6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Jamur merupakan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur
Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga
bersifat heterotrof, eukariotik, berspora, dan dinding sel yang terdiri atas selulosa,
kitin atau kombinasi keduanya. Tubuh jamur terdiri dari benang-benang yang
disebut hifa (Yunitasari, 2012).
Jamur merupakan organisme saprofit, dimana jamur memperoleh makanan
dari zat organik yang diserap dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya,
kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Tubuh jamur tersusun dari
komponen dasar yang disebut hifa. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang
tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma
dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik (Yunitasari,
2012).
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa
mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan inti
sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik. Hifa
senositik artinya hifa-hifa tidak terpisah dalam ruang-ruang atau sel-sel,
melainkan membentuk sebuah sel raksasa berinti banyak. Struktur hifa senositik
dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan
6
7
pembelahan sitoplasma. Hifa membentuk anyaman bercabang-cabang yang
disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah
(Yunitasari, 2012).
Daur hidup basidiomycota dimulai dari pertumbuhan spora basidium atau
pertumbuhan konidium. Spora basidium atau konidium akan tumbuh menjadi
benang hifa yang bersekat dengan satu inti, kemudian hifa membentuk miselium.
Hifa dari dua jenis yang berbeda (+ dan -) ujungnya bersinggungan dan dinding
selnya larut. Inti sel dari salah satu sel pindah ke sel yang lain, terjadilah sel
dikariotik. Dari sel dikariotik akan tumbuh hifa dan miselium dikariotik, miselium
dikariotik akan tumbuh menjadi tubuh buah dengan bentuk tertentu misalnya
seperti payung (Pratiwi, et al., 2007).
2.2 Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum)
Nama lingzhi atau lingzhih sendiri menurut sejarahnya mengambil dari
nama salah satu kaisar Cina yang banyak menaruh perhatian terhadap tanaman
berkhasiat obat (termasuk jamur), yaitu Kaisar Shih Huang pada dinasti Chin
(221-2.007 SM). Tulisan lengkap mengenai lingzhi baru disusun pada dinasti Han
(206-220 M). Oleh masyarakat Cina, lingzhi disebutkan sebagai “pohon
kehidupan”. Masyarakaat Cina beranggapan bahwa dengan mengkonsumsi jamur
ini, akan memberikan manfaat untuk kesehatan dan kebugaran. Selain itu, lingzhi
dipercaya dapat memperpanjang umur seseorang (Suriawiria, 2001).
8
Selain di Cina, lingzhi juga cukup dikenal di Jepang. Di Negara matahari
terbit, lingzhi dikenal dengan nama reishi (jamur spiritual), saiwaitake (jamur
pembawa keberuntungan), dan mannetake (jamur keabadian) (Suriawiria, 2001).
Gambar 2.1 Jamur Lingzhi (Agus, 2010)
Adapun klasifikasi jamur lingzhi menurut Alexopoulos, et al., (1996)
adalah sebagai berikut :
Kingdom
Divisi
Subdivisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Fungi
: Eumycota
: Basidiomycota
: Basidiomycetes
: Aphyllophorales
: Ganodermataceae
: Ganoderma
: Ganoderma lucidum
Jamur lingzhi mempunyai tubuh buah berwarna merah dengan tepi
berwarna kuning saat masih muda dan akan berubah menjadi kecoklatan jika
sudah tua. Jamur ini berbentuk setengah lingkaran dengan garis tengah antara 10-
9
20 cm, dengan ketebalan 3-5 cm, memiliki tangkai tubuh buah dengan panjang 310 cm yang digunakan untuk menempel pada substrat atau batang pohon.
Basidiospora terletak pada bagian tudung buah yang menghadap ke bawah,
berukuran 6-9,5 × 5,7 µm dan berbentuk elips. Hidup soliter atau berkelompok
kecil pada pohon berkayu yang telah mati atau parasit pada pohon yang masih
hidup (Gambar 2.1).
Menurut Yunitasari (2012), ada enam jenis Ganoderma yang bisa
dijadikan obat herbal, yaitu :
1. Ganoderma lucidum : The Lingzhi atau Reishi / Varietas Merah
Ganoderma ini memiliki bentuk yang mirip dengan bentuk piring.
Permukaannya mempunyai warna merah kecoklatan. Pada saat muda,
lapisan luar berwarna putih kekuningan dan batangnya mempunyai warna
yang sama.
2.
Ganoderma tsugae / Varietas Kuning
Bentuk Ganoderma ini lebih kurang sama dengan bentuk Ganoderma
lucidum. Permukaan bagian atas mempunyai warna merah kekuningan
yang berkilat. Pada mulanya jamur berwarna putih dan saat sudah tua
berwarna merah kekuningan. Varietas ini membantu proses penyembuhan
pada organ bagian limpa.
3. Ganoderma boninense / Ganoderma Sinense / Varietas Hitam
10
Ganoderma ini berwarna ungu tua sampai menjadi hitam dan memiliki
batang yang panjang sekitar delapan inchi. Bentuknya seperti bentuk
piring, permukaannya berwarna putih dan menjadi coklat bila tua. Varietas
ini memiliki manfaat menyembuhkan masalah kesehatan pada ginjal dan
otak.
4. Ganoderma applanatum / Varietas Putih
Ganoderma ini tidak mempunyai batang dan tumbuh diatas batang kayu.
Jamur yang baru tumbuh berwarna kuning kecoklatan dan menjadi coklat
bila tua. Mengkonsumsi jenis ini, dapat membantu proses penyembuhan
pada organ paru-paru dan kulit.
5. Ganoderma oregonense / Varietas Biru / Hijau
Ganoderma ini berwarna merah keunguan dimana batangnya juga
mempunyai warna yang serupa. Pada varietas ini, terdapat zat aktif yang
dapat menyembuhkan penyakit pada organ hati.
6. Ganoderma Neo.Japanicum / Varietas Ungu
Ganoderma ini dapat berfungsi untuk mengatasi gangguan yang berkaitan
dengan persendian.
2.2.1 Kandungan Jamur Lingzhi
Dinding sel jamur lingzhi mengandung 80-90% karbohidrat, 1-5% protein,
dan 2-10% lemak. Dinding selnya disusun oleh komponen-komponen mikrofibril
11
pada bagian dalam dan pada bagian luarnya dilekati oleh material yang
“amorphous” (Alexopoulos, et al., 1996). Jamur lingzhi mengandung senyawa
organik, seperti polisakarida, adenosin, asam ganoderik, protein, asam oleat,
vitamin, triterpenoid, germanium organik (GeO), asam askorbat, dan riboflavin
yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Habijanic dan Berovic,
2000).
GeO sangat mudah bereaksi dengan hidrogen (H2) dan berfungsi sebagai
dehidrogenating yang akan berperan sebagai oksigen (O2). Akibatnya kandungan
GeO di dalam lingzhi meningkat, maka kemampuan penyerapan O2 oleh sel darah
akan meningkat 1,5 kali. Dengan demikian, senyawa GeO bermanfaat untuk
memelihara
dan
meningkatkan
kebugaran
tubuh,
meningkatkan
proses
metabolisme, membersihkan darah, memperbaiki dan meningkatkan daya tahan
tubuh, menjaga dan meningkatkan vitalitas, dan menjadikan awet muda
(Suriawiria, 2001).
Adenosin sebagai pencuci racun, pelarut organik, dan senyawa
penyeimbang, menurunkan kadar kolesterol dalam darah, menurunkan kadar lipid
dalam darah dan menstabilkan membran sel darah merah, mencegah
trombogenesis, meningkatkan fungsi saluran kelenjar adrenalin untuk menjaga
keseimbangan endokrin,
mengatur
metabolisme
untuk
keremajaan,
dan
menyeimbangkan pH darah (Suriawiria, 2001).
Triterpenoid sebagai pemulihan sistem kerja tubuh, penurunan kolesterol
dan gula darah, serta penstabil kerja hormon tubuh, mencegah alergi yang
12
disebabkan oleh antigen. Asam ganonerik mempertahankan keawetan organ tubuh
dan mengatasi penyakit kulit. Polisakarida sebagai pencuci bahan-bahan beracun
di dalam tubuh dan menguatkan fungsi serta kerja tubuh, mencegah pertumbuhan
sel yang tidak normal, mengurangi kadar gula dalam darah dan memulihkan
fungsi pankreas, mencegah degenerasi jaringan dan organ bagian dalam,
menguatkan membran sel, dan meningkatkan kapasitas oksigen yang dibawa oleh
sel darah merah (Suriawiria, 2001).
2.3 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Menurut Guyton dan Hall (1997), insulin berperan meningkatkan
pemakaian glukosa sebagai energi bagi jaringan tubuh, dan secara otomatis
mengurangi pemakaian sumber lain yaitu lemak. Insulin meningkatkan
pengambilan glukosa, asam amino, asam lemak dan mengubahnya menjadi
bahan-bahan yang disimpan dalam sel-sel tubuh. Glukosa dapat diubah menjadi
glikogen untuk keperluan glukosa dimasa mendatang dalam hati dan otot,
sehingga menurunkan kadar gula dalam darah.
13
2.3.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (American
Diabetes Association, 2004)
A. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Gangguan produksi insulin pada DM tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan
sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun (Muchid, et al.,
2005).
Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat
beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin, selsel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon
somatostatin. Namun demikian, nampaknya serangan otoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel β (Muchid, et al., 2005).
Destruksi autoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas
langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM tipe 1. Selain defisiensi
insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi
tidak normal.
Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan
oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan
14
sekresi glukagon. Namun pada penderita DM tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi
glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini
memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini
adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila
tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk
menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar
gula dan badan keton. Salah satu masalah dalam jangka panjang pada penderita
DM tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai
respon terhadap
hipoglikemia.
Hal
ini
dapat
menyebabkan
timbulnya
hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM tipe 1 yang sedang
mendapat terapi insulin (Muchid, et al., 2005).
Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah
satu diantaranya adalah defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam
lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di
jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme
glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka,
dengan kata lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi
insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel
sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati
dan gen GLUT 4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di
sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adipose (Muchid, et al., 2005).
15
B. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 mencapai 9095% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM tipe 2 di kalangan remaja dan anakanak populasinya meningkat. Etiologi DM tipe 2 merupakan multifaktor yang
belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh
lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain:
obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan (Muchid, et
al., 2005).
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama.
Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara
gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang
merupakan faktor pradisposisi untuk DM tipe 2. Berbeda dengan DM tipe 1, pada
penderita DM tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat
dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa
yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM tipe 2 bukan disebabkan oleh
kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak
mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“Resistensi Insulin”. Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat
juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans
secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian
16
defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak
absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi
pemberian insulin (Muchid, et al., 2005).
Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase
pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa
yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase
kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM tipe 2,
sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya
sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani
dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM tipe 2 akan
mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang
seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada
penderita DM tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi
insulin dan defisiensi insulin (Muchid, et al., 2005).
C. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus)
adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa
kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 45% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau
setelah trimester kedua. Akibat buruk yang dapat terjadi adalah malformasi
17
kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko
mortalitas perinatal (Muchid, et al., 2005).
D. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Diabetes mellitus ini bisa terjadi karena defek genetik fungsi sel β, defek
genetik
kerja
insulin,
penyakit
eksokrin
pankreas
(pankreatitis,
trauma/pankreatektomi, neoplasma, sistik fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati
fibro kalkulus), endokrinopati (akromegali, sindroma Cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme), diabetes karena obat/zat kimia (glukokortikoid, hormon tiroid,
asam nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon, dan diabetes karena
infeksi (Muchid, et al., 2005).
E. Pra-diabetes
Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada
diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak
cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Di Indonesia,
angkanya belum pernah dilaporkan, namun diperkirakan cukup tinggi, jauh lebih
tinggi dari pada penderita diabetes. Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko
untuk diabetes, serangan jantung dan stroke (Muchid, et al., 2005).
2.3.2 Gejala Diabetes Mellitus
Gejala klinis yang menyertai penderita diabetes mellitus antara lain
meliputi poliuria (sering kencing), polidipsia (banyak minum), dan poliphagia
(banyak makan). Badan terlihat kurus sehingga terjadi penurunan berat badan
18
(Smith dan Jones, 1961). Kehilangan
jaringan
lemak
akibat
lipolisis
menyebabkan hiperlipidemia sehingga pembuangan lemak terjadi secara cepat
(Underwood, 1987). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,
koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, dan
timbul gatal-gatal (pruritus) (Muchid, et al., 2005).
Pada DM tipe I gejala klasik umumnya adalah poliuria, polidipsia,
poliphagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan
pruritus (gatal-gatal pada kulit) (Muchid, et al., 2005).
Pada DM tipe 2 gejala umumnya hampir tidak ada. DM tipe 2 seringkali
muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian
ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM
tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya
penglihatan makin buruk, umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia,
obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Muchid, et al.,
2005).
2.3.3 Obat Antidiabetes
Pemberian obat antidiabetes secara oral merupakan cara yang umum untuk
pengobatan DM tipe 2. Obat antiabetes oral diberikan pada penderita jika diet dan
olah raga gagal menurunkan kadar gula darah (Floris, 2005). Terdapat beberapa
jenis obat antidiabetes oral yang tersedia secara komersial (Gambar 2.2).
Menurut Hongxiang, et al (2009), mekanisme kerja obat hipoglikemia oral
ada tiga, antara lain sebagai berikut :
19
1. Peningkatan sekresi insulin : sulfonylureas (glibenklamid, gliklazid,
glipizid, glimepirid).
Sulfonylureas awalnya dikembangkan pada tahun 1920 dan telah menjadi
sangat diperlukan dalam mengatasi DM tipe 2 (Bosenberg, 2008). Obat golongan
ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta langerhans
di pankreas. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes tipe 2 yang tidak
begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik (Tjay dan Rahadja,
2002). Pemberian insulin dan sulfonylureas yang berlebihan dapat menyebabkan
hipoglikemia yang signifikan.
Gambar 2.2 Mekanisme obat antidiabetes (Nadjeb, 2010)
2. Sensitiser
insulin
:
biguanides
(metformin),
thiazolidinediones
(pioglitazone, rosiglitazone)
Sensitiser insulin bekerja melalui peningkatan sensitivitas otot dan
jaringan
lain
terhadap
insulin
(thiazolidinediones),
serta
penurunan
20
glukoneogenesis oleh hati (biguanides) (Jarald, et al., 2008). Metformin telah
tersedia sejak 1950. Biguanides mempunyai mekanisme kerja yang berlainan
dengan derivat
sulfonylurea, obat-obat tersebut
kerjanya tidak melalui
perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran (Ganiswarna,
2004). Thiazolidinedione, golongan ini obat dapat digunakan sebagai monoterapi
pada obesitas maupun non-obesitas pasien yang telah gagal dengan tindakan
konservatif lainnya (Bosenberg, 2008).
3. Inhibitor α-glukosidase : akarbose dan miglitol
Inhibitor α-glukosidase menghambat aktivitas α-glukosidase yang berada
di usus. Akarbose dan miglitol adalah penghambat kompetitif α-glukosidase yang
mengurangi
penyerapan
amilum
dan
disakarida.
Akarbose
merupakan
oligosakarida yang menunda pemecahan karbohidrat (Narkhede, et al., 2011) dan
diperkenalkan ke pasar pada awal 1990-an (Bosenberg, 2008). Secara klinis
akarbose digunakan pada penderita DM tipe 2 (Chiasson, et al., 2003). Penguraian
disakarida dan oligosakarida dicegah (Bosenberg, 2008), dengan demikian
glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya ke dalam darah juga kurang
cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula darah bisa
dihindari (Tjay dan Rahadja, 2007). Efek sampingnya antara lain perut kembung
dan diare (Dipiro, et al., 2005).
2.4 Metabolisme Karbohidrat
Metabolisme merupakan proses yang berlangsung dalam organisme baik
proses kimia maupun fisika. Metabolisme terdiri dari dua proses, yaitu anabolisme
21
(pembentukan molekul) dan katabolisme (perombakan molekul) (Aryulina, et al.,
2004).
Karbohidrat adalah senyawa yang tersusun atas unsur-unsur C, H dan O.
Pencernaan makanan dimulai dari mulut, karbohidrat dalam makanan akan
dicerna secara mekanik dan secara enzimatik. Selanjutnya tahap terakhir dari
pencernaan semua komponen utama makanan dan absorpsi komponen
pembangunnya ke dalam darah terjadi di dalam usus halus (Lehninger, 1994).
Pencernaan bahan makanan utama merupakan proses yang teratur yang
melibatkan kerja sejumlah besar enzim pencernaan (Tabel 2.1), yaitu :
a. Enzim kelenjar saliva dan kelenjar lingualis mencerna karbohidrat
dan lemak
b. Enzim lambung mencerna protein dan lemak
c. Enzim yang berasal dari bagian eksokrin pankreas mencerna
karbohidrat, protein, dan lemak (Ganong, 2003).
Karbohidrat
mulai dicerna pada
mulut
secara
mekanik dengan
pengunyahan dan kimiawi oleh enzim α-amilase saliva yang menghidrolisis
karbohidrat kompleks menjadi gula-gula sederhana. Pencernaan lebih lanjut
terjadi di usus halus dengan bantuan enzim α-amilase pankreatik, sukrase usus,
maltase usus dan laktase usus (Astawan, 2009).
α-amilase pankreatik merupakan enzim yang berperan dalam memotong
ikatan α-1,4 glikosida secara acak. Enzim ini akan memotong maltosa menjadi
maltosa (90%), maltotriosa, glukosa dan amilopektin menjadi dekstrin, maltosa
22
dan maltotriosa (Balagopalan, et al., 1988). Pada brush-border, yaitu membran
mikrovili usus halus, oligosakarida dan disakarida akan dipecah menjadi unit-unit
heksosa penyusunnya seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa (Murray, et al.,
1997). Isomaltase atau α-dekstrinase, terutama berperan dalam hidrolisis ikatan α1,6, bersama-sama dengan maltase dan sukrase akan memecah maltotriosa dan
maltosa. Sukrase akan memecah sukrosa menjadi satu molekul fruktosa dan satu
molekul glukosa. Laktase akan menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa dan trehalase akan menghidrolisis trehalosa, suatu dimer ikatan α-1,1
glukosa menjadi 2 molekul glukosa (Ganong, 2003).
Setelah karbohidrat dicerna dalam usus dalam bentuk monosakarida,
kemudian sebagian besar monosakarida-monosakarida dibawa oleh aliran darah
menuju hati dan sebagian kecil lainnya dibawa ke sel jaringan tertentu dan
mengalami proses metabolisme lebih lanjut. Di dalam hati, monosakarida
mengalami proses sintesis menghasilkan glikogen, dioksidasi menjadi CO 2 dan
H2O atau dilepaskan untuk dibawa oleh aliran darah ke bagian tubuh yang
memerlukan (Subardi, et al., 2008).
23
Tabel 2.1. Enzim-Enzim Pencernaan Utama
Sumber
Kelenjar
saliva
Enzim
α amilase saliva
Substrat
Pati
Fungsi dan Produk Katalitik
Hidrolisis ikatan α, menghasilkan
dekstrin, maltriosa, dan maltose
Kelenjar
inguinalis
Lipase lingual
Trigliserida
Asam lemak dan 1, 2 diasilgliserol
Lambung
Pepsin
Protein
dan
polipeptida
Trigliserida
Memecah ikatan peptida yang berdekatan
dengan asam amino aromatik
Asam lemak dan gliserol
Protein
dan
polipeptida
Protein
dan
polipeptida
Elaastin,
beberapa
protein lain
Protein
dan
polipeptida
Protein
dan
polipeptida
Gelembunggelembung
lemak
Trigliserida
Ester kolesteril
Memecah ikatan peptida disisi karboksil asam
amino basa (arginin atau lisin)
Memecah ikatan peptida disisi karboksil asam
amino aromatik
Memecah ikatan peptida disisi karboksil asam
amino alifatik
Memecah asam amino terminal karboksil yang
mempunyai rantai samping aromatik atau
limfatik yang bercabang
Memecah asam amino terminal karboksil yang
mempunyai rantai samping basa
Memudahkan terbukanya bagian aktif lipase
pankreas
Pati
RNA
DNA
Fosfolipid
Sama seperti α-amilase saliva
Nukleotida
Nukleotida
Asam lemak, fosfolipid
Enteropeptidase
Aminopeptidase
Karboksipeptidase
Tripsinogen
Polipeptida
Polipeptida
Endopeptidase
Polipeptida
Dipeptidase
Maltase
Dipeptida
Maltosa,
maltotriosa, αdekstrin
Laktosa
Sukrosa,
maltosa
Maltosa,
maltotriosa
Trihalosa
Asam nukleat
Tripsin
Memecah asam amino terminal dari peptida
Memecah terminal karboksil asam amino dari
peptida
Memecah antar gugus residu di bagian tengah
peptida
Dua asam amino
Glukosa
Lipase lambung
Eksokrin
pancreas
Tripsin
Kimotripsin
Elastase
Karboksipeptidase-A
Karboksipeptidase-B
Kolipase
Lipase pankreas
Ester
kolesteril
hidrolase
α-amilase pankreas
Ribonuklease
Deoksiribonuklease
Fosfolipase A2
Mukosa usus
halus
Laktase
Sukrase
α-dekstrinase/αglukosidase
Trehalase
Nuklease dan enzimenzim terkait
Sitoplasma
Berbagai peptidase
sel mukosa
Sumber : Ganong, 2003
Di, tri, dan
tetrapeptida
α-limit
Monogliserida dan asam lemak
Kolesterol
Galaktosa dan glukosa
Fruktosa dan glukosa
Glukosa
Glukosa
Pentosa, purin, basa pirimidin
Asam amino
24
2.5 α-glukosidase
Enzim α-glukosidase berfungsi untuk memecah karbohidrat menjadi
glukosa pada usus halus. Enzim ini berfungsi untuk melanjutkan kerja α-amilase,
yaitu menghidrolisis lanjut α-limit dextrin menjadi glukosa (Berdanier, et al.,
2006). α-glukosidase pada pencernaan mamalia berada pada permukaan membran
brush-border sel usus halus dan merupakan enzim yang mengkatalisis proses
akhir pencernaan karbohidrat pada proses pencernaan (Lebovitz, 1997).
Perubahan disakarida dan oligosakarida dalam makanan yang terbentuk dari pati
menjadi monosakarida dilakukan oleh glukosidase di membran brush-border sel
absortif dalam vili usus. Glukosidase (enzim yang menghidrolisis ikatan
glikosidat) terdapat sebagai empat kompleks glikoprotein besar yang menonjol
dari membran tersebut ke lumen usus yaitu kompleks sukrose-isomaltase,
kompleks glukoamilase, kompleks laktase atau β-glukosidase, dan trehalase.
Semua kompleks utama memiliki lebih dari satu jenis substrat atau aktivitas
(Marks, 1996).
Inhibitor
terhadap
kerja
enzim
α-glukosidase
menyebabkan
penghambatan absorpsi glukosa. Senyawa yang dapat menghambat enzim αglukosidase disebut inhibitor α-glukosidase (IAG). Senyawa IAG banyak
digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 (Floris, 2005). Obat ini bekerja secara
kompetitif di dalam saluran pencernaan yang dapat memperlambat penyerapan
glukosa sehingga dapat menurunkan hiperglikemia setelah makan.
25
Terdapat banyak inhibitor enzim α-glukosidase yang efektif, seperti
akarbosa dan voglibosa yang dihasilkan mikroba. Inhibitor merupakan bagian
modulator enzim yang memberikan efek negatif terhadap kerja katalis enzim.
Berdasarkan efeknya terhadap enzim inhibitor diklasifikasikan menjadi inhibitor
reversible dan inhibitor irreversible (Liu, 2006).
Download