Produksi dan Pemurnian Enzim Glukosa Oksidase

advertisement
6
pada pH 5.5, kemudian disterilisasi. Isolat
A. niger (IPBCC.08.610) diinokulasi dalam
media tersebut kemudian diinkubasi selama
24 jam dengan kecepatan 200 rpm dan suhu
30 oC.
Sebanyak lima buah labu Erlenmeyer
disiapkan, selanjutnya masing-masing diisi
dengan 200 mL media produksi. Media diatur
pada pH 5.5. Suspensi spora dari isolat lokal
Aspergillus niger yang berumur 24 jam
dtumbuhkan dalam lima labu Erlenmeyer
tersebut masing-masing sebanyak 10 mL.
Kultur tersebut kemudian diinkubasi dengan
kecepatan aerasi 200 rpm suhu 30oC dengan
lima variasi waktu, yaitu 48 jam, 72 jam,
96 jam, 120 jam, dan 144 jam. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui waktu produksi
yang paling optimum. Setelah inkubasi
dilakukan, biomassa dipisahkan dari media
pertumbuhan dengan cara penyaringan
menggunakan kertas saring. Supernatan bebas
sel disimpan sebagai ekstrak kasar enzim
glukosa oksidase ekstraseluler. Berat basah
biomassa
yang
dihasilkan
ditimbang,
kemudian rendemen biomassa masing-masing
fraksi dihitung (Lampiran 2).
Isolasi enzim glukosa oksidase intraseluler
dari Aspergillus niger (Firman &
Aryantha 2003)
Biomassa hasil penyaringan digerus
sampai halus menggunakan glassbead dengan
perbandingan 1:1. Sel yang telah lisis
ditambahkan dengan bufer natrium fosfat
0.1 M pH 6.0 hingga larut semuanya. Sel yang
telah ditambahkan bufer tersebut kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm
selama 20 menit sebanyak dua kali.
Supernatan yang dihasilkan merupakan enzim
kasar glukosa oksidase intraseluler.
Pemurnian enzim glukosa oksidase dengan
amonium sulfat (Sherbeny et al. 2005)
Pemurnian enzim glukosa oksidase dengan
amonium sulfat dilakukan pada fraksi glukosa
oksidase yang memiliki aktivitas spesifik
paling tinggi. Pemurnian dilakukan dengan
penambahan amonium sulfat 80%. Amonium
sulfat ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
diaduk menggunakan magnetic stirrer.
Larutan didiamkan selama 24 jam pada suhu
4 oC, kemudian disentrifus pada kecepatan
12000 rpm selama 15 menit. Fraksi yang
terendapkan dilarutkan dalam bufer fosfat
sitrat 0.1 M pH 4.5. Hasil pemurnian ini
selanjutnya diukur kadar protein serta
aktivitasnya.
Analisis kadar protein (Lowry et al. 1951)
Reagen Lowry C disiapkan dengan
mencampurkan reagen Lowry A dan B
dengan perbandingan 50:1. Reagen Lowry B
yang digunakan harus segar. Pengujian kadar
protein dilakukan setelah pembuatan kurva
standar. Standar BSA masing-masing
sebanyak 0.5 mL ditambahkan ke dalam
delapan tabung dengan beragam konsentrasi,
dari 200 μg/mL sampai dengan 500 μg/mL.
Seluruh tabung selanjutnya ditambahkan
dengan 5 mL reagen C dan diinkubasi selama
10 menit pada suhu ruang. Sebanyak 0.5 mL
reagen Folin kemudian ditambahkan ke dalam
seluruh tabung, divortex dan diinkubasi
kembali selama 30 menit. Absorbansinya
dibaca pada panjang gelombang 700 nm.
Pengukuran kadar protein enzim glukosa
oksidase dilakukan dengan metode yang sama
untuk setiap fraksi.
Pengukuran laju awal dan aktivitas enzim
glukosa oksidase (Kelley & Reddy 1986)
Laju awal reaksi enzim glukosa oksidase
ditentukan dengan mengukur aktivitas enzim
glukosa oksidase hasil inkubasi 72 jam.
Pengukuran aktivitas dilakukan dengan
menggunakan assay enzim. Dua buah tabung
disiapkan untuk campuran assay glukosa
oksidase. Tabung pertama berisi 1.5 mL bufer
fosfat sitrat 0.1 M pH 4.5, 0.3 mL larutan
glukosa 1 M, dan 0.1 mL larutan glukosa
oksidase. Tabung kedua tersusun atas
1 mL o-dianisidin 0.31 mM dan
0.1 mL horseradish peroksidase. Masingmasing tabung diinkubasi selama 5 menit
pada suhu 30 oC, kemudian dicampurkan.
Pengukuran dilakukan setelah campuran
diinkubasi terlebih dahulu selama 5 menit.
Nilai absorbansi pada panjang gelombang
460 nm diukur dan dilihat setiap satu menit,
hingga nilainya konstan. Laju awal ditentukan
saat laju linear maksimum tercapai. Waktu
tercapainya laju awal digunakan sebagai
waktu pengukuran untuk fraksi enzim lainnya.
Aktivitas glukosa oksidase setiap fraksi
diukur dengan menggunakan assay enzim
yang sama dengan penentuan laju awal.
Namun, nilai absorbansinya dilihat pada
waktu tercapainya laju awal reaksi enzim.
Aktivitas glukosa oksidase ialah nilai
mikromol substrat yang dioksidasi oleh enzim
glukosa oksidase. Nilai aktivitas glukosa
oksidase dihitung sebagai nilai absorbansi per
waktu (ΔA/Δt) dibagi dengan nilai absorbansi
setimbang (As), kemudian dikalikan dengan
mol substrat.
7
As ialah nilai absorbansi saat seluruh substrat
telah dikatalisis oleh enzim, sehingga nilai
absorbansi tidak meningkat lagi.
Akt. (unit/mL) = ΔA / Δt x μmol substrat x fp
As
Keterangan:
fp
= Faktor pengenceran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Biomassa Aspergillus niger
(IPBCC.08.610)
Proses pembentukan biomassa suatu
mikroorganisme dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu jenis isolat yang digunakan, laju
pertumbuhan, substrat, kelembapan, suhu, pH
lingkungan, penambahan surfaktan serta
polimer, gaya geser, aerasi, dan agitasi
(El-Enshasy 1998). Kondisi media produksi
yang sesuai dengan kebutuhan sangat penting
agar mikroorganisme tersebut dapat hidup
dalam media, menghasilkan jumlah biomassa
yang tinggi, serta dapat menghasilkan produk
yang diinginkan. Nutrisi yang dibutuhkan oleh
suatu mikroorganisme secara umum ialah
karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium,
magnesium, natrium, kalsium, nutrien mikro
(besi, seng, kobalt, molibdenum), dan vitamin
(Gandjar et al. 2006).
Isolat Aspergillus niger (IPBCC.08.610)
ditumbuhkan dalam media yang mengandung
sukrosa, glukosa, pepton, serta kalsium
karbonat. Kalsium karbonat (CaCO3) yang
ditambahkan berperan sebagai penginduksi
sintesis glukosa oksidase (Bankar et al. 2009).
Penambahan CaCO3 ke dalam media
fermentasi akan menjaga pH media pada
pH 5.5 yang merupakan titik produksi
optimum glukosa oksidase. CaCO3 juga dapat
mengubah jalur metabolik A. niger dari
glikolisis menjadi jalur pentosa fosfat,
sehingga dapat meningkatkan jumlah glukosa
oksidase (Simpson 2005).
Produksi glukosa oksidase dilakukan pada
suhu 30oC dengan lima variasi waktu, yaitu
48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam, dan 144 jam.
Media fermentasi A. niger digoyang pada
kecepatan aerasi 200 rpm untuk menyediakan
kebutuhan oksigen. Oksigen digunakan untuk
melakukan reaksi enzimatis dan respirasi yang
diperlukan untuk pertumbuhan A.niger
sehingga dapat menghasilkan biomassa yang
lebih banyak.
Pemanenan biomassa A. niger pada media
cair yang digoyang dilakukan melalui suatu
penyaringan, sebab miselium tidak berada
diatas permukaan seperti biomassa pada
media tanpa digoyang (Gandjar et al. 2006).
Penyaringan dilakukan menggunakan kertas
saring, kemudian bobotnya ditimbang untuk
mengetahui pertumbuhan A. niger tersebut.
Biomassa yang dihasilkan oleh A. niger
berupa sel bulat berukuran cukup besar
sehingga diukur berdasarkan bobotnya. Selain
dengan mengukur berat kering massa sel,
penentuan pertumbuhan fungi juga dapat
dilakukan dengan menentukan kadar total
nitrogen massa sel, kadar total asam nukleat
massa sel, maupun dengan mengukur optical
density
dari
medium
pertumbuhan
(Gandjar et al. 2006).
Berdasarkan pengukuran, bobot biomassa
yang dihasilkan semakin meningkat seiring
penambahan waktu inkubasi. Peningkatan
biomassa sel A.niger mengikuti kurva
pertumbuhan diauxic. Kurva pertumbuhan
diauxic menunjukkan terjadinya dua fase
pertumbuhan dengan laju berbeda pada media
pertumbuhan suatu mikroorganisme. Hal ini
disebabkan penggunaan dua jenis sumber
karbon (Lee & Lee 1996).
Gambar 4 memperlihatkan bahwa
rendemen biomassa sel meningkat cukup
signifikan dari 32.6810 g/L pada waktu
inkubasi 48 jam menjadi 78.1585 g/L setelah
72 jam. Keadaan ini memperlihatkan
terjadinya fase pertumbuhan pertama, yaitu
saat sel menggunakan sumber karbon yang
lebih sederhana, yaitu glukosa. Nilai
rendemen biomassa hanya meningkat menjadi
83.2255 g/L pada waktu inkubasi 96 jam. Hal
ini menunjukkan bahwa glukosa sebagai
sumber karbon utama A.niger telah habis
digunakan.
Mikroorganisme
tersebut
selanjutnya memasuki fase lag untuk
persiapan
penggunaan
sukrosa
yang
merupakan sumber karbon lainnya. Pada fase
lag laju pertumbuhan cenderung konstan
(Lee & Lee 1996).
Rendemen biomassa kembali meningkat
pada waktu inkubasi 120 jam menjadi
134.423 g/L, dan merupakan nilai rendemen
biomassa paling tinggi yang dihasilkan oleh
isolat A. niger (IPBCC.08.610). Nilai tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
rendemen biomassa yang diproduksi oleh
isolat lain, misalnya isolat A. niger
PTTC 5012 yang hanya memiliki nilai
rendemen biomassa tertinggi sebesar 11,7 g/L
(Jafari et al. 2007). Setelah inkubasi 120 jam
jumlah nutrien mulai berkurang dan senyawa
toksik mulai terakumulasi sehingga laju
pertumbuhan sel mulai menurun. Sel
kemudian lisis dan mengalami kematian,
sehingga pada waktu inkubasi 144 jam
Download