77 perilaku merokok pada remaja

advertisement
JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
VOLUME 5
Nomor 02 Juli 2014
Tinjauan Pustaka
PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA: KAJIAN FAKTOR SOSIO
PSIKOLOGIS
ADOLESCENT SMOKING BEHAVIOR: STUDY OF SOCIO PSYCHOLOGICAL
FACTOR
Fenny Etrawati
Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Background: Adolescents who are in the age range 10-24 years were grouped into early, middle and late
adolescent. During their growth, there are processes including biological and psychological changes which
refer to the process of searching for their identity. At this period, adolescents are risky to involve in smoking
behavior. Indonesian Health Research (2008) detected 23.7% of the population aged more than 10 years had
been smoke every day. Therefore, it is necessary to study a variety of socio-psychological factors that
influence adolescent smoking behavior.
Discussion: This study found psychosocial factors including knowledge, attitudes, peer pressure, parental
influence, mass media and culture provide a substantial contribution in adolescents smoking behavior
forming.
Conclusion: In order to cope with the adolescents smoking behavior so in their growth they need to be
equipped with enough information about the health effects of smoking which can be initiated primarily at
home or at school.
Keywords: adolescent, smoking behavior, socio psychological factor
ABSTRAK
Latar Belakang: Remaja adalah mereka yang berada pada rentang usia 10-24 tahun dan dikelompokkan
menjadi remaja awal, tengah dan akhir. Dalam perkembangannya, terjadi berbagai proses perubahan biologis
maupun psikologis yang mengacu pada proses pencarian jati diri pada remaja. Pada masa ini, remaja rentan
terjerumus dalam perilaku merokok. Riset Kesehatan Dasar Indonesia (2008) mendeteksi 23,7% penduduk
umur > 10 tahun merokok setiap hari. Oleh karena itu perlu dikaji berbagai faktor sosio psikologis yang
mempengaruhi perilaku merokok remaja.
Pembahasan: Telaah ini menemukan bahwa faktor psikososial (pengetahuan, sikap, pengaruh teman,
pengaruh orang tua, media massa dan kebudayaan) memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
pembentukan perilaku merokok pada remaja.
Kesimpulan: Dalam rangka menanggulangi perilaku merokok pada remaja maka dalam proses
perkembangannya, remaja perlu dibekali dengan informasi yang cukup mengenai dampak kesehatan akibat
rokok terutama bisa diinisiasi di rumah ataupun di sekolah.
Kata Kunci: remaja, perilaku merokok, faktor sosio psikologis
bahwa remaja adalah mereka yang berada
pada rentang usia 10-24 tahun. Selaras dengan
hal ini, Menurut Santrock,1 remaja
(adolescence)
diartikan sebagai
masa
perkembangan transisi antara masa anak dan
masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif dan sosial-emosional.
Perubahan
tersebut
berkisar
dari
perkembangan fungsi seksual, proses berfikir
PENDAHULUAN
Komposisi penduduk di Indonesia
menunjukkan bahwa satu per tiga merupakan
kelompok remaja. Berdasarkan hasil sensus
penduduk tahun 2010 tercatat bahwa
kelompok remaja ini mencapai 63 juta jiwa.
Ada
berbagai
batasan
mengenai
pengelompokan remaja. Secara umum
Kementerian Kesehatan memberikan batasan
77
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
abstrak sampai pada kemandirian. Walaupun
demikian proses pematangan fisik yang terjadi
cenderung jauh lebih cepat dari proses
pematangan kejiwaan (psikososial).
Masa transisi ini merupakan hal yang
sulit dihadapi oleh remaja karena sedang
terjadi proses perubahan di dalam tubuhnya.
Diantara
perubahan tersebut
meliputi
perubahan biologis dan psikologis. Perubahan
biologis yang terjadi khususnya perubahan
hormon reproduksi yang menjadi penentu
perkembangan reproduksi bagi remaja.
Seiring perkembangan biologis, perubahan
psikologis juga harus dirasasakan oleh
seorang remaja. Oleh karena itu, mereka juga
harus mempersiapkan diri untuk menghadapi
tekanan emosi dan sosial yang saling
bertentangan. Pergaulan remaja dengan
lingkungan sekitarnya juga turut berkontribusi
terhadap proses perubahan psikologis remaja.
Perubahan ini membuat kehidupan remaja
menjadi sulit dan rawan.2
Tekanan emosi dan sosial seiring proses
perkembangan fisik dan psikologis pada
remaja membuat remaja rentan terhadap
permasalahan Kesehatan Reproduksi yang
umum dikenal dengan triad KRR. Triad KRR
ini meliputi perilaku seks sebelum menikah,
infeksi HIV-AIDS dan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif
Lainnya. Karakter remaja yang cenderung
menyukai tantangan dan hal-hal baru
membuat mereka menjadi kelompok yang
berisiko untuk mengalami dampak triad
KRR.3
Berawal dari karakteristik remaja yang
sangat tertarik untuk mencoba hal baru maka
perilaku merokok pada kelompok ini sudah
berada pada tingkat yang serius. Terkait
dengan triad KRR, perilaku merokok dapat
menjadi gerbang terhadap penyalahgunaan
NAPZA. Hal ini dikarenakan, sifat
menimbulkan kecanduan (adiktif) pada rokok
hampir sama dengan Narkoba. Seiring
perkembangan zaman, perilaku merokok
bukan hanya menjadi epidemik bagi kalangan
dewasa saja tetapi sudah menjalar ke kalangan
remaja bahkan anak-anak.
Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun
2007 mendeteksi 23,7% penduduk umur > 10
tahun merokok setiap hari.4 Riskesdas,5
menunjukkan
perokok
bukan
hanya
didominasi oleh orang dewasa, 12% remaja
usia 13-15 tahun telah menjadi perokok aktif
dengan perkiraan 1 bungkus rokok yang
dikonsumsi per hari. Badan Pusat Statistik
Indonesia,6 mencatat tren kenaikan perokok
pemula pada usia di bawah 10 tahun pada
yakni dari 0,4 persen (tahun 2001) naik
menjadi 2,8 persen (2004). Pada tahun 2012,
pencatatan BPS memperlihatkan tingginya
distribusi perilaku merokok pada semua
golongan umur yakni 60-80% baik pada
penduduk perkotaan maupun pedesaan akan
tetapi penduduk yang paling banyak merokok
termasuk kelas menengah ke bawah.7,8
Asap rokok merupakan hasil pembakaran
lebih dari 7000 bahan kimia, ratusan bahan
beracun, dan sekitar 70 bahan dapat pencetus
kanker. Selain itu, terdapat juga bahan adiktif
yakni nikotin dalam kandungan rokok. 9
Berdasarkan WHO,10 rokok dianggap sebagai
penyebab utama kematian atau membunuh
setengah masa hidup perokok. Laporan
pertama Surgeon General,11 memperlihatkan
lebih dari 20 juta kematian dini dipicu oleh
perilaku merokok. Hampir semua penyakit
pada organ tubuh dapat ditimbulkan ataupun
diperparah dengan perilaku merokok. Selain
itu, sebagai perilaku yang tidak sehat,
merokok juga dapat menurunkan status
kesehatan (imunitas) dan membahayakan
janin. Penelitian terbaru di Amerika Serikat
menghasilkan kesimpulan bahwa perilaku
merokok juga menjadi faktor risiko penyakit
Diabetes mellitus, Rheumatoid arthritis, dan
Kanker Kolorektal.
Teori Thoughs and Feeling, merupakan
salah satu teori yang menunjukkan berbagai
peran variabel psikososial dalam membentuk
perilaku seseorang. Lingkungan internal dan
lingkungan eksternal akan secara bersamasama membentuk perilaku individu. Secara
78 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 02 Juli 2014
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
internal, pengetahuan, kepercayaan dan sikap
merupakan
faktor
penentu
perilaku.
Sebaliknya, secara ekternal role model
(termasuk teman, guru maupun orang tua),
sumber-sumber informasi dan kebudayaan
juga memberikan kontribusi yang tidak sedikit
dalam membentuk perilaku remaja.12
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu
dikaji lebih dalam mengenai berbagai variabel
psikososial yang mempengaruhi perilaku
merokok pada remaja. Melalui literature
review ini juga diharapkan dapat ditemukan
perbedaan fenomena perilaku merokok
berdasarkan sistem sosial budaya antar
wilayah.
PEMBAHASAN
Perilaku Merokok
Indonesia merupakan salah satu Negara
dengan luas perkebunan tembakau terbesar di
dunia. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat
konsumsi tembakau di Indonesia yang juga
menduduki salah satu peringkat tertinggi di
dunia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan
jika sepertiga (34%) populasi Indonesia
diestimasikan merokok.4,5
Kebiasaan merokok bukan hanya
menjadi permasalahan yang dominan terjadi
pada kalangan dewasa akan tetapi telah
menjadi fenomena baru bagi para remaja dan
bahkan anak-anak. Kebanyakan perokok
dewasa memulai perilaku merokok pada masa
remaja.13 Riset Kesehatan Dasar, mendeteksi
bahwa mayoritas perokok telah mencoba
merokok mulai usia remaja. Bahkan, di
kalangan remaja laki-laki tersebar opini
bahwa lelaki yang tidak merokok dianggap
golongan banci. Sebaliknya, di kalangan
remaja perempuan beredar pandangan bahwa
untuk mencapai emansipasi (kesetaraan)
dengan kaum laki-laki maka dapat
ditunjukkan melalui perilaku merokok.8
Sebagian besar remaja yang merokok
masih didominansi oleh laki-laki. Rasio
perilaku merokok berdasarkan jenis kelamin
remaja di Indonesia adalah 12:1 pada remaja
laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini
memperlihatkan bahwa pada laki-laki
aktivitas merokok merupakan salah satu cara
untuk mencari serta membuktikan jati diri.
Hal ini sesuai dengan karakteristik tahapan
usia remaja yang diantaranya meliputi isu
biologi, psikologi dan sosial dalam diri
seorang remaja. Hal inilah yang menjadi
pemicu mulainya perilaku merokok pada awal
masa remaja.8,14
Kondisi di Indonesia memperlihatkan
bahwa 12 % remaja usia 13-15 telah menjadi
perokok aktif dengan rata-rata tingkat
konsumsi sebanyak satu (satu) bungkus rokok
per hari. Sebuah studi terhadap remaja usia
15-16 tahun di North West oleh Atkinson
et.al,15 menghasilkan kesimpulan bahwa ratarata usia inisiasi remaja untuk merokok adalah
13 tahun. Ironisnya, jumlah rokok yang
dikonsumsi oleh kelompok yang mulai
merokok di usia lebih muda lebih besar
dibandingkan dengan kelompok remaja yang
mulai merokok di usia lebih tua.8
Sebagai permasalahan global, perilaku
merokok tidak hanya terjadi pada negaranegara maju saja akan tetapi cenderung lebih
tinggi terjadi pada negara yang sedang
berkembang. Indonesia dan India termasuk
negara berkembang yang masih menempati
peringkat atas dalam hal konsumsi rokok.
Selain itu, WHO,16 menegaskan bahwa 80%
dari 1 milyar perokok merupakan penduduk di
negara-negara dengan penghasilan rendah dan
menengah ke bawah yang merupakan
penerima dampak rokok terberat. Pada tahun
2030 diestimasikan bahwa akan terjadi
peningkatan kematian akibat rokok baik
secara langsung maupun tidak langsung
hingga 8 milyar. Dengan demikian,
diperlukan upaya intensif untuk mengatasi
permasalahan ini melalui identifikasi berbagai
faktor yang menyebabkan seorang remaja
merokok.
Pengetahuan
Salah satu dari tiga domain perilaku
adalah pengetahuan (kognitif). Kemampuan
kognisi seseorang diawali dengan pengenalan
Etrawati, Perilaku Merokok pada Remaja: Kajian Faktor Sosio Psikologis ● 79
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
terhadap suatu objek menggunakan kepekaan
indra dan kemampuan akal sehingga mudah
untuk membentuk suatu pengertian, pendapat
atau keputusan terhadap objek tersebut. Oleh
karena itu, optimalisasi fungsi indra dan akal
seseorang
akan
menentukan
tingkat
pengetahuannya terhadap suatu objek. Objek
yang dimaksud adalah suatu informasi yang
menjadi kebutuhan dasar bagi individu untuk
berkembang. 12 Oleh karena itu, aspek kognitif
menjadi salah satu indikator utama yang
digunakan dalam mengukur keberhasilan
suatu program intervensi berhenti merokok. 13
Unsur pengetahuan ternyata memiliki
korelasi terhadap pembentukan suatu perilaku
termasuk
konteks
perilaku
merokok.
Pengetahuan bisa
didapatkan
melalui
pembelajaran terhadap persepsi terhadap
orang lain atau melalui tindakan tertentu yang
dilakukan individu dengan dalih untuk
mendapatkan pengetahuan. Nasution,17 juga
menyatakan
bahwa
alasan
adanya
keingintahuan terhadap rokok atau keinginan
untuk melepaskan diri dari kondisi kesakitan,
kebosanan dan stress menyebabkan seseorang
mencoba untuk merokok. Selain itu, adanya
persepsi yang dibentuk melalui pengamatan
tindakan orang lain juga menjadi alasan
penguat tindakan seseorang misalnya image
bahwa kejantanan dan kedewasaan seseorang
dapat ditunjukkan melalui perilaku merokok.
Krisis psikososial yang dialami remaja
pada masa perkembangannya yakni proses
pencarian identitas (jati diri) menjadi waktu
yang rentan bagi remaja untuk mencoba
merokok.18 Namun demikian, apabila dibekali
dengan sumber informasi yang tepat maka
proses coba-coba terhadap rokok dapat
diantisipasi dengan peningkatan sumber
informasi terhadap kerugian akibat rokok
terutama aspek kesehatan. Hal ini berkaitan
dengan hasil penelitian Rahmadi, Lestari dan
Yenita,19 yakni dari 96 siswa yang diteliti,
97,9% tidak mengetahui bahwa gas yang
terdapat dalam asap rokok mampu berikatan
dengan haemoglobin darah, 69,8% tidak
mengetahui bahaya asap rokok dan 65,6%
tidak mengetahui kandungan zat racun dalam
rokok. Hal ini disebabkan karena pelajaran
kimia yang didapatkan oleh siswa SMP belum
terlalu mendetail dalam membahas kandungan
zat-zat kimia yang pada rokok dan mekanisme
timbulnya efek negatif pada tubuh manusia.
Pengetahuan tidak selalu berbanding
lurus dengan perilaku merokok pada remaja.
Himbauan untuk tidak merokok tanpa
dilengkapi dengan proses sanksi yang jelas
terhadap perokok sama saja bernilai nol. Hal
ini juga terlihat dalam penelitian Rahmadi,
Lestari dan Yenita,19 bahwa pada 4 SMP
Negeri di Padang yang diobservasi
memperlihatkan sudah cukup banyak poster
tentang himbauan untuk tidak merokok dan
larangan berjualan rokok yang ada di sekolah.
Berkebalikan dengan sumber informasi ini,
ternyata ditemukan bahwa dari 31 siswa yang
merokok,
28
diantaranya
memiliki
pengetahuan yang tinggi. Oleh karena itu
diperlukan eksekusi yang tegas terhadap
pelanggaran aturan yang dibuat.
Sikap
Selain pengetahuan, domain perilaku
juga ditentukan oleh komponen sikap (afeksi)
yang menurut Allport dalam Notoatmodjo, 12
merupakan kesiapan seseorang untuk
bertindak. Dengan demikian, sikap dapat
diartikan sebagai dampak dari proses berpikir
setelah mendapatkan informasi (pengetahuan)
namun masih berupa perilaku yang tertutup
(covert behavior). Bahwa sikap bukanlah
sesuatu yang dibawa seseorang sejak lahir
sehingga
ada
banyak
faktor
yang
berkontribusi
membentuknya
termasuk
lingkungan.
Perilaku merokok khususnya pada
remaja menengah merupakan hasil interaksi
yang bersifat timbal balik dan kontinyu dari
proses kognitif, emosi serta pengalaman
perilaku terhadap lingkungan individu. 20 Hal
yang serupa juga ditunjukkan dari hasil riset
Magdalena,21 pada kelompok usia yang
berbeda yakni kelompok pasangan usia subur
(PUS). Rendahnya tingkat pengetahuan PUS
80 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 02 Juli 2014
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
terhadap
risiko
gangguan
kesehatan
reproduksi akibat rokok menyebabkan
rendahnya sikap negatif terhadap perilaku
merokok. Oleh karena itu, pengetahuan erat
kaitannya dengan pembentukan sikap serta
perilaku individu.
Rahayu,22 menyebutkan ada beberapa
alasan psikologis yang mendorong perokok
pemula
untuk
meneruskan
perilaku
merokoknya secara regular. Beberapa alasan
tersebut antara lain persepsi bahwa melalui
merokok dapat memudahkan pencapaian efek
positif (relaksasi dan kesenangan) dan
memudahkan pengurangan efek negatif
(kecemasan dan ketegangan). Persepsi
individu
merupakan
indikasi
awal
terbentuknya
sikap
terhadap
perilaku
merokok.
Pengaruh Teman
Teman merupakan individu ataupun
kelompok yang sangat dekat dengan remaja.
Teman sebaya (peer group) didefinisikan
sebagai kelompok remaja terbentuk baik
secara sengaja ataupun tidak disengaja atas
dasar kesadaran, minat dan kepentingan
bersama
serta
berusaha
untuk
mengembangkan
sendiri
konsep-konsep
tertentu mengenai lingkungan mereka secara
terbuka maupun tertutup.23 Oleh karena itu,
peran kelompok sebaya (teman) sangatlah
besar dalam membentuk perilaku individu.
Istilah peer group menggambarkan bagaimana
mereka yang menjadi bagian di dalamnya
saling mempengaruhi satu sama lain dalam
membentuk persepsi, sikap maupun aktivitas
(perilaku) yang disepakati sebagai norma
bersama.
Komalasari dan Helmi, 18 dalam
penelitiannya menemukan bahwa sosialisasi
dari teman merupakan salah satu variabel
pemicu timbulnya perilaku merokok pada
remaja. Lebih lanjut dijelaskan bahwa remaja
pada
umumnya
lebih
mengutamakan
pertimbangan
emosional
dibandingkan
pertimbangan rasional dalam berprilaku
merokok. Marlina,20 dan Wahyuni dan
Sudaryanto,24 menambahkan bahwa adanya
pengalaman mendapatkan pujian atau ejekan
dari teman ketika merokok atau tidak
merokok serta keinginan untuk diterima oleh
lingkungan peer group
menjadi alasan
emosional bagi remaja untuk mulai merokok.
Keinginan untuk memiliki identitas yang
sama dengan kelompok sebayanya ini
membuat remaja terkadang mengabaikan
dampak terutama permasalahan kesehatan
yang akan muncul akibat kebiasaan
mengkonsumsi rokok.
Setiap individu memiliki karakteristik
psikologis yang berbeda. Tidak semua remaja
akan terpengaruh untuk merokok ketika
bersentuhan dengan lingkungan orang
perokok. Hal ini tergantung dari kemampuan
diri (self efficacy) bertahan untuk tidak
merokok dan berani untuk menolak ajakan
merokok.25
Pengaruh Orang Tua
Pendidikan primer dimulai dari
lingkungan keluarga. Orang tua secara
langsung
mempengaruhi
pembentukan
kepribadian anak-anaknya yang dalam hal ini
adalah remaja. Feist dan Feist, 26 memandang
bahwa kepribadian merupakan sebuah pola
sifat yang unik yang memungkinkan individu
berprilaku secara konsisten dan stabil dalam
berbagai situasi. Apabila orang tua yang
sekaligus berperan sebagai role model keliru
dalam memberikan pendidikan kepada anakanaknya, maka hal tersebut akan dibawa oleh
remaja sebagai perilaku yang menunjukkan
kepribadian mereka. Hal ini terbukti dalam
penelitian Bagchi bahwa perilaku merokok
ayah berkorelasi positif terhadap perilaku
merokok anaknya.27
Pengawasan dan larangan yang
dilakukan oleh orang tua merupakan upaya
pengontrolan terhadap perilaku merokok
remaja. Akan tetapi, usaha tersebut tidak
selamanya membuahkan hasil yang optimal
karena terkadang remaja tidak merasa
canggung untuk merokok di hadapan orang
tua mereka dan ada juga yang merokok secara
Etrawati, Perilaku Merokok pada Remaja: Kajian Faktor Sosio Psikologis ● 81
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
sembunyi-sembunyi. Bahkan, pada abad 20an, orang tua tidak lagi sanggup menahan
anak remajanya untuk tidak merokok. 28
Bentuk larangan merokok yang dibuat
oleh orang tua menjadi tidak berguna apabila
tidak sejalan dengan perilaku mereka sendiri.
Banyak remaja yang merokok dikarenakan
orang tua (panutan) mereka juga merokok. 29
Dengan
demikian,
pola
asuh
dan
pembentukan kedisiplinan yang baik dari
orang tua sangat diperlukan dalam
mengendalikan perilaku merokok pada
remaja.
Selain orang tua, seorang guru atau
dosen merupakan orang tua kedua bagi remaja
ketika di sekolah atau di kampus. Peran
seorang guru atau dosen juga tidak jauh
berbeda dengan orang tua di rumah yakni
sebagai role model yang baik bagi remaja.
Ketidakkonsistenan antara larangan merokok
di tempat pendidikan dengan perilaku
merokok pada guru atau dosen membuat
remaja berdalih ketika didapati merokok di
lingkungan sekolah atau kampus. Hal ini
sejalan dengan hasil riset Rahmadi, Lestari
dan Yenita,18 di 4 SMP negeri di Kota bahwa
masih ada oknum guru dan karyawan di
sekolah yang merokok di hadapan siswa
walaupun peringatan larangan merokok
banyak ditemukan di sekolah. Bahkan,
penelitian Maharani,30 menunjukkan bahwa 5
dari 30 dosen pria di Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro pernah merokok. Hal
ini tidak hanya memberikan citra yang buruk
di mata remaja (mahasiswa) sekaligus juga
membuktikan bahwa tingkat pengetahuan
tidak selalu berjalan searah dengan perilaku
seseorang.
Media Massa
Mass media merupakan salah satu
sarana untuk menyampaikan informasi dalam
cakupan yang luas. Sifat media massa yang
dapat menyampaikan pesan dalam waktu yang
bersamaan kepada publik memiliki dampak
positif maupun negatif. Dampak yang
dihasilkan tersebut tergantung dari muatan
informasi yang disampaikan.
Dalam konteks perilaku, media massa
dapat memberikan efek negatif terhadap
pembentukan perilaku merokok pada remaja.
Bagi remaja, media massa baik cetak maupun
elektronik seperti koran, majalah, televisi,
radio ataupun internet merupakan sumber
informasi yang dapat membentuk konsep
berfikir mereka. Banyak remaja yang
terjerumus
dalam
perilaku
merokok
dikarenakan pengaruh informasi atau iklan
dalam berbagai media massa tersebut. Studi
pada 451 siswa dari tiga sekolah berbeda (day
school, boarding school dan vocational
school) di Kelantan-Malaysia menunjukkan
bahwa lebih dari 2/3 responden mendapatkan
informasi mengenai bahaya rokok dari media
massa.31 Dengan mengesampingkan informasi
terkait dampak akibat rokok, iklan rokok
dirancang secara sengaja untuk mendorong
rasa ingin tahu yang kuat bagi remaja untuk
mencoba rokok. Iklan tersebut tidak langsung
ditujukan untuk menjual rokok kepada remaja
tetapi untuk mengumpulkan remaja yang
belum merokok pada event (kegiatan) yang
disponsorinya. Melalui motif tersebut, remaja
seakan-akan dijebak untuk mencoba rokok
sampai mereka tidak bisa menghentikan
kebiasaan tersebut.32 Walaupun iklan rokok
dapat mempengaruhi sikap remaja dalam
merokok akan tetapi pemilihan remaja
terhadap produk rokok tergantung juga pada
cita rasa dan kondisi keuangan remaja.24
Bagaikan dua sisi mata uang yang
saling berkebalikan, selain dapat memberikan
efek negatif, media massa juga dapat
memberikan efek positif bagi perubahan
perilaku merokok remaja. Dewasa ini telah
dikembangkan berbagai program berhenti
merokok bagi remaja yang memanfaatkan
media massa. Dalam rangka menurunkan
perilaku merokok pada remaja (pemuda) di
Inggris dan Wales, maka dibuatlah suatu
Legislasi (peraturan) mengenai iklan dan
promosi rokok dengan memperkenalkan
larangan rokok pada billboard dan iklan
82 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 02 Juli 2014
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
(press advertising). Selanjutnya di tahun 2006
dikeluarkanlah peraturan yang mengatur
tentang kawasan bebas dari rokok dan
larangan membeli rokok bagi remaja di bawah
18 tahun.15 Selain itu, Australian National
Preventive Health Agency, 33 membuktikan
bahwa kampanye untuk menurunkan angka
perokok melalui media massa terbukti efektif.
Melalui kampanye ini, perokok dipapar (being
exposed) dengan informasi yang dapat
mengaktifkan prinsip perubahan perilaku
antara lain peningkatan motivasi, membangun
kapasitas dan keterampilan, memberikan
model yang efektif untuk berhenti merokok
dan mengingatkan untuk tetap konsisten
berhenti merokok serta menekankan efek
positif dan negatif yang didapat sebagai
konsekuensi berhenti merokok.
Kebudayaan
Budaya merupakan sesuatu yang
mencirikan sebuah komunitas (kelompok).
Berbagai kepercayaan dan kebiasaan yang
melekat pada suatu kelompok masyarakat
yang berlangsung dalam kurun waktu yang
lama merupakan persfektif kebudayaan. Di
masyarakat berkembang kebudayaan yang
berbeda antara kelompok masyarakat satu
dengan lainnya yang selanjutnya dinamakan
variasi budaya. Menjadi catatan penting
bahwa tidak selamanya budaya yang dianut
masyarakat
bernilai
positif
seringkali
mengandung nilai negatif.
Kebiasaan merokok yang sebagian
besar dilakukan oleh kaum laki-laki telah
berkembang menjadi budaya negatif yang
memerlukan usaha keras untuk merubahnya.
Ormachea,34
menguraikan
bahwa
kecenderungan bagi remaja laki-laki adalah
sering menentang aturan-aturan yang ada,
termasuk sering terlibat dalam berbagai
kenakalan remaja termasuk perilaku merokok.
Perilaku merokok ini juga merupakan gerbang
menuju kenakalan remaja lainnya yakni
konsumsi alkohol dan NAPZA. Terlihat juga
dari hasil survey DAKU! oleh RutgersWPF
Indonesia,35 di Papua menujukkan bahwa
siswa sekolah tingkat SMA yang diambil
sebagai responden telah terbiasa merokok
dengan kecenderungan persentase yang lebih
tinggi pada siswa laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
Pendidikan kesehatan merupakan salah
satu upaya yang perlu dilakukan untuk
menanggulangi budaya merokok di kalangan
remaja. Upaya ini tidak hanya menjadi
tanggunga jawab pemerintah tetapi juga
memerlukan andil pihak swasta dan organisasi
non-pemerintah lainnya. Inisiasi pendidikan
kesehatan yang didalamnya juga memuat
tentang pengendalian perilaku merokok dapat
juga dimulai dari sekolah karena persentase
remaja yang menempuh pendidikan formal di
sekolah cukup besar. Secara umum, tujuan ini
berfungsi untuk mengendalikan peran
lingkungan sosial atau budaya terhadap
perilaku remaja. Hal ini sejalan dengan
kesimpulan penelitian Rodríguez, et.al, 36
dimana tinggal di lingkungan sosial dengan
budaya merokok akan mempengaruhi
keinginan dan perilaku merokok pada remaja.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari tinjauan pustaka ini
adalah Faktor Psikososial (pengetahuan,
sikap, pengaruh teman, pengaruh orang tua,
media massa dan kebudayaan) memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam
pembentukan perilaku remaja. Apabila dalam
proses perkembangannya remaja dibekali
dengan informasi yang cukup mengenai
dampak kesehatan akibat rokok maka
permasalahan perilaku merokok pada remaja
dapat dikendalikan dengan efektif.
Saran dari tinjauan pustaka ini adalah
sebagai berikut:
1. Inisiasi pemberian pendidikan kesehatan di
sekolah yang memuat bahaya rokok bagi
remaja.
2. Pendidikan dari orang tua termasuk guru
atau dosen sebagai role model bagi
pembentukan kepribadian dan perilaku
remaja
Etrawati, Perilaku Merokok pada Remaja: Kajian Faktor Sosio Psikologis ● 83
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
(siswa/mahasiswa), guru atau dosen dan
seluruh staf karyawan yang ada di instirusi
tersebut.
3. Perlu penegakan sanksi terhadap pelanggar
larangan merokok yang ada di tempat
umum termasuk di sekolah/tempat kuliah
yang tidak terkecuali pada remaja
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Santrock, J.W. "Adolescence, Perkembangan Remaja", Ed.ke-6. Terj. oleh
Shinto B. Adelar & Sherly Saragih.
Penerbit Erlangga, Jakarta. 2003.
Respati, W.S. Problematika Remaja
Akibat Kurangnya Informasi Kesehatan
Reproduksi.
Fakultas
Psikologi
Universitas Esa Unggul, Jakarta. 2012.
BKKBN. Kajian Profil Penduduk
Remaja (10-24 Tahun): Ada Apa dengan
Remaja?. Puslitbang BKKBN, Jakarta.
2011.
Badan Pusat Statistik. Survey Demografi
dan Kesehatan Indonesia. BPS, Jakarta.
2004.
Badan Pusat Statistik. Survey Sosial dan
Ekonomi Nasional. BPS, Jakarta. 2004.
Badan Pusat Statistik. Survey Demografi
dan Kesehatan Indonesia. BPS, Jakarta .
2012.
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2007.
Kemenkes RI, Jakarta. 2008.
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2010.
Kemenkes RI, Jakarta. 2010.
Centers for Disease Control and
Prevention. Quitting Smoking. CDC,
Atlanta-USA. 2014.
U.S. Department of Health and Human
Services. The Health Consequences of
Smoking-50 Years of Progress: A Report
of the Surgeon General, 2014. Diakses
dari
http://www.surgeongeneral.gov/library/re
ports/50-years-of-progress/, [16 Februari
2014]. 2014.
WHO (World Health Organisation).
WHO Report on the Global Tobacco
Epidemic, 2011. Diakses dari http://www.
who.int/tobacco/global_report/2011/en/in
dex.html, [14 Februari 2014]. 2011.
Notoatmodjo,
S.
Ilmu
Perilaku
Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. 2010.
Smith, Brian N, et.al. ‘Psychosocial
Factors Associated with Non-Smoking
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Adolescents’ Intentions to Smoke’,
Health Education Research Vol. 22,
No.2, Pages 238–247. 2007.
Cahyaningsih,
D.S.
Pertumbuhan
Perkembangan Anak dan Remaja. Trans
Info Media, Jakarta. 2011.
Atikinson, A, et.al. Smoking Behavior in
North West Schoolchildren: Study of
Fifteen and Sixteen Year Olds. North
West. 2007.
WHO
(World
Health
Organisation).Tobacco. Diakses dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheet
s/ fs339/en/, [23 Juni 2014]. 2014.
Nasution, I.K. Perilaku Merokok Pada
Remaja. Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara, Medan. 2007.
Komalasari, D. & Helmi, A.F. ‘FaktorFaktor Penyebab Perilaku Merokok Pada
Remaja’. Jurnal Psikologi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. 2006.
Rahmadi, Afdol, Yaniar L. dan Yanita.
2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Terhadap Rokok Dengan Kebiasaan
Merokok Siswa SMP di Kota Padang .
Diakses dari http://jurnal.fk.unand.ac.id,
23 Juni 2014.
Marlina. Faktor - Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Merokok pada
Siswa SMA, [Skripsi]. Fakultas Psikologi
Universitas
Katolik
Soegijapranata,
Semarang. 2008.
Magdalena.
S.
Hubungan
antara
Personality Trait Extraversion dan
Perilaku Merokok pada Remaja Akhir di
Yogyakarta, [Skripsi]. Fakultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia, Jakarta.
2003.
Rahayu, R.N.B. Pengaruh metode 5As
Terhadap Sikap Merokok, [Tesis]. Prodi
Magister
Kedokteran
Keluarga
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
2010.
Widaningsih, K. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan perilaku Seksual
Remaja Siswa SMAN di Kabupaten
Tangerang Tahun 2007, [Tesis]. FKM
UI,
Jakarta. 2008.
84 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 02 Juli 2014
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
24. Wahyuni, D dan Sudaryanto, A. FaktorFaktor yang Berhubungan Dengan Sikap
Merokok pada Remaja di Desa Karang
Tengah Kecamatan Sragen. FIK UMS,
Kartasurya. 2010.
25. Vitoriaa,
P.D, et.al. ‘Psychosocial
Factors Related with Smoking Behaviour
in Portuguese Adolescents’. European
Journal of Cancer Prevention, Vol. 15,
No. 6, 2006.
26. Feist, J dan Feist J.G. Theories of
Personalit,
seventh
edition.
The
McGraw-Hill Companies, New York.
2009.
27. Bagchi, N.R, et.al. ‘A Study on Smoking
and Associated Psychosocial Factors
Among Adolescent Students in Kolkata,
India’, Indian Journal of Public Health,
Vol. 58, Issue 1, January-March, 2014.
28. Mohammad, K. Sekilas Perjalanan
Gerakan Tobacco Control di Dunia
dalam Chamim, M., dkk., 2011. A Giant
Pack of Lies, Bongkah Raksasa
Kebohongan, Menyorot Kedigdayaan
Industri Rokok di Indonesia. KOJI
Communication, Jakarta. 2011.
29. Daravill W, Powell K. The Puberty Book
(Panduan Untuk Remaja). Gramedia,
Jakarta. 2002.
30. Maharani, T.D. Perilaku Merokok Pada
Dosen Pria di Fakultas
Kedokteran
31.
32.
33.
34.
35.
(Studi kasus di Fakultas
kedokteran
UNDIP).
Fakultas
Kedokteran
Universitas Diponegoro, Semarang. 2011.
Naing, N.N et.al. ‘Factors Related to
Smoking Habits of Male Adolescents’,
Tobacco Induced Diseases, Vol. 2, No. 3
tahun 2004: 133-140. 2001.
Istiqomah. Remaja Tanpa Rokok.
Alfabeta, Bandung. 2004.
Australian National Preventive Health
Agency. Tobacco Control and Mass
Media Campaigns - Promoting a Healthy
Australia. ANPHA, Commonwelth of
Australia. 2013.
Ormachea, dkk. ‘Gender and GenderRole
Orientation
Differences
on
Adolescents Coping with Peer Stressors’.
Journal of
Youth & Adolescence.
NewYork. http:// www.proquest.com/
[online]. 2004.
PPK
UI
dan
RutgersWPF
Indonesia.Survey Dunia Remajaku Seru
(DAKU!) Papua.
PPK
UI
dan
RutgersWPF, Jakarta Indonesia. 2013.
36. Rodríguez,
Olaya
García,
et.al.
‘Psychosocial
Risk
Factors
for
Adolescent Smoking: A School-Based
Study’, International Journal of Clinical
and Health Psychology, Vol. 11, No. 1,
PP. 23-33, 2011.
Etrawati, Perilaku Merokok pada Remaja: Kajian Faktor Sosio Psikologis ● 85
Download