FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI UDARA DI RUANG KELAS (Studi di Yayasan Mataram Semarang) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh : VITA WIANA BUDI CAHYA A2A214048 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 1 http://lib.unimus.ac.id http://lib.unimus.ac.id http://lib.unimus.ac.id http://lib.unimus.ac.id KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas (Studi di Yayasan Mataram Semarang). Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak, maka melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Ulfa Nurullita, S.KM, M.Kes selaku pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, pikiran dan waktu untuk membimbing penulis. 2. Bapak Mifbakhuddin, S.KM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, pikiran dan waktu untuk membimbing penulis. 3. Bapak DR. Sayono, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang. 4. Bapak Direktur Yayasan Mataram Semarang, Bapak Kepala Sekolah SD, SMP, dan SMA kesempatan Mataram Semarang yang telah memberikan ijin dan yang selebar-lebarnya kepada penulis untuk melakukan penelitian. 5. Mamah, ayah, dan adik tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materiil. 6. Iwan Panji Winoto, pasangan spesial penulis yang terus memberikan semangat, perhatian dan doa. 7. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu penelitian ini. 8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, termasuk penanggung jawab laboratorium. Penulis berharap semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi segenap pembaca. Penulis http://lib.unimus.ac.id FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI UDARA DI RUANG KELAS (Studi di Yayasan Mataram Semarang) 1 Vita Wiana Budi Cahya,1 Ulfa Nurullita2 Mifbakhuddin3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK Latar belakang : Polusi udara dalam ruangan merupakan faktor lingkungan urutan ketiga yang beresiko terhadap kesehatan. Polusi udara di dalam ruangan lebih berbahaya dari polusi udara di luar ruangan. Hal ini dikarenakan manusia menghabiskan waktunya hampir 90% di dalam ruangan. Salah satu parameter polusi udara di dalam ruangan adalah adanya bakteri. Pertumbuhan bakteri di dalam ruangan dipengaruhi oleh kondisi fisik ruangan dan penghuninya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas pada penelitian ini adalah suhu, pencahayaan, kelembaban, dan PHBS siswa. Variabel terikat pada penelitian ini adalah keberadaan bakteri udara. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ruang kelas SD, SMP, SMA, dan seluruh siswa di dalamnya. Sampel ruang kelas yang digunakan adalah seluruh total populasi yaitu 15 ruang kelas, sedangkan sampel siswa sebanyak 135 siswa berdasarkan hasil perhitungan metode Slovin. Suhu, pencahayaan, dan kelembaban diukur menggunakan anemometer, sedangkan PHBS siswa dinilai berdasarkan kuesioner. Keberadaan bakteri udara diukur berdasarkan jumlah bakteri dari hasil pemeriksaan laboratorium. Uji hubungan yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman. Hasil : Hubungan suhu dengan keberadaan bakteri udara didapatkan p-value sebesar 0,013, dengan pencahayaan didapatkan p-value sebesar 0,060, dengan kelembaban didapatkan pvalue sebesar 0,000, dan dengan PHBS siswa didapatkan p-value sebesar 0,000. Simpulan : Suhu, kelembaban, dan PHBS siswa berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. Pencahayaan tidak berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. Kata kunci : kondisi fisik ruangan, PHBS siswa, bakteri ABSTRACT Background: Indoor air pollution is an environmental factor that third risk to health. Indoor air pollution is more harmful than outdoor air pollution. This is because people spend almost 90% of his time indoors. One of the parameters of indoor air pollution is the presence of bacteria. The growth of bacteria in the room is affected by the physical condition of the room and its occupants. This study aims to determine the factors associated with the presence of airborne bacteria in the classroom. Methods: This type of research is explanatory research with cross sectional approach. The independent variable in this study is the temperature, lighting, humidity, and PHBS students. The dependent variable in this study was the presence of airborne bacteria. The population in this study were all classroom elementary, junior high, high school, and all students in it. Samples classrooms used is the total population of 15 classrooms, while a student sample as many as 135 students based on the calculation method Slovin. Temperature, lighting and humidity are measured using the anemometer, while PHBS students are assessed by questionnaire. The existence of airborne bacteria measured by the amount of bacteria on the results of laboratory tests. The correlation test used is Rank Spearman correlation. Results: The relationship of air temperature with the presence of bacteria was obtained p-value of 0.013, the lighting was obtained p-value of 0.060, the humidity was obtained p-value of 0.000, and the PHBS students obtained p-value of 0.000. Conclusion: temperature, humidity, and PHBS students associated with the presence of airborne bacteria in the classroom. The lighting is not related to the presence of airborne bacteria in the classroom. Keywords: physical condition of the room, PHBS students, bacteria http://lib.unimus.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii SURAT PERNYATAAN ........................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................ vi DAFTAR ISI .............................................................................................. vii DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii DAFTAR GRAFIK ................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5 E. Keaslian Penelitian ................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Udara .......................................................................................... B. C. 9 Polusi Udara 1. Pengertian Polusi Udara ........................................................ 9 2. Sumber Polusi Udara ............................................................. 10 3. Dampak Polusi Udara ............................................................ 11 4. Penanggulangan Polusi Udara ............................................... 13 Polusi Udara dalam Ruang 1. Pengertian Polusi Udara dalam Ruang .................................. 14 2. Sumber Polusi Udara dalam Ruang ....................................... 14 3. Bioaerosol .............................................................................. 15 4. Standar Kualitas Udara dalam Ruang .................................... 16 http://lib.unimus.ac.id 5. Polusi Udara dalam Ruang .................................................... 17 D. Bakteri 1. Bakteri yang Berasal dari Udara ............................................ 17 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri .... 18 3. Penyakit yang Disebabkan oleh Bakteri yang Berasal E. dari Udara .............................................................................. 21 4. Perhitungan Jumlah Bakteri ................................................... 23 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah 1. Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah .............................................................................. 24 2. Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah .............................................................................. 24 3. Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah .............................................................................. 25 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah ................................................ 30 Personal Hygiene ...................................................................... 30 G. Kerangka Teori ........................................................................... 34 H. Kerangka Konsep ....................................................................... 35 I. 35 F. Hipotesis .................................................................................... BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan .............. B. Populasi dan Sampel C. D. 36 1. Populasi .................................................................................. 36 2. Sampel ................................................................................... 37 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian ................................................................ 41 2. Definisi Operasional .............................................................. 41 Metode Pengumpulan Data 1. Sumber Data ........................................................................... http://lib.unimus.ac.id 42 E. F. 2. Instrumen ............................................................................... 42 3. Cara Pengumpulan Data ........................................................ 43 Metode Pengolahan dan Analisis Data 1. Metode Pengolahan Data ....................................................... 45 2. Analisis Data .......................................................................... 46 Jadwal Penelitian ....................................................................... 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sampel ......................................................... 48 B. Hasil 1. Analisis Univariat ................................................................. 48 2. Analisis Bivariat ................................................................... 51 C. Pembahasan 1. Suhu ...................................................................................... 55 2. Pencahayaan .......................................................................... 56 3. Kelembaban ........................................................................... 57 4. PHBS Siswa ........................................................................... 57 5. Bakteri Udara ........................................................................ 58 6. Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas ...................................................................... 58 7. Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas ...................................................................... 59 8. Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas ..................................................................... 61 9. Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas ..................................................................... BAB V 62 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................. 64 B. Saran ........................................................................................ 65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN http://lib.unimus.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 6 Tabel 2.1 Komposisi Udara Bersih 9 Tabel 2.2 Kandungan Debu Maksimal di dalam Ruangan dalam Pengukuran Rata-Rata 8 Jam Tabel 2.3 16 Kandungan Gas Pencemar dalam Ruang Kerja, dalam Rata-Rata Pengukuran 8 Jam 16 Tabel 3.1 Populasi Siswa SD Kelas IV-VI 36 Tabel 3.2 Populasi Siswa SMP kelas VII-IX 37 Tabel 3.3 Populasi Siswa SMA kelas X-XII 37 Tabel 3.4 Definisi Operasional 41 Tabel 3.5 Skoring Skala Guttman 45 Tabel 3.6 Jadwal Penelitian 47 Tabel 4.1 Distribusi Suhu 49 Tabel 4.2 Distribusi Pencahayaan 49 Tabel 4.3 Distribusi Kelembaban 50 Tabel 4.4 Jawaban Kuesioner PHBS Siswa 50 Tabel 4.5 Kategori PHBS Siswa 51 Tabel 4.6 Distribusi Bakteri Udara 51 Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas 52 http://lib.unimus.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Alur Penularan Penyakit Akibat Sanitasi yang Buruk http://lib.unimus.ac.id 31 DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara 52 Grafik 4.2 Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara 53 Grafik 4.3 Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara 54 Grafik 4.4 Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara 54 http://lib.unimus.ac.id DAFTAR LAMPIRAN A. Hasil Pengukuran Suhu, Pencahayaan, dan Kelembaban 71 B. Hasil Penilaian PHBS Siswa 74 C. Hasil Pemeriksaan Laboratorium mengenai Jumlah Bakteri Udara 78 D. Rata-Rata Hasil Pengukuran Suhu, Pencahayaan , Kelembaban, dan Jumlah Bakteri Udara 81 E. Hasil Analisis Data 82 F. Foto Kegiatan 90 G. Kuesioner PHBS Siswa 93 H. Surat Ijin Penelitian 94 I. Surat Keterangan Penelitian di SD Mataram Semarang 95 J. Surat Keterangan Penelitian di SMP Mataram Semarang 96 K. Surat Keterangan Penelitian di SMA Mataram Semarang 97 http://lib.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan komponen terpenting dalam kehidupan. Komposisi udara normal terdiri dari campuran mekanis gas nitrogen sebanyak 78,1%, oksigen sebanyak 20,93%, dan karbondioksida sebanyak 0,03%, selebihnya berupa gas argon, neon, krypton, xenon, dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan. Udara berperan memberikan oksigen, pengatur suhu bumi sesuai dengan kebutuhan hidup manusia dan melindungi bumi dari sinar matahari, terutama sinar ultraviolet(1, 2) . Kualitas udara harus dipelihara agar dapat memberikan daya dukung bagi makhluk hidup untuk hidup secara optimal(3). Kualitas udara yang buruk akibat terkontaminasi oleh zat-zat berbahaya disebut sebagai polusi udara. Polusi udara dalam ruang memiliki dampak yang lebih berbahaya dibandingkan dengan polusi udara pada umumnya. Polusi udara dalam ruang tidak terlihat dan tidak berbau, berbeda dengan polusi udara luar ruang yang kadang dapat dilihat secara kasat mata, seperti asap knalpot kendaraan bermotor yang berwarna hitam(4). Manusia rata-rata menghabiskan 75% dari waktunya di dalam ruangan, hal ini juga yang menunjukkan bahwa polusi udara di dalam ruang menjadi masalah yang lebih serius dibandingkan dengan polusi udara luar ruang(5). Sebuah penelitian menemukan bahwa polusi udara di dalam ruangan telah membunuh 3,5 juta orang, sementara polusi udara di luar ruangan membunuh 3,3 juta orang di seluruh dunia tahun 2010(6). Menurut Environmental Protection Agency of America (EPA), menyatakan bahwa polusi udara dalam ruangan berada di urutan ketiga faktor lingkungan yang beresiko terhadap http://lib.unimus.ac.id kesehatan manusia, kualitas udara dalam ruangan 2-5 kali lebih buruk dibanding udara di luar ruangan(7). Polusi udara disebabkan oleh kehadiran substansi fisik, kimia, dan biologis(8). Salah satu substansi biologi yang terdapat di udara adalah mikroorganisme. Mikroorganisme yang tersebar di dalam ruang dikenal dengan istilah bioaerosol. Bioaerosol merupakan kumpulan partikel seperti spora, polen, sel-sel bakteri dan virus yang tersuspensi di dalam medium gas(9). Mikroorganisme akan terhembuskan ke udara dalam bentuk percikan titik-titik air dari hidung dan mulut saat bersin, batuk, dan berbicara. Titik-titik air yang ukurannya dalam kisaran mikrometer akan tinggal di udara sampai beberapa lama, sedangkan yang berukuran besar akan segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini akan berada di udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut(10). Salah satu mikroorganisme yang sering dijumpai di dalam ruangan adalah bakteri. Bakteri di udara merupakan unsur polusi yang sangat berarti karena dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan atas, tuberkulosis, pneumonia pneumokokus, meningkitis meningokokus, dan penyakit pasukan. Angka bakteri di dalam ruangan harus memenuhi standar kualitas udara di dalam ruangan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. Jenis bakteri yang sering ditemukan pada umumya dari jenis basil gram positif berspora dan non spora, basil gram negatif dan kokus gram positif. Bakteri tersebut biasanya terdapat dalam mulut dan tenggorokan orang normal. Jenis bakterinya seperti Staphylococcus sp, Streptococcus sp yang ditemukan di udara melalui batuk, bersin, dan berbicara. Beberapa jenis lain yang terdeteksi mencemari udara antara lain adalah Pseudomonas sp, Klebsiella sp, Proteus sp, Bacillus sp dan golongan jamur(10, 11). Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, cahaya, kelembaban, dan lainnya. Suhu adalah faktor penting bagi pertumbuhan bakteri, masing-masing spesies bakteri mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhannya(11). Cahaya yang berasal dari sinar matahari dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Bakteri lebih menyukai kondisi http://lib.unimus.ac.id gelap(12). Bakteri akan berkembangbiak pada kelembaban yang cukup tinggi yaitu sekitar 85%(13). Bakteri udara dalam ruangan banyak ditemukan di tempat-tempat umum, termasuk ruang kelas. Pertumbuhan bakteri di ruang kelas selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan, juga dimungkinkan dipengaruhi oleh perilaku penghuninya. Studi pendahuluan yang dilakukan pada siswa SD, SMP, dan SMA Yayasan Mataram Semarang dengan jumlah sampel sebanyak masingmasing 10 siswa mengenai kesadaran terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menunjukkan hasil bahwa perilaku mencuci tangan sebelum makan hanya dilakukan oleh siswa SMA, yaitu sebesar 20% dari siswa SMA yang dijadikan sampel. Mencuci tangan setelah bermain / setelah istirahat tidak dilakukan oleh siswa SD, SMP, dan SMA. Mencuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir dilakukan oleh 40% dari sampel siswa SD, 40% dari sampel siswa SMP, dan 100% dari sampel siswa SMA. Mencuci tangan menggunakan sabun hanya dilakukan oleh siswa SMA, yaitu sebesar 20% dari sampel siswa SMA. Perilaku merokok dilakukan oleh 20% dari sampel siswa SMA, merokok tidak dilakukan oleh siswa SD dan SMP. Perilaku membuang sampah pada tempatnya dilakukan oleh 60% dari sampel siswa SD, 60% dari sampel siswa SMP, dan 80% dari sampel siswa SMA. Perilaku meludah di sembarang tempat tidak dilakukan oleh siswa SD, SMP, dan SMA. PHBS di sekolah sangat diperlukan seiring banyaknya penyakit yang menyerang anak usia sekolah yang umumnya berhubungan dengan PHBS (14). PHBS di sekolah bertujuan agar secara mandiri anak sekolah mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat(15). Indikator PHBS di sekolah antara lain adalah mencuci tangan menggunakan sabun, mengonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah sembarangan tempat, dan memberantas jentik nyamuk(16). http://lib.unimus.ac.id Penelitian tentang Gambaran Sikap tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Anak Sekolah Dasar Negeri di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan hasil bahwa PHBS pada anak sekolah dasar negeri di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo sebagian besar adalah cukup. Terdapat penerapan PHBS siswa di SD Negeri Gonilan yang kurang baik, antara lain tangan siswa yang terlihat kotor, kuku panjang, jajan di tempat sembarangan, jarang mencuci tangan sebelum makan dan membuang sampah tidak selalu pada tempatnya(17). Penelitian tentang Persepsi Siswa SMP dalam Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Sekolah di Kelurahan Tugu dan Pasir Gunung Selatan Kota Depok, menunjukkan hasil bahwa ada sikap siswa yang menganggap penting penerapan PHBS di sekolah dan ada juga yang merasa tidak penting(18). Salah satu penerapan PHBS yang lainnya adalah tidak merokok(19). Perilaku merokok pada anak usia sekolah banyak ditemukan di Indonesia. Hasil Riskedas pada tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi merokok berdasarkan usianya adalah usia perokok mulai merokok, dimulai dari usia 5-9 tahun sebanyak 1,7%, usia 10-14 tahun sebanyak 17,5%, usia 15-19 tahun sebanyak 43,5%, usia 20-24 tahun sebanyak 14,6%, usia 25-29 tahun sebanyak 4,3%, dan usia >30 tahun sebanyak 3,9%. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa prevalensi tertinggi usia perokok mulai merokok adalah pada usia 15-19 tahun atau anak seusia Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Prevalensi tertinggi kedua adalah usia 10-14 tahun atau anak seusia Sekolah Dasar (SD)(20). Penelitian tentang hubungan kebersihan tangan dengan keberadaan bakteri staphylococcus pada pejamah makanan di instalasi gizi rumah sakit D.R Moewardi, menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara kebersihan tangan dengan keberadaan bakteri Staphylococcus spp(21). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. http://lib.unimus.ac.id B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka disimpulkan suatu masalah apakah faktor suhu, pencahayaan, kelembaban dan PHBS siswa berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. 2. Tujuan Khusus : a. Mendeskripsikan suhu di ruang kelas. b. Mendeskripsikan pencahayaan di ruang kelas. c. Mendeskripsikan kelembaban di ruang kelas. d. Mendeskripsikan PHBS siswa. e. Mendeksripsikan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. f. Menganalisis hubungan suhu dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. g. Menganalisis hubungan pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas h. Menganalisis hubungan kelembaban dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. i. Menganalisis hubungan PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bacaan ilmiah untuk penelitian sejenis, khususnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. http://lib.unimus.ac.id 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi instansi terkait untuk upaya perlindungan kesehatan siswa. E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1. Keaslian Penelitian No Penulis Judul 1 Ni Luh Putu Eva Yanti(18) 2 Moham mad Suhri, 2014(17) 3 Annisa Firdaus, 2016(22) Persepsi Siswa SMP dalam Penerapan PHBS Tatanan Sekolah di Kelurahan Tugu dan Pasir Gunung Selatan Kota Depok Gambaran Sikap tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Anak Sekolah Dasar Negeri di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kerja Puskesmas Ngrayun Kabupaten Ponorogo 4 Apri Atok Puji Asmoro, 2008(21) Variabel PHBS pada siswa Desain Penelitian Fenomenol ogi deksriptif Hasil Terdapat sikap siswa yang menganggap penting PHBS, dan terdapat juga yang menganggap tidak penting. PHBS pada anak Deskriptif Sebagian besar siswa memiliki sikap PHBS dalam kategori sedang (45%) - Variabel bebas : PHBS - Variabel terikat : kejadian leptospirosis Observasio nal analitik dengan pendekatan case control Rerata skor PHBS buruk lebih tinggi daripada PHBS baik. Terdapat hubungan signifikan antara hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas Ngrayun Kabupaten Ponorogo. Ada hubungan antara kebersihan tangan dengan keberadaan bakteri Staphylococcus spp. Hubungan - Variabel Cross Kebersihan Tangan bebas : sectional dengan Keberadaan Kebersihan Bakteri tangan Staphylococcus pada - Variabel Pejamah Makanan di terikat: Instalasi Gizi Rumah keberadaan Sakit D.R Moewardi bakteri Staphylococ cus http://lib.unimus.ac.id 5 Emmy Bima Astuti Puji Lestari, 2011(23) Keanekaragaman - Variabel Cross Spesies Bakteri dan bebas : sectional Perbedaan Angka ruang kelas ber AC dan Bakteri Udara dalam ruang kelas Ruang Kelas di SMK tidak ber Theresiana Semarang AC - Variabel terikat : angka bakteri udara dan keanekarag aman spesies bakteri 6 Devi Nur Vidyauta mi, 2015(24) Pengaruh Penggunaan Ventilasi (AC dan Non AC) dalam Ruangan terhadap Keberadaan Mikroorganisme Udara 7 Ismadiar Rachmat antri, 2015(25) Pengaruh Penggunaan Ventilasi (AC dan Non AC) terhadap Keberadaan Mikroorganisme Udara di Ruang Perpustakaan - Variabel bebas: sistem ventilasi (AC dan non AC) serta pengukuran suhu, kelembaban , dan intensitas cahaya - Variabel terikat: jumlah mikroorgani sme udara - Variabel bebas : suhu, kelembaban , intensitas cahaya - Variabel terikat : jumlah koloni mikroorgani sme Description research (penelitian deskriptif) Penelitian korelasi http://lib.unimus.ac.id Teridentifikasi 3 spesies bakteri di ruang kelas ber AC dan 5 spesies bakteri di ruang kelas tidak ber AC. Angka bakteri udara dalam ruang kelas tidak ber AC lebih tinggi dibanding ruang kelas ber AC. Terdapat hubungan antara suhu dan kelembaban dengan angka bakteri udara. Tidak terdapat hubungan antara pencahayaan dengan angka bakteri udara. Ada pengaruh antara ventilasi (AC dan Non AC) terhadap banyaknya mikroorganisme. Diantara parameter suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya yang mempengaruhi jumlah mikroba paling besar yaitu kelembaban. Terdapat mikroorganisme udara yang tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 di dalam ruang perpustakaan karena mengandung koloni kuman patogen . Sistem ventilasi dan keberadaan manusia dalam ruangan berpengaruh terhadap keberadaan koloni mikroba udara. Penelitian tentang keberadaan mikroorganisme di dalam ruangan sudah pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya menganalisis pengaruh lingkungan fisik seperti suhu, pencahayaan, kelembaban, dan ventilasi dengan keberadaan mikroorganisme. Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan di ruang kelas SMK, perpustakaan, dan ruang kuliah AC dan non AC. Penelitian tentang PHBS sudah pernah dilakukan. Sebelumnya terdapat penelitian tentang gambaran PHBS di sekolah. Sebelumnya juga terdapat penelitian tentang hubungan PHBS dengan kejadian penyakit akibat bakteri yaitu leptospirosis. Penelitian tentang hubungan salah satu indikator PHBS yaitu kebersihan tangan terhadap adanya bakteri juga sudah pernah dilakukan, penelitian tersebut hanya memeriksa adanya bakteri Staphylococcus. Penelitian tentang PHBS sebelumnya dilakukan pada siswa SD, siswa SMP, masyarakat di wilayah kerja puskesmas, dan pejamah makanan di rumah sakit. Penelitian ini akan mengembangkan penelitian sebelumnya yaitu dengan menganalisis faktor suhu, pencahayaan, kelembaban, dan PHBS siswa SD, SMP, SMA yang dihubungkan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. http://lib.unimus.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Udara Udara merupakan komponen lingkungan terpenting dalam kehidupan. Udara sangat mudah tersebar mengisi seluruh ruangan di lingkungan hidup karena temperatur ruang udara yang selalu berada dalam fasa gas(26). Udara terdiri dari campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi(27). Susunan campuran gas pada udara yang masih bersih adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Komposisi Udara Bersih Macam gas Nitrogen, N2 Oksigen, O221Argen, Ar Karbondioksida, CO2 Helion, He Neon, Ne Xenon, Xe Kripton, Kr Metana, CH4- Karbon monoksida, CO Amoniak, NH3- Nitrat oksida, N2O Hidrogen sulfida, H2S Volume (%) 78 0,94 0,03 0,01 0,01 0,01 0,01 Sedikit sekali Sedikit sekali Sedikit sekali Sumber : Dedi Alamsyah & Ratna Muliawati, 2013 Delapan gas pertama dalam tabel tersebut susunannya relatif tetap. Lima gas lainnya jumlahnya sedikit dan bervariasi dari tempat ke tempat(27). B. Polusi Udara 1. Pengertian Polusi Udara Polusi udara adalah pencemaran akibat gas dan partikel halus hasil dari peristiwa alam atau kegiatan manusia yang dilepaskan ke atmosfer. Gas dan partikel tersebut menyebabkan pencemaran jika melebihi kapasitas atmosfer untuk melarutkan atau membuangnya ke lapisan tanah atau badan air pada biosfer(28). http://lib.unimus.ac.id Polusi udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia. Mutu udara ambien akan turun sampai ke tingkat tertentu dan menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya(29). Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer. Substansi tersebut dalam jumlah tertentu dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup, mengganggu estetika dan kenyamanan, serta merusak properti(30). Berdasarkan beberapa pengertian tentang polusi udara di atas maka dapat didefinisikan polusi udara adalah masuk / dimasukkannya satu / lebih substansi fisik, kimia, biologi atau komponen lainnya berupa gas dan partikel ke atmosfer akibat dari peristiwa alam atau kegiatan manusia. Polusi udara menyebabkan mutu udara ambien turun sehingga tidak memenuhi fungsinya lagi dan membahayakan kesehatan makhluk hidup. Selain itu polusi udara juga mengganggu estetika dan kenyamanan, serta merusak properti. 2. Sumber Polusi Udara Kualitas udara yang buruk dipengaruhi oleh konsentrasi sejumlah zat hasil dari kegiatan manusia atau secara alami. Berikut adalah dua sumber polusi udara(9): a. Alamiah : Zat pencemar alamiah dapat berasal dari dalam tanah, hutan, dan pegunungan (radon, methane, uap air / kelembaban) b. Aktivitas manusia, contohnya : 1) Pencemaran akibat lalu lintas : CO, debu, karbon, Pb, NO. 2) Pencemar industri : NOx,SO2, Ozone, Pb, VOC. 3) Rumah tangga : pembakaran http://lib.unimus.ac.id 3. Dampak Polusi Udara Polusi udara menyebabkan penurunan kualitas udara dan berdampak bagi kehidupan, antara lain : a. Dampak kesehatan Sistem pernafasan adalah salah satu jalan masuknya substansi pencemar yang ada di udara. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernafasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat masuk sampai ke paru-paru. Zat pencemar tersebut kemudian terserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Dampak terhadap kesehatan secara umum adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), termasuk diantaranya asma, bronkitis, dan gangguan pernafasan lainnya(31). Bahan pencemar udara juga dapat masuk ke saluran pencernaan (ingesti) yaitu melalui makan atau minum. Akibatnya dapat menimbulkan efek lokal dan dapat pula menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah(31). Polusi udara juga akan berdampak pada janin dalam kandungan dan anak-anak dalam masa tumbuh kembang. Dampak buruk polusi udara terhadap anak adalah merosotnya tingkat IQ. Dampak lainnya adalah turunnya berat badan janin dan meningkatnya jumlah kematian bayi serta kerusakan otak yang terutama disebabkan oleh gas CO(32). b. Dampak terhadap tanaman Tanaman dapat terganggu pertumbuhannya apabila tumbuh di daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi. Keadaan ini juga mengakibatkan tanaman rawan terhadap penyakit seperti klorosis, nekrosis, dan bintik hitam. Partikulat yang terdesposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintensis(31). c. Dampak terhadap hewan Dampak polusi udara terhadap kehidupan hewan peliharaan maupun tidak peliharaan dapat terjadi karena adanya proses http://lib.unimus.ac.id bioakumulasi dan keracunan bahan berbahaya. Salah satu contoh dampaknya adalah terjadinya migrasi burung karena udara ambien terpapar oleh gas SO2. Selain itu, dampak terhadap hewan juga dapat terjadi secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung dapat mengalami gangguan pernafasan apabila terjadi interaksi melalui sistem pernafasan. Secara tidak langsung terjadi melalui suatu perantara, baik tumbuhan atau perairan yang berfungsi sebagai bahan makanan hewan(33, 34). d. Hujan asam Bahan pencemar udara seperti SO2 dan NO2 akan membentuk asam jika bereaksi dengan air hujan dan menurunkan pH air hujan yang normalnya adalah 5,6. Hujan asam tidak selalu dalam keadaan basah atau berupa uap air yang jatuh dari udara, tetapi dapat juga berbentuk gas atau uap yang mudah dibawa oleh angin ke segala tempat. Dampak dari hujan asam ini antara lain : 1) Mempengaruhi kualitas air permukaan. 2) Merusak tanaman dan dapat memusnahkan kawasan hutan yang luas. 3) Berkaratnya logam. 4) Rusaknya bahan pakaian 5) Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan seperti rusaknya dinding bangunan dan lunturnya cat(30, 35). e. Efek rumah kaca Efek rumah kaca adalah pemanasan global dari emisi karbon dioksida (CO2). Karbondioksida sebenarnya merupakan senyawa normal yang ada di atmosfir. Semakin banyak penggunaan bahan bakar fosil dan adanya intervensi manusia ke dalam siklus karbon dan oksigen mengakibatkan produk karbon dioksida lebih cepat dari siklus normalnya, sehingga konsentrasi rata-rata karbon dioksida di atmosfir meningkat. Dampak yang ditimbulkan antara lain adalah perubahan curah hujan sehingga tanah tidak subur dan berdampak juga pada http://lib.unimus.ac.id mencairnya bongkahan es di daerah kutub yang menyebabkan permukaan laut meningkat sehingga memungkinkan banjir pada kotakota di pinggir pantai dan daerah industri(9). f. Kerusakan lapisan ozon Lapisan ozon berada di statosfer dengan ketinggian 20-35 km. Lapisan ozon melindungi bumi dengan memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari. Molekul-molekul ozon (O3) dibentuk dan diuraikan secara alami di stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan bersifat sangat stabil menyebabkan laju penguraian molekul-molekul ozon lebih cepat dari pembentukkannya. Hal ini menyebabkan terbentuknya lubang-lubang pada lapisan ozon(31). Fungsi lapisan ozon yang tidak optimal akan mengakibatkan meningkatnya derajat sinar ultraviolet yang mencapai bumi sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti kanker kulit, katarak, dan penurunan imunitas terhadap penyakit(36). 4. Penanggulangan Polusi Udara Melihat dampak buruk dari polusi udara, maka diperlukan upaya pencegahan. Upaya pencegahan terhadap polusi udara dapat dilakukan dengan cara(37, 38): a. Mengurangi pemakaian bahan bakar fosil terutama yang mengandung asap serta gas-gas polutan lainnya dan menggantinya dengan bahan bakar ramah lingkungan seperti biodesel. b. Melakukan pengolahan / penyaringan limbah asap industri dengan cara memasang bahan penyerap polutan sebelum limbah dibuang bebas ke udara. c. Membuat cerobong asap yang cukup tinggi agar asap dapat menembus lapisan inversi thermal sehingga tidak menambah polutan yang tertangkap di pemukiman. d. Melakukan reboisasi. e. Tidak melakukan pembakaran hutan secara liar. http://lib.unimus.ac.id f. Menghemat bahan bakar alat transportasi atau mengganti bahan bakar dengan bahan bakar yang tidak menghasilkan gas karbon monoksida dan diusahakan agar pembakaran yang terjadi berlangsung secara sempurna. g. Mengontrol emisi kendaraan bermotor dengan mengubah alat pengubah ketalitik. h. Mengurangi kendaraan pribadi C. Polusi Udara dalam Ruang 1. Pengertian Polusi Udara dalam Ruang Polusi udara dalam ruang adalah polusi udara yang terjadi di dalam ruangan misalnya rumah, sekolah, dan kantor. Polusi udara dalam ruang tidak secara langsung berhubungan dengan emisi global, namun sangat penting untuk menentukan keterpajanan seseorang. Kualitas udara dalam ruangan ditentukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan (9, 39). 2. Sumber Polusi Udara dalam Ruang Sumber polusi udara dalam ruangan menurut penelitian The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) adalah sebagai berikut(40): a. Pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam ruangan seperti asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan. b. Pencemaran dari luar ruangan meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi lubang ventilasi yang tidak tepat. c. Pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem, asbestos, fibreglass, dan bahan lainnya. http://lib.unimus.ac.id d. Pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beserta seluruh sistemnya. e. Kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan kurangnya perawatan sistem peralatan ventilasi. 3. Bioaerosol Atmosfer mengandung partikel-partikel yang disebut sebagai aerosol, salah satu komponen aerosol adalah bioaerosol. Bioaerosol merupakan kumpulan partikel seperti spora, polen, sel-sel bakteri dan virus yang tersuspensi di dalam medium gas . Mikroba di udara bebas merupakan salah satu dari komponen aerosol dan tidak dapat terpisah dari komponenkomponen penyusun udara. Hampir semua aktivitas manusia akan mengularkan emisi partikel / aerosol ke udara(41). Berikut adalah sumber bioaerosol(9) : a. Outdoor contamination 1) Jamur, berasal dari organisme yang membusuk, tumbuh-tumbuhan yang mati, dan bangkai binatang. 2) Bakteri legionella. berasal dari soil borne yang mungkin dapat menembus ke dalam ruang. 3) Alga, tumbuh dekat kolam/danau masuk ke dalam ruangan melalui hembusan angin. 4) Jentik-jentik serangga, di luar ruangan yang dapat menembus setiap bangunan tertutup. b. Indoor contamination Kontaminasi yang berasal dari dalam ruang banyak terjadi pada kelembaban antara 25%-75%. Pada kelembaban tersebut akan meningkatkan pertumbuhan spora dan jamur. http://lib.unimus.ac.id 4. Standar Kualitas Udara dalam Ruang Standar kualitas udara dalam ruangan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405 Tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan di lingkungan kerja perkantoran dan industri adalah sebagai berikut(42): a. Suhu dan kelembaban 1) Suhu : 18-28ºC 2) Kelembaban : 40%-60% b. Debu Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam pengkuruan rata-rata 8 jam adalah sebagai berikut : Tabel 2.2. Kandungan Debu Maksimal di Dalam Ruangan dalam Pengukuran Rata-Rata 8 Jam No 1 2 Jenis Debu Debu total Asbes bebas Konsentrasi Maksimal 0,15 mg/m3 5 serat/ml udara dengan panjang serat 5µ Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405 Tahun 2002 c. Pertukaran udara Pertukaran udara : 0,283 m3/menit/orang dengan laju ventilasi 0,15-0,25 m/detik. Ruangan kerja yang tidak menggunakan pendingin harus memiliki lubang ventilasi minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan sistem ventilasi silang. d. Gas pencemar Kandungan gas pencemar dalam ruang kerja, dalam rata-rata pengukuran 8 jam sebagai berikut : Tabel 2.3. Kandungan Gas Pencemar dalam Ruang Kerja, dalam Rata-Rata Pengukuran 8 Jam Konsentrasi Maksimal No 1 2 3 4 5 Parameter Asam Sulfida (H2S) Amonia (NH3) Karbon Monoksida (CO) Nitrogen Dioksida (NO2) Sulfur Dioksida (SO2) (mg/m3) 1 17 29 5,60 5,2 Ppm 25 25 3,0 2 Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405 Tahun 2002 http://lib.unimus.ac.id e. Mikrobiologi 1) Angka kuman kurang dari 700 koloni/m3 udara 2) Bebas kuman patogen 5. Polusi Udara dalam Ruang Kelas Ruang kelas adalah tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Penghuni ruang kelas sebagian besar adalah anak-anak yang cenderung lebih rentan, sehingga ruang kelas harus memperhatikan beberapa hal seperti kualitas udara. Faktor yang mempengaruhi kualitas udara yang menyebabkan polusi udara di ruang kelas pada umumnya sama dengan bangunan lain. Kualitas udara yang buruk di ruang kelas akan menyebabkan masalah kesehatan pada anak-anak sehingga menurunya persentase kehadiran dan kinerja belajar siswa(43, 44). D. Bakteri 1. Bakteri yang Berasal dari Udara Udara bukan merupakan habitat asli mikroorganisme, tetapi bermacam-macam mikroorganisme dalam jumlah yang beragam dapat berada di udara sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas permukaan bumi. Mikroorganisme yang paling banyak berada di udara bebas adalah bakteri, jamur, dan mikroalga(11). Bakteri merupakan organisme uniseluler, nukleoid / tidak memliki membran inti, tidak memiliki klorofil, saprofit / parasit, berkembangbiak dengan pembelahan biner, dan termasuk dalam protista prokariotik(45). Ukuran tubuh bakteri sangat kecil yaitu dengan lebar antara 1-2 mikron dan panjangnya antara 2-5 mikron. Ukuran bakteri dipengaruhi oleh umurnya, bakteri yang berumur 2-6 jam umumnya lebih besar dari bakteri yang berumur lebih dari 24 jam. Bentuk tubuh bakteri dapat dilihat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali atau lebih(11). http://lib.unimus.ac.id Bentuk dasar bakteri yaitu bulat (coccus), batang atau silinder (bacillus) dan spiral (batang melengkung atau melingkar-lingkar)(46). Mikroorganisme seperti bakteri terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut selama bersin, batuk, dan bahkan bercakap-cakap. Ukuran titik-titik air yang terhembuskan dari saluran pernafasan yaitu mikrometer sampai millimeter. Titik-titik air yang ukurannya dalam kisaran mikrometer akan tinggal di udara sampai beberapa lama, tetapi yang berukuran besar akan segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini akan berada di udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut(10). Bakteri yang sering ditemukan pada umumya dari jenis basil gram positif berspora atau non spora, basil gram negatif dan kokus gram positif. Bakteri tersebut adalah yang biasanya terdapat dalam mulut dan tenggorokan orang normal melalui batuk, bersin, dan berbicara seperti Staphylococcus sp, Streptococcus sp. Beberapa jenis lain yang terdeteksi mencemari udara antara lain adalah Pseudomonas sp, Klebsiella sp, Proteus sp, Bacillus sp dan golongan jamur(11). 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Bakteri mengalami pertumbuhan sama halnya dengan makhluk hidup yang lain(13). Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan optimum bakteri. Faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan terpenting bagi kelangsungan hidup bakteri. Bakteri hidup dalam kisaran suhu tertentu. Kondisi suhu lingkungan yang keluar dari kisaran akan menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat dan mati. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas anzim. Suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun, sedangkan jika suhu terlalu tinggi maka dapat mendenaturasi protein enzim(13). http://lib.unimus.ac.id Suhu yang paling baik untuk kehidupan makhluk hidup disebut suhu optimum. Berdasarkan suhu optimum untuk pertumbuhannya, bakteri dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu sebagai berikut(13): 1) Bakteri psikrofilik (0-20ºC), yaitu bakteri yang hidup pada suhu dingin dan pertumbuhan optimumnya adalah pada suhu dibawah 20ºC. Bakteri ini banyak terdapat di dasar lautan, daerah kutub, dan pada bahan makanan yang dibekukan. Pertumbuhan bakteri psikrofil pada bahan makanan menyebabkan kualitas bahan makanan tersebut menurun atau menjadi busuk. 2) Bakteri mesofilik (20-50ºC), yaitu bakteri yang dapat hidup secara maksimal pada suhu sedang dan memiliki suhu optimum di antara 20ºC sampai 50ºC. Bakteri mesofil banyak terdapat pada tanah, air, dan tubuh vertebrata (hewan bertulang belakang). 3) Bakteri termofilik (50-100ºC), yaitu bakteri yang tumbuh optimal pada suhu yang tinggi. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu diatas 40ºC bahkan di tempat yang panas, seperti di sumber mata air panas. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ventilasi (AC dan Non AC) terhadap keberadaan mikrooganisme udara di ruang perpustakaan, menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka jumlah koloni mikroba akan cenderung banyak, dan semakin rendah suhu maka jumlah koloni mikroba akan cenderung sedikit(25). b. Derajat keasaman / pH pH mempengaruhi aktivitas enzim. Enzim akan mengkatalis reaksi lebih cepat pada pH optimum(47). pH optimum bagi sebagian besar bakteri adalah antara 6,5 dan 7,5. Terdapat juga mikroorganisme yang tumbuh pada keadaan yang sangat asam atau alkali(48). c. Nutrisi Setiap bakteri memerlukan nutrisi untuk pertumbuhannya. Sumber nutrisi yang dibutuhkan bakteri meliputi sumber energi cahaya (fototrof) dan senyawa kimia (kemotrof); sumber karbon yang berupa http://lib.unimus.ac.id karbon anorganik (karbondioksida) dan karbon organik seperti karbohidrat; sumber nitrogen dalam bentuk garam nitrogen anorganik seperti kalium nitrat dan nitrogen organik berupa protein dan asam amino; unsur logam seperti kalium, natrium, magnesium, besi, tembaga dsb; dan bakteri juga membutuhkan air(49). d. Cahaya dan zat kimia Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Cahaya dapat merusak sel bakteri yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet (UV) yang dapat membunuh bakteri memiliki panjang gelombang 210-300 nm. Asam nukleat merupakan komponen sel yang dapat menyerap sinar UV. Sel yang terpapar akan mengalami ionisasi sehingga mengakibatkan kerusakan, terhambatnya pertumbuhan atau menyebabkan kematian(12). Penelitian tentang pengaruh penggunaan ventilasi (AC dan NON AC) dalam ruangan terhadap keberadaan mikroorganisme udara, menunjukkan bahwa hubungan antara intensitas cahaya dengan jumlah mikroba adalah berbanding terbalik. Semakin besar intensitas cahaya maka jumlah mikroba semakin sedikit, dan sebaliknya jika semakin kecil intensitas cahaya maka jumlah mikroba semakin banyak(24). e. Kelembaban Bakteri memerlukan kelembaban yang cukup tinggi, yaitu sekitar 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan(12). Penelitian tentang pengaruh penggunaan ventilasi (AC dan Non AC) terhadap perpustakaan, keberadaan menunjukkan mikroorganisme udara di ruang bahwa hubungan antara terdapat kelembaban dengan keberadaan mikroba. Semakin tinggi kelembaban, maka jumlah koloni mikroba akan cenderung banyak. Semakin rendah kelembaban, maka jumlah koloni mikroba akan cenderung sedikit(25). http://lib.unimus.ac.id Pertumbuhan bakteri di dalam ruangan juga dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti padatnya orang, sifat serta taraf kegiatan orang-orang yang menempati ruangan tersebut(10). 3. Penyakit yang Disebabkan oleh Bakteri yang Berasal dari Udara Bakteri asal udara menyebabkan penyakit saluran pernafasan bagian atas(10). Penyakit tersebut adalah sebagai berikut : a. Difteri Difteri adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae. Difteri menyebabkan terbentuknya pseudomembran berwarna keabu-abuan di faring, laring, dan hidung. Penyakit ini biasanya terlihat pada 2-5 hari sesudah penularan. Penularannya melalui kontak langsung dengan penderita. Penyakit ini terjadi karena adanya toksin yang diserap ke pembuluh darah dan dibawa ke seluruh tubuh termasuk jantung. Gejala awal difteri tidak spesifik seperti demam ringan (biasanya <38,5ºC), muntah, batuk, dan nyeri tenggorokan. Gejala yang parah dapat menyebabkan kematian, selain itu beberapa otot seperti otot langitlangit, otot mata, otot tungkai dan otot saluran pernafasan akan mengalami kelumpuhan(50). b. Streptokokal Penyakit streptokokal disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes. Penyakit streptokokal dibagi menjadi dua macam yaitu : 1) Infeksi primer (tipe bernanah atau pembentuk nanah) Sindrom infektif yang paling umum pada infeksi primer adalah radang tenggorokan yang akut dengan dahak atau tanpa dahak yang disebut dengan faringitis atau tonsillitis streptokokal. Penderita umumnya mengalami ruam eritematosus (kemerah-merahan). Streptokokal pembentuk nanah atau pilogenik lainnnya meliputi penyakit kulit (pioderma) seperti impetigo (peradangan kulit yang akut), infeksi luka sekunder, dan lepuh yang terinfeksi. http://lib.unimus.ac.id 2) Lanjutan atau komplikasi (tipe tak bernanah) Jenis penyakit lanjutan yang tidak membentuk nanah adalah demam rematik (peradangan jaringan penghubung pada banyak persendian dan organ, terutama jantung) dan glomerulonefritis akut (peradangan ginjal tak bernanah, terutama menyerang glomeruli atau pembuluh kapiler). Demam rematik merupakan lanjutan penyakit faringitis sedangkan glomerulonefritis akut adalah lanjutan faringitis dan pioderma(10). Bakteri asal udara juga menyebabkan penyakit yang melibatkan daerah-daerah lain selain saluran pernafasan bagian atas. Penyakit tersebut adalah sebagai berikut : a. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh organisme menyerang Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium organ tubuh terutama paru(51). Tuberkulosis menular melalui percikan dahak pasien pada saat batuk atau bersin, yang kemudian terhirup orang lain. Gejala utama Tuberkulosis adalah batuk berdahak terus menerus selama 2 minggu atau lebih. Gejala lainnya adalah batuk bercampur darah, sesak nafas dan nyeri dada, nafsu makan berkurang, berat badan turun, lemas, demam/meriang berkepanjangan, dan berkeringat di malam hari tanpa melakukan kegiatan(52). b. Pneumonia pneumokokus Pneumonia lobar atau cuping (penyumbatan pada cuping paruparu) dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, namun 95% dari pneumonia bakterial disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, yang dahulu disebut Diplococcus pneumoniae dan biasanya disebut pneumokokus. Gejala umum pada pneumonia adalah deman, batuk, dan takipneu. Alveoli (sel udara) paru-paru penuh terisi eksudat. Diagnosis klinis pneumonia pada pemeriksaan radiografi, dimana akumulasi cairan nampak http://lib.unimus.ac.id sebagai area konsolidasi. Pneumokokus dapat juga menyerang jaringan-jaringan lain, terutama sinus, ruang tengah telinga, dan selaput otak(10, 53). c. Meningitis meningokokus Meningitis meningokokus merupakan penyakit infeksi menular yang menyerang selaput otak. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria meningitidis. Bakteri ini menginfeksi saluran pernafasan kemudian masuk ke dalam aliran darah. Penularan penyakit ini melalui sekret saluran pernafasan (droplet) ataupun air liur (saliva) dengan masa inkubasi 3-4 hari (rentang waktu 2-10 hari). Gejalanya yaitu demam tinggi, mual/muntah, sakit kepala, kaku kuduk, photofobia, dan ketahanan fisik melemah. Penyakit meningitis yang telah parah dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang serius seperti kerusakan otak, kurangnya daya ingat, kurang kemampuan pendengaran dan menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara serius(54, 55). d. Penyakit pasukan Penyakit pasukan mempunyai sindrom khas pneumonia. Penyakit ini disebabkan oleh Legionella pneumophila. Gejala-gejalanya mulai nampak pada 2-10 hari setelah terkena bakteri yang bersangkutan yaitu meliputi rasa lesu, sakit kepala, rasa sakit pada otot, dada dan perut, kebingungan, dan terganggunya fungsi ginjal(10). 4. Perhitungan Jumlah Bakteri Jumlah bakteri dapat dihitung menggunakan beberapa metode yaitu sebagai berikut : a. Metode hitungan mikroskopik langsung Metode hitung jumlah mikroskopik langsung dilakukan menggunakan bilik hitung Petroff – Hausser cell counter(45). Metode perhitungan ini menghasilkan hitungan total, baik sel yang hidup maupun sel yang sudah mati(15). http://lib.unimus.ac.id b. Metode cawan Metode hitung cawan merupakan metode yang paling sensitif. Setiap sel yang hidup dianggap dapat berkembang menjadi satu koloni, sehingga pada metode ini jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan satu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup pada sampel(56). c. Metode Most Probable Number (MPN) Metode MPN merupakan metode perhitungan sel terutama untuk perhitungan bakteri coliform. Perhitungan didasarkan pada jumlah perkiraan terdekat yaitu dalam range tertentu dan dihitung sebagai nilai duga dekat secara statistik dengan merujuk tabel MPN(45). E. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah 1. Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah sebagai hasil pembelajaran. Tujuannya adalah agar secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat(15). PHBS di sekolah sangat diperlukan seiring banyaknya penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah yang umumnya berhubungan dengan PHBS(14). 2. Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah Manfaat PHBS di sekolah antara lain(57) : a. Sekolah menjadi bersih sehingga anak sekolah dan guru terlindungi dari gangguan dan ancaman penyakit. b. Semangat proses belajar mengajar semakin meningkat sehingga berdampak pada prestasi belajar anak sekolah. http://lib.unimus.ac.id c. Citra sekolah sebagai sarana pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua (masyrakat). d. Citra pemerintah daerah semakin meningkat di bidang pendidikan. e. Dapat menjadi percontohan sekolah ber-PHBS bagi daerah lain. 3. Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah Indikator PHBS di sekolah terdiri dari indikator perilaku dan indikator lingkungan. Indikator perilaku meliputi(16): a. Mencuci tangan menggunakan sabun Mencuci tangan dalam upaya peningkatan PHBS sangat penting dilakukan karena tangan merupakan bagian dari tubuh manusia yang sering menyebarkan infeksi. Tangan akan terkena kuman saat bersentuhan dengan bagian tubuh sendiri, tubuh orang lain, hewan, atau permukaan yang tercemar. Kuman tersebut dapat masuk ke tubuh saat tangan menyentuh mata, hidung, dan mulut. Penyakit yang disebabkan akibat kebersihan tangan yang kurang antara lain adalah bisul, jerawat, tifus, leptospirosis, jamur, polio, disentri, diare, kolera, cacingan, hepatitis A, SARS, hingga flu burung(58). Mencuci tangan menggunakan air saja tidak cukup untuk melindungi dari kuman penyakit yang berada di tangan. Mencuci tangan menggunakan air dan disertai dengan sabun merupakan tindakan yang tepat untuk memutus mata rantai kuman(59). b. Mengonsumsi makanan dan minuman sehat Makanan dan minuman sehat berperan penting dalam memberikan asupan energi dan zat gizi bagi anak usia sekolah. Masyarakat sekolah dapat mengkonsumsi jajanan sehat dari kantin sekolah atau membawa bekal dari rumah. Kantin yang sehat akan menyediakan makanan yang mengandung gizi seimbang dan bervariasi. Jajanan sehat adalah jajanan yang terhidar dari bahaya fisik, kimia, dan bilogis. Jajanan yang tidak sehat akan menimbulkan masalah gizi, dan mengganggu kesehatan seperti penyakit saluran pencernaan. Hal ini juga akan http://lib.unimus.ac.id berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar siswa, meningkatkan absensi sehingga berpengaruh pada prestasi belajar anak(60, 61) . Beberapa cara memilih makanan jajanan sehat adalah sebagai berikut(62) : 1) Memilih makanan yang tertutup rapat, tidak berbau/berasa asam, dan tidak berlendir. 2) Menghindari makanan yang berwarna mencolok, karena dikhawatirkan mengandung bahan pewarna yang dilarang untuk makanan. 3) Menghindari makanan gorengan yang berwarna gelap dan bertekstur keras, karena itu merupakan salah satu ciri gorengan yang sudah digoreng berulang kali atau menggunakan minyak berulang. 4) Menghindari makanan gorengan yang berwarna putih, karena dikhawatirkan gorengan tersebut digoreng dengan plastik dan biasanya gorengan tersebut tetap renyah sampai keesokan harinya. 5) Menghindari makanan yang dibungkus dengan kertas koran atau kertas dengan tinta pada bagian dalam, karena zat kimia pada tinta koran/kertas dapat meracuni makanan. 6) Makanan yang panas lebih baik dibungkus dengan plastik putih daripada dengan plastik kresek atau bahan beling. 7) Menghindari makanan yang dikemas menggunakan staples, karena dikhawatirkan staples dapat tertelan bersama makanan. 8) Memperhatikan kandungan gizi dan tanggal kadaluwarsa pada makanan kemasan. c. Menggunakan Jamban Sehat Jamban atau fasilitas pembuangan tinja dikatakan sehat apabila memenuhi syarat yaitu sebagai berikut(58) : 1) Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban. 2) Tidak mengotori air permukaan di sekitar. 3) Tidak mengotori air tanah di sekitar. http://lib.unimus.ac.id 4) Tidak dapat dijangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa. 5) Tidak menimbulkan bau. 6) Mudah digunakan dan dipelihara. 7) Dapat diterima oleh masyarakat. 8) Tersedia cukup air untuk membersihkan. 9) Tersedia sabun untuk cuci tangan setelah buang air besar. Tinja manusia mengandung organisme pathogen yang dibawa air, makanan, serangga sehingga menyebabkan penyakit seperti penyakit akibat bakteri salmonella, penyakit vibriokolera, penyakit oleh amuba, virus seperti hepatitis infektiosa, cacing, disentri, poliomyelitis, ascariasis, dan lain-lain(63). Alur penularannya adalah sebagai berikut: Gambar 2.1. Alur Penularan Penyakit Akibat Sanitasi yang Buruk(64) Cara memelihara jamban sehat adalah sebagai berikut(65) : 1) Hendaknya lantai jamban selalu bersih dan tidak ada genangan air. 2) Jamban dibersihkan secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih. 3) Tidak ada kotoran yang terlihat di dalam jamban. 4) Tidak ada kecoa, lalat, dan tikus yang berkeliaran. 5) Tersedia alat pembersih (sabun, sikat, dan air bersih). 6) Segera perbaiki bila ada kerusakan. http://lib.unimus.ac.id d. Membuang Sampah di Tempat Sampah Masyarakat sekolah wajib membuang sampah pada tempat sampah yang tersedia. Tempat sampah merupakan fasilitas siswa dalam menerapkan Pengelolaan sampah cara yang membuang kurang sampah baik akan yang benar(60). menyebabkan penumpukan sampah. Hal ini menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan seperti diare, kolera, dan typus(66). Sampah yang membusuk akan mengeluarkan gas seperti methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta senyawa lainnya. Gas-gas ini merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas lingkungan (udara)(67). Bau dari sampah yang menyengat dapat menyebabkan penyakit sesak nafas dan penyakit mata(66). e. Tidak Merokok Merokok berbahaya bagi kesehatan perokok dan orang di sekitarnya. Satu batang rokok mengandung 4000 bahan kimia berbahaya diantaranya adalah nikotin yang dapat menyebabkan ketagihan dan kerusakan jantung serta pembuluh darah, tar yang dapat menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker, dan CO yang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen sehingga sel-sel tubuh akan mati(60). Bagian tubuh pertama kali yang terpengaruh oleh rokok adalah mulut. Merokok dapat mengubah keseimbangan jumlah spesies bakteri dalam mulut secara drastis sehingga meningkatkan resiko penyakit mulut, paru-paru, dan sistem pencernaan. Perokok aktif secara signifikan meningkatkan pertumbuhan bakteri di dalam mulutnya sampai lebih dari 150 spesies, dan menurunkan jumlah bakteri baik Proteobacteria yang seharusnya bertugas membantu menetralkan racun dari rokok. Perokok aktif juga dapat meningkatkan jumlah spesies bakteri Streptococcus yang menjadi penyebab kerusakan dan lubang pada gigi(68). Tidak merokok di lingkungan sekolah dapat http://lib.unimus.ac.id menghindari masyarakat sekolah dari kemungkinan terkena penyakit di atas(60). f. Tidak Menggunakan NAPZA NAPZA adalah zat yang mempengaruhi fungsi dan struktur beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya(69). NAPZA dibagi dalam 3 jenis yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Dampak penyalahgunaan NAPZA terhadap kondisi fisik adalah terjadi perubahan mental karena dosis yang terlalu berlebihan. Pemakaian ganja dalam kurun waktu lama akan menurunkan daya tahan sehingga mudah terserang infeksi dan memperburuk aliran darah koroner. Pemakaian kokain dapat menyebabkan terjadinya aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat hidung, dalam jangka panjang menyebabkan anemia dan turunnya berat badan. Pemakaian alkohol akan menyebabkan banyak komplikasi misalnya gangguan lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin, dan gangguan seksual. Pemakaian alat yang tidak steril akan menyebabkan terjadi infeksi, seperti HIV dan Hepatitis. Akibat yang tidak langsung misalnya terjadi stroke atau malnutrisi karena pemakaian alkohol. Akibat dari cara hidup pasien adalah menyebabkan terjadinya kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi dan penyakit kelamin(70). g. Tidak Meludah di Sembarangan Tempat Air liur sebenarnya sangat berguna bagi tubuh kita. Air liur membantu pencernaan makanan dengan membasahi makanan yang masuk ke mulut sehingga lebih mudah dikunyah dan ditelan. Air liur juga melindungi kita dari bakteri yang masuk melalui mulut. Bakteri yang merusak jaringan dan membuat gigi berlubang itu dihancurkan oleh air liur yang mengandung protein dan berfungsi sebagai antibodi. Meludah sembarangan akan menyebabkan kuman penyakit tersebar http://lib.unimus.ac.id luas. Contoh penyakit yang paling mudah menular melalui percikan ludah adalah campak, polio, teteanus, dan TBC(71). h. Memberantas Jentik Kegiatan Pemberantasan Nyamuk (PSN) di sekolah dilakukan dengan menguras dan menutup tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas dan menghindari gigitan nyamuk. Memberantas jentik nyamuk dibuktikan dengan tidak ditemukannya jentik nyamuk pada tempat penampungan air, bak mandi, gentong air, vas bunga, pot bunga / alas pot bunga dan barang-barang bekas / tempat yang dapat manampung air yang ada di lingkungan sekolah. Diharapkan lingkungan bebas jentik dapat mencegah penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, malaria, dan filariasis(60). Indikator lingkungan meliputi ada jamban yang bersih, ada air bersih, ada tempat sampah, ada Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), ada ventilasi udara, ada kantin sehat, ada UKS, ada taman sekolah.(57) 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah Faktor-faktor yang mempengaruhi PHBS anak sekolah adalah berasal dari(72): a. Dukungan dari orang tua b. Dukungan teman sekolah c. Dukungan guru di sekolah d. Sarana prasarana yang mendukung perwujudan PHBS di sekolah. F. Personal Hygiene Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan kesejahteraan fisik dan psikologis(73). http://lib.unimus.ac.id dirinya untuk memperoleh Jenis-jenis personal hygiene adalah sebagai berikut : 1. Kebersihan Kulit Kulit merupakan salah satu bagian terpenting dari tubuh yang berfungsi melindungi tubuh. Kulit pada umumnya dibersihkan dengan cara mandi. Salah satu manfaat mandi adalah menghilangkan racun dari dalam tubuh. Racun tersebut dapat keluar dari dalam tubuh dalam bentuk keringat dan semacamnya. Racun-racun tersebut akan menutup pori-pori dan menghambat keluarnya keringat apabila tidak dibersihkan. Keringat yang masih menempel pada kulit juga akan memudahkan kotoran dari luar menempel, sehingga dapat menyebabkan iritasi atau gatal-gatal. Mandi yang baik bagi kesehatan adalah minimal dua kali sehari. Air yang digunakan untuk mandi harus bersih(74). 2. Kebersihan gigi dan mulut Gigi dan mulut merupakan pintu gerbang masuknya bakteri(75). Gigi dan mulut merupakan satu kesatuan karena gigi terdapat di rongga mulut. Gigi dan mulut yang tidak dibersihkan dengan sempurna akan menyebabkan sisa makanan yang terselip bersama bakteri akan bertambah banyak dan membentuk plak. Beberapa penyakit yang muncul akibat perawatan gigi dan mulut yang buruk adalah karies, radang gusi, sariawan(76). Usaha yang dilakukan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah dengan cara sebagai berikut: a. Menyikat gigi dilakukan sebanyak minimal dua kali sehari setiap pagi setelah sarapan dan sebelum tidur. b. Menggunakan sikat gigi khusus apabila untuk anak-anak, yaitu dengan sikat yang berbulu lembut dan kepala sikat kecil. c. Menggunakan takaran pasta gigi yang normal. d. Menyikat gigi selama 2 menit dan menyikat seluruh permukaan gigi. e. Mengganti sikat gigi setiap 3 bulan. f. Menghindari memakan makanan yang manis dan asam. g. Mengkonsumsi makanan berserat. h. Periksa gigi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali. http://lib.unimus.ac.id 3. Kebersihan rambut Rambut merupakan struktur kulit. Rambut yang sehat mempunyai ciri-ciri terlihat mengkilap, tidak kering, tidak berminyak, dan tidak mudah patah(77). Kebersihan rambut perlu dijaga untuk menghindari aroma tidak sedap, dan menghindari gangguan kulit kepala seperti ketombe dan kutu rambut. Membersihkan rambut dilakukan dengan cara keramas secara teratur minimal dua hari sekali menggunakan shampoo. Rambut yang bersih dapat memperlancar sirkulasi darah pada kulit kepala, membantu mengurangi stres, dan membantu jaringan metabolisme agar tetap tumbuh dan berkembang secara normal(78). 4. Kebersihan mata, hidung, dan telinga Perawatan khusus untuk membersihkan mata, hidung, dan telinga secara normal tidak ada selama individu mandi. Secara normal, mata terus menerus dibersihkan oleh air mata. Kelopak mata dan bulu mata juga berfungsi untuk mencegah masuknya partikel asing ke dalam mata. Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran. Pembersihan telinga dapat dilakukan secara mandiri. Hidung berfungsi sebagai indera penciuman, mencegah masuknya partikel asing ke dalam sistem pernafasan, dan memantau temperatur dan kelembaban udara yang dihirup(76). 5. Kebersihan kuku dan kaki Menjaga kebersihan kuku merupakan cara terpenting untuk menjaga dari berbagai kuman yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kuku. Kondisi normal kuku adalah halus, tebal ± 0,5 mm, transparan, dan dasar kuku berwarna merah muda(79). Memotong kuku sebaiknya dilakukan satu kali seminggu atau sesuai kebutuhan(77). Menjaga kebersihan kaki dilakukan dengan cara mencuci dengan air bersih dan sabun, kemudian mengeringkannya dengan handuk. Perawatan kaki lainnya yaitu dengan menghindari penggunaan sepatu yang sempit karena dapat menyebabkan gangguan kaki seperti katimumul (kulit ari menjadi mengeras, menebal, bengkak pada ibu jari kaki dan akhirnya melepuh). Penggunaan kaos kaki http://lib.unimus.ac.id yang sempit, sudah usang, dan kotor juga harus di hindari karena dapat menimbulkan bau pada kaki, alergi, dan infeksi pada kulit kaki(80). 6. Kebersihan pakaian Pakaian berfungsi untuk melindungi kulit dari kotoran luar dan mengatur suhu tubuh(81). Hal yang harus diperhatikan dalam hal pakaian antara lain adalah : a. Mengganti pakaian setiap selesai mandi, atau apabila kotor dan basah. b. Mengenakan pakaian sesuai dengan ukuran tubuh. c. Pakaian kotor harus dicuci menggunakan detergen kemudian dijemur dan setelah kering disetrika lalu dilipat. d. Pakaian yang telah dipakai keluar hendaknya tidak dipakai untuk tidur, karena memungkinkan terkena debu atau kotoran. e. Menghindari memakai pakaian orang lain untuk mencegah tertularnya penyakit. http://lib.unimus.ac.id G. Kerangka Teori Kerangka teori berdasarkan tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Faktor Internal Polusi udara dalam ruang Kehadiran substansi biologi Faktor Eksternal Keberadaan bioaerosol Suhu Aktivitas enzim PH Aktivitas enzim Nutrisi Sumber energi bakteri Cahaya dan zat kimia Radiasi bakteri Kelembaban Metabolisme bakteri Kepadatan penghuni Kegiatan penghuni Mencuci tangan Indoor contamination Membuang sampah Merokok Meludah PHBS Makan di dalam kelas Mandi Menggosok gigi Mencuci rambut Memotong kuku Mengganti pakaian Bagan 1. Kerangka Teori (9, 10, 12, 13, 16, 24, 25, 41, 47, 49) http://lib.unimus.ac.id Pertumbuhan bakteri di ruang kelas H. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Suhu Pencahayaan Keberadaan bakteri udara di ruang kelas Kelembaban PHBS siswa - PH Nutrisi Bagan 2. Kerangka Konsep I. Hipotesis 1. Ada hubungan suhu dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. 2. Ada hubungan pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. 3. Ada hubungan kelembaban dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. 4. Ada hubungan PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. http://lib.unimus.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research. Explanatory research merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kasual antar variabel melalui pengujian hipotesis(82). Metode pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional, yang menekankan waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu waktu, tidak ada tindak lanjut. Semua subjek penelitian tidak harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, tetapi variabel independen dan variabel dependen dinilai hanya satu kali saja(83). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah ruang kelas IV-VI SD, ruang kelas VII-IX SMP, ruang kelas X-XII SMA dan seluruh siswa di dalam ruang kelas tersebut. Rincian jumlah populasi siswa adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Populasi siswa SD kelas IV – VI NO 1 2 3 Kelas IV V VI Jumlah Populasi Siswa http://lib.unimus.ac.id Jumlah siswa 16 8 12 36 Tabel 3.2. Populasi siswa SMP kelas VII – IX NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelas VII A VII B VII C VIII A VIII B VIII C IX A IX B IX C Jumlah Populasi Siswa Jumlah siswa 33 31 34 23 25 24 23 20 23 236 Tabel 3.3. Populasi siswa SMA kelas X – XII NO 1 2 3 Kelas X XI XII Jumlah Populasi Siswa Jumlah siswa 31 14 15 60 2. Sampel Sampel ruang kelas dalam penelitian ini adalah seluruh total populasi ruang kelas. Sampel siswa dihitung berdasarkan metode Slovin dengan rumus sebagai berikut(84) : 𝑛= 𝑁 1 + 𝑁(𝑒)2 Keterangan : n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi e : Eror (% yang dapat ditoleransi dengan ketidaktepatan penggunaan sampel sebagai pengganti populasi) Berdasarkan rumus di atas dapat dihitung jumlah sampel dari masing- masing jenjang yaitu SD, SMP, dan SMA. Hasil tersebut kemudian akan digunakan untuk menghitung sampel pada masing-masing kelas di tiap jenjang. Perhitungannya menggunakan teknik proportionate stratified random sampling , teknik ini digunakan apabila populasi tidak homogen http://lib.unimus.ac.id dan berstrata secara proporsional. Jumlah sampel yang diambil untuk setiap strata tidak sama, harus sebanding dengan jumlah populasi setiap strata (proporsional). Sampling pada penelitian ini dilakukan secara acak dengan mengundi nama, dan dilakukan tanpa pengembalian. Sampel yang sudah terpilih tidak dimasukkan kembali ke dalam populasi, sehingga tidak mungkin terpilih lebih dari satu kali. Jumlah sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut(85) : 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛 Keterangan : n : Jumlah anggota sampel seluruhnya Ni : Jumlah anggota populasi stratum N : Jumlah anggota populasi total Jumlah sampel berdasarkan perhitungan adalah sebagai berikut : a. Sampel Siswa SD 𝑛= 𝑁 2 1+ 𝑁(𝑒) = 36 1+ 36(0,1)2 36 36 36 = 1+ 36(0,01) = 1+ 0,36 = 1,36 = 27 Sampel siswa SD yang diambil berdasarkan perhitungan di atas adalah 27 siswa. Jumlah sampel untuk masing-masing kelas adalah sebagai berikut : 1) Kelas IV 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 16 36 𝑥 27 = 12 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SD kelas IV adalah sebanyak 12 siswa. 2) Kelas V 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 8 36 𝑥 27 = 6 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SD kelas V adalah sebanyak 6 siswa. http://lib.unimus.ac.id 3) Kelas VI 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 12 36 𝑥 27 = 9 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SD kelas VI adalah sebanyak 9 siswa. b. Sampel Siswa SMP 𝑛= 𝑁 2 1+ 𝑁(𝑒) = 236 1+ 236(0,1)2 236 236 236 = 1+ 236(0,01) = 1+ 2,36 = 3,36 = 70 Sampel siswa SMP yang diambil berdasarkan perhitungan di atas adalah 70 siswa. Jumlah sampel untuk masing-masing kelas adalah sebagai berikut : 1) Kelas VII A 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 33 236 𝑥 70 = 10 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VII A adalah sebanyak 10 siswa. 2) Kelas VII B 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 31 236 𝑥 70 = 9 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VII B adalah sebanyak 9 siswa. 3) Kelas VII C 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 34 236 𝑥 70 = 10 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VII C adalah sebanyak 10 siswa 4) Kelas VIII A 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 23 236 𝑥 70 = 7 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VIII A adalah sebanyak 7 siswa. 5) Kelas VIII B 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 25 236 𝑥 70 = 7 http://lib.unimus.ac.id Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VIII B adalah sebanyak 7 siswa. 6) Kelas VIII C 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 24 𝑛= 236 𝑥 70 = 7 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas VIII C adalah sebanyak 7 siswa. 7) Kelas IX A 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 23 𝑛= 236 𝑥 70 = 7 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas IXA adalah sebanyak 7 siswa. 8) Kelas IX B 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 20 𝑛= 236 𝑥 70 = 6 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas IX B adalah sebanyak 6 siswa. 9) Kelas IX C 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 23 𝑛= 236 𝑥 70 = 7 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMP kelas IX C adalah sebanyak 7 siswa. c. Sampel Siswa SMA 𝑁 𝑛 = 1+ 𝑁(𝑒)2 = 60 1+ 60(0,1)2 60 60 60 = 1+ 60(0,01) = 1+ 0,60 = 1,60 = 38 Sampel siswa SMA yang diambil berdasarkan perhitungan di atas adalah 38 siswa. Jumlah sampel untuk masing-masing kelas adalah sebagai berikut : 1) Kelas X 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 31 60 𝑥 38 = 20 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMA kelas X adalah sebanyak 20 siswa. http://lib.unimus.ac.id 2) Kelas XI 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 14 60 𝑥 38 = 9 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMA kelas XI adalah sebanyak 9 siswa. 3) Kelas XII 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 𝑁 𝑛= 15 60 𝑥 38 = 9 Jumlah sampel yang diambil pada siswa SMA kelas XII adalah sebanyak 9 siswa. C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suhu, pencahayaan, kelembaban, dan PHBS siswa. b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberadaan bakteri udara di ruang kelas. c. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah nutrisi dan PH. Variabel pengganggu dikendalikan dengan membuat media nutrient agar dengan komposisi nutrisi dan PH yang optimum untuk pertumbuhan bakteri. 2. Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah : Tabel 3.4. Definisi Operasional No Variabel 1 Suhu 2 Pencaha yaan Definisi Operasional Alat Ukur Derajat panas dingin Anemoruangan(86), diukur meter menggunakan anemometer pada lima titik di setiap ruang kelas. Besarnya cahaya yang Anemomasuk ke dalam ruangan(87), meter diukur menggunakan anemometer pada enam titik di setiap ruang kelas. http://lib.unimus.ac.id Hasil ukur Skala 0 = memenuhi syarat (18ºC-28ºC) 1= tidak memenuhi syarat (<18ºC atau >28ºC)(42) 0 = memenuhi syarat (≥100 lux) 1= tidak memenuhi syarat (<100 lux) (42) Interval Interval 3 4 5 Kelembab Kandungan uap air dalam an udara di ruangan(88), diukur menggunakan anemometer pada lima titik di setiap ruang kelas. PHBS Perilaku hidup bersih dan Siswa sehat yang dipraktekkan siswa, diukur menggunakan kuesioner dengan hasil berupa skor. Anemometer Kebera daan bakteri udara Nutrient agar Banyaknya bakteri yang ada di ruang kelas diambil dengan metode settling plate dan dihitung dengan pemeriksaan laboratorium. Kuesioner 0 = memenuhi syarat (40%-60%) 1= tidak memenuhi syarat (<40% atau >60%) (42) 0 = skor baik (76%100%) 1= skor cukup (56%-75%) 2= skor kurang (<56%) (83) Interval 0= memenuhi syarat (<700 koloni / m3) 1= tidak memenuhi syarat (≥700 koloni / m3)(42) Rasio Interval D. Metode Pengumpulan Data 1. Sumber Data Data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan langsung dari sumber yaitu meliputi suhu, pencahayaan, kelembaban, PHBS siswa, dan hasil pemeriksaan laboratorium keberadaan bakteri yang berupa jumlah bakteri. Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah siswa di setiap kelas untuk keperluan menghitung sampel. 2. Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Suhu Data suhu diukur menggunakan alat anemometer. b. Pencahayaan Data pencahayaan diukur menggunakan alat anemometer. c. Kelembaban Data kelembaban diukur menggunakan alat anemometer. http://lib.unimus.ac.id d. PHBS siswa Data PHBS siswa didapatkan dengan instrumen berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang PHBS yang dikembangkan dari literatur yang ada. Jenis skala yang digunakan untuk mengukur PHBS adalah skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini didapatkan jawaban yang tegas. Alternatif jawabannya adalah Ya dan Tidak(85). e. Keberadaan Bakteri Data mengenai keberadaan bakteri di ruang kelas didapat dengan instrumen media nutrient agar. 3. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data untuk suhu, pencahayaan, kelembaban dan keberadaan bakteri dilakukan dalam keadaan ruangan terisi oleh siswa. Data suhu, pencahayaan, kelembaban, dan keberadaan bakteri diteliti pada waktu yang sama. Pengumpulan data untuk PHBS siswa tidak harus dilakukan pada waktu yang sama. Berikut adalah cara-cara pengukurannya: a. Suhu Suhu diukur pada lima titik di setiap ruang kelas. Cara kerja pengukurannya adalah sebagai berikut : 1) Nyalakan anemometer. 2) Letakkan anemometer pada titik yang telah ditentukan. 3) Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu nilai angka yang muncul stabil. 4) Catat hasil pengukuran. b. Pencahayaan Pencahayaan diukur pada enam titik di setiap ruang kelas. Titik ukur pencahayaan tersebut ditentukan sesuai dengan luas ruang kelas yaitu 6x8m (48 m2). Pengukuran untuk luas ruang kelas 10-100 m2 adalah dilakukan pada setiap tiga meter sehingga diperoleh enam titik. http://lib.unimus.ac.id Cara kerja pengukurannya adalah sebagai berikut : 1) Nyalakan anemometer. 2) Anemometer dibawa pada titik yang telah ditentukan dengan jarak antara anemometer dengan lantai adalah ± 1 meter. 3) Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu nilai angka yang muncul stabil. 4) Catat hasil pengukuran. c. Kelembaban Kelembaban diukur pada lima titik di setiap ruang kelas. Cara kerja pengukurannya adalah sebagai berikut : 1) Nyalakan anemometer. 2) Letakkan anemometer pada titik yang telah ditentukan. 3) Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu nilai angka yang muncul stabil. 4) Catat hasil pengukuran. d. PHBS Siswa Data mengenai PHBS siswa didapatkan melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner. e. Keberadaan bakteri udara di ruang kelas Keberadaan bakteri udara di ruang kelas dilihat berdasarkan banyaknya bakteri dengan metode settling plate. Metode settling plate dilakukan dengan cara meletakkan cawan petri yang berisi media nutrient agar di dalam ruang kelas pada lima titik selama 15 menit dengan keadaan terbuka / terpapar udara. Media selanjutnya dibawa ke laboratorium pada waktu yang sama dengan menggunakan box steroform untuk dianalisis di laboratorium. http://lib.unimus.ac.id E. Metode Pengolahan dan Analisis Data 1. Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Editing (Penyuntingan data) Kuesioner yang telah dikumpulkan disunting terlebih dahulu dengan memeriksa lengkap tidaknya pengisian. b. Skoring Pengukuran PHBS siswa menggunakan skala Guttman dengan perincian skor sebagai berikut(85) : Tabel 3.5. Skoring Skala Guttman Alternatif Jawaban Skor Pertanyaan Positif 1 0 Ya Tidak Pertanyaan Negatif 0 1 Presentase skor untuk jawaban dihitung dengan rumus sebagai berikut: P= skor 𝑥 100% skor maksimal c. Coding (Pengkodean) Coding adalah pemberian kode pada setiap data dalam kategori yang sama. Kode dibuat dalam bentuk angka untuk memberikan petunjuk atau identitas data yang akan dianalisis. Coding dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Suhu(42) a) Memenuhi syarat (18ºC - 28ºC) = 0 b) Tidak memenuhi syarat ( <18ºC atau >28ºC) = 1 2) Pencahayaan(42) a) Memenuhi syarat ( ≥100 lux ) = 0 b) Tidak memenuhi syarat ( <100 lux ) = 1 http://lib.unimus.ac.id 3) Kelembaban(42) a) Memenuhi syarat (40% - 60%) = 0 b) Tidak memenuhi syarat ( <40% atau >60%) = 1 4) PHBS siswa(83) a) Baik (76% - 100%) = 0 b) Cukup (56% - 75%) = 1 c) Kurang (<56%) = 2 5) Mikrobiologi(42) a) Memenuhi syarat (<700 koloni / m3) = 0 b) Tidak memenuhi syarat ( ≥700 koloni / m3) = 1 d. Tabulasi Tabulasi dilakukan dengan menempatkan data dalam bentuk tabel untuk memudahkan analisis. 2. Analisis Data a. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap variabel suhu, pencahayaan, kelembaban, PHBS siswa dan variabel keberadaan bakteri udara yaitu banyaknya bakteri. Analisis tersebut kemudian di interpretasikan secara deskriptif. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara suhu, pencahayaan, kelembaban, dan PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. Variabel diuji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk besar sampel > 50 dan menggunakan uji Shapiro Wilk untuk besar sampel ≤ 50. Hasil uji normalitas apabila didapatkan hasil normal, maka selanjutnya dilakukan uji hubungan / korelasi menggunakan uji Pearson. Hasil uji normalitas apabila didapatkan hasil tidak normal, maka selanjutnya dilakukan uji hubungan / korelasi menggunakan uji Rank Spearman. http://lib.unimus.ac.id Hasil dari uji hubungan / korelasi dapat diinterpretasikan berdasarkan : 1) Kekuatan korelasi (r) Nilai 0,0 - <0,2 menunjukkan kekuatan korelasi sangat lemah, nilai 0,2 - <0,4 menunjukkan kekuatan korelasi lemah, nilai 0,4 - <0,6 menunjukkan kekuatan korelasi sedang, nilai 0,6 - <0,8 menunjukkan kekuatan korelasi kuat, dan nilai 0,8 - 1 menunjukkan kekuatan korelasi sangat kuat. 2) Nilai p Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna. Nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna. 3) Arah korelasi Hasil + (positif) menunjukkan bahwa korelasi searah, semakin besar nilai satu variabel maka semakin besar nilai varibel lainnya. Hasil - (negatif) menunjukkan bahwa korelasi berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel maka semakin kecil nilai variabel lainnnya. F. Jadwal Penelitian Tabel 3.6. Jadwal Penelitian Kegiatan Desem- Januari Februa Maret ber 2016 ri 2016 2016 2015 April 2016 Pengajuan tema skripsi Penyusunan proposal Pengambilan data Penyusunan hasil penelitian Ujian skripsi http://lib.unimus.ac.id Mei 2016 Juni 2016 Juli 2016 Agus- Septemtus ber 2016 2016 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sampel Penelitian ini dilakukan di ruang kelas SD, SMP, dan SMA Yayasan Mataram, Jalan MT Haryono No.403-405 Semarang. Ruang kelas yang digunakan untuk penelitian adalah ruang kelas IV-VI SD, VII-IX SMP, dan X-XII SMA. Ruang kelas tersebut berukuran 6x8 meter. Masing-masing ruang kelas menggunakan AC. Parameter yang diperiksa di dalam ruang kelas adalah suhu, pencahayaan, kelembaban, dan keberadaan bakteri udara. Pengukuran suhu, pencahayaan, kelembaban, dan pengambilan sampel bakteri udara dilakukan secara bersamaan pada satu waktu. Semua pengukuran dilakukan pada saat siswa berada di dalam kelas. Suhu, pencahayaan, dan kelembaban diukur menggunakan satu alat, sedangkan sampel bakteri udara yang sudah diambil pada waktu yang bersamaan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan di laboratorium. Parameter lainnya yang diperiksa adalah PHBS siswa dengan menggunakan sampel siswa yang ada didalamnya. Penilaian PHBS dilakukan dengan populasi semua total siswa kelas IV-VI SD, VII-IX SMP, dan X-XII SMA yang semuanya hadir pada saat itu. Sampel siswa yang digunakan adalah sebanyak 135 siswa. B. Hasil 1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel. http://lib.unimus.ac.id Analisis univariat pada penelitian ini meliputi : a. Suhu Pengukuran suhu dilakukan pada saat AC di dalam kelas menyala, pintu tertutup, dan jendela tertutup. Suhu diukur pada 5 titik pengukuran di masing-masing kelas yang kemudian dirata-rata. Ratarata suhu yang didapatkan adalah 28,0ºC. Suhu terendah dari penilitian ini adalah 25,4 ºC dan tertinggi adalah 31,1 ºC. Distribusi suhu berdasarkan data yang diperoleh disajikan pada tabel berikut ini : Tabel 4.1. Distribusi Suhu Suhu Memenuhi syarat (18 ºC – 28 ºC) Tidak memenuhi syarat (>28 ºC) f 7 8 % 46,7 53,3 Suhu pada penelitian ini sebanyak 53,3 % tidak memenuhi syarat. Hasil ini mengacu pada standar kualitas udara dalam ruangan menurut Kemenkes RI No. 1405 Tahun 2002 yaitu syarat suhu adalah 18 ºC – 28 ºC. b. Pencahayaan Pengukuran pencahayaan dengan memperhatikan luas ruang kelas yaitu 6x8 meter (48 m2), maka dilakukan pada 6 titik yang kemudian dirata-rata hasil pengukurannya. Hasil pengukuran didapatkan pencahayaan minimal adalah 83 lux dan maksimal adalah 144 lux. Rata-rata hasil pengukuran pencahayaan adalah 106 lux. Berdasarkan data hasil pengukuran yang mengacu pada standar kualitas udara dalam ruangan menurut Kemenkes RI No. 1405 Tahun 2002, maka diperoleh distribusi pencahayaan sebagai berikut : Tabel 4.2. Distribusi Pencahayaan Pencahayaan Memenuhi syarat (≥ 100 lux) Tidak memenuhi syarat (< 100 lux) f 9 6 % 60,0 40,0 Hasil pengukuran pencahayaan menunjukkan bahwa sebanyak 60% pencahayaan memenuhi syarat yaitu ≥ 100 lux. http://lib.unimus.ac.id c. Kelembaban Kelembaban di ruang kelas diukur pada 5 titik di masing-masing kelas. Hasil kelembaban minimal adalah 57,2 % dan maksimal adalah 72,1%. Data yang diperoleh kemudian di rata-rata dan diperoleh hasil rata-rata yaitu 61,9%. Berikut adalah distribusi kelembaban di ruang kelas : Tabel 4.3. Distribusi Kelembaban Kelembaban Memenuhi syarat (40-60 %) Tidak memenuhi syarat (>60%) f 4 11 % 26,7 73,3 Syarat kelembaban berdasarkan standar kualitas udara dalam ruangan menurut Kemenkes RI No. 1405 Tahun 2002 adalah 40-60%. Kelembaban yang diukur pada 15 ruang kelas, sebagian besar tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 73,3%. d. PHBS siswa PHBS siswa didapatkan dari hasil pengisian kuesioner terhadap 135 siswa. Berikut adalah rincian jawaban kuesioner PHBS siswa : Tabel 4.4. Jawaban Kuesioner PHBS Siswa No Pernyataan 1 2 Mencuci tangan setelah aktivitas pada saat istirahat Mencuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir Mencuci tangan menggunakan sabun Membuang sampah pada tempatnya Merokok Meludah di dalam kelas Makan di dalam kelas Mandi minimal 2x sehari Menggosok gigi setiap pagi setelah sarapan Menggosok gigi sebelum tidur Mencuci rambut minimal 2 hari sekali Memotong kuku 1x dalam seminggu Mengganti pakaian setiap selesai mandi Mengganti pakaian apabila kotor atau basah 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 http://lib.unimus.ac.id F 86 118 Jawaban Tidak % f % 64 49 36 87 17 13 69 111 13 2 70 129 98 89 122 120 135 128 51 82 10 1 52 96 73 66 90 89 100 95 Ya 66 24 122 133 65 6 37 46 13 15 0 7 49 18 90 99 48 4 27 34 10 11 0 5 Berdasarkan jawaban tersebut kemudian dilakukan skoring. Hasil skoring kuesioner didapatkan nilai terendah adalah 50 dan nilai tertinggi adalah 93. Nilai PHBS siswa tersebut kemudian dikategorikan sebagai berikut : Tabel 4.5. Kategori PHBS Siswa Kategori PHBS % 68,9 26,7 4,4 Baik Cukup Kurang Berdasarkan hasil diatas, menunjukkan bahwa PHBS siswa sebagian besar adalah baik. e. Bakteri Udara Jumlah bakteri udara yang dihitung di laboratorium dengan sampel udara di masing-masing kelas diambil pada 5 titik. Data dari 5 titik tersebut kemudian di rata-rata. Hasil rata-rata jumlah bakteri adalah 67 koloni/m3. Jumlah bakteri terendah adalah 32 koloni/m3 dan tertinggi adalah 142 koloni/m3. Syarat jumlah mikrobiologi berdasarkan pada standar kualitas udara dalam ruangan menurut Kemenkes RI No. 1405 Tahun 2002 adalah < 700 koloni/m3. Distribusi data jumlah bakteri udara adalah sebagai berikut : Tabel 4.6. Distribusi Bakteri Udara Bakteri udara Memenuhi syarat (< 700) koloni/m3 Tidak memenuhi syarat (≥ 700 koloni/m3) f 15 0 % 100,0 0 Hasil di atas menunjukkan bahwa jumlah bakteri udara di semua kelas adalah memenuhi syarat. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Data yang diperoleh diuji normalitas terlebih dahulu. http://lib.unimus.ac.id Hasil dari uji normalitas adalah sebagai berikut : Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas No 1 2 3 4 5 Variabel Suhu Pencahayaan Kelembaban PHBS siswa Bakteri Udara P value 0,133 0,102 0,009 0,000 0,018 Kesimpulan Distribusi normal Distribusi normal Distribusi tidak normal Distribusi tidak normal Distribusi tidak normal Hasil uji normalitas terhadap variabel dengan p value > 0.05 menunjukkan bahwa distribusi data normal sehingga uji hubungan yang digunakan adalah korelasi Pearson. Hasil uji normalitas yang menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal maka uji hubungan yang digunakan adalah Rank Spearman. Berikut adalah hasil uji hubungan : a. Hubungan Suhu dengan Bakteri Udara Hasil uji hubungan antara suhu dengan bakteri udara menggunakan Rank Spearman didapatkan nilai p-value adalah sebesar 0,013 (<0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara suhu dengan bakteri udara. Korelasi antara suhu dengan bakteri udara adalah sebesar -0,625. Kekuatan korelasi dengan hasil tersebut adalah korelasi kuat dengan arah korelasi negatif yaitu semakin tinggi suhu maka semakin sedikit bakteri dan semakin rendah suhu maka semakin banyak bakteri. Pola negatif ini dapat dilihat pada grafik scatter sebagai berikut : Grafik 4.1. Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara http://lib.unimus.ac.id b. Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara Hubungan pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara diuji menggunakan Rank Spearman. Nilai p-value yang diperoleh adalah sebesar 0,060 (>0,05) dan korelasi sebesar -0,496, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pencahayaan dengan bakteri udara. Korelasi antara pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara terlihat pada grafik scatter berikut : Grafik 4.2. Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara c. Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara Hasil korelasi antara kelembaban dengan keberadaan bakteri udara yang berupa jumlah bakteri adalah sebesar 0,983. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat kuat dengan arah korelasi positif yaitu semakin tinggi kelembaban maka semakin banyak bakteri dan semakin rendah kelembaban maka semakin sedikit bakteri. Nilai p-value yang diperoleh adalah sebesar 0,000 (<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan jumlah bakteri udara. http://lib.unimus.ac.id Korelasi positif terlihat pada titik-titik di grafik scatter berikut : Grafik 4.3. Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara d. Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara Hasil uji Rank Spearman antara PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara, diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05), sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara PHBS dengan jumlah bakteri udara. Hasil korelasi didapatkan sebesar -0,399. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi lemah dengan arah korelasi negatif yaitu semakin tinggi PHBS maka semakin sedikit bakteri dan semakin rendah PHBS maka semakin banyak bakteri. Pola korelasi negatif dapat terlihat pada grafik scatter berikut ini : Grafik 4.4. Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara http://lib.unimus.ac.id C. Pembahasan 1. Suhu Hasil pengukuran suhu sebagian besar tidak memenuhi syarat. Ruang kelas yang digunakan untuk penelitian menggunakan sistem ventilasi berupa AC. Kondisi AC pada saat pengukuran terlihat bahwa semua AC dinyalakan dengan suhu minimal, namun hasil pengukuran suhu yang diperoleh jauh lebih tinggi dari suhu AC. Hal ini dimungkinkan ruang kelas menggunakan AC yang sudah tidak berfungsi secara maksimal, sehingga mengakibatkan pengukuran suhu yang diperoleh menjadi lebih tinggi. Terdapat juga kelas yang terletak di lantai 2 dan memperoleh cahaya matahari yang cukup banyak, sehingga mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan. Kondisi suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan kedinginan sehingga terjadi penurunan kemampuan beraktivitas dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan yaitu hypothermia. Suhu ruang yang tinggi akan mengakibatkan kepanasan dan tubuh berkeringat, sehingga mangakibatkan aktivitas terganggu juga. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke. Jenis aktivitas yang dilakukan oleh penghuni ruangan juga akan berpengaruh pada energi/panas yang dikeluarkan dari tubuh. Semakin tinggi aktivitas yang dilakukan, semakin besar pula kecepatan metabolisme dalam tubuh sehingga semakin besar energi/panas yang dihasilkan. Penelitian tentang Field Study on Thermal Comfort in a UK Primary School menunjukkan bahwa anak-anak umumnya merasakan sensasi thermal yang lebih hangat dari orang dewasa. Hal ini disebabkan karena anak-anak juga melakukan aktivitas di luar kelas yaitu bermain, berbeda dengan orang dewasa yang hanya berada di dalam ruangan saja, sehingga tingkat metabolisme tubuh anak-anak menjadi lebih tinggi(89). Panas yang dihasilkan tubuh dapat mengalir dari permukaan kulit ke lingkungan. Udara di sekitar tubuh dapat menjadi hangat karena http://lib.unimus.ac.id menyeimbangkan suhu kulit, proses ini disebut dengan konduksi. Hal ini menjadi buruk apabila lingkungan memiliki tingkat panas yang sama atau bahkan lebih tinggi dari permukaan kulit(90). 2. Pencahayaan Pencahayaan pada sebagian besar ruang kelas adalah memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena keadaan ruang kelas yang dilengkapi dengan jendela-jendela, sehingga cahaya matahari dapat dengan bebas masuk ke dalam ruangan. Posisi ruang kelas yang berada di lantai 2 juga mengakibatkan pencahayaan yang didapat lebih banyak. Ruang kelas juga dilengkapi dengan sumber cahaya buatan yaitu lampu. Diperoleh juga intensitas cahaya yang rendah pada bagian-bagian tertentu ruang kelas yang dekat dengan pepohonan. Cuaca pada saat pengukuran sedikit mendung sehingga intensitas cahaya matahari tidak terlalu banyak. Pencahayaan yang terlalu rendah akan berpengaruh terhadap proses akomodasi mata yang tinggi, sehingga mangakibatkan retina mata rusak. Pencahayaan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan(91). Sumber pencahayaan ada 2 yaitu cahaya alami dan cahaya buatan. Cahaya alami adalah cahaya yang berasal dari sinar matahari. Intensitas cahaya yang bersumber dari matahari tidak mudah diatur, dapat sangat redup atau sangat menyilaukan. Sumber cahaya matahari juga dapat menghasilkan panas. Sifat dari sumber cahaya matahari tidak menentu, tergantung kepada waktu (siang atau malam hari), musim, dan cuaca (cerah, mendung, berawan, dll). Sumber pencahayaan buatan berasal dari lampu. Lampu dapat menghasilkan pencahayaan yang merata. Lampu juga dapat menghasilkan pencahayaan yang konstan setiap waktu. http://lib.unimus.ac.id 3. Kelembaban Ruang kelas yang diukur kelembabannya menunjukkan bahwa sebagian besar tidak memenuhi syarat. Hal ini dimungkinkan karena beberapa ruang kelas menggunakan jenis lantai tegel. Jenis lantai tegel memberikan kesan sejuk dan dimungkinkan mempunyai tingkat kelembaban lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lantai keramik. Kelembaban merupakan kandungan uap air yang ada di udara. Kelembaban yang tinggi dapat disebabkan oleh konstruksi yang tidak baik, seperti atap yang bocor, lantai dan dinding yang tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami(91). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu. Kelembaban cenderung tinggi dan sinar matahari cenderung berkurang pada musim hujan. Sebaliknya pada musim kemarau, kelembaban cenderung rendah. Panas matahari dapat menyebabkan uap air dilepas ke udara melalui proses penguapan. 4. PHBS Siswa Hasil dari penilaian PHBS siswa menunjukkan bahwa sebagian besar adalah baik, namun masih terdapat juga siswa dengan PHBS cukup dan kurang. Mencuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir dilakukan oleh sebagian besar siswa karena memang tersedianya kran air bersih. Membuang sampah pada tempatnya dilakukan oleh sebagian besar siswa, walaupun masih terdapat 18% siswa yang tidak membuang sampah pada tempatnya. Hal ini dimungkinkan karena siswa malas mencari tempat sampah yang tidak tersedia di depan kelasnya masing-masing. Makan di dalam kelas juga masih dilakukan oleh setengah dari total siswa yang dijadikan sampel walaupun sudah terdapat larangan dari pihak sekolah untuk tidak makan di dalam kelas. Personal hygiene siswa seperti kebersihan rambut, kuku, dan pakaian sebagian besar adalah baik. http://lib.unimus.ac.id PHBS siswa yang baik dapat membuat siswa terlindungi dari gangguan dan ancaman penyakit. PHBS yang baik juga akan membuat semangat belajar siswa meningkat sehingga berdampak pada prestasi siswa. Seseorang berperilaku sehat atau berperilaku tidak sehat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu pikiran dan perasaan dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap kesehatan; Perilaku kesehatan dari orang lain yang cenderung akan dicontoh dan dijadikan panutan; Sumber daya yang mencakup fasilitas, uang, waktu, dan tenaga yang akan berpengaruh positif atau negatif terhadap perilaku kesehatan seseorang; Kebudayaan yang terbentuk dan akan berubah secara cepat atau lambat sesuai dengan dinamika masyarakat(92). 5. Bakteri Udara Sesuai dengan standar kualitas udara dalam ruangan menurut Kemenkes RI Nomor 1405 tahun 2002, hasil jumlah bakteri udara di semua ruang kelas adalah memenuhi syarat. Jumlah bakteri < 700 koloni/m3 merupakan jumlah yang masih memenuhi syarat selama bakteri tersebut bukan merupakan bakteri patogen. Bakteri terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut selama bersin, batuk, dan bahkan bercakap-cakap. Bakteri di udara dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, diantaranya adalah difteri, streptokokal, tuberkulosis, pneumonia pneumokokus, meningitis meningokokus, dan penyakit pasukan(10). 6. Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas Hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara suhu dengan keberadaan bakteri udara. Arah hubungan yang didapat dari hasil statistik adalah negatif, semakin rendah suhu maka semakin banyak bakteri dan semakin tinggi suhu maka semakin sedikit bakteri. Adanya http://lib.unimus.ac.id hubungan antara suhu dengan keberadaan bakteri udara, dimungkinkan karena suhu pada ruangan tersebut merupakan suhu optimal yang dapat memicu pertumbuhan bakteri. Hasil rata-rata suhu yang memenuhi syarat (18ºC-28ºC) tedapat di 7 kelas dengan jumlah bakteri berturut-turut adalah 142, 63, 77, 63, 88, 69, dan 73 koloni/m3. Hasil rata-rata suhu yang tidak memenuhi syarat (>28ºC) tedapat di 8 kelas dengan jumlah bakteri berturut-turut adalah 65, 76, 53, 32, 39, 52, 61, dan 45 koloni/m3. Data ini menunjukkan bahwa ruang kelas dengan suhu yang memenuhi syarat (18ºC-28ºC) cenderung terdapat lebih banyak bakteri. Sebaliknya ruang kelas dengan suhu yang tidak memenuhi syarat (>28ºC) cenderung terdapat lebih sedikit bakteri. Kelangsungan hidup mikroba seperti bakteri tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap suhu lingkungan. Suhu yang paling baik untuk pertumbuhan bakteri disebut suhu optimum(13). Suhu berperan dalam reaksi enzimatik. Enzim merupakan suatu protein yang rentan terhadap kondisi lingkungan, sehingga apabila suhu mengalami perubahan maka aktivitas enzim juga ikut mengalami perubahan. Enzim mempunyai suhu tertentu yang dapat menjadikan aktivitasnya optimum. Suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun(13). Suhu yang bertambah tinggi sampai ke suhu optimum, menyebabkan kecepatan reaksi enzim naik karena energi kinetik bertambah. Akibatnya gerak vibrasi, translasi, dan rotasi enzim maupun substrat terjadi secara cepat, sehingga akan memperbesar peluang ezim dan substrat bereaksi(93). Namun apabila suhu terlalu tinggi sampai melebihi batas optimum dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya(13). Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian tentang pengaruh penggunaan ventilasi (AC dan non AC) terhadap keberadaan mikroorganisme udara di ruang perpustakaan, menunjukkan hasil yang sama yaitu terdapat hubungan antara suhu dengan jumlah bakteri udara. http://lib.unimus.ac.id 7. Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas Hubungan antara pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna. Ruangan dengan cahaya yang cukup maupun cahaya yang kurang, mempunyai jumlah bakteri yang tidak jauh beda. Hal ini dimungkinkan cahaya yang cukup lebih banyak ditopang dari cahaya buatan. Cahaya matahari merupakan desinfektan bakteri, sehingga yang berpengaruh terhadap keberadaan bakteri adalah cahaya matahari. Pencahayaan dibagi menjadi 2 berdasarkan sumbernya, yaitu cahaya alami dan cahaya buatan. Cahaya alami berupa matahari dan cahaya buatan berupa lampu. Cahaya alami yang berupa matahari mempunyai desinfektan tinggi untuk membunuh bakteri. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruangan melalui jendela atau genteng kaca. Bakteri akan mati apabila terkena sinar matahari secara langsung dalam waktu 2 jam atau sesuai dengan jenis bakterinya. Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet juga dapat diperoleh secara buatan yaitu dari lampu fluorescent khusus, seperti lampu merkuri tekanan rendah dan lampu merkuri tekanan sedang. Sinar ultraviolet yang dapat membunuh bakteri memiliki panjang gelombang 210-330 nm. Radiasi sinar ultraviolet akan melakukan penetrasi ke dinding sel mikroorganisme dan mengubah komposisi asam nukleatnya. Absorbsi ultraviolet dapat menyebabkan mikroorganisme tersebut tidak mampu melakukan replikasi akibat pembentukan ikatan rangkap dua pada molekul-molekul pirimidin. Sel akan kehilangan sifat patogenitasnya apabila tidak mampu melakukan replikasi. Radiasi ultraviolet yang diabsorbsi oleh protein pada membran sel akan menyebabkan kerusakan membran sel dan kematian sel. Namun beberapa bakteri memang mempunyai suatu sistem metabolik fungsional yang bervariasi dalam http://lib.unimus.ac.id mekanisme untuk memperbaiki kerusakan asam nukleatnya. Kemampuan mikroba untuk memperbaiki kerusakan selnya ini akan mempengaruhi efisiensi proses desinfeksi. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian tentang keanekaragaman spesies bakteri dan perbedaan angka bakteri udara dalam ruang kelas di SMK Theresiana Semarang, dengan hasil yang sama yaitu tidak terdapat hubungan antara pencahayaan dengan jumlah bakteri udara. 8. Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas Kelembaban dengan keberadaan bakteri udara berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan hasil terdapat hubungan yang bermakna dengan arah korelasi positif. Korelasi positif yang dimaksud berdasarkan hasil ini adalah semakin tinggi kelembaban maka semakin banyak bakteri dan sebaliknya, semakin rendah kelembaban maka semakin sedikit bakteri. Kelembaban yang memenuhi syarat (40-60%) terdapat di 4 kelas, dengan jumlah bakteri yaitu 53, 32, 39, dan 45 koloni/m3. Hasil rata-rata kelembaban yang tidak memenuhi syarat (>60%) terdapat di 11 kelas dengan jumlah bakteri yaitu 142, 65, 76, 63, 77, 63, 52, 61, 88, 69, dan 73 koloni/m3. Hasil ini menunjukkan bahwa ruang kelas dengan kelembaban yang memenuhi syarat (40-60%) diikuti dengan jumlah bakteri yang cenderung sedikit, dan ruang kelas dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat (>60%) diikuti dengan jumlah bakteri yang cenderung lebih banyak. Kelembaban di dalam ruangan yang dianggap nyaman adalah 40%60%. Kelembaban di atas 60% akan menyebabkan berkembangbiaknya organisme patogen maupun organisme alergen. Bakteri memerlukan kelembaban yang cukup tinggi. Kadar air dari protoplasma diperlukan untuk kegiatan metabolisme. Pengurangan kadar air akan menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti(12). Pengurangan kadar air terjadi pada proses pembekuan dan pengeringan. http://lib.unimus.ac.id Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang pengaruh penggunaan ventilasi (AC dan non AC) dalam ruangan terhadap keberadaan mikroorganisme udara (studi kasus : ruang kuliah jurusan teknik sipil UNDIP) yaitu terdapat hubungan antara kelembaban dengan bakteri udara. Hasil korelasi yang didapatkan sama-sama positif yaitu semakin tinggi kelembaban, maka jumlah bakteri akan cenderung banyak dan semakin rendah kelembaban, maka jumlah bakteri akan cenderung sedikit. 9. Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dengan arah korelasi negatif. Rata-rata PHBS siswa kategori baik terdapat pada siswa di 10 kelas, dimana jumlah bakteri terendah diantara kelas-kelas tersebut adalah 32 koloni/m3 dan tertinggi adalah 88 koloni/m3. Rata-rata PHBS siswa kategori cukup terdapat pada siswa di 5 kelas, dimana jumlah bakteri terendah diantara kelas-kelas tersebut adalah 65 koloni/m3 dan tertinggi adalah 142 koloni/m3. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa ruang kelas dengan siswa ber-PHBS baik cenderung terdapat jumlah bakteri sedikit, sedangkan ruang kelas dengan siswa ber-PHBS cukup cenderung terdapat jumlah bakteri yang lebih banyak, walaupun perbedaannya tidak begitu jauh. PHBS siswa merupakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang dilakukan oleh siswa. Sifat atau taraf kegiatan siswa seperti PHBS ini merupakan salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri di dalam ruangan yang ditempati yaitu ruang kelas. Salah satu indikator PHBS siswa adalah mencuci tangan. Tangan merupakan bagian tubuh manusia yang sering menyebarkan infeksi. Tangan akan terkena bakteri saat bersentuhan dengan bagian tubuh sendiri, http://lib.unimus.ac.id tubuh orang lain, hewan, atau permukaan yang tercemar. Perilaku mencuci tangan dengan benar bermanfaat membunuh bakteri yang ada di tangan. Membuang sampah pada tempatnya merupakan perilaku yang berhubungan dengan adanya bakteri. Sampah merupakan benda yang mengandung banyak bakteri. Sampah yang dibuang di sembarang tempat atau bahkan di dalam ruangan akan menyebabkan bakteri menyebar. Membuang sampah di tempat sampah yang sesuai akan mengurangi adanya penyebaran bakteri. Menjaga kebersihan diri seperti kebersihan kulit, gigi, rambut, dan kuku dapat membunuh bakteri yang terdapat di kulit, gigi, rambut, dan kuku. Kulit, gigi, rambut, dan kuku yang kotor mengandung banyak bakteri yang apabila tidak dibersihkan akan menyebabkan bakteri tersebar dan menimbulkan penyakit. http://lib.unimus.ac.id BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Suhu terendah pada penelitian ini adalah 25,4ºC, suhu tertinggi adalah 31,1ºC, dan rata-rata suhu adalah 28ºC. Terdapat 7 kelas yang memenuhi persyaratan suhu di dalam ruangan dan 8 kelas lainnya tidak memenuhi persyaratan. 2. Pencahayaan di dalam ruang kelas rata-rata adalah 106 lux. Minimal pencahayaan adalah 83 lux dan maksimal adalah 144 lux. Pencahayaan pada 9 kelas memenuhi syarat, sedangkan pada 6 kelas lainnya tidak memenuhi syarat. 3. Kelembaban pada 15 ruang kelas sebagian besar tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 11 kelas dan hanya 4 kelas saja yang memenuhi syarat. Rata-rata kelembaban di ruang kelas adalah 61,9 % dengan kelembaban tertinggi yaitu 72,1 % dan terendah yaitu 57,2 %. 4. PHBS siswa dengan kategori baik adalah sebanyak 68,9%, kategori cukup sebanyak 26,7%, dan kategori kurang sebanyak 4,4%. 5. Bakteri udara di semua ruang kelas adalah memenuhi syarat. Jumlah terendah bakteri udara pada penelitian ini adalah 32 koloni/m3 dan tertinggi adalah 142 koloni/m3. Rata-rata bakteri udara di ruang kelas adalah 67 koloni/m3. 6. Terdapat hubungan antara suhu dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas dengan arah hubungan negatif. 7. Tidak terdapat hubungan antara pencahayaan dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas. 8. Terdapat hubungan antara kelembaban dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas dengan arah hubungan positif. http://lib.unimus.ac.id 9. Terdapat hubungan antara PHBS siswa dengan keberadaan bakteri udara di ruang kelas dengan arah hubungan negatif. B. Saran 1. Bagi Instansi Sekolah Sekolahan dengan sistem ventilasi berupa AC sebaiknya memperhatikan kebersihan AC yang digunakan. Pihak sekolah sebaiknya juga menyediakan fasilitas penunjang PHBS siswa seperti sabun untuk cuci tangan dan tempat sampah di depan setiap kelas. 2. Bagi Peneliti Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang ada pada penelitian ini dengan keberadaan bakteri udara yang lebih mendalam yaitu terhadap jenis bakterinya. Peneliti selanjutnya diharapkan juga dapat menganalisis perbedaan PHBS siswa antar jenjang pendidikan. http://lib.unimus.ac.id DAFTAR PUSTAKA 1. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC; 2006. 2. Susanta G, Sutjahjo H. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global. Bogor: Penebar Plus; 2007. 3. Depkes RI. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2004. 4. Pangkalan I. Inner Healing at Home. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo; 2007. 5. Hunter BT. Udara dan Kesehatan Anda. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer; 2006. 6. Wihardandi A. Polusi Udara Bunuh 7 Juta Orang di Seluruh Dunia. 2013 [cited 2016 9 Maret]; Available from: http://www.mongabay.co.id/2013/04/10/polusi-udara-bunuh-7-juta-orang-diseluruh-dunia/. 7. Lisyastuti E. Jumlah Koloni Mikroorganisme Udara dalam Ruang dan Hubungannya dengan Kejadian Sick Building Syndrome (SBS) pada Pekerja Balai Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) BPPT di Kawasan Puspitek Serpong. Depok: Universitas Indonesia; 2010 [cited 2016 10 Maret 2016]; Available from: http://lib.ui.ac.id/. 8. Hutagalung M. Teknologi Pengolahan Limbah Gas. 2009 [cited 2016 9 Maret]; Available from: http://majarimagazine.com/2008/01/teknologipengolahan-limbah-gas/. 9. Santoso I. Kesehatan Lingkungan Permukiman Perkotaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2015. 10. Irianto K. Mikrobiologi. Bandung: CV.YRAMA WIDYA; 2007. 11. Waluyo L. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press; 2007. 12. Jawetz, Melnick, Adelberg. MIkrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika; 2005. 13. Pahmawati Y. Mengenal Bakteri. Jakarta: Adfale Prima Cipta; 2011. 14. Ismoyowati. Indikator PHBS di Sekolah. Majalah Informasi & Referensi Promosi Kesehatan I No1/Tahun IX 2007. 15. Irianto K. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis (Medical Bacteriology, Medical Micology, and Medical Virology). Bandung: Alfabeta; 2014. 16. Permenkes RI. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011. 17. Suhri M. Gambaran Sikap Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Anak Sekolah Dasar Negeri di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014 [cited 2016 5 April 2016]; Available from: http://eprints.ums.ac.id/28617/. 18. Yanti NLPE. Persepsi Siswa SMP dalam Penerapan PHBS Tatanan Sekolah di Kelurahan Tugu dan Pasir Gunung Selatan Kota Depok. Depok: Universitas Indonesia; 2012 [cited 2016 2 April]; Available from: http://lib.ui.ac.id/. 19. Depkes RI. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat; 2006. http://lib.unimus.ac.id 20. Riset Kesehatan Dasar (Riskedas). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2010. 21. Asmoro AAP. Hubungan Kebersihan Tangan dengan Keberadaan Bakteri Staphylococcus pada Pejamah Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit D.R Moewardi. Semarang: Universitas Diponegoro; 2008 [cited 2016 3 April]; Available from: http://eprints.undip.ac.id/. 22. Firdaus A. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kerja Puskesmas Ngrayun Kabupaten Ponorogo. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta; 2016 [cited 2016 9 April 2016]; Available from: http://eprints.ums.ac.id/. 23. Lestari EBAP. Keanekaragaman Spesies Bakteri dan Perbedaan Angka Bakteri Udara dalam Ruang Kelas di SMK Theresiana Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2011 [cited 2016 10 Maret]; Available from: http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimusgdl-emmybimaas-6999. 24. Vidyautami DN. Pengaruh Penggunaan Ventilasi (AC dan Non AC) dalam Ruangan terhadap Keberadaan Mikroorganisme Udara. Jurnal Teknik Lingkungan. 2015;4(1). 25. Rachmatantri I. Pengaruh Penggunaan Ventilasi (AC dan Non AC) terhadap Keberadaan Mikroorganisme Udara di Ruang Perpustakaan. Semarang: Universitas Diponegoro; 2015 [cited 2016 9 Maret 2016]; Available from: http://download.portalgaruda.org/. 26. Akhadi M. Isu Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2014. 27. Alamsyah D, Muliawati R. Pilar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013. 28. Purwanto. Awas Polusi. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti; 2008. 29. Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta1999. 30. Lampung DP. Polusi Udara. Available from: http://dishub.lampungprov.go.id/wp-content/uploads/Polusi-Udara.pdf. 31. Ningsih MI. Pencemaran. Bandung: Pringgandani; 2010. 32. Sugiarti. Gas Pencemar Udara dan Pengaruhnya bagi Kesehatan Manusia. Jurnal Chemica. 2009;10(1):50-8. 33. Mukono HJ. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Surabaya: UNAIR; 2008. 34. Budiyono A. Pencemaran Udara : Dampak Pencemaran Udara pada Lingkungan. Berita Dirgantara. 2010;2(1). 35. Sumardjo D. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC; 2009. 36. Widyastuti P. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Jakarta: EGC; 2006. 37. Wijana N. Biologi dan Lingkungan. Yogyakarta: Plantaxia; 2014. 38. Usaha Pencegahan Pencemaran Udara. Artikel Lingkungan Hidup: Artikel Lingkungan Hidup; [cited 2016 14 Maret]; Available from: http://lib.unimus.ac.id http://www.artikellingkunganhidup.com/usaha-pencegahan-pencemaranudara.html. 39. Keman S. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. 2005;2(1). 40. Setiadi AH. Pemodelan CFD Ruang Bersih Farmasi. Depok: Universitas Indonesia; 2008. 41. Soedomo M. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Bandung: Penerbit ITB; 2001. 42. Kepmenkes. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405 Tahun 2002. Jakarta2002. 43. Chintia S. Pengaruh Ventilasi Alami Terhadap Kualitas Udara (Konsentrasi CO2) di Ruangan Kelas. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2014 [cited 2016 30 Maret]; Available from: http://repository.usu.ac.id/. 44. Kania RS. Pengaruh Kondisi Ruang Kelas Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa Program Keahlian Teknik Gambar Bangunan SMK Negeri 6 Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia; 2012 [cited 2016 30 Maret]; Available from: http://a-research.upi.edu/. 45. Harti AS. Mikrobiologi Kesehatan. I ed. Yogyakarta: ANDI; 2015. 46. Pratiwi ST. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga; 2008. 47. Alim T. Pengaruh pH terhadap Enzim. 2013 [cited 2016 10 Mei]; Available from: http://www.biologi-sel.com/2013/08/pengaruh-ph-terhadap-enzim.html. 48. Pelczar M, Chan ECS. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press; 2006. 49. Kusnadi dkk. Buku Common Text Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia; 2012. 50. Handayani S. Deteksi Kuman Difteri dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI 2012;39(3). 51. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI; 2007. 52. Depkes RI. Buku Saku Kader Program Penanggulangan TB. Jakarta: Depkes RI; 2009. 53. Randle E, N N, D I. Invasive Pneumococcal Disease. Archive of disease in childhood-Education & practice edition. 2011;96(5):183-90. 54. Selamatkan Jemaah Haji dan Umroh dari Bahaya Meningitis Meningokokus. 2013; Available from: http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=2277. 55. Andareto O. Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta; 2015. 56. Cappucino GJ, Sherman. Microbiology a Laboratory Manual 8 Edition. State University of New York, Rockland Community College: United States; 2008. 57. Maryam S, Nurhayadi Y, Aryani TY. Khazanah Ilmu Kesehatan : Menumbuhkan Kecintaan dan Kepedulian akan Kesehatan. Jakarta: In Media; 2013. 58. Priyoto. Perubahan dalam Perilaku Kesehatan : Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2015. 59. Infodatin. Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun di Indonesia. Depkes RI; [cited 2016 20 April]; Available from: http://lib.unimus.ac.id http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatinctps.pdf. 60. Dinkes JB. Petunjuk Teknis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga. Bandung: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat; 2010. 61. Safriana. Perilaku Memilih Jajanan Pada Siswa Sekolah Dasar Di SDN Garot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012 [cited 2016 18 April]; Available from: http://lib.ui.ac.id/. 62. Dedeh, Kurniasih, dkk. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: Kompas Gramedia; 2010. 63. Yusuf M. Faktor-Faktor Pemanfaatan Jamban oleh Masyarakat Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontolo; 2014 [cited 2016 21 April 2016]; Available from: http://eprints.ung.ac.id/4984/. 64. WSP WaSP. Informasi Pilihan Jamban Sehat. Jakarta: World Bank Offi ce Jakarta; 2009. 65. Kemkes PPKS. Menggunakan Jamban Sehat. Depkes RI: 2009; 2009 [cited 2016 4 April]; Available from: http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1444/2/BK2009A.pdf. 66. Prasasti CI, Mukono J, Sudarmaji. Pengaruh Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber-AC Terhadap Gangguan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;1(2):160-9. 67. Tobing IS. Dampak Sampah terhadap Kesehatan Lingkungan dan Manusia. Makalah pada Lokakarya "Aspek Lingkungan dan Legalitas Pembuangan Sampah serta Sosialisasi Pemanfaatan Sampah Organik sebagai Bahan Baku Pembuatan Kompos" Kerjasama Univ Nasional dan Dikmenti DKI. 2005. 68. Vemale.com. Jorok ! Merokok Bikin Bakteri Mulut Jutaan Kali Lipat Lebih Banyak. 2016 [cited 2016 3 April]; Available from: http://www.vemale.com/kesehatan/93013-jorok-merokok-bikin-bakteri-mulutjutaan-kali-lipat-lebih-banyak.html. 69. Kemenkes RI. Pedoman Konseling Gangguan Penggunaan NAPZA Bagi Petugas Kesehatan. Kemenkes RI; 2010. 70. Alatas H, B M. Penanggulangan Korban Narkoba Meningkatkan Peran Keluarga dan Lingkungan. Jakarta: Balau Penerbit FKUI; 2006. 71. Fimela.com. Hobi Meludah Sembarangan ? Rugi ! 2012 [cited 2016 3 April]; Available from: http://www.fimela.com/lifestyle-relationship/hobi-meludahsembarangan-rugi-1202032.html. 72. Adiwiryono RM. Peran Kesehatan : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Anak Usia Dini dalam Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah ProfHamka. 2010. 73. Mubarak WI. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC; 2008. 74. Hanif FP. Sehat itu (Bisa) Murah. Yogyakarta: FlashBooks; 2015. 75. Kemenkes RI. Situasi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Pusat Data dan Informasi; 2014. http://lib.unimus.ac.id 76. Potter PA, Perry AG. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC; 2006. 77. Ambarwati FR. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Parama Ilmu; 2014. 78. Mangesa H, Panggabean R, Mamesah M. Seri Informasi Kesehatan Anak : Kebersihan Anak Setiap Hari. Jakarta: Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia; 2012. 79. Uliyah M, Hidayat AAA. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2008. 80. Zebua AP. Hubungan Personal Hygiene dengan Keluhan Kulit pada Pemulung dan Fasilitas Sanitasi di TPA Terjun Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014. Medan: Universitas Sumatra Utara; 2014 [cited 2016 2 Mei]; Available from: http://jurnal.usu.ac.id/. 81. Ananto P, Kadir A. Memelihara Kesehatan dan Kesegaran Jasmani. Jakarta: Depdikbud; 2010. 82. Hermawan A. Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia; 2009. 83. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008. 84. Riduwan, Kuncoro EA. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: CV.Alfabeta; 2008. 85. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV.Alfabeta; 2008. 86. Pauliza O, Buchori DGA. Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan. Bandung: Grafindo Media Pratama; 2008. 87. Karlen M. Dasar-Dasar Perencanaan Ruang. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. 88. Yani A, Ruhimat M. Geografi : Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung: Grafindo Media Pratama; 2007. 89. Teli, Jentsch, James, Bahaj. Field Study on Thermal Comfort in a UK Primary School, Proceedings of 7th Windsor Conference: The changing context of comfort in an unpredictable world Cumberland Lodge. UK2012. 90. Hunt AP, all e. Heat Strain, Hydration Status, and Symptoms of Heat Illness in Surface Mine Workers. The School of Human Movement Studies and the Institute of Healt and Biomedical Innovation: Queensland University of Technology; 2011. 91. Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, (2011). 92. Budiharto. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC; 2010. 93. Meryandini A, Widosari, Bt M, al e. Isolasi Bakteri Selulotik dan Karakterisasi Enzimnya. Makara Sains. 2009. http://lib.unimus.ac.id A. Hasil Pengukuran Suhu, Pencahayaan, dan Kelembaban No Ruang Titik Suhu Pencahayaan Kelembaban (%) Kelas Sampel (ºC) (Lux) 73,4 Titik 1 26,4 73 71,1 Titik 2 26,6 95 73,3 Titik 3 26,6 65 1 SD Kelas IV 71,2 Titik 4 26,6 74 71,6 Titik 5 26,3 92 Titik 6 98 62,1 Titik 1 31,3 168 60,9 Titik 2 31,3 116 SD 61,8 Titik 3 31,5 98 2 kelas V 61,5 Titik 4 30,8 100 61,1 Titik 5 30,8 117 Titik 6 102 62,4 Titik 1 30,0 85 64,1 Titik 2 30,7 139 SD 63,1 Titik 3 30,7 74 3 kelas VI 63,8 Titik 4 29,8 89 62,6 Titik 5 30,5 141 Titik 6 100 59,4 Titik 1 28,1 64 59,9 Titik 2 28,3 119 SMP 59,1 Titik 3 28,5 152 4 kelas VII A 60,4 Titik 4 28,3 123 61,3 Titik 5 28,3 98 Titik 6 80 60,3 Titik 1 26,4 128 61,5 Titik 2 26,6 74 61,9 Titik 3 26,6 80 SMP 5 kelas VII B 61,3 Titik 4 26,5 104 61,0 Titik 5 26,6 116 Titik 6 93 58,4 Titik 1 30,2 160 58,0 Titik 2 30,8 143 59,4 Titik 3 30,7 156 SMP 6 kelas VII C 59,4 Titik 4 31,1 150 59,0 Titik 5 31,1 121 Titik 6 134 http://lib.unimus.ac.id 7 8 9 10 11 SMP kelas VIII A SMP kelas VIII B SMP kelas VIII C SMP kelas IX A SMP kelas IX B 12 SMP kelas IX C 13 SMA kelas X Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 1 Titik 2 Titik 3 29,6 29,7 29,8 30,0 29,5 25,7 25,7 26,3 26,4 26,3 26,8 26,9 26,9 26,7 26,4 28,9 28,9 28,5 28,7 28,7 28,3 28,1 28,3 28,5 28,5 29,1 29,6 29,9 29,0 29,3 24,6 25,3 25,6 http://lib.unimus.ac.id 82 64 70 90 161 140 101 73 112 140 116 83 176 90 78 81 153 100 154 121 96 117 145 153 80 136 61 109 83 100 96 100 87 125 99 73 127 100 76 57,4 57,1 57,3 57,3 57,1 63,3 62,1 62,8 62,9 62,0 61,8 60,5 61,5 61,8 62,3 59,2 61,3 61,7 60,0 61,1 58,0 61,0 61,9 61,4 61,5 60,4 60,6 58,1 59,3 59,7 67,3 67,7 65,1 14 15 SMA kelas XI SMA kelas XII Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 25,8 25,6 26,3 26,4 26,4 26,4 26,0 26,0 26,4 26,0 26,0 26,0 http://lib.unimus.ac.id 73 98 86 111 94 123 120 85 96 97 81 104 126 62 90 65,8 66,1 62,4 61,6 61,5 61,9 62,0 62,5 62,5 61,7 61,0 62,6 B. Hasil Penilaian PHBS Siswa NO Kelas Nomor Responden 01 02 03 04 05 06 1 Kelas IV SD 07 08 09 10 11 12 01 02 03 2 Kelas V SD 04 05 06 01 02 03 04 3 Kelas VI SD 05 06 07 08 09 01 02 03 04 05 4 Kelas VIIA SMP 06 07 08 09 10 01 02 03 5 Kelas VIIB SMP 04 05 06 http://lib.unimus.ac.id Skor 71 57 64 57 71 57 64 50 50 64 50 71 50 57 64 79 64 93 86 79 71 57 57 93 71 79 79 93 93 93 93 86 79 93 93 86 93 93 93 93 64 57 79 6 Kelas VIIC SMP 7 Kelas VIIIA SMP 8 Kelas VIIIB SMP 9 Kelas VIIIC SMP 10 Kelas IXA SMP 11 Kelas IXB SMP 07 08 09 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 01 02 03 04 05 06 07 01 02 03 04 05 06 07 01 02 03 04 05 06 07 01 02 03 04 05 06 07 01 02 03 http://lib.unimus.ac.id 86 86 86 86 79 79 93 93 93 93 71 79 79 93 93 93 93 93 93 93 93 93 79 86 79 79 93 86 93 71 79 93 79 71 93 93 79 86 79 79 79 93 93 86 12 Kelas IXC SMP 13 Kelas X 14 Kelas XI 15 Kelas XII 04 05 06 01 02 03 04 05 06 07 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 01 02 03 04 05 06 07 08 09 01 02 03 04 05 http://lib.unimus.ac.id 93 86 86 86 71 93 93 71 86 86 93 93 93 93 79 79 86 71 64 79 86 93 86 93 86 86 64 71 71 93 57 86 86 71 57 64 64 79 86 79 57 50 50 93 06 07 08 09 http://lib.unimus.ac.id 86 71 64 79 D. Rata-Rata Hasil Pengukuran Suhu, Pencahayaan, Kelembaban, dan Jumlah Bakteri Udara NO Ruang RataRata-Rata Rata-Rata RataRata-Rata Kelas Rata Pencahaya- Kelembab- Rata Jumlah Suhu an an PHBS Bakteri Siswa 1 IV SD 26.5 ºC 83 Lux 72,1 % Cukup 142 koloni/m3 2 V SD 31.1 ºC 117 Lux 61,5 % Cukup 65 koloni/m3 3 VI SD 30,3 ºC 105 Lux 63,2 % Cukup 76 koloni/m3 4 VIIA SMP 28,3 ºC 106 Lux 60,0 % Baik 53 koloni/m3 5 VIIB SMP 26,5 ºC 99 Lux 61,2 % Baik 63 koloni/m3 6 VIIC SMP 30,8 ºC 144 Lux 58,8 % Baik 32 koloni/m3 7 VIIIA SMP 29,7 ºC 101 Lux 57,2 % Baik 39 koloni/m3 8 VIIIB SMP 26,1 ºC 104 Lux 62,6 % Baik 77 koloni/m3 9 VIIIC SMP 26,7 ºC 113 Lux 61,6 % Baik 63 koloni/m3 10 IXA SMP 28,7 ºC 131 Lux 60,7 % Baik 52 koloni/m3 11 IXB SMP 28,3 ºC 95 Lux 60,8 % Baik 61 koloni/m3 12 IXC SMP 29,4 ºC 97 Lux 59,6 % Baik 45 koloni/m3 13 X SMA 25,4 ºC 93 Lux 66,4 % Baik 88 koloni/m3 14 XI SMA 26,3 ºC 105 Lux 61,9 % Cukup 69 koloni/m3 15 XII SMA 26,1 ºC 93 Lux 62,1 % Cukup 73 koloni/m3 http://lib.unimus.ac.id E. Hasil Analisis Data 1. Hasil Statistik Univariat a. Suhu Descriptive Statistics N Minimum Suhu 15 Valid N (listwise) 15 Maximum 25.4 Mean 31.1 Std. Deviation 28.013 1.9146 Klasifikasi Suhu Cumulative Frequency Valid Missing Total Percent Valid Percent Percent Memenuhi syarat 7 25.9 46.7 46.7 Tidak memenuhi syarat 8 29.6 53.3 100.0 Total 15 55.6 100.0 System 12 44.4 27 100.0 http://lib.unimus.ac.id b. Pencahayaan Descriptive Statistics N Minimum Pencahayaan 15 Valid N (listwise) 15 Maximum 83 Mean 144 Std. Deviation 105.73 15.554 Klasifikasi Pencahayaan Cumulative Frequency Valid Missing Total Percent Valid Percent Percent Memenuhi syarat 9 33.3 60.0 60.0 Tidak memenuhi syarat 6 22.2 40.0 100.0 Total 15 55.6 100.0 System 12 44.4 27 100.0 http://lib.unimus.ac.id c. Kelembaban Descriptive Statistics N Minimum Kelembaban 15 Valid N (listwise) 15 Maximum 57.2 Mean 72.1 Std. Deviation 61.980 3.4888 Klasifikasi Kelembaban Cumulative Frequency Valid Missing Total Memenuhi syarat Percent Valid Percent Percent 4 14.8 26.7 26.7 Tidak memenuhi syarat 11 40.7 73.3 100.0 Total 15 55.6 100.0 System 12 44.4 27 100.0 http://lib.unimus.ac.id d. PHBS Siswa Descriptive Statistics N Minimum PHBS 135 Valid N (listwise) 135 Maximum 50 Mean 93 Std. Deviation 79.73 13.074 Klasifikasi PHBS Cumulative Frequency Valid Total Valid Percent Percent Baik 93 68.4 68.9 68.9 Cukup 36 26.5 26.7 95.6 Kurang 6 4.4 4.4 100.0 135 99.3 100.0 1 .7 136 100.0 Total Missing Percent System http://lib.unimus.ac.id e. Bakteri Udara Descriptive Statistics N Minimum Jumlah Bakteri 15 Valid N (listwise) 15 32 Maximum Mean 142 Std. Deviation 66.53 25.732 Klasifikasi Jumlah Bakteri Cumulative Frequency Percent Valid Memenuhi syarat 15 55.6 Missing System 12 44.4 27 100.0 Total Valid Percent http://lib.unimus.ac.id 100.0 Percent 100.0 2. Hasil Uji Normalitas a. Hasil Normalitas Suhu Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic Suhu df .220 Shapiro-Wilk Sig. 15 Statistic .048 df Sig. .909 15 .133 a. Lilliefors Significance Correction b. Hasil Normalitas Pencahayaan Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic Pencahayaan Df Shapiro-Wilk Sig. .226 15 Statistic .037 df .902 Sig. 15 .102 a. Lilliefors Significance Correction c. Hasil Normalitas Kelembaban Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic Kelembaban Df Shapiro-Wilk Sig. .230 15 Statistic .032 df .828 Sig. 15 .009 a. Lilliefors Significance Correction d. Hasil Normalitas PHBS Siswa Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic PHBS .188 df Shapiro-Wilk Sig. 135 .000 Statistic .866 a. Lilliefors Significance Correction http://lib.unimus.ac.id df Sig. 135 .000 e. Hasil Normalitas Bakteri Udara Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic Jumlah Bakteri .209 df Shapiro-Wilk Sig. 15 Statistic .078 df Sig. .851 15 .018 a. Lilliefors Significance Correction 3. Hasil Statistik Bivariat a. Hasil Statistik Hubungan Suhu dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas Correlations Suhu Spearman's rho Suhu Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Jumlah Bakteri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Jumlah Bakteri * 1.000 -.625 . .013 15 15 * 1.000 .013 . 15 15 -.625 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). b. Hasil Statistik Hubungan Pencahayaan dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas Correlations Pencahayaan Spearman's rho Pencahayaan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Jumlah Bakteri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N http://lib.unimus.ac.id Jumlah Bakteri 1.000 -.496 . .060 15 15 -.496 1.000 .060 . 15 15 c. Hasil Statistik Hubungan Kelembaban dengan Bakteri Udara di Ruang Kelas Correlations Kelembaban Spearman's rho Kelembaban Correlation Coefficient 1.000 Sig. (2-tailed) N Jumlah Bakteri Jumlah Bakteri Correlation Coefficient N .000 15 15 ** 1.000 .000 . 15 15 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). d. Hasil Statistik Hubungan PHBS Siswa dengan Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Kelas Correlations PHBS Spearman's rho PHBS Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) -.399 ** . .000 135 135 ** 1.000 Sig. (2-tailed) .000 . N 135 135 N Jumlah Bakteri Jumlah Bakteri 1.000 Correlation Coefficient **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). http://lib.unimus.ac.id -.399 ** . .983 Sig. (2-tailed) .983 F. Foto Kegiatan Gambar 1. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Gambar 2. Pengukuran Pencahayaan http://lib.unimus.ac.id Gambar 3. Pengisian Kuesioner PHBS Siswa Gambar 4. Penempatan Cawan Petri untuk Pengambilan Sampel Udara http://lib.unimus.ac.id Gambar 5. Kondisi Cawan Petri saat diletakkan di Meja http://lib.unimus.ac.id