Konversi Energi Terbarukan

advertisement
Konversi Energi Terbarukan
Jum’at 18 Pebruari 2011
Penghantar Teknologi
Biomassa
Perkembangan penelitian di bidang bioenergi, bukanlah barang
baru di dunia ini. Penjajakan peluang aplikasi bioenergi untuk di
industrialisasi telah lama didengungkan, dan sekarang telah
memasuki tahapan produksi secara massal dan siap di
komersialisasikan. Diharapkan dalam beberapa tahun mendatang,
bioenergi akan menjadi alternatif dan mampu bersaing dengan
minyak dan gas bumi (migas) dalam mempertahankan ketahanan
energi di dunia.
Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, mempunyai
potensi untuk menjadi lumbung bioenergi dunia. Potensi yang
benar-benar tidak dapat diabaikan adalah tersedianya lahan yang
luas untuk membudidayakan tanaman-tanaman yang potensial
sebagai sumber bahan baku bioenergi. Disini yang dimaksud
bioenergi sudah termasuk pemanfaatan biomassa, biodiesel,
bioetanol, dan biogas sebagai sumber energi alternatif
Biomassa merupakan bahan hayati yang biasanya dianggap
sebagai sampah dan sering dimusnahkan dengan cara di bakar.
Terkadang kita tidak tahu bahwa banyak hal yang bisa
dimanfaatkan dari sisa-sisa makanan atau barang yang kita
anggap sebagai sampah. Biomassa tersebut dapat diolah menjadi
bioarang, yang merupakan bahan bakar yang memiliki nilai kalor
yang cukup tinggi dan dapat digunakan dalam kehidupan seharihari. Selain itu, saat ini sedang digencarkan pemanfaatan sampah
sebagai bahan baku dalam teknologi biomassa untuk diolah
sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Atau batok
kelapa sawit yang dijadikan briket yang saat ini pengembangannya
mulai dilirik oleh para peneliti.
penelitian di bidang biodiesel sejauh ini terus
berkembang dengan memanfaatkan beragam lemak
nabati dan hewani untuk mendapatkan bahan bakar
hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui (renewable).
Biodiesel merupakan bahan bakar yang memiliki sifat
menyerupai minyak diesel/solar. Bahan bakar ini
ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas
buang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan
diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke
number) yang rendah, memiliki cetane number yang
lebih tinggi, pembakaran lebih sempurna, memiliki sifat
pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai
(biodegradable) sehingga tidak menghasilkan racun
(non toxic).
Pembuatan biodiesel dari minyak nabati dilakukan
dengan mengkonversi trigliserida (komponen utama
minyak nabati) menjadi metil ester asam lemak,
dengan memanfaatkan katalis pada proses
metanolisis/esterifikasi. Di Indonesia, potensi bahan
baku biodiesel sangat melimpah. Saat ini Indonesia
adalah negara penghasil minyak nabati terbesar di
dunia, bahan baku minyak nabati meliputi asam lemak
dari kelapa sawit, jarak pagar, kelapa, sirsak, srikaya,
kapuk, dan alga.
selain biodiesel ada juga bioethanol yang untuk
menganti premium, alternatifnya adalah gasohol
(gasoline-alkohol) yang merupakan campuran antara
bensin dan bioetanol. Bioetanol bersumber dari
karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku seperti
jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan tebu. Dari
beberapa bahan baku tersebut, diketahui bahwa
tanaman jagung merupakan pakan unggulan untuk
bahan utama bioetanol karena selain dari segi
ekonomis tergolong murah, jumlah hasil bioetanol yang
dihasilkan jagung ternyata lebih besar diantara
tanaman lain.
Setelah bahan baku diatas melalui proses fermentasi,
dihasilkanlah etanol. Dan dari etanol dapat dibuat
etanol 99,5% atau fuel grade ethanol yang bisa
digunakan untuk campuran gasohol. Di dalam etanol,
terdapat 35% oksigen yang dapat meningkatkan
efisiensi pembakaran mesin dan juga meningkatkan
angka oktan seperti zat aditif Methyl Tertiary Buthyl
Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead (TEL). Selain itu,
etanol juga bisa terurai sehingga dapat mengurangi
emisi gas buang berbahaya. Berikut ini adalah mesin
bioethanol kalau misalnya ada sebuah perusahaan
yang menggunakan bioethanol:
biodiesel dan bioethanol ada juga bio gas. Peluang
pengembangan bioenergi khususnya biogas, juga
dimungkinkan untuk berkembang di Indonesia baik
untuk aplikasi industri skala kecil dan menengah.
Berbagai sampah organik dan limbah-limbah
agroindustri merupakan bahan baku yang potensial
untuk diolah menjadi biogas melalui pemanfaatan
teknologi anaerobik. Pada prinsipnya, teknologi
anaerobik adalah proses dekomposisi biomassa
secara mikrobiologis dalam kondisi anaerobik (tanpa
oksigen).
Secara garis besar bahan baku yang diperlukan
adalah biomassa (residu mahluk hidup),
mikroorganisme, dan air. Produk utama dari biogas ini
adalah gas metana dan pupuk organik. Gas metana
telah dikenal luas sebagai bahan baku ramah
lingkungan, karena dapat terbakar sempurna sehingga
tidak menghasilkan asap yang bepengaruh buruk
terhadap kualitas udara. Karena sifatnya tersebut, gas
metana merupakan gas yang bernilai ekonomis tinggi
dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
mulai dari memasak, hingga penggerak turbin
pembangkit listrik tenaga uap.
Menilik pada potensi Indonesia yang besar, apalagi
untuk ketersediaan bahan baku, sudah sepanntasnya
Indonesia berani memproklamirkan diri sebagai
Negara lumbung bioenergi dunia. Kedepannya,
mungkin Indonesia memiliki berbagai tantangan dalam
perkembangan bioenergi ini. Terutama pada aspek
modal, perangkat hokum, pengembangan teknologi,
permasalahan hambatan-hambatan sosial dan
keterbatasan pasar dan pengguna, seharusnya
menjadi komitmen dan tanggung jawab bersama
pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait untuk
mencari solusinya. Smeoga beberapa decade ke
depan, Indonesia dapat menjadi macan dunia dalam
bidang energi. Agar mencapai harapan itu pun kita
harus sadari bahwa keberhasilan itu tidak datang
dengan sendirinya, tetap merupakan hasil kerja keras
dari semua pihak.
Potensi biomassa mencapai 147 juta ton per tahun.
Biomassa
yang berasal dari jerami dan sisa panen, tanaman liar
berkarbohidrat, dan
kotoran hewan itu diperkirakan bisa menghasilkan
energi 470 gigajoule atau
setara dengan 130,5 MWh.
Asia dikaruniai sumber daya biomassa berlimpah agrokehutanan / residu pertanian dari Palm, Tebu, Beras,
Kelapa, Kayu dan Tanaman Energi muncul seperti
jarak, miskantus atau Rumput Gajah. Untuk saat ini,
feed-in tarif untuk energi terbarukan telah membuat
kemajuan yang lambat di Asia. Hanya di Thailand,
India dan Filipina, di mana insentif peraturan
dilaksanakan, di dalam negeri tersedia agro-biomassa,
seperti ampas tebu gula, tempurung kelapa dan sekam
padi, adalah “aktif” dikumpulkan dan digunakan untuk
mengurangi kekurangan pasokan listrik dan “out
cokelat”. Investasi hijau seperti penerangan tidak
disediakan hanya untuk rumah saja, tetapi juga
meningkatkan kondisi kehidupan sosial dan lingkungan
penduduk. Jadi, bisakan efek rantai ini akan menyebar
ke seluruh Asia?
CMT’s Biomass Pellets Trade Asia memanggil
semua peserta dalam rantai nilai “biomassa untuk
pembangkit tenaga listrik” untuk datang ke Jakarta
bulan September untuk melaksanakan “Global Buyers
& Asia Sellets Meet “. Biomassa Pelet Asia
Perdagangan bertujuan untuk memberikan penjelasan
mendalam pada pasokan dan potensi investasi pelet
kayu di Asia dan limbah pertanian (biomas), dan
diskusi akan difokuskan untuk menangani isu-isu
berikut:
Pertumbuhan penggunaan biomasa untuk Co-Firing Pembangkit
Lisitrik & dampaknya pada dinamika pasar Wood Pelet
Berkembangnya of biomassa Agro & Tanaman Energi
(Cangkang dan Tandan Kosong Sawit(TKS), Sekam Padi, Gula
tebu, jarak, miskantus, dll)
Harga, Spesifikasi & Keberlanjutan Kriteria untuk biomassa
Investasi & Penyiapan Fasilitas Pelet Kayu di Asia
Investasi Terminal, Penyimpanan & Penanganan
Ekonomi dari teknologi pretreatment (Peletisasi, Torrefactions, dll)
Biomassa sangat beragam jenisnya yang pada
dasarnya merupakan hasil produksi dari makhluk
hidup. Biomassa dapat berasal dari tanaman
perkebunan atau pertanian, hutan, peternakan atau
bahkan sampah. Biomassa (bahan organik) dapat
digunakan untuk menyediakan panas, membuat bahan
bakar, dan membangkitkan listrik, hat ini disebut
bioenergi. Bioenergi berada pada level kedua setelah
tenaga air dalam produksi energi primer terbarukan di
Amerika Serikat.
Untuk kepentingan khusus, pemanfaatan biomassa
menjadi solusi yang sangat menjanjikan untuk
permasalahan sampah di kota-kota besar.
Pemanfaatan sampah sebagai biomassa menjadi
tenaga listrik meiaitji proses pembakaran langsung
(direct cornbustion) atau metalui proses pembuatan
gas metana (gasifikasi) dapat menjadi solusi,
walaupun proyek ini lebih mahal dibandingkan proyek
pembangkit listrik lain untuk kapasitas yang setara
Pemanfaatan energi biomassa dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Dewasa ini teknologi pemanfaatan
energi biomassa yang telah dikembangkan terdiri dari :
1. Pembakaran langsung (direct combustion)
dalam bentuk pemanfaatan panas.
Pemanfaatan panas biomassa telah dikenal sejak dulu seperti
pemanfaatan kayu bakar. Pemanfaatan yang cukup besar
umumnya untuk menghasilkan uap pada pembangkitan listrik
atau proses manufaktur. Dalam sistem pembangkit, kerja turbin
biasanya memanfaatakan ekspansi uap bertekanan dan
bertemperatur tinggi untuk menggerakkan generator. Di industri
kayu dan kertas, serpihan kayu terkadang langsung dimasukkan
ke boiler untuk menghasilkan uap untuk proses manufaktur atau
menghangatkan ruangan. Beberapa sistem pembangkit berbahan
bakar batubara menggunakan biomassa sebagai sumber energi
tambahan dalam boiler efisiensi tinggi untuk mengurangi
emisi.
2. Konversi menjadi bahan bakar cair.
Dua bahan bakar bio yang paling umum adalah
ethanol dan biodiesel. Ethanol merupakan alkohol
yang dibuat dengan fermentasi biomassa dengan
kandungan hidrokarbon yang tinggi seperti jagung
metaldi proses yang sama untuk membuat bir. Ethanol
paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar
untuk mengurangi emisi CO dan asap lainnya dari
kendaraan. Biodiesel merupakan ester yang dibuat
menggunakan minyak tanaman, lemak binatang,
ganggang, atau bahkan minyak goreng bekas.
Biodiesel dapat digunakan sebagai aditif diesel untuk
mengurangi emisi kendaraan atau dalam bentuk
murninya sebagai bahan bakar kendaraan
3. Pemanfaatan Gas Biomassa
Pemanfaatan gas biomassa skala kecil yang banyak
diaplikasikan oleh masyarakat adalah pemanfaatan
gas metana hasil fermentasil yang langsung dibakar
untuk dimanfaatkan panasnya. Pada skala yang lebih
maju pemanfaatan gas biomassa dilakukan melalui
sistem gasifikasi menggunakan temperatur tinggi untuk
mengubah biomassa menjadi gas (campuran dari
hidrogen, CO dan metana)
Salah satu contoh pemanfaatan tersebut adalah
penggunaan sekam padi pada Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
(PLTD) komersial pertama yang menggunakan. bahan
bakar sekam padi berada di penggilingan padi rnifik PT
(Persero) Pertani di Desa Haurgeulis, Keeamatan
Haurgaulis, Kabupaten Indramayu. PLTD berkekuatan
1 x 100 kilowatt (kw) tersebut dibangun PT Indonesia
Power dan PT Pertani.
Prinsip keda PLTD berbahan bakar sekam padi itu
adalah mencampurkan gas hasil gasifikasi sekam padi
pada temperatur tinggi dengan bahan bakar minyak
(BBM) di dalam ruang bakar motor diesel yang
menggerakkan turbin untuk menghasii'kan tenaga
listrik. Pencampuran BBM dengan gas sekam padi
dapat menghemat pemakaian BBIVi hingga 80 persen
dari jumlah pemakaian semula, sehingga biaya
operasional untuk membangkitkan listrik dengan daya
yang sama dapat berkurang jauh. Sebagai gambaran,
jika PLTD berkapasitas 100 kW dioperasikan penuh
dengan menggunakan BBM, dibutuhkan 0,3 liter BBM
per kWh (kilowatt hour). Sementara jika ditambahkan
gas sekam padi, hanya dibutuhkan 0,06 liter per kWh
ditambah sekam padi sebanyak 1,5 kg per kWh.
istem penanganan material biomassa, merupakan
bagian yang cukup besar dalam modal investasi dan
biaya operasi dalam fasilitas konversi energi bio.
Kebutuhannya tergantung pada tipe biomassa yang
akan diolah dalam teknologi konversi seperti hainya
kebutuhan gudang cadangan makanan, diantaranya
penyimpanan biomassa, penanganan, pengangkutan,
pengurangan ukuran, pembersihan, pengeringan serta
peralatan.
Download