ANALISA KEKERINGAN MENGGUNAKAN METODE PALMER DROUGHT SEVERITY INDEX (PDSI) DI SUB DAS BABAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Rini Febriyanti1, Donny Harisuseno2, Ussy Andawayanti2 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 1 [email protected] 1 ABSTRAK Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan, berlangsung lama sampai musim hujan tiba. Kekeringan akan semakin parah jika terjadi peristiwa El Nino karena pada fenomena ini musim kemarau menjadi panjang dan musim hujan menjadi pendek. Oleh karena itu perlu dilakukan studi tentang kekeringan agar dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk mengestimasi adanya kekeringan. Metode yang digunakan untuk menghitung indeks kekeringan pada studi ini adalah metode Palmer Drought Severity Index. Metode ini menggunakan prinsip neraca air Thornthwaite Mather dan menekankan faktor evapotranspirasi potensial selain curah hujan sebagai faktor iklim dan memasukan parameter lengas tanah. Hasil studi menunjukan bahwa kekeringan terjadi pada bulan Juli sampai Oktober (4 bulan). Tahun paling kering terjadi pada tahun 2002, 2006 dan 2009. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian hubungan antara indeks kekeringan (X) terhadap kejadian El Nino memiliki kesesuaian yang baik dengan porsentase kesesuaian sebesar 75%. Hubungan antara indeks kekeringan (X) terhadap debit air (Q) juga memiliki porsentase kesesuaian yang baik sebesar 60,833%. Dari Hasil studi menunjukan bahwa indeks kekeringan Palmer dapat diterapkan untuk mengestimasi adanya kekeringan di lokasi studi. Kata kunci: Indeks kekeringan, Palmer Drought Severity Index, Thornthwaite Mather, Neraca Air. ABSTRACT Drought is one of many natural disaster types that simultaneously occurs in both slow and prolonged way. Drought will be more severe if the El Nino event occurs because for this phenomenon dry season will be a long and the rainy season becomes shorter. Therefore it is necessary to do a study on the drought to serves a reference for estimating the emergence of drought disaster. The method used to calculate the index of drought in this study is Palmer Drought Severity Index method. This method is based on principle of water balance of Thornthwaite Mather and potential evapotranspiration values besides using rainfall as a climate factors also the soil moisture parameter. The result of the study showed that, the longest drought occured in July – October (4 month). The driest years occured in 2002, 2006 and 2009. Based of relationship analysis between drought index (X) with occurrence of El Nino had a good agreement with porsentase value of 75%. The comparation between drought index (X) with discharge (Q) has porsentase value of 60,833%. The results of study showed that the Palmer drought index can be applied to estimate the drought in the study area. Keywords: Drought Index, Palmer Drought Severity Index, Thornthwaite Mather, Water Balance. 1. PENDAHULUAN Kekeringan merupakan suatu kejadian alam yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan cadangan air dalam tanah, baik yang diperlukan untuk kepentingan pertanian maupun kebutuhan manusia (Suryanti, 2008). Masalah kekeringan pada saat musim kemarau panjang menjadi hal rutin yang terjadi di Indonesia, tetapi penanganan untuk penanggulangan serta pencegahan sangat lamban sehingga menjadi masalah yang berkepanjangan yang tidak terselesaikan (Pratama, 2014). Kekeringan mempunyai hubungan dengan keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan air untuk berbagai keperluan. Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan, berlangsung lama sampai musim hujan tiba. Pada umumnya, pengaruh kekeringan terakumulasi secara perlahan-lahan dalam suatu periode waktu yang cukup lama dan berkepanjangan sampai tahunan, sehingga awal dan akhir kekeringan sukar ditentukan. Kekeringan akan semakin parah jika terjadi peristiwa El Nino karena pada fenomena ini musim kemarau menjadi panjang dan musim hujan menjadi pendek. Salah satu fenomena bencana kekeringan terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu pada tahun 2015, menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Nusa Tenggara Barat menyatakan kekeringan tersebar di 378 desa, 75 kecamatan dan 9 kabupaten/kota di wilayah NTB. Menurut Kasie Data dan Informasi BMKG Selaparang BIL, kekeringan yang melanda wilayah NTB disebabkan adanya pengaruh El Nino. Dimana rata-rata penduduk desa yang terkena dampak kekeringan tersebut mengalami kekurangan air bersih. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui analisa indeks kekeringan menggunakan metode Palmer Drought Severity Index dan mengetahui sebaran kekeringan yang terjadi pada Sub DAS Babak agar masyarakat dapat melakukan tindakan preventif lebih awal. 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Metode Palmer Drought Severity Indeks Indeks kekeringan metode Palmer menggunakan konsep neraca air. Dalam analisa ini menggunakan model dua lapisan tanah yaitu lapisan tanah atas dan lapisan tanah bawah. masing-masing mempuyai kapasitas lapisan yang tersedia yaitu AWCs (ketersediaan air lapisan pertama) dan AWCu (ketersediaan air lapisan kedua) (Jannah, 2015) Cara yang dilakukan untuk menduga air tanah tersedia adalah dengan menghitung luas vegetasi penutup di setiap luasan poligon tertentu, dimana kedalaman profil tanah yang dihitung dalam metode palmer dibagi menjadi dua bagian. Lapisan atas merupakan lapisan yang biasa diusahakan untuk pertanian diperkirakan mempunyai kedalaman ratarata sekitar 20 cm, sedangkan lapisan kedua ditentukan berdasarkan zona perakarnya. Namun untuk tanaman semusim kedalaman zona perakarnya diperkirakan tidak lebih satu meter (Ihwan; 2011). Input data dalam metode ini adalah curah hujan, evapotranspirasi potensial dan kapasitas air tanah. Evapotranspirasi potensial diduga dari suhu rata-rata dengan menggunakan metode Thornwaite Mather. Kelebihan dari metode ini menghasilkan nilai indeks, juga koefisien parameter iklim, yaitu koefisien evapotranspirasi koefisien imbuhan, koefisien limpasan (run off) dan koefisien kehilangan lengas tanah. Dari koefisien tersebut dapat dilakukan perhitungan curah hujan yang terjadi selama bulan tertentu untuk mendukung evapotranspirasi, limpasan dan cadangan lengas yang dipertimbangkan sebagai keadaan normal (Jannah; 2015). Dalam analisa metode palmer klasifikasi indeks kekeringan dibagi menjadi 11 kelas dengan indeks nol sebagai keadaan normal. Tabel 1. Kelas Indeks Kekeringan dan Klaifikasi Indeks kekeringan ≥4,00 3,00 - 3,99 2,00 - 2,99 1,00 - 1,99 0,50 - 0,99 0,49 - (-0,49) (-0,50) - (-0,99) (-1,00) - (-1,99) (-2,00) - (-2,99) (-3,00) - (-3,99) ≥(-4,00) Klasifikasi Ekstrim Basah Sangat Bsah Agak Basah Sedikit Basah Awal selang Basah Mendekati Keadaan Normal Awal selang Kering Sedikit Kering Agak Kering Sangat Kering Ekstrim Kering Sumber: National Drought Mitigation Center, 2006. 3. METODELOGI STUDI 3.1 Lokasi Peneilitian Lokasi daerah studi yang akan digunakan adalah Sub DAS Babak yang terletak di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas sebesar 258,41 km2. Secara astronomi Kabupaten Lombok Tengah terletak diantara 8207’- 8030’ LS dan diantara 116010’ – 116030’ Bujur Timur. Adapun batas wilayah administrasi Sub DAS Babak adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Gunung Rinjani (Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur) Sebelah Selatan berbatasan dengan samudera Indonesia Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lombok Barat Sebelah Timur berbatasan dengan Lombok Timur Pemilihan daerah studi ini didasari oleh keadaan Sub DAS Babak yang memiliki ketersediaan data hujan yang cukup lengkap. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 3.2 Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam studi ini berupa data-data sekunder yang mengambarkan karakteristik Sub DAS Babak. Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut: Data hujan selama 20 Tahun (19942013) ada 5 stasiun yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara 1. Data klimatologi yaitu data suhu selama 20 tahun pada stasiun Kopang, yang diperoleh dari Balai Wilayah Nusa Tenggara 1. Data tata guna lahan di lokasi sudi pada tahun 2011, yang diperoleh dari Balai Wilayah Nusa Tenggara 1. Peta Batas DAS dan peta lokasi stasiun hujan yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara 1. Data debit yang nantinya akan digunakan sebagai pembanding hasil perhitungan indeks kekeringan, yang diperoleh dari Balai Informasi Sumber Daya Air. 3.3 Tahapan Penyelesaian Studi Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penyelesaian studi adalah sebagai berikut: Pengumpulan data skunder Analisa Hidrologi a. Uji konsistensi menggunakan kurva massa ganda b. Uji Stasioneritas menggunakan Uji F dan Uji T Perhitungan Kekeringan menggunakan metode Palmer a. Analisa Data Suhu Perhitungan suhu udara mengunakan cara Mock pada persamaan (1). Pos klimatologi Kopang dijadikan sebagai acuan karena 5 stasiun hujan yang digunakan dalam perhitungan tidak memiliki data suhu udara. Cara Mock menggunakan ketinggian (elevasi) sebagai koreksi untuk menghitung selisih suhu antara masing-masing stasiun. ∆t = 0,006 (Z1 – Z2) oC (1) Dimana: ∆t = selisih temperature udara masing masing stasiun (oC) Z1 = ketinggian stasiun acuan (m) Z2 = ketinggian stasiun hujan yang Diperhitungkan (m) b. Evapotranspirasi Potensial Perhitungan evapotranspirasi potensial dihitung dengan menggunakan metode Thornthwaite Mather. Evapotranspirasi potensial tersebut didasarkan pada suhu udara rerata bulanan dengan standar 1 bulan 30 hari, dan lama penyinaran matahari 12 jam sehari. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut: 10 𝑇𝑚 ETX = 16 x ( 𝐼 )a (2) ET = f x ETX I (3) 𝑇 1,514 = ∑12 𝑚=1 ( ) 5 (4) = (6,75.10 ).I – (7,71.10 ).I + (1,792.10-2).I + 0,49239 (5) Dimana: ETX = evapotranspirasi potensial yang belum disesuaikan dengan f (mm/bulan) ET = Evapotranspirasi Potensial (mm/bulan) I = indeks panas tahunan i = Indeks panas bulanan Tm = suhu udara rata-rata bulanan (0C) f = koefisien koreksi (tabel koefisien penyesuaian menurut bujur dan bulan c. Kapasitas Penyimpanan Air (Water Holding Capacity) Kapasitas tanah dalam menyimpan air atau WHC adalah tebal air maksimum (mm) yang dapat tersimpan dalam setiap lapisan tanah (Jauhari, 2016). Kapasitas simpanan air (Water Holding Capacity) sangat dipengaruhi faktor tanah (tekstur tanah) dan vegetasi (dalam hal ini zona perakaran yang menentukan). Dalam melakukan analisa WHC dilakukan dengan menggunakan bantuan software ArcGIS 10.2 dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penggambaran peta Poligon Thiessen berdasarkan peta lokasi pos hujan. a -7 3 -5 2 2. Penggambaran peta tata guna lahan dan peta tekstur tanah 3. Penggabungan peta poligon Thiessen, peta tata guna lahan dan peta tekstur tanah. Dari data spasial hasil penggabungan peta dilakukan perhitungan kapasitas penyimpanan air (WHC) dengan mengalikan prosentase luas penggunaan lahan dengan nilai air tersedia dan nilai kedalaman zona perakaran yang terdapat pada tabel pendugaan kapasitas air tersedia berdasarkan jenis vegetasi dan jenis tanahnya. Maka didapatkan nilai kapasitas penyimpanan air (WHC) atau Sto pada tiap daerah jangkauan stasiun hujan yang terlah dihitung menggunakan poligon Thiessen. d. Menghitung selisih P dan ET Menghitung selisih nilai P dan ET bertujuan untuk mengetahui apakah bulan tersebut termasuk dalam bulan basah atau bulan kering. (P-ET) > 0, terjadi surplus curah hujan (periode bulan basah) (P-ET) < 0, terjadi defisit curah hujan (periode bulan kering) e. Menghitung jumlah kumulatif dari defisit curah hujan (Accumulated potential water loss) Nilai akumulasi jumlah kumulatif dari defisit curah hujan merupakan nilai akumulasi bulanan dari selisih presipitasi dan nilai evapotranspirasi potensial. Cara menghitung nilai APWL adalah sebagai berikut: Pada bulan kering dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai selisih (PET) pada bulan yang bersangkutan dengan nilai (P-ET) pada bulan sebelumnya selama bulan kering yang berurutan. Pada bulan-bulan basah (P>ET), maka APWL terputus sehinggan nilai APWL = 0 f. Menentukan kelengasan Tanah Dalam menentukan kelengasan tanah dapat dilakukan dengan cara: Pada bulan-bulan basah (P > ET), maka nilai ST sama dengan nilai ST0 Pada bulan-bulan kering (P < ET), maka nilai ST untuk tiap bulannya dihitung dengan cara sebagai berikut: ST = ST0 x 𝑒 −(𝐴𝑃𝑊𝐿/𝑆𝑇𝑜) (6) dimana: ST = kandungan lengas tanah dalam daerah perakaran (mm) STo = kandungan lengas tanah dalam kapasitas lapang (mm) Sto yang dimaksud dalam rumus ini nilainya = WHC APWL = jumlah kumulatif dari defisit curah hujan (mm/bulan) e = bilangan navier (e= 2,718) g. Perubahan kelengasan Tanah Perubahan kelengasan tanah (∆ST) dilakukan dengan cara mengurangi nilai ST pada bulan yang bersangkutan dengan nilai ST pada bulan sebelumnya. h. Evapotranspirasi aktual Nilai evapotranspirasi aktual yaitu didapat dengan cara menentukan bulan basah dan bulan kering terlebih dahulu dimana, Pada bulan-bulan basah (P>ET) nilai evapotranspirasi aktual (AE) = ET Pada bulan-bulan kering (P<ET) nilai evapotranspirasi aktual (AE) = P-∆ST i. Kekurangan Lengas (Defisit) Dalam menentukan nilai defisit yang terjadi pada bulan-bulan kering (P<ET) yaitu diperoleh dari selisih evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi aktual D = ET - EA (7) dimana: D = defisiti (mm/bulan) ET = evapotranspirasi potensial EA = evapotranspirasi aktual (mm/bulan) j. Kelebihan Lengas (Surplus) Kelebihan lengas terjadi pada bulanbulan basah (P>ET) yang diperoleh dari: S = (P-ET) - ∆ST (8) dimana: S = Surplus P = Curah Hujan (mm/bulan) ET = evapotranspirasi potensial (mm/bulan) ∆ST = perubahan lengas tanah (mm) k. Pengisian Lengas Tanah Potensial Pengisian lengas tanah potensial didapat dari WHC dikurangi dengan nilai ST pada bulan tersebut. PR = WHC – ST (9) dimana: PR = Pengisian lengas tanah potensial WHC = kapasitas penyimpanan air ST = kandungan lengas tanah dalam perakaran bulan tersebut l. Pengisian Lengas Tanah Pengisian lengas tanah terjadi jika nilai ST pada bulan sebelumnya lebih kecil dari ST pada bulan bersangkutan, penambahan nilai ST tersebut menjadi pengisian lengas tanah. R = ST – STj-i (10) dimana: R = pengisian lengas tanah ST = kandungan lengas tanah dalam perakaran bulan tersebut STj-i = kandungan lengas tanah dalam perakaran bulan sebelumnya m. Kehilangan Lengas Tanah potensial Dilakukan dengan cara pengurangan nilai evapotranspirasi Potensial dengan perubahan kelengasan Tanah (∆ST). PL = ET - ∆ST (11) dimana: PL = kehilangan lengas tanah potensial ET = evapotranspirasi potensial (mm/bulan) ∆ST = perubahan lengas tanah (mm) n. Kehilangan Lengas Tanah Dilakukan dengan cara mengurangi nilai ST pada bulan sebelumnya dengan nilai ST pada bulan bersangkutan. L = STj-i – ST (12) dimana: L = kehilangan lengas tanah STj-i = kandungan lengas tanah dalam perakaran bulan sebelumnya ST = kandungan lengas tanah dalam perakaran bulan tersebut o. Debit Limpasan Menunjukan besarnya air yang mengalir dipermukaan tanah. Menghitungnya dngan cara nilai 50% dikalikan dengan nilai surplus. p. Indeks Kekeringan Metode Palmer Analisa Parameter Iklim 1. Penentuan Konstanta Konstanta yang ditentukan dimaksudkan untuk menentukan nilai “CAFEC” (Climatically Appropriate for Existing Conditions). Konstanta tersebut ditentukan dengan rumus (Aziz, 2013) : a) Menentukan koefisien evapotranspirasi (α) α = ̅̅̅̅ 𝐴𝐸 / ̅̅̅̅ 𝐸𝑇 (13) dengan: α = koefisien evapotranspirasi ̅̅̅̅ 𝐴𝐸 = rerata evapotranspirasi aktual ̅̅̅̅ 𝐸𝑇 = rerata evapotranspirasi potensial b) Menentukan koefisien pengisian lengas ke dalam tanah (β) β = 𝑅̅ / ̅̅̅̅ 𝑃𝑅 (14) dengan: β = koefisien pengisian lengas tanah (mm) ̅ 𝑅 = rerata pengisian lengas tanah (mm) ̅̅̅̅ = rerata pengisian lengas tanah 𝑃𝑅 potensial (mm) c) Menentukan koefisien lmpasan (γ) ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅ 𝛾=𝑅 (15) 𝑂 / 𝑆𝑢𝑟𝑝𝑙𝑢𝑠 dengan: 𝛾 = koefisien limpasan ̅̅̅̅ 𝑅 𝑂 = rerata limpasan permukaan (mm) 𝑆̅ = rerata surplus (mm) d) Menentukan koefisien kehilangan air (δ) 𝛿 = 𝐿̅ / ̅̅̅̅ 𝑃𝐿 (16) dimana: 𝛿 = koefisien kehilangan air 𝐿̅ = rerata kehilangan lengas tanah (mm) ̅̅̅̅ = rerata kehilangan lengas tanah 𝑃𝐿 potensial (mm) e) Menentukan pendekatan terhadap pembobot “iklim” (K) ̅̅̅̅ + 𝑅̅ ) / (𝑃̅ + 𝐿̅ ) (17) K = (𝐸𝑇 dengan: pendekatan terhadap pembobot K = “iklim” ̅̅̅̅ = rerata evapotranspirasi potensial 𝐸𝑇 (mm/hari) 𝑅̅ = rerata pengisian lengas tanah (mm) 𝑃̅ = rerata hujan (mm) 𝐿̅ = rerata kehilangan lengas tanah (mm) 2. Penentuan Nilai CAFEC Nilai ini adalah parameter-parameter evapotranspirasi, runoff, recharge, presipitasi, dan loss, dimana secara klimatologis sesuai dengan kondisi waktu dan tempat yang diuji. Rumus yang digunakan untuk masing-masing parameter tersebut adalah: a) Menentukan nilai evapotransirasi CAFEC ̂ = α * ET 𝐸𝑇 (18) dengan: ̂ = nilai evapotranspirasi CAFEC 𝐸𝑇 α = koefisien evapotranspirasi ET = evapotranspirasi potensial (mm/bulan) b) Menentukan nilai pengisian lengas ke dalam tanah CAFEC 𝑅̂ = β * PR (19) dengan: 𝑅̂ = nilai evapotranspirasi CAFEC β = koefisien pengisian lengas ke dalam tanah PR = pengisian lengas potensial (mm) c) Menentukan nilai limpasan CAFEC ̂ = 𝛾 * Ro 𝑅𝑜 (20) dengan: ̂ = nilai limpasam CAFEC 𝑅𝑜 𝛾 = koefisien limpasan Ro = limpasan permukaan (mm) d) Menentukan nilai kehilangan lengas Tanah CAFEC 𝐿̂ = 𝛿 * PL (21) dengan: 𝐿̂ = nilai kehilagan lengas tanah CAFEC 𝛿 = koefisien kehilangan air 𝑃𝐿 = kehilangan lengas tanah potensial (mm) e) Menentukan nilai presipitasi CAFEC ̂ + 𝑅̂ + 𝑅𝑜 ̂ - 𝐿̂ 𝑃̂ = 𝐸𝑇 (22) dengan: 𝑃̂ ̂ 𝐸𝑇 𝑅̂ ̂ 𝑅𝑜 ̂𝐿 = nilai rerata presipitasi CAFEC = nilai evapotranspirasi CAFEC = nilai evapotranspirasi CAFEC = nilai limpasan CAFEC = nilai kehilagan lengas tanah CAFEC 3. Penentuan periode kehilangan atau kekurangan hujan (d) untuk menentukan periode kelebihan (surplus) atau kekurangan (defisit) hujan, digunakan rumus: d = P - 𝑃̂ (23) dengan: P = hujan bulanan (m) 𝑃̂ = nilai rerata presipitasi CAFEC ̅) 4. Rataan nilai mutlak (𝑫 ̅ = rataan nilai d 𝐷 5. Pendekatan kedua terhadap nilai faktor K (K’), digunakan rumus: PE+R+Ro 25,4 + 2,80): ̅ ) K’ = 1,5 log 10 (( P+L D +0,5 (24) ̅ * K’ DK’ = 𝐷 (25) 6. Karakter iklim sebagai faktor pembobot (K) Untuk menggunakan nilai K ini digunakan rumus: ̅ ∗𝑲′ 𝑫 K = ∑𝟏𝟐 𝑫̅∗𝑲′K’ (26) 𝟏 7. Indeks penyimpangan (Anomali) lengas (Z) Untuk menentukan indeks penyimpangan (anomali) lengas, digunakan rumus: Z=d*K (27) dengan: d = nilai yang menunjukan periode kelbihan atau kekurangan hujan K = karakteristik iklim atau sebagai faktor bobot. 8. Indeks kekeringan Indeks kekeringan metode palmer didapat dengan cara sebagai berikut: X = (Z/3)j-1 + ∆x (28) ∆x = (Z/3)j – 0,103 (Z/3)j-1 (29) dengan: X = indeks kekeringan Palmer Z = indeks penyimpangan (anomali) lengas Setelah mendapatkan nilai indeks kekeringan selanjutnya nilai indeks kekeringan tersebut ditampilkan dalam peta sebaran kekeringan. Klasifikasi indeks kekeringan dapat dilihat berdasarkan Tabel 1. Pemetaan Indeks kekeringan Penggambaran peta sebara kekeringan menggunakan software ArcGIS 10.2 dengan metode interpolasi IDW. Membandingkan Hasil Perhitungan Indeks Kekeringan dengan Fenomena ENSO dan Debit Air Hasil perhitungan indeks kekeringan metode Palmer dibandingkan dengan kejadian El Nino dan debit air yang ditampilkan dalam bentuk porsentase kesesuaian. 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Analisa Hidrologi Uji Konsistensi Data Berdasarkan hasil uji konsistensi data hujan yang menggunakan kurva massa ganda pada sub DAS Babak tidak ditemukan adanya penyimpangan sehingga data hujan bulanan dianggap konsisten dan dapat digunakan untuk perhitungan indeks kekeringan dengan menggunakan metode Palmer. Uji Stasioneritas Data (Uji F dan Uji T) Dalam Sub DAS Babak yang terdiri dari 5 stasiun hujan yaitu stasiun Lingkok Lime, Keru, Jurang Sate, Kuripan, dan Perian menunjukan nilai varian yang homogen atau stabil serta deret berkala data-data pada stasiun hujan tersebut menunujukan nilai yang stasioner. Analisa Kapasitas Penyimpanan Air (Water Holding Capacity) Nilai kelebihan tanah yang tertahan atau kelembapan tanah pada kapasitas lapang (STo) sama dengan kapasitas penyimpanan air atau Water Holding Capacity (WHC) (Jannah, 2015) Berikut merupakan nilai rekapitulasi nilai Sto pada masing-masing stasiun. Tabel 2 Nilai Rekapitulasi Penyimpanan Air di Setiap Stasiun Hujan No. 1 2 3 4 5 Stasiun Hujan Lingkok Lime Keru Jurang Sate Kuripan Perian Nilai STo (mm) 269,632 197,457 166,589 181,268 259,309 Sumber: Hasil Perhitungan Analisa Sebaran Kekeringan pada Sub DAS Babak Setelah mendapatkan nilai kapasitas penyimpanan air disetiap stasiun hujan selanjutnya dilakukan perhitungan indeks kekeringan, dimana kekeringan terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober dengan nilai indeks kekeringan Palmer (X) -6,243 sampai -13,177. Hasil dari nilai indeks kekeringan kemudian dilakukan penggambaran peta sebaran kekeringan. Berdasarkan hasil penggambaran peta sebaran kekeringan dengan bantuan ArcGIS 10.2 dengan metode interpoasi IDW tahun yang paling kering rata-rata terjadi ada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober. Kekeringan dengan kategori durasi terpanjang dan kekeringan tertinggi terjadi pada tahun 2002, 2006 dan 2009. Gambar 2. Peta Sebaran Kekeringan pada Sub DAS Babak Tahun 2002 Gambar 3. Peta Sebaran Kekeringan pada Sub DAS Babak Tahun 2006 Dari gambar 2 dan gambar 3 diatas dapat dilihat bahwa kekeringan dengan klasifikasi sangat kering sampai ekstrim kering terjadi pada bulan Juli sampai November, sedangkan pada gambar 4 dapat dilihat bahwa kekeringan terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Berdasarkan peta sebaran kekeringandi sub DAS Babak desa yang mengalami kekeringan terbanyak adalah desa Kebon Ayu, Parampuan, Bagik Polak, Gapuk, Banyu Mulek, Telagawaru, Montong Are, Bengkel, Rumak, Sembung, Kediri, Tanak Bea, Lembuak, Peresak, Selat, Murbaya, Sepakek, Sedau, Sesaot, Pemepek, Teratak, Aik Bukaq dan Waja Geseng. Perbandingan Hasil Nilai Indeks Kekeringan Terhadap Fenomena ENSO Perbandingan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara hasil nilai indeks kekeringan Palmer Drought Severity Indeks terhadap fenomena ENSO yang dapat diprediksi dengan menggunakan nilai SOI (Indeks Osilasi Selatan) Tabel 3. Rekapitulasi Prediksi kecocokan El Nino dengan Indeks Kekeringan pada Sub DAS Babak Tahun Status El Nino 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 El Nino Kuat Normal Normal El Nino Kuat Normal Normal Normal Normal El Nino Sedang Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Status Indeks Kekeringan Status Kecocokan Ekstrim Kering Ekstrim Basah Ekstrim Basah Ekstrim Kering Sedikit Basah Ekstrim Basah Ekstrim Basah Sangat Basah Ekstrim Kering Ekstrim Kering Ekstrim Kering Ekstrim Basah Ekstrim Basah Ekstrim Basah Ekstrim Basah Ekstrim Kering Ekstrim Basah Ekstrim Kering Ekstrim Basah Ekstrim Kering Sumber: Hasil Perhitungan Gambar 4. Peta Sebaran Kekeringan pada Sub DAS Babak Tahun 2009 Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Tidak Tidak Cocok Cocok Cocok Cocok Tidak Cocok Tidak Cocok Tidak Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa antara indeks kekeringan Palmer terhadap kejadian El Nino memiliki kesesuaian yang baik dengan kecocokan status sebesar 75% dapat diketahui dengan cara sebagai berikut: 15 Nilai Kecocokan = x 100% = 75% 20 Keterangan: El Nino Sedang/Kuat = Indeks kekeringan awal selang kering sampai ekstrim kering. El Nino Normal = Indeks Kekeringan yang mendekati keadaan Normal sampai Ekstrim Basah. Perbandingan Hasil Nilai Indeks Kekeringan Terhadap Debit Air Perbandingan ini juga memiliki tujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara indeks kekeringan terhadap debit air dilokasi studi. Nilai debit air didapat dari hasil pencatatan pos duga air Lantan Daya. Perbandingan dilakukan hanya dengan membandingkan debit air dengan 1 stasiun hujan yaitu stasiun Lingkok Lime. Hal tersebut dikarenakan jarak antara lokasi pos duga air lantan daya dengan stasiun hujan Lingkok Lime mempunyai jarak yang dekat. Semakin jauh jarak pos duga air Lantan Daya dengan satsiun hujan yang lain dapat mempengaruhi porsentase kecocokan perbandingan. Hal tersebut terjadi karena adanya proses transformasi hujan menjadi debit yang tidak sederhana. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini. Gambar 5. Perbandingan antara indeks kekeringan bulanan di stasiun Lingkok Lime terhadap debit air bulanan tahun 1994 Dari gambar 5 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang cukup baik antara nilai indeks kekeringan terhadap debit air. Dimana hubungan tersebut terjadi ketika nilai kekeringan defisit maka pada debit mengalami penurunan begitu juga sebaliknya ketika nilai kekeringan surplus maka pada debit mengalami peningkatan. Porsentase kesesuaian antara hasil perhitungan indeks kekeringan terhadap debit air memiliki kesesuaian yang baik yaitu 60,833%. Rendahya prosentasi kesesuaian disebabkan karena adanya beberapa faktor, yaitu: faktor hujan, intensitas hujan dan lamanya hujan yang mempengaruhi besarnya infiltrasi, aliran air tanah, dan aliran permukaan tanah, adanya faktor topografi, faktor geologi dimana jenis dan struktur tanah mempengaruhi kepadatan drainase. Keadaan vegetasi, makin banyak pohon menyebabkan makin banyak air yang lenyap karena evapotranspirasi maupun infiltrasi sehingga akan mengurangi run off yang dapat mempengaruhi debit sungai. 5. PENUTUP Berdasarkan hasil perhitungan serta hasil analisa yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Besaran indeks kekeringan Metode Palmer Drought Severity Index (X) dari 5 stasiun hujan Sub DAS kekeringan dengan klasifikasi ekstrim kering sering terjadi pada bulan Juli sampai bulan Oktober dengan nilai indeks kekeringan Palmer (X) -6,243 sampai -13,177. 2. Berdasarkan hasil pembuatan peta sebaran kekeringan pada Sub DAS Babak dengan menggunakan interpolasi metode IDW pada software ArcGIS 10.2 dapat diketahui bahwa rata-rata durasi kekeringan terjadi selama 4 bulan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober. Dari peta sebaran kekeringan berdasarkan daerah administrasi, desa yang mengalami kekeringan terbanyak adalah Kebon Ayu, Parampuan, Bagik Polak, Gapuk, Banyu Mulek, Telagawaru, Montong Are, Bengkel, Rumak, Sembung, Kediri, Tanak Bea, Lembuak, Peresak, Selat, Murbaya, Sepakek, Sedau, Sesaot, Pemepek, Teratak, Aik Bukaq dan Waja Geseng. Perbandingan antara hasil analisa kekeringan metode Palmer terhadap kejadian El Nino mengidentifikasi adanya keterkaitan karena adanya kemiripan tren kejadian El Nino. Kejadian El Nino Kuat terjadi pada tahun 1997 dan 2002 serta pada tahun yang sama dilokasi studi mengalami ekstrim kering. Dari hasil perbandingan kejadian El Nino tahun 1994-2013 dengan kejadian kekeringan lokasi studi tahun 1994-2013 memiliki kesesuaian yang baik dengan prosentase kesesuaian sebesar 75%. Hasil indeks kekeringan juga dibandingkan dengan debit air Lantan Daya tahun 1994-2013 dapat disimpulkan bahwa bahwa perbandingan antara debit air dengan indeks kekeringan di stasiun Lingkok Lime memiliki kesesuaian yang baik yaitu sebesar 60,833%. Hasil perhitungan nilai kekeringan dengan menggunakan metode Palmer Drought Severity Index dapat diterapkan untuk mengestimasi adanya kekeringan. DAFTAR PUSTAKA Australian Goverment. 2015. S.O.I. (Southern Oscillation Index) Archives - 1876 to present. http://www.bom.gov.au/climate/curr ent/soihtm1.shtml. (diakses 17 Oktober 2015) Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press : Yogyakarta. Aziz, A. 2013. Indeks Kekeringan di Kabupaten Nganjuk. Skripsi tidak dipublikasikan, Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Hadisusanto, N. 2011. Aplikasi Hidrologi. Jogja Mediautama : Malang. Ihwan, Andi. 2011. Estimasi Kekeringan Lahan Untuk Beberapa Wilayah Di Kalimantan Barat Berdasarkan Indeks Palmer. Skripsi tidak dipublikasikan. Kalimantan Barat. Universitas Tanjungpura. Jannah, Nur. 2015. Penerapan Metode Palmer Drought Severity Index (PDSI) Untuk Analisa Kekeringan Pada Sub-Sub DAS Slahung Kabupaten Ponorogo. Skripsi tidak dipublikasikan. Malang. Universitas Brawijaya. Jauhari, M. 2016. Penerapan Metode Thornthwaite Mather Dalam Analisa Kekeringan di DAS Dododkan Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Skripsi tidak dipublikasikan. Malang. Universitas Brawijaya. Montarcih, L. & Soetopo, W. 2009. Statistika Hidrologi Dasar. Malang: Citra. Pratama, Adyansah. 2014. Analisa Kekeringan Menggunakan Metode Theory of Run Pada Sub DAS Ngrowo. Skripsi tidak dipublikasikan. Malang. Universitas Brawijaya. Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistika Untuk Analisa Data Jilid 1. Bandung: Nova. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistika Untuk Analisa Data Jilid 2. Bandung: Nova. Suryanti, Ika. 2008. Analisa Hubungan Antara Sebaran Kekeringan Menggunakan Indeks Palmer Dengan Karakteristik Kekeringan. Skripsi tidak dipublikasikan. Bogor. Institut Pertanian Bogor.