membran sel dan kematian sel. Namun beberapa bakteri memang
mempunyai suatu sistem metabolik fungsional yang bervariasi dalam
http://lib.unimus.ac.id
mekanisme untuk memperbaiki kerusakan asam nukleatnya. Kemampuan
mikroba untuk memperbaiki kerusakan selnya ini akan mempengaruhi
efisiensi proses desinfeksi.
Hasil pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian tentang
keanekaragaman spesies bakteri dan perbedaan angka bakteri udara dalam
ruang kelas di SMK Theresiana Semarang, dengan hasil yang sama yaitu
tidak terdapat hubungan antara pencahayaan dengan jumlah bakteri udara.
8. Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang
Kelas
Kelembaban dengan keberadaan bakteri udara berdasarkan hasil uji
statistik menunjukkan hasil terdapat hubungan yang bermakna dengan
arah korelasi positif. Korelasi positif yang dimaksud berdasarkan hasil ini
adalah semakin tinggi kelembaban maka semakin banyak bakteri dan
sebaliknya, semakin rendah kelembaban maka semakin sedikit bakteri.
Kelembaban yang memenuhi syarat (40-60%) terdapat di 4 kelas,
dengan jumlah bakteri yaitu 53, 32, 39, dan 45 koloni/m3. Hasil rata-rata
kelembaban yang tidak memenuhi syarat (>60%) terdapat di 11 kelas
dengan jumlah bakteri yaitu 142, 65, 76, 63, 77, 63, 52, 61, 88, 69, dan 73
koloni/m3. Hasil ini menunjukkan bahwa ruang kelas dengan kelembaban
yang memenuhi syarat (40-60%) diikuti dengan jumlah bakteri yang
cenderung sedikit, dan ruang kelas dengan kelembaban yang tidak
memenuhi syarat (>60%) diikuti dengan jumlah bakteri yang cenderung
lebih banyak.
Kelembaban di dalam ruangan yang dianggap nyaman adalah 40%60%. Kelembaban di atas 60% akan menyebabkan berkembangbiaknya
organisme patogen maupun organisme alergen. Bakteri memerlukan
kelembaban yang cukup tinggi. Kadar air dari protoplasma diperlukan
untuk kegiatan metabolisme. Pengurangan kadar air akan menyebabkan
kegiatan metabolisme terhenti(12). Pengurangan kadar air terjadi pada
proses pembekuan dan pengeringan.
http://lib.unimus.ac.id
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang pengaruh
penggunaan ventilasi (AC dan non AC) dalam ruangan terhadap
keberadaan mikroorganisme udara (studi kasus : ruang kuliah jurusan
teknik sipil UNDIP) yaitu terdapat hubungan antara kelembaban dengan
bakteri udara. Hasil korelasi yang didapatkan sama-sama positif yaitu
semakin tinggi kelembaban, maka jumlah bakteri akan cenderung banyak
dan semakin rendah kelembaban, maka jumlah bakteri akan cenderung
sedikit.
9. Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang
Kelas
PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas
berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna dengan arah korelasi negatif. Rata-rata PHBS siswa kategori
baik terdapat pada siswa di 10 kelas, dimana jumlah bakteri terendah
diantara kelas-kelas tersebut adalah 32 koloni/m3 dan tertinggi adalah 88
koloni/m3. Rata-rata PHBS siswa kategori cukup terdapat pada siswa di 5
kelas, dimana jumlah bakteri terendah diantara kelas-kelas tersebut adalah
65 koloni/m3 dan tertinggi adalah 142 koloni/m3. Berdasarkan hasil
tersebut terlihat bahwa ruang kelas dengan siswa ber-PHBS baik
cenderung terdapat jumlah bakteri sedikit, sedangkan ruang kelas dengan
siswa ber-PHBS cukup cenderung terdapat jumlah bakteri yang lebih
banyak, walaupun perbedaannya tidak begitu jauh.
PHBS siswa merupakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang
dilakukan oleh siswa. Sifat atau taraf kegiatan siswa seperti PHBS ini
merupakan salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri di dalam
ruangan yang ditempati yaitu ruang kelas.
Salah satu indikator PHBS siswa adalah mencuci tangan. Tangan
merupakan bagian tubuh manusia yang sering menyebarkan infeksi.
Tangan akan terkena bakteri saat bersentuhan dengan bagian tubuh sendiri,
http://lib.unimus.ac.id
tubuh orang lain, hewan, atau permukaan yang tercemar. Perilaku mencuci
tangan dengan benar bermanfaat membunuh bakteri yang ada di tangan.
Membuang sampah pada tempatnya merupakan perilaku yang
berhubungan dengan adanya bakteri. Sampah merupakan benda yang
mengandung banyak bakteri. Sampah yang dibuang di sembarang tempat
atau bahkan di dalam ruangan akan menyebabkan bakteri menyebar.
Membuang sampah di tempat sampah yang sesuai akan mengurangi
adanya penyebaran bakteri.
Menjaga kebersihan diri seperti kebersihan kulit, gigi, rambut, dan
kuku dapat membunuh bakteri yang terdapat di kulit, gigi, rambut, dan
kuku. Kulit, gigi, rambut, dan kuku yang kotor mengandung banyak
bakteri yang apabila tidak dibersihkan akan menyebabkan bakteri tersebar
dan menimbulkan penyakit.
http://lib.unimus.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Suhu terendah pada penelitian ini adalah 25,4ºC, suhu tertinggi adalah
31,1ºC, dan rata-rata suhu adalah 28ºC. Terdapat 7 kelas yang memenuhi
persyaratan suhu di dalam ruangan dan 8 kelas lainnya tidak memenuhi
persyaratan.
2. Pencahayaan di dalam ruang kelas rata-rata adalah 106 lux. Minimal
pencahayaan adalah 83 lux dan maksimal adalah 144 lux. Pencahayaan
pada 9 kelas memenuhi syarat, sedangkan pada 6 kelas lainnya tidak
memenuhi syarat.
3. Kelembaban pada 15 ruang kelas sebagian besar tidak memenuhi syarat
yaitu sebanyak 11 kelas dan hanya 4 kelas saja yang memenuhi syarat.
Rata-rata kelembaban di ruang kelas adalah 61,9 % dengan kelembaban
tertinggi yaitu 72,1 % dan terendah yaitu 57,2 %.
4. PHBS siswa dengan kategori baik adalah sebanyak 68,9%, kategori cukup
sebanyak 26,7%, dan kategori kurang sebanyak 4,4%.
5. Bakteri udara di semua ruang kelas adalah memenuhi syarat. Jumlah
terendah bakteri udara pada penelitian ini adalah 32 koloni/m3 dan
tertinggi adalah 142 koloni/m3. Rata-rata bakteri udara di ruang kelas
adalah 67 koloni/m3.
6. Terdapat hubungan antara suhu dengan keberadaan bakteri udara di ruang
kelas dengan arah hubungan negatif.
7. Tidak terdapat hubungan antara pencahayaan dengan keberadaan bakteri
udara di ruang kelas.
8. Terdapat hubungan antara kelembaban dengan keberadaan bakteri udara di
ruang kelas dengan arah hubungan positif.
http://lib.unimus.ac.id
9. Terdapat hubungan antara PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara
di ruang kelas dengan arah hubungan negatif.
B. Saran
1. Bagi Instansi Sekolah
Sekolahan
dengan
sistem
ventilasi
berupa
AC
sebaiknya
memperhatikan kebersihan AC yang digunakan. Pihak sekolah sebaiknya
juga menyediakan fasilitas penunjang PHBS siswa seperti sabun untuk
cuci tangan dan tempat sampah di depan setiap kelas.
2.
Bagi Peneliti
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis hubungan
antara faktor-faktor yang ada pada penelitian ini dengan keberadaan
bakteri udara yang lebih mendalam yaitu terhadap jenis bakterinya.
Peneliti selanjutnya diharapkan juga dapat menganalisis perbedaan PHBS
siswa antar jenjang pendidikan.
http://lib.unimus.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC; 2006.
2. Susanta G, Sutjahjo H. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan
Global. Bogor: Penebar Plus; 2007.
3. Depkes RI. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2004.
4. Pangkalan I. Inner Healing at Home. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo;
2007.
5. Hunter BT. Udara dan Kesehatan Anda. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer;
2006.
6. Wihardandi A. Polusi Udara Bunuh 7 Juta Orang di Seluruh Dunia. 2013
[cited
2016
9
Maret];
Available
from:
http://www.mongabay.co.id/2013/04/10/polusi-udara-bunuh-7-juta-orang-diseluruh-dunia/.
7. Lisyastuti E. Jumlah Koloni Mikroorganisme Udara dalam Ruang dan
Hubungannya dengan Kejadian Sick Building Syndrome (SBS) pada Pekerja
Balai Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) BPPT di Kawasan Puspitek
Serpong. Depok: Universitas Indonesia; 2010 [cited 2016 10 Maret 2016];
Available from: http://lib.ui.ac.id/.
8. Hutagalung M. Teknologi Pengolahan Limbah Gas. 2009 [cited 2016 9
Maret]; Available from: http://majarimagazine.com/2008/01/teknologipengolahan-limbah-gas/.
9. Santoso I. Kesehatan Lingkungan Permukiman Perkotaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing; 2015.
10. Irianto K. Mikrobiologi. Bandung: CV.YRAMA WIDYA; 2007.
11. Waluyo L. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press; 2007.
12. Jawetz, Melnick, Adelberg. MIkrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba
Medika; 2005.
13. Pahmawati Y. Mengenal Bakteri. Jakarta: Adfale Prima Cipta; 2011.
14. Ismoyowati. Indikator PHBS di Sekolah. Majalah Informasi & Referensi
Promosi Kesehatan I No1/Tahun IX 2007.
15. Irianto K. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis (Medical
Bacteriology, Medical Micology, and Medical Virology). Bandung: Alfabeta;
2014.
16. Permenkes RI. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
17. Suhri M. Gambaran Sikap Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada
Anak Sekolah Dasar Negeri di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014 [cited
2016 5 April 2016]; Available from: http://eprints.ums.ac.id/28617/.
18. Yanti NLPE. Persepsi Siswa SMP dalam Penerapan PHBS Tatanan Sekolah di
Kelurahan Tugu dan Pasir Gunung Selatan Kota Depok. Depok: Universitas
Indonesia; 2012 [cited 2016 2 April]; Available from: http://lib.ui.ac.id/.
19. Depkes RI. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat; 2006.
http://lib.unimus.ac.id
20. Riset Kesehatan Dasar (Riskedas). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2010.
21. Asmoro AAP. Hubungan Kebersihan Tangan dengan Keberadaan Bakteri
Staphylococcus pada Pejamah Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit D.R
Moewardi. Semarang: Universitas Diponegoro; 2008 [cited 2016 3 April];
Available from: http://eprints.undip.ac.id/.
22. Firdaus A. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian
Leptospirosis di Wilayah Kerja Puskesmas Ngrayun Kabupaten Ponorogo.
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta; 2016 [cited 2016 9 April
2016]; Available from: http://eprints.ums.ac.id/.
23. Lestari EBAP. Keanekaragaman Spesies Bakteri dan Perbedaan Angka
Bakteri Udara dalam Ruang Kelas di SMK Theresiana Semarang. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang; 2011 [cited 2016 10 Maret]; Available
from:
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimusgdl-emmybimaas-6999.
24. Vidyautami DN. Pengaruh Penggunaan Ventilasi (AC dan Non AC) dalam
Ruangan terhadap Keberadaan Mikroorganisme Udara. Jurnal Teknik
Lingkungan. 2015;4(1).
25. Rachmatantri I. Pengaruh Penggunaan Ventilasi (AC dan Non AC) terhadap
Keberadaan Mikroorganisme Udara di Ruang Perpustakaan. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2015 [cited 2016 9 Maret 2016]; Available from:
http://download.portalgaruda.org/.
26. Akhadi M. Isu Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2014.
27. Alamsyah D, Muliawati R. Pilar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.
28. Purwanto. Awas Polusi. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti; 2008.
29. Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta1999.
30. Lampung
DP.
Polusi
Udara.
Available
from:
http://dishub.lampungprov.go.id/wp-content/uploads/Polusi-Udara.pdf.
31. Ningsih MI. Pencemaran. Bandung: Pringgandani; 2010.
32. Sugiarti. Gas Pencemar Udara dan Pengaruhnya bagi Kesehatan Manusia.
Jurnal Chemica. 2009;10(1):50-8.
33. Mukono HJ. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan Saluran
Pernapasan. Surabaya: UNAIR; 2008.
34. Budiyono A. Pencemaran Udara : Dampak Pencemaran Udara pada
Lingkungan. Berita Dirgantara. 2010;2(1).
35. Sumardjo D. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran
dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC; 2009.
36. Widyastuti P. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan.
Jakarta: EGC; 2006.
37. Wijana N. Biologi dan Lingkungan. Yogyakarta: Plantaxia; 2014.
38. Usaha Pencegahan Pencemaran Udara. Artikel Lingkungan Hidup: Artikel
Lingkungan Hidup;
[cited 2016 14 Maret]; Available from:
http://lib.unimus.ac.id
http://www.artikellingkunganhidup.com/usaha-pencegahan-pencemaranudara.html.
39. Keman S. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. 2005;2(1).
40. Setiadi AH. Pemodelan CFD Ruang Bersih Farmasi. Depok: Universitas
Indonesia; 2008.
41. Soedomo M. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Bandung:
Penerbit ITB; 2001.
42. Kepmenkes. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405 Tahun 2002.
Jakarta2002.
43. Chintia S. Pengaruh Ventilasi Alami Terhadap Kualitas Udara (Konsentrasi
CO2) di Ruangan Kelas. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2014 [cited
2016 30 Maret]; Available from: http://repository.usu.ac.id/.
44. Kania RS. Pengaruh Kondisi Ruang Kelas Terhadap Konsentrasi Belajar
Siswa Program Keahlian Teknik Gambar Bangunan SMK Negeri 6 Bandung.
Universitas Pendidikan Indonesia; 2012 [cited 2016 30 Maret]; Available
from: http://a-research.upi.edu/.
45. Harti AS. Mikrobiologi Kesehatan. I ed. Yogyakarta: ANDI; 2015.
46. Pratiwi ST. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga; 2008.
47. Alim T. Pengaruh pH terhadap Enzim. 2013 [cited 2016 10 Mei]; Available
from: http://www.biologi-sel.com/2013/08/pengaruh-ph-terhadap-enzim.html.
48. Pelczar M, Chan ECS. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press; 2006.
49. Kusnadi dkk. Buku Common Text Mikrobiologi. Jakarta: Universitas
Pendidikan Indonesia; 2012.
50. Handayani S. Deteksi Kuman Difteri dengan Polymerase Chain Reaction
(PCR). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI
2012;39(3).
51. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes
RI; 2007.
52. Depkes RI. Buku Saku Kader Program Penanggulangan TB. Jakarta: Depkes
RI; 2009.
53. Randle E, N N, D I. Invasive Pneumococcal Disease. Archive of disease in
childhood-Education & practice edition. 2011;96(5):183-90.
54. Selamatkan Jemaah Haji dan Umroh dari Bahaya Meningitis Meningokokus.
2013; Available from: http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=2277.
55. Andareto O. Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu
Semesta; 2015.
56. Cappucino GJ, Sherman. Microbiology a Laboratory Manual 8 Edition. State
University of New York, Rockland Community College: United States; 2008.
57. Maryam S, Nurhayadi Y, Aryani TY. Khazanah Ilmu Kesehatan :
Menumbuhkan Kecintaan dan Kepedulian akan Kesehatan. Jakarta: In Media;
2013.
58. Priyoto. Perubahan dalam Perilaku Kesehatan : Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu; 2015.
59. Infodatin. Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun di Indonesia. Depkes RI;
[cited
2016
20
April];
Available
from:
http://lib.unimus.ac.id
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatinctps.pdf.
60. Dinkes JB. Petunjuk Teknis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
Rumah Tangga. Bandung: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat; 2010.
61. Safriana. Perilaku Memilih Jajanan Pada Siswa Sekolah Dasar Di SDN Garot
Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2012 [cited 2016 18 April]; Available from: http://lib.ui.ac.id/.
62. Dedeh, Kurniasih, dkk. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta:
Kompas Gramedia; 2010.
63. Yusuf M. Faktor-Faktor Pemanfaatan Jamban oleh Masyarakat Desa
Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontolo; 2014 [cited 2016 21 April 2016]; Available
from: http://eprints.ung.ac.id/4984/.
64. WSP WaSP. Informasi Pilihan Jamban Sehat. Jakarta: World Bank Offi ce
Jakarta; 2009.
65. Kemkes PPKS. Menggunakan Jamban Sehat. Depkes RI: 2009; 2009 [cited
2016
4
April];
Available
from:
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1444/2/BK2009A.pdf.
66. Prasasti CI, Mukono J, Sudarmaji. Pengaruh Kualitas Udara Dalam Ruangan
Ber-AC Terhadap Gangguan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
2005;1(2):160-9.
67. Tobing IS. Dampak Sampah terhadap Kesehatan Lingkungan dan Manusia.
Makalah pada Lokakarya "Aspek Lingkungan dan Legalitas Pembuangan
Sampah serta Sosialisasi Pemanfaatan Sampah Organik sebagai Bahan Baku
Pembuatan Kompos" Kerjasama Univ Nasional dan Dikmenti DKI. 2005.
68. Vemale.com. Jorok ! Merokok Bikin Bakteri Mulut Jutaan Kali Lipat Lebih
Banyak.
2016
[cited
2016
3
April];
Available
from:
http://www.vemale.com/kesehatan/93013-jorok-merokok-bikin-bakteri-mulutjutaan-kali-lipat-lebih-banyak.html.
69. Kemenkes RI. Pedoman Konseling Gangguan Penggunaan NAPZA Bagi
Petugas Kesehatan. Kemenkes RI; 2010.
70. Alatas H, B M. Penanggulangan Korban Narkoba Meningkatkan Peran
Keluarga dan Lingkungan. Jakarta: Balau Penerbit FKUI; 2006.
71. Fimela.com. Hobi Meludah Sembarangan ? Rugi ! 2012 [cited 2016 3 April];
Available from: http://www.fimela.com/lifestyle-relationship/hobi-meludahsembarangan-rugi-1202032.html.
72. Adiwiryono RM. Peran Kesehatan : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Anak Usia Dini dalam Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah ProfHamka. 2010.
73. Mubarak WI. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam
Praktik. Jakarta: EGC; 2008.
74. Hanif FP. Sehat itu (Bisa) Murah. Yogyakarta: FlashBooks; 2015.
75. Kemenkes RI. Situasi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi; 2014.
http://lib.unimus.ac.id
76. Potter PA, Perry AG. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik.
Jakarta: EGC; 2006.
77. Ambarwati FR. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Parama Ilmu;
2014.
78. Mangesa H, Panggabean R, Mamesah M. Seri Informasi Kesehatan Anak :
Kebersihan Anak Setiap Hari. Jakarta: Persekutuan Pelayanan Kristen untuk
Kesehatan di Indonesia; 2012.
79. Uliyah M, Hidayat AAA. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2008.
80. Zebua AP. Hubungan Personal Hygiene dengan Keluhan Kulit pada Pemulung
dan Fasilitas Sanitasi di TPA Terjun Kelurahan Terjun Kecamatan Medan
Marelan Tahun 2014. Medan: Universitas Sumatra Utara; 2014 [cited 2016 2
Mei]; Available from: http://jurnal.usu.ac.id/.
81. Ananto P, Kadir A. Memelihara Kesehatan dan Kesegaran Jasmani. Jakarta:
Depdikbud; 2010.
82. Hermawan A. Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia; 2009.
83. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.
84. Riduwan, Kuncoro EA. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur
(Path Analysis). Bandung: CV.Alfabeta; 2008.
85. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
CV.Alfabeta; 2008.
86. Pauliza O, Buchori DGA. Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan.
Bandung: Grafindo Media Pratama; 2008.
87. Karlen M. Dasar-Dasar Perencanaan Ruang. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.
88. Yani A, Ruhimat M. Geografi : Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung:
Grafindo Media Pratama; 2007.
89. Teli, Jentsch, James, Bahaj. Field Study on Thermal Comfort in a UK Primary
School, Proceedings of 7th Windsor Conference: The changing context of
comfort in an unpredictable world Cumberland Lodge. UK2012.
90. Hunt AP, all e. Heat Strain, Hydration Status, and Symptoms of Heat Illness
in Surface Mine Workers. The School of Human Movement Studies and the
Institute of Healt and Biomedical Innovation: Queensland University of
Technology; 2011.
91. Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, (2011).
92. Budiharto. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan
Gigi. Jakarta: EGC; 2010.
93. Meryandini A, Widosari, Bt M, al e. Isolasi Bakteri Selulotik dan
Karakterisasi Enzimnya. Makara Sains. 2009.
http://lib.unimus.ac.id
A. Hasil Pengukuran Suhu, Pencahayaan, dan Kelembaban
No
Ruang
Titik
Suhu
Pencahayaan Kelembaban
(%)
Kelas
Sampel
(ºC)
(Lux)
73,4
Titik 1
26,4
73
71,1
Titik 2
26,6
95
73,3
Titik 3
26,6
65
1 SD Kelas IV
71,2
Titik 4
26,6
74
71,6
Titik 5
26,3
92
Titik 6
98
62,1
Titik 1
31,3
168
60,9
Titik 2
31,3
116
SD
61,8
Titik 3
31,5
98
2
kelas V
61,5
Titik 4
30,8
100
61,1
Titik 5
30,8
117
Titik 6
102
62,4
Titik 1
30,0
85
64,1
Titik 2
30,7
139
SD
63,1
Titik 3
30,7
74
3
kelas VI
63,8
Titik 4
29,8
89
62,6
Titik 5
30,5
141
Titik 6
100
59,4
Titik 1
28,1
64
59,9
Titik 2
28,3
119
SMP
59,1
Titik 3
28,5
152
4
kelas VII A
60,4
Titik 4
28,3
123
61,3
Titik 5
28,3
98
Titik 6
80
60,3
Titik 1
26,4
128
61,5
Titik 2
26,6
74
61,9
Titik 3
26,6
80
SMP
5
kelas VII B
61,3
Titik 4
26,5
104
61,0
Titik 5
26,6
116
Titik 6
93
58,4
Titik 1
30,2
160
58,0
Titik 2
30,8
143
59,4
Titik 3
30,7
156
SMP
6
kelas VII C
59,4
Titik 4
31,1
150
59,0
Titik 5
31,1
121
Titik 6
134
http://lib.unimus.ac.id
7
8
9
10
11
SMP
kelas VIII A
SMP
kelas VIII B
SMP
kelas VIII C
SMP
kelas IX A
SMP
kelas IX B
12
SMP
kelas IX C
13
SMA
kelas X
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 1
Titik 2
Titik 3
29,6
29,7
29,8
30,0
29,5
25,7
25,7
26,3
26,4
26,3
26,8
26,9
26,9
26,7
26,4
28,9
28,9
28,5
28,7
28,7
28,3
28,1
28,3
28,5
28,5
29,1
29,6
29,9
29,0
29,3
24,6
25,3
25,6
http://lib.unimus.ac.id
82
64
70
90
161
140
101
73
112
140
116
83
176
90
78
81
153
100
154
121
96
117
145
153
80
136
61
109
83
100
96
100
87
125
99
73
127
100
76
57,4
57,1
57,3
57,3
57,1
63,3
62,1
62,8
62,9
62,0
61,8
60,5
61,5
61,8
62,3
59,2
61,3
61,7
60,0
61,1
58,0
61,0
61,9
61,4
61,5
60,4
60,6
58,1
59,3
59,7
67,3
67,7
65,1
14
15
SMA
kelas XI
SMA
kelas XII
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
25,8
25,6
26,3
26,4
26,4
26,4
26,0
26,0
26,4
26,0
26,0
26,0
http://lib.unimus.ac.id
73
98
86
111
94
123
120
85
96
97
81
104
126
62
90
65,8
66,1
62,4
61,6
61,5
61,9
62,0
62,5
62,5
61,7
61,0
62,6
B. Hasil Penilaian PHBS Siswa
NO
Kelas
Nomor Responden
01
02
03
04
05
06
1
Kelas IV SD
07
08
09
10
11
12
01
02
03
2
Kelas V SD
04
05
06
01
02
03
04
3
Kelas VI SD
05
06
07
08
09
01
02
03
04
05
4
Kelas VIIA SMP
06
07
08
09
10
01
02
03
5
Kelas VIIB SMP
04
05
06
http://lib.unimus.ac.id
Skor
71
57
64
57
71
57
64
50
50
64
50
71
50
57
64
79
64
93
86
79
71
57
57
93
71
79
79
93
93
93
93
86
79
93
93
86
93
93
93
93
64
57
79
6
Kelas VIIC SMP
7
Kelas VIIIA SMP
8
Kelas VIIIB SMP
9
Kelas VIIIC SMP
10
Kelas IXA SMP
11
Kelas IXB SMP
07
08
09
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
01
02
03
04
05
06
07
01
02
03
04
05
06
07
01
02
03
04
05
06
07
01
02
03
04
05
06
07
01
02
03
http://lib.unimus.ac.id
86
86
86
86
79
79
93
93
93
93
71
79
79
93
93
93
93
93
93
93
93
93
79
86
79
79
93
86
93
71
79
93
79
71
93
93
79
86
79
79
79
93
93
86
12
Kelas IXC SMP
13
Kelas X
14
Kelas XI
15
Kelas XII
04
05
06
01
02
03
04
05
06
07
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
01
02
03
04
05
06
07
08
09
01
02
03
04
05
http://lib.unimus.ac.id
93
86
86
86
71
93
93
71
86
86
93
93
93
93
79
79
86
71
64
79
86
93
86
93
86
86
64
71
71
93
57
86
86
71
57
64
64
79
86
79
57
50
50
93
06
07
08
09
http://lib.unimus.ac.id
86
71
64
79
D. Rata-Rata Hasil Pengukuran Suhu, Pencahayaan, Kelembaban, dan
Jumlah Bakteri Udara
NO
Ruang
RataRata-Rata Rata-Rata RataRata-Rata
Kelas
Rata
Pencahaya- Kelembab- Rata
Jumlah
Suhu
an
an
PHBS
Bakteri
Siswa
1
IV SD
26.5 ºC
83 Lux
72,1 %
Cukup 142 koloni/m3
2
V SD
31.1 ºC
117 Lux
61,5 %
Cukup
65 koloni/m3
3
VI SD
30,3 ºC
105 Lux
63,2 %
Cukup
76 koloni/m3
4
VIIA SMP
28,3 ºC
106 Lux
60,0 %
Baik
53 koloni/m3
5
VIIB SMP
26,5 ºC
99 Lux
61,2 %
Baik
63 koloni/m3
6
VIIC SMP
30,8 ºC
144 Lux
58,8 %
Baik
32 koloni/m3
7
VIIIA SMP
29,7 ºC
101 Lux
57,2 %
Baik
39 koloni/m3
8
VIIIB SMP
26,1 ºC
104 Lux
62,6 %
Baik
77 koloni/m3
9
VIIIC SMP
26,7 ºC
113 Lux
61,6 %
Baik
63 koloni/m3
10 IXA SMP
28,7 ºC
131 Lux
60,7 %
Baik
52 koloni/m3
11 IXB SMP
28,3 ºC
95 Lux
60,8 %
Baik
61 koloni/m3
12 IXC SMP
29,4 ºC
97 Lux
59,6 %
Baik
45 koloni/m3
13 X SMA
25,4 ºC
93 Lux
66,4 %
Baik
88 koloni/m3
14 XI SMA
26,3 ºC
105 Lux
61,9 %
Cukup
69 koloni/m3
15 XII SMA
26,1 ºC
93 Lux
62,1 %
Cukup
73 koloni/m3
http://lib.unimus.ac.id
E. Hasil Analisis Data
1. Hasil Statistik Univariat
a. Suhu
Descriptive Statistics
N
Minimum
Suhu
15
Valid N (listwise)
15
Maximum
25.4
Mean
31.1
Std. Deviation
28.013
1.9146
Klasifikasi Suhu
Cumulative
Frequency
Valid
Missing
Total
Percent
Valid Percent
Percent
Memenuhi syarat
7
25.9
46.7
46.7
Tidak memenuhi syarat
8
29.6
53.3
100.0
Total
15
55.6
100.0
System
12
44.4
27
100.0
http://lib.unimus.ac.id
b. Pencahayaan
Descriptive Statistics
N
Minimum
Pencahayaan
15
Valid N (listwise)
15
Maximum
83
Mean
144
Std. Deviation
105.73
15.554
Klasifikasi Pencahayaan
Cumulative
Frequency
Valid
Missing
Total
Percent
Valid Percent
Percent
Memenuhi syarat
9
33.3
60.0
60.0
Tidak memenuhi syarat
6
22.2
40.0
100.0
Total
15
55.6
100.0
System
12
44.4
27
100.0
http://lib.unimus.ac.id
c. Kelembaban
Descriptive Statistics
N
Minimum
Kelembaban
15
Valid N (listwise)
15
Maximum
57.2
Mean
72.1
Std. Deviation
61.980
3.4888
Klasifikasi Kelembaban
Cumulative
Frequency
Valid
Missing
Total
Memenuhi syarat
Percent
Valid Percent
Percent
4
14.8
26.7
26.7
Tidak memenuhi syarat
11
40.7
73.3
100.0
Total
15
55.6
100.0
System
12
44.4
27
100.0
http://lib.unimus.ac.id
d. PHBS Siswa
Descriptive Statistics
N
Minimum
PHBS
135
Valid N (listwise)
135
Maximum
50
Mean
93
Std. Deviation
79.73
13.074
Klasifikasi PHBS
Cumulative
Frequency
Valid
Total
Valid Percent
Percent
Baik
93
68.4
68.9
68.9
Cukup
36
26.5
26.7
95.6
Kurang
6
4.4
4.4
100.0
135
99.3
100.0
1
.7
136
100.0
Total
Missing
Percent
System
http://lib.unimus.ac.id
e. Bakteri Udara
Descriptive Statistics
N
Minimum
Jumlah Bakteri
15
Valid N (listwise)
15
32
Maximum
Mean
142
Std. Deviation
66.53
25.732
Klasifikasi Jumlah Bakteri
Cumulative
Frequency
Percent
Valid
Memenuhi syarat
15
55.6
Missing
System
12
44.4
27
100.0
Total
Valid Percent
http://lib.unimus.ac.id
100.0
Percent
100.0
2. Hasil Uji Normalitas
a. Hasil Normalitas Suhu
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Suhu
df
.220
Shapiro-Wilk
Sig.
15
Statistic
.048
df
Sig.
.909
15
.133
a. Lilliefors Significance Correction
b. Hasil Normalitas Pencahayaan
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Pencahayaan
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
.226
15
Statistic
.037
df
.902
Sig.
15
.102
a. Lilliefors Significance Correction
c. Hasil Normalitas Kelembaban
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Kelembaban
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
.230
15
Statistic
.032
df
.828
Sig.
15
.009
a. Lilliefors Significance Correction
d. Hasil Normalitas PHBS Siswa
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
PHBS
.188
df
Shapiro-Wilk
Sig.
135
.000
Statistic
.866
a. Lilliefors Significance Correction
http://lib.unimus.ac.id
df
Sig.
135
.000
e. Hasil Normalitas Bakteri Udara
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Jumlah Bakteri
.209
df
Shapiro-Wilk
Sig.
15
Statistic
.078
df
Sig.
.851
15
.018
a. Lilliefors Significance Correction
3. Hasil Statistik Bivariat
a. Hasil Statistik Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara
di Ruang Kelas
Correlations
Suhu
Spearman's rho
Suhu
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Jumlah Bakteri
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Jumlah Bakteri
*
1.000
-.625
.
.013
15
15
*
1.000
.013
.
15
15
-.625
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
b. Hasil Statistik Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri
Udara di Ruang Kelas
Correlations
Pencahayaan
Spearman's rho
Pencahayaan
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Jumlah Bakteri
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
http://lib.unimus.ac.id
Jumlah Bakteri
1.000
-.496
.
.060
15
15
-.496
1.000
.060
.
15
15
c. Hasil Statistik Hubungan Kelembaban dengan Bakteri Udara
di Ruang Kelas
Correlations
Kelembaban
Spearman's rho
Kelembaban
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed)
N
Jumlah Bakteri
Jumlah Bakteri
Correlation Coefficient
N
.000
15
15
**
1.000
.000
.
15
15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
d. Hasil Statistik Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara
di Ruang Kelas
Correlations
PHBS
Spearman's rho
PHBS
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
-.399
**
.
.000
135
135
**
1.000
Sig. (2-tailed)
.000
.
N
135
135
N
Jumlah Bakteri
Jumlah Bakteri
1.000
Correlation Coefficient
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
http://lib.unimus.ac.id
-.399
**
.
.983
Sig. (2-tailed)
.983
F. Foto Kegiatan
Gambar 1. Pengukuran Suhu dan Kelembaban
Gambar 2. Pengukuran Pencahayaan
http://lib.unimus.ac.id
Gambar 3. Pengisian Kuesioner PHBS Siswa
Gambar 4. Penempatan Cawan Petri untuk Pengambilan Sampel Udara
http://lib.unimus.ac.id
Gambar 5. Kondisi Cawan Petri saat diletakkan di Meja
http://lib.unimus.ac.id
Download