TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global diyakini memiliki dampak yang luas pada berbagai aspek kehidupan manusia di dunia. Perubahan iklim dipicu oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer bumi sehingga mengganggu kemampuan planet untuk mempertahankan suhu yang stabil. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca terutama disebabkan oleh akumulasi pembakaran bahan bakar fosil dan emisi gas rumah kaca dari perubahan tata guna lahan. Panel Kelompok Kerja Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperkirakan total emisi dunia gas rumah kaca per tahun adalah 32,3 Giga ton CO2 yang sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar dan sekitar 17% dari hal itu disebabkan oleh emisi dari perubahan penggunaan lahan (IPCC 2007). Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil emisi CO terbesar di dunia (Hairiah, 2007). Karbon Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C” dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama Universitas Sumatera Utara pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari organisme hidup merupakan karbon. Karenanya secara alami karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik mati ataupun sedimen seperti fosil tumbuhan dan hewan. Sebagian besar jumlah karbon yang berasal dari makhluk hidup bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi. Akumulasi gas rumah kaca akibat perubahan tutupan lahan dan kehutanan diperkirakan sebesar 20% dari total emisi global yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Hal ini menegaskan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim perlu melibatkan sektor perubahan tutupan lahan dan kehutanan (Manuri, 2011). Menurut Hairiah (2011), pada ekosistem daratan cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu 1. Bagian hidup (biomassa): masa dari bagian vegetasi yang masih hidup, yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim. 2. Bagian mati (nekromasa): masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terlapuk. 3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel lebih kecil dari 2 mm. Universitas Sumatera Utara Pendugaan Carbon Hutan Cadangan karbon pada dasarnya merupakan banyaknya karbon yang tersimpan pada vegetasi, biomassa lain, dan di dalam tanah. Upaya pengurangan konsentrasi GRK di atmosfer (emisi) adalah dengan mengurangi pelepasan CO2 ke udara. Untuk itu, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan emisi serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO2 yang berlebihan di udara. Jumlah cadangan karbon tersimpan ini perlu diukur sebagai upaya untuk mengehui besarnya cadangan karbon pada saat tertentu dan perubahannya apabila terjadi kegiatan yang manambah atau mengurangi besar cadangan. Dengan mengukur dapat diketahui berapa hasil perolehan cadangan karbon yang terserap dan dapat dilakukan sebagai dasar jual beli cadangan karbon. Dimana negara maju atau industri mempunyai kewajiban untuk memberi kompensasi kepada negara atau siapapun yang dapat mengurangi emisi atau meningkatkan serapan. Prinsip menghitung total cadangan karbon hutan didasarkan pada kandungan biomassa dan bahan organik pada lima sumber karbon (carbon pools), yaitu biomassa atas permukaan tanah, biomassa bawah permukaan tanah, kayu mati, serasah dan bahan organik tanah (Lugina dkk., 2011). Menurut Sutaryo (2009) dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah. Universitas Sumatera Utara • Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. • Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah. • Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan. • Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut. Pemilihan model alometrik terbaik Model atau persamaan alometrik biomassa yang biasa digunakan adalah dengan menerapkan diameter, tinggi dan berat jenis sebagai nilai penduga. Namun menggunakan diameter sebagai penduga tunggal, biasa digunakan karena relatif lebih mudah dikembangkan dan diterapkan. Di banyak kasus, sangat sulit Universitas Sumatera Utara melakukan pengukuran tinggi pohon pada hutan alam tropis secara akurat. Jika data input yang digunakan memiliki keakurasian yang rendah, maka pendugaan biomassa atau karbon secara total akan mengalami akumulasi bias yang besar. Karena itu, penentuan parameter atau penduga yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan situasi yang ada. Persamaan alometrik biomassa diperoleh dengan menghubungkan antara DBH pohon contoh (X) sebagai penduga dengan total biomassa seluruh bagian pohon contoh (Y). Biomassa = f (DBH). Dengan menggunakan software spreadsheet (MS Excel) atau statistik (SPSS). Beberapa model matematika yang banyak digunakan untuk membuat persamaan alometrik biomassa antara lain: model linear, exponential, power function dan polinomial. SNI Pengukuran Cadangan Karbon menetapkan penggunaan DBH sebagai penduga dan memberikan ruang untuk memilih model matematika terbaik yang akan digunakan (Manuri, dkk., 2011). Menurut Heiskanen (2006) dalam Sutaryo (2009) terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa, yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ; (ii) sampling tanpa pemanenan (Non destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standar yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standar ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi. Universitas Sumatera Utara Menurut Kittredge (1994) dalam Onrizal (2004) merumuskan metode allometrik dalam bentuk persamaan formulasi kuadrat sebagai berikut: Y = aXb Keterangan: Y = variabel bergantung (biomassa) X = variabel bebas (tinggi dan diameter total pohon) a, b = konstanta Model yang digunakan untuk membangun model alometrik regresi linear berganda digunakan persamaan sebagai berikut: Y = a + bX1 + cX2 + dX 3 Keterangan: Y = biomassa X1, X2, X3 = parameter yang diukur a, b, c = nilai estimasi Hutan Tanaman Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon lebih rendah dibandingkan hutan alam. Pada hutan tanaman didominasi oleh tanaman yang cenderung monokultur dan tanaman berumur muda. Apabila dilihat dari produktivitasnya menyimpan karbon (persatuan luas dan per satuan waktu) maka ada kemungkinan hutan tanaman akan memiliki kemampuan menyimpan karbon pada tegakannya dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan di hutan alam karena daurnya lebih pendek. Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan Universitas Sumatera Utara karbon tersebut akan dipengaruhi oleh jenis yang ditanam, kondisi tempat tumbuh dan teknik silvikultur atau intensitas pemeliharannya (Marispatin, 2010). HTI dikembangkan terutama untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku industri kayu yang tidak bisa dipenuhi dari hutan alam. Lokasi tanaman HTI menurut peraturan adalah pada lahan hutan yang kurang produktif dan areal padang alang-alang. Pembangunan HTI pada lahan tidak produktif akan meningkatkan stok karbon hutan. Dengan rata-rata riap tumbuh jenis yang ditanam adalah 8-25 ton/ha/tahun, rotasi berumur 7-40 tahun dan biomassa ratarata 175-320 ton/ha/rotasi akan setara dengan penambahan stok 85 – 160 ton karbon/ha/rotasi. Luas pembangunan HTI sampai dengan tahun 2010 telah mencapai 3,65 juta ha (Kemenhut, 2011). Potensi Serapan Karbon Hutan Tanaman Penelitian terkait potensi serapan karbon hutan tanaman sudah banyak dilakukan. Penelitian Retnowati (1998) pada E. gandis di Tapanuli Utara menunjukkan bahwa sampai umur tanaman 4 tahun, rata-rata serapan CO2-nya adalah sekitar 31,948 ton CO2/ha/tahun. Dengan demikian jika terdapat hutan tanaman E. gandis dengan luasan 100.000 ha, sampai umur tanaman 4 tahun potensi serapan CO2-nya adalah sekitar 3,195 Mton/tahun. Zebua (2008) menyatakan bahwa biomassa tegakan hutan dapat dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan, bahkan faktor iklim (curah hujan dan temperatur) juga dapat mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon, selain itu perbedaan (gradien) iklim juga menyebabkan perbedaan laju produksi bahan organik. Universitas Sumatera Utara Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan data dari PT Toba Pulp Lestari (2015), PT. Toba Pulp Lestari, Tbk adalah industri di bidang produksi pulp untuk bahan baku kertas dan bahan baku serat rayon. Pabrik ini merupakan salah satu industri strategis penghasil devisa diantara 5.935 unit pabrik sejenis yang terdapat di dunia dengan kapasitas produksi terpasang 210.459.000 ton pulp per tahun. Dari jumlah tersebut, 5.258 unit terdapat di Asia. Lokasi pabrik terletak di Desa Sosor Ladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Pabrik ini berstatus penanaman modal asing yang dioperasikan berdasarkan surat keputusan menteri negara riset dan teknologi/Ketua BPPT dan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. tertanggal SK/681/M/BPPT/XI/1968 13 November 1986 dan No. berdasarkan KEP-43/MNKLH/11/1968 surat keputusan Menteri Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 07/V/1990. Status perusahaan ini telah berubah dari penanaman modal dalam negeri menjadi Penanaman Modal Asing (PMA). Saham perusahaan ini telah dijual di bursa saham Jakarta dan Surabaya sejak 1992 dan di New York Exchange (NYSE). Kegiatan produksi pulp secara komersial dimulai 1989 dimana produksi sekitar 70% diekspor ke mancanegara, sisanya untuk kebutuhan domestik. Kapasitas produksi terpasang pabrik adalah berada diantara 180.000 sampai dengan 240.000 ton pulp per tahun. Dalam upaya mendukung kegiatan produksi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk mendapat izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT) yang didasari SK Menteri Kehutanan Universitas Sumatera Utara SK-58/Menhut-11/2011 tertanggal 28 Februari 2011 tentang pemberian hak pengusahaan hutan tanaman industri kepada perusahaan dengan luas 188.055 Ha. Areal konsesi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk terdiri dari 6 sektor yang masing-masing sektor berada pada wilayah geogafis yang terpisah, yaitu: 1. Sektor Tele berada pada Kabupaten Samosir yang meliputi Kecamatan Boho, Sumbul, Parbuluan, Kerajaan, Sidikalang dan Salak pada 2° 15’ 00” - 2° 50’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 98° 50’ 00” BT. 2. Sektor Padang Sidempuan berada pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi Kecamatan Padang Bolak, Sosopan, Padang Sidempuan, dan Sipirok pada 1° 15’ 00” LU - 1° 50’ 00” LU dan 99° 13’ 00” BT - 99° 33’00” BT. 3. Sektor Aek Nauli berada pada Kabupaten Simalungun yang meliputi Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik dan Jorlang pada 2° 40’ 00” LU - 2° 50’ 00” LU dan 98° 50’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT. 4. Sektor Habinsaran berada di Kabupaten Toba Samosir yang meliputi kecamatan Siborong-borong, Sipahutar, Habinsaran, Silaen dan Laguboti pada 2° 7’ 00” LU - 2° 2’ 00” dan 99° 05’ 00” BT - 99° 18’ 00” BT. 5. Sektor Tarutung berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Dolok Sanggul, Sipaholon, Onan Ganjang, Parmonangan, Adian Koting, Gaya Baru, Tarutung, Lintong Nihuta dan Sorkam pada 1° 54’ 00” LU - 2° 15’ 00” LU dan 98° 42’ 00” - 98° 58’ 00” BT. 6. Sektor Sarulia berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Lumut, Batang Toru pada 1° 30’ 00” LU - 1° 55’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT. Universitas Sumatera Utara