BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Runtuhnya Uni Soviet menandai berakhirnya perang dingin di dunia
internasional. Ditandai pula dengan munculnya isu-isu non tradisional seperti isu
lingkungan, ekonomi, dan isu separatisme yang kemudian di hadapi oleh negaranegara di dunia internasional. Terutama isu separatisme yang semakin marak muncul
dan mengancam ekstistensi sebuah negara di berbagai kawasan di dunia. Latar
belakang kemunculan isu separatisme ini pun berbeda beda di tiap negara, Indonesia
misalnya dengan kasus separatisme di Aceh dan Papua yang kemunculannya
dilatarbelakangi oleh ketimpangan distribusi ekonomi. Berbeda dengan kemunculan
isu separatisme di Filipina yang dilatarbelakangi oleh etnisitas dan nasionalisme yang
berlebihan. Faktor etnisitas dan nasionalisme ini kemudian menjadi faktor yang
paling sering menjadi latar belakang kemunculan gerakan separatisme. Tidak hanya
membawa etnisitas dan nasionalisme, isu separatisme juga terkadang membawa serta
atribut agama yang mengakibatkan semakin rumit suatu negara dalam mengatasi isu
ini. Bahkan sering kali isu separatisme ini akhirnya menjadi konflik berdarah dan
menelan korban sipil antara pemerintah suatu negara dengan kelompok separatis.
Rusia adalah salah satu satu negara yang berhadapan dengan ancaman isu
separatisme. Isu ini muncul dari sebuah kawasan bernama Chechnya. Chechnya
adalah kawasan seluas 17.000 km² yang terletak di daerah pegunungan utara
Kaukasus, Rusia (Dash, 2013: 3461). Wilayah ini didiami oleh kelompok etnis
minoritas Chenchen yang sejak abad ke-18 sudah menuntut kemerdekaan karena
sejak zaman Tsar masih berkuasa di Uni Soviet, etnis minoritas ini sudah menjadi
sasaran perlakuan tidak menyenangkan. Ketidakpuasan yang berujung pada
kebencian telah melahirkan ikatan nasionalisme yang kuat diantara etnis minoritas ini
untuk kemudian menuntut kemerdekaannya sendiri. Keinginan untuk merdeka ini
semakin menguat setelah runtuhnya rezim Uni Soviet yang mengakibatkan
1
merdekanya negara-negara kaukasus lainnya, seperti Georgia, Azerbaijan, dan
Armenia. Ditambah fakta banyaknya hasil kekayaan alam yang ada di kawasan
Chechnya membuat mereka percaya diri dapat bertahan menghidupi negaranya
dengan itu. Sedangkan bagi Rusia sendiri, Chechnya adalah batu ujian terhadap
kemampuan mereka untuk mempertahankan keutuhan kesatuan bangsa. Ada
ketakutan tersendiri bagi Rusia jika membiarkan Chechnya merdeka yaitu ketakutan
efek domino yang mungkin terjadi ketika Rusia melepaskan Chechnya maka hal
tersebut hanya akan memancing usaha dan gerakan serupa terjadi dari daerah bekas
Uni Soviet lainnya. Rusia takut akan mengalami kehancuran seperti Uni Soviet dan
Yugoslavia yang mengalami kehancuran dikarenakan disintegrasi wilayah. Oleh
karena itu pemerintah Rusia mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah hal
tersebut terjadi termasuk kebijakan untuk melakukan perang secara terbuka melawan
kelompok separatis Chechnya pada tahun 1994 dan 1999 yang kemudian dikenal
sebagai Perang Chechnya I dan II.
Perang terbuka ini kemudian memancing kecaman dari dunia internasional
terhadap Pemerintah Rusia karena mengakibatkan pertumpahan darah yang menelan
banyak korban. Tercatat lebih dari 250.000 orang yang kebanyakan merupakan warga
sipil Chechnya (Akhmadov, 2012 : 2) tewas pada Perang Chechnya I, dan lebih dari
180.000 warga sipil tewas pada Perang Chechnya II dan 350.000 warga kehilangan
tempat tinggal. Sementara dari pihak Rusia sendiri, lebih dari 3.100 tentara Rusia
tewas selama perang tersebut berlangsung (Falkowski, 2013 : 3). Banyaknya jumlah
korban akibat perang ini membuat dunia internasional mengecam dan menuding
Pemerintah Rusia telah melakukan pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM). Salah satu negara yang mengecam adalah Amerika Serikat (AS) melalui
Presiden Bush mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Pemerintah Rusia
terhadap Chechnya adalah tindakan brutal dan merupakan pelanggaran terhadap
HAM (4). Tapi kemudian keadaan berubah setelah peristiwa 11 September 2001
(9/11) terjadi di AS yang membuat seluruh dunia menaruh perhatian pada isu
terorisme. Termasuk Pemerintah Rusia yang kemudian menggunakan isu terorisme
2
dalam mengatasi kelompok separatis Chechnya. Jika dalam kurun waktu 1991 hingga
tahun 2000, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Rusia untuk Chechnya adalah
kebijakan untuk mengatasi masalah separatis, tapi pasca 9/11 basis kebijakan
pemerintah Rusia berubah menjadi kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi
masalah terorisme. Hal ini bisa dilihat melalui pernyataan Vladimir Putin bahwa
kelompok
separatisme
Chechnya
adalah
bagian dari
kelompok
terorisme
internasional (Shuster, 2011 : 15). Sehingga pemerintah Rusia mengeluarkan
beberapa kebijakan yang berbasis anti-terorisme untuk menumpas kelompok separatis
Chechnya.
Menarik untuk melihat lebih jauh lagi alasan Rusia melakukan Framing
(Pembingkaian) isu dari separatis menjadi isu terorisme dalam mengatasi masalah di
Chechnya. Karena dari segi pengertian sendiri kedua isu ini jelas berbeda sehingga
seharusnya strategi untuk mengatasinya pun berbeda. Meskipun baik masalah
separatisme ataupun terorisme merupakan masalah yang berbahaya bagi integritas
sebuah negara, tapi penanganan yang salah sasaran bisa mengakibatkan timbulnya
masalah lain yang lebih destruktif di masa yang akan datang.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan diatas, membawa
penulis pada pertanyaan utama :
“Mengapa pemerintah Rusia melakukan pembingkaian isu dari separatisme
menjadi isu terorisme dalam mengatasi masalah di Chechnya?”
1.3
Kajian Pustaka
Terdapat beberapa tulisan terdahulu yang memiliki relevansi dengan
penelitian ini dan diharapkan berguna bagi penulisan penelitian ini. Pertama, sebuah
essay yang ditulis oleh Claire Bigg (2006) dengan judul Five Years After 9/11: The
Kremlin's War On Terror dalam Foreign Affairs Volume 90 Number 05. Tulisan
Bigg menjadi sumber yang bermanfaat dalam membantu penulisan tesis ini, data-data
3
mengenai konflik antara Rusia dan Chechnya bisa didapat dari tulisan ini, demikian
pula dengan data tragedi 9/11 yang menimpa AS, bahkan terdapat analisis Bigg
tentang bagaimana tragedi tersebut ternyata memberi pengaruh terhadap perubahan
kebijakan oleh Rusia atas Chechnya.
Pasca tragedi 9/11 dan dunia secara bersamaan mengeluarkan kebijakan war
on terrorism, termasuk Rusia. Pemerintah Rusia semakin gencar mengatakan bahwa
gerakan separatisme Chechnya memiliki keterkaitan dan hubungan dengan kelompok
terorisme internasional Al Qaeda, meskipun belum ditemukan bukti yang nyata untuk
membuktikan kaitan ini. Dalam tulisan ini pula dipaparkan beberapa tragedi yang
menimpa Rusia terkait gerakan separatisme Chechnya, misalnya pada 1995 ketika
kelompok separatisme Chechnya yang dipimpin oleh Shamil Basayev menyandera
1500 orang di Kota Budyonnovsk, yang berakhir dengan kematian 170 orang ketika
aksi penyelamatan dilakukan. Kemudian perang yang dilakoni Rusia dengan
Chechnya pada tahun 1996. Perang ini mendapat perhatian dari dunia internasional
karena penggunaan kekuatan militer sebagai strategi utamanya. Dunia internasional
melihat tindakan Rusia terhadap Chechnya sangat berlebihan dan melanggar hak
asasi manusia. Tapi seketika dunia internasional berubah haluan ketika tragedi 9/11
terjadi menimpa AS. Oleh karenanya dalam tulisan ini, penulis menyatakan bahwa
peristiwa 9/11 telah menjadi “unexpected gift” untuk Vladimir Putin dan Rusia.
Karena kebijakan war on terrorism yang dikeluarkan Amerika Serikat pasca 9/11
digunakan oleh Rusia sebagai landasan untuk perang melawan gerakan separatisme
Chechnya. Rusia kemudian mengadopsi konsep Preemptive Strikes AS yang
membenarkan tindakan penyerangan ke negara lain ketika dirasa ancaman terorisme
terdapat di negara tersebut. Oleh karena itu keterlibatan Rusia dalam kebijakan war
on terrorism yang dikeluarkan oleh AS, tidak semata-mata karena dorongan moral
untuk membantu dunia mengatasi ancaman terorisme tapi juga digunakan Rusia
sebagai legitimasi untuk membenarkan tindakannya terhadap gerakan separatisme
Chechnya yang sebelumnya dianggap melanggar hak asasi manusia.
4
Kedua, tulisan dengan judul How The War on Terrorism Did a Russia Favor
yang ditulis oleh Simon Shuster (2011) dan dimuat dalam Foreign Affairs Volume 87
Number 06. Tulisan ini memberikan banyak data dan fakta terkait kebijakan war on
terrorism yang dikeluarkan oleh Rusia dan juga sasaran dari kebijakan tersebut yakni
Chechnya. Dalam tulisannya ini Shuster menyatakan bahwa 9/11 berpengaruh bagi
perang yang dilakoni pemerintah Rusia dengan gerakan separatisme Chechnya. Tapi
Shuster lebih dalam mengupas keikutsertaan Rusia dalam war on terrorism AS yang
dinilai adalah untuk membangun aliansi dan menjustifikasi penggunaan kekuatan
secara militer. Shuster juga bahkan melihat bahwa negara-negara di dunia
internasional melihat ini sebagai kesempatan untuk mendapat justifikasi penggunaan
kekuatan militer dan bukan hanya dilihat karena alasan solidaritas dan masalah
bersama. Shuster juga tidak melihat ada bukti nyata keterkaitan antara gerakan
separatisme Chechnya dengan kelompok teroris internasional seperti Al Qaeda seperti
yang dituduhkan Rusia terhadap mereka. Selain itu, tulisan ini lebih membantu dalam
melihat ideologi apa saja yang berkembang di sekeliling Chechnya selama konflik
dengan Rusia. Seperti fakta bahwa Pemimpin gerakan separatisme Chechnya, Aslan
Maskhadov ternyata ideologinya bahkan lebih dekat kepada ideologi komunis
dibanding dengan ideologi islami dan tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan
dia dan kelompoknya mendapat bantuan dari kelompok teroris luar negeri.
Tulisan lainnya adalah Chechen Terrorism (Russia, Chechnya, Separatist)
yang dimuat di Council on Foreign Relations oleh Preeti Bhattacharji (2010). Tulisan
ini mengupas sejarah konflik dan kelompok separatisme di Chechnya, dan juga
menjelaskan mengenai etnis Chechen yang berdomisili di sana. Sejarah konflik
sebelum dan sesudah Uni Soviet runtuh dan juga setelah peristiwa 9/11 terjadi di
Amerika. Tulisan ini membantu penulis untuk melihat pandangan lebih luas
mengenai gerakan separatisme Chechnya di Rusia dan ancaman apa yang
diberikannya ketika eksinstensi kelompok ini tidak segera diatasi.
Kemudian tulisan Dr John Levy (2011) berjudul Chechnya : Russia’s War
on Terror, tulisan ini mengupas Chechnya secara mendalam tapi yang membedakan
5
adalah pada tulisan Levy ini terdapat paparan terkait kepentingan-kepentingan Rusia
di Chechnya seperti kepentingan geopolitik. Letak Chechnya yang berada di wilayah
pegunungan Kaukasus menjadikan Chechnya berbatasan dengan wilayah-wilayah
lain seperti Ossetia Utara, Dagestan, Ingushetiya, dan Georgia. Permasalahan
disintegrasi yang terjadi di Chechnya jelas memberi ancaman bagi Rusia. Secara
geopolitik, kawasan Chechnya yang strategis akan menimbulkan efek domino di
daerah-daerah sekitar Chechnya. Jika Chechnya dibiarkan lepas dari Rusia,
dikhawatirkan wilayah lain seperti Dagestan, Ossetia juga akan melakukan hal yang
sama. Selain itu terdapat pula kepentingan ekonomi, yakni pada akhir abad ke-19 di
Chechnya telah ditemukan berbagai sumber minyak dan produk-produk perminyakan,
penyulingan minyak, serta industri mesin dan alat-alat perminyakan. Chechnya juga
merupakan tempat lalu lintas perkereta-apian yang sangat penting yang mampu
menghubungkan kawasan selatan Rusia dengan pelabuhan di Laut Qazwin dan
menghubungkan republik-republik Dagestan, Azerbaijan, dan Georgia. Oleh
karenanya, Rusia bagaimanapun harus mempertahankan Chechnya meski harus
menggunakan kebijakan-kebijakan represif melalui perang dan kekuatan militer.
Ground Realities after 9/11 yang ditulis oleh P.L Dash (2013) merupakan
tulisan selanjutnya yang menjadi kajian dalam tesis ini. Tulisan ini dimuat dalam
jurnal Economic and Political Weekly. Tulisan ini mengupas lebih dalam tentang
bagaimana kelompok separatisme Chechnya memperoleh sokongan dana untuk
melakukan aksi-aksinya melawan pemerintah Rusia. Dash memaparkan bahwa dana
yang diterima Chechnya adalah hasil dari perdagangan ilegal di wilayah kaukasus
utara dan tidak dari kelompok teroris internasional seperti Al Qaeda.
Tulisan lainnya adalah tentang bagaimana Rusia melakukan framing isu
terorisme untuk mendapatkan kepentingan politik. Framing disini dilakukan oleh
aktor individu yakni Vladimir Putin. Tulisan dari Sarah Oates (2006) Framing Fear :
Findings from a Study of Election News and Terrorist Threat in Russia dalam
Europe-Asia Studies mengatakan bahwa isu terorisme digunakan Putin untuk
meningkatkan kapabilitas dirinya untuk terpilih kembali menjadi Presiden Rusia.
6
Framing dilakukan dengan menebar rasa takut akan adanya teror. Tulisan ini menjadi
acuan bagi kemungkinan terjadinya hal serupa dalam masalah Chechnya. Jika untuk
kepentingan politik, Putin selaku Presiden Rusia melakukan pembingkaian untuk
mendapatkan kepentingannya, bukan tidak mungkin kemudian hal serupa dilakukan
dalam mengatasi masalah di Chechnya.
Tulisan oleh Oates di atas kemudian senada dengan tulisan oleh Shana
Kushner Gadarian (2010) dalam The Journal of Politics yang berjudul The Politics of
Threat: How Terrorism News Shapes Foreign Policy Attitudes. Gadarian mengatakan
bahwa terorisme kerap digunakan sebagai alat propaganda untuk memuluskan
kepentingan politik beberapa elite negara. Tragedi 9/11 dan Framing yang dilakukan
AS sangat berpengaruh besar bagi perubahan wajah politik dunia internasional.
Tulisan lain oleh Dmitry Shlapentokh (2012) dengan judul Russia and The
War On Terror : The Multiplicity of Roles yang dimuat dalam International Policy
Digest. Shlapentokh memulai tulisannya dengan paparan mengenai sejarah perang
dingin yang membagi dunia ke dalam dua kekuatan besar yakni AS dan Uni Soviet.
Keadaan berubah total ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 dan hanya
meninggalkan satu kekuatan besar yakni AS. Shlapentokh menggunakan pendekatan
persepsi elite Rusia untuk melihat kepentingan Rusia dalam kebijakan war on
terrorism. Keterlibatan Rusia dalam kebijakan war on terrorism tidak hanya karena
solidaritas dan isu masalah bersama tapi dipengaruhi kepentingan nasional yang lebih
utama yakni mewujudkan kestabilan domestik terutama wilayah kaukasus utara yang
dilanda gejolak gerakan separatisme. Penggunaan suatu strategi untuk isu atau
masalah yang tidak sesuai dengan akar masalahnya hanya akan menimbulkan
masalah yang lebih besar lagi.
Tulisan Pavel K. Baev (2006) yang berjudul Has Russia Achieved a Victory
in Its War Against Terror? dalam PONARS Policy Memo adalah tulisan yang bisa
digunakan untuk melihat betapa tidak berhasilnya upaya Rusia karena menggunakan
isu terorisme untuk mengatasi masalah separatisme. Baev menyoroti situasi setelah
kebijakan war on terrorism ditetapkan di Chechnya, dan hasilnya adalah eskalasi
7
konflik yang semakin meningkat dan bahkan menyebabkan lebih banyak korban
berjatuhan baik dari pihak pemerintah Rusia maupun dari penduduk sipil di
Chechnya. Perlawanan yang diberikan gerakan ini bahkan semakin ekstrem dan
merugikan kedua belah pihak.
Dari semua tulisan di atas semua kajian literatur menunjukkan bahwa
memang peristiwa 9/11 telah memberikan pengaruh bagi perubahan kebijakan Rusia
atas Chechnya. Beberapa tulisan bahkan memparkan bahwa Rusia memanfaatkan
peristiwa 9/11 dan kebijakan war on terrorism untuk mendapatkan kepentingan
politik. Tulisan-tulisan di atas merupakan sumber yang membantu dalam
mendapatkan fakta dan data atas konflik antara Rusia dan Chechnya. Tapi yang
kemudian membedakan tulisan-tulisan di atas dengan tesis ini adalah, tidak satupun
tulisan diatas membahas atau menyebutkan apa yang dilakukan Rusia terhadap
Chechnya adalah sebuah pembingkaian. Ini yang menjadi pembeda antara tulisantulisan di atas dengan tesis ini. Lebih jauh lagi tesis ini akan mencoba menemukan
alasan dibalik kebijakan Rusia dalam melakukan pembingkaian atas Chechnya
padahal masalah yang lebih buruk mungkin akan terjadi karena pembingkaian akan
menyebabkan perubahan-perubahan di diri Chechnya sendiri. Untuk membantu
menemukan hal tersebut maka tulisan-tulisan di atas merupakan sumber penting yang
bermanfaat.
1.4
Landasan Konseptual
Konsep pertama yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah konsep
pembingkaian terhadap sebuah isu, identitas suatu kelompok atau negara yang
dilakukan oleh aktor dalam hubungan internasional baik itu negara ataupun individu.
Konstruktivisme memberikan banyak bantuan untuk menjelaskan konsep ini.
Konstruktivisme sendiri melihat bahwa apa yang terjadi di dunia internasional, baik
itu konflik, kerjasama ekonomi, militer bisa terjadi semata-mata karena adanya
pengaruh kesamaan ide yang kemudian membentuk identitas yang sama di antara
aktor (Philips, 2007: 63). Jadi hal-hal material seperti power, kepentingan
8
memberikan pengaruh yang cukup minim dalam hubungan antar aktor di dunia
internasional. Aspek normatif seperti ide-ide berkontribusi besar untuk membantu
menajamkan kepentingan aktor (Ferguson, 2004: 193). Jadi ide-ide disini adalah alat
analisis untuk membentuk atau bahkan menkontruksi identitas sebuah negara ataupun
kelompok. Hal ini senada dengan pengertian pembingkaian menurut Tversky dan
Kahneman (2003:193) yaitu “The decision-maker's conception of the acts, outcomes,
and contingencies associated with a particular choice. The frame that a decisionmaker adopts is controlled partly by the norms, habits, and personal characteristics
of the decision-maker”. Konsepsi seorang aktor pembuat keputusan menjadi fokus
dalam pembingkaian, dan konsepsi ini dibentuk oleh ide-ide dan karakter personal
sang aktor pembuat kebijakan. Alex Minz dan Steven B. Redd memberikan beberapa
jenis pembingkaian yang mungkin dilakukan para aktor antara lain; thematic framing,
productive framing, structural framing, revolving framing, dll (Tversky dan
Kahneman, 2003: 194).
Pembingkaian yang dilakukan Rusia terhadap Chechnya jika dilihat dari
konstruktivisme sangat dipengaruhi oleh konsepsi dan ideologi pemimpinnya saat itu
yakni Vladimir Putin yang memiliki latar belakang sebagai agen KGB Rusia yang
tidak mengenal kompromi terhadap masalah separatisme dan sangat menjunjung
tinggi kepentingan nasional diatas apapun. Sehingga apapun akan dilakukan untuk
mempertahankan Chechnya agar tetap berada dibawah Federasi Rusia. Pembingkaian
ini kemudian bisa dikatakan sebagai pembingkaian yang bertema (Thematic Framing)
karena pembingkaian ini dilakukan dibawah tema besar terorisme internasional.
Menurut Pippa Norris, Montague Kern, dan Marion Just, konsep frame bisa
dilakukan melalui peranan media (Norris, Kern, dan Just 2003: 10). Framing melalui
media terutama media televisi akan mempengaruhi isu yang berkembang dalam dunia
internasional. Ini pula yang dilakukan oleh Rusia ketika akan melakukan
pembingkaian terhadap Chechnya. Rusia menggunakan instrumen media untuk
memuluskan setiap tujuan dari pembingkaiannya. Selain media, Rusia juga
menggunakan instrumen parlemen rusia dan juga masyarakat domestik dalam setiap
9
proses pembingkaian yang akan dilakoninya. Parlemen Rusia mengeluarkan
kebijakan untuk mengontrol media dan juga mengontrol setiap proses pembingkaian,
serta masyarakat domestik menjadi pihak yang mengawasi dan mengontrol setiap
kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah Rusia.
Pembingkaian dilakukan bukan tanpa tujuan yang jelas namun terdapat
tujuan dari setiap kegiatan pembingkaian terhadap suatu isu atau kelompok yaitu
(11), Pertama untuk mengubah agenda kebijakan negara-negara di dunia internasional
yang kemudian dikenal dengan istilah agenda setting. Rusia membutuhkan
pembingkaian dengan tujuan ini agar agenda negara-negara di dunia internasional
berubah menjadi mendukung setiap perang dan kebijakan represifnya atas Chechnya.
Kedua, untuk mengidentifikasi dan menjelaskan sumber ancaman terhadap keamanan
dunia internasional. Pembingkaian dilakukan oleh Rusia untuk membuat dunia
internasional mengindentifikasikan bahwa Chechnya merupaka sumber ancaman bagi
keamanan nasional bahkan internasional. Sehingga tidak ada jalan lain selain
kebijakan perang dan militer untuk meredam Chechnya. Ketiga adalah untuk
mendapatkan berbagai pilihan rekomendasi solusi untuk mengatasi isu atau masalah
yang tengah di hadapi. Berbagai upaya telah dikeluarkan dan dilakukan Rusia untuk
mengatasi masalah di Chechnya, mulai dari upaya perjanjian damai, referendum,
namun semua tidak berhasil meskipun beberapa kegagalan disebabkan oleh pihak
Rusia itu sendiri. Sehingga pembingkaian dibutuhkan untuk menjadi solusi dari
kegagalan sebelumnya bagi Rusia. Meskipun terdapat perbedaan ketika negara yang
melakukan framing adalah negara yang memiliki sistem pemerintahan otoriter yang
membatasi media nasional atau internasional untuk memuat berita. Jika dalam kasus
negara seperti ini, maka framing dilakukan oleh aktor individu (13), bisa melalui
Presiden dengan mengeluarkan pernyataan resmi, atau elit-elit politik dengan
mengeluarkan sejumlah undang-undang yang mengarah pada framing isu yang
diinginkan. Dalam kasus Rusia selain melalui media, Putin selaku Presiden Rusia saat
itu juga menjadi individu yang penting dalam setiap proses pembingkaian atas
Chechnya.
10
Selain instrumen dalam pembingkaian terdapat pula beberapa tahapan dalam
melakukan framing (Rise, Kriesel, Trautman, 2012: 1-3) pertama adalah analisis isu,
untuk menghasilkan fakta di lapangan. Rusia pasca 9/11 sangat terbantu dalam hal ini
sehingga berhasil mendapatkan fakta bahwa terdapat kelompok terorisme
internasional yang bernama Al Qaeda kemudian kedekatannya dengan Islam. Serta
fakta bahwa Chechnya merupakan wilayah dengan dominasi muslim di Rusia. Ini
akhirnya memudahkan Rusia dalam tahapan kedua yakni mengeksplorasi nilai-nilai
dan norma individu atau kelompok yang berkepentingan. Pihak-pihak disini antara
lain masyarakat domestik Rusia, Chechnya itu sendiri kemudian parlemen Rusia
selaku pihak yang nantinya akan mengeluarkan kebijakan atas Chechnya. Di
Masyarakat domestik Rusia sendiri telah berkembang nilai Caucasus Phobia atau
ketakutan akan etnis dari kaukasus sehingga apapun kebijakan Rusia terhadap
Chechnya akan mendapat dukungan dari masyarakat Rusia. Ditambah lagi terjadinya
serangkaian teror yang semakin menambah ketakutan masyarakat dan parlemen akan
bahaya Chechnya.
Tahapan Ketiga adalah menciptakan pandangan yang sama untuk semua
masyarakat. Pada tahapan ini sangat mudah dilakukan karena telah terjadinya
kesamaan nilai pada tahapan sebelumnya. Tahapan ini pula sangat dibantu oleh
peranan media dan parlemen Rusia itu sendiri. Tahapan terakhir adalah
mengembangkan strategi kebijakan yang akan di ambil. Untuk mendukung semua
proses yang telah dilakukan maka hal terakhir yang akan dilakukan adalah
mengeluarkan kebijakan sebagai hasil akhir untuk mewujudkan tujuan dari
pembingkaian tersebut. Rusia sendiri mengeluarkan kebijakan untuk membentuk
undang-undang terorisme dan juga kebijakan lainnya. Keempat tahapan ini saling
terkait satu sama lain. Pada tahapan awal, analisis menghasilkan fakta apa yang
terjadi sebenarnya dan dilajutkan di tahapan kedua terkait mengapa isu ini harus di
framing dengan mengelaborasi nilai dan norma yang mempengaruhi para pengambil
keputusan. Ketiga adalah tahapan untuk melihat apa yang mungkin akan terjadi di
11
masa yang akan datang jika dilakukan framing, dan terakhir adalah bagaimana
tindakan nyata yang akan di ambil untuk mendukung setiap proses framing tadi.
Framing kemudian dekat dengan apa yang disebut dengan shifting issues
atau perpindahan isu atau ide. Menurut Michael MccGwire (2002: 9) ada beberapa
syarat terjadinya perpindahan paradigma mengenai suatu isu atau ide. Pertama,
adanya dorongan untuk perubahan yang bisa berasal dari kekhawatiran bersama atau
bahkan visi bersama. Kedua, ketiadaan hambatan untuk menuju perubahan. Dan
terakhir adanya pemicu untuk melakukan perubahan yang berasal dari sebuah
kejadian. Ketika syarat ini terpenuhi maka akan mungkin seorang aktor untuk
melakukan perubahan dan pergeseran paradigma atau isu-isu.
Dalam kasus Rusia, syarat ini terjadi dengan sempurna dalam mendorong
setiap pembingkaian yang akan dilakukan. Seperti yang pertama karena peristiwa
besar yang mendorong kekhawatiran bersama, ini adalah peristiwa 9/11 yang terjadi
di Amerika. Peristiwa ini menyebabkan kekhawatiran di dunia akan isu terorisme
yang mengancam. Momen ini yang kemudian dimanfaatkan Rusia sebagai dorongan
untuk melakukan pembingkaian atas Chechnya. Ditambah lagi tidak terdapat
hambatan yang berarti untuk melakukan pembingkaian karena pihak-pihak yang
berkaitan sudah disamakan pandangannya akan bahaya yang mengancam jika
Chcehnya tidak segera diredam.
1.5
Hipotesis
Berdasarkan penilaian sementara dari penulis maka dapat disimpulkan
bahwa, Pemerintah Rusia melakukan pembingkaian isu dari separatisme menjadi isu
terorisme dilakukan untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya atas Chechnya.
Selain itu dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari dunia internasional terhadap
setiap tindakan dan kebijakan yang diambil pemerintah Rusia terhadap kelompok
separatisme Chechnya. Jika sebelumnya dunia internasional mengecam Rusia karena
kebijakan militernya terhadap Chechnya yang dinilai merupakan pelanggaran HAM
maka ketika Rusia menggunakan isu terorisme, yang notabene merupakan masalah
12
bersama seluruh negara di dunia, Rusia kemudian mendapat dukungan dan tidak
dianggap melakukan pelanggaran terhadap HAM. Alasan lainnya adalah karena
pemerintah Rusia berupaya untuk menciptakan identitas baru bagi kelompok
separatisme Chechnya sebagai musuh bersama dunia internasional yang berbahaya
bagi keamanan dunia sehingga kebijakan apapun yang diambil untuk meredam
kelompok ini akan mendapat dukungan dari lingkungan domestik ataupun
internasional.
1.6
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan yang melatarbelakangi
sebuah negara melakukan pembingkaian terhadap suatu isu ketika menghadapi
sebuah masalah. Dalam tulisan ini negara tersebut adalah Rusia dan pembingkaian isu
yang dilakukannya adalah membingkai isu separatisme menjadi isu terorisme dalam
mengatasi masalah di Chechnya. Khususnya pasca terjadinya peristiwa 9/11 pada
tahun 2001 di Amerika Serikat. Dan hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi
pengembangan studi Rusia, juga berguna bagi kajian-kajian tentang konflik dan isuisu separatisme ataupun terorisme.
1.7
Metode Penelitian
Tulisan ini menggunakan metode kualitatif yaitu
metode yang lebih
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah
daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini
lebih menggunakan teknik analisis mendalam (in-depth analysis), yaitu mengkaji
masalah secara kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu
masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi
ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu
masalah. Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori substantif dan hipotesis
penelitian kualitatif.
13
Metode kualitatif dilakukan dengan teknik pengumpulan data studi
kepustakaan atau library research, yaitu dengan pengumpulan data sekunder dari
buku-buku, terbitan ilmiah (jurnal dan makalah), majalah, surat kabar, internet
maupun melalui referensi lain yang ada kaitannya dengan tema penulisan ini.
1.8
Jangkauan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini jangkauan atau batasan penelitian dimulai
pada tahun 2002 yaitu pasca peristiwa 9/11 terjadi di Amerika Serikat hingga tahun
2013. Namun demikian uraian mengenai peristiwa-peristiwa di luar batasan waktu
tersebut yang mempunyai relevansi dengan pembahasan akan disampaikan.
1.9
Sistematika Penulisan
Keseluruhan penulisan penelitian ini akan dibagi ke dalam empat bagian,
yang masing-masing akan membahas:
i.
Bab I, Merupakan gambaran umum mengenai maksud, tujuan, dan hasil
yang hendak dicapai dari penulisan tesis. Bab ini memuat Latar Belakang
Masalah, Rumusan masalah, Kajian Pustaka, Landasan Teori, Hipotesa,
Metode Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Jangkauan Penelitian,
serta Sistematika Penulisan.
ii.
Bab II Merupakan penjelasan singkat mengenai Sejarah hubungan Chechnya
dengan Rusia dan peristiwa 9/11 yang melanda Amerika Serikat serta
bagaimana dunia internasional terkonstruksi mengenai isu terorisme. Tesis
ini akan dimulai dengan penjabaran singkat mengenai sejarah hubungan
Rusia dan Chechnya, ini agar diketahui beberapa kebijakan-kebijakan yang
sebelumnya dikeluarkan Rusia dalam menghadapi Chechnya. Kemudian di
14
bab ini pula akan dipaparkan mengenai peristiwa 9/11 yang terjadi di
Amerika Serikat, ini untuk melihat bagaimana peristiwa ini mengakibatkan
dunia internasional terkontruksi akan isu terorisme. Ini juga sebagai awalan
dari penjelasan alasan mengapa Rusia melakukan pembingkaian isu terhadap
Chechnya.
iii.
Bab III Merupakan Penjelasan dan analisis mengenai proses pembingkaian
isu yang dilakukan pemerintah Rusia dari isu separatis menjadi isu
terorisme. Setelah penjelasan singkat mengenai sejarah dan isu terorisme di
Bab II, maka di bab ini akan dilanjutkan dengan lebih komprehensif terkait
proses dari pembingkaian yang dilakukan Rusia, siapa yang terlibat,
bagaimana Rusia melakukannya, semua akan dibahas dalam bab ini. Dan
untuk melihat perubahan akibat pembingkaian isu tersebut maka akan
dibahas beberapa kebijakan yang dikeluarkan Rusia setelah pembingkaian
dilakukan.
iv.
Bab VI Merupakan analisis mengenai alasan mengapa Pemerintah Rusia
melakukan pembingkaian isu dari separatisme menjadi terorisme dalam
menghadapi kelompok separatisme Chechnya. Bab ini merupakan inti utama
dari tesis ini, karena di bab inilah akan ditemukan jawaban dari pertanyaan
utama tesis ini. Menggunakan semua data dan bahasan yang telah
disampaikan pada bab-bab sebelumnya, bab ini akan menyatukan semuanya
dan menganalisis untuk menemukan jawaban atas pertanyaan utama.
v.
Bab V Merupakan bab penutup yang memberikan kesimpulan dari
penjelasan yang ada pada bab-bab sebelumnya.
15
Download